PENGARUH KONSENTRASI BENZILADENIN (BA) TERHADAP PRODUKSI SUBANG PADA DUA VARIETAS GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF BENZYLADENIN (BA) CONCENTRATION ON CORM PRODUCTION OF TWO GLADIOLUS VARIETIES

(Gladiolus hybridus L.)

By

Yunita Ayu Saputri

Gladiolus is one of many ornamental plants that cultivated due to its high aesthetics value not only as cut flowers but also as garden plants. These plants can be propagated both vegetatively and generatively. Vegetative way can be done by using the corm and cormels, while the generative way is by using the seeds. The vegetative propagation by using corm is considered faster and easier to produce new plants than using the seeds or cormels.

The study was done in order to (1) know which gladiolus varieties produce higher corm production, (2) know the best concentration of benzyladenin (BA) that can increase the production of gladiolus corms, and (3) know the combined effect of benzyladenin (BA) and varieties in increasing production of gladiolus corms.

The research was conducted in the Gunung Terang Village, Tanjung Karang Barat District of Bandar Lampung, from May until November 2011. The treatment was designed factorially (2 x 4) by using a Randomized Block Design. The first factor was two gladiolus varieties, i.e Fatimah and Hunaena. The second factor was four Benzyladenin (BA) concentrations, which consists of 0 ppm (b0), 10 ppm (b1), 20


(2)

ppm (b2), and 30 ppm (b3). The experiment was grouped according to the size of the gladiolus corms. Statistical analysis was performed by analysis of variance, and the comparison among means by the Least Significant Difference (LSD) test at 5% probability.

The results showed that (1) Fatimah and Hunaena varieties were not significantly different in corm production, (2) Application of benzyladenin at 20 ppm and 30 ppm both increase corms production by 2,56 and 2,63. (3) There was no

interaction between the varieties and benzyladenin (BA) concentration in the production of gladiolus corms.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI BENZILADENIN (BA) TERHADAP PRODUKSI SUBANG PADA DUA VARIETAS GLADIOL

(Gladiolus hybridus L.)

Oleh

Yunita Ayu Saputri

Tanaman gladiol merupakan tanaman hias yang digemari oleh masyarakat karena mempunyai nilai estetika yang tinggi sebagai bunga potong maupun tanaman taman. Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan generatif. Cara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan subang dan anak subang

(kormel), sedangkan cara generatif yaitu dengan menggunakan biji. Perbanyakan vegetatif dengan menggunakan subang tergolong lebih cepat dan mudah untuk mendapatkan anakan baru jika dibandingkan dengan menggunakan biji maupun kormel.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengetahui varietas gladiol yang menghasilkan produksi subang terbaik, (2) mengetahui konsentrasi benziladenin (BA) terbaik yang dapat meningkatkan produksi subang gladiol, (3) mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin (BA) terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Kecamatan Tanjung Karang Barat Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai dengan November 2011.


(4)

Perlakuan dirancang dalam faktorial (2 x 4) dengan menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS). Faktor pertama adalah varietas gladiol yaitu varietas Fatimah dan varietas Hunaena. Faktor kedua adalah konsentrasi benziladenin (BA) yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 ppm (b0), 10 ppm (b1), 20 ppm (b2), dan 30 ppm (b3). Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran subang gladiol. Analisis statistik dilakukan dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) varietas Fatimah dan varietas Hunaena tidak berbeda nyata dalam produksi subang, (2) pemberian benziladenin 20 dan 30 ppm sama baiknya dalam meningkatkan produksi subang sebanyak 2,56 dan 2,63 buah, (3) tidak terdapat pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin (BA) terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.


(5)

PENGARUH KONSENTRASI BENZILADENIN (BA) TERHADAP PRODUKSI SUBANG PADA DUA VARIETAS GLADIOL

(Gladiolus hybridus L.)

(Skripsi)

Oleh

Yunita Ayu Saputri

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penampilan bunga gladiol varietas Fatimah. ... 14

2. Penampilan bunga gladiol varietas Hunaena. ... 15

3. Proses persiapan media tanam. .... ... ... 22 4. Subang varietas Hunaena (kiri) dan subang varietas Fatimah

(kanan) berdasarkan ukuran besar bobotnya. ... ... 23 5. Proses Perendaman subang di dalam larutan benziladenin (BA). ... ... 23 6. Penanaman subang yang tunasnya telah mencapai 0,5 cm. ... ... 24 7. Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap jumlah tunas pada

saat satu bulan tanaman gladiol. ... ... 31 8. Jumlah tunas varietas Fatimah dan varietas Hunaena pada saat satu

bulan setelah tanam. ... .. 32 9. Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap jumlah tunas pada saat

empat bulan pada tanaman gladiol. ... .. 33 10.Jumlah tunas varietas Fatimah dan varietas Hunaena pada saat empat

bulan setelah tanam. ... ... 34 11.Tinggi tanaman varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... ... 35 12.Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap jumlah daun tanaman

gladiol. ... .... ... 36 13.Jumlah daun varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... ... 36 14.Jumlah floret gladiol varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ...

37


(7)

15.Diameter floret gladiol varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 38

16.Panjang tangkai bunga gladiol varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 39

17.Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap jumlah subang tanaman gladiol. ...

40

18.Jumlah subang varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 41

19.Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap diameter subang tanaman gladiol. ...

42

20.Diameter subang varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 42

21.Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap bobot subang tanaman gladiol. ...

43

22.Bobot subang varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 44

23.Jumlah kormel varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 44

24.Pengaruh pemberian benziladenin (BA) terhadap bobot kering brangkasan daun tanaman gladiol. ...

45

25.Bobot kering brangkasan daun tanaman gladiol varietas Fatimah dan varietas Hunaena. ... 46

26.Denah tata letak percobaan. ... 81

27.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah tunas satu bulan. ... 82

28.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah tunas empat bulan. ... 82


(8)

29.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel tinggi tanaman. ... 83

30.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah daun. ... 83

31.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah floret. ... 84

32.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel diameter floret. ... 84 33.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel panjang tangkai bunga. ... 85 34.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah subang. ... 85 35.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel diameter subang. ... 86 36.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel bobot subang. ... 86 37.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel jumlah kormel. ... 87 38.Grafik korelasi antara varietas terhadap pemberian konsentrasi

benziladenin pada variabel bobot berangkasan kering daun. ... 87 xiv


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ... ... viii

DAFTAR GAMBAR ... .... ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... ... 5

1.3 Landasan Teori ... ... 6

1.4 Kerangka Pemikiran ... ... 7

1.5 Hipotesis ... ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol ... ... 10

2.2 Syarat Tumbuh Gladiol ... ... 12

2.3 Jenis Gladiol ... ... 14

2.3.1 Gladiol Varietas Fatimah ... ... 14

2.3.2 Gladiol Varietas Hunaena ... ... 15

2.4 Dormansi ... . .... 16

2.5 Zat Pengatur Tumbuh ... ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... ... 19

3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... ... 20

3.4.1 Pembuatan Larutan Benziladenin (BA) ... ... 20

3.4.2 Persiapan Bahan dan Media Tanam ... . ... 20

3.4.3 Penanaman dan Pemasangan Ajir ... . ... 24

3.4.4 Pemeliharaan ... . ... 25

3.4.5 Pemanenan Bunga ... . ... 26

3.5.6 Pemanenan Subang Baru Gladiol ... . ... 26 vii


(10)

