40 kumulatif keragaman sebesar 66,21 dan sisanya 33,79 terdiri atas 4 faktor
bersama lainnya. Tabel 14 Nilai akar ciri dan persentase keragaman masing-masing komponen
Akar ciri Komponen
F1 F2
F3 F4
F5 F6
Nilai 2.19
1.78 0.88
0.59 0.38
0.18 Keragaman
36.57 29.65
14.59 9.76
6.41 3.03
Kumulatif 36.57
66.21 80.80
90.56 96.97
100.00 Rotasi orthogonal terhadap nilai komponen faktor dilakukan karena
parameter kelimpahan makrozoobentos memiliki nilai mutlak komponen ≥ 0,5 pada kedua faktornya. Koefisien korelasi tiap variabel mempunyai nilai mutlak ≥
0,5 pada salah satu komponen faktornya Tabel 15. Berarti semua variabel merupakan anggota faktor yang terbentuk F1 dan F2.
Tabel 15 Korelasi antara variabel dengan faktor bersama F1 dan F2
Variabel Komponen sebelum rotasi
Komponen setelah rotasi F1
F2 F1
F2 Densitas
0.90 0.10
0.83 -0.37
Famili 0.20
-0.70 -0.18
-0.70 Tipe Substrat
-0.59 0.48
-0.26 0.71
Makrozoobentos -0.52
0.54 -0.17
0.73 Kedalaman
-0.76 -0.40
-0.86 0.04
Ukuran ikan 0.39
0.78 0.73
0.48
Komponen lingkungan yang memiliki keterkaitan langsung satu sama lain adalah tipe substrat dan kelimpahan makrozoobentos dengan sudut ecluidean
antar keduanya sangat dekat dibanding komponen lainnya. Sementara keempat faktor lingkungan lainnya yaitu densitas, kedalaman, jenis dan ukuran ikan
berkorelasi secara parsial terhadap kondisi ekosistem ikan demersal Gambar 24.
Densitas Jenis ikan
Tipe substrat
Makro zoobentos
Kedalaman Bobot ikan
-1 -0.75
-0.5 -0.25
0.25 0.5
0.75 1
-1 -0.75
-0.5 -0.25
0.25 0.5
0.75 1
K o
m p
o n
e n
F a
k to
r- 2
ra g
a m
= 3
1 .4
3
Komponen Faktor-1 ragam=34.78
Faktor bersama ragam kumulatif = 66.21
Gambar 24 Korelasi komponen faktor F1 dan F2 terhadap variabel ekosistem
41 Keputusan dari hipotesis-1 adalah tolak H0, karena terdapat korelasi yang
signifikan antar variabel tipe substrat dan kelimpahan makrozoobentos. Semua parameter lingkungan hasil pengukuran merupakan komponen utama pada
ekosistem ikan demersal dimana semuanya berjarak 0,5 dari titik pusat. Oleh karena itu, semua komponen akan digunakan pada analisis keterkaitan antara
faktor-faktor lingkungan dengan densitas ikan demersal.
Penyebaran stasiun akustik-trawl-substrat berdasarkan nilai skornya terhadap faktor-1 maupun faktor-2, menunjukkan bahwa terdapat lima kelompok
berdasarkan nilai-nilai variabel yang mendominasi terhadap masing-masing stasiun tersebut Gambar 25. Kelompok-1 didominasi oleh hasil pengukuran pada
bulan November, yaitu terdiri dari stasiun November-2,3,5,6,7,13,15,18 yang memiliki nilai densitas ikan yang lebih besar dibanding stasiun lainnya.
Kelompok-2 terdiri dari stasiun November 8,10,12, dan 16 dengan dominasi jenis ikan peperek Leiognatidae lebih tinggi dibanding stasiun lainnya. Kelompok-3
terdiri dari stasiun Agustus-1,2,3,5,10, dan 19, serta Mei-6 dan 8 dengan ukuran bobot ikan yang menghuni area tersebut lebih besar dibanding stasiun lainnya.
Kelompok-4 adalah stasiun Mei-12 serta November 11 dan 17 yang memiliki kedalaman lebih besar dibanding stasiun lain disekitarnya. Kelompok-5 adalah
stasiun Agustus-8,12,13,14, dan 15 dengan kelimpahan makrozoobenthos lebih tinggi dibanding stasiun lainnya, yang berada di lokasi bersubstrat dasar lumpur.
