DAFTAR ISI

(1)

R I W A Y A T

Nurul Qhalifah dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 31 Juli 1990. Penulis merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Sutrisnani (alm) dan Ibu Dra. Rusmiati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Kartika II-31 Bandar Lampung pada tahun 1996, SD Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2002, SLTP Negri 14 Bandar Lampung pada tahun 2005, dan SMA Negri 7 Bandar Lampung pada tahun 2008. Saat duduk di bangku SMP penulis aktif di organisasi Sanggar Tari SLTPN 14 dan sempat ditunjuk sebagai ketua sanggar, penulis juga pernah 2 kali menjadi juara 1 lomba tari daerah SMP. Saat SMA penulis aktif di organisasi Sanggar Tari SMAN 7 dan Seven English Club(7EC) ditunjuk sebagai leader(ketua).

Selain itu penulis juga aktif di organisasi luar sekolah yaitu Sanggar Tari Radin Intan. Bersama Sanggar Radin Intan penulis sering ikut mementaskan tarian daerah untuk acara-acara besar seperti: Peresmian Bendungan Batu Tegi oleh (Mantan) Presiden Megawati, Penyambutan Ketua PKB (Bapak Abdurrahman Wahid), Penyambutan Kunjungan Presiden SBY di Kota Bandar Lampung, Festival Krakatau XVII , Peringatan Hari Pangan Sedunia oleh Presiden SBY, Festival Krakatau XVIII, pementasan tarian daerah Lampung di Jakarta, dan lain-lain.


(2)

Agustus 2011 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negla Sari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Prengsewu. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara. Selain itu penulis juga merintis usaha toko batikonline(Nareswari Batik).


(3)

MOTTO

...Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo a apabila ia memohon kepada-Ku,...

(QS 2:186)

Pray, struggle, and pray again. (nq)

“Maybe you are the reason why all the doors are close

So you could open one that lead you to the perfect road”


(4)

This little work is dedicated to:

The Greatest One, my Allah SWT

For Your abounded bless and love.

My wonder mother (Mamma) and my beloved Pappa

My wise granny (Mbah Putri) and my beloved grandpa (Mbah Kakung) My sisters (mba Alil n Rahma) and my brother (Aat).

No place like home, I love you all. May Allah bless us all.

My man, Amal Ramadius

you know what you mean to me.


(5)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil‘alamiin, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

“Pengaruh Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (Studi pada Bank BRI Unit Bambu Kuning tahun2011)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena segala keterbatasan penulis, sehingga selama penyusunan skripsi penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan, penghormatan, dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Bambang Utoyo S., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan masukan, arahan, dan selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.


(6)

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Suripto S.Sos., M.AB., selaku Ketua Jurusan Administrasi Bisnis dan Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Eko Budi Sulistyo S.Sop., M.AP., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis, yang telah memberikan arahan dan bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswi di Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

7. Segenap civitas akademika, dosen pengajar di Jurusan Ilmu Administrasi Negara Prof. Yuli, Pak Syamsul yang bijaksana, Ibu Dian, Bu Meili, Bu Indri, Miss Intan, Miss Devi, Pak Husnan, Pak Dedy, Pak Fery, Pak Nana, Pak Simon, dan seluruh dosen ANE, terimakasih atas ilmu yang diberikan. 8. Kedua Orang Tuaku Tercinta, especially my mamma you are my hero and

I dont know how my life would be without you, and my beloved papa I miss you (I do). I will always pray for you both, and may Allah bless us. 9. Kakak-kakak dan adikku tersayang: Layli Rahmawati S.Pd. my oldest

sister who is currently living in Jambi, I miss you and I mis my little

nephew Fahriy, As’ad Qhozali my oldest brotherthe independent one, and my little sister Rachmadhania.

10. Sahabat-Sahabatku di bangku kuliah, Merliana Wati S.AN dan Wiwik vofilia (trimakasih sudah mengisi hari-hariku di kampus dengan semangat,


(7)

canda, dan tawa), Annisa Lestari (kareem nan mulia), dan Dian Kumala (Semangat Dian!). Teman-temans seperjuanganku Annisa Agustina S.AN (teman senasib yang kompre di tanggal yg sama), Wiwik Nurhayati, Siah, Manda (lanjutkan perjuangan kalian), dan Sila. Teman-teman spesialku, Sari, Seva, Devita, Regina dan Shendy Edo (semangat nyusun skripsinya). 11. Teman-teman ANE’08: Nita, Rahma, Nanda, Cici, Step, Tiara, Rosta

Intan, Rendi, Beni, Andreas, Okta, Rima, Yani, Upik, Joko, dan lain-lain. 12. Kakak-kakak di Administrasi Negara mbak Deby dan kak Rio (maaf yah

kalau aku banyak tanya soal SPSS sama kalian), mba Yunita, Mba Melli, Mbak Sinta, Kak Angga, Kak Tomas (Ayo dilanjutin perjuangannya). 13. Teman-teman (keluarga) selama KKN di Negla Sari (desa di pelosok

Prengsewu yang akses jalannya bergradasi dan belum disentuh PLN), Effelina (my bathmath), mbak dokter Ayu (si ketua), Vivi Dwi Eli Yana Sari (teman adu debatku), Irshad dan Derry. Kangen kalian semua.

14. Seluruh pihak yang telah membantu dan menemani penulis selama penelitian dan semasa kuliah yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih yang tulus selalu untuk semuanya.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, 14 Februari 2013 Penulis


(8)

Halaman

JUDUL ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kebijakan ... ... 14

1.1 Pengertian Kebijakan ... 14

1.2 Model-Model Implementasi Kebijakan ... 18

1.3 Podel Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat ... 24

2. Konsep Kredit Usaha Rakyat ... 26

2.1 Pengertian Kredit ... 26

2.2 Tinjauan tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) ... 28

3. Konsep Pemberdayaan ... 32

3.1 Pengertian Pemberdayaan ... 32

3.2 Dimensi dan Indikator Pemberdayaan... 34

3.3 Indikator Pemberdayaan UMKM ... 38

4. Konsep UMKM ... 40

4.1 Pengertian UMKM ... 40

4.1 Kelebihan dan Kelemahan UMKM ... 44

5. Hubungan Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan ... 45

6. Kerangka Pikir ... ... 46

7. Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian ... 49

2. Lokasi Penelitian ... 49


(9)

4. Definisi Operasional... 51

5. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 51

5.1 Populasi ... 51

5.2 Sample ... 52

5.3 Teknik Pengambilan Sampel... 51

6. Teknik Pengumpulan Data ... 53

7. Teknik Pengolahan Data ... 54

8. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 55

8.1 Uji Validitas .... ... 55

8.2 Uji Reliabilitas ... 57

9. Teknik Analisis Data... 59

9.1 Statistik Deskriptif ... 59

9.2 Uji Normalitas .. ... 60

9.3 Statistik Inferensial ... 60

9.3.1 Analisis Regresi Linear Sederhana ... 61

10.Uji Hipotesis ... ... 62

10.1. Uji t-statistik ... 62

10.1. Uji F-statistik ... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

2. Deskripsi Umum Responden ... 69

3. Analisis Statistik Deskriptif ... 72

4. Uji Normalitas ... 97

5. Analisis Statistik Inferensial ... 99

5.1 Analisis Regresi Linear Sederhana... 99

6. Uji Hipotesis ... 103

7. Pembahasan... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 115

2. Saran ... ... 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

Tabel 1. Data Perkembangan UMKM Kota Bandar Lampung Tahun

2009-2011 ... 4

Tabel 2. Perkembangan KUR Nasional menurut Bank Pelaksana Per Desember 2011... 9

Tabel 3. Data Realisasi KUR Mikro BRI Kota Bandar Lampung per Desember 2011... 10

