Latar Belakang Masalah Pengaruh Kurs Dollar Harga Daging Sapi Australia Dan Produk Domestik Bruto Sektor Peternakan Terhadap Impor Sapi Australia Ke Indonesia Tahun 2010-2014.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Adanya perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negeri akan menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa antar negara. Dalam keterbatasan faktor-faktor produksi dalam kegiatan perekonomian, memaksa pemerintah Indonesia mengambil beberapa pilihan, salah satunya adalah perdagangan internasional yaitu impor. Kurs atau nilai tukar adalah harga dari mata uang luar negeri Dornbusch,et.al, 2008 : 46. Kenaikan nilai tukar kurs mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang mata uang asing lebih murah, hal ini berarti nilai mata uang asing dalam negeri meningkat. Penurunan nilai tukar kurs disebut depresiasi mata uang dalam negeri mata uang asing menjadi lebih mahal, yang berarti mata uang dalam negeri menjadi merosot. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah bersedia melakukan pertukaran atau tidak Boediono, 1993. Perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh nilai tukar yang secara tidak langsung akan mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing See Mekenzie, 1998 dalam Muhammadina et. al: 2011. Kurs dollar Amerika Serikat digunakan sebagai mata uang standar internasional dikarenakan stabilitas nilai mata uangnya yang tinggi serta dapat dengan mudah diperdagangkan dan juga dapat diterima oleh siapapun sebagai alat pembayaran Latief, 2001:15. Harga merupakan salah satu faktor pendukung dalam permintaan suatu barang. Sesuai bunyi hukum permintaan, semakin rendah harga suatu barang maka permintaan akan barang tersebut semakin tinggi, demikian sebaliknya jika semakin tinggi harga suatu barang, maka permintaan akan barang tersebut semakin rendah, dengan asumsi cateris paribus. Kaitannya dengan harga, kecenderungan untuk mengimpor akan terjadi apabila barang dan jasa produksi luar negeri lebih baik mutunya serta harganya lebih murah dibandingkan di dalam negeri Herlambang, dkk, 2001:267. Perdagangan internasional secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor yaitu penjualan barang dan jasa luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara lainnya, sedangkan impor yaitu barang dan jasa luar suatu negara yang mengalir masuk ke negara tersebut. Impor dapat mempunyai peranan yang positif terhadap perkembangan teknologi dalam negeri khususnya dan terhadap perkembangan ekonomi pada umumnya. Impor sangat tergantung pada PDB Produk Domestik Bruto , karena PDB adalah satu sumber pembiayaan impor. Pertumbuhan PDB sangatlah penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara, karena menunjukan kemampuan suatu negara dalam melakukan perdagangan Internasional Adlin, 2008. PDB merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting dalam menjelaskan perkembangan tersebut. Selain itu ekspor, impor, dan lain-lain dapat pula melengkapi gambaran umum kinerja perekonomian suatu negara. Penentu impor yang utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara Sukirno, 2006. Jika pendapatan negara berubah maka dengan sendirinya impor akan berubah, yaitu semakin tinggi pendapatan suatu negara maka semakin tinggi pula permintan impor yang akan dilakukan begitu juga sebaliknya semakin rendah pendapatan suatu Negara maka semakin rendah pula permintaan impor yang akan dilakukan. Menurut Amir, M.S. 2004:139 kegiatan impor adalah memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dengan cara mendatangkan barang yang belum tersedia di dalam negeri dari luar negeri. Impor merupakan salah satu variabel kebocoran leakages dalam perekonomian suatu negara, artinya jika impor suatu negara meningkat maka pendapatan nasional negara tersebut akan menurun. Hal ini disebabkan adanya proses multiplier dalam perekonomian tersebut Chalid, 2011:1. Tetapi untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia yang dimana produksi dalam negerinya belum bisa memenuhi permintaan dari seluruh penduduk Indonesia, maka pemerintah harus mengimpor barang-barang tersebut dari luar negeri agar tercipta kestabilan dalam kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi. Krugman 1999 menjelaskan ada beberapa faktor-faktor yang mendorong dilakukannya impor antara lain adalah keterbatasan kualitas sumber daya manusia dan teknologi yang dimiliki, untuk mengolah sumber daya alam yang tersedia