Gambar 25 Penyebaran stasiun akustik-trawl terhadap faktor F1 dan F2 Komponen utama densitas ikan demersal
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnnya, bahwa analisis PCA dapat mengidentifikasi komponen-komponen utama dari faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh nyata terhadap kondisi sumberdaya ikan demersal. Analisis berikutnya adalah mengidentifikasi sekelompok faktor lingkungan variabel yaitu
jenis ikan dominan hasil tangkapan, tipe substrat dasar laut, kelimpahan makrozoobentos, kedalaman perairan, dan ukuran bobot ikan yang dapat menjadi
pembeda terbaik terhadap kondisi kelimpahan ikan demersal pada setiap lokasi pengambilan contoh.
Berdasarkan pengukuran parameter lingkungan pada 40 stasiun akustik- trawl, diperoleh distribusi kategori besarnya densitas ikan seperti yang telah
-3 -2
-1 1
2 3
Skor Faktor-1 ragam=34,78 Faktor bersama ragam kumulatif=66,21
-2.5 -1.5
-0.5 0.5
1.5 2.5
S k
o r
F a
k to
r- 2
ra g
a m
= 3
1 ,4
3 1
2 6
8
9 12
14 16
1 2
3
5 8
9 10
11 12
13 14
15
17 18
19 20
2 3
5 6
7 8
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
42 ditetapkan yaitu 50, 50-100, dan 100 ekor100m
3
masing-masing sebanyak 27 67,5, 4 10, dan 9 22,5 stasiun pengukuran Lampiran 3.
a. Variabel diskriminan
Pada analisis diskriminan, variabel diskriminan adalah variabel faktor- faktor lingkungan yang memberikan diskriminasi terbaik dalam membedakan
kategori densitas ikan demersal yang 50, 50-100, dan 100 ekor100m
3
. Hasil uji statistik Wilks L untuk menilai sampai seberapa jauh signifikan kelima variabel
ekosistem mampu membedakan ketiga kelompok densitas ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
Dari kelima variabel yang diukur, hanya tiga variabel yang berbeda secara signifikan sig.0,05 pada tingkat kepercayaan 95 yaitu faktor tipe substat,
kelimpahan makrozoobentos dan kedalaman perairan. Hal ini berarti besarnya densitas ikan demersal secara signifikan dipengaruhi oleh ketiga faktor
lingkungan tersebut. Semakin kecil nilai Wilks L lambda maka semakin besar probabilitas hipotesis nol ditolak tidak ada perbedaan rata-rata populasi.
Tabel 16 Test statistik Wilks L terhadap masing-masing variabel
Variabel Lambda
F db1
db2 Sig.
Jenis ikan 0.89
2.32 2
37 0.11
Tipe substrat 0.68
8.89 2
37 0.00
Makrozoobentos 0.84
3.44 2
37 0.04
Kedalaman 0.76
5.93 2
37
0.01
Bobot ikan 0.96
0.84 2
37 0.44
Namun demikian, tidak menjamin apakah tiga variabel tersebut akan dimasukkan pada fungsi diskriminan. Untuk itu, dilakukan analisis diskriminan
dengan tetap menyertakan seluruh variabel yang ada. Kelima variabel diproses secara bersama-sama menggunakan proses
bertahap stepwise. Tabel 17 adalah nilai F setiap variabel untuk mengetahui faktor mana yang paling berbeda paling jauh jaraknya dan mana yang paling
dekat dengan faktor lainnya. Ternyata hanya dua variabel yang dapat digunakan untuk membentuk fungsi diskriminan, yakni variabel tipe substrat dan kedalaman
Sig.0,05, sedangkan variabel kelimpahan makrozoobentos ternyata tidak masuk dalam fungsi diskriminan. Keputusan dari hipotesis mengenai adanya
variabel yang mampu secara signifikan membedakan ketiga kategori densitas adalah tolak H0, karena kedua rasio variabel tipe substrat serta kedalaman mampu
membedakan ketiga kategori densitas tersebut.
Tabel 17 Variabel yang membentuk fungsi diskriminan
Step Variabel
F df1
df2 Sig.