3.5 Pengamatan ... . ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan ... . ... 29

4.1.1 Pertumbuhan Vegetatif ... . ... 31

a. Jumlah Tunas Satu Bulan ... . ... 31

b. Jumlah Tunas Empat Bulan ... . ... 32

c. Tinggi Tanaman ... . ... 34

d. Jumlah Daun ... . ... 35

4.1.2 Komponen Pembungaan ... . ... 37

a. Jumlah Floret ... . ... 37

b. Diameter Floret ... . ... 38

c. Panjang Tangkai ... . ... 38

4.1.3 Komponen Subang ... . ... 39

a. Jumlah Subang ... . ... 39

b. Diameter Subang ... . ... 41

c. Bobot Subang ... . ... 43

d. Jumlah Anak Subang (Kormel) ... . ... 44

4.1.4 Bobot Kering Brangkasan Daun ... . ... 45

4.2 Pembahasan ... . ... 47

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... . ... 57

5.2 Saran ... . ... 57

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Tabel 5-24 ... ... 62

Gambar 26-38 ... ... 81


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1989. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung. 35 hlm.

Andalasari, T.D., K. Hendarto, dan Febrianti. 2004. “Pengaruh Pemberian Kalsium Karbid (CaC2) terhadap Pematahan Dormansi Corm dan Pertumbuhan Dua Kultivar Gladiol (GladiolushybridusL).” Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Edisi Khusus Vol Iva. No 2. Mei 2004. 5 hlm.

Andalasari, T.D,. 2005. “Pengaruh Ukuran Subang pada Pertumbuhan dan

Produksi Dua Varietas Gladiol”. Menuju Produk Hortikultura Indonesia

Berkualitas. Faperta IPB. Hlm 257-262.

Andalasari, T.D., B. Indrastuti, dan P.B. Timotiwu. 2010. “Pematahan Dormansi

Dua Varietas Gladiol (Gladiolushybridus L.) dengan Karbida (CaC2) dan

Benziladenin (BA).” Prosiding SemNas TTG Agroindustri Polinela 2010.

5-6 April 2010. Hlm 378-383.

Andalasari, T.D. dan F.J. Susanti. 2010. “Propagation of Corm Gladiol (Gladiolus

hybridus L.) by using Benzyladenin (BA).” International Seminar on

Horticulture to support Food Security 2010. Bandar Lampung June 22-23, 2010. A197-200.

Andalasari, T.D, C. Daulika, K. Hendarto, dan K. Sriyani. 2010. “Respon of two

Gladiol Cultivars (Gladiolushybridus hort.) to type of planting medium

for production of flower and corm.” Seminar Nasional Sains & teknologi –

III. Lembaga Penelitian-Universitas Lampung, Bandar Lampung June 18-19 Oktober 2010. Hlm 743-748.

Andalasari, T.D. 2011. “Usaha Perbanyakan Subang Gladiol (Gladiolushybridus

L.) dengan Menggunakan Benziladenin (BA).” Jurnal Penelitian Pertanian


(12)

Anggraeni. 1994. Budidaya Tanaman Gladiol. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 25 hlm

Ashari, S. 1995. HortikulturAspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 485 hlm

Astuti Y. 2007. “Pengaruh Jenis Bahan Organik pada Produksi Tiga Varietas Gladiol.” Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. 70 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Tanaman Hias di Indonesia. Diakses pada tanggal 28 April 2011.

Badriah, D.D., T. Nurita, dan T. Sutater. 1998. “Tanggapan Dua Kultivar Gladiol

Terhadap Zat Pengatur Tumbuh Pada Perbanyakan In Vitro.” Jurnal Hortikultura. 5(2): 1049-1059.

Doni, T.T. 2008. “Pengaruh Pemberian Benziladenin (BA) pada Produksi Subang

Tiga Varietas Gladiol (Gladiolus hybridusL.).” Skripsi Sarjana.

Universitas Lampung. 56 hlm.

Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbahan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas (PAU). Intitut Pertanian Bogor. Bogor. 244 hlm.

Harjadi, S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal Herlina, D. 1991. Gladiol. Penebar Swadaya. Jakarata. 118 hlm.

Indrastuti, B. 2006. “Pengaruh Pemberian Kalsium Karbida (CaC2) dan

Benziladenin (BA) Terhadap Dua Varietas Gladiol (Gladiolus L.).”

Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. 62 hlm

Lakitan, B. 1995. Hortikultura. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 219 hlm

Mirawan, A., E. Murniati, dan S. Ilyas. 2002. Memproduksi Benih Bersertifikat. Penebar Swadaya. Jakarta. 117 hlm.

Muharam, A,T.S., Sjaifullah, dan S. Kusumo. 1995. Gladiol. Buku Komoditas No 2. Balai Penelitian Tanaman Hias. Jakarta. 60 hlm.


(13)

Rukmana, R. 2000. Gladiol: Prospek Agribisnis dan Teknik Budidaya. Kanisius. Yogyakarta. 76 hlm.

Sallisburry, F.B. dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3 terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Disunting oleh Sofiah Niksolihin. ITB. Bandung. 343 hlm

Sallisburry, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 1 terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono. Disunting oleh Sofiah Niksolihin. ITB. Bandung. 239 hlm

Suardi, A. 1999. Gladiol. Seri Praktek Ciputri Hijau: Tuntutan Membangun Agribisnis. Edisi Pertama. Disunting oleh Supari Dh. PT Elek Media Koputindo. Jakarta 422 hlm.

Susanti, F.J. 2007. “Pengaruh Pemberian Benziladenin (BA) pada Produksi

Subang dan Anak Subang Tiga Varietas Gladiol.” Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. 61 hlm

Sutopo, L. 1993. Teknologi benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Rajawali Press. Jakarta. 239 hlm

Tjitrosoepomo, G. 1989. Morfologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta. 26 hlm

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lab. Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknoogi IPB. Bogor. 145 hlm.

Widaryanto, Eko, L. Soetopo, dan A.N. Judhanto. 1995. “Priode Kritis Bunga

Gladiol (Gladiolus hybridusL.) Akibat Persaingan Dengan Gulma.”

Prosiding Konferensi XIII HIGI. Diselenggarakan Di Malang Tanggal 3-4 Maret 1995. Hlm 25-33

Widyawan, R. 1994. Bunga Potong. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. (LIPI). Jakarta.

