Bentuk Perjanjian Kredit Pengalihan Mobil Kepada Pihak Ketiga

53 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDIT MOBIL YANG DIALIHKAN KEPIHAK KETIGA PT.OTO MULTIARTHA

D. Bentuk Perjanjian Kredit Pengalihan Mobil Kepada Pihak Ketiga

Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, lembaga pembiayaan terlebih dahulu berkeyakinan bahwa kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai yang diperjanjikan, dengan melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, jaminan dan prospek usaha dari debitur. Perjanjian ini sangat penting artinya karena berfungsi sebagai perjanjian pokok, bukti mengenai batas-batas hak dan kewajiban diantara perusahaan pembiayaan konsumen kreditur dan konsumen debitur, dan alat untuk melakukan pengawasan atas kredit tersebut. Seiring kemajuan di era globalisasi yang menuntut pelayanan cepat dan tepat, muncullah kecenderungan para pelaku usaha Kebanyakan orang menganggap bahwa proses oper kredit cukup dilakukan antara dua pihak, yaitu pihak yang mengoper dan pihak yang menerima operan tanpa melibatkan pihak kreditur bankleasing yang memberikan fasilitas pendanaan. Bentuk perjanjian pun seringkali dibuat dibawah tangan bahkan kadang-kadang hanya perjanjian lisan saja. Kondisi ini sangat berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Contoh kasus yang sering terjadi adalah pihak penerima oper kredit tidak meneruskan angsuran dengan lancar sehingga timbul kredit macet. Tentu saja pihak kreditur akan menagih kepada pihak pengoper karena perjanjian kredit masih atas nama pengoper. Atau sebaliknya penerima oper kredit akan Universitas Sumatera Utara menanggung resiko kerugian karena barang yang dioper kreditkan bukanlah milik dari orang yang mengoperkan 40 Pengalihan kredit dalam kredit mobil secara dibawah tangan diartikan sebagai tindakan pengalihan yang dilakukan tanpa sepengetahuan pihak bank pemberi kredit dalam hal ini adalah PT.Oto Multiartha dan dilakukan tidak di hadapan pejabat yang berwenang. Menurut prosedur yang ada sebenarnya hal tersebut tidak boleh dilakukan oleh pihak debitur karena segala bentuk pengalihan hak kredit mobil oper kredit harus dilakukan dengan persetujuan dan sepengetahuan dari pihak bank pemberi kredit. Dengan demikian, tindakan tersebut dianggap sebagai tindakan hukum sepihak oleh pihak bank, dimana pengikatan jual beli hanya mengikat kedua belah pihak yang membuat perjanjian, sementara objek yang diperjanjikan masih terkait dengan pihak ketiga yaitu PT.Oto Multiartha pemberi kredit.Pengalihan kredit yang dilakukan secara dibawah tangan dapat diartikan merupakan suatu tindakan pengalihan kredit oper kredit yang dilakukan hanya di antara para pihak saja dan tanpa sepengetahuan pihak bank. Tindakan tersebut oleh bank dianggap sebagai tindakan hukum sepihak dan karenanya pihak bank pemberi kredit, dalam hal ini PT. Oto Multiartha tetap mengakui pihak debitur pertama sebagai pihak yang terikat dengan perjanjian kredit tersebut. Akibatnya muncul risiko yang besar bagi pihak debitur yang menerima pengalihan. Hal ini dikarenakan segala sesuatu mengenai objek dan pemilikan rumah yang menjadi agunan dalam perjanjian kredit serta semua data yang masih disimpan oleh bank pemberi kredit terkait dengan 40 http:forum.kompas.comekonomi-umum230378-oper-kredit-yang-aman.html , diakses tanggal 1 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara perjanjian kredit tersebut masih tetap tertulis dan terdaftar atas nama debitur yang mengalihkan. Jadi, Akta Otentik merupakan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan-ketentuan yang telahditetapkan, baik maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Yang mana akta tersebut dibuat oleh atau dimuka seseorang Pejabat Umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat surat tersebut. Dari pengertian tersebut di atas maka suatu Akta Otentik mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang. b. Dibuat oleh dan atau dihadapan Pegawai atau Pejabat Umum yang ditunjuk oleh Undang-undang. c. Pegawai Umum oleh dan atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Pejabat umum yang dimaksud dalam Pasal tersebut di atas antara lain Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan Pejabat umum yang berwenang, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta di bawah tangan antara lain Universitas Sumatera Utara surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli Mobil antara pemilik pertama dengan pemilik baru, dan sebagainya. Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Oleh karenanya, akta otentik harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Sedangkan, akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika para pihak mengakuinya maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik. Namun jika salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut dan penilaian atas penyangkalan bukti tersebut diserahkan kepada hakim. Menurut Pasal 1857 KUH Perdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya. Universitas Sumatera Utara Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan mengikat mereka untuk mematuhinya. Hal tersebut juga terdapat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Akan tetapi dalam kenyataan tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan, misalnya pada perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia di PT. Oto Multiartha Cabang Medan, telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bentuk wanprestasi yang dilakukan debitur yaitu berupa pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga, dan berikut ini diambil dua contoh kasus pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga yang terjadi di PT. Oto Multiartha Cabang Medan 1. Posisi Kasus a. Kasus Debitur Tn. S Berawal pada hari Senin tanggal 9 Maret 2012, calon konsumen atau debitur mengajukan pembiayaan kepada PT. Oto Multiartha Cabang Medan untuk pembelian sebuah kendaraan bermotor yaitu berupa mobil di dealer Trans Sumatera Agung, PT 2 Jl. Gatot Subroto Medan, adapun jenis kendaraan yang ingin dibeli yaitu jenis kendaraan mobil pick up dalam keadaan bekas, dengan merk Toyota, warna biru, tahun pembuatan 2002. Tujuan pembelian kendaraan tersebut yaitu untuk menunjang usaha calon debitur. Harga yang ditawarkan dealer tersebut adalah 53.000.000 rupiah, karena tidak adanya jumlah uang yang dimiliki, maka calon debitur mengajukan permohonan kredit kepada PT. Oto Universitas Sumatera Utara Multiartha Cabang Medan dengan jangka waktu 48 bulan. Adapun rincian data pembiayaan tersebut yaitu : 1 Harga : Rp 102.800.000 2 Uang muka : Rp 20.560.000 3 AngsuranBulanan : Rp. – 4 Premi Asuransi : Rp. 1.829.800 5 Adminstrasi : Rp. 1.100.000 6 Subsidi : Rp.- 7 Refund : Rp.- 8 Lain-lain Biaya Polis : Rp. 25.000 9 Tenor : 48 bulan 10 Angsuran dibayar dibelakang. 11 Angsuran dibayar selambat-lambatnya setiap tanggal 16, dan angsuran pertama tanggal 16 April 2012. 12 Jumlah setiap angsuran sebesar 1.470.000 rupiah. Seiring berjalannya waktu perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia, dimana debitur harus membayar angsuran yang telah ditentukan waktunya. Debitur telah mengalami kemacetan atau tidak lancar dalam membayar angsuran, tepatnya pada pembayaran angsuran ke 13, bulan April 2013. Setelah diberikan teguran dan surat peringatan oleh pihak kreditur, pihak debitur tetap tidak membayar. Debitur menyatakan bahwa usahannya mengalami kebangkrutan sehingga untuk melanjutkan usaha dan menutupi tunggakan gaji karyawan debitur mengalihkan kendaraan tersebut kepada pihak ketiga dengan Universitas Sumatera Utara cara menjualnya. Pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga terjadi tepatnya pada tanggal 12 Februari 2013 disaat itu debitur bingung untuk mendapatkan modal guna membangun usahannya kembali. 41 Pihak kreditur disini diwakili Bapak Andik Marjoko selaku Collection Head beserta Bapak Pandji sebagai Credit Marketing Offricer yang melakukan pengecekan kelayakan debitur sebelumnya, melihat kendaraan yang menjadi objek perjanjian dan membicarakan penyelesaian wanprestasi yang dilakukan debitur . 42 2. Kasus Debitur BD Wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dengan mengalihkan objek perjanjian kepada pihak ketiga juga pernah terjadi kembali. Kejadian tersebut berawal pada saat seorang calon konsumen atau debitur mengajukan pembiayaan kepada Oto Multiartha Cabang Medan untuk pembelian sebuah kendaraan bermotor yaitu berupa mobil di dealer Buana Dinarmas Mobilindo Medan, tepatnya pada tanggal 20 November 2012. Adapun jenis kendaraan yang ingin dibeli yaitu jenis kendaraan mobil Sedan dalam keadaan bekas, dengan merk Honda, warna abu-abu tahun pembuatan 1997. Tujuan pembelian kendaraan tersebut yaitu untuk keperluan sehari-hari calon debitur. Harga yang ditawarkan dealer tersebut adalah 90.000.000 rupiah, karena tidak adanya jumlah uang yang dimiliki, maka calon debitur mengajukan permohonan kredit kepada Oto Multiartha Cabang Medan dengan jangka waktu 36 bulan. Adapun rincian data pembiayaan tersebut yaitu : 41 Wawancara dengan Tuan S, Debitur di PT. Oto Multiartha Cabang Medan, Tanggal 30 September 2013. 42 Wawancara dengan Bapak Pandji Sudibyo, Credit Marketing Officer PT. Oto Multiartha Cabang Medan, Tanggal 2 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara 1 Harga : Rp 90.000.000 2 Uang muka : Rp 33.103.000 3 Pokok pembiayaan: Rp 56.000.000 4 Total Bunga : Rp 21.133.000 5 Total hutang : Rp 78.030.000 6 Tenor : 36 bulan 7 Angsuran dibayar dibelakang. 8 Angsuran dibayar selambat-lambatnya setiap tanggal 22, dan angsuran pertama tanggal 22 November 2012. 9 Jumlah setiap angsuran sebesar 2.167.500 rupiah Seiring berjalannya waktu perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia, dimana debitur harus membayar angsuran yang telah ditentukan waktunya. Debitur tidak melakasanakan kewajibannya dengan membayar angsuran tiap bulan seperti biasanya, bahkan setelah angsuran ke 2 debitur menunda pembayaran selama 4 bulan. Setelah diberikan teguran dan surat peringatan oleh pihak kreditur, pihak debitur tetap tidak membayar. Debitur menyatakan bahwa pihaknya telah keluar dari tempatnya bekerja karena perusahaan tempat bekerjanya telah mengalami kebangkrutan sehingga debitur tidak mempunyai penghasilan lagi untuk membayar angsuran setiap bulannya dan oleh karena itu debitur menjaminkan kendaraan tersebut kepada pihak ketiga untuk penjaminan hutangnya. 