1 Tipe substrat
8.89 2
37 0.00
2 Kedalaman
7.39 4
72 0.00
b. Perbedaan antar kategori densitas ikan
Pada analisis diskriminan untuk 3 kategori, akan terbentuk dua fungsi diskriminan, dengan kriteria fungsi diskriminan-1 untuk memilah mana yang
43 masuk ke kategori densitas 50 ekor100m
3
atau 50-100 ekor100m
3
, sementara fungsi diskriminan-2 untuk memilah mana yang masuk ke kategori densitas 50-
100 ekor100m
3
atau 100 ekor100m
3
. Nilai Square Canonical Correlation CR
2
mengukur keeratan hubungan antara skor diskriminan dengan kategori densitas. CR
2
identik dengan R
2
pada regresi yaitu mengukur seberapa kuat fungsi diskriminan. Pada fungsi-1, nilai CR
adalah 0,74 atau CR
2
sebesar 0,54 Tabel 18. Jadi, sebesar 54 variasi antara kategori densitas 50, 50-100, dan 100 ekor100m
3
dapat dijelaskan oleh variabel diskriminan rasio kedalaman dan tipe substrat.
Tabel 18 Nilai akar ciri, persentase diskriminan, dan koefisien korelasi Fungsi
Akar ciri Diskriminan
Kumulatif CR
F1 1.19
77.51 77.51
0.74 F2
0.35 22.50
100.00 0.51
Uji Wilks L pada kedua fungsi F1 dan F2 untuk semua variabel secara bersama-sama, diperoleh nilai signifikan 0.05 pada tingkat kepercayaan 95.
Berarti fungsi diskriminan yang terbentuk adalah signifikan, dimana nilai rata-rata skor diskriminan untuk ketiga kategori densitas adalah berbeda secara nyata.
Dengan demikian, kedua fungsi diskriminan digunakan secara bersama-sama untuk interpretasi selanjutnya.
c. Fungsi diskriminan
Tujuan kedua analisis diskriminan adalah membentuk fungsi baru Z dimana variabel baru Z memberikan maksimum kemampuan untuk membedakan
antara tiga kategori densitas. Fungsi baru ini disebut linear discriminant function atau sering disingkat discriminant function. Proyeksi suatu titik pada discriminant
function
atau nilai dari variabel baru Z disebut discriminant score. Struktur matrik menjelaskan korelasi antara variabel bebas dengan dua
fungsi diskriminan yang terbentuk Tabel 19, atau kontribusi setiap variabel untuk membentuk fungsi diskriminan. Korelasi variabel kedalaman dengan F1
lebih besar daripada korelasi dengan F2, sehingga variabel kedalaman berperan dalam fungsi diskriminan-1, sementara korelasi variabel tipe substrat dengan F2
lebih besar daripada korelasi dengan F1, variabel ini berperan dalam fungsi diskriminan-2.
Tabel 19 Korelasi antara variabel bebas dengan fungsi diskriminan
Variabel F1
F2 Tipe substrat
-0.68 0.74
Kedalaman 0.83
0.56
Persamaan fungsi diskriminan yang terbentuk merupakan kombinasi linear dari rasio faktor tipe substrat dan kedalaman untuk densitas ikan demersal, yaitu :
Log Z-1 = -6,89 + 3,54 Log kedalaman + 5,34 Log Tipe Substrat ………...... 30 Log Z-2 = -3,47 + 3,84 Log kedalaman – 3,57 Log Tipe Substrat ………….. 31
44
d. Fungsi klasifikasi
Peta territorial berguna untuk menentukan penempatan sebuah data pada salah satu kategori densitas. Peta territorial pada dasarnya memetakan batas-batas
setiap kategori berdasar sumbu X fungsi diskriminan-1 dan sumbu Y fungsi diskriminan-2, sehingga dengan melihat koordinat sebuah hasil pengukuran,
dapat menentukan kondisi perairan tersebut berada di kategori densitas tertentu.
Centroid adalah nilai rata-rata dari fungsi skor Z dari setiap pengukuran
yang ada pada kategori densitas. Kegunaan centroid pada dasarnya untuk mengetahui bagaimana penyebaran data dari tiap kategori densitas, dan
bagaimana kedekatan antar-centroid dari masing-masing kategori Gambar 26.