Tabel 4. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Ekonomi ... 37

Tabel 5. Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 51

Tabel 6. Interpretasi Skor Jawaban ... 53

Tabel 7. Pengujian Validitas ... 56

Tabel 8. Indikator Tingkat Reliabilitas ... 58

Tabel 9. Uji Reliabilitas ... 58

Tabel 10. Klasifikasi Nilai Kategorisasi Rata-Rata ... 60

Tabel 11. Pedoman Interpretasi Terhadap Koeisien Korelasi... 61

Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Kelompok Usia ... 70

Tabel 13. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 71

Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

Tabel 15. Jumlah Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 72

Tabel 16. Statistik Deskriptif Penjaminan Kredit oleh Pemerintah ... 73

Tabel 17. Statistik Deskriptif Bunga Kredit ... 77

Tabel 18. Statistik Deskriptif Prosedur Penyaluran KUR ... 80

Tabel 19. Statistik Deskriptif Bersifat Kredit Umum (serba Usaha) ... 83

Tabel 20. Statistik Deskriptif Ketersediaan Lembaga Keuangan/Bank ... 85

Tabel 21. Statistik Deskriptif Pengembalian Pinjaman ... 86

Tabel 22. Statistik Deskriptif Penggunaan Pinjaman ... 88

Tabel 23. Statistik Deskriptif Omzet/Volum Usaha ... 90

Tabel 24. Statistik Deskriptif Laba Usaha ... 93

Tabel 25. Statistik Deskriptif Penyerapan Tenaga Kerja ... 95

Tabel 26. Korelasi ... 99

Tabel 27. Koefisien Determinasi ... 100

Tabel 28. ANOVA ... 101

Tabel 29. Uji Regresi ... 102

Tabel 30. Skor dan Kategorisasi Implementasi Kebijakan KUR dan Pemberdayaan UMKM ... 105


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 48

Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi BRI ... 66

Gambar 3. Grafik Histogram ... 97


(12)

1. Latar Belakang

Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan hukum tertulis bangsa Indonesia menyebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, namun dalam pelaksanaan tujuan tersebut tentunya tidaklah lepas dari permasalahan-permasalahan yang ada.

Suatu masalah didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan dari sebagian orang yang menginginkan pertolongan atau perbaikan (Winarno, 2012:80). Sementara itu, suatu masalah akan menjadi permasalahan publik jika melibatkan banyak orang dan mempunyai akibat tidak hanya pada orang-orang yang secara langsung terlibat, tetapi juga sekelompok orang lain secara tidak langsung terlibat (Winarno, 2012:80).

Salah satu sarana bagi pemerintah untuk memecahkan masalah-masalah publik yaitu melalui kebijakan publik. Chandler dan Plano (Tangkilisan, 2003:1) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau


(13)

2

pemerintahan. Apapun bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tujuan akhirnya adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Setiap kementrian bisa saja mempunyai kebijakan yang berbeda antara satu dengan lainnya, akan tetapi pada akhirnya kebijakan tersebut akan bermuara pada satu muara yaitu kesejahteraan bangsa Indoneasia.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar memberi dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2012:47).

Memajukan kesejahteraan umum merupakan agenda utama pemerintah dalam membuat kebijakan, akan tetapi permasalahan ini tidak pernah selesai. Kondisi ini menjadi indikator bahwa masyarakat belum berperan sebagai subyek dalam pembangunan nasional. Rakyat perlu dibekali modal material dan mental, untuk sampai pada tujuan tersebut. Indikator ini juga telah menginspirasikan perlunya pemberdayaaan ekonomi rakyat yaitu perekonomian yang bercorak kerakyatan.

Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih tinggi. Memberdayakan ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan kewajiban mutlak dari suatu negara. Bagi bangsa Indonesia yang


(14)

berazaskan Pancasila, menggerakkan ekonomi adalah untuk mencapai tujuan kemakmuran bersama seperti yang dinyatakan dalam sila ke lima dari Pancasila

yaitu “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Selain itu dalam pembangunan di bidang ekonomi harus menekankan azas kekeluargaan, dan penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu cara meningkatkan peran masyarakat dalam memajukan kesejahteraan sebagian besar rakyat Indonesia.

UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi paska krisis ekonomi (DEPKOMINFO, 2008:13). Secara nyata UMKM juga sebagai sektor usaha yang berperan besar terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan terbukti telah mampu menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri sehingga sangat membantu dalam mengurangi jumlah pengangguran.

UMKM di Kota Bandar Lampung khususnya, hingga tahun 2011 telah mengalami peningkatan jumlah dan penyerapan tenaga kerja. Usaha mikro yang berjumlah 17.797 unit telah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 20.674, usaha kecil yang berjumlah 13.378 menyerap tenaga kerja sebanyak 26.754, dan usaha menengah yang berjumlah 5.065 menyerap tenaga kerja sebanyak 10.032 orang. Hal ini terlihat dari data perkembangan UMKM berikut ini:


(15)

4

Tabel 1. Data Perkembangan UMKM Kota Bandar Lampung Tahun 2009-2011

No. Bidang Usaha Jumlah Usaha (Unit) Tenaga Kerja (Orang) 2009 2010 2011 2009 2010 2011 1 Usaha Mikro 16.987 17.752 17.797 33.974 35.504 35.611 2 Usaha Kecil 12.749 13.337 13.378 25.498 26.674 26.754 3 Usaha Menengah 4.824 5.041 5.065 9.648 10.002 10.032 Jumlah Total 34.560 36.130 36.240 69.120 72.180 72.397 Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung

tahun 2011

Berdasarkan data tersebut, terlihat peningkatan jumlah unit dan tenaga kerja yang dihasilkan UMKM Kota Bandar Lampung setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa UMKM merupakan bagian integral dari usaha nasional yang mampu menyerap tenaga kerja dan memiliki peran terhadap pertumbuhan ekonomi rakyat. Keunggulan UMKM dalam hal ini karena adanya beberapa karakter spesifik UMKM (DEPKOMINFO, 2008:13), yaitu : (1) lebih fleksibel, (2) cepat merespon perubahan pasar, (3) dapat mengalami peningkatan produktivitas apabila terjadi perubahan investasi, (4) tahan terhadap fluktuasi ekonomi, dan (5) penggunaan modal yang relatif efisien.

Selain memiliki keunggulan yang sangat prospektif di atas, UMKM juga menghadapi permasalahan yang tidak sedikit. Pemberdayaan UMKM sampai sekarang ini masih bergelut pada masalah-masalah klasik seperti (1) kesulitan akses terhadap permodalan, (2) kurangnya kemampuan dalam identifikasi pasar, (3) keterbatasan teknologi dan informasi, (4) kualitas SDM yang belum maksimal, dan (5) keterbatasan sarana (www.kemenperin.go.id, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012).


(16)

Mempertimbangkan kondisi UMKM sebagaimana telah disebutkan di atas, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres No. 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan UMKM mencakup:

a. Peningkatan akses pada sumber pembiayaan b. Pengembangan kewirausahaan

c. Peningkatan pasar produk UMKM dan koperasi d. Reformasi regulasi UMKM dan koperasi.

Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan dengan memberikan kredit modal kerja atau investasi dengan pola penjaminan kredit bagi UMKM. Pada tanggal 5 November 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kantor Pusat BRI Jakarta (DEPKOMINFO, 2008:19).

Kredit Usaha Rakyat yang selanjutnya disebut KUR adalah kredit modal kerja dan atau kredit investasi yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM dan koperasi yang feasible, maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan tetapi belum bankable atau belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan atau pembiayaan dari bank pelaksana antara lain dalam hal penyediaan agunan (jaminan kredit) dan


(17)

6

pemenuhan persyaratan perkreditan atau pembiayaan yang sesuai dengan ketentuan bank pelaksana termasuk sektor UMKM, memiliki usaha produktif yang didukung dengan program penjaminan (komite-kur.com, diakses pada tanggal 10 April 2012).

Peluncuran KUR tersebut merupakan tindak lanjut dari ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin (Perum Jaminan Kredit Indonesia dan PT Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia.

Pemberdayaan UMKM perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya. Sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Diharapkan dengan adanya KUR, UMKM mampu bertahan menguatkan dan memulihkan perekonomian nasional disamping bisa lebih berdaya yang menuju kepada kesejahteraan. KUR bertujuan memberikan bantuan secara materil terhadap UMKM, dimana modal merupakan permasalahan utama bagi UMKM dalam


(18)

mengembangkan usahanya. KUR merupakan kebijakan nasional yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM.

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum KUR (komite-kur.com, diakses pada 10 April 2012), antara lain:

a. Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Koperasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

b. MoU (Memorandum of Understanding) antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007.

c. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan Kredit.

d. Addendum I MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008.

e. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKM dan Koperasi.

f. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan. g. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR.

h. Addendum II MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010.

i. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat.


(19)

8

j. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

Salah satu landasan operasional KUR adalah Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan, yang mengatur lembaga penjaminan baik lembaga keungan yang berbentuk bank maupun lembaga keuangan bukan bank yang akan memberikan penjaminan kredit. KUR dengan fasilitas penjaminan kredit dari pemerintah melalui PT. Asuransi Kredit indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (JAMKRINDO).

Tahap awal dilaksanakan KUR hanya terbatas oleh 6 bank nasional yang ditunjuk oleh pemerintah saja. Pemerintah melalui Peraturan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: KEP-07/M.EKON/01/2010 tentang Penambahan Bank Pelaksana KUR, bank pelaksana tambahan tersebut antara lain melibatkan 13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) di seluruh Indonesia.

Penelitian ini memfokuskan pada salah satu bank penyelenggara KUR yaitu Bank BRI. Bank BRI membagi KUR menjadi dua jenis yaitu KUR ritel dan KUR mikro. KUR ritel yaitu KUR dengan plafond kredit Rp. 20 juta sampai dengan Rp. 500 juta, yang dilayani hanya oleh Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Sedangkan KUR mikro yaitu KUR dengan plafond kredit Rp. 500 ribu sampai dengan Rp. 20 juta yang dilayani melalui seluruh kantor BRI Unit (www.bri.co.id, diakses pada 16 Mei 2012). Keunikan dari Bank BRI yaitu Bank BRI merupakan satu-satunya bank penyelenggara KUR yang diberikan kepercayaan oleh


(20)

pemerintah untuk menyalurkan KUR mikro. Bank BRI sendiri merupakan bank pelopor KUR, selain itu Bank BRI juga tercatat sebagai bank dengan debitur KUR terbanyak dan penyalur KUR terbesar di Indonesia dibandingkan bank-bank penyelenggara KUR lainnya. Hal ini terbukti dari data perkembangan KUR nasional menurut bank pelaksana periode tahun 2011 di bawah ini:

Tabel 2. Perkembangan KUR Nasional menurut Bank Pelaksana per Desember 2011

No. Bank Pelaksana Jumlah Debitur

Total Kredit (Rp. Miliar)

1. BNI 77.40 3.618,13

2. BRI (KUR Ritel) 64.373 4.661,74 3. BRI (KUR Mikro) 5.319.572 10.550,35 4. Bank Mandiri 151.188 4.706,66

5. BTN 11.029 1.184,74

6. BUKOPIN 7.610 419,79

7. BSM 16.792 1.036,67

8. Bank Nagari 12.871 318,73

9. Bank DKI 1.446 129,59

10. Bank Jabar Banten 16.922 1.132,45 11. Bank Jateng 12.290 527,96

12. Bank DIY 492 37,07

13. Bank Jatim 20.776 1.736,61

14. Bank NTB 795 44,08

15. Bank Kalbar 1.243 100,09

16. Bank Kalteng 1.671 47,75

17. Bank Kalsel 1.786 100,81

18. Bank Sulut 1.777 35,02

19. Bank Maluku 1.565 37,74

20. Bank Papua 1.132 60,40

Total 5.722.470 30.486,37 Sumber: Statistik Perekonomian Triwulan IV, 2011:72-73.

Sebagian besar penyaluran dana KUR hingga Desember 2011 disalurkan melalui Bank BRI yaitu BRI KUR Mikro 47%, dan BRI KUR Ritel 15% (Statistik Perekonomian Triwulan IV, 2011:70). Berdasarkan pada data di atas jumlah debitur KUR mikro lebih banyak dari pada jumlah debitur KUR ritel, maka dari


(21)

10

itu peneliti lebih memilih debitur KUR mikro sebagai objek penelitian dalam penelitian ini. Berikut merupakan data realisasi KUR mikro Bank BRI di Kota Bandar Lampung:

Tabel 3. Data Realisasi KUR Mikro BRI Kota Bandar Lampung per Desember 2011

No. BRI Unit Jumlah Debitur

Total Kredit (Rupiah) 1. Unit Antasari 160 547.103.930 2. Unit Bambu Kuning 326 2.260.885.242 3. Unit Panjang 304 1.092.194.338 4. Unit Bandar Lampung 166 1.271.538.025 5. Unit Kedaton 325 1.263.053.345 6. Unit Kemiling 80 410.640.850 7. Unit Pasar Tugu 244 877.779.300 8. Unit Way Halim 212 1.479.589.147 9. Unit Bumi Waras 74 246.792.850 10. Unit Pasar Induk 102 334.885.013 11. Unit Teluk Betung 64 361.664.613 Sumber: Data Realisasi KUR BRI Kantor Cabang Tanjung Karang

Peneliti memilih Bank BRI Unit Bambu Kuning sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan data realisasi KUR mikro BRI Kota Bandar Lampung di atas, BRI Unit Bambu Kuning adalah unit BRI yang memiliki debitur KUR mikro terbanyak, selain itu dana yang tersalurkan juga lebih besar jika dibandingkan dengan BRI unit lainnya di Kota Bandar Lampung. Diharapkan dengan adanya KUR, UMKM Kota Bandar Lampung dapat lebih berdaya dan bisa memberikan kontribusi yang lebih terhadap peningkatan perekonomian masyarakat, dan sekaligus meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.

Sama seperti berbagai kebijakan pemerintah dibidang perkreditan lainnya, dari aspek jumlah dana yang tersalur dan jumlah nasabah yang mendapatkan pinjaman, KUR telah berhasil melampaui target. Terbukti dari data penyaluran


(22)

KUR nasional tahun 2011 meningkat sangat pesat mencapai Rp 29 triliun, naik 68,6% dari penyaluran tahun 2010 sebesar Rp 17,2 triliun atau mencapai 45% diatas target tahun 2011 sebesar Rp 20 triliun, dengan jumlah debitur 1,9 juta UMKM (komite-kur.com, diakses pada 04 November 2012). Selain keberhasilannya dalam melampui target, dalam implementasinya KUR juga mengalami kendala-kendala.

Antara lain masih adanya berbagai isyu yang menyatakan bahwa program ini masih sulit di akses karena kalangan bank penyalur masih mensyaratkan adanya agunan yang cukup besar, selain itu ditemukan beberapa masyarakat yang menggunakan KUR bukan dipakai sebagai modal usaha melainkan untuk kredit konsumtif (Syarif, 2011:2). Paradigma ini harus dirubah dalam masyarakat, sebab penyaluran KUR merupakan bentuk bantuan pemerintah untuk memotivasi UMKM untuk dapat mengembangkan usahanya. KUR yang disalahgunakan oleh masyarakat hanya akan menghambat kebijakan ini karena akan menyebabkan kepercayaan perbankan kepada masyarakat akan menurun.