43 Pihak kreditur disini diwakili Bapak Andik Marjoko selaku Collection Head beserta Bapak Harlian Abimayu sebagai Credit 43 Wawancara dengan Tuan BD, Debitur di Oto Multiartha Cabang Medan, Tanggal 7 Oktober 2013. Universitas Sumatera Utara Marketing Offricer yang melakukan pengecekan kelayakan debitur sebelumnya, melihat kendaraan yang menjadi objek perjanjian dan membicarakan penyelesaian wanprestasi yang dilakukan debitur. 44 2. Analisa Kasus Suatu perjanjian dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa merugikan pihak lain. 45 Terjadinya pengalihan objek perjanjian ke pihak ketiga yang dilakukan debitur tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada kreditur merupakan sebuah wanprestasi dalam sebuah perjanjian. Wanprestasi adalah seseorang yang tidak memenuhi prestasinya dimana merupakan kewajiban di dalam suatu perjanjian. Berdasarkan isi perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, diketahui bahwa debitur dilarang mengalihkan atau memindah tangankan ke pihak lain tanpa persetujuan kreditur. Prestasi adalah suatu yang wajib dipenuhi debitur dalam setiap perjanjian, sehingga apabila debitur tidak memenuhi prestasi sesuai yang telah ditentukan dalam perjanjian maka debitur dikatakan wanprestasi. Ada 4 empat kriteria seseorang debitur dapat dikatakan wanprestasi yaitu : 46 a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. 44 Wawancara dengan Bapak Hralian Abimayu, Credit Marketing Officer PT. Oto Multiartha Cabang Medan, Tanggal 14 Oktober 2013 45 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermesa, Jakarta,1997, hlm 45. 46 Ibid Universitas Sumatera Utara c. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Apabila dilihat dari kriteria-kriteria wanprestasi di atas dan dikaitkan dengan terjadinya pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga yang dilakukan debitur tanpa persetujuan kreditur dalam perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia, maka wanprestasi yang dilakukan debitur adalah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Dalam wamprestasi seperti 2 dua kasus diatas antara debitur T dan BD dengan kreditur yaitu PT. Oto Multiartha Cabang Medan. Pihak yang melakukan wanprestasi adalah debitur sudah jelas harus bertanggung jawab atas wanpretasi yang dibuatnya. Kedua debitur tersebut sama-sama mengalihkan objek perjanjian kepada pihak ketiga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu pada kreditur, hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan yang ada dalam perjanjian, didalam perjanjian tercantum jelas bahwa pihak debitur dilarang mengalihkan atau memindah tangankan tanpa persetujuan tertulis dari pihak kreditur. Adanya perlindungan hukum yang diberikan ke pihak kreditur, maka pihak kreditur mempunyai hak untuk menuntut debitur, baik dari segi hukum pidana maupun perdata. Apabila dari segi hukum perdata maka kreditur berhak meminta ganti kerugian atas wanprestasi yang dilakukan debitur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1243 KUH Perdata menyebutkan bahwa : “Penggatian biaya, rugi dan bunga karena tak terpenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, Universitas Sumatera Utara tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat dibe rikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya” Di samping itu kreditur juga bisa membatalkan perjanjian tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian Pasal 6a ayat 4 yang disebutkan diawal, dimana hal tersebut juga sesuai dengan Pasal 1266 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuanpersetujuan yang bertimbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya…“. Apabila kreditur melakukan penarikan kendaraan yang menjadi objek perjanjian, maka debitur wajib menyerahkan kendaraan tersebut. Sesuai dengan Pasal 30 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menyebutkan bahwa: “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan penarikan jaminan.” Sedangkan apabila dilihat dari segi hukum pidana, wanprestasi yang dilakukan debitur tersebut dapat dikategorikan tindak pidana penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUH Pidana, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan, apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1 Barang siapa 2 Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum 3 Barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain 4 Benda-benda ditangannya bukan karena kejahatan. Objek perjanjian atau kendaraan yang ditangan debitur adalah hasil dari fasilitas pembiayaan yang diberikan kreditur yaitu PT. Oto Multiartha Cabang Universitas Sumatera Utara Medan yang tercantum dalam perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia. Debitur menyerahkan hak milik secara fidusia kepada kreditur bertujuan untuk menjamin hutang-hutangnya. Adanya penyerahan hak milik secara fidusia tersebut maka sesuai dengan yang tercantum dalam perjanjian yaitu Pasal 3 butir ii menyebutkan bahwa : “Debitur