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka. Jakarta. 105 hlm


(14)

II. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI, Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kota Bandar Lampung, mulai bulan Mei sampai dengan November 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah subang gladiol varietas Fatimah dan varietas Hunaena, Benziladenin (BA), pupuk kandang kambing, arang sekam, tanah, pupuk NPK, Curacron 500 EC, Dithane M-45 dan air. Sedangkan alat yang digunakan adalah polibag berukuran 15 x 15 x 28 cm, cangkul, koret, ember, gayung, selang air, handsprayer, alat pengukur, kamera digital dan alat tulis.

3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan perlakuan disusun secara faktorial (2x4) dengan menggunakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS). Faktor pertama adalah varietas Fatimah (VF) dan varietas Hunaena (VH). Faktor kedua adalah

Konsentrasi benziladenin (BA) yang terdiri atas 4 taraf yaitu, 0 ppm (b0), 10 ppm (b1), 20 ppm (b2) dan 30 ppm (b3). Petak percobaan dikelompokan berdasarkan


(15)

besar bobot subang gladiol yaitu jumbo, besar, sedang dan kecil. Sehingga terdapat 8 kombinasi perlakuan. Satu kelompok terdiri dari 16 subang gladiol. Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji Barlett. Sementara itu aditivitas data diuji dengan menggunakan uji Tukey. Analisis statistik dilakukan dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf nyata 5%. Denah tata letak penelitian dapat dilihat pada Gambar 26 (lampiran).

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Larutan Benziladenin (BA)

Hal pertama yang perlu dilakukan dalam pembuatan larutan BA yaitu penyiapan BA yang akan digunakan. Dalam penelitian ini konsentrasi BA yang digunakan yaitu 10 ppm, 20 ppm dan 30 ppm. Untuk membuat BA 10 ppm sebanyak 1 L yaitu menimbang BA sebanyak 0,01 g ditambahkan HCl 0,3 ml dan diaduk hingga BA homogen/larut. Setelah itu ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 1 L dan di stirrer agar larutan homogen serta dilakukan pengukuran pH yaitu 5,5. Untuk pembuatan larutan BA konsentrasi 20 ppm dan 30 ppm caranya sama dengan pembuatan larutan BA 10 ppm, hanya saja banyaknya BA dan HCl yang digunakan berbeda.

3.4.2 Persiapan Bahan dan Media Tanam

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran tanah, arang sekam dan pupuk kandang kambing dengan perbandingan 1:1:1 yang


(16)

kemudian di aduk rata menjadi satu dan dimasukkan ke dalam 64 polibag yang telah tersedia.

Pemilihan arang sekam sebagai media tanam adalah karena arang sekam memiliki kapasitas menahan air yang tinggi, menjadikan aerasi dalam tanah baik, dan mampu mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Arang sekam mengandung unsur hara C-organik, N, P,K, dan SiO2 juga terdiri dari lignin, selulosa dan kalium. Menurut Lingga (1986) dalam Andalasari (2010), kalium merupakan unsur hara makro yang diperlukan tanaman untuk produksi hidrat arang, membantu penyerapan air oleh akar, mencegah penguapan air oleh daun,

mengurangi kepekaan tanaman terhadap hawa dingin, meningkatkan daya tahan terhadap hama dan penyakit.

Berdasarkan hasil penelitian Andalasari dkk. (2010), respon masing-masing varietas tidak tergantung pada penggunaan jenis media tanam yang digunakan. Perlakuan media tanah, pupuk kandang sapi dan arang sekam dengan

perbandingan 1: 1 :1 memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan media tanam menggunakan dengan campuran serbuk gergaji dan pasir dengan perbandingan yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan nilai jumlah floret, panjang tangkai bunga, jumlah subang, bobot subang dan bobot kering berangkasan yang lebih tinggi.

Menurut Astuti (2007), respons masing-masing varietas tidak tergantung pada jenis bahan organik yang digunakan. Pemberian bahan organik pupuk kandang sapi, kambing, ayam dan itik tidak berbeda nyata terhadap jumlah subang, bobot


(17)

subang, diameter subang, jumlah anak subang, bobot anak subang dan bobot kering berangkasan daun pada tanaman gladiol varietas Ungu, Kaifa dan Clara.

Pupuk kandang yang dipilih adalah pupuk kandang kambing yang mudah didapat dari penjual pupuk di daerah kecamatan Natar. Kelebihan dari pupuk kandang kambing yaitu mengandung Nitrogen yang cukup tinggi sehingga baik untuk pertumbuhan vegetatif tanaman gladiol.

Pupuk kandang kambing mengandung 0,26 N (%) Kejldahl, 419,89 P Bray-1 (ppm), 1752,58 K (mg/kg) (Astuti,2007).

Gambar 3. Proses persiapan media tanam Keterangan : I = tanah

II = pupuk kandang kambing III = arang sekam

Subang yang digunakan pada penelitian ini yaitu varietas Fatimah dan Hunaena yang merupakan koleksi dari Ibu Ir. Tri Dewi Andalasari, M.Si yang didatangkan langsung dari petani tanaman hias di Balai Penelitian Tanaman Hias di Cipanas, Jawa Barat. Subang gladiol kemudian di ukur diameter dan ditimbang bobotnya satu persatu. Setelah itu subang dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan bobotnya yaitu jumbo, besar, sedang dan kecil.


(18)

Gambar 4. Subang varietas Hunaena (kiri) dan subang varietas Fatimah (kanan) berdasarkan ukuran bobotnya.

Tabel 2. Ukuran bobot dan diameter subang varietas Fatimah dan Hunaena.

Kelompok

Varietas

Fatimah Hunaena

Bobot (g) Diameter (cm) Bobot (g) Diameter (cm) 1 27,2 – 43,8 4,0 – 5,0 21,3 – 24,9 4,1 – 4,7 2 20,3 – 25,6 3,8 – 5,0 15,3 – 18,5 3,8 – 4,1 3

4

16,4 – 19,9 11,5 – 14,7

3,0 – 4,3 3,0 – 3,5

11,7 – 14,3 11,0 – 11,6

3,2 – 3,7 3,1 – 3,6

Subang gladiol kemudian direndam dalam toples yang berisi larutan

benziladenin (BA) dengan konsentrasi 0 mg/L, 10 mg/L, 20 mg/L, dan 30mg/L selama 24 jam. Dalam satu toples berisi 16 subang gladiol. Setelah itu subang dikeringanginkan di dalam kardus terbuka.


(19)

3.4.3 Penanaman dan Pemasangan Ajir

Penanaman dilakukan setelah subang memiliki minimal satu tunas berukuran 0,5 cm atau akar berbentuk bintil-bintil yang menonjol di permukaan bawah subang. Lama waktu muncul tunas setelah perendaman ± 1 bulan. Setiap lubang tanam ditanam 1 subang gladiol. Subang ditanam dengan kedalaman setengah dari tinggi subang atau dengan kedalaman + 5 cm. Subang ditanam berdasarkan kelompok nya.