Akibat kurangnya sosialisasi juga mengakibatkan sulitnya memperoleh calon debitur yang kredibel. Sedangkan dari sisi debitur, kendala-kendala yang dihadapi UMKM adalah sulitnya pemenuhan aspek legalitas seperti izin usaha, analisis kebutuhan kredit, dan agunan tambahan. Selain itu masih adanya anggapan bahwa KUR adalah dana bantuan pemerintah sehingga kadang dianggap masyarakat tidak perlu dikembalikan, hal ini mempengaruhi tingkat pengembalian KUR dari debitur kepada BRI dan juga tingkat realisasi KUR BRI secara keseluruhan (PRG BRI, 2010:21)


(23)

12

Masalah lain juga muncul dari segi manajemen UMKM, tidak adanya kompetensi pengalaman dan kemampuan pengambilan keputusan yang rendah dari pemilik usaha adalah masalah utama dari kebanyakan UMKM. Para manajer yang sebagian merangkap sebagai pemilik usaha biasanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengoperasikan usaha, kemampuan kepemimpinan dan pengetahuan tentang bisnis yang rendah, dan pengendalian keuangan yang rendah menyebabkan lemahnya manajemen strategi usaha.

Melihat permasalahan yang timbul dari implementasi kebijakan KUR dan pemberdayaan UMKM di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Implementasi Kebijakan KUR Terhadap Pemberdayaan

UMKM (Studi pada Bank BRI Unit Bambu Kuning di Tahun 2011)”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah, rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah implementasi kebijakan KUR berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan UMKM?

b. Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM?


(24)

3. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui pengaruh implementasi kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM.

b. Mengetahui besarnya pengaruh implementasi kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM.

4. Kegunaan Penelitian

a. Manfaat teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu Administrasi Negara, khususnya studi implementasi kebijakan publik.

b. Manfaat Praktis: diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah dan perbankan dalam mengimplementasikan kebijakan KUR, dan diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian sejenis khususnya kebijakan KUR dan pemberdayaan UMKM.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Kebijakan

1.1 Pengertian Kebijakan dan Implementasi Kebijakan

Kebijakan pemerintah sangat terkait dengan masalah-masalah publik atau masalah-masalah pemerintah yang ada pada suatu negara. Kenyataannya kebijakan telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Kebijakan publik dapat dikatakan merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah demi kepentingan kelompok-kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat.

Pengertian dari kebijakan dikemukakan oleh Anderson (Wahab, 2005:3) sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Konsep tersebut membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dan keputusan (decision), yang mengandung arti pemilihan di antara sejumlah alternatif yang tersedia.


(26)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Wahab, 2005:2), kebijakan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau sempit, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mengkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasr pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencan.

Salah satu pengertian mengenai kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye (Santoso: 2009:27) yang mendefinisikannya sebagaiwhatever government choose to do or not to do (pilihan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak). Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu harus ada tujuannya dan kebijakan publik itu meliputi semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Harold Laswell dan Abraham Kaplan (Nugroho, 2008:53) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan prakti-praktik tertentu (a projected program of goals, values, and practices). Selanjutnya Carl I. Friedrick (Nugroho, 2008:53) mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.


(27)

16

Lebih lanjut Richard Rose (Winarno, 2012:20) menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Berdasarkan definisi ini Rose menegaskan bahwa kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan Chaizi Nasucha (Pasolong, 2010:39), berpendapat bahwa kebijakan publik adalah kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis. Selanjutnya

Robert Eyestone (Winarno, 2012:20), mengatakan bahwa ”secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”.

Riant Nugroho (2008:55) merumuskan definisi yang sederhana bahwa kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah aturan/kegiatan/program yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan tersebut mempunyai arah atau


(28)

pola kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu agar tercipta hubungan yang harmonis antara pemerintah dan lingkungannya.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Ripley dan Franklin (Winarno, 2012:148) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis pengeluaran yang nyata (tangible output).

Sedangkan menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sebatier (Wahab, 2005:65) implementasi kebijakan didefinisikan sebagai memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Sementara itu, Grindle (Winarno, 2012:149) juga memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuaan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan

pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya “sebuah

sistem pengiriman kebijakan”, di mana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.


(29)

18

Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2005:65) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden) yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan.

1.2 Model-Model Implementasi Kebijakan

Penggunaan model implementasi dalam rangka keperluan penelitian/analisis sedikit banyak akan bergantung pada kompleksitas yang dikaji serta tujuan dan analisis itu sendiri. Terdapat beberapa model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh para ahli, diantaranya yaitu:

1.2.1 Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn

Model implementasi Donald Van Meter dan Carl Van Horn (Nugroho, 2008:438) mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variable berikut:


(30)

a. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorgaanisasi. b. Karakteristik agen pelaksana/implementor.

c. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.

d. Kecendrungan (disposition) pelaksana/implementor.

1.2.2 Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier

Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (Wahab, 2005:81) berpendapat bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijaksanaan negara ialah mengidentifikasikan variable-variable yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada proses implementasi.Variable-variable yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori besar, yaitu:

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.

b. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, dan

c. Pengaruh langsung berbagai variable politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang memuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.

1.2.3 Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Model implementasi kebijakan selanjutnya adalah model yang dikembangkan oleh George Edward III. Menurut George Edward III (Winarno, 2012:177) mengemukakan bahwa dalam implementasi kebijakan diperlukan variabel-variabel pelaksanaan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu :


(31)

20

a. Komunikasi memegang peranan penting dalam proses kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melakasanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diikuti. Komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung tidak efektif.

b. Sumber-sumber dapat merupakan faktor yang penting, meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, keefektifan wewenang, dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

c. Kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.


(32)

d. Struktur birokrasi yang melaksanakan kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi. Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya (Standard Operating Prosedure, SOP). Prosedur-prosedur biasa ini dalam menanggulangi keadaan-keadaan umum digunakan dalam organisasi-organisasi publik dan swasta, dengan menggunakan SOP para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Selain itu, SOP juga menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas, yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar, dan menghindari fragmentasi organisasi.

1.2.4 Model Implementasi Kebijakan Hogwood dan Gunn

Selanjutnya yaitu model yang dikemukakan oleh dua orang ahli Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (Wahab, 2005:71) berpendapat untuk dapat melaksanakan kebijakan Negara secara sempurna (perfect Implementation)

diperlukan beberapa syarat yang dikenal dengan “The Top Down Approach” meliputi :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.

b. Pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.


(33)

22

d. Kebijaksanaan yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubung.

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

1.2.5 Model Implementasi Kebijakan Elmore

Model ini disusun oleh Richard Elmore, Michael Lipsky, dan Benny Hjern &

David O’Porter (Nugroho, 2008:446). Model ini diberi label “RE, dkk” yang terletak di kuadran “bawah ke puncak” dan lebih berada di “mekanisme pasar”. Model ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya di tataran harapan, keinginan, publik yang menjadi target atau klientnya, dan sesuai pula dengan pejabat eselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan model seperti ini biasanya diprakarsai oleh masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga nirlaba kemasyarakatan (LSM).


(34)

1.2.6 Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

Menurut model Grindle (Agustino, 2008:154) pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai. Kebijakan implementasi publik dipengaruhi oleh implementabilitykebijakan itu senditi, meliputi:

a. Content of policy, meliputi: (1) kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, (2) tipe manfaat, (3) derajat perubahan yang ingin dicapai, (4) letak pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, (6) sumber-sumber daya yang digunakan.

b. Context of policy, meliputi: (1) kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor-aktor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga-lembaga dan rezim yang berkuasa, (3) tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

Keunikan model Grindle terletak pada pemahamannya yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan (Nugroho, 2008:445).


(35)

24

1.2.7 Model Implementasi Kebijakan menurut Hoogerwerf

Model implementasi kebijakan yang ketujuh adalah model kerangka pemikiran yang dikemukakan oleh Hoogerwerf. Menurut Hoogerwerf (Tachjan, 2003:42) sebab dan musabab yang mungkin menjadi dasar dari kegagalan implementasi kebijakan sangat berbeda-beda satu sama lain. Sebab musabab ini ada sangkut pautnya berturut-turut dengan isi (content) dari kebijakan yang harus diimplementasikan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat pada implementasi kebijakan, banyaknya dukungan dari kebijakan yang harus diimplementasikan dan akhirnya pembagian dari potensi-potensi yang ada (struktur organisasi, perbandingan kekuasaan, dan sebagainya).