berkewajiban memelihara baikbaik kendaraan tersebut dan secara rutin melaporkan secara tertulis kepada pihak kreditur”. Kemudian Pasal 3 butir iii disebutkan bahwa: “Debitur tidak boleh menyewakan, meminjamkan, menjaminkan atau memindah tangankan kendaraan tersebu t kepada pihak lain”. Hal mengenai pengalihan juga sesuai dengan Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang JaminanFidusia yang berbunyi: “Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia.” Sedangkan dalam Pasal 36 menyebutkan bahwa : “Pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana yang di maksud Pasal 23 ayat 2 yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah.” Berdasarkan hasil penelitian terhadap kasus wanprestasi yang dilakukan kedua debitur di atas, terdapat dua penyelesaian yang berbeda dalam memenuhi prestasinya. Untuk kasus dengan debitur T, pengalihan objek perjanjian kepada Universitas Sumatera Utara pihak ketiga yang dilakukan oleh debitur tanpa persetujuan tertulis dari kreditur dilakukan dengan cara menjual ke pihak ketiga tentunya tidak dibenarkan dalam perjanjian yang mereka sepakati, sehingga pihak kreditur berhak mengambil kembali kendaraan atau menuntut pemenuhan ganti rugi. Namun karena debitur telah mengalihkan objek jaminan kepada pihak ketiga, maka pihak kreditur harus berurusan dengan pihak ketiga tersebut untuk menyelesaikan tindakan wanprestasi debitur. Dalam menghadapi pihak ketiga, kreditur memberikan pemahaman dengan menunjukan dan menjelaskan mengenai perjanjian pembiayaan yang dibuat dan disepakati antara kreditur dan debitur. Perjanjian pembiayaan tersebut disertai dengan penyerahan hak milik secara fidusia, dimana hak kepemilikan ada pada kreditur sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diberikan dan kendaraan yang ada pada pihak ketiga adalah objek dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan perjanjian pihak kreditur seharusnya bisa melakukan eksekusi penarikan atau penyitaan kendaraan yang menjadi objek perjanjian tersebut, karena sebelumnya debitur sudah diingatkan dan diberi surat peringatan atau somasi 1 dan 2 atas keterlambatan pembayaran angsuran yang akhirnya kendaraan tersebut dialihkan ke pihak ketiga. Sesuai dengan Pasal 6a ayat 4 dan Pasal 6b huruf i perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia yang telah disepakati, maka apabila debitur menjual, menjaminkan atau dipindah tangankan maka kreditur berhak menarik kendaraan yang di jadikan objek perjanjian. Akan tetapi pihak kreditur tidak segera melakukan penarikan kendaraan tersebut dan memilih Universitas Sumatera Utara bernegosiasi dengan pihak ketiga. Hasil negosiasi pihak ketiga bersedia membayar sisa angsuran yang belum dibayar oleh pihak debitur dengan syarat setelah selesai pembayaran tersebut maka hak kepemilikan kendaraan tersebut beralih ke pihak ketiga. Pengambilan surat BPKB dilakukan oleh pihak ketiga, dimana sebelumnya dibuat surat kuasa pengambilan BPKB antara pihak pemberi kuasa yaitu debitur dan pihak ketiga. Terhadap kasus wanprestasi kedua yang dilakukan debitur BD dengan PT. Oto Multiartha Cabang Medan, pengalihan objek perjanjian kepada pihak ketiga yang dilakukan oleh debitur BD juga tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada kreditur dengan cara menjaminkan ke pihak ketiga tentunya hal tersebut juga tidak dibenarkan dalam perjanjian, sehingga pihak kreditur berhak mengambil kembali kendaraan atau menuntut pengembalianya. Akan tetapi terhadap kasus ini , pihak ketiga tidak bisa diajak bernegosiasi dengan menyerahkan kendaraan tersebut, karena pihak ketiga beranggapan kendaraan tersebut telah dijaminkan oleh pihak debitur atas pemberian hutang yang diberikannya. Atas kejadian tersebut maka pihak kreditur melakukan ekskusi penarikan kendaraan yang dilakukan oleh Remedial Operation melalui eksekutor atau Debt Collector yang diberi kuasa oleh pihak kreditur. Hasil dari penyitaan selanjutnya kendaraan tersebut akan dijual melalui pelelangan baik secara terbuka maupun tertutup sesuai dengan harga pasar yang ditentukan oleh kreditur dimana pihak debitur telah diberi tahu secara tertulis terlebih dahulu. Penjualan tersebut sesuai sebagaimana diatur dalam Undang- Universitas Sumatera Utara undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 31 menyebutkan bahwa : “Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang akan dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” E. Perlindungan Hukum terhadap Pengalihan Mobil kepada Pihak Ketiga Kedudukan para pihak, yaitu debitur dan kreditur dari analisis perlindungan hukum secara preventif. Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Bentuk perlindungannya pencegahan ini bisa berupa suatu norma peraturan perundang- undangan, perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak. Esensinya perlindungan ini memberikan gambaran hak dan kewajiban, termasuk sanksi yang diancamkan sehingga dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan tersebut agar para pihak tidak melanggar atau mengingkari. Maka, kedudukan para pihak tidak lah seimbang. Kedudukan kreditur jauh lebih kuat dibandingkan debitur. Dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen dengan cara intervensi Negara untuk melindungi hak-hak konsumen dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Terhadap posisi konsumen yang lemah tersebut, maka ia harus dilindungi oleh hukum. Hal itu karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan pengayoman kepada masyarakat. Perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen. Dengan diterbitkannya Universitas Sumatera Utara Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK sebagai bentuk perlindungan hukum dan kepastian hukum yang diberikan kepada konsumen oleh pemerintah, maka tercermin dalam asas dan tujuan pada UUPK yakni asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan, asas kepastian hukum, sedangkan tujuan yang ingin dicapai pada UUPK ini antara lain untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen, pemberdayaan konsumen, meningkatkan kesadaran pelaku usaha untuk jujur dan bertanggung jawab dalam usaha, meningkatkan kwalitas barang. Pasal 4 UUPK mencantumkan hak-hak konsumen yang mendapatkan perlindungan hukum tidak hanya secara fisik saja namun sampai hak-hak yang bersifat abstrak meliputi : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa, b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan barang danatau jasa, c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa, d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya barang danatau jasa yang digunakan, e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen, Universitas Sumatera Utara g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan juur serta tidak diskriminatif, h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian perjanjian penggantian dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, i. Hak- hak yang diatur dalam perundang-undangan lain. Kewajiban konsumen terdapat dalam Pasal 5 UUPK, kewajiban konsumen ini sebagai balance dari hak yang telah diberikan dalam undang-undang ini, sebagai berikut : 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa; 2. Beretikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa; 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patuh. Lemahnya kedudukan debitur di karenakan tidak adanya perlindungan hukum yang melindungi debitur, baik melalui Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 maupun dalam perjanjian yang di buat para pihakkediturlembaga pembiayaan dan debiturkonsumen. Sedangkan, kuatnya posisi kreditur dikarena kan dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 maupun perjanjian yang di buat para pihakkediturlembaga pembiayaan dan debiturkonsumen diberikan perlindungan yang benar-benar dapat melindungi kreditur, akan tetapi Universitas Sumatera Utara perlindungan hukum tersebut bahkan memberikan tindakan kesewenang- wenangan terhadap debitur. Pengalihan hak kepemilikan yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 memberikan peluang kepada kreditur untuk melakukan tindakan kesewenang-wenangan terhadap hak debitur. Padahal benda obyeknya adalah jaminan, yang mana seharusnya kepemilikanya tetap ada pada debitor selama obyek benda jaminan tersebut berstatus jaminan. Akan tetapi, pengalihan hak kepemilikan tersebut mengandung arti beralihnya hak kepemilikan dari debitor kepada kreditor selama perjanjian fidusia tersebut berlangsung, hingga syarat putus dari pemberi fidusia muncul. Pasal 32 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 dan pasal 33 Undang- Undang No. 42 Tahun 1999, sebenarnya harapan yang dapat di jadikan perlindungan hukum bagi debitur. Jaminan fidusia seperti yang terdapat dalam pasal 1 ayat 2 UU No.42 Tahun 1999, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungn sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Yang artinya bahwa jaminan fidusia tersebut adalah jaminan yang berdasarkan fidusia. Sedangkan fidusia sendiri mempunyai arti seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar Universitas Sumatera Utara kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Maka, Pengalihan hak kepemilikan yang terdapat dalam pengertian fidusia adalah menjadi dasar berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, sehingga ketentuan dalam pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 menjadi tidak berfungsidikesampingkan berlakunya, karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 seperti dalam kenyataan sekarang ini. Padahal, kalau kita konsisten terhadap ketentuan Pasal 33 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, maka perjanjian yang di buat berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 adalah batal demi hukum, atau dianggap perjanjian fidusia ini tidak pernah ada. Selain tidak mendapatkan perlindungan hukum, pihak debitor adalah pihak yang paling dirugikan, karena barang yang dijadikan jaminan umumnya nilainya lebih tinggibesar daripada hutang yang diterima debitur. Kenyataan seperti ini dalam masyarakat sudah lazim sering terjadi, karena di samping dalam perjanjiannya pihak debitor sudah lemah kekuataannya, ditambah pengetahuan masyarakat yang rendah memahami arti sebuah perjanjian, di tambah lagibudaya