LINGKUNGAN SOSIAL Lingkungan Dan Tata Ruang Di Bandung Utara.

113

BAB III LINGKUNGAN SOSIAL

Budaya Persoalan lingkungan sosial merupakan persoalan menarik untuk disimak. Lingkungan ini seperti dipersepsikan Kast 1980 merupakan lingkungan yang berkaitan dengan budaya, teknologi, politik, peraturan formal, sumber alam, kependudukan, hubungan sosial dan kondisi ekonomi. Bisa banyak yang terkait dengan budaya seperti nilai dan norma yang terkait dalam kehidupan sosial. Nilai menurut Burhan 1994: 127 berkaitan dengan tingkah laku yang telah mendarah daging dalam hal melihat ataupun menghadapi kejadian atau gejala. Sementara itu norma berkaitan dengan kesepahaman dan ketaatan terhadap peraturan dan ketentuan yang ditegakkan secara lisan ataupun tulisan yang bersumber dari kondisi masyarakat. Budaya dengan indikator latar belakang kehidupan, kebiasaan yang diajarkan keluarga dan lingkungan pergaulan. Latar belakang kehidupan bisa mendorong seseorang untuk menjalankan apa yang sebelumnya dilakukan. Latar belakang kehidupan agamis bisa terbawa sampai dirinya besar dan menghindari perbuatan yang tidak diperkenankan oleh perjalanan kehidupannya. Keluarga pun menempati posisi penting dalam kehidupan. Dalam kehidupan keseharian keluarga sunda, misalnya, figur ibu lebih erat dengan pendidikan keluarga daripada figur bapak. Dengan posisi seperti diatas, keberadaan ibu lebih penting dalam mengasuh anak. Ketika ibu bekerja pun, anak bisa menjadibagian tidak 114 terpisahkan dalam pekerjaan ibu tersebut. Untuk itu kebiasaan bekerja yang melekat dengan rumah seperti buka warung merupakan pemandangan biasa dalam tatar Priangan. Dengan demikian, ibu bisa bekerja sambil mengasuh anak, atau kebutuhan anak bisa dicukupkan dari dagangan yang ada di warung tersebut. Melekatnya figur ibu dengan anak diperkuat oleh ajaran lslam yang menyebut ibu tiga kali kemudian ayah. Penguatan tersebut semakin kental dengan prinsip “surga berada dibawah telapak kaki ibu”. Secara harfiah, orang sunda seringkali melakukan pembasuhan kaki ibu pada hari-hari besar atau menjelang kegiatan sakral seperti lebaran, ataupun menjelang pernikahan. Bahkan masih ada yang hasil basuhan kaki ibu tersebut diminumnya sebagai bukti kepatuhan dan restu. Secara filosofis, kalimat diatas menunjukkan bahwa hidup seseorang dtentukan oleh keridhoan ibunya. Ceritera ”Malin Kundang” di Sumatera Barat dan ”Boncel” di Priangan yang durhaka terhadap ibu mencerminkan bahwa figur ibu tidak boleh disepelekan. Dengan demikian figur ini masih memegang kekuatan dalam faktor budaya sehingga mendapat dukungan besar dari responden. Melalui pola didik seperti itu, anak menjadi lebih mengerti jerih payah orangtuanya karena langsung melihat dan merasakan. Namun demikian tingkat kecerdasan orang tua bisa berpengaruh terhadap pola pendidikan. Dalam kaitan tersebut Goleman 1995: 267-269 menjelaskan bahwa keluarga adalah sekolah pertama untuk mempelajari emosi; dalam lingkungan yang lebih akrab ini, kita belajar bagaimana merasakan perasaan kita; bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita. Pembelajaran emosi ini bukan hanya apa yang dikatakan, namun 115 juga apa yang dicontohkan sewaktu menangani perasaan mereka atau perasaan yang bisa munculantara suami dan istri. Pemahaman terhadap perasaan sendiri dan orang lain bisa menyebabkan toleransi dan simpati yang berkembang dalam hubungan antar-personal dalam keluarga. Bisa jadi semangat untuk sekolah dan bekerja ditularkan orangtua terhadap anaknya sepanjang hubungan semacam itu erat terjalin. Dibalik itu, semangat materialisme bisa juga berkembang dengan melihat kedua orangtuanya bekerja dengan tujuan materi secara berlebihan sehingga dug hulu pet nyawa 1 dikorbankan untuk mengejar hal tersebut. Mungkin hal tersebut tidak melanggar norma sepanjang dilaksanakan dengan kesungguhan mengajarkan bagaimana mengelola emosi dalam kesibukan dan keharusan mengurusi anak. Yang tidak boleh terjadi adalah meninggalkan anak demi mengejar materi sehingga cul dog- dog tinggal igel 2 . Lingkungan pergaulan semula ditentukan oleh keluarga untuk kemudian berkembang luas menjadi pergaulan seusia dan sepermainan. Pada usia balita, anak memiliki pengalaman berkesan dengan teman sepermainannya. Dalam pergaulan seperti itu, peran pengasuh masih cukup besar agar anak tidak terjerumus dalam pertikaian yang berlebihan. Pada usia seperti itu, pertikaian dan kemesraan sangat tipis bedanya sehingga kehadiran pengasuh menjadi penting. Menjadi luntur tatkala posisi pengasuhan keluarga bergeser ke pengasuhan pembantu atau suster. Nilai pun bergeser dari nilai keluarga menjadi nilai yang dibawa oleh pembantu atau suster. Bisa jadi nilai keluarga lebih besar daripada 1 Bahasa sunda : bekerja mati-matian 2 Bahasa sunda : lupa diri 116 nilai pembantu, namun dengan kesibukan yang tinggi penyerapan nilai pembantu akan jauh lebih besar ketimbang nilai keluarga. Dampaknya, pergaulan keseharian pun bisa berangkat dari ajaran pembantu bukan dari ajaran ibu-bapaknya. Kendati ajarannya baik, namun kandungan nilainya bisa menurun. Kendati demikian, lingkungan semacam ini mengajarkan kebaikan yang diingat dan menjadi landasan berpikir dan berprilaku dalam menapaki karirinya dikemudian hari. Persepsi akan budaya semacam diatas tentu saja berkaitan dengan pemahaman yang dipertahankan bahwa perjuangan untuk mencari nafkah merupakan keharusan yang dimaksudkan untuk anak-istri. Persepsi ini direalisasikan dalam bentuk perhatian dalam bentuk materi sehingga bisa terjadi bahwa materi akan terus dicukupkan sebagai bentuk kasih sayang tersebut. Dengan pola pikir semacam ini bisa terjadi prilaku salah dilakukan demi kecintaannya kepada keluarganya. Dampak yang terjadi adalah terjadinya berbagai upaya pememnuhan kebu tuhan untuk menyenangkan dan membahagiakan keluarga. Dananjaya 1986:5 memandang bahwa budaya berkaitan dengan nilai pribadi dan juga kebutuhan. Prilaku bisa menjadi akibat dari keputusan seseorang untuk mematuhi nilai yang dianut atau kebutuhan yang yang dirasakan. Penafsiran yang lainnya dari pandangan Dananjaya terkait dengan pengorbanan penganut nilai untuk memenuhi kebutuhan sejalan dengan pengamalan nilai tersebut. Keduanya menjadi menarik dalam kehidupan. Keduanya juga bisa terjadi. Tatkala orang memutuskan untuk mematuhi nilai, setidaknya ada pengorbanan untuk memenuhi kebutuhan agar nilai dapat ditegakkan, namun juga a kan 117 mengorbankan nilai jika kebutuhan pribadi demikian besar sehingga nilai bisa dikorbankan untuk hal-hal tertentu. Penegakan budaya dalam tataran prilaku tampaknya bisa dijalankan dengan meminimalisir perbedaan nilai dengan kebutuhan. Kehid upan materialisme yang menyusup melalui pendidikan keluarga menjadi penyebab menguatnya pertimbangan ateri dalam hubungan di keluarga. seperti mem kehidupan bekerja terbagi menjadi pekerjaan bagi bapak dan bagi ibu.ibu seringkali dalam kehidupan masyarakat Bandung. Demikian halnya bagi pelaksana kebijakan yang menjadi responden. Kesepakatan terhadap budaya merupakan komitmen yang masih tinggi terhadap budaya lokal. Pendidikan yang dimulai dari keluarga menjadi penting dan masih dipercaya sebagai fundamen dalam membangun pribadi yang berkepribadian. Keluarga masih dianggap sebagai pilar dalam melaksanakan pendidikan sehingga pendidikan keluarga memberikan warna terhadap pribadi seseorang. Kejujuran dan kerja keras yang diajarkan keluarga merupakan persoalan penting yang perlu terus dipertahankan. Perubahan tumpuan pendidikan dari keluarga kepada sekolah bisa mengubah prilaku masyarakat kedepan. Teknologi Tidak dapat dipungkiri jika teknologi telah menjadi kebutuhan primer untuk waktu saat ini. Teknologi bertumpu pada pengubahan input menjadi output 3 . Kegiatan birokrasi pun dapat dipercepat dengan jumlah tenaga manusia yang terus dikurangi. Hal demikian berarti bahwa teknologi mempercepat dan 3 Robbin.1994. Teori Organisasi, hal 194. 