1.3. Podel Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat

Menurut Syarif (2011:5-7) ada beberapa aspek pola pelaksanaan KUR yang menjadikan program kebijakan ini layak untuk dikembangkan dalam rangka mendukung perkuatan permodalan dan pemberddayaan UMKM, antara lain:

a. Adanya penjaminan kredit dari pemerintah. KUR merupakan satu-satunya kebijakan perkreditan yang dirancang berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di lapangan yaitu kesulitan mengakses kredit, karena rendahnya kepemilikan asset UMKM untuk dijadikan agunan. Melalui KUR pemerintah memfasilitasi UMKM untuk mengakses kredit dengan sistem penjaminan sehingga UMKM tidak perlu menghawatirkan lagi tentang permasalahan agunan.


(36)

b. Rendahnya bunga kredit. Bunga kredit KUR berkisar antara 14 sampai dengan 22% dirancang untuk memberikan solusi dari opini yang menyatakan bahwa UMKM tidak mampu membayar tingkat bunga bank komersial yang dinilai relatif tinggi

c. Prosedur penyaluran. Prosedur penyaluran KUR tidak melibatkan banyak pihak, karena KUR merupakan kredit komersial yang sebagian jaminan ditanggung pemerintah melalui perusahaan penjaminan. Bank sebagai pemilik uang dan sebagai eksekutor kredit dalam menyalurkan kredit tidak terikat atau perlu meminta rekomendasi dari pihak manapun. Bank langsung dapat memutuskan pemberian kredit berdasarkan kelayakan usaha yang akan dilaksanakan (feasiblelity) dan kelayakan pengusaha sebagai debitur (bankablelity).

d. Bersifat kredit umum. Pinjaman KUR dapat digunakan untuk berbagai keperluan produktif atau kredit serba usaha yang tidak terikat untuk mendukung suatu kegiatan program pemerintah. Hal ini juga menjadi salah satu ciri khusus dari program KUR yang membedakan dari berbagai program perkreditan yang bersumber dari pemerintah sejak era tahun tujuhpuluhan yang lalu. KUR juga merupakan terobosan yang inovatif sesuai dengan kebutuhan kalangan UMKM.

e. Ketersediaan lembaga keuangan/bank. KUR dilaksanakan oleh 6 bank nasional baik BUMN maupun bank milik swasta, dibantu oleh 13 BPD. Jumlah bank yang melaksanakan KUR tersebut diseluruh indonesia diprediksikan sekarang ini terdapat 36.276 unit kantor cabang atau kantor kas pembantu yang siap melayani penyaluran KUR.


(37)

26

Berkaitan dengan pengaruh implementasi kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM teraplikasi sebagai berikut: berhasil atau tidaknya dalam rangka pencapaian tujuan memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu implementasi kebijakan. Model implementasi kebijakan yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah model implementasi kebijakan KUR yang dikemukakan oleh Syarif karena model ini dinilai memiliki korelasi yang kuat terhadap pemberdayaan UMKM dibandingkan dengan model-model lainnya.

2. Konsep Kredit Usaha Rakyat

2.1 Pengertian Kredit

Pengertian kredit menurut asal mula kata “kredit” dari kata credere, yang dalam bahasa Yunani artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperolah kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali (Muljono, 2007:8). Pengertian kredit dalam praktik sehari-hari selanjutnya berkembang lebih luas lagi.

Menurut Kohler (Muljono, 2007:9) kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakuakan ditangguhkan pada sewaktu jangka waktu yang disepakati. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan Indonesia, pengertian kredit ini telah dirumuskan dalam Bab 1, pasal 1 ayat 12 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang merumuskan sebagai berikut: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


(38)

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,

imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

Muljono (2007:10) memberikaan beberapa kesimpulannya mengenai kredit, yaitu: a. Adanya suatu penyerahan uang/tagihan atau dapat juga barang yang menimbulkan tagihan tersebut kepada pihak lain dengan harapan memberi pinjaman ini bank akan memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi bank yang bersangkutan.

b. Proses kredit itu telah didasarkan pada suatu perjanjian yang saling mempercayai kedua belah pihak akan mematuhi kewajibannya masing-masing.

c. Suatu pemberian kredit terkandung kesepakatan perlunasan utang dan bunga akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa kredit dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Kemudian adanya kesepakatan antara bank sebagai kreditur dan nasabah penerima kredit sebagai debitur, dengan perjanjian yang telah dibuat. Sebuah perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat.


(39)

28

2.2 Tinjauan tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Tanggal 5 November 2007, presiden meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari pemerintah melalui PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun bank pelaksana yang menyalurkan KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan 13 BPD. KUR ini merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan Koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan dan jasa keuangan simpan pinjam.

Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung, maksudnya UMKM dapat langsung mengakses KUR di kantor cabang atau kantor cabang pembantu bank pelaksana. Supaya lebih mendekatkan pelayanan kepada usaha mikro, maka penyaluran KUR dapat juga dilakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat mengakses KUR melalui Lembaga Keuangan Mikro dan KSP/USP Koperasi, atau melalui kegiatan linkage program lainnya yang bekerja sama dengan bank pelaksana (http://komite-kur.com, diakses pada tanggal 1 Mei 2012).

KUR adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelaksana dengan debitur KUR yang mewajibkan debitur KUR untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Mantik, 2010:31).


(40)

Pengertian KUR Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, pengertian KUR adalah kredit atau pembiayaan kepada UMKM-K (Usaha Mikro, Kecil, Menengah-Koperasi) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif .

Sedangkan pengertian KUR menurut Komite KUR yaitu kredit/pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM-K yang feasible tapi belum bankable. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam.

Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada UMKMK (2010:4) mendefinisikan KUR sebagai kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi kepada UMKMK di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum bankable yang sebagian dijamin oleh Perusahaan Penjamin. Yang dimaksud usaha produktif, usaha layak, dan belumbankableadalah:

a. Usaha produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha.

b. Usaha layak (feasible) adalah usaha calon debitur yang menguntungkan/memberikan laba sehingga mampu membayar bunga/marjin dan mengembalikan seluruh hutang/kewajiban pokok


(41)

30

Kredit/Pembiayaan dalam jangka waktu yang disepakati antara bank pelaksana dengan debitur KUR

c. Belum bankable adalah UMKMK yang belum dapat memenuhi persyaratan perkreditan/pembiayaan dari bank.

Pengertian KUR menurut Bank Mandiri adalah kredit untuk pembiayaan usaha produktif segment mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang layak/feasible namun belum bankable untuk modal kerja dan/atau kredit investasi melalui pola pembiayaan secara langsung maupun tidak langsung (linkage) yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit dengan kriteria sebagai berikut:

a. Tidak sedang menerima kredit dari perbankan/kredit program dari pemerintah.

b. UMKM yang sedang menerima kredit konsumtif dari perbankan: Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), kartu kredit, dan kredit konsumtif lainnya diperbolehkan menerima KUR (www.bankmandiri.co.id, diakses pada tanggal 16 Mei 2012).

Menurut Kementrian Koperasi dan UKM, KUR adalah skema kredit/pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dan Koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir diluncurkan KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja (www.depkop.go.id, diakses pada tanggal 16 Mei 2012).


(42)

Selanjutnya Departemen Komunikasi dan Informatika memberikan pengertian mengenai KUR sebagai kredit/pembiayaan dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Penjaminan KUR tersebut diberikan dalam rangka meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM-K) pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (DEPKOMINFO, 2008:10).

Lebih lanjut Bank BRI mendefinisikan KUR sebagai kredit atau pembiayaan modal kerja dan atau Investasi kepada UMKM dan Koperasi di bidang usaha yang produktif dan layak namun belum bankable dengan plafon kredit sampai dengan Rp. 500 juta yang dijamin oleh perusahaan penjamin dan besarnya coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit. Dana KUR 100% bersumber dari dana bank (PRG BRI, 2011:4).