masyarakat yang konsumtif. Sehingga dalam praktek banyak penyitaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan di jalan-jalan ataupun di parkiran sekolahan tempat benda jaminan fidusia tersebut berada tanpa keberatan atau perlawanan dari pemiliknya. Perlindungan hukum preventif yang seharusnya memberikan perlindungan hukum bagi para pihak, tetapi kenyataannya malah memberikan tindakan Universitas Sumatera Utara kesewenang-wenangan dari salah satu pihak kreditur dan memberikan tidak adanya perlindungan hukum bagi pihak lain debitur. Baik perlindungan hukum dari Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 maupun perjanjian-perjanjian yang di buat oleh para pihakkediturlembaga pembiayaan dan debiturkonsumen. Hal ini disebabkan adanya Kerancuan dalam pengaturan norma-norma dalam UU No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia yang tidak didudukan pada azas hukum yang menjadi dasar pembentukan UU guna mendukung eksistensi norma-norma tesebut dalam aturan perundangan. Salah satu alasan mengapa banyak aturan yang dibuat belakangan ini termasuk UU No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia memiliki cacat dalam pembentukan norma-norma karena peraturan-peraturan tersebut dibuat secara tergesa-gesa dan tidak melewati kajian akademis yang memadai. Alih-alih bertujuan ingin menciptakan keteraturan dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dengan menjadikan jaminan fidusia sebagai salah satu sumber pembiayaan guna menunjang dinamika kegiatan usaha, ternyata yang terjadi sebaliknya yaitu ketidakteraturan dan ketidakpastian hukum. Jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak, perlindungan hukum tidak dapat berjalan secara efektif bagi pihak-pihak yang memerlukannya atau pihak yang diragukan. 47 Bentuk perlindungan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh debitur baru selaku pembeli mobil yang menerima pengalihan kredit secara di bawah tangan guna menjamin pembelian objeknya tersebut agar dapat menjadi haknya secara formal, antara lain sebagai berikut: 47 Andi Prajitno, Hukum Fidusia Problematika Yuridis Pemberlakuan Undang-Undang No.42 Tahun 1999, Bayu Media, Malang, 2011.hlm 220 Universitas Sumatera Utara 1. Sebelum terjadinya pengalihan kredit secara di bawah tangan, terlebih dahulu debitur pertama diberi kesempatan untuk menyelesaikan segala kewajibannya, terutama yang terkait dengan pembayaran angsuran kredit yang wajib dibayar tiap bulannya kepada pihak PT. Oto Multiartha. Dalam hal ini, debitur selaku pihak yang melakukan perjanjian kredit dengan PT. Oto Multiartha hendaknya melaksanakan dan menyelesaikan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya. 2. Pembeli debitur baru sebaiknya melakukan balik nama kenderaan bermotor melalui proses alih debitur secara resmi. Alih debitur tersebut dapat dilakukan dengan membuktikan terlebih dahulu keabsahan perjanjian tersebut dan apabila perjanjian tersebut dapat terbukti, maka proses alih debitur dapat dilaksanakan di hadapan pejabat yang berwenang. 3. Memberikan informasi yang jelas dan terperinci mengenai segala risiko yang dapat merugikan pembeli debitur baru. Risiko tersebut dapat berupa proses panjang yang harus dipenuhi dalam melakukan proses bea balik nama kenderaan bermotor 4. Apabila pembeli debitur baru telah melunasi seluruh kewajiban hutang atas nama debitur pertama dan telah menerima pernyataan lunas dari PT. Oto Multiartha, maka debitur baru pada waktu akan mengambil dokumen- dokumen seperti BPKB harus dapat menunjukkan Akta Notariil yang didalamnya menyatakan bahwa telah terjadi pemindahan dan pengalihan hak atas Mobil dari debitur pertama kepada debitur baru yang menerima pengalihan kredit tersebut. Universitas Sumatera Utara F. Akibat Hukum Terhadap Pihak Ketiga yang menerima Pengalihan Kredit pada PT. Oto Multiartha Dalam KUHPerdata pengalihan hak secara resmi atau pengalihan resmi disebut dengan .novasi. yang dimaksud dengan novasi adalah penggantian perikatan lama dengan suatu perikatan yang baru. 48 Novasi diatur dalam Bab IV butir IV Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang hapusnya perikatan. Undang-Undang memberikan ketentuan khusus yang berkenaan dengan masalah novasi. Bila suatu masalah telah diatur secara khusus, maka berlakulah ketentuan umum tentang perikatan termasuk tentang hapusnya perikatan. Pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan hutang: 49 1. Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang menggantikan hutang yang lama, yang dihapuskan karenanya. 2. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan seorang yang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. 3. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang berpiutang lama, terhadap siap si berhutang dibebaskan dari perikatannya. 48 Suharnoko Hartati Endah, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, hlm. 31. 