118 menyempurnakan perubahan semacam itu. Kendati skornya lebih rendah sedikit daripada budaya, namun kehadirannya bisa terus menguat dikemudian hari. Melalui kemajuan teknologi batas-batas wilayah dan budaya sudah semakin tipis. Komunikasi informasi pun semakin cepat. Saringan sudah semakin sulit dilakukan sehingga apapun yang dialami nun jauh disana bisa segera diketahui. Bisa jadi teknologi ini bersaing dengan budaya lokal. Pengaruh buruk teknologi pun bisa saja terjadi seperti yang terjadi belakangan ini seperti pembobolan rekening bank, facebook ataupun situs porno. Antisipasi pemerintah seringkali berada dibelakang kelincahan pengelola situs internet sehingga masih tetap bocor. Teknologi pun tidak hanya menghasilkan potret buram saja. Bisa banyak kemajuan yang diperoleh dengan kemajuan teknologi. Kecepatan menguasai teknologi bisa mempercepat kemajuan hidup. Dalam konteks ini teknologi informasi menjadi penting untuk dikuasi lebih dahulu. Naisbi tt 1994 mengemukakan bahwa yang akan menguasai dunia adalah yang menguasai informasi. Tidak berlebihan jika hal demikian terungkap. Dengan penguasaan teknologi, perencanaan bisa lebih cepat, kontrol pun bisa lebih akurat. Dalam hubungan personal, kehadiran fisik sudah mulai bisa dikesamp ingkan. Komunikasi dengan teknologi mulai menge depan. Perkawinan pun bisa terselenggaran kendati pasangan mempelai berada pada jarak jauh. Hubungan antar-orang juga bisa tampak dekat dengan hubungan telepon seluler. Hanya saja tidak setiap kegiatan bisa dilakukan dengan kemajuan teknologi semacam itu. Dalam pekerjaan, kemajuan teknologi masih belum sepenuhnya dijalankan sehubungan dengan kebutuhan biaya pengadaan awal yang cukup besar. 119 Dalam kaitan dengan kebutuhan personal, ketergantungan terhadap teknologi ini menjadikan kebutuhan akan biaya hidup meningkat. Tidak cukup satu buah telepon, misalnya, anak, istri dan suami membutuhkan ponsel. Dampaknya perlu ada anggaran untuk pengadaan pesawatnya serta pulsa. Dalam kehidupan rumahtangga, sudah terbiasa menggunakan perabotan dapur yang serba elektrik sehingga kebutuhan listrik meningkat. Biaya tagihan listrik bisa lebih besar. Pengadaan barang elektronik rumah tangga bisa membesar. Dampaknya biaya rumah tangga bisa lebih besar. Dengan pendapatan yang stnadar PNS, bisa jadi peningkatan kebutuhan ini tidak dapat diakomodasikan. Mungkin perlu pendapatan sampingan yang bisa membantu menutupi kebutuhan tersebut. Bisa jadi kondisi semacam ini mendorong suami-istri bekerja diluar rumah. Bisa jadi asumsi komunikasi bisa dengan jarak jauh terpenuhi, namun mengasuh tidaklah demikian. Tidak sedikit yang kemudian bekerja sampai larut malam sehingga keluarga menjadi terlantar dan dpercayakan kepada pembantu ataupun suster. Teknologi ini bisa melahirkan materialisme sebagai dampak langsungnya. Kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi, bisa melahirkan usaha kartu kredit yang hampir dimiliki setiap PNS termasuk PNS di kota Bandung. Dengan fasilitas ini, orang didorong menjadi konsumtif dan pengutang. Banyak yang ”tutup lubang gali lubang” dengan memiliki banyak kartu gesek tersebut. Bukan hal yang luar biasa jika PNS banyak yang tidak membawa gaji ke rumah karena dipakai membayar kartu. Sepanjang dapat ditutupi dengan pendapatan, kebutuhan biaya akibat teknologi itu tidak mengganggu. Namun tatkala sudah mulai 120 membengkak melebihi kapasitas keuangan, bisa mendorong lahirnya ”komersialisasi jabatan”. Teknologi semacam diatas juga masih dipandang sebatas prestise atas kemajuan hidup seseorang secara ekonomis. Dampaknya, kepemilikan barang berteknologi dianggap lebih maju daripada orang lain. Dengan kemudahan kredit untuk memperoleh apapun, maka keinginan memiliki barang berteknologi pun mengiris konsepsi rik-rik gemi 4 . Ngeureut neundeun 5 yang orangtua ajarkan menjadi melemah digantikan oleh konsepsi hidup biar kere asal keren. Kemajuan teknologi semacam ini mendorong orang tidak perlu memiliki tabungan, tidak perlu hidup hemat karena hidup sengsara dengan banyak utang pun bisa hidup mewah. Tampaknya terdapat hubungan prinsip hidup semacam diatas dengan pekerjaan aparat publik. Kebutuhan hidup yang belum terpenuhi bisa mengganggu pekerjaan. Upaya memenuhi kebutuhan hidup yang didesakkan keluarga bisa berakibat melemahnya kinerja. Banyaknya PNS yang berkeliaran pada jam kerja bisa terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang ditawarkan pengusaha mall. Tidak perlu membawa uang karena dengan kartu gesek pun bisa dilakukan. Pekerjaan akan terbengkalai dan pelayanan menjadi lamban. Jika standar pelayanan dipacu, banyak PNS yang bermain dengan persyaratan yang perlu dipenuhi. Kekurangan persyaratan bisa menyebabkan pelayanan tertunda. Namun bisa juga kurangnya syarat tidak memengaruhi pelayanan sepanjang ada tambahan biaya. 4 Bahasa sunda : hemat 5 Bahasa sunda : menyisihkan penghasilan untuk menabung 121 Kebutuhan akan teknologi tampaknya tidak mesti disertai dengan perubahan hidup yang semakin konsumtif. Teknologi perlu ditempatkan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas hidup. Dengan cara demikian, teknologi akan memudahkan penyelesaian pekerjaan, bukan prestise. Dengan demikian perlu ada upaya menempatkan teknologi menjadi penopang pelestarian budaya sehingga tidak semakin menipis karena digusur oleh teknologi. Pendidikan Pendidikan tidak sama dengan sekolah sebab sekolah bagian dari pendidikan formal. Pendidikan terselenggara dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan juga sekolah. Dengan demikian, keseimbangan semua pilar pendidikan perlu ditumbuh-kembangkan secara simultan. Hanya saja sering lahir pemikiran bahwa sekolah menjanjikan penghasilan. Bisa jadi ada dua hal yang sedang berkembang. Pertama, kepercayaan kepada pendidikan keluarga menurun karena setiap orangtua sudah mulai memiliki kesibukan yang membesar di luar rumah. Dengan kesibukan ini, pendidikan anak dipercayakan kepada pihak sekolah. Lahirnya full day school atau merebaknya sekolah berstandar internasional bisa jadi lahir karena pemikiran semacam ini. Melalui jenis sekolah seperti itu, biaya pendidikan bisa bertambah menjadi lebih besar. Namun, pendidikan semacam ini lebih baik ketimbang anak dijaga oleh pembantu. Dinamika ini bisa saja diterjemahkan bahwa pendidikan keluarga terus merosot perannya. Peran ibu-bapak dalam pendidikan itu tidak semakin besar, sementara peran sekolah terus dipaksakan semakin besar. Bisa jadi hal demikian melahirkan nilai-nilai baru yang diterima anak sepanjang berinteraksi 122 dengan pengasuhnya di sekolah, sementara nilai orangtuanya tidak menetes dengan instensif sehingga membuka kemungkinan perbenturan nilai. Perbenturan nilai yang dihasilkan pendidikan di sekolah dengan nilai yang dianut orangtua sebagai hasil produk pendidikan lama membuka konflik yang besar dalam keluarga. Kemungkinan besar kerapuhan mental anak dilahirkan oleh kondisi itu. Lahirnya geng motor, anak frustrasi dan bahkan di antaranya melakukan tindakan memalukan pun tidak lepas dari akibat benturan nilai yang dihasilkan oleh pendidikan yang berbeda dengan pola asuh yang tidak sama. Pandangan pendidikan adalah sekolah yang tampaknya berkembang dalam keluarga saat ini memperberat tugas sekolah dalam mencerdaskan anak didiknya. Hal demikian akibat pelepasan peran keluarga yang ditumpahkan kepada pihak sekolah. Sementara dalam pendidikan, konsepsi long life education mestinya tetap dijalankan. Itu berarti bahwa tidak ada lorong waktu kosong yang tidak diisi dengan pendidikan. Keluarga tampaknya perlu menyisihkan waktu untuk anak- anaknya dirumah sehingga sepulang sekolah, anak masih berkesempatan bertemu dan berinteraksi dengan orangtuanya, ketimbang anak dipaksa dengan jadwal padat untuk melakukan kursus-kursus yang ada diluar rumah. Disamping persoalan diatas, kepercayaan