50-100 50
100
-3 -2
-1 1
2
-3 -2
-1 1
2
D is
k ri
m in
a n
F a
k to
r- 2
ra g
a m
= 2
2 .5
Diskriminan Faktor-1 ragam=77.50
Faktor bersama ragam kumulatif = 100.00
Gambar 26 Peta territorial centroid masing-masing kategori densitas ikan Interpretasi fungsi klasifikasi menghubungkan korelasi antara variabel bebas
terhadap fungsi diskriminan Tabel 19 dengan plot territorial centroid Gambar 26, dimana kategori densitas ikan 50 ekor100m
3
jelas berbeda dengan densitas ikan 100 ekor100m
3
menurut variabel kedalaman, karena koordinat sumbu X untuk variabel kedalaman adalah 0,83 yang lebih dekat dengan kategori densitas
ikan 50 ekor100m
3
, karena keduanya positif, maka makin besar nilai variabel kedalaman, makin cenderung masuk ke kategori densitas yang lebih rendah.
Sementara untuk variabel tipe substrat, nilai sumbu Y positif 0,74 dekat dengan kategori densitas 100 ekor100m
3
, maka makin besar nilai variabel tipe substrat, makin cenderung masuk ke kategori densitas yang lebih tinggi.
e. Komposisi anggota tiap kategori densitas
Ketiga kategori densitas dapat diklasifikasikan secara nyata berdasarkan rasio kedua faktor lingkungan yaitu kedalaman dan tipe substrat. Kelompok
densitas ikan 50, 50-100, dan 100 ekor100m
3
dapat dipisahkan dengan tingkat ketepatan masing-masing 63, 75, dan 100 Tabel 20. Seluruh pengamatan
telah diklasifikasikan secara benar dengan ketepatan 79,32, atau sebanyak 79,32 dari 40 data hasil pengukuran telah dikelompokkan pada kategori
densitas yang sesuai dengan data semula. Hasil pengklasifikasian seluruh stasiun pengambilan contoh disajikan pada Lampiran 3. Maka fungsi diskriminan dan
45 peta teritori yang telah terbentuk, cukup layak digunakan untuk membedakan
ketiga kategori densitas ikan demersal di lokasi penelitian. Tabel 20 Tingkat ketepatan pengklasifikasian besarnya densitas ikan demersal
Kategori 50
50-100 100
Total Ketepatan
50 8.40
3.95 0.99
13.33 62.96
50-100 0.00
10.00 3.33
13.33 75.00
100 0.00
0.00 13.33
13.33 100.00
Total 8.40
13.95 17.65
40.00 79.32
PEMBAHASAN
Perbandingan densitas ikan demersal hasil trawl dengan akustik
Integrasi antara metode akustik-trawl dengan mengoperasikan keduanya secara simultan pada target yang sama yaitu ikan demersal, memungkinkan untuk
membandingkan hasil pengukuran antar kedua metode tersebut. Berdasarkan perbandingan secara langsung antara densitas akustik D
A
dan trawl D
T
, uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang cukup besar dari hasil kedua
metode tersebut. Perbandingan antara D
A
dan D
T
tersebut tidak lepas dari beberapa asumsi, mengingat begitu kompleksnya komponen-komponen dalam
suatu sistem integrasi kedua metode akustik-trawl. Variabilitas hasil pengukuran densitas ikan selama survei akustik akibat
siklus harian ikan, sulit untuk diamati secara kuantitatif dari kumpulan data survei tunggal karena sinyal pantulan akustik terutama tergantung pada variabilitas
spasial dan atau migrasi horisontal ikan Fréon et al. 1993. Asumsi bahwa segala
bias sebagai akibat migrasi harian ikan mungkin dapat diabaikan, sehingga memungkinkan untuk membandingkan
D
A
dengan D
T
Mello and Rose 2009.
Koreksi dead zone akustik
Selama survei akustik-trawl dilakukan di perairan Tarakan, ikan demersal dapat terdistribusi secara vertikal sampai kedalaman 5 meter dari dasar perairan.
Oleh karena sifat distribusi tersebut, ikan demersal senantiasa berada pada kolom atau jalur sapuan trawl yang digunakan selama penelitian. Dengan asumsi segala
bias akibat migrasi harian mungkin dapat diabaikan, sehingga dengan kondisi demikian memungkinkan untuk membandingkan densitas ikan demersal hasil
trawl
D
T
dengan akusik D
A
Mello and Rose 2009. Koreksi dead zone data akustik dilakukan untuk menguji apakah terdapat
peningkatan secara subtansi korelasi data akustik terhadap data trawl. Hasil menunjukkan bahwa korelasi antara data akustik dan trawl secara substansi tidak
mengalami peningkatan yang signifikan dengan dilakukannya koreksi terhadap ikan pada dead zone akustik ADZ yang tidak dapat terdeteksi secara akustik.
Rendahnya kontribusi densitas ikan demersal yang berada pada ADZ disebabkan karena dasar perairan pada setiap stasiun trawl di lokasi penelitian
hampir rata, meskipun ada perubahan kontur kedalaman namun dengan gradien
46 yang sangat kecil. Sehingga dapat meminimalkan ketebalan lapisan ADZ
backstep zone, BSZ, dimana rata-rata BSZ sekitar 25 cm. Pada lapisan ADZ yang relatif tipis tersebut tidak ada jenis biota yang perlu
dipertimbangkan didalam perhitungan nilai densitas ikan pada ADZ. Berdasarkan komposisi jenis hasil tangkapan, biota pada lapisan ADZ kurang berkontribusi
terhadap nilai backscatter akustik karena tidak memiliki gelembung renang seperti ikan sebelah, udang, dan sebagian besar invertebrata von Szalay et al. 2007.
Selain itu biota pada ADZ tersebut tidak cukup melimpah untuk setiap stasiun trawl
.
Korelasi data akustik dan trawl
Rendahnya korelasi antara data akustik dan trawl hasil penelitian ini kiranya dapat dijustifikasi oleh hasil penelitian lain yang serupa. Penelitian von Szalay et
al . 2007 di Laut Bering meyebutkan bahwa korelasi data akustik-trawl cukup
baik r
2
=0,62 untuk ikan walleye pollock, dengan korelasi tertinggi diperoleh pada ketebalan layer 2,4 meter dari dasar laut tinggi headrope. Korelasi semakin
meningkat dengan bertambahnya ketinggian diatas headrope meskipun kenaikkannya tidak terlalu signifikan. Sementara hampir tidak ada korelasi
r
2
=0,02 data akustik-trawl untuk jenis ikan Pacific cod. Penelitian Hjellvik et al. 2007 di Laut Barents memperoleh hasil untuk
ikan haddock dan cod nilai r
2
mulai dari hampir tidak ada korelasi 0,01 menjadi 0,53. Nilai tertinggi diperoleh dalam 2 tahun terakhir dari 6 tahun dilakukannnya
penelitian terhadap species yang sama. Beare et al. 2004 bahkan memperoleh nilai korelasi yang lebih rendah untuk ikan haddock dan saithe Pollachius virens
di Laut Utara r
2
=0,06-0,12, di Laut Barents lebih tinggi r
2
=0,30-0,64. Aglen 1996 memperoleh korelasi yang rendah untuk ikan haddock, cod,
dan saithe r
2
=0,05-0,45 pada kolom periaran dari dasar laut sampai tinggi headrope, namun nilai korelasi lebih tinggi untuk integrasi dari tinggi headrope
sampai ketinggian 10-30 meter r
2
=0,11-0,86. Nilai korelasi yang lebih tinggi juga diperoleh dari beberapa penelitian lainnya yaitu 0,40 untuk ikan cod dan 0,64
untuk ikan haddock di Laut Barents Godø et al. 2004. Pada suatu komunitas di Laut Barents yang jenisnya didominasi oleh cod dan haddock, diperoleh nilai
korelasi akustik-trawl sebesar 0,62 Ona et al., 1991, dan 0,69 untuk rockfishes di Teluk Alaska Krieger et al. 2001.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran densitas ikan demersal dari integrasi kedua metode akustik dan trawl. Pertama, arah arus dasar
perairan yang kadang tidak sejajar dengan arah towing, sehingga posisi jaring trawl
ada kalanya tidak tepat dibelakang kapal Engas et al. 2000. Kedua, ketika ikan demersal berada pada ADZ atau sangat dekat dengan dasar laut, jaring trawl
dapat menangkap ikan tetapi yang echosounder tidak dapat mendeteksinya karena pengaruh pantulan echo dasar laut yang sangat kuat dan bersatu dengan echo dari
ikan tersebut. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika proporsi populasi ikan di ADZ bervariasi secara spasial maupun temporal von Szalay et al. 2007. Ketiga,
dimungkinkan ketidaktelitian dalam penggunaan asumsi dalam mengkoreksi densitas pada ADZ, bahwa densitas ikan pada sedikit kolom perairan tepat di atas
ADZ sama dengan densitas ikan di ADZ itu sendiri. Faktanya bahwa hasil penelitian tidak menunjukkan peningkatan yang substansial terhadap korelasi
antara trawl dan data akustik ketika mengoreksi ikan di ADZ.