49 Ibid. hlm 7 Universitas Sumatera Utara Dalam pengalihan hak Kredit Pemilikan Rumah yang merupakan novasi ataupemindahan hutangnya kepada debitur baru sehingga dalam hal ini yang bergantiadalah debiturnya bukan krediturnya, maka dapat dikatakan merupakan novasi subyektif pasif. Persyaratan pengalihan mobil hampir sama dengan syarat-syarat permohonan kepemilikan mobil, perbedaannya debitur lama mengajukan permohonan penerusan utang atau alih debitur. Setelah syarat-syarat terpenuhi, bank mengadakan wawancara dengan calon debitur baru dan bagi yang layak bank akan mengeluarkan Surat Persetujuan Alih Debitur. Berdasarkan surat perintah kerja dari bank inilah notaris akan membuat akta-akta yang berkaitan dengan proses alih debitur seperti halnya akad kredit. Dalam praktek pelaksanaan peralihan hak akta-akta atau surat-surat yang dibuat adalah, berupa: 1. Akta notaril Pernyataan dari Pihak PertamaDebitur Lama; 2. Akta notaril Novasi Perjanjian Pembaharuan Hutang; 3. Akta notaril Perjanjian Kredit Mobil tidak keharusan dibuat dalam bentuk akta notaril, bisa saja berupa surat perjanjian Kredit mobil yang dibuat dibawah tangan memakai materai secukupnya dan dilegalisasi atau diwarmerking oleh notaris. 4. Akta Jual Beli dihadapan Notaris, Karena keadaan ekonomi atau keuangan si debitur baru yang tidak memungkinkan maka dalam proses peralihan jaminanagunan berupa benda tidak bergerak yaitu tanah, sering dibuat akta notaril Pengikatan Jual Beli. Universitas Sumatera Utara 5. Akta notaril Surat Kuasa, dalam hal ini pihak pertamadebitur lama member kuasa kepada pihak keduadebitur baru untuk mengambil sertipikat dari bank apabila kredit telah lunas. Mengenai pasal pengalihan hak, dimana mereka menyadari bahwa perusahaan memiliki kekuasaan untuk melakukan penarikan kembali kendaraan dari tangan konsumen. Hanya apabila konsumen terlambat melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran dengan tepat waktu dan memiliki hak untuk mencari konsumen baru atau pihak ketiga lainnya yang akan membayar utang konsumen lama agar mencegah terjadinya defisit didalam perusahaan akibat terjadinya kredit macet, dengan ketentuan serta syarat-syarat yang ditentukan oleh perusahaan. Namun tidak sedikit juga responden yang tidak terlalu memperdulikan isi dari perjanjian saat menandatangani kontrak, bahkan ada beberapa yang tidak mengetahui baru mengetahui ataupun mengetahui tapi tidak mengerti maksud dan isi dari Undang-undang Perlindungan Konsumen. Padahal kredit menggunakan jasa pembiayaan konssumen banyak konsekuensi dan kemungkinan negatif atau resiko. Salah satu contohnya saat penandatanganan perjanjian, konsumen juga akan diminta menandatangani “surat pernyataan bersama” dan “surat kuasa untuk menarik atau mengambil kembali kendaraan ”, sesudah itu kendaraan baru akan diserahkan pada konsumen 50 yang dapat digunakan apabila sepanjang berlakunya perjanjian tersebut konsumen tidak memindahtangankan mobil tanpa pemberitahuan pada perusahaan. Apabila konsumen melanggar, maka perusahaan 50 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, PT Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm. 221 Universitas Sumatera Utara dapat menarik kembali kendaraan Ketidaktahuan konsumen akan diperparah setelah kendaraan ditarik, mereka biasanya akan bingung bagaimana nasib sejumlah besar uang muka dan semua angsurannya yang telah dibayarkan. Karena itulah penting pemahaman dari konsuen mengenai pentingnya memahami terlebih dahulu isi dari perjanjian dan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Hak debitur barupenerima pengalihan adalah menerima bukti-bukti kepemilikan barang jaminan bila kredit dinyatakan lunas. Setelah semua aplikasi dilengkapi dan diajukan kepada kreditur maka kreditur akan memproses awal lagi seperti pada permohonan kredit dengan diberlakukan suku bunga yang berlaku pada saat pengajuan kredit tersebut. Permohonan kredit tersebut dapat ditolak ataupun disetujui, hal ini merupakan kewenangan dari kreditur, bila permohonan telah disetujui maka antara debitur lama dan debitur baru menandatangani surat pernyataan yang telah disediakan oleh pihak bank yang merupakan pelimpahan kewajiban yaitu meneruskan sisa kredit yang telah disetujui tersebut. Pengalihan hak adalah merupakan tindakan aktif dari debitur dalam hal ini debitur yang memiliki hak Kredit mobil untuk mengalihkan hak kreditnya kepada debitur baru. 51 Tindakan aktif ini dapat berupa menjual kembali hak debitur dengan pengalihan kewajiban dari debitur lama kepada debitur baru. Novasi atau pembaruan hutang merupakan salah satu cara untuk menghapus atau mengakhiri suatu perjanjian. Novasi atau pembaruan hutang adalah suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan perjanjian 51 Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaya, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 65. Universitas Sumatera Utara baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUHPerdata menetapkan ada 3 tiga macam cara untuk terjadinya novasi, yaitu: 52 a. Novasi subyektif aktif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti kreditur lama dengan seorang kreditur baru. b. Novasi subyektif pasif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti debitur lama dengan debitur baru dan membebaskan debitur lama dari kewajibannya. Hal ini dapat juga disebut dengan alih debitur. c. Novasi