Gambar 6. Penanaman subang yang tunasnya telah mencapai 0,5 cm

Setelah subang ditanam, dilakukan pemasangan ajir. Ajir dipasang sedini mungkin pada saat penanaman atau satu minggu setelah penanaman untuk mengurangi resiko kerusakan pada akar. Manfaat ajir juga untuk menopang pertumbuhan tanaman gladiol, serta menjaga agar tanaman tidak rebah akibat angin.


(20)

Kegiatan pemeliharaan terdiri dari penyiraman, pengikatan tanaman ke ajir dengan tali rapia, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan penyiangan gulma. Pada fase pertumbuhan awal, tanaman gladiol membutuhkan kondisi tanah yang cukup lembab. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman, dilakukan pada sore maupun pagi hari. Penyiraman tidak boleh terlalu becek atau menggenang karena hal ini dapat menyebabkan subang mudah busuk.

Pengikatan tanaman ke ajir dengan tali rapia dilakukan ketika tanaman telah tumbuh setinggi ± 20 cm. Hal ini bertujuan untuk menjaga tanaman gladiol karena tanaman gladiol rentan terhadap terpaan angin yang akan mengakibatkan tanaman rebah bahkan patah. Selain itu menjaga agar tangkai bunga tidak bengkok.

Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali dengan fase yang berbeda yaitu pada saat seminggu setelah tanam, masa pembungaan dan masa pertumbuhan subang baru dengan mengggunakan pupuk NPK 16 : 16 : 16 dengan dosis 5 gr per tanaman. Pupuk NPK berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman gladiol serta untuk membantu pembentukan subang gladiol.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan seminggu sekali atau ketika hama dan penyakit telah menyerang dengan insektisida Curacron 500EC dan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 2 ml/l dan 2 g/l. Sedangkan untuk penyiangan gulma dilakukan ketika gulma muncul di sekitar tanaman gladiol. Penyiangan gulma tidak cukup sulit karena tanaman gladiol ditanam dalam polibag. 3.4.5 Pemanenan Bunga Gladiol


(21)

Tanaman gladiol berbunga pada umur 60 - 80 hari setelah tanam, tergantung pada varietasnya. Bunga pertama akan mekar sekitar 10 hari setelah primordia bunga muncul. Pemanenan dilakukan pagi hari maupun sore hari secara hati-hati dengan menyertakan 2-3 daun pada tangkai bunga dan menyisakan daun-daun pada tanaman sebanyak mungkin minimum 4 daun.

3.4.6 Pemanenan Subang Baru Gladiol

Subang baru gladiol yang terbentuk dari tunas-tunasnya dipanen sebulan atau dua bulan setelah pemanenan bunga dilakukan. Pemanenan dapat dilakukan setelah beberapa batang dan helai daun yang tersisa menunjukkan warna kecoklatan atau kering. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tidak mungkin lagi melakukan proses fotosintesis.

4.5 Pengamatan

Pada penelitian ini, variabel pengamatan yang diamati antara lain: 1. Jumlah tunas (tunas).

Pengamatan jumlah tunas dilakukan dengan menghitung banyaknya jumlah tunas yang tumbuh pada setiap subang pada saat berumur satu bulan dan pada saat berumur empat bulan.

2. Tinggi tanaman (cm).

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal subang sampai dengan ujung daun terpanjang.


(22)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung banyaknya daun yang muncul dimulai dari daun ketiga.

4. Jumlah floret (kuntum).

Pengamatan jumlah floret dilakukan pada saat bunga dipanen. Jumlah floret yang dihitung meliputi floret yang mekar sampai floret yang masih kuncup (dalam satu tangkai bunga).

5. Diameter floret (cm).

Pengamatan diameter floret dilakukan pada saat bunga mekar penuh dengan menggunakan mistar pengukur panjang dengan ketelitian 1 mm.

6. Panjang tangkai (cm).

Pengamatan panjang tangkai dilakukan dengan mengukur mulai dari pangkal tangkai bunga yang berada diketiak daun terakhir sampai ujung bunga terakhir yang terbentuk dalam satu floret. Pengamatan dilakukan pada saat bunga panen.

7. Jumlah subang (subang).

Pengamatan jumlah subang dilakukan dengan menghitung rata-rata jumlah subang yang terbentuk dalam setiap tanaman pada saat panen subang.

8. Diameter subang (cm).

Pengamatan diameter subang dilakukan dengan mengukur pada masing-masing atau rata-rata subang yang terbentuk dalam tiap tanaman.


(23)

Pengamatan bobot subang dilakukan dengan menimbang seluruh subang yang terbentuk pada setiap tanaman saat panen subang.

10. Jumlah anak subang (kormel).

Pengamatan jumlah kormel dilakukan dengan menghitung masing- masing atau rata-rata jumlah kormel yang terbentuk dalam setiap tanaman pada saat panen kormel.

11. Bobot kering berangkasan daun (gram)

Pengamatan bobot kering berangkasan dilakukan dengan menimbang seluruh daun tanaman gladiol yang telah di oven terlebih dahulu.


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup diperhitungkan. Selain memiliki fungsi estetika, bunga juga

mendatangkan keuntungan dari segi ekonomis. Salah satu bunga yang memiliki permintaan tinggi di masyarakat adalah bunga potong khususnya gladiol.

Gladiol sangat populer sebagai bunga potong dan tanaman taman. Bunganya bervariasi dalam hal warna, bentuk maupun ukuran. Bunga gladiol ini dapat meliputi semua warna kecuali biru murni, hitam, dan cokelat (Herlina, 1991). Gladiol adalah bunga potong yang termasuk dalam famili Iridaceae

(Suardi,1999). Tanaman ini berasal dari Afrika Selatan dan sebagian kecil spesies lainnya berasal dari Eurasia (Rukmana, 2000). Julukan lain dari bunga gladiol ini adalah sword lily atau pedang kecil dikarenakan bentuknya yang menyerupai. Tanaman gladiol akan berbunga sekitar 60-90 hari setelah tanam. Kelebihan dari bunga potong yang satu ini adalah kesegarannya yang bisa bertahan sampai sekitar satu minggu dan dapat berbunga sepanjang waktu.


(25)

Rangkaian bunga gladiol yang berwarna cerah mampu memikat hati para pencinta bunga baik dalam maupun luar negeri. Rangkaian bunga gladiol tersusun dari banyak bunga yang disebut floret (Herlina, 1991). Manfaat dari bunga gladiol ini adalah untuk keperluan agama, ritual-ritual tertentu dan upacara kenegaraan.

Bunga gladiol merupakan bunga potong yang paling banyak dicari orang, baik sebagai bunga hias atau untuk keperluan tanaman kebun karena bunga ini sangat menarik perhatian dengan bentuk dan warna bunga yang menarik serta tangkai bunga yang panjang. Hal ini yang menyebabkan banyaknya penjual bunga menjual bunga gladiol sebagai sumber pendapatan. Namun permintaan masyarakat terhadap bunga potong gladiol yang semakin meningkat, tidak didukung oleh produksi subang baru yang dihasilkan, sehingga diperlukan suatu teknik yang tepat dalam perbanyakan tanaman ini.

