Indian Ocean Dipole Mode IODM

Salah satu parameter untuk menunjukkan fase El Nino atau La Nina adalah Southern Oscillation Index SOI. SOI adalah suatu indeks perbedaan tekanan udara permukaan laut antara Darwin dan Tahiti yang kemudian dinormalkan dengan standar deviasi Trenberth, 1997. Beberapa penelitian penting tentang feomena ENSO dan dampaknya terhadap karakteristik dan dinamika perairan di barat Sumatera dan selatan Jawa telah dilakukan Sprintall et al., 1999; Susanto et al., 2001; Gordon et al., 2003; Susanto et al., 2007. Philander 1990 menambahkan pula bahwa indeks SOI berkaitan dengan kekuatan Angin Pasat Tenggara. Angin pasat merupakan angin yang paling stabil, tetapi bervariasi dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun, terutama di bagian barat Pasifik. Diduga salah satu sumber utama penyebab variabilitas itu adalah gelombang Madden-Julian di atmosfer. Ketika tekanan paras laut di Darwin lebih besar daripada tekanan paras laut di Tahiti, SOI bernilai negatif dan Angin Pasat Tenggara di Pasifik Selatan melemah. Bila selisihnya lebih kecil daripada negatif 1,5 maka periode ini disebut El Nino. Begitu pula dengan sebaliknya, bila tekanan paras laut di Darwin lebih kecil daripada tekanan paras laut di Tahiti, SOI benilai positif dan Angin Pasat Tenggara di Pasifik Selatan menguat dan periode ini disebut La Nina.

2.7. Indian Ocean Dipole Mode IODM

IODM merupakan suatu pola variabilitas internal Samudera Hindia dimana SPL di bagian timur Samudera Hindia pantai barat Sumatera lebih rendah daripada biasanya dan sebaliknya di bagian barat samudera terjadi anomali SPL yang lebih tinggi dan diikuti dengan anomali angin dan presipitasi Saji et al., 1999. Hubungan spasial-temporal antara SPL dan angin mempengaruhi presipitasi dan dinamika perairan. IODM bersifat khas dan inheren di Samudera Hindia dan independen terhadap El Nino Southern Oscillation ENSO. Fenomena IODM dapat menjelaskan kenapa saat Indonesia mengalami kekeringan tapi bagian timur Afrika justru presipitasi berlebih. Proses perkembangan IODM ditunjukkan pada Gambar 5. Gambar 5. Pola perkembangan IODM Saji et al., 1999 Karakter IODM adalah adanya kondisi SPL yang berlawanan pada kedua sisi Samudera Hindia. Karena perbedaan SPL pada kedua sisi sangat jelas, maka IODM dapat diidentifikasi dengan menggunakan Dipole Mode Index DMI yang menggambarkan perbedaan anomali SPL antara Samudera Hindia tropis bagian barat 500 BT – 700 BT, 100 LS – 100 LU dan Samudera Hindia tropis bagian tenggara 900 BT – 1100 BT, 100 LS – katulistiwa. Korelasi antara dua nilai SPL yang berbeda cukup besar 70. Hal ini mengindikasikan tingginya akurasi DMI dalam menggambarkan IODM berdasarkan SPL. IODM bersifat independen terhadap ENSO di Samudera Pasifik seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Pada gambar tersebut ditampilkan kondisi anomali SPL Pasifik bagian tengah dan timur daerah Nino3 dan dibandingkan dengan data DMI. Tahun-tahun kejadian IODM adalah 1961, 1967, 1972, 1994 dan 1997. Pada tahun 1961 tidak ada El Nino; 1967 IODM terjadi bersamaan dengan La Nina; 1972 dan 1997 IODM muncul bersamaan dengan El Nino. Korelasi antara DMI dan Nino3 kecil 0.35 sehingga disimpulkan bahwa IODM bersifat independen terhadap ENSO Saji et al., 1999. Gambar 6. Perbandingan kondisi IODM dan El Nino Saji et al.,1999 Meskipun IODM sangat dipengaruhi oleh sistem sirkulasi muson, namun ternyata korelasi antara IODM dan tingkat presipitasi di wilayah Asia yang dipengaruhi muson kecil. Hal ini disebabkan ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi IODM, seperti kecenderungan biennial yang bervariasi menurut periode muson dan reduksi konveksi di zona konvergensi tropis OTCZ. Pada akhirnya disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang jelas antara IODM dan sistem muson Saji et al., 1999. Bagi negara-negara di sekitar Samudera Hindia, terdapat dua anomali pola cuaca selama IODM berlangsung. Pertama, anomali meningkatnya suhu daratan dan tingginya curah hujan di laut di bagian barat Samudera Hindia dan sebaliknya di sisi timur samudera. Kedua, meningkatnya curah hujan di atas daratan Asia yang masih dipengaruhi angin muson yang meluas dari Pakistan hingga bagian selatan China. Bahkan fenomena IODM terasa hingga Eropa, timur laut Asia, utara dan selatan Amerika utara dan selatan Afrika. Bagi wilayah- wilayah jauh ini, IODM berhubungan dengan anomali meningkatnya suhu daratan dan berkurangnya curah hujan Saji and Yamagata, 2003. Pada saat terjadi IODM, angin pasat di ekuator Samudera Hindia bagian timur yang bertiup ke arah timur menjadi lebih kuat dan lama dan menekan intrusi arus khatulistiwa sehingga proses pendinginan lautan Indonesia berlangsung lebih lama. Hal ini menyebabkan upwelling lebih kuat dan lapisan termoklin menjadi lebih dangkal di barat Sumatera dan selatan Jawa Saji et al., 1999. Hubungan antara SPL dan anomali kedalaman termoklin dapat dijelaskan dengan IODM Qu et al., 2005. 25

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Selat Lombok perairan yang menghubungkan antara P. Bali dan P. Lombok.Batas perairan yang diamati adalah 7.5° LS – 9.5° LS dan 115.25° BT – 116.25° BT. Dengan 4 stasiun pengamatan masing-masing: stasiun 1 : 7.75°LS, 115.75° BT mewakili perairan Laut Flores stasiun 2 : 8.25°LS, 115.75° BT mewakili Selat Lombok bagian Utara stasiun 3 : 8.75°LS, 115.75° BT mewakili Selat Lombok bagian Selatan stasiun 4 : 9.25°LS. 115.75° BT mewakili perairan Samudera Hindia Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian