PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT I NUSA TENGGARA TIMUR DALAM PJP I

konstan 1983 di Propinsi Nusa Tenggara Timur mencapai Rp218 ribu. Dibandingkan dengan angka tahun 1983 yang besarnya Rp173 ribu, terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,4 persen per tahun. Laju pertumbuhan ekonomi daerah Nusa Tenggara Timur tersebut didukung oleh laju pertumbuhan ekspor nonmigas rata-rata sebesar 8,0 persen per tahun antara tahun 1987 dan 1992 dengan komoditas andalan, yaitu kayu cendana, hasil laut, dan kerajinan tangan. Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial, telah menghasil- kan tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik yang ditunjukkan oleh berbagai indikator. Jumlah penduduk melek huruf meningkat dari 61,87 persen pada tahun 1971 menjadi 78,1 persen pada tahun 1990, angka kematian bayi per seribu kelahiran hidup menurun dari 128 pada tahun 1971 menjadi 66 pada tahun 1990, dan usia harapan hidup penduduk meningkat dari 48,8 tahun pada tahun 1971 menjadi 60,9 tahun pada tahun 1990. Peningkatan kesejahteraan tersebut didukung oleh peningkatan pelayanan kesehatan yang makin merata dan makin luas jang- kauannya. Pada tahun 1990 telah ada 23 unit rumah sakit dengan kapasitas tempat tidur 1.634 buah, dan pusat kesehatan masyarakat puskesmas serta puskesmas pembantu sebanyak 655 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 73,1 kilometer persegi dan dengan penduduk yang dilayani sebanyak 4.989 orang per puskes- mas termasuk puskesmas pembantu. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1972, jumlah puskesmas baru mencapai 25 unit dengan jangkauan pelayanan mencakup luasan 877,3 kilometer persegi dan dengan penduduk yang dilayani sebanyak 93.605 orang per puskesmas. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Nusa Tenggara Timur telah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Hal ini 477 pada tahun 1992 telah mencapai 111,7 persen, dibandingkan tahun 1972 yang baru mencapai 91,7 persen. Angka partisipasi tahun 1992 tersebut lebih tinggi daripada tingkat nasional, yaitu sebesar rata-rata 107,5 persen pada tahun 1992. Tingkat partisipasi pendidikan ini didukung oleh ketersediaan sekolah yang makin meningkat. Pada tahun 1992 telah ada 3.868 unit SD yang berarti rata-rata lebih dari 2 unit SD pada setiap desa. Pada tahun 1972 jumlah SD baru mencapai 2.248 unit. Peningkatan jumlah SD dan murid didukung oleh peningkatan jumlah guru. Pada tahun 1992 tercatat 28.385 orang guru dan setiap guru SD melayani 20 murid. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat tercermin pula dari makin berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pada tahun 1990, penduduk miskin di Propinsi Nusa Tenggara Timur berjumlah 790.350 orang atau sekitar 24,2 persen dari seluruh penduduk. Pada tahun 1984 penduduk miskin masih berjumlah 955.107 orang atau kurang lebih 32,5 persen dari jumlah penduduk: Pembangunan daerah Nusa Tenggara Timur didukung oleh pembangunan prasarana yang dilaksanakan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Di bidang prasarana transportasi, sampai dengan tahun 1992 telah dibangun dan ditingkatkan berbagai prasarana transportasi darat meliputi angkutan penyeberangan dan jaringan jalan yang mencapai lebih dari 13.000 kilometer. Ketersediaan jaringan jalan tersebut telah makin baik, seperti terlihat dari tingkat kepadatan yang mencapai rata-rata 312,1 kilometer per 1.000 kilometer persegi. Ketersediaan prasarana transportasi lainnya yang mendukung pem- bangunan daerah seperti prasarana transportasi taut dan transportasi udara juga telah meningkat. Propinsi Nusa Tenggara Timur memi- liki 28 pelabuhan laut yang tersebar di hampir seluruh kabupaten, dengan pelabuhan laut Kupang sebagai pelabuhan laut utama. Pela- yaran antarpulau sudah dapat dilayani secara rutin oleh kapal pela- yaran perintis, kapal milik perusahaan pemerintah, dan kapal milik perusahaan rakyat serta swasta. Kapal penyeberangan ferry telah 478 beroperasi secara teratur menghubungkan Kupang, Rote, Sabu, Ende, Larantuka, dan Kalabahi. Transportasi udara dilayani oleh empat belas bandar udara bandara, dengan Bandara El Tari di Kupang yang dapat didarati oleh pesawat A-300, dan telah melaya- ni penerbangan ke Darwin Australia dua kali seminggu. Sedang- kan bandara lainnya telah beroperasi secara teratur, kecuali Banda- ra Belu. Di bidang pengairan, meskipun masih terbatas, telah ada peningkatan prasarana pengairan, seperti bendung dan jaringan irigasi. Pada tahun 1993 jaringan irigasi yang ada telah mengairi sawah seluas kurang lebih 44.000 hektare sehingga membantu peningkatan dan menunjang produksi pertanian. Untuk sebagian Pulau Timor, Flores, Sumba, Sawu, dan Alor karena iklim yang kering penyediaan air irigasi baru dapat mencukupi kebutuhan air secara teratur di musim hujan. Untuk mengatasi kesulitan air pada daerah rawan air, telah dibangun embung-embung sebanyak kurang lebih 104 buah dan jebakan air yang merupakan usaha masyarakat dengan bantuan Pemerintah. Penyediaan prasarana ketenagalistrikan di propinsi ini dilayani oleh Perusahaan Umum Listrik Negara PLN Wilayah XI yang meliputi Propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur, dan sampai dengan tahun 1991 telah menghasilkan daya terpasang sebesar 152,56 megawatt. Investasi yang dilakukan oleh Pemerintah di Nusa Tenggara Timur melalui anggaran pembangunan yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara APBN menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Alokasi anggaran pembangunan yang berupa dana bantuan pembangunan daerah Inpres dan dana sektoral melalui daftar isian proyek DIP dalam Repelita IV dan V masing-masing berjumlah Rp597,7 miliar dan Rpl.106,3 miliar. Pendapatan asli daerah PAD juga menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dengan rata-rata pertumbuhan selama Repelita 479 meningkat dari Rp7,2 miliar pada tahun 19891990 menjadi Rp 11,8 miliar pada tahun 19931994. Peningkatan yang cukup berarti dari PAD dan bantuan pembangunan daerah dari tahun ke tahun mempengaruhi pula peningkatan belanja pembangunan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD tingkat I Nusa Tenggara Timur. Pada tahun pertama Repelita V belanja pembangunan daerah berjumlah Rp 17, 5 miliar dan pada tahun terakhir Repelita V meningkat menjadi Rp50,3 miliar. Bagian terbesar dari belanja pembangunan dipergunakan untuk sektor perhubungan dan pariwisata. Meskipun masih relatif kecil, investasi swasta telah menun- jukkan peningkatan. Gejala tersebut terlihat dari jumlah proyek baru penanaman modal dalam negeri PMDN yang disetujui Pemerintah dalam masa empat tahun Repelita V, yaitu 18 proyek dengan nilai Rp615,6 miliar dan 2 proyek perluasan PMDN yang bernilai Rp34,4 miliar. Dalam kurun waktu itu telah disetujui 4 proyek baru penanaman modal asing PMA dengan nilai US13.7 juta. Rencana tata ruang wilayah RTRW propinsi daerah tingkat I yang berupa rencana struktur tata ruang propinsi RSTRP dan RTRW kabupatenkotamadya daerah tingkat II yang berupa renca- na umum tata ruang kabupaten RUTRK telah selesai disusun meskipun pada akhir PJP I masih dalam proses ditetapkan sebagai peraturan daerah.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG PEMBANGUNAN

Pembangunan Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur selama PJP I telah memberikan hasil yang secara nyata dirasakan oleh masyarakat, dengan makin meningkatnya kegiatan perekonomian yang didukung oleh meningkatnya ketersediaan prasarana dan 480 Pembangunan yang telah banyak dilakukan di Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur selama PJP I, dalam PJP II akan dilanjut- kan dan ditingkatkan sesuai dengan GBHN 1993. Untuk itu, perlu ditemukenali berbagai tantangan dan kendala yang akan dihadapi, serta peluang yang dapat dimanfaatkan.

1. Tantangan

Dalam PJP I telah banyak kemajuan yang dicapai Propinsi Nusa Tenggara Timur. Namun secara keseluruhan, taraf kese- jahteraan ekonomi dan sosial masyarakatnya yang ditunjukkan oleh berbagai indikator seperti tingkat PDRB nonmigas per kapita dan laju pertumbuhan PDRB nonmigas, angka melek huruf, dan usia harapan hidup, relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata nasional. Dengan demikian, tantangan utama pembangunan daerah Nusa Tenggara Timur adalah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan serta memperluas landasan ekonomi daerah yang didukung oleh peningkatan ekspor nonmigas dan perluasan kesempatan kerja sehingga mempercepat peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Nusa Tenggara Timur ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktivitasnya relatif rendah, terutama di sektor pertanian tradisional, dibandingkan dengan tenaga kerja yang terserap di sektor nonpertanian, khususnya sektor industri dan jasa. Sektor industri dan jasa, yang berperan sebagai penggerak percepatan laju pertumbuhan ekonomi daerah, memerlukan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur 481