obyektif adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur untuk memperbarui atau merubah obyek atau isi perjanjian. Pembaruan perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitur diganti dengan prestasi lain. Novasi pada hakekatnya merupakan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama maka perjanjian ikutannya seperti hak tanggungan tidak ikut beralih kepada perjanjian baru kecuali diperjanjikan secara tegas dalam perjanjian novasi, bahwa perjanjian ikutannya seperti hak tanggungan tidak hapus dan ikut beralih dengan terjadinya perjanjian novasi. Tindakan hukum novasi mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: 53 1. Sudah terlebih dahulu adanya hutang yang sah; 2. Terjadi suatu pergantian debitur atau pergantian kreditur; 3. Harus memenuhi syarat pembuatan kontrak; 4. Delegasi saja, belum merupakan novasi; 5. Dengan novasi, hak-hak istimewa dan jaminan hutang tidak beralih. 52 Pasal 1413 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 53 J. Satrio, 1999. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie Percampuran Hutang, Cet. 2, Alumni, Bandung. hlm. 124. Universitas Sumatera Utara Bahwa dari tindakan-tindakan yang dilakukan debitur dengan persetujuan dari kreditur, maka ada beberapa konsekuensi yang terjadi, yang masing-masing dapat menguntungkan ataupun merugikan bagi kedua belah pihak bagi kreditur atau debitur dengan konsekuensinya adalah: 54 a. Bila debitur yang berganti, debitur lama terbebas dari kewajibannya dan kreditur tidak dapat menagih kepada kreditur lama, kecuali jika ada kontrak garansi dari pihak debitur lama, b. Bila kreditur yang berganti, maka hak-hak kreditur lama akan hapus dan kreditur lama tersebut tidak dapat lagi menagih kepada debitur, c. Bila kreditur yang berganti, maka segala tangkisan yang semula dapat diajukan oleh debitur kepada kreditur lama, sekarang tidak dapat lagi diajukannya, d. Bila hak accesoir atau hak yang semula melekat pada kontrak lama tidak ikut terbawa pada kontrak yang baru, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut: 1 Jika debiturnya tetap dan hak accesoirnya diletakkan atas asset debitur tersebut, 2 Jika hak accesoir dan hak istimewa tersebut dengan tegas dipertahankan oleh kreditur. 3 Novasi antara kreditur dengan seorang debitur yang tanggung menanggung dengan beberapa debitur yang lain, membebaskan kewajiban debitur lainnya tersebut. 54 Ibid. hlm. 127. Universitas Sumatera Utara e. Novasi antara kreditur dengan debitur penjamin pribadi membebaskan penjamin pribadi dari kewajibannya. Akibat hukum novasi tersebut diatas memberikan suatu pengecualian dalam undang-undang yaitu: 1 Kreditur memperjanjikan bahwa dalam kasus seperti itu debitur lama tetap bertanggung jawab. Dengan kata lain disini ada perjanjian garansi antara kreditur dengan debitur lama, sehingga apa yang semula kelihatan sebagai penyimpangan, sebenarnya tidak demikian dalam kenyataannya. 2 Debitur baru pada saat pemindahandelegasi sudah dalam keadaan pailit atau dalam keadaan kekayaannya merosot dan kreditur tidak tahu. Berdasarkan wawancara dengan debitur Pada PT.Oto Multiartha adapun yang menjadi alasan masyarakat melakukan Peralihan Kredit mobil tanpa sepengetahuan PT.Oto Multiartha antara lain: 55 1 Mudah dan cepat sehingga syarat-syarat seperti yang dibuat di PT.Oto Multiartha yang terasa membebani tidak perlu dipenuhi, 2 Hemat uang dan hemat waktu, bebas dari biaya administrasi atau tidak perlu mengeluarkan dana untuk biaya peralihan kredit seperti yang resmi dari bank, 3 Hanya menggunakan perjanjian yang dibuat dibawah tangan bermeterai cukup mengenai penerimaan uang sesuai kesepakatan dua pihak, pihak pertama telah menerima uang dari pihak kedua 55 Ibid Universitas Sumatera Utara Umumnya bila debitur terlambat dua bulan dari jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan maka mobil harus ditarik, dengan alasan debitur tidak mempunyai itikad baik dikarenakan menunggak atau wanprestasi. Ketentuan tersebut dapat berbeda, apabila pada saat kurun waktu 7 atau 15 hari sejak pemberitahuan penunggakan pembayaran debitur telah konfirmasi pada perusahaan untuk meminta keringanan waktu pembayaran yang akhirnya menciptakan perjanjian berupa Surat Pernyataan Janji Bayar SPJB, didalamnya berisikan kapan angsuran akan dibayarkan dengan jumlah total pembayaran dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak 56 Untuk unit yang dipindahtangankan tanpa sepengetahuan atau tidak ada memberitahukan atau melaporkan terlebih dahulu pada PT Oto Multiartha maka obyek perjanjian atau mobil dapat ditarik dan dilaporkan pada pihak yang berwajib yaitu kepolisian dikarenakan tidak ada itikad baik dari pihak debitur dan melanggar ketentuan pasal 36 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa Undang-undang memberikan ancaman pidana maksimal 2 dua tahun penjara bagi debitur yang mengalihkan jaminan kepada pihak ketiga tanpa seizin penerima fidusia. 56 Wawancara dengan Bapak Pandji Sudibyo, Credit Marketing Officer PT. Oto Multiartha Cabang Medan, Tanggal 2 Oktober 2013 Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

C. Kesimpulan