terhadap sekolah ekslusif berkecenderungan meningkat, terutama yang memiliki dana memadai, kendati ada resiko perbenturan nilai. Namun pendidikan semacam diatas sudah mulai menempati prestise tertentu dalam banyak keluarga. Dengan prestise semacam itu, besarna biaya menjadi tidak te rlalu diperhatikan. Ujungnya bisa terjadi pengeluaran lebih besar ketimbang pendapatan dan dilakukan dengan penuh 123 kebanggaan. Meningkatnya kebutuhan biaya tidak lepas dari pemikiran untuk memenuhinya. Ketika orientasi prestise dalam pendidikan sudah melanda para PNS, maka hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi kerja. PNS yang memiliki anak di sekolah semacam ini bisa berhitung cermat dari sisi pembiayaan, disamping kemungkinan perbenturan nilai dengan pihaknya. Kebutuhan dana yang diperlukan menuntut kerja berorientasi uang bagi yang tidak memiliki gaji yang memadai. Mungkin kondisi ini bisa menghasilkan kinerja yang lebih besar jika dapat menghasilkan tambahan pendapatan dari pekerjaannya,namun juga bisa sebaliknya. Orientasi keliru dalam pendidikan bisa menghasilkan pendidikan menjadi terasa lebih mahal dan komersil. Dampaknya biaya yang perlu ditanggung orangtua yang anaknya sekolah bisa lebih mahal. Ujung dari ceritera seperti itu bisa mendorong pemikiran kreatif dan nakal yang direalisasikan menjadi komersialisasi jabatan. Bisa saja tanpa pengawasan dan pembinaan yang baik akan memunculkan prinsip ”ada uang ada pelayanan”. Politik Berbicara politik paling tidak berbicara hak dan kewajiban, baik pemerintah maupun warganegaranya. Dimulai dari hak warganegara yang perlu dipenuhi pemerintah, hak warganegara tidak lebih penting daripada kewajiban, menentukan pemimpin bangsa sebagai tindakan penting, kebebasan berserikat dan saling menghormati pilihan politiknya. Dalam praktiknya, persoalan politik seringkali tampil menjadi urusan parpol. Ujungnya anggota dewan yang telah menjadi wakil rakyat pun tetap saja bersikukuh menjadi wakil parpol. Kasus bank 124 century yang menimbulkan kekisruhan dalam rapat DPR menunjuk kan kemampuan untuk memisahkan fungsi wakil rakyat dari wakil parpol masih rendah. Kesepakatan parpol dan juga pemerintah untuk melakukan pendidikan politik menjadi penting, bukan dengan cara ceramah dan diklat, namun dengan teladan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewajiban pemerintah dan juga parpol yang ada untuk melakukan upaya membuka kebebasan menentukan hak politiknya, baik dalam menentukan pemimpin lokal maupun pemimpin nasional. Kewajiban pemerintah pula untuk mendorong masyarak at mengedepankan kewajibannya daripada haknya sebagai warganegara. Dengan kemampuan mendorong kesadaran politiknya, masyarakat akan memiliki peran penting dalam mempercepat proses perubahan paradigma dari administration of publik, administration for publik ke administration by publik Utomo, 2004 Dengan peran masyarakat semakin besar, maka peran pemerintah bergeser menjadi fasilitator yang menyiapkan kebutuhan masyarakat dalam menjalankan tugas kolektifnya terhadap bangsa dan negara. Hadirnya berbagai lembaga publik seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum dapat dipandang sebagai upaya kearah itu. Namun demikian kehadiran lembaga semacam itu masih menjadi alat politik pejabat pemerintah dalam memperlancar tujuan dan kepentingannya. Untuk itu, independensi perlu terus dibangun dengan pola satata sariksa sabobot sapihanean 6 , silih igelan, silih ayunkeun 7 . Konsepsi yang dimaksud adalah kemampuan untuk saling mengontrol dan berbagi 6 Bahasa sunda : saling mengontrol 7 Bahasa sunda : harmonisasi 125 tanggung jawab secara proporsional tanpa saling mengganggu dengan semangat saling menghargai dan saling menyemangati antara pemerintah maupun masyarakat. Dengan semangat diatas, saling menjerumuskan dan saling jegal merupakan prilaku keliru yang perlu dikoreksi bersama. Pemerintah maupun masyarakat perlu dapat dipegang janjinya. Banyaknya kontrak politik yang didorong elemen masyarakat terhadap figur yang ingin maju sebagai pemimpin, bisadijakikan bukti bahwa janji yang diucapkan seringkali lip-service yang tidak dapat dipercaya. Jika demikian, maka krisis kepemimpinan akan menjadi lebih panjang dan rumit. Masyarakat akan bersikap apatis terhadap kegiatan politik seperti pemilu dengan tingkat golput yangterus meningkat. Bisa jadi sebagian besar dilakukan oleh anggota masyarakat yang telah memiliki pendidikan lebih baik dengan akses terhadap informasi yang baik pula. Independensi PNS tampaknya perlu terus digiring untuk menjadi pengawal politik dalam berbagai event politik yang dilakukan oleh bangsa ini. Dengan independensinya, PNS bisa menjadi pelaksana tugas negara tanpa harus dibebani oleh afiliasi politik tertentu. Tidak boleh ada lagi PNS yang menjadi simpatisan parpol yang memenangi pemimpin daerah lebih menonjol karirnya, sementara yang tidak malah meredup. Bila demikian, PNS akan menjadi bingung karena dihadapkan pada situasi yang tidak pasti ketika sedang pemilu ataupun pilkada. Namun demikian, untuk memberikan kontribusi politiknya, dipe rlukan kesempatan untuk melakukan kebebasan berserikat agar aspirasi dan pandangan politiknya bisa tersalurkan dengan sehat. Mungkin tidak mendukung parpol 126 tertentu, namun mendukung program tertentu yang ditawarkan parpol ataupun calon pemimpin. Bisa juga terlibat dalam dialog terbuka dengan para figur tersebut tanpa dihantui oleh ketakutannya dalam karir. Hukum Hukum adalah norma formal yang menjadi landasan bertindak warganegaranya, termasuk aparat pemerintah. Penegakan hukum yang obyektif merupakan harapan agar hukum memiliki kewibawaan. Peraturan kepegawaian juga adalah hukum yang perlu ditegakkan, demikian halnya dengan peraturan produk bersama antara legislatif dengan eksekutif. Kasus Sengkon Karta tahun 1980-an merupakan perselingkuhan dalam penegakan hukum yang menghasilkan ketidak-adilan dalam penegakannya. Zaman reformasi ini, ketidak-adilan bisa diminimalisasikan dengan cepat agar hukum memiliki wibawa. Penindakan yang salah dan memberikan penghargaan bagi yang mentatai hukum tampaknya menjadi pekerjaan rumah bagi setiap elemen b angsa. Bertahannya korupsi, nepotisme dan juga kolusi merupakan indikasi bahwa penegakan hukum masih dalam tahap awal yang perlu terus ditingkatkan. Tatkala penangkapan besan presiden dalam kasus BLBI, misalnya, bisa dipandang sebagai upaya kearah itu kendati tidak terlalu signifikan. Masih perlu dilihat keeratan emosional dalamhubungan keduanya. Berbagai kasus yang mencuat masih menunjukkan adanya kekeliruan dan diskrimasi dalam penegakan hukum yang perlu terus disempurnakan. 127 Sumber Daya Alam Rusaknya alam terkait dengan menipisnya sumber daya alam yang tersedia. Keharusan melakukan analisis dampak lingkungan Amdal bagi pengusaha yang akan melakukan pembangunan merupakan upaya pencegahan rusaknya sumber daya alam yang ada. Namun pada kebanyakan kasus, Amdal dipandang sebagai persyaratan administratif dalam pengajuan izin kegiatan usaha. Dampaknya alam tidak bisa dicegah dari kerusakan. Berbagai gangguan alam yang terjadi seperti banjir dan mengejutkan ambrolnya bendungan situ Gintung merupakan bahan pengkajian ulang agar sumber daya alam bisa diselamatkan. Di daerah hulu, longsor menjadi pemandangan menarik untuk disimak dan dihayati. Barangkali alam sedang mengingatkan manusia agar pandai merawat apa yang telah dianugrahkan Tuhan kepadanya. Mungkin juga mengingatkan agar manusia bisa bersyukur atas limpahan karuni-Nya. Atau alam meminta perhatian agar manusia memiliki emphaty kepada alam dan isinya. Bila hal itu yang terjadi, maka sebenarnya manusia sudah mengingkari kodratnya sebagai khalifah di bumi ini. Banyak yang sudah merampas ruang gerak alam sehingga keseimbangan terganggu. Kekeringan disaat kemarau dan banjir disaat hujan bukan kejadian langka. Tatkala ada longsor dihulu, bisa jadi