Berdasarkan beberapa definisi KUR di atas dapat disimpulkan bahwa KUR adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM yang memiliki usaha yang produktif dan layak (feasible) namun belum mampu memenuhi persyaratan perkreditan/pembiayaan dari bank (bankable) dalam bentuk pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi yang dijamin oleh pemerintah melalui lembaga penjamin kredit sebesar 70%, tujuan dari KUR yaitu untuk memberdayakan UMKM.


(43)

32

3. Konsep Pemberdayaan

3.1 Pengertian Pemberdayaan

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal

dari kata ’power’ (kekuasaan atau keberdayaan), karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep kekuasaan (Suharto, 2010:57). Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport dalam Suharto, 2010:59).

Menurut Parsons (Suharto, 2010:58) pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Selanjutnya Suharto (2010:60) memberi pengertian pemberdayaan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individi yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam


(44)

memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, menjelaskan definisi pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai (www.pnpm-perdesaan.or.id, diakses pada tanggal 16 Mei 2012).

Pengertian lain dari pemberdayaan dikemukakan oleh Prijono (Wrihatnolo dan Nugroho, 2007:17-18). Prijono menjelaskan bahwa istilah pemberdayaan sering kali diartikan dalam konteks kemampuan meningkatkan keadaan ekonomi individu. Selain itu pemberdayaan merupakan konsep yang mengandung makna perjuangan bagi mereka yang terlibat dalam perjuangan tersebut, dengan demikian proses pemberdayaan merupakan tindakan usaha perbaikan atau peningkatan ekonomi, politik, sosial budaya, psikologi baik secara individual maupun kolektif yang berbeda menurut kelompok etnik maupun kelas sosial.


(45)

34

Memberdayakan orang berarti mendorong mereka menjadi lebih terlibat dalam keputusan dan aktivitas yang mempengaruhi pekerjaan mereka (Smith dalam Wibowo, 2007: 112). Sementara itu Greenberg dan Baron memberikan pengertian pemberdayaan sebagai suatu proses dimana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonomi dan keleluasaan dalam hubungannya dalam pekerjaan mereka (Wibowo, 2007: 112).

Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan masyarakat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses membangun individu atau masyarakat melalui pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan prilaku masyarakat, dan pengorganisasian masyarakat. Tujuan dari pemberdayaan yaitu untuk mengembangkan kemampuan masyarakat, mengubah prilaku masyarakat, dan mengorganisir diri masyarakat. Kemampuan yang dapat dikembangkan oleh masyarakat yaitu, kemampuan untuk berusaha, kemampuan dalam mencari informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan, dan masih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.

3.2 Dimensi dan Indikator Pemberdayaan

Upaya untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui barbagai indikator pemberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Menurut Kieffer (Suharto, 2010:63) pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Sedangkan menurut


(46)

Wrihatnolo dan Nugroho (2007:68) dimensi dan indikator dalam pemberdayaan, antara lain:

a. Dimensi masyarakat sebagai subjek pembangunan, dengan indikator: 1) Partisipatif

2) Desentralisasi 3) Demokrasi 4) Transparansi 5) Akuntabilitas

b. Dimensi penguatan kelembagaan masyarakat, dengan indikator: 1) Pembentukan dan penguatan kelembagaan

2) Pelatihan bagi pengelolaan masyarakat 3) Desentralisasi kepada lembaga masyarakat 4) Partisipasi lembaga masyarakat

c. Dimensi kapasitas dan dukungan pemerintah, dengan indikator: 1) Kepastian aparat dalam memberikan fasilitas

2) Kepastian aparat dalam mendukung dan melakukan pendampingan d. Dimensi upaya penanggulangan kemiskinan, dengan inndikator:

1) Pemetaan kemiskinan

2) Kesesuaian kebutuhan dengan kebutuhan 3) Coverageprogram

4) Ketetapan pemberian dana dan kemampuan pengelolaan secara langsung.


(47)

36

Selanjutnya Schuler, Hashemi, dan Riley mengembangkan delapan indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai indeks pemberdayaan (Suharto, 2010: 63), antara lain:

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, rumah ibadah, dan lain-lain. b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang kebutuhan. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

c. Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier.

d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan rumah tangga.

e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah satu tahun terkhir ada orang yang melarang bekerja di luar rumah atau mempunyai anak dan lain-lain.

f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris, dan lain-lain.

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap berdaya jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau protes.

h. Jaminan ekonomi atau kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan, dan lain-lain.


(48)

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan masyarakat yang menyangkut kemampuan ekonomi dan dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan. Berikut ini tabel indikator pemberdayaan ekonomi yang dikontrol melalui empat dimensi kekuasaan:

Tabel 4. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Ekonomi

No. Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi

1. Kekuasaan di dalam meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah

a. Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya

b. Keinginan memiliki kesempatan ekonomi yang setara

c. Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumah tangga dan masyarakat

2. Kekuasaan untuk meningkatkan kemampuan individu untuk berubah; meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses

a. Akses terhadap pelayanan keuangan mikro b. Akses terhadap pendapatan

c. Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumahtangga

d. Akses terhadap pasar

e. Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak 3. Kekuasaan atas

perubahan pada hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat

rumahtangga,

masyarakat, dan makro; Kekuasaan atau tindakan individu untuk

menghadapi hambatan-hambatan tersebut

a Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya

b Kontrol atas pendapatan aktifitas produktif keluarga yang lainnya

c Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga

d Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga e Tindakan individu menghadapi

diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar

4. Kekuasaan dengan meningkatkan solidaritas atau tindakan bersama orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga,

masyarakat dan makro

a. Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern

b. Mampu memberi gaji terhadap orang lain c. Tindakan bersama menghadapi

diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro.


(49)

38

3.3 Indikator Pemberdayaan UMKM

Pemberdayaan UMKM tidak terlepas dari konsepsi dasar pembangunan yang menjadi media penumbuhan UMKM. Merancang konsepsi dasar pemberdyaan UMKM adalah membangun sistem yang mampu mengeliminir semua masalah yang menyangkut keberhasilan usaha UMKM. Menurut Sijabat (2008:11) pemberdayaan UMKM dapat dilakukan melalui:

a. Revitalisasi posisi UMKM dalam Sistem perkonomian nasional

b. Revitalisasi perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses UMKM terhadap permodalan, tekologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha

c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan d. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

Menurut Sriyana (2010, 98-21) mengemukakan strategi yang dapat dilakukan dalam pemberdayaan UMKM, yaitu:

a. Kemudahan dalam akses permodalan. Salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM adalah aspek permodalan. Lambannya akumulasi kapital di kalangan pengusaha UMKM merupakan salah satu penyebab lambannya laju perkembangan usaha dan rendahnya surplus usaha di sektor UMKM. Faktor modal juga menjadi salah satu sebab tidak munculnya usaha-usaha baru di luar sektor ekstraktif.

b. Bantuan pembangunan prasarana. Komponen penting dalam usaha pemberdayaan UMKM adalah pembangunan prasarana produksi dan pemasaran. Tersedianya prasarana pemasaran dan atau transportasi dari


(50)

lokasi produksi ke pasar, akan mengurangi rantai pemasaran dan pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan petani dan UMKM.

c. Pengembangan skala usaha. Pemberdayaan ekonomi pada masyarakat lemah, pada mulanya dilakukan melalui pendekatan individual. Pendekatan individual ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, oleh sebab itu, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kelompok. Pengelompokan atau pengorganisasian ekonomi diarahkan pada kemudahan untuk memperoleh akses modal ke lembaga keuangan yang telah ada, dan untuk membangun skala usaha yang ekonomis.

d. Pengembangan jaringan usaha, pemasaran dan kemitraan usaha. Upaya mengembangkan jaringan usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai macam pola jaringan misalnya dalam bentuk jaringan sub kontrak maupun pengembangan kluster. Selain jaringan usaha, jaringan pemasaran juga menjadi salah satu kendala yang selama ini juga menjadi faktor penghambat bagi UMKM untuk berkembang.

e. Pengembangan sumber daya manusia. Kelemahan utama pengembangan UMKM di Indonesia adalah karena kurangnya ketrampilan SDM dan manajemen usaha yang ada relatif masih tradisional.

f. Peningkatan akses teknologi. Strategi yang perlu dilakukan dalam peningkatan akses teknologi bagi pengembangan UMKM adalah memotivasi berbagai lembaga penelitian teknologi yang lebih berorientasi untuk peningkatan teknologi sesuai kebutuhan UMKM.