agar tercapai efektifitas dan efisiensi yang optimal dalam kegiatan produksi dalam negeri; adanya barang-jasa yang belumtidak dapat diproduksi di dalam negeri; dan adanya jumlah atau kuantitas barang di dalam negeri yang belum mencukupi. Impor juga akan menimbulkan biaya-biaya dalam kegiatan impor seperti biaya pabean, biaya pelayaran, biaya pelabuhan dan biaya operasional. Produk daging sapi merupakan komoditas kedua setelah unggas ayam potong. Kontribusi daging sapi terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23 persen dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan Direktorat Jenderal Peternakan, 2009. Berdasarkan laju peningkatan konsumsi daging sapi yang mencapai 4 persen, dibandingkan dengan laju peningkatan produksi sapi potong sebesar 2 persen, maka dalam jangka panjang diperkirakan terjadi kekurangan produksi akibat adanya pengurangan ternak sapi yang berlebihan walaupun ditunjang oleh daging unggas. Secara umum kebutuhan daging sapi masih disupply oleh impor daging maupun sapi bakalan. Harga daging sapi yang diproduksi secara lokal menjadi lebih mahal, karena pemeliharaan sapi tidak diarahkan untuk tujuan pasar. Hal ini yang menyebabkan harga daging sapi lokal lebih mahal daripada daging sapi impor sehingga jumlah impor daging sapi meningkat seiring dengan tingginya permintaan masyarakat mengkonsumsi daging sapi namun tidak diimbangi Alisa 2011, dalam penelitiannya mengatakan bahwa produk daging sapi merupakan komoditas kedua setelah unggas ayam potong. Kontribusi daging sapi terhadap kebutuhan daging nasional sebesar 23 persen dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. Secara umum kebutuhan daging sapi masih disupply oleh impor daging maupun sapi bakalan. Pengertian bakalan Bakalan adalah anak sapi berumur 1-2 tahun yang tidak layak bibit yang memenuhi persyaratan tertentu baik jantan maupun betina untuk tujuan produksi atau hewan bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi kata tidak layak bibit dimaksudkan bahwa sapi tersebut tidak layak dikembangbiakkan yang artinya tidak baik untuk menghasilkan anak, namun dapat ditingkatkan produktivitasnya untuk menghasilkan daging baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam Keputusan tersebut dijelaskan bahwa pemilihan bibitbakalan bisa berasal dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit menular. Dalam pemilihan sapi bakalan usaha penggemukan harus memenuhi kriteria berumur 1 satu sampai 2 dua tahun dengan berat 250 350 kg. Penyediaan bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan. Pengeluaran bakalan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI keluar negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin. Fenomena semakin meningkatnya permintaan daging sapi dari tahun ke tahun, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan perkapita dan didorong oleh adanya pola konsumsi dan selera masyarakat, maka dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sebagian besar kebutuhan konsumsi daging sapi akan dipenuhi dari produksi dalam negeri dan sisanya diperoleh melalui impor. Impor daging sapi tidak dapat dihindari, karena adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran daging sapi nasional. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 perkembangan nilai impor sapi Australia ke Indonesia periode 2010-2014 memiliki rata-rata sebesar 104.392.000 USD atau mengalami peningkatan sebesar 7,64 persen tiap triwulannya. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2013 sebesar 125,71 persen triwulan kedua diduga disebabkan adanya penambahan kuota impor sapi yang berlaku mulai Juni tahun 2013, pasca pertemuan Menteri Pertanian Wilayah Utara Australia dengan Menteri Pertanian Indonesia yang sebelumnya sempat terganggu dengan pembatasan kuota impor yang diterapkan Indonesia seiring dengan masterplan swasembada pangan Indonesia John McVeigh, Tempo Bisnis, 2013. Perkembangan impor sapi Australia ke Indonesia tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Impor Sapi Australia ke Indonesia Tahun 2010 – 2014 Tahun Triwulan Impor Sapi Australia 1.000 USD Perkembangan 2010 1 140.441 - 2 122.343 -12,89 3 98.782 -19,26 4 88.548 -10,36 2011 1 83.404 -5,81 2 79.708 -4,43 3 63.370 -20,50 4 101.819 60,67 2012 1 87.332 -14,23 2 78.653 -9,94 3 59.670 -24,14 4 60.256 0,98 2013 1 38.022 -36,90 2 85.819 125,71 3 77.075 -10,19 4 140.507 82,30 2014 1 149.403 6,33 2 170.654 14,22 3 159.891 -6,31 4 202.149 26,43 Rata-rata 104.392 7,64 Sumber : International Trade Centre, 2010-2014 Indonesia merupakan negara tetangga yang penting bagi Australia. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan penting dalam ASEAN sehingga dengan posisinya yang dekat dengan Australia secara geografis dapat menjembatani perdagangan Australia dengan negara-negara ASEAN. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dengan jumlah populasi yang besar pula sehingga dapat menjadi pangsa pasar yang besar bagi Australia. Menurut T.M. Hamzah Thayeb 2008, hubungan kenegaraan Australia dengan Indonesia diawali menjelang kemerdekaan Indonesia 1945. Dukungan Pemerintah Australia terhadap kemerdekaan Indonesia yang telah dijajah selama 350 tahun oleh Belanda paling dirasakan antara 1942-1950. Federasi Pekerja Pasisir Australia World Wide Fund for Nature WWF mencegah keberangkatan kapal Belanda yang penuh dengan pasukan, persenjataan, dan perlengkapan lainnya dari pelabuhan Australia. Di tengah dinamika hubungan bilateral Indonesia Australia, kerjasama dalam berbagai bidang telah banyak disepakati oleh kedua negara Ikrar Nusa Bakti :2008 . Menurut Richard Chauvel. dkk 2005, hubungan negara bertetangga Indonesia dan Australia mengalami pasang surut. Hal ini dipicu oleh berbagai masalah seperti masalah Timor Timur pada 1999, peristiwa Bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 dan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap beberapa pejabat tinggi Indonesia yang membuat hubungan bilateral Indonesia- Australia terganggu. Di sisi lain, berbagai bentuk kerja sama ekonomi, keamanan, pariwisata dan sebagainya menguatkan hubungan bilateral kedua negara. Pada dasarnya Indonesia merupakan negara yang penting bagi Australia, sebab secara geografis kedua negara tersebut berdekatan. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan penting dalam ASEAN sehingga dapat menjembatani hubungan perdagangan Australia dengan negara-negara Anggota ASEAN. Menurut Nini Salwa Istiqamah 2014, dewasa ini permasalahan yang dihadapi oleh negara semakin kompleks. Mulai dari masalah ekonomi, politik, keamanan, kesehatan, lingkungan dan sebagainya. Di antara isu-isu yang dihadapi oleh negara-negara di dunia tersebut, isu ekonomi merupakan salah satu hal yang sangat penting, sebab, masalah ekonomi tidak terbatas pada pertukaran barang dan jasa akan tetapi menyangkut transaksi ekonomi antara satu negara dengan negara lainnya. Semakin kompleksnya kebutuhan suatu negara menyebabkan hampir tidak satu pun negara mampu memenuhi sendiri kebutuhannya, sehingga hal terjalin kerjasama antar Negara, baik dengan negara tetangga, negara dalam satu kawasan maupun negara yang ada di kawasan lainnya. Misalnya kerjasama antara Indonesia dan Australia dalam berbagai bidang. Hal ini dilakukan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kemajuan zaman menyebabkan harga-harga bahan pokok seperti hasil industri mengalami peningkatan. Impor menjadi pilihan yang layak bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Reyes, 2009. Dapat dilihat pada Tabel 1.2, perkembangan harga sapi Australia periode 2010-2014 memiliki rata-rata harga sapi sebesar 186,25 USDPound atau mengalami peningkatan sebesar 3,41 tiap triwulannya. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2014 sebesar 29,34 persen yang menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Partogi Pangaribuan mengatakan bahwa harga daging impor dari Australia naik sebesar 20-30 persen pada September 2014. Kenaikan harga daging dipicu oleh melonjaknya permintaan daging Amerika Serikat dan Cina. Menurut Partogi Pangaribuan, hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan harga di antara sesama importer. Tempo Bisnis, 2014. Perkembangan harga sapi Australia tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan Harga Daging Sapi Australia Tahun 2010 – 2014 Sumber : Index Mundi, 2010-2014 data diolah Harga merupakan salah satu faktor pendukung dalam permintaan suatu barang, sesuai bunyi hukum permintaan, semakin rendah harga suatu barang maka permintaan akan barang tersebut semakin tinggi, demikian sebaliknya jika semakin tinggi harga suatu barang, maka permintaan akan barang tersebut semakin rendah, dengan asumsi cateris paribus. Kaitannya dengan harga, kecenderungan untuk mengimpor akan terjadi apabila barang dan jasa produksi luar negeri lebih baik mutunya serta harganya lebih murah dibandingkan di dalam negeri Herlambang, dkk 2001:267. Tahun Triwulan