isyarat akan adanya ancaman banjir dihilir. Kecanggihan teknologi yang diciptakan manusia tampaknya kewalahan mengatasi kerusakan alam yang ditimbulkannya. Alam yang dieksploitasi besar- besaran tentu saja menjadi marah. Kemarahan alam ini yang tidak diperhitungkan teknokrat karena hal itu berada diluar hitungan matematis. Mungkin sebelumnya 128 alam memberikan isyarat yang dipahami oleh sesepuh yang memiliki kearifan lokal. Hanya saja kearifan tersebut kadung dianggap tertinggal sementara kesombongan manusia cerdas dengan teknologi tingginya kadung dideklarasaikan sebagai keperkasaan manusia modern. Pertumbuhan populasi manusia seringkali menuntut pemenuhan rumah yang dipersepsikan sebagai peluang keuntungan material. Semakin banyak rumah didirikan, semakin besar keunt ungannya. Dengan mengatasnamakan pembangunan, sawah pun digelandang menjadi rumah, kantor, pabrik serta tempat bisnis dan hiburan. Sejumlah pepohonan ditumbalkan untuk melengkapi pembangunan tersebut. Populasi pohon besar berbanding terbalik dengan populasi manusia. Ujungnya pembangunan itupun merambah ke perbukitan seperti Bopuncur dan Bandung Utara yang ditumbuhi rumah dan vila. Konon sawah menjadi tampungan air yang mengalir dari hulu. Pepohonan besar di hulu pun menjadi manajer untuk mengatur air sebelum mengalir ke hilir. Debit air dikelola di hulu sebagai persediaan air sebelum dikirimkan ke hilir. Tidak ada erosi karena kekokohan akar pepohonan besar yang tidak dicampuri manusia menjadi benteng alam yang kokoh. Dampaknya sawah pun bisa diairi sepanjang musim. Padi pun sehat berbinar dan bernapas lega s ehingga memberikan sumbangan panen berlimpah kepada manusia. Bagi masyarakat sunda misalnya, sawah 8 bukan hanya mata pencaharian. Ada kearifan lokal didalamnya. Sawah bisa ditafsirkan hidup harmoni dengan alam. Tidak sedikit upacara dalam rangka menanam padi dan panen. Bahkan ada 8 Asep Sumaryana, Kompas, 4 Maret 2009 129 pamali 9 jika padi dijual langsung dari sawah saat panen. Padi justru diangkut ke leuit 10 sebagai persediaan hidup sepanjang musim. Hal itu berarti bahwa sawah patut dipertahankan dari alih fungsi lahan. Pergeseran nilai yang disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan pandangan terhadap sawah pun berubah. Sawah tida k lagi dipandang sebagai warisan leluhur yang didalamnya terkandung muatan budaya luhur. Sawah pun telah terseret oleh kebutuhan perumahan ataupun industri. Sangat mungkin demikian, karena upaya mempertahankan sawah pun semakin rendah tergilas oleh pandangan baru dari generasi yang memiliki nilai dari pesatnya ilmu pengetahuan yang dihirupnya. Musim tanam sudah berjalan mekanistik. Upacara yang biasa dilaksanakan sudah semakin pudar ditinggalkan. Demikian halnya dengan panen. Petani sudah menganggap bertani sebagai pekerjaan golongan rendahan. Anak petani yang bersekolah menengah keatas pun tidak didorong menjadi petani yang inovatif, namun didorong menjadi birokrat atau eksekutif muda. Yang menarik bahwa lulusan fakultas pertanian pun dipastikan tidak banyak yang kembali membangun pertanian untuk kejayaan bangsa. Bisa jadi orangtua petani menganggap pertanian sebagai usaha yang selalu merugi. Kelangkaan pupuk semakin memicu antipati banyak generasi petani untuk hengkang dari dunia yang menyebabkan dirinya lahir dan berkembang. Lahan pertanian yang dijual kemudian dialihfungsikan seakan tidak menjadi pikiran komponen petani. Pertanian yang meninggalkan kerugian ketimbang 9 Larangan dalam bahasa sunda yang tidak dilandasi alasan rasional 10 Tempat menyimpan padi yang umumnya terbuat dari kayu 130 keuntungan melahirkan guyonan tani tinggal daki 11 . Yang berarti bertani tidak menyebabkan hidupnya mujur dan nanjeur 12 . Pemikiran semacam demikian sudah menempatkan sawah sebagai pangupa jiwa 13 belaka. Kondisi ini memudahkan perubahan terhadap kegiatan yang lebih menguntungkan. Bisa jadi pengojeg ataupun buruh pabrik dianggap lebih menguntungkan ketimbang bertani. Rasa mencintai bergeser kearah yang lebih rasional. Bisa saja hal semacam ini mempermudah orang untuk mengubah fungsi sawah ke fungsi lain yang dianggap lebih menjanjikan. Ada upaya pemerintah memperketat pengubahan sawah ke fungsi lain. Hanya saja upaya ini bisa dianggap diskriminasi jika sawah dianggap sebagai pencari nafkah. Artinya jika pengubahan sawah menyebabkan mantan petani memperoleh keuntungan lebih besar, maka peluang semacam itu tidak boleh ditutupnya. Jika ditutup, elemen petani akan menganggap bahwa dirinya sebagai tumbal mempertahankan swasembada atau kecukupan pangan tanpa ada rewads yang diterimanya. Jika memang seperti itu keadaannya, maka kecemburuan sosial dari para petani akan semakin besar saja. Mungkin saja pemerintah daerah belum sepakat terhadap pengetatan alih fungsi sawah. Masih ada saja pemda menganggap alih fungsi sebagai sumber PAD, penyerapan tenaga kerja lokal serta memenuhi kebutuhan rumah bagi penduduknya. Di kota Bandung, penyempitan luas lahan pun terus berjalan. Namun demikian institusi daerah yang ditugaskan mengelola pertanian tetap saja ada. Ini berarti ada pemborosan dari sisi anggaran atas tugas pokok yang tidak 11 Tidak menguntungkan dan lusuh 12 Sunda : maju 13 Ajang pencari nafkah 131 siginifikan. Perkembangan perubahan lahan sawah umumnya berubah menjadi perumahan atau industri. Hanya saja, dampak negatif susulannya sering tidak dipertimbangkan. Kasus pencemaran sawah oleh industri yang dibangun di bekas masih menjadi potret buram pengubahan fungsi tersebut, disamping luputnya tenaga lokal yang bisa diserap di industri tersebut. Mempertahankan sawah sebagai identitas masyarakat petani perlu mengubah pertanian dari sekedar pekerjaan menjadi lebih prestisius. Pengadaan pupuk murah, sistem irigasi yang memadai, bantuan benih dan modal yang mudah, penghargaan bagi penduduk yang menggeluti pertanian serta melestarikan nilai-nilai yang terkandung didalamnya pun perlu terus dikembangka n. Pemahaman pemerintah dan masyarakat terhadap nilai sawah perlu dikembang- luaskan dalam pendidikan yang bermuatan lokal di sekolah. Bisa jadi pemerintah lokal juga memeriahkan keberhasilan panen petani dengan syukuran yang diselenggarakan pemerintah setempat. Bisa saja ada pameran pertanian yang diaktori petani dengan biaya pemerintah. Bisa ada wayang golek atau hiburan lain bagi kesuksesan petani sekaligus menghibur para petani yang bekerja keras mempertahankan sawah dari alih fungsi lain. Bisa ada penghargaan petani terbaik dalam acara semacam itu sebagai bentuk perhatian pemerintah. Jika memang berbagai kemudahan dan penghargaan bagi petani tidak pernah terwujudkan, apalagi tanah dipandang sebagai sumber PAD, maka sama artinya melakukan eksploitasi terhadap petani. Bila hal tersebut terus berjalan, maka kearifan lokal sawah pun tergerus oleh semangat komersialisasi lahan dan 132 pangupa jiwa. Sangat mungkin kemudian anak cucu tidak lagi mengenal tandur, ngarambet, gacong, ngawuluku, leuit dan simbol yang kerkaitan dengan pertanian. Jika sudah demikian, maka kearifan lokal pun sedikit-sedikit akan pula. Bukan hanya sawah, kebun pun memiliki nasib yang hampir serupa.kegiatan perkebunan sering dianggap sebagai pengrusakan terhadap lingkungan karena ada usaha pembakaran dan penjarahan. Kasus Palintang 14 yang pernah terjadi tahun 2005 misalnya memberikan arti bahwa petani ladang dianggap musuh yang mengganggu. Padahal dengan pemberdayaan petani semacam ini, bisa jadi pengawasan terhadap sumber daya alam yang ada bisa lebih besar dan efektif ketimbang dengan merekrut pihak lain yang tidak memiliki keterikatan emosional dengan alam sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi dan hiruk-pikuknya kehidupan perkotaan membuat sebagian penduduknya melirik suasana perbukitan. Didukung oleh penghargaan terhadap pekerjaan yang berkaitan dengan pelestarian alam yang rendah, maka pengrusakan alam pun tidak dirasakan sebagai kedzoliman terhadap kehidupan. Bukit rindang pun menjadi sasaran kelompok the have semacam itu. Pengembang membacanya sebagai peluang bisnis. Sebagian pepohonan dibinasakan, sebagian lagi di bonsai. Kehidupan pohon pun tidak senyaman sebelumnya. Mungkin banyak pohon menderita, sakit kemudian mati dan tumbang tanpa diduga manusia. Tumbangnya pohon bisa menyebabkan penghuninya kehilangan tempat tinggal sehingga gentayangan mengganggu manusia yang invasi ke hutan. 