(51)

40

g. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif. Perkembangan UMKM akan sangat ditentukan dengan ada atau tidaknya iklim bisnis yang menunjang perkembangan Usaha Kecil Menengah.

Kebijakan KUR diluncurkan oleh pemerintah sebagai upaya dalam percepatan pemberdayaan UMKM. Selanjutnya menurut Syarif (2011:4) terdapat lima indikator untuk mengukur keberdayaan UMKM yang menerima KUR, yaitu:

a. Pengembalian pinjaman

b. Persentase penggunaan pinjaman untuk kegiatan produktif c. Kenaikan omzet atau volum usaha peminjam

d. Kenaikan laba usaha dari peminjam

e. Kenaikan jumlah penyerapan tenaga kerja dari unit usaha peminjam.

Sehubungan dengan pemberdayaan UMKM dalam penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan indikator pemberdayaan UMKM yang dikemukakan oleh Syarif untuk mengetahui seberapa besar keberdayaan UMKM yang telah mengakses KUR.

4. Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

4.1 Pengertian UMKM

UMKM merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi paska krisis ekonomi (DEPKOMINFO, 2008:13). Secara nyata UMKM juga sebagai sektor usaha yang berperan besar terhadap pembangunan nasional, khususnya dalam


(52)

rangka perluasan kesempatan berusaha bagi wirausaha baru dan terbukti telah mampu menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri sehingga sangat membantu dalam mengurangi jumlah pengangguran.

Pengertian usaha mikro berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, didefinisikan sebagai usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 per tahun.

Selanjutnya menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian usaha

kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha

yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

Bank Indonesia (BI) mendefinisikan usaha kecil sebagai perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (1) modalnya kurang dari Rp 20.000.000,00; (2) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp 5.000.000,00; (3) memiliki aset maksimal Rp 600.000.000,00 di luar tanah dan bangunan; dan (4) omzet tahunan kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (www.bi.go.id, diakses pada tanggal 31 Juli 2011).

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), maka batasan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah didefinisikan sebagai berikut :


(53)

42

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsungmaupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Berikut ini adalah kriteria UMKM menurut aset dan omzet berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, yaitu sebagai berikut:

a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(54)

b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00

c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 .

Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa UMKM adalah usaha yang didirikan oleh masyarakat dengan sekala yang kecil namun dapat memberdayakan masyarakat dengan mengurangi jumlah penganguran dan


(55)

44

meningkatkan pendapatan asli daerah, dan untuk memperkokoh laju perekonomian nasioanal maupun daerah. UMKM merupakan usaha yang diminati oleh masyarakat dari semua lapisan, mulai dari lapisan bawah maupun lapisan atas, sehingga usaha kecil tidak tergantung pada suatu tingkatan masyarakat saja.

4.2 Kelebihan dan Kelemahan UMKM

UMKM merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis. Keunggulan UMKM dalam hal ini karena adanya beberapa karakter spesifik UMKM (DEPKOMINFO, 2008:13), yaitu :

a. Lebih fleksibel.

b. Cepat merespon perubahan pasar.

c. Dapat mengalami peningkatan produktivitas apabila terjadi perubahan investasi.

d. Tahan terhadap fluktuasi ekonomi. e. Penggunaan modal yang relatif efisien.

Selain memiliki keunggulan yang sangat prospektif di atas, UMKM juga menghadapi permasalahan yang tidak sedikit. Pemberdayaan UMKM sampai sekarang ini masih bergelut pada masalah-masalah klasik (www.kemenperin.go.id, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012), seperti:

a. Kesulitan akses terhadap permodalan.

b. Kurangnya kemampuan dalam identifikasi pasar. c. Keterbatasan teknologi dan informasi.

d. Kualitas SDM yang belum maksimal. e. Keterbatasan sarana.


(56)

Menurut Sijabat (2008:7) tidak kondusifnya iklim usaha UMKM yang mempengaruhi produktifitas UMKM dapat dilihat dari berbagai aspek:

a. Kesulitan dalam mendapatkan perizinan. b. Rendahnya kualitas SDM UMKM. c. Komitmen pemerintah dan birokrasi. d. Kurangnya penyuluhan.

e. Kesulitan UMKM untuk mengembangkan permodalan. f. Kesulitan UMKM dalam mengembangkan teknologi. g. Kesulitan pemasaran.

5. Hubungan Implementasi Kebijakan dan Pemberdayaan.

Kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh pemerintah/negara kepada seluruh anggota masyarakat mempunyai tujuan tertentu demi kepentigan publik (Islamy dalam Nugroho dan Wrihatnolo, 2007:131). Menurut Nugroho dan Wrihatnolo program-program pemberdayaan masyarakat dapat dikatagorikan sebagai kebijakan publik. Sebuah implementasi kebijakan atau program pada hakikatnya adalah sebuah instrumen yang dilakukan pemerintah untuk melakukan perubahan ekonomi, sosial, maupun budaya pada masyarakat. Demikian pula halnya dengan implementasi program-program pemberdayaan masyarakat yang dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan maupun dampak yang diinginkan, yaitu untuk meningkatkan keberdayaan publik atau masyarakat (Nugroho dan Wrihatnolo, 2007:132-133).


(57)

46

Menurut Sijabat (2008:1), salah satu unsur yang mempengaruhi iklim usaha pemberdayaan UMKM yaitu pemerintah. Pemerintah melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan mengindikasikan adanya keberpihakan untuk mempercepat proses pemberdayaan UMKM. Terlihat dari data statistik UMKM (KEMENKO UKM Jakarta, 2007) terlihat adanya peningkatan permodalan yang dipengaruhi oleh kucuran dana dari kredit perbankan yang dikarenakan berkembangnya usaha mereka sebagai dampak dari berkembangnya kebijakan pemerintah (Sijabat, 2008:7).

6. Kerangka Pikir

Secara teoritis penelitian ini berada dalam lingkup administrasi publik. Fokus penelitian ini lebih kepada pelaksanaan kebijakan publik dan pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan kebijakan, dalam hal ini pemberdayaan UMKM melalui instrumen implementasi kebijakan KUR yang diukur dari:

a. Penjaminan kredit dari pemerintah. b. Bunga kredit.

c. Prosedur penyaluran.

d. Bersifat kredit umum/serba usaha. e. Ketersediaan lembaga keuangan/bank.

Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan atau dipengaruhi pula oleh kebijakan itu sendiri. Suatu kebijakan dalam implementasinya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap objek kebijakan atau sasaran kebijakan. Setelah kegiatan implementasi kebijakan diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para


(58)

pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga terjadinya tingkat perubahan yang terjadi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya kebijakan KUR, maka peneliti mengaitkannya dengan pemberdayaan UMKM yang menjadi debitur KUR mikro, dalam hal ini kebijakan KUR dilaksanakan untuk memberikan bantuan kredit permodalan UMKM dalam konteks pembangunan ekonomi rakyat. Pemberdayaan UMKM dapat diukur melalui:

a. Pengembalian pinjaman. b. Penggunaan pinjaman,.

c. Omzet atau volum usaha debitur. d. Laba usaha.

e. Penyerapan tenaga kerja dari unit usaha debitur.

Berkaitan dengan kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM teraplikasi sebagai berikut: berhasil atau tidaknya dalam rangka pencapaian tujuan memerlukan tindakan lebih lanjut yaitu implementasi kebijakan. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui seberapa besar pengaruh kebijakan KUR terhadap pemberdayaan UMKM (studi pada Bank BRI unit Bambu Kuning tahun 2011). Agar lebih mudah memahami kerangka pikir dalam penelitian ini, berikut adalah bagan dari kerangka pikir dari penelitian ini.


(59)

48

Gambar 1. Bagan kerangka pikir

7. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho: Implementasi kebijakan KUR tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan UMKM.

Ha: Implementasi kebijakan KUR berpengaruh signifikan terhadap pemberdayaan UMKM.

Implementasi kebijakan KUR (X) a. Penjaminan kredit oleh

pemerintah. b. Bunga kredit.

c. Prosedur penyaluran. d. Bersifat kredit umum (serba

usaha).

e. Ketersediaan bank.

Pemberdayaan UMKM (Y) a. Pengembalian pinjaman. b. Penggunaan pinjaman. c. Omzet atau volum usaha. d. Laba usaha.


(60)

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe explanatory reaserch. Singarimbun dan Effendi (2006:4) menjelaskan explanatory reaserch yaitu penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa yang dirumuskan atau sering kali disebut sebagai penelitian penjelas. Penelitian ini memiliki tingkat yang tinggi karena tidak hanya mempunyai nilai mandiri maupun membandingkan tetapi juga berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan juga mngontrol suatu gejala dengan pendekatan kuantitatif.

Menurut Sugiyono (2012:14) metode penelian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada sifat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu yang memiliki tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan dan digeneralisasikan.

2. Lokasi Penelitian

Studi penelitian ini dilakukan pada Bank BRI Unit Bambu Kuning di Kota Bandar Lampung. Alasan peneliti memilih Bank BRI karena Bank BRI merupakan bank pelopor KUR. Bank BRI juga tercatat sebagai bank dengan debitur KUR


(61)

50

terbanyak dibandingkan bank-bank penyelenggara KUR lainnya di Indonesia. Selain itu, penyelenggaraan KUR mikro hanya dilayani oleh Bank BRI melalui seluruh outlet BRI unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Bank BRI Unit Bambu Kuning diketahui memiliki debitur KUR mikro terbanyak dibandingkan Bank BRI unit lainnya di Kota Bandar Lampung, sehingga peneliti menetapkan Bank BRI Unit Bambu Kuning sebagai lokasi penelitian.

3. Definisi Konsep

Definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Implementasi kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan KUR yakni kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM yang feasible namun belum bankable dalam bentuk pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi yang dijamin oleh lembaga penjamin kredit, yang diarahkan untuk memberdayakan UMKM.

b. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu upaya untuk membangun UMKM melalui peningkatan kapasitas, pengembangan kemampuan, dan pengorganisasian UMKM, terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan. Tujuan dari pemberdayaan UMKM yaitu untuk mengurangi jumlah penganguran dan meningkatkan pendapatan asli daerah yang masih belum di ketahui potensinya, dan untuk memperkokoh laju perekonomian nasioanal maupun daerah.


(62)

4. Definisi Operasional

Menurut Nazir (2003: 126), definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variable atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Variabel dalam penelitian ini yaitu:

a. X sebagai variabel bebas (independent variable): Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

b. Y sebagai variabel terikat (dependent variable): pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Tabel 5. Variabel Bebas dan Variabel Terikat

No. Variabel Indikator

1. Implementasi Kebijakan KUR (X)

a. Penjaminan kredit oleh pemerintah b. Bunga kredit

c. Prosedur penyaluran

d. Bersifat kredit umum (serba usaha) e. Ketersediaan bank.

2. Pemberdayaan UMKM (Y)

a. Pengembakian pinjaman b. Penggunaan pinjaman c. Omzet atau volum usaha d. Laba usaha

e. Penyerapan tenaga kerja

5. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

5.1 Populasi

Menurut Simamora (2004:192), populasi adalah sekumpulan satuan analisis yang di dalamnya terdapat informasi yang ingin diketahui. Populasi dalam penelitian ini yaitu debitur KUR mikro di Bank BRI unit Bambu Kuning periode 2011 yang berjumlah 326 orang (data realisasi KUR mikro Bank BRI tahun 2011).


(1)

Frekuensi dan Persentase

Ylb1 Ylb2 Ylb3

Freq (%) Freq (%) Freq (%)

1 13 17,1 17 22,4 3 3,9

2 19 25,0 17 22,4 7 9,2

3 17 22,4 20 26,3 22 28,9

4 17 22,4 16 21,1 25 32,9

5 10 13,2 6 7,9 19 25,1

total 76 100,0 76 100,0 76 100,0

Penyerapan Tenaga Kerja

Statistics

yptk1 yptk2 N

Valid 76 76

Missing 0 0

Mean 2,80 2,50

Std. Error of Mean ,124 ,150

Median 3,00 2,00

Mode 3 1

Std. Deviation 1,083 1,311

Variance 1,174 1,720

Range 4 4

Minimum 1 1

Maximum 5 5

Frekuensi dan Persentase

Yptk1 Yptk2

Freq (%) Freq (%)

1 10 13,2 24 31,6

2 20 26,3 15 19,7

3 24 31,6 18 23,7

4 19 25,0 13 17,1

5 3 3,9 6 7,9


(2)

Statistik Inferensial

Implementasi Kebijakan KUR dan Pemberdayaan UMKM

Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered

Variables Removed

Method

1 ImpKebb . Enter

a. Dependent Variable: Pmbrdy b. All requested variables entered.

Correlations

Pmbrdy ImpKeb Pearson Correlation

Pmbrdy 1,000 ,451

ImpKeb ,451 1,000

Sig. (1-tailed) Pmbrdy . ,000

ImpKeb ,000 .

N

Pmbrdy 76 76

ImpKeb 76 76

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,451a ,203 ,193 8,396

a. Predictors: (Constant), ImpKeb b. Dependent Variable: Pmbrdy

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1332,527 1 1332,527 18,903 ,000b

Residual 5216,578 74 70,494

Total 6549,105 75

a. Dependent Variable: Pmbrdy b. Predictors: (Constant), ImpKeb


(3)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 11,651 4,927 2,365 ,021

ImpKeb ,345 ,079 ,451 4,348 ,000

a. Dependent Variable: Pmbrdy


(4)

Analisis Regresi Faktor Pendidikan dan Pemberdayaan UMKM

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pmbrdy 32,66 9,345 76

Pendidikan 2,86 ,860 76

Correlations

Pmbrdy pendidikan Pearson Correlation

Pmbrdy 1,000 ,311

pendidikan ,311 1,000

Sig. (1-tailed) Pmbrdy . ,003

pendidikan ,003 .

N

Pmbrdy 76 76


(5)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,311a ,097 ,084 8,942

a. Predictors: (Constant), pendidikan b. Dependent Variable: Pmbrdy

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 23,009 3,580 6,427 ,000

pendidikan 3,379 1,201 ,311 2,813 ,006

a. Dependent Variable: Pmbrdy

Uji Regresi Latar Belakang Pendidikan UMKM terhadap Pemberdayaan

UMKM

Correlations

Pmbrdy pendidikan Pearson Correlation

Pmbrdy 1,000 ,311

pendidikan ,311 1,000

Sig. (1-tailed) Pmbrdy . ,003

pendidikan ,003 .

N

Pmbrdy 76 76

pendidikan 76 76

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 ,311a ,097 ,084 8,942

a. Predictors: (Constant), pendidikan b. Dependent Variable: Pmbrdy


(6)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 23,009 3,580 6,427 ,000

pendidikan 3,379 1,201 ,311 2,813 ,006