Tanaman gladiol dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Anggraeni (1994) mengatakan bahwa perbanyakan secara generatif menggunakan biji, banyak dilakukan untuk tujuan pemuliaan sedangkan perbanyakan gladiol secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan subang dan anak subang (kormel). Kendala utama pada pembiakan vegetatif adalah diperlukan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan subang produksi dalam jumlah yang lebih besar pada waktu musim tanam berikutnya, karena dari setiap subang pada umumnya hanya menghasilkan satu sampai dua subang baru (Andalasari dkk., 2010).


(26)

Produksi gladiol Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Produksi gladiol Indonesia dari tahun 2007 – 2009. Tahun Gladiol (tangkai)

2007 11,271,385 2008 8,524,252 2009 9,775,500 Sumber : BPS (2011)

Dari data Badan Pusat Statistik dapat dilihat bahwa hasil produksi pada tahun 2008 mengalami penurunan, hal ini diduga karena faktor yang memungkinkan tanaman tidak dapat berproduksi seperti serangan hama dan penyakit dan tidak adanya teknik perbanyakan untuk memproduksi gladiol karena jumlah tunas yang dihasilkan pada subang sebelumnya sedikit. Menurut Badriah dkk. (1998),

perbanyakan gladiol dalam masing-masing subang dan anak subang hanya dapat menghasilkan satu tanaman. Sedangkan pada tahun 2009 terjadi kenaikan produksi gladiol. Hal ini terlihat bahwa teknik perbanyakan gladiol sudah dilakukan namun belum maksimal.

Masalah dalam perbanyakan tunas dan produksi subang pada gladiol adalah subang yang akan dijadikan bibit tidak dapat segera tumbuh bila ditanam

meskipun pada lingkungan tumbuh yang cocok dan optimal, karena memerlukan masa dormansi dimana pada masa dormansi subang mengaktifkan mata-mata tunas. Lama dormansi berkisar 3,5 – 5 bulan tergantung pada varietasnya (Andalasari dkk, 2004). Dormansi pada subang gladiol disebabkan oleh ABA. ABA yang terdapat dalam subang dapat menghambat pembentukan enzim-enzim amylase dan hidrolisis lainnya (Salisbury dan Ross, 1992). Hal yang dapat


(27)

tumbuh untuk dapat mempercepat masa dormansi dan dapat mengaktifkan seluruh mata tunas gladiol pada saat subang mengalami dormansi. Menurut Moore (1979) dalam Gunawan (1987), zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari Nutrient yang dalam jumlah sedikit dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Yusnita (2003), zat pengatur tumbuh adalah semua senyawa, baik alami maupun sintetik yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur (merangsang/menghambat) pertumbuhan tanaman.

Beberapa zat pengatur tumbuhan adalah auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan asam absisat. Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah sitokinin. Menurut Harjadi (2009), sitokinin merupakan senyawa pengganti adenine yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan. Salah satu jenis sitokinin sintetik adalah benziladenin.

Benziladenin merupakan jenis sitokinin yang efektif dan stabil untuk merangsang pembentukan tunas adventif dan menghambat pembentukan akar. Jumlah subang baru yang terbentuk tergantung pada jumlah tunas yang muncul dari subang induk (Andalasari, 2005). Sehingga, pemberian benziladenin pada subang gladiol diharapkan dapat menghasilkan tunas yang banyak dan pada akhirnya mampu menghasilkan subang yang banyak pula.


(28)

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah seperti yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Varietas gladiol manakah yang mampu menghasilkan produksi subang lebih banyak ?

2. Pada beberapa konsentrasi benziladenin yang digunakan, konsentrasi manakah yang mampu menghasilkan produksi subang lebih banyak terhadap dua varietas gladiol ?

3. Bagaimanakah pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian disusun sebagai berikut :

1. Mengetahui varietas gladiol yang menghasilkan produksi subang lebih banyak.

2. Mengetahui konsentrasi benziladenin terbaik yang dapat meningkatkan produksi subang gladiol.

3. Mengetahui pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.


(29)

1.3 Landasan Teori

Gladiol merupakan tanaman hias semusim berbentuk herba dan termasuk dalam famili Iridaceae, gladiol memiliki keunikan dibandingkan tanaman hias lainnya, karena subang gladiol memiliki masa dormansi yang cukup lama, dimana pada masa dormansi subang mengaktifkan mata-mata tunas. Subang gladiol

mempunyai banyak mata tunas. Akan tetapi mata tunas yang aktif hanya dapat satu sampai dua mata tunas. Oleh karena itu diberi perlakuan zat pengatur

tumbuh sitokinin jenis benziladenin guna memaksimalkan tumbuhnya tunas-tunas yang ada pada dua varietas subang gladiol.

Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung

(promote), menghambat (inhibit), dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan

(Abidin, 1989). Zat pengatur tumbuh memiliki peran pengendalian yang sangat penting dalam dunia tumbuhan. Zat pengatur tumbuh terdiri dari lima kelompok, yaitu auksin, giberellin, sitokinin, etilen dan inhibitor. Kelima zat tersebut mempunyai ciri dan pengaruh yang berbeda terhadap proses fisiologi tumbuhan, serta mempunyai aksi yang mirip dengan fitohormon endogen (Lakitan,1995). Menurut Wattimena (1988), zat pengatur tumbuh yang dihasilkan tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang disintesis disebut zat pengatur tumbuh sintesis.

Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah sitokinin. Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologi di dalam tanaman, aktivitas yang terutama ialah mendorong pembelahan


(30)

sel dan aktivitas ini menjadi kriteria utama untuk menggolongkan suatu zat ke dalam sitokinin (Wattimena, 1988).

Salisburry dan Ross (1992) menyatakan bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel dan selanjutnya dapat merangsang terbentuknya tunas, berpengaruh dalam metabolisme sel dan merangsang pemecahan dormansi. Jenis sitokinin antara lain kinetin, 2-ip (2-isopentenyladenin), zeatin dan benziladenin (BA). Golongan sitokinin jenis benziladenin mampu mendorong perkecambahan benih, pembentukan tunas adventif, tetapi menghambat pembentukan akar

(George dan Sherrington, 1984 dalam Susanti, 2007).

Hasil penelitian Susanti (2007) menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi benziladenin 30 ppm dapat meningkatkan produksi subang gladiol varietas Kaifa yang ditunjukkan jumlah dan diameter subang terbaik tetapi pemberian

benziladenin tidak dapat meningkatkan jumlah anak subang dan bobot anak subang gladiol.

Hasil penelitian Doni (2008) menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi benziladenin 150 ppm menghasilkan jumlah subang gladiol dan bobot subang terbaik pada varietas Kaifa .

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran sebagai berikut :


(31)

Gladiol yang mempunyai nilai ekonomis tinggi ini semakin digemari masyarakat. Permintaan masyarakat terhadap bunga potong gladiol semakin besar, namun hal ini tidak sebanding dengan produksi dari produksi subang dan anak subang yang dihasilkan tanaman gladiol, karena umumnya tanaman gladiol memproduksi 1-2 subang. Sehingga untuk memenuhi permintaan masyarakat diperlukan upaya atau teknik yang tepat bagi perbanyakan tanaman gladiol. Salah satu upaya untuk memperoleh perbanyakan tunas digunakan zat pengatur tumbuh.