14 Kampung dipegunungan yang masuk wilayah kabupaten Bandung dan berbatasan dengan Sumedang 133 Orang hilir mengalami kerugian pula. Musim hujan sawahnya terendam, sementara musim kemarau kekeringan. Orang pun tidak lantas mencari solusi dengan arif, namun memvonis sawah sebagai penyebab kerugian. Keadaan ini pun dianggap peluang oleh pebisnis untuk mengalih-fungsikan sawah. Dengan perubahan tersebut, penghuni sawah pun kehilangan habitatnya. Tikus dan sebangsanya yang digambarkan sebagai siklus kehidupan dalam pelajaran biologi kehilangan mata rantainya. Siklus hidup terganggu, kesehatan alam terancam. Bagi masyarakat kota Bandung kerusakan alam di WBU merupakan gangguan bagi masyarakat dibawahnya. Banjir dan gangguan lainnya muncul akibat penghijauan diatas tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Konsepsi rumah taman yang dilakukan di WBU tampaknya tidak banyak dilakukan dan hanya menjadi kedok agar izin bisa keluar. Kenyataannya, rumah yang ada menjadi sarat dengan beton yang kedap penyerapan air. Dampaknya air lebih banyak dialirkan ke bawah pada saat hujan berlangsung. Kondisi ini menyebabkan volume air dibawah menjadi sangat besar dan menyebabkan banjir. Dengan peninggian beberapa jalan di daerah bawah kota Bandung, Berubahnya suhu udara kota Bandung yang semakin panas, bisa saja terkait dengan kesenjangan kebutuhan oksigen dengan suplai yang dihasilkan oleh banyak ragamnya tanaman penghasil kesejukan dan kerindangan. Dengan gerakan pembuatan taman yang berjalan, tidak berarti kebutuhan tersebut akan dapat dipenuhi jika konsepsi taman berkisar pada pemenuhan ruang hijau dengan bunga dan pot yang dipajang di perempatan jalan. Konsepsi taman tampaknya mesti diubah menjadi penghijauan yang selain memberikan kerindangan dan 134 kenyamanan, juga memiliki kemampuan menyerap air dalam tanah sebagai persediaan air resapan untuk mengurangi kurangan air tanah bagi kehidupan. Dengan banyaknya tanaman hijau, bukan hanya siklus kehidupan terus berjalan sehingga keseimbangan hidup terjaga, namun juga akan berakibat mengurangi efek penyakit yang ditimbulkan oleh kerusakan alam. Tanpa keseimbangan ekosistem, penyakit yang sebagian diredam alam, kini ditumpahkan kepada manusia. Banyak penyakit baru yang diderita manusia. Semakin banyak dokter yang mencoba membuat terapinya. Tidak semua bisa diatasi sehingga memunculkan pengobatan alternatif. Manusia banyak yang kewalahan. Mungkin itu akibat kutukan alam yang suaranya tidak diindahkan. Hubungan hulu dan hilir pun seakan terputus dengan ulah manusia yang semakin serakah. Alam pun menjadi enggan bersahabat dengan manusia yang khianat. Butuh kearifan untuk membaca dan mendengarkan keluhan alam. Berbagai bencana yang timbul seperti banjir yang semakin meluas di kota Bandung serta bencana tanah longsor Dewata Ciwidey tahun 2010, bisa jadi ciri keperkasaan alam jika sedang murka. Atau juga kelemahan manusia yang sombong. Kebiasaan menghitung keuntungan material perlu diubah dengan keuntungan sosial, spiritual dan ekologis. Keharmonisan dengan alam perlu dilakukan dengan menempatkan alam sebagai sesama mahluk Tuhan. Hal itu bisa sama artinya dengan menyelamatkan kehidupan anak-cucu. Tentu tidak berguna materi melimpah jika bencana selalu mengintip. Percuma juga kendaraan bagus jika diintai pohon tumbang. Demikian dengan kemampuan membangun jalan yang kemudian rusak oleh arus banjir. 135 Mungkin tidak perlu lagi kikir untuk tumbuh-kembangnya pepohonan disekitar kita. Tidak perlu kikir untuk meluangkan waktu merawat ciptaan Tuhan yang ada. Tidak boleh berhitung untung-rugi secara material. Mungkin perlu menghentikan dikalkulasi profit materi yang dihasilkan tiap jengkal tanah yang dimiliki. Pengembang pun tidak boleh kikir dengan penyediaan ruang terbuka yang hijau yang menjadi paru-paru warga serta tempat bermain anak. Jangan pula jijik dengan jalan tanah sehingga perlu dibeton dan kedap serapan air. Kalau perlu gunakan paving block agar air tetap bisa meresap. Pemerintah adalah pihak yang paling kompeten untuk menyelamatkan alam. Dengan kebijakan yang bertumpu pada kearifan lokal, sawah pun dicegah dari kekeringan dan alih fungsi. Penggundulan bukit pun perlu dicegah dengan tangan perkasa pemerintah. Tidak boleh ada pejabatnya yang justru memiliki vila di bukit. Komposisi ruang terbuka dengan ruang terbangun perlu ditegaskan dan ditegakkan. Pengembang yang membangkang selayaknya diberikan sanksi kurungan dan denda, sementara masyarakat yang berkorban membela alam patut mendapat penghargaan. Orientasi pada pemupukan PAD dari perizinan pemanfaatan lahan perlu dihentikan. Pelayanan prima dalam perizinan tidak boleh digampangkan jika berdampak rusaknya alam. Keberpihakan kepada alam sudah mulai terwujud karena alam pun membutuhkan kasih sayang dari manusia. Untuk itu, eksploitasi alam bisa berarti kekejaman terhadap sesamas yang perlu dihindari oleh manusia beradab. 136 Bencana yang datang bertubi, bisa jadi reaksi alam atas kenistaan yang diperbuat manusia. Untuk menanggulanginya tentu bukan hanya dibangun bendungan dan peninggian jalan, bukan juga dibuat kanal dan benteng. Namun perlu kearifan manusia menyikapi alam. Mungkin bisa diperoleh dari calon legislatif yang akan tampil. Bisa juga dari perjalanan karir birokrat yang peduli lingkungan. Kepedulian dan kemauan merawat alam dan tumbuhan yang ada akan membuat ruang gerak pohon semakin leluasa dan tumbuh sehat serta kuat. Dengan demikian, alam pun berterima kasih kepada manusia melalui sumber mata air yang berlimpah, kurangnya bencana, serta kenyamanan hidup sampai anak- cucu. Hicks 1972 memandang bahwa munculnya ketimpangan di balik pengelolaan sumberdaya alam merupakan konsekuensi logis dari meluasnya pengaruh modernisasi berupa ilmu pengetahuan, pola hidup moderen, teknologi, dan kapitalisasi dalam lingkungan alamiah manusia. Walaupun demikian, upaya- upaya strategis dan terencana dalam kegiatan administrasi diperlukan dalam rangka meminimalisir permasalahan pasca pengolahannya, salah satu upaya yang dilakukan adalah menginventarisir potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati tersebut, upaya ini sebagai referensi ilmiah agar manusia terhindar dari masalah pengrusakan dan penyusutan potensi alam di sekitarnya, sehingga mampu menyatu secara harmonis. Sebaliknya Walker 1982 memandang bahwa sangat tidak adil apabila menyalahkan faktor modernisasi sebagai akibat tunggal dari munculnya berbagai kerusakan alam di balik aktivitas manusia tersebut, sebab modernisasi selalu 137 bersifat netral dalam penerapannya, adapun faktor-faktor munculnya masalah di balik penerapannya, itu karena kelemahan dan ketidakmampuan manusia dalam memanfaatkan nilai modernisasi secara tepat dan benar, sehingga muncul masalah kerusakan alam tersebut. Pendapat Walker berkaitan dengan persepsi bahwa modernisasi merupakan keharusan. Yang mungkin dilupakan nya adalah modernisasi merupakan totalitas perubahan yang didalamnya mengandung budaya Barat yang turut menyatu dalam modernisasi semacam itu. Tidak salah jika kemudian modernisasi pun berubah penafsiran menjadi weternisasi. Pemikiran Ndraha 1989 agak mengena dengan kondisi setempat, bahwa modernisasi hanya pencetus munculnya kerusakan tersebut, kerusakan lebih disebabkan oleh ketidak-jujuran dan adanya kasus monopolisasi sumberdaya alam oleh segelintir orang, sehingga menghalangi peran