Harga Sapi Australia USDPound Perkembangan 2010 1 142,58 - 2 155,77 9,25 3 150,13 -3,62 4 161,43 7,53 2011 1 185,69 15,03 2 185,16 -0,29 3 178,18 -3,77 4 183,68 3,09 2012 1 193,13 5,14 2 187,67 -2,83 3 181,25 -3,42 4 189,73 4,68 2013 1 193,82 2,16 2 181,84 -6,18 3 176,25 -3,07 4 182,44 3,51 2014 1 191,82 5,14 2 195,52 1,93 3 252,89 29,34 4 256,01 1,23 Rata-rata 186,25 3,41 Harga daging sapi yang diproduksi secara lokal menjadi lebih mahal, karena pemeliharaan sapi tidak diarahkan untuk tujuan pasar. Hal ini yang menyebabkan harga daging sapi lokal lebih mahal daripada daging sapi impor, sehingga jumlah impor daging sapi meningkat seiring dengan tingginya permintaan masyarakat mengkonsumsi daging sapi namun tidak diimbangi dengan jumlah produksi daging sapi secara nasional Dwi Priyatno, 2011. Perkembangan PDB Sektor Peternakan Tahun 2010 – 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Perkembangan PDB Sektor Peternakan Tahun 2010 - 2014 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010-2014 data diolah Tahun Triwulan PDB Sektor Peternakan Milliar Rupiah Perkembangan 2010 1 28.168,90 - 2 28.713,40 1,93 3 30.428,50 5,97 4 32.060,90 5,36 2011 1 30.794,70 -3,95 2 30.908,10 0,37 3 32.738,60 5,92 4 34.856,30 6,47 2012 1 34.766,00 -0,26 2 35.432,80 1,92 3 37.007,40 4,44 4 38.513,80 4,07 2013 1 38.352,00 -0,42 2 39.295,60 2,46 3 42.697,10 8,66 4 44.818,20 4,97 2014 1 43.263,80 -3,47 2 44.114,80 1,97 3 47.266,70 7,14 4 49.601,20 4,94 Rata-rata 37.189,94 3,08 Tabel 1.3 menjelaskan perkembangan PDB Indonesia selama periode 20 triwulan 2010-2014. Tabel 1.3 menunjukkan bahwa perkembangan PDB Peternakan dari tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi. Perkembangan Produk Domestik Bruto PDB periode 2010-2014 memiliki rata-rata sebesar 37.189,94 rupiah atau mengalami peningkatan sebesar 3,08 persen tiap triwulannya. Perkembangan PDB Peternakan di Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2013 triwulan ketiga yaitu sebesar 8,66 persen dan terendah terjadi pada tahun 2011 triwulan pertama yaitu sebesar minus 3,95 persen. Menurut Boediono 2005: 97, kurs valuta asing yang dalam hal ini adalah Kurs Dollar Amerika Serikat, yang memberi pengaruh terhadap perkembangan perdagangan. Dollar Amerika Serikat merupakan mata uang internasional atau mata uang cadangan sejalan dengan menanjaknya posisi Amerika Serikat di dalam perekonomian dunia, terutama setelah Perang Dunia I. Dollar Amerika Serikat diterima oleh siapapun sebagai pembayaran bagi transaksinya. Kondisi harga daging impor relatif lebih rendah dengan kualitas yang lebih bagus disebabkan oleh manajemen produksi yang lebih efisien, disamping adanya dumping price policy oleh negara pengekspor. Harga daging di Indonesia relatif mahal, sebagai akibat inefisiensi usaha peternakan domestik yang ditunjukkan oleh tingginya biaya produksi usaha termasuk inefisiensi dalam jalur tata niaga perdagangan dari daerah sentra produksi industri hulu sampai ke konsumen industri hilir. Kondisi demikian berdampak terhambatnya perkembangan usaha peternakan domestik, baik usaha yang dilakukan pihak feedloter maupun usaha peternakan rakyat yang sifatnya tradisional. Data pada Tabel 1.4 menunjukkan perkembangan nilai kurs dollar Amerika Serikat yang relatif mengalami fluktuasi. Rata-rata kurs dollar Amerika Serikat dari tahun 2010-2014 adalah sebesar 9,915 atau mengalami peningkatan sebesar 1,53. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2013 yang peningkatannya mencapai 9,61 persen pada triwulan keempat. Menurut ekonom Lana Soeliastianingsih Viva News, 2013, pelemahan rupiah yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal yang menyebabkan spekulasi menjadi liar dan pasar melakukan antisipasi. Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah di Indonesia dari tahun 2010 - 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4 Perkembangan Kurs Dollar Amerika Serikat Terhadap Rupiah Tahun 2010 – 2014 Tahun Triwulan Kurs Dollar Amerika Rp1 USD Perkembangan 2010 1 9.265,80 - 2 9.119,63 -1,58 3 8.998,24 -1,33 4 8.962,97 -0,39 2011 1 8.903,81 -0,66 2 8.590,37 -3,52 3 8.610,25 0,23 4 8.999,63 4,52 2012 1 9.100,08 1,12 2 9.305,63 2,26 3 9.507,59 2,17 4 9.623,66 1,22 2013 1 9.694,47 0,74 2 9.788,83 0,97 3 10.664,04 8,94 4 11.689,03 9,61 2014 1 11.847,27 1,35 2 11.618,10 -1,93 3 11.762,17 1,24 4 12.247,15 4,12 Rata-rata 9.915,00 1,53 Sumber : Bank Indonesia, 2010-2014 data diolah

1.2. Rumusan Masalah Penelitian