Zat pengatur tumbuh yang dimaksud untuk pertumbuhan tunas pada gladiol ini adalah zat pengatur tumbuh jenis benziladenin dari golongan sitokinin.

Benziladenin merupakan jenis sitokinin yang efektif dan stabil untuk merangsang pertumbuhan tunas adventif dan menghambat pembentukan akar. Pengaruh sitokinin pada jaringan mata tunas menyebabkan sel pada mata tunas aktif

membelah sehingga mata-mata tunas dapat tumbuh menjadi tunas baru. Sehingga tunas-tunas baru yang terbentuk akan menjadi tanaman baru dan membentuk subang dan anak subang yang nantinya dapat digunakan sebagai tanaman baru.

Pemberian sitokinin sintetik tambahan diharapkan dapat mendukung kandungan sitokinin yang terdapat dalam subang gladiol, sehingga mampu merangsang proses pembelahan sel secara aktif pada sel-sel maristem terutama pada mata tunas yang terdapat pada subang gladiol. Konsentrasi benziladenin yang digunakan untuk penelitian ini adalah konsentrasi rendah, yaitu konsentrasi benziladenin dibawah 40 ppm. Hal ini diharapkan subang gladiol dapat memberi respon yang baik pada penggunaan benziladenin dengan konsentrasi 0 ppm, 10 ppm, 20 ppm dan 30 ppm.


(32)

Pada penelitian ini pun digunakan dua varietas gladiol yaitu varietas Fatimah dan Hunaena, dimana pada masing-masing varietas memiliki karakteristik yang mungkin berbeda-beda secara genetik, walaupun secara morfologi bentuknya subang varietas Fatimah dan Hunaena hampir sama yaitu membulat berkerut rapat dan kulitnya keras. Hasil pengukuran diameter dan bobot diketahui bahwa

varietas Fatimah memiliki bobot dan diameter sedikit lebih besar dibandingkan varietas Hunaena. Sehingga, setiap varietas gladiol pun diduga memiliki memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap pemberian benziladenin. Selain itu

varietas gladiol ini diduga pula memerlukan konsentrasi benziladenin yang berbeda-berbeda dalam memperbanyak tunas dan membentuk subang nantinya.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat varietas gladiol yang mampu menghasilkan produksi subang lebih banyak.

2. Terdapat konsentrasi benziladenin terbaik yang dapat meningkatkan produksi subang.

3. Terdapat pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Gladiol

Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan Eropa sejak 2000 tahun yang lalu. Tahun 1730 mulai memasuki daratan Eropa dan berkembang di Belanda. Diperkirakan orang-orang Belanda membawa tanaman gladiol ke Indonesia pada zaman kolonialisasi di wilayah nusantara (Rukmana, 2000).

Kedudukan tanaman gladiol dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Subkelas : Monocotyledonae Ordo : Iridales

Famili : Iridaceae Genus : Gladiolus

Spesies : Gladiolus hybridus L.

Gladiol merupakan tanaman herba yang membentuk subang yang terjadi dari tunas terbawah yang menghasilkan organ persediaan makanan yang mampu


(34)

berfungsi sebagai alat reproduksi. Daur (siklus) hidup tanaman gladiol

berlangsung selama 16 -18 minggu. Pada umur 3 - 5 minggu setelah bibit subang ditanam, tunas baru akan tumbuh. Setelah berumur 7 - 9 minggu, tunas baru menjadi tanaman muda yang masih melekat di atas subang yang lama. Masa berbunga terjadi saat tanaman berumur 12 -14 minggu. Pada saat mencapai umur 16 -18 minggu, tanaman gladiol membentuk subang-subangbaru sebagai calon turunan (generasi) berikutnya, sedangkan subangyang lama akan layu dan mati (Rukmana, 2000).

Struktur tubuh tanaman gladiol terdiri atas: akar, subang, batang, daun danbunga.

Tanaman gladiol termasuk tanaman semusim. Subang gladiol dikenal dengan sebutan subang, dimana subang adalah pangkal batang yang membengkak dan memadat yang mengandung cadangan makanan. Subang tidak mempunyai sisik yang menebal, tetapi dibungkus oleh satu atau dua helai pangkal daun yang telah mengering. Subang ini merupakan batang dibawah tanah yang mempunyai mata tunas dan bisa berkembang menjadi tanaman baru (Rukmana, 2000).

Gladiol dalam pertumbuhannya membentuk akar serabut yang berfungsi sebagai alat penyerapan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada saat terjadi pembentukan subang baru, muncullah akar tebal berdaging berdiameter kira-kira 0,7 cm,

berwarna putih yang dikenal sebagai akar kontraktil. Akar kontraktil (contractile

root) ini berfungsi sebagai penyangga dan menempatkan subang baru pada lapisan

tanah yang tepat. Akar kontraktil ini mempunyai sejumlah rambut halus yang berfungsi sebagai penyerap air dan organ penyimpanan sementara karena mengandung banyak cairan dan makanan (Tjitrosoepomo, 1989).


(35)

Tanaman gladiol memiliki tinggi batang antara 80 - 150 cm, daun-daunnya tersusun tumpang tindih pada bagian dasar batang. Daun berbentuk pipih seperti pedang dengan jumlah daun antara 6 - 12 helai. Bunga gladiol tersusun dalam tandan yang tumbuh pada bagian tengah tangkai bunga, setiap tandan berisi banyak bunga atau terdiri atas 8 - 20 kuntum bunga yang disebut floret yang berbaris keatas sampai keujung, letak bunga ada yang rapat dan ada pula yang jarang. Setiap tangkai bunga memiliki pistil dan stigma bercabang tiga, serta bakal buah duduk dibawahnya, setiap bakal buah memiliki 50 - 100 bakal biji yang akan matang selama 30 hari setelah mengalami penyerbukan (Suardi, 1999). Warna bunganya beragam, bunga tersebut melakukan pernyebukan sendiri, walaupun mampu menyerbuk sendiri, namun menghasilkan keturunan yang sangat beragam, yang menunjukkan bahwa tanaman gladiol sangat heterozigot (Ashari, 1995).

2.2 Syarat Tumbuh Gladiol

Seperti tanaman yang lain, faktor lingkungan berpengaruh pada pertumbuhan dan pembungaan gladiol. Faktor lingkungan tersebut adalah cahaya, suhu, dan kelembaban (Herlina, 1991). Daerah yang paling ideal untuk pengembangan budidaya tanaman gladiol adalah dataran tinggi antara 600 - 1.300 m di atas permukaan laut. Dengan suhu udara 13,7°C - 300C, curah hujan 2.100 mm - 2.850 mm/tahun, serta kelembaban udara (RH) 80% - 90% (Rukmana, 2000).

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman gladiol dapat berlangsung dengan baik bila mendapatkan sinar matahari penuh. Tanaman gladiol yang kurang


(36)

mendapatkan sinar matahari, dapat menyebabkan bunganya mengering dan floret tidak terbentuk secara normal, terutama untuk varietas yang peka sinar matahari. Oleh karena itu lokasi penanaman gladiol harus terbuka. Disamping itu, pada periode tertentu misalkan saat tanam subang, terbentuknya daun ketiga sampai ketujuh dan periode inisiasi bunga, tanaman gladiol tidak boleh kekurangan air dan sinar matahari. Pada fase-fase tersebut keadaan tanah harus cukup lembab. Tanaman gladiol dapat menyesuaikan diri pada suhu panas sampai 40°C, bila kelembaban tanah dan tanaman relatif tinggi (Rukmana, 2000).

Tanaman gladiol mempunyai toleransi yang tinggi terhadap jenis-jenis tanah pertanian. Kondisi tanah yang paling baik untuk tanaman gladiol adalah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan draenasinya baik, dan reaksi tanah pada kisaran pH 5,5 - 5,9. Oleh karena itu, pada tanah-tanah yang kurang subur perlu penanganan yang lebih memadai, antara lain dengan penambahan bahan organik yang cukup tinggi, pengapuran tanah yang disesuaikan dengan kondisi pH tanah, pengolahan lahan yang baik, dan pemberian pupuk yang mengandung unsur hara makro dan mikro (Rukmana, 2000).

Kekurangan air dapat mengurangi ukuran tangkai bunga serta jumlah bunga (kuntum) pertangkai rangkaian (Ashari, 1995).

Pada periode kritis, yaitu saat terbentuknya daun ketiga sampai daun ketujuh, tidak boleh terjadi kekurangan air dan cahaya. Selama periode inisiasi bunga, dapat terjadi pula periode kematian akar dari subang induk dan pembentukan akar kontraktil dari subang baru. Pada periode ini suplai air perlu ekstra perhatian


(37)

karena kehilangan air akan sangat besar, terutama saat matahari bersinar menyengat (Herlina, 1991).

2.3 Jenis Gladiol

Gladiol disamping sebagai bunga potong juga sebagai tanaman taman. Bunganya. bervariasi dalam warna, bentuk, dan ukuran. Varietas gladiol pun yang terdapat di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri. Berikut dua varietas yang digunakan dalam penelitian ini.

2.3.1 Gladiol Varietas Fatimah

Gambar 1. Penampilan bunga gladiol varietas Fatimah

Varietas Fatimah (SK MENTAN No. 623/Kpts/SR. 120/5/2008). Warna bunga sangat menarik yaitu daun mahkota atas berwarna merah cerah dengan variasi pada lidah yang berwarna merah cerah pada ujung dan pada pangkal merah tua,


(38)

lidah berwarna merah cerah pada ujung dan tengah sedangkan pada pangkal berwarna kuning. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Umur tanaman Fatimah berbunga setelah 67 - 80 hari setelah tanam, tinggi tanaman 100-130 cm, panjang tangkai bunga 80 - 115 cm, jumlah kuntum per tangkai 10 - 13 kuntum, diameter bunga mekar 10 - 13,5 cm, lama kesegaran bunga dalam vas 3 – 4 hari. Beradaptasi dengan baik di dataran medium sampai tinggi dengan ketinggian 600 - 1400 m dpl.

2.3.2 Gladiol Varietas Hunaena

Gambar 2. Penampilan bunga gladiol varietas Hunaena

Varietas Hunaena (SK MENTAN No. 621/Kpts/SR. 120/5/2008). Gladiol Hunaena memiliki diameter bunga mekar besar dan antar mahkota bunga saling bersentuhan. Warna bunga sangat menarik yaitu bunga merah cerah dengan


(39)

variasi pada lidah yang berwarna merah cerah di ujung dan pangkal sampai tengah pada lidah berwarna kuning bintik merah. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Umur tanaman gladiol Hunaena berbunga setelah 70 - 80 hari setelah tanam, tinggi tanaman 95 - 130 cm, panjang tangkai bunga 80 - 110 cm, jumlah kuntum bunga 10 - 16 kuntum, diameter bunga mekar 11,5 - 12 cm, lama kesegaran bunga dalam vas 3 – 4 hari. Beradaptasi dengan baik di dataran medium sampai tinggi dengan altitude 600-1400 m dpl.

2.4 Dormansi

Dormansi adalah kondisi biji yang belum dapat berkecambah walaupun kondisi dalam dan luar sudah sesuai (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Sutopo (1993), dormansi pada benih dapat berlangsung beberapa hari, musim, bahkan sampai beberapa tahun, tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansi.

Tipe dormansi dibagi menjadi dua, yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer adalah sifat dormansi yang timbul karena sifat fisik dan

fisiologis. Sedangkan dormansi sekunder adalah dormansi yang disebabkan oleh tidak tersedianya salah satu faktor yang mempengaruhi perkecambahan,

antara lain, gas (O2), temperatur, cahaya serta akibat perlakuan tertentu (Mirawan dkk., 2002).

Menurut Herlina (1991), dormansi pada subang gladiol diduga pengaruh ABA yang dapat dihilangkan dengan perlakuan zat perangsang tumbuh atau dengan pencucian agar zat penghambat tumbuh dapat hilang dari subang atau biji.


(40)

Selama masa dormansi subang yang telah kering disimpan ditempat yang beraliran udara baik dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Subang yang telah dipisahkan dari batangnya disimpan selama ± 2 minggu (Widyawan, 1994).

2.5 Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh mempunyai peran dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam kelangsungan hidup tanaman (Abidin, 1898). Zat Pengatur Tumbuh (plant

growth regulation) adalah senyawa kimia hasil buatan manusia yang mempunyai

fungsi seperti fitohormon secara kolektif yang dapat mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan tanaman (Lakitan, 1995).

Zat pengatur tumbuh yang biasanya banyak digunakan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah sitokinin yang merupakan turunan adenine. Sitokinin merupakan senyawa pengganti adenine yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan. Sitokinin banyak ditemukan dalam tumbuhan. Perannya dalam tumbuhan adalah sebagai berikut: mengatur pembelahan sel, pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pencegahan kerusakan klorofil, pembentukan kloroplas, penundaan senecens, pembukaan dan penutupan stomata, serta perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi, 2009).

Jenis sitokinin antara lain kinetin, 2-ip (2-isopentenyladenin), zeatin dan benziladenin (BA). Benziladenin merupakan sitokinin sintetik yang banyak digunakan untuk tujuan komersial. Benziladenin tergolong ZPT dalam sitokinin


(41)

yang diketahui paling efektif dalam merangsang pembentukan dan pertumbuhan tunas adventif (Wattimena, 1988).

Fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel. Sitokinin mendorong pembesaran sel, pembelahan sel dan sintesis klorofil. Benziladenin sangat mempersingkat waktu berlangsungnya fase S dalam daur sel (dari G2 ke mitosis yaitu tahap sintesis DNA dan protein pembelahan sel). Protein tersebut memacu pembelahan sel secara langsung dengan cara mengendalikan síntesis DNA (Salisbury and Ross, 1995).


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Varietas Fatimah dan varietas Hunaena tidak berbeda nyata dalam produksi subang.

2. Pemberian benziladenin 20 dan 30 ppm sama baiknya dalam meningkatkan produksi subang sebanyak 2,56 dan 2,63 buah.

3. Tidak terdapat pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan menggunakan taraf konsentrasi benziladenin yang lebih tinggi dari 30 ppm. Namun apabila menggunakan konsentrasi rendah disarankan untuk melakukan proses perendaman lebih dari 24 jam agar benziladenin dapat terserap dengan maksimal.


(1)

karena kehilangan air akan sangat besar, terutama saat matahari bersinar menyengat (Herlina, 1991).

2.3 Jenis Gladiol

Gladiol disamping sebagai bunga potong juga sebagai tanaman taman. Bunganya. bervariasi dalam warna, bentuk, dan ukuran. Varietas gladiol pun yang terdapat di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri. Berikut dua varietas yang digunakan dalam penelitian ini.

2.3.1 Gladiol Varietas Fatimah

Gambar 1. Penampilan bunga gladiol varietas Fatimah

Varietas Fatimah (SK MENTAN No. 623/Kpts/SR. 120/5/2008). Warna bunga sangat menarik yaitu daun mahkota atas berwarna merah cerah dengan variasi pada lidah yang berwarna merah cerah pada ujung dan pada pangkal merah tua,


(2)

lidah berwarna merah cerah pada ujung dan tengah sedangkan pada pangkal berwarna kuning. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Umur tanaman Fatimah berbunga setelah 67 - 80 hari setelah tanam, tinggi tanaman 100-130 cm, panjang tangkai bunga 80 - 115 cm, jumlah kuntum per tangkai 10 - 13 kuntum, diameter bunga mekar 10 - 13,5 cm, lama kesegaran bunga dalam vas 3 – 4 hari. Beradaptasi dengan baik di dataran medium sampai tinggi dengan ketinggian 600 - 1400 m dpl.

2.3.2 Gladiol Varietas Hunaena

Gambar 2. Penampilan bunga gladiol varietas Hunaena

Varietas Hunaena (SK MENTAN No. 621/Kpts/SR. 120/5/2008). Gladiol Hunaena memiliki diameter bunga mekar besar dan antar mahkota bunga saling bersentuhan. Warna bunga sangat menarik yaitu bunga merah cerah dengan


(3)

variasi pada lidah yang berwarna merah cerah di ujung dan pangkal sampai tengah pada lidah berwarna kuning bintik merah. Susunan bunga simetris, posisi pada tangkai tegak dan kerapatan bunga mekar pada tangkai saling bersentuhan (rapat) yang merupakan tipe ekshibisi modern. Umur tanaman gladiol Hunaena berbunga setelah 70 - 80 hari setelah tanam, tinggi tanaman 95 - 130 cm, panjang tangkai bunga 80 - 110 cm, jumlah kuntum bunga 10 - 16 kuntum, diameter bunga mekar 11,5 - 12 cm, lama kesegaran bunga dalam vas 3 – 4 hari. Beradaptasi dengan baik di dataran medium sampai tinggi dengan altitude 600-1400 m dpl.

2.4 Dormansi

Dormansi adalah kondisi biji yang belum dapat berkecambah walaupun kondisi dalam dan luar sudah sesuai (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Sutopo (1993), dormansi pada benih dapat berlangsung beberapa hari, musim, bahkan sampai beberapa tahun, tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansi.

Tipe dormansi dibagi menjadi dua, yaitu dormansi primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer adalah sifat dormansi yang timbul karena sifat fisik dan

fisiologis. Sedangkan dormansi sekunder adalah dormansi yang disebabkan oleh tidak tersedianya salah satu faktor yang mempengaruhi perkecambahan,

antara lain, gas (O2), temperatur, cahaya serta akibat perlakuan tertentu (Mirawan dkk., 2002).

Menurut Herlina (1991), dormansi pada subang gladiol diduga pengaruh ABA yang dapat dihilangkan dengan perlakuan zat perangsang tumbuh atau dengan pencucian agar zat penghambat tumbuh dapat hilang dari subang atau biji.


(4)

Selama masa dormansi subang yang telah kering disimpan ditempat yang beraliran udara baik dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Subang yang telah dipisahkan dari batangnya disimpan selama ± 2 minggu (Widyawan, 1994).

2.5 Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh mempunyai peran dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam kelangsungan hidup tanaman (Abidin, 1898). Zat Pengatur Tumbuh (plant

growth regulation) adalah senyawa kimia hasil buatan manusia yang mempunyai

fungsi seperti fitohormon secara kolektif yang dapat mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan tanaman (Lakitan, 1995).

Zat pengatur tumbuh yang biasanya banyak digunakan untuk mempercepat pertumbuhan tunas adalah sitokinin yang merupakan turunan adenine. Sitokinin merupakan senyawa pengganti adenine yang meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan. Sitokinin banyak ditemukan dalam tumbuhan. Perannya dalam tumbuhan adalah sebagai berikut: mengatur pembelahan sel, pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pencegahan kerusakan klorofil, pembentukan kloroplas, penundaan senecens, pembukaan dan penutupan stomata, serta perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi, 2009).

Jenis sitokinin antara lain kinetin, 2-ip (2-isopentenyladenin), zeatin dan benziladenin (BA). Benziladenin merupakan sitokinin sintetik yang banyak digunakan untuk tujuan komersial. Benziladenin tergolong ZPT dalam sitokinin


(5)

yang diketahui paling efektif dalam merangsang pembentukan dan pertumbuhan tunas adventif (Wattimena, 1988).

Fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel. Sitokinin mendorong pembesaran sel, pembelahan sel dan sintesis klorofil. Benziladenin sangat mempersingkat waktu berlangsungnya fase S dalam daur sel (dari G2 ke mitosis yaitu tahap sintesis DNA dan protein pembelahan sel). Protein tersebut memacu pembelahan sel secara langsung dengan cara mengendalikan síntesis DNA (Salisbury and Ross, 1995).


(6)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Varietas Fatimah dan varietas Hunaena tidak berbeda nyata dalam produksi subang.

2. Pemberian benziladenin 20 dan 30 ppm sama baiknya dalam meningkatkan produksi subang sebanyak 2,56 dan 2,63 buah.

3. Tidak terdapat pengaruh masing-masing konsentrasi benziladenin terhadap masing-masing varietas dalam meningkatkan produksi subang gladiol.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, disarankan menggunakan taraf konsentrasi benziladenin yang lebih tinggi dari 30 ppm. Namun apabila menggunakan konsentrasi rendah disarankan untuk melakukan proses perendaman lebih dari 24 jam agar benziladenin dapat terserap dengan maksimal.