akuntabilitas dalam pengelolaannya. Dengan demikian disimpulkan bahwa sebagaimana penjelasan inventarisasi sumberdaya manusia, masalah yang muncul di balik inventarisasi sumberdaya alam ini lebih bersifat penyesuaian dalam kegiatan masyarakat dan sebagai alat kontrol bagi kegiatan perencanaan tata ruang, ketimbang bertujuan untuk menghentikan maupun menjadi penghambat terhadap intensitas hubungan kausalitas. Penduduk Pembangunan kependudukan diletakkan dalam tiga pilar, yakni kesehatan, daya beli dan pendidikan. Penduduk yang sehat akan menjadi aset berharga bagi negeri, demikian halnya dengan penduduk yang memiliki daya beli tinggi akan meringankan pemerintah dalam penyediaan lapangan kerja dan menaikkan 138 pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan retribusi. Penduduk yang berpendidikan baik akan membantu pemerintah dalam melakukan kontrol. Bagi pemerintah yang otoriter, kehadiran intelektual ini bisa jadi merepotkan. Pergeseran penduduk kota Bandung dipengaruhi oleh perkembangan sektor pendidikan, usaha dan pemerintahan yang berpusat di Bandung. Dengan kondisi ini penduduk kota Bandung terus berkembang sehingga momen lebaran misalnya, sering diduga akan menambah penduduk kota semakin lebih besar. Dengan kota terbuka, hal demikian menyebabkan kota Bandung belum bisa mengatasi perkembangan penduduknya. Ada pengaturan bahwa yang boleh pindah ke kota Bandung adalah penduduk diluar yang akan meneruskan sekolah atau telah memperoleh pekerjaan di kota ini. Hal demikian didukung pula dengan operasi yustisi yang menjaring penduduk liar kota Bandung. Namun hal demikian belum bisa diandalkan. Selain bisa ada penduduk luar kota yang sedang melakukan perjalanan di kota Bandung, juga tidak sedikit orang yang berada di kota ini untuk usaha dan kembali pada sore hari commuter. Persoalan penduduk ini menjadi menarik ketika memerlukan ruang hidup. Penduduk luar kota yang memiliki kemampuan keuangan yang cukup bisa saja memiliki rumah di kota Bandung dan dijadikan tempat beristirahat. Bagi penduduk lain yang tidak beruntung bisa mengisi ruang yang ada sepanjang rel kereta api atau sepanjang sungai Cikapundung. Di beberapa tempat banyak rumah kumuh berjejer di lahan milik PT KAI yang ada di kota Bandung. Yang menariknya, jaringan PLN dan juga telepon bisa masuk ke rumah seperti itu. Hal 139 demikian menunjukkan bahwa pelarangan pemerintah kota Bandung masih belum didukung oleh instansi terkait lainnya. Padatnya penduduk di daerah aliran sungai ditambah dengan tingginya volume air yang datang dari wilayah Utara kota Bandung menyebabkan gangguan yang semakin tinggi di daerah bawah. Gangguan yang serng dialami oleh penduduk di bawah seringkali dipandang sebagai nasib dan menjadi familiar dengan bencana semacam itu. Namun demikian, persoalan kesehatan menjadi persoalan yang mengemuka pada saat bencana datang. Demikian halnya dengan daya beli kelompok pinggiran ini pun menyebabkan tingkat kesehatan menjadi rendah. Kemampuan yang rendah menyebabkan kemampuan untuk menyekolahkan anak pun tidak besar. Banyak anak yang kemudian menjadi pengangguran karena tingkat pendidikannya rendah. Menjadi tukang ojeg, buruh dan juga pemulung banyak dipilih karena desakan kebutuhan hidup perlu terus dipenuhi. Yang juga dilakukan adalah menjadi PKL dan pengemis. Pedagang kaki lima PKL tampaknya selalu menarik dengan seringnya terjadi benturan dengan petugas Satpol PP. Perlawanan dari kalangan mereka menjadi pemandangan biasa. Relokasi dan penertiban diidentikan dengan pembuangan sebagai tindak lanjut dari anggapan pengacau ketertiban. Pandangan tersebut bisa berangkat dari asumsi wiri-wiri ada PKL kesemrawutan terjadi. Bisa benar bila hal demikian terkait PKL, namun kesemrawutan seringkali disebabkan oleh penumpukan orang yang ada disuatu tempat yang kemudian mengundang PK datang memanfaatkannya. 140 Jika dikatakan bahwa PKL mengikuti keramaian, bukan menciptakannya, maka kelihatannya hal ini benar jika mengikuti keadaan di daerah Punclut dan Cibiru Utara. Keramaian orang yang berjalan kaki pagi di hari libur mengundang kehadiran mereka. Yang selalu menarik adalah mempertahankan keramaian tanpa PKL. Tidak sedikit penggusuran PKL diarahkan ke tampat pinggiran yang jauh dari keramaian dan penumpukan orang. Dalam praktiknya, PKL memanfaatkan lalu lalang orang sehingga jalanan yang dijadikan lalu lintas orang digunakan sebagai tempat usaha mereka. Ketika lalu lalang usai, PKL pun sirna tanpa jelas kemana perginya. Konsep penyebaran keramaian akan turut menyebarkan PKL juga. Pembangunan lokasi hiburan, belanja terpadu dan kantor pemerintahan yang tersebar tampaknya perlu menjadi pemikiran baru ketimbang mengusir PKL di suatu tempat untuk kemudian dijadikan lokasi mal atau supermal. Untuk penyebaran ini tentu juga akan dipandang pemerataan pembangunan wilayah serta perhatian pemerintah kepada setiap warganya yang juga tersebar. Dalam konteks ini pembangunan sarana hiburan dan rekreasi yang tersebar dapat menciptakan keramaian sekaligus mendatangkan PKL juga. Di tempat sepi yang diarahkan sebagai tempat pindahan PKL itu dirancang sebuah wilayah dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Dengan jalan, tempat ibadah, olahraga dan lingkungan yang asri, masyarakat dan juga pihakterkait dapat menggunakannya sebagai lokasi hiburan dan rekreasi. Pada saat keramaian sering terjadi, PKL pun datang dengan sendirinya. Kehadiran PKL seperti itu bisa mengurangi populasiPKL di tempat yang ingin dibersihkan darinya. Konsep kota 141 satelit yang pernah dipopulerkan tampaknya perlu dibangun dengan filosofi tersebut sehingga rongga-rongga untuk PKL yang mudah disinggahi pejalan kaki tetap diperhatikan. Berkembangnya PKL bisa berarti kota semakin ramai dan penduduk semakin bertambah. Kondisi ini bisa saja ada penduduk yang melanggar tata ruang karena kebutuhan lahan semakin besar. Kehadiran kelompok penduduk untuk mengawasi pertumbuhan penduduk yang terkait dengan pelanggaran fungsi ruang seperti diatur UU 241992 dan kemudian diubah menjadi UU No 26 2007 menjadi semakin penting. Keperluannya supaya dapat memberikan kontribusi pikiran dalam implementasi dan pemantauannya. Konsekwensinya adalah pemahaman penduduk terhadap tata ruang yang ada. Dengan pemahaman seperti itu, perubahan penduduk yang berkembang dapat mengikuti tata ruang yang berlaku. Demikian halnya ketika terjadi perubahan yang ada di WBU dapat dengan segera diikuti perubahan dan penyimpangannya untuk dilakukan koreksi. Hanya saja koreksi yang beberapa kali dilakukan oleh masyarakat sering berbenturan dengan kepentingan sekelompok pejabat yang terkait dengan pemanfaatan ruang disana. Faktor penduduk juga terkait dengan asal daerah. Bisa jadi pertambahan penduduk kota Bandung disebabkan oleh harapan hidup yang lebih baik. Atau karena kondisi kota yang menyenangkan. Dengan demikian, tidak hanya penduduk luar yang mencari penghidupan di kota Bandung, namun juga penduduk yang menginginkan hidup di kota ini. Dampaknya selain terjadi kekumuhan yang disebabkan oleh penduduk luar yang hidup dipinggiran sungai 142 dan memperkumuh beberapa wilyah kota Bandung bawah, dan bantaran sungai yang ada. Kesenjangan hidup antara penduduk kaya dengan miskin juga berkembang di banyak kota besar termasuk kota Bandung. Faktor daya beli, pendidikan dan kesehatan berkaitan erat. Penduduk miskin yang memiliki daya beli rendah berdampak rendahnya minat menyekolahkan anak, dan persoalan kesehatan umumnya diatasi oleh obat warung yang murah meriah. Sementara bagi penduduk kaya dan terdidik, tidak berarti pula kesehatannya dapat terjamin. Kesibukan penduduk kaya dalam mencari uang seringkali menyebabkan anaknya terlantar dan bermasalah dalam kesehatan karena pengasuhannya dipercayakan kepada pengasuh. Demikian halnya anak yang sudah menginjak remaja dan memiliki masalah dalam pergaulan seringkali tidak dideteksi dengan baik oleh orangtuanya. Dampaknya di kota Bandung ini semakin tinggi tingkat penggunaan narkotika yang mengancam kehidupan penduduk kota. Sebagai salah satu prioritas kota Bandung untuk pengembangan kawasan strategis yakni strategis di bidang ekonomi, industri, pariwisata, dan jasa, seperti diakui Raharjo 15 , perkembangan kawasan Bandung Utara di 20 tahun terakhir nampaknya semakin memperlihatkan keberadaannya sebagai kawasan strategis. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana untuk memenuhi tun tutan pengembangan aspek-aspek kemajuan tersebut telah di bangun secara besar- besaran dan megah, demikian halnya pengadaan sarana untuk kemajuan sumberdaya manusianya. 15 Disertasi, 2007 143 Bagi banyak penduduk setempat, pertumbuhan jumlah penduduk terkait dengan daya tarik yang semakin tinggi sehingga banyak yang memiiki rumah megah dan moderen mengancam wilayah Bandung Utara dengan berbagai masalah seperti kebanjiran dan kesulitan air di musim kemarau, serta ancaman terhadap kesenjangan sosial ekonomi polarisasi antara penduduk yang mampu dengan yang tidak mampu. Ancaman terhadap masalah sosial ekonomi ini yang paling serius akan terjadi. Polarisasi dipicu oleh makin mahalnya harga lahan untuk sarana tempat tinggal maupun peruntukan tertentu lainya usaha bisnis, sarana olah raga, taman, dan tempat parkir, hal itu terjadi sejak warga yang kaya raya umumnya pendatang dan etnis tertentu mendominasi kawasan strategis dan penting, di sisi lain hunian bagi para warga biasa umumnya warga asli makin terpojok berdomisili di wilayah padat hunian yang akrab dengan kemiskinan dan termarjinalkan dari sarana kepentingan publik maupun dari standar kelayakan hidup tertentu aspek gizi, kesehatan, dan sanitasi. Bisa jadi penduduk yang daya belinya rendah dan daya belinya tinggi berpotensi gangguan dalam kesehatan. Loss generation bisa terjadi jika persoalan penduduk seperti itu dibiarkan. Kedepan bisa jadi penduduk kota lebih banyak yang menjadi beban pemerintah kota ketimbang membantunya. Persoalan seperti demikian, tentu saja akan mengganggu pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Hubungan Sosial Hubungan ini dapat dibagi dua. Pertama hubungan yang bersifat senasib dan sepenanggungan. Kelompok masyarakat yang melakukan hubungan ini umumnya berada pada kelompok masyarakat menengah kebawah. Indikator 144 kelompok masyarakat ini bisa dilihat dari jenis pekerjaan seperti pedagang kecil atau tingkat kedudukan dalam pekerjaan bila yang bekerja. Yang bekerja seperti ini paling tinggi menduduki posisi eselon IV di pemerintahan atau kelas menengah ke bawah bila di perusahaan swasta. Dari sisi pendapatan kelompok diatas berada pada kisaran pendapatan rata- rata Rp 2 juta kebawah. Dari sisi rumah, umumnya kelompok ini mengisi rumah dengan type 45 kebawah di perumahan. Dalam kelompok rumah yang padat, masyarakat seperti ini hidup berdempetan dengan batas satu rumah dengan yang lain cukup rapat. Umumnya kelompok ini tinggal di gang. Kelompok masyarakat ini memiliki hubungan sosial yang bagus dengan keakraban yang cukup besar. Dalam kelompok ini komunikasi antar-warga cukup intensif, kekompakan pun bisa dijalin melalui komunikasi semacam itu. Rasa senasib dan sepenanggungan tersebut mengental dalam suasana kehidupan yang umumnya serba terbatas. Saling meminjam atau saling meminta makanan bisa menjadi pemandangan keseharian. Kehadiran orang kaya dan atau terhormat bisa menolong memecahkan kesulitan hidup. Dengan kesanggupan orang kaya bergaul, figurnya akan menjadi tokoh yang bisa ditanya dan dipatuhi pandangan-pandangannya. Dalam kelompok ini figur RT dan RW menjadi penting dan menentukan. Figur tersebut menjadi tokoh dalam kelompok masyarakat ini sehingga efektivitas kerja RT-RW menjadi lebih tinggi. Dalam masyarakat kedua adalah kelompok masyarakat sekepentingan. Umumnya kelompok ini tinggal di perumahan mewah, rumah besar pinggir jalan atau rumah yang dibentengi oleh pagar yang tinggi. Dengan pagar tersebut secara 145 sekuritas bisa dimaksudkan untuk melindungi diri dari gangguan penjahat atau gangguan keamanan, namun secara sosiologis bisa diartikan sebagai pembatasan diri dari lingkungan sekitar. Dengan demikian dalam kelompok rumah besar, umumnya pergaulan sangat terba tas dengan sesama warga.keamanan dipercayakan ada petugas yang dibayar. Penghuninya serba ingin beres dan tidak mau direpotkan. Fungsi RT-RW umunya berbeda dengan kelompok pertama. Dalam kelompok ini figur pengurus warga ditempatkan sebagai pihak yang bisa disuruh dalam menyelesaikan kepentingannya. Oleh sebab itu, pengurusan IMB ataupun KTP-KK biasa diurus oleh fgur pengurus tersebut dengan bayaran yang menjanjikan. Bisa jadi dengan tetangga tidak saling mengenal dan tidak perlu saling kenal. Kepedulian sesama juga tidak terbangun karena kepentingan dirinya dipenuhi oleh teman ataupun koleganya yang jauh dari rumah. Bisa jadi kesempatan seperti ini menimbulkan kerawanan sosial seperti beberapa kali kasus pabrik narkoba yang berada di tipe lingkungan semacam ini. Kelompok seperti ini umumnya memiliki kedudukan di tepa kerjanya cukup tinggi. Kalau tidak pejabat, bisa jadi pengusaha atau petinggi parpol dan petinggi TNI-Polri. Tidak berarti kedua kelompok ini berbeda terpisah. Ada yang menjadi pembatasnya, yakni kelompok rumah yang berbatasan dengan rumah-rumah kecil atau kumuh. Bagi kelompok pertama, kelompok kedua adalah pihak yang sulit untuk ditembus. Dipercaya oleh mereka bahwa kelompok kedua umumnya memiliki kekuasaan yang bisa menentukan siapapun. Oleh sebab itu, kelompok pertama memiliki kesantunan kepada kelompok kedua. Selain karena alasan 146 tersebut, kelompok kedua pun bisa ditempatkan sebagai sasaran permintaan bantuan ataupun sumbangan bagi kegiatan warga. Hanya saja ketika ada apa-apa yang terjadi dengan kelompok kedua, warga dikelompok pertama seringkali tidak bisa apa-apa. Berbagai kejadian perampokan di rumah mewah, misalnya, seringkali menjadi tontotan masyarakat karena tamu dengan perampok bisa tidak memiliki perbedaan yang siginfikan. Sementara itu di kelompok masyarakat pertama, kehadiran keluarga ataupun tamu yang berkunjung ke tetangga secara mudah diketahui karen tidak jarang tamu ataupun keluarganya dikenalkan penghuni rumah. Pola semacam ini memudahan pengawasan sosial dengan sesama tetangga agar kejadian yang tidak diinginkan dapat dihindari sejauh mungkin. Namun yang bisa sering terjadi adalah praktik kejahatan yang seringkali tidak dipantau tatkala sudah dianggap dekat dengan seseorang tetangga. Ujungnya tetangga tertentu yang tekait dengan hal seperti itu bisa menjadi bulan-bulanan warga. Ekonomi Ketimpangan pendapatan antara kelompok kaya dengan miskin merupakan hal biasa dalam kota besar. Ketimpangan ini bisa memacu kecemburuan sosial. Kekompakan antara kelompok berpendapatan relatif sama akan menghasilkan solidaritas sosial yang cukup besar. Bisa jadi kelompok pendapatan kecil akan bergabung dengan sesamanya, demikian kelompok ekonomi kuat. Dalam kelompok ekonomi lemah, pengangguran bisa jadi diselesaikan dengan mendorongnya menjadi PKL atau tukang parkir atau menjadi pemulung. Namun demikian tidak semua bisa didorong kesana. Pengangguran yang 147 berpendidikan tinggi biasanya lebih sulit didorong untuk menjadi pelaku ekonomi kecil. Rasa terpelajar menjadi hambatan psikologis untuk menekuni pekerjaan yang dianggapnya rendah. Kelompok itu umumnya mengharapkan bekerja sebagai karyawan atau PNS. Dampaknya, kelompok terdidik itu umumnya lebih memilih menjadi penganggur ketimbang bekerja dalam kelompom usaha semacam itu. Bagi pengangguran terdidik, petani pun bukanlah pilihan. Banyak yang kemudian meninggalkan pekerjaan orangtuanya di desa untuk pindah ke kota Bandung mencari peruntungan. Banyak yang gagal dan tidak mau kembali. Banyak yang kemudian mencoba pekerjaan lain yang dianggap terhormat