PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG RISIKO KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN

RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

Oleh

FAHMI AULIA (0918011110)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF COUNSELING WITH THE LECTURE METHOD USING LEAFLET AND FILM MEDIA TO INCREASE HORTICULTURE

FARMER’S KNOWLEDGE ABOUT THE RISKS OF PESTICIDE

POISONING IN RAJABASA JAYA VILLAGE BANDAR LAMPUNG By

FAHMI AULIA

Pesticides are one of the modern technologies that are proven to have a role in improving human welfare. In another side, pesticide is a poison which has some negative effects in farmer’s health. Given the enormous benefits of pesticides, the farmers must have good knowledge in order to avoid pesticide poisoning, Therefor, a health promotion effort needs to conduct. Health promotion with counseling lecture method using leaflets and film media is expected to increase the knowledge of farmers on pesticide poisoning.

The purpose of this study was to analyze the effect of counseling with the lecture method using leaflet and film media to increase farmer’s knowledge about pesticide poisoning. This research was a quasi experimental with pretest and posttest group design. This research was conducted on November to December 2012. The samples size was 60 persons consisting of 30 persons in group-1 and


(3)

30 persons in group-2. Sample was selected by purposive sampling technique according to predetermined inclusion criteria. This research used univariate and bivariate analyze with Wilcoxon and Mann-whitney test with significancy level

α=0,05.

Based on the results obtained by the mean increase in farmers' knowledge from pretest to posttest in group-1 were 2.77 and group-2 were 1.60. Test results on the analysis of each group obtained p-value=0.000, which means that there is a significant effect between extension with the lecture method using leaflets and film media to increase knowledge. Test results on the analysis of inter-group obtained p-value=0.014 with a mean difference in group-1 greater than the group-2, suggesting that the lecture method using leaflet media is more effective than a lecture method using film media in improving farmers' knowledge about pesticide poisoning.

Keywords: counseling with lecture method, farmers, film, knowledge, leaflet, pesticide poisoning.


(4)

ABSTRAK

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA

JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

FAHMI AULIA

Pestisida merupakan salah satu teknologi modern yang terbukti mempunyai peranan dalam meningkatkan kesejahteraan manusia. Di sisi lain, pestisida merupakan racun yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan petani. Mengingat manfaat pestisida yang begitu besar, maka petani harus memiliki pengetahuan yang baik agar terhindar dari keracunan pestisida. Untuk itu diperlukan adanya suatu promosi kesehatan. Promosi kesehatan dengan metode penyuluhan ceramah menggunakan media leaflet dan film diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan petani mengenai keracunan pestisida.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan media leaflet dan film terhadap peningkatan pengetahuan petani tentang keracunan pestisida. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi experimental) dengan rancangan pretest and


(5)

posttest group design. Penelitian dilakukan pada bulan November sampai Desember 2012. Sampel penelitian berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 orang kelompok-1 dan 30 orang kelompok-2. Pemilihan Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Analisis yang digunakan adalah análisis univariat dan análisis bivariat dengan menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-whitney dengan taraf signifikansi α=0,05.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kenaikan nilai rerata pengetahuan petani dari pretest ke post test pada kelompok-1 adalah 2,77 dan kelompok-2 adalah 1,60. Hasil uji analisis pada masing-masing kelompok didapatkan nilai p=0,000 yang berarti bahwa ada pengaruh yang bermakna antara penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan media leaflet dan film terhadap peningkatan pengetahuan. Hasil uji analisis antar kelompok diperoleh nilai p=0,014 dengan nilai mean difference pada kelompok-1 lebih besar dari kelompok-2, sehingga menunjukkan bahwa pada penelitian ini penyuluhan ceramah dengan media leaflet lebih efektif dibandingkan dengan penyuluhan ceramah menggunakan media film dalam meningkatkan pengetahuan petani tentang keracunan pestisida.

Kata kunci : film, keracunan pestisida, leaflet, pengetahuan, penyuluhan metode ceramah, petani.


(6)

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA

JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh FAHMI AULIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(7)

Judul Skripsi : PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH

MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP

PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG RISIKO KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Fahmi Aulia Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011110 Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

2. Dekan Fakultas Kedokteran dr. Fitria Saftarina, M.Sc.

NIP 197809032006042001

dr. Azelia Nusadewiarti, MPH. NIP 196209261989102001

Dr. Sutyarso, M.Biomed. NIP 195704241987031001


(8)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Fitria Saftarina, M.Sc.

Sekretaris : dr. Azelia Nusadewiarti, MPH.

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Indrasari Aulia, SKM.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 29 Januari 2013 Dr. Sutyarso, M.Biomed.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Karawang pada tanggal 10 Februari 1992, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak dr. H. Dede Nugraha, MM. dan Ibu Hj. Heni Sulastri, BA.

Pendidikan Penulis Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Aisyah Karawang 1996-1997, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri Karawang Wetan III, Karawang 1997-2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Internat Al-Kausar Boarding School Sukabumi 2003-2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 3 Bandung 2006-2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penulis pernah menjadi anggota muda Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2009, Staff Divisi Pendidikan dan Pelatihan Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2010, Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Kedokteran Univesitas Lampung 2010, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Pencinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) PAKIS RESCUE TEAM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2011, Anggota Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa


(10)

Kedokteran Indonesia (PTBMMKI) 2011. Penyusunan skripsi merupakan tugas akhir sebelum Penulis memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dan melanjutkan Pendidikan Profesi.


(11)

Bismillahirrahmanirrahim

Kupersembahkan karya kecil ini

untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, Ibuku

untuk kekuatan penuh cinta & tanggung jawab, Bapakku

untuk inspirasi kerja keras & kegigihan, Kakakku

untuk semangat & harapan, Adikku


(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Penyuluhan dengan Metode Ceramah Menggunakan Media Leaflet dan Film Terhadap Peningkatan Pengetahuan Petani Hortikultura Tentang Risiko Keracunan Pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Ibu dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(13)

3. Ibu dr. Azelia Nusadewiarti, M.PH., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu dr. Indrasari Aulia, SKM., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;

5. Ibu dr. Intanri Kurniati, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang sudah memberikan doa serta motivasinya;

6. Seluruh staff pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

7. Bapak dan Ibu staff Administrasi dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

8. yang tercinta Ibuku, Hj. Heni Sulastri, BA., dan Bapakku, dr. H. Dede Nugraha, MM., atas cahaya penuh kasih sayang, ketulusan, pelajaran hidup, kekuatan, dan tanggung jawab serta doa yang telah dan akan selalu diberikan kepada penulis;

9. Kakak-kakakku tersayang, dr. Irfan Firmansyah dan Devi Naviandari, S.Ked yang selalu memberikan inspirasi kerja keras, motivasi, dorongan, semangat dan doa bagi penulis selama ini;

10. Adikku tersayang, Zulfian Firdaus, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan doa serta harapan bagi penulis selama ini;

11. Nirmala Astri Prayogi, atas perhatian, dukungan, motivasi dan kesabaran dalam menemani langkah penulis selama ini;

12. Fannyza Fitri Faisal, yang telah “membawa” penulis ke kota Bandar Lampung untuk meraih cita-cita di Fakultas Kedokteran Universitas


(14)

Lampung, terima kasih atas do’a, dukungan, motivasi, serta nasehat -nasehatnya yang membangun;

13. Sahabat – Sahabat seperjuangan, Deem, Harli, Toto, Apga, Bian, Wayan, Kharisma, Arif, Chenso, Cici, Hani, Riska, Evi, Intan PP, Anggi, Nola, atas kebersamaan, perjuangan, motivasi dan dukungannya selama ini;

14. Teman-teman yang telah bersedia membantu penelitian, Apga, Bian, Toto, Deem, Arri, Harli. Terima kasih atas bantuannya ditengah-tengah kesibukan kalian;

15. Teman-teman angkatan 2009 “DORLAN” yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;

16. Sahabat XI IPA 8 “Strobilus” SMAN 3 Bandung, Fickry, Angga, Nitto, Kamil, Gibran, Cani, Errick, atas dukungan, motivasi, semangat, dan persahabatannya selama ini;

17. Teman-teman keluarga besar PMPATD PAKIS RESCUE TEAM dan Perhimpunan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Kedokteran Indonesia (PTMBBKI) atas ketangguhan jiwanya dalam memberi dukungan dan doa. Jayalah PTBMMKI;

18. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran;

19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.


(15)

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Amiiin.

Bandar Lampung, Januari 2013

Penulis


(16)

(17)

(18)

(19)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pestisida merupakan salah satu teknologi modern yang terbukti mempunyai peranan dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam lingkup kesehatan masyarakat, penggunaan pestisida telah berhasil mengendalikan vektor-vektor penyakit menular tertentu, sehingga mampu menurunkan prevalensi penyakit seperti: malaria, schistosomiasis, filariasis, dengue dan penyakit pes. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertaniannya dan bahkan mampu melindungi petani dari kerugian pasca panen (Departemen Pertanian RI, 2005).

Pada awal penemuan dan penggunaanya, pestisida mendapat sukses yang cukup besar. Tercatat antara tahun 1951-1966 produksi bahan makanan mengalami peningkatan 34%, dimana hal itu diikuti dengan peningkatan penggunaan pestisida sampai 300% dari biasa. Melalui penggunaan pestisida, hama-hama yang merusak tumbuhan pertanian dapat dimusnahkan, sehingga manusia terus menggunakan senyawa kimia ini untuk menuntaskan hama-hama pertanian (Palar, 2008).


(20)

2

Manfaat pestisida yang sangat cepat dirasakan membuat petani menggantungkan harapan terlalu besar terhadap pestisida. Akibatnya petani menjadikan pestisida sebagai satu-satunya andalan dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Karena keterbatasan pengetahuan, sikap dan tindakan yang kurang baik dalam pengelolaan pestisida menyebabkan terpajannya pekerja pertanian terutama yang berkecimpung dalam formulasi dan pengunaan (aplikasi) pestisida. Selain mempengaruhi kesehatan manusia, pestisida juga mempunyai dampak terhadap lingkungan (Sembiring, 2008).

Penelitian – penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap tingkat keracunan pestisida telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Sarjoko (2006), terhadap petani hortikultura di Kabupaten Sleman, didapatkan sebanyak 33% terjadi keracunan pestisida. Faktor yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan, lama menyemprot, frekuensi penyemprotan dan status gizi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Marsaulina (2007) terhadap petani hortikultura di Kabupaten Simalungun menyatakan 72,9% terjadi keracunan pestisida. Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pada penelitian adalah status gizi yang tidak baik, dosis yang tidak sesuai dengan anjuran, dan tidak memakai alat pelindung diri. Penelitian yang dilakukan oleh Suwastika (2009) terhadap petani jeruk di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebanyak 29,2% mengalami keracunan. Penyebab keracunan adalah penggunaan alat pelindung diri, jumlah pohon jeruk dan mencuci tangan.


(21)

3

Mengingat manfaat pestisida dalam usaha perlindungan tanaman dan hasil pertanian, serta memperhatikan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, maka petani sebagai pengguna pestisida harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan pestisida agar terhindar dari risiko keracunan. Promosi kesehatan tentang risiko keracunan pestisida dan cara pengelolaan pestisida yang aman merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dalam pengelolaan pestisida. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan pestisida, diharapkan dapat mengubah perilaku petani.

Pada penelitian Basuki (2006) dikemukakan bahwa metode penyuluhan mempunyai hubungan yang bermakna dalam peningkatan pengetahuan. Penelitian Sriyono (2001) juga memperlihatkan bahwa penggunaan audiovisual dikombinasikan dengan diskusi kelompok cukup efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap kader posyandu dalam menemukan tersangka penderita tuberkulosis. Metode penyuluhan dapat dibagi berdasarkan jumlah sasaran (perorangan, kelompok, massa) dan cara penyampaian (langsung dan tidak langsung). Ceramah merupakan metode penyuluhan yang sering digunakan pada kelompok yang pesertanya lebih dari 15 orang. Ceramah akan berhasil bila penyuluh menguasai materi yang akan diceramahkan. Keberhasilan suatu penyuluhan dapat dilihat dari adanya perubahan perilaku yang didahului dengan peningkatan pengetahuan sebagai pendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut (Pulungan, 2007).


(22)

4

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan efektifitas media leaflet salah satunya adalah tesis yang berjudul efektivitas media promosi kesehatan (leaflet) dalam perubahan pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif di Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa media promosi kesehatan (leaflet) efektif untuk meningkatkan skor pengetahuan dan skor sikap ibu hamil tentang IMD dan ASI Eksklusif (Nasution, 2010). Pada penelitian Erwin Herian (2010) juga mengemukakan bahwa penggunaan metode ceramah menggunakan film dan leaflet lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga dalam penanganan tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas dibandingkan dengan metode ceramah saja.

Kelurahan Rajabasa Jaya memiliki lahan hortikultura terluas di Bandar Lampung. Di daerah ini petani sangat menggantungkan hasil pertaniannya pada penggunaan pestisida. Subjek penelitian adalah petani hortikultura dengan pertimbangan bahwa petani hortikultura mempunyai risiko lebih tinggi terkena keracunan pestisida. Hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 Maret 2011 yang dilakukan peneliti terhadap petani di daerah penelitian, petani menyatakan tidak begitu mengerti tentang bahaya penggunaan pestisida bagi kesehatan dan gejala timbulnya keracunan pestisida. Hasil pengamatan pendahuluan, menunjukkan bahwa petani belum benar dalam tata cara pengelolaan pestisida.


(23)

5

Data yang didapatkan dari hasil need assessment melalui focus group discussion yang dilaksanakan pada 29 Maret 2011 terhadap kelompok tani di daerah penelitian memberikan gambaran bahwa peserta pernah mendapat informasi tentang cara pengelolaan pestisida melalui penyuluhan/ceramah oleh petugas penyuluh lapangan (PPL), tetapi mereka merasa belum memahami secara benar informasi tersebut sehingga berpengaruh pada perilaku penggunaan pestisida. Peserta mengharapkan adanya upaya promosi kesehatan yang lebih intensif, sehingga informasi yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik.

Oleh karena itu, dari hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa promosi kesehatan dengan media leaflet dan film dinilai lebih efektif dalam penyampaian informasi kepada responden penelitian sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan leaflet dan film terhadap peningkatkan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah: adakah pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan leaflet dan film terhadap peningkatan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida?


(24)

6

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan media leaflet dan film terhadap peningkatan pengetahuan petani hortikultura tentang keracunan pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung.

2. Tujuan khusus

a. Menganalisis perbedaan tingkat pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida sebelum dan setelah mendapat penyuluhan melalui metode ceramah dan Leaflet serta metode ceramah dan Film.

b. Menganalisis metode yang paling efektif antara metode ceramah menggunakan Leaflet dengan metode ceramah menggunakan Film untuk dapat diterapkan dalam rangka peningkatan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Petani Kelurahan Rajabasa Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang risiko keracunan pestisida kepada responden yang dalam hal ini petani di Kelurahan Rajabasa Jaya.


(25)

7

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah untuk kajian bagi peneliti lain dalam mengembangkan atau meneliti lebih lanjut.

3. Bagi Dinas Pertanian

Sebagai bahan pertimbangan dan upaya perlindungan serta pengendalian terhadap penggunaan pestisida yang aman bagi kesehatan.

4. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan promosi kesehatan yang tepat tentang risiko keracunan pestisida.

E. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teori perilaku model Green yang dikenal dengan model PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Cause in Educational Diagnostic and Evaluating).

Pada model tersebut dijelaskan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor genetik atau keturunan,

2. Faktor perilaku seseorang atau masyarakat, 3. Faktor lingkungan.


(26)

8

Faktor genetik, perilaku, dan lingkungan itu mempunyai hubungan yang timbal balik dimana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi. Selanjutnya faktor peilaku itu sendiri terbentuk dari tiga unsur yang meliputi:

a. faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam lingkungan pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai kehidupan dan sebagainya. Selain mempengaruhi perilaku, faktor ini juga mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor penguat.

b. Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Selain mempengaruhi perilaku, faktor ini juga mempengaruhi faktor predisposisi.

c. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referensi dari masyarakat. Faktor ini saling mempengaruhi dengan perilaku itu sendiri, juga dapat mempengaruhi faktor pendukung, mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor predisposisi. Faktor ini juga dipengaruhi oleh lingkungan.

Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah bahwa perilaku seseorang atau masyarakat itu salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan di mana peningkatan hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan dengan metode yang tepat.

Teori perilaku model Green dengan model PRECEDE digambarkan sebagai berikut:


(27)

9

Gambar 1. Landasan Teori (Green, 2005)

F. Kerangka Konsep

Prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu input, proses dan output. Input dalam penelitian ini adalah pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida, yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik petani hortikultura yang terdiri dari

Faktor predisposisi: Pengetahuan Keyakinan

Nilai-nilai kehidupan Sikap

Kepercayaan

Faktor pendukung: Ketersediaan sarana Kemudahan sarana Pendidikan Kesehatan Prioritas kesehatan

Keterampilan petugas

Kesehatan Perilaku

individu/masyarakat

Faktor penguat: Keluarga Teman sebaya Tokoh Masyarakat Pelayanan Kesehatan Pengambilan kebijakan


(28)

10

umur dan tingkat pendidikan. Proses berisi kegiatan penyuluhan dengan metode ceramah dan Leaflet serta metode ceramah dan Film. Output adalah peningkatan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Konsep

Peningkatan Pengetahuan petani tentang risiko keracunan pestisida Pengetahuan petani

tentang risiko keracunan pestisida Penyuluhan metode ceramah dengan media Leaflet Karakteristik petani 1. Umur 2. pendidikan

3. aktif menggunakan pestisida

Penyuluhan metode ceramah dengan

media Film

Independent Variable


(29)

11

G. Hipotesis

1. Ada pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah dengan menggunakan leaflet dan film terhadap pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida.

2. Ada perbedaan tingkat pengetahuan setelah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dengan Leaflet.

3. Ada perbedaan tingkat pengetahuan setelah mendapat penyuluhan dengan metode ceramah dengan Film.


(30)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pestisida Pertanian dan Bahayanya Terhadap Kesehatan

Mujoko (2000) menyatakan bahwa pestisida secara harfiah berarti pet killing agent atau bahan pembunuh hama. Kemudian batasan operasional pestisida berkembang menjadi semua bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, dan mengusir hama atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan mengendalikan tumbuhan.

Pestisida adalah substansi kimia yang dapat digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest artinya hama dan cita artinya pembunuh, jadi artinya pembunuh hama (Sudarmo, 1990).

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut.

1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.


(31)

13

2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

Berdasarkan bahan kimia yang terkandung di dalmnya, maka pestisida digolongkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Organochlorine, contohnya : DDT, lindane, dieldrin, aldrin 2. Organophospate, contohnya : diazinon, malathion, abate, dursban 3. Carbamat, contohnya : propoxur (baygon), bux, carbaryl (sevin),

mexacarbamate (zectran)

Pestisida golongan organochlorine sangat ampuh untuk membunuh hama, tetapi sifatnya sangat persisten dalam tubuh makhluk hidup maupun lingkungan. Organophospat jauh lebih tinggi tokisitasnya, tetapi tidak bersifat persisten, tetapi termasuk pestisida yang bertahan lama dalam tubuh (Murphy, et al, 2002).

Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat, namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Pada manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).

Penelitian Mourad (2005) terhadap 48 orang petani di Gaza Strip, Palestina, menunjukkan bahwa 42 orang (87,5%) mengalami gejala keracunan yang berhubungan dengan pestisida. Gejala potensial yang dialami petani


(32)

14

berhubungan dengan keracunan pestisida adalah rasa panas seperti terbakar pada mata dan muka, iritasi kulit, rash pada kulit, mengeluarkan ingus dari hidung, sakit dada dan kelelahan. Dalam tubuh manusia organochlorine seperti Dichloro Difenil Trichloreytan (DDT) ditemukan dalam jaringan lemak tubuh manusia. Sebagai contoh, konsentrat yang tinggi dari aldrin telah dilaporkan pada sampel air susu ibu di India, dieldrin ditemukan pada air susu ibu di bebarapa negara Amerika Selatan.

Pemerintah Inggris menggambarkan bahwa pada tahun 1977, rata-rata kontaminasi DDT pada laki-laki 2,6 ppm dan wanita 1,6 ppm. Departemen Pertanian Inggris, Ministry of Agriculture Fisheries and Foot (MAAF) 1987, menemukan beberapa sampel makanan bayi terkontaminasi dengan pestisida (Tuormaa, 2004). Bila wanita yang sedang menyusui terpapar dengan pestisida, maka kemungkinan bayi yang minum Air Susu Ibu (ASI) tersebut juga akan terpapar pestisida. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan DDT, jenis pestisida yang terkenal ampuh untuk memberantas hama untuk sayur-sayuran di beberapa daerah di Jawa Barat terbukti telah mencemari air susu ibu melalui makanan. Penelitian ini mendorong pemerintah pada tahun 1991 mengeluarkan larangan penggunaan DDT pada pertanian (Kompas, 2003).

Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual,


(33)

15

muntah, dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan kebutaan. Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).

Pestisida sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, dapat menimbulkan keracunan bahkan pada dosis tertentu dapat menimbulkan kematian. Keracunan pestisida pada manusia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Keracunan akut : bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sekaligus dengan dosis tertentu dan dapat menyebabkan kematian. Gejala keracunan akut pada manusia menyebabkan pusing, mual, pupil mata menyempit sehingga penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, berkeringat banyak, kejang-kejang, muntah, mencret, detak jantung cepat dan sesak nafas. World Health Organitations (WHO) 1986, memperkirakan antara 800.000 sampai dengan 1.500.000 kasus keracunan pestisida di seluruh dunia dan 3000 – 28.000 menimbulkan kematian. Kebanyakan keracunan akut berhubungan dengan kecelakaan kerja (Tuormaa, 2004)

2. Keracunan kronis : bila pestisida masuk kedalam tubuh manusia secara berangsur-angsur dalam jumlah yang sedikit, sehingga penumpukan terjadi pada tubuh manusia. Efek keracunan kronis diantaranya berbahaya bagi system reproduksi karena efek pestisida dapat


(34)

16

menyebabkan mutasi gen (mutagenicity) dan cacat pada anak yang lahir (teratogenicity). Penelitian retrospektif di Vietnam menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara paparan pestisida dengan anak lahir cacat.

Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berbeda. Namun ada pula gejala yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).

a) Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan akhirnya pingsan.

Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Mulachella, 2010)

b) Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.


(35)

17

c) Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih cepat terurai dalam tubuh.

d) Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.

e) Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare, sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak keluar air ludah.

f) Golongan antikoagulan, gejala yang ditimbulkan seperti nyeri punggung, lambung dan usus, muntah-muntah, perdarahan hidung dan gusi, kulit berbintik-bintik merah, kerusakan ginjal.

Tingkat keracunan pestisida dapat ditunjukkan oleh aktivitas cholinesterase dalam darah. Salah satu cara pemeriksaan cholinesterase darah adalah dengan tintometer tes. Berdasarkan berat ringannya efek keracunan pestisida terhadap tubuh maka tingkat keracunan dapat dibagi menjadi 3 tingkatan (Depkes, