23 Gambar 15. Peta Pengelompokan Pos Hujan berdasarkan parameter
DHK dan DHB dengan rata-rata dan standar deviasinya Tabel 6. Simpangan Baku dan Rata-rata DHK dan DHB
Kelompok DHK DHB
Rata-rata Simpangan Baku
Rata-rata Simpangan Baku
1 138 112 18 8
2 82 60 18 9 3 68 47 26 18
4 42 52 18 8
4.4.4. Pembahasan
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan bahwa si- fat hujan ekstrim, khususnya DHK dan DHB maksimum sudah mengalami
perubahan lihat Gambar 8 dan 9. Namun demikian perlu dilakukan pene- litian lebih lanjut dengan menggunakan data yang lebih panjang dan leng-
kap. Penelitian ini hanya menggunakan data yang panjang pengamatan ma- sih terbatas yaitu antara 11 sampai 30 tahun lihat Lampiran 1. Penelitian
sifat hujan ekstrim dengan menggunakan periode pengamatan yang lebih
24 panjang 100 tahun dapat mengetahui perubahan pola antar dekade inter-
decadal variability .
Dari hasil perhitungan panjang hari kering maupun panjang hari ba- sah dan kecenderungannya, ditemukan bahwa tren untuk DHK perubahan-
nya lebih terlihat nyata, khususnya untuk pantai utara wilayah Jawa Barat. Pada umumnya daerah pantai utara deret hari keringnya, makin bertambah
panjang, sementara deret hari basahnya tidak banyak berubah, bahkan seba- gian wilayah mengalami penurunan. Ini mengindikasikan bahwa wilayah
yang DHK nya naik dan DHB turun mengalami tingkat risiko kekeringan yang lebih besar, khususnya untuk wilayah pertanian yang tidak mempunyai
irigasi yang baik atau wilayah pertanian tadah hujan. Penelitian Aldrian dan Djamil 2006 di DAS Brantas – Jawa Timur juga menunjukkan adanya tren
penurunan jumlah curah hujan secara signifikan selama beberapa dekade. Tren perubahan DHK dan DBH juga ditemukan di negara lain. Pe-
nelitian Deni dkk 2008 di Malaysia, dengan menggunakan data 20 stasiun dengan panjang data dari tahun 1975 sampai tahun 2006, menemukan bah-
wa di sebagian besar wilayah semenanjung Malaysia telah terjadi peningka- tan DHB. Suppiah dan Hennessey 1998, Haylock dan Nichols 2000 dan
Manton et al. 2001 juga menemukan hal yang sama di Australia dan wilayah Asia Tenggara. Penelitian mereka menunjukkan bahwa sudah ter-
jadi tren penurunan yang cukup signifikan untuk hujan harian dan suhu ek- strim di wilayah Asia Tenggara bagian barat, dan tren peningkatan pada ba-
gian utara Perancis, Polinesia, Fiji dan beberapa wilayah di Australia.
Menurut Rushayati et. al 1989, tanaman yang diberi cekaman air
kadar air 50 kapasitas lapang selama 10 hari pada fase awal pertumbu- han vegetatif akan memberikan hasil yang rendah. Menurut Niewolt 1989
tanaman yang mengalami kekeringan 7 hari atau lebih akan mengalami dampak yang serius. Selanjutnya Castillo et al.1992, menemukan tidak
adanya hujan 15 hari berturut-turut baik sebelum maupun sesudah inisiasi malai dapat menurunkan hasil tanaman antara 10 sampai 38 . Karena
pentingnya ketersediaan air bagi tanaman, perlu diantisipasi dan dicari tek-
25 nologi budidaya atau varietas yang tahan terhadap cekaman iklim khusus-
nya pada daerah yang memiliki risiko tinggi terhadap risiko kekeringan dan kelebihan air.
Berdasarkan hasil analisis, wilayah yang termasuk kategori memiliki risiko tinggi terhadap kekeringan ialah kelompok 1 daerah Indramayu, Ci-
rebon, dan sebagian kecil menyebar di wilayah Ciasem, Pamanukan dan se- belah selatan Bekasi yaitu daerah Batujaya yang umumnya berada di wi-
layah pantai utara Jawa Barat dan risiko kelebihan air di kelompok 3 De- pok, Cibinong, Bogor dan Parung dan sebagian kecil Bandung dan Cimahi.
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Panjang DHK dan DHB maksimum di stasiun yang ada di Jawa Barat sangat
beragam mulai dari 11 sampai 34 hari. Wilayah Pantura umumnya memiliki DHK yang lebih panjang dari wilayah lainnya, sebaliknya DHB lebih pendek
2. Panjang DHK atau DHB pada beberapa stasiun cendrung mengalami peruba-
han. Tren negatif untuk DHK panjangnya cendrung naik terjadi di stasiun yang terletak di wilayah Sumedang, Majalengka dan Subang dan tren negatif
di wilayah Sukawana, Talun dan ciamis, Tren negatif untuk DBH terjadi di wilayah Kertasari, Bengkok, Bandung, dan tren positif di wilayah Depok, Ci-
binong dan Ciampea. 3.
Sifat statistik data DHB dan DHK maksimum umumnya mengikuti sebaran normal. Sebagian kecil tidak mengikuti sebaran normal.
4. Berdasarkan parameter sebaran statistik DBH dan DHK maksimum, wilayah
Jawa Barat dapat dibagi menjadi 4 Kelompok. Kelompok 1 beberapa wilayah di Kabupaten Cirebon, Indramayu, memanjang ke barat sampai Kerawang dan
sebagian Bekasi merupakan wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap kekeringan dan kelompok 3 beberapa wilayah di Kabupaten Bogor, Cibi-
nong, dan Depok yang berisiko tinggi terhadap kelebihan air. 5.
Kajian sifat hujan ekstrim sangat penting dilakukan untuk berbagai analisis risiko iklim. Sifat hujan ekstrim lainnya seperti tinggi hujan harian maksi-
mum atau hari sangat basah very wet days, hari ekstrim Basah Extremely wet Days
dan lain lain perlu untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian tentang kai- tan kejadian iklim ekstrim dengan fenomena global seperti ENSO juga perlu
dilakukan sehingga dapat dikembangkan model prediksi kejadian iklim esktrim dari indek fenomena global tersebut.