seperti misalnya menjadi debt collector. Namun tidak sedikit yang gagal memperoleh pekerjaan. Dengan modal pendidikan yang cukup tinggi dengan penguasaan ilmu tertentu, banyak yang kemudian menjadi pelaku penipuan dengan cara yang canggih melalui ATM yang berdalih mengirimkan hadiah namun berbalik menjadi pengerukan dana nasabah. Yang pernah juga terjadi adalah menjual nama baik lembaga untuk menjaring korban dengan alasan studi banding ke luar negeri dengan keharusan membayar sejumlah uang. Ada lagi dengan modus operandi memasang iklan lowongan kerja dan diwawancara di hotel yang berujung keharusan membayar sejumlah uang. Kesanggupan membayar uang dari korban diiming-imingi dengan pekerjaan yang menjanjikan. Pengangguran yang dialami orang terdidik berakibat potensi kejahatan yang mengkhawatirkan, sementara kejahatan yang dilakukan kelompok terdidik tanggung lebih kasar dan tidak sebesar kerugian yang dilakukan kelompok 148 terdidik. Katakanlah gangguan pencopetan berkelompok di angkutan umum yang banyak terjadi di Bandung. Kehilangannya bisa HP atau dompet yang berisi uang tidak terlalu banyak ketimbang ATM. Pengangguran semacam ini tentunya perlu diatasi karena akan mengganggu perekonomian masyarakat. Sementara itu banyak orang yang memiliki kekayaan m elimpah. Ketimpangan ekonomi ini mempertajam kecemburuan sosial. Rumah bagi sebagian orang mempermudah untuk melihat kemajuan ekonomi pemiliknya. Bukan hanya kualitas rumah, namun juga kuantitas rumah. Bisa jadi seseorang yang ekonominya maju memiliki banyak rumah dikota Bandung ini. Umumnya mereka akan tinggal di rumah yang memiliki prestise tertinggi. Dengan indikator rumah, tidak sedikit pejabat yang menggunakan symbol rumah untuk menunjukkan kemajuan ekonominya. Rumah yang secara kualits bagus dimiliki juga oleh kelompok pengusaha dan petinggi parpol. Dengan rumah yang bagus dan ekslusif, hubungan dengan kelompok masyarakat berekonomi rendah berjalan secara kaku. Bagi kelompok ekonomi rendah, umumnya juga bergabung dengan rumah-rumah yang memberikan syimbol ekonomi tertentu. Rumah kumuh bisa menjadi ciri kekuatan ekonomi penghuni demikian rendah. Untuk memiliki rumah bagus sebagai simbol bisa saja berusaha dengan berbagai cara yang bisa ditempuhnya. Bagi pengusaha bisa saja dipenuhi karena kekuatan usahanya. Hanya saja berkembang persepsi bahwa memiliki rumah di WBU memiliki prestise tertentu yang cukup baik. Ujungnya banyak yang ingin memiliki di WBU dengan cara apapun. Bisa jadi pertumbuhan rumah di 149 kecamatan Cidadap misalnya karena lahan di kecamatan yang terdiri dari kelurahan Ledeng, Hegarmanah dan Ciumbuleuit memiliki nilai jual yang cukup baik. Banyak yang meminati lahan disana 16 untuk tempat tinggal ataupun vila. Umumnya pemilik adalah pengusaha ataupun penguasa. Mungkin dengan kapasitas keuangan pengusaha, perizinan bisa diupayakan sehingga dapat dirampungkan dengan cepat. Dengan kekuasaan juga pembangunan rumah bisa berjalan tanpa terlalu merisaukan peruntukan lahan di wilayah konservasi air. Pertumbuhan ekonomi yang bervariasi, juga melahirkan perkembangan infrastruktur yang menuju ke masing-masing rumah. Dengan demikian, nilai jual lahan disekitarnya menjadi terangkat juga dengan peminat yang banyak 17 . Dengan tidak memperhatikan persoalan lingkungan dan peruntukan ruang, pertumbuhan rumah berkembang tanpa kendali. Pernah ada beberapa rumah yang dibongkar karena tidak memiliki IMB, namun tidak menimbulkan efek jera bagi yang lainnya. Bahkan dengan pembangunan sekolah internasional Singapura tampaknya akan terjadi pergeseran nilai ekonomis lahan disana sehingga akan menyebabkan gangguan ekologis jika tidak segera ditanggulangi dengan cepat dan tepat. Dilihat dari kekuatan pengaruh yang ada pada indikator lingkungan sosial, maka penduduk dan sumber daya alam menjadi paling dominan. Hal demikian berarti bahwa indikator yang lain dikalahkan oleh kondisi penduduk yang ada. Indikator ini bisa menunjukkan bahwa hubungan sosial sudah kalah oleh kondisi penduduk yang semakin beragam dengan tujuan yang semakin rumit. Desakan 16 Obrolan dengan beberapa penduduk setempat bulan desember 2008 17 Lihat disertasi Yuni Sadar Rahardjo 2007 150 ekonomi serta desakan kebutuhan ruang menyebabkan posisi penduduk bisa mengalahkan kekuatan kebijakan atas peruntukkan ruang. Tumbuhnya berbagai bangunan fisik yang ada di WBU tidak lepas dari pertumbuhan penduduk yang tinggi serta minat untuk memiliki rumah di tempat yang tinggi dan sejuk. Dengan pertumbuhan tersebut penduduk bisa menjadi kekuatan yang mampu mendesak atau mematahkan kebijakan yang dibuat pemerintah. Seorang pegawai Distarcip kota Bandung 18 mengakui bahwa menegakkan kebijakan sangat sulit di level operasional terutama yang berkaitan langsung dengan penduduk miskin. Dengan lahan yang dimiliki terbatas dan jumlah anggota keluarga yang banyak, seorang penduduk berani menantang petugas ketika akan melakukan penertiban bangunan. Bila hal ini dapat dilakukan penduduk biasa, sangat mungkin dapat dilakukan oleh penduduk yang memiliki kekuasaan dan uang. Dampak yang kemudian muncul adalah kerusakan lingkungan dan rancunya pemanfaatan ruang di banyak tempat. Sumber daya alam SDA berubah dengan cepat. Air, tanah, tumbuhan dan khewan merupakan sumber daya alam yang terus menerus dieksploitasi. SDA hayati yang terdiri dan berasal dari mahluk hidup seperti hasil pertanian terus menerus menyusut sejalan dengan penyusutan SDA non-hayatinya. Oleh sebab itu. Harga lahan semakin maha; dan secara ekonomis menyebabkan banyak pemiliki lahan melepaskannya untuk memperoleh sejumlah uang. Dengan demikian, kondisi SDA turut memengaruhi implementasi kebijakan publik dari aspek lingkungan sosial. 18 Wawancara bulan 24 April 2009 151 Dari sejumlah elemen lingkungan sosial yang diuraikan diatas, Sumaryana 2009 mencatat bahwa penduduk dan sumber daya alam menempati posisi menonjol dalam implementasi kebijakan tata ruang yang ada di kota Bandung. sehingga baik buruknya lingkungan sosial dalam konteks diatas ditentukan oleh kedua elemen tersebut. Seperti pandangan Bryson 2000 : 118-119 adanya persaingan individu dan kelompok dalam kontrol terhadap perhatian dan hasil- hasil organisasi. Dalam kaitan ini, penduduk pun dapat saja melakukan persaingan dengan sesamanya, baik secara individu maupun kolektif. Hanya saja hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan keefektifannya dalam mencapai tujuannya. Ketika tujuan dapat diperoleh tanpa melibatkan bantuan pihak lain yang memiliki kepentingan sama, bisa saja kontrol untuk memperoleh keuntungan dilakukannya secara individu. Sementara jika kemudian merasa tidak memiliki kekuatan yang mampu mengefektifkan tujuan, bisa saja dilakukannya bersama. Kasus penggusuran yang berdampak demontrasi penduduk tergusur bisa menjadi contoh menarik kendati penggusuran tersebut dilakukan terhadap penduduk bantaran sungai yang mengganggu aliran sungai dan menimbulkan banjir. Dengan kondisi ini, penduduk merupakan persoalan penting dalam implementasi kebijakan di WBU. Kebutuhan akan lahan, menyebabkan berbagai persoalan pemanfaatan ruang menjadi terganggu. Mulai dari rasio bangunan dengan ruang terbuka yang tidak dipenuhi, izin mendirikan bangunan serta pelanggaran lainnya yang berbentuk optimalisasi lahan yang dimiliki ataupun dikuasainya untuk kepentingan dirinya tanpa peduli terhadap yang lain. Dampaknya sumber daya alam kemudian dieksploitasi besar-besaran untuk 152 memenuhi kebutuhan penduduk. Hanya saja eksploitasi tersebut mendapat perlawanan dari sumber daya alam berbentuk kelangkaan scarce kandungan alam seperti kandungan air, kemampuan tanah menyerap air dan kesuburan lahan. Dampaknya kekeringan, banjir dan longsor semakin sering dirasakan penduduk sebagai akibat perbuatan sebagian penduduk yang mengeksploitasi sumber daya alam secara membabi buta. 153

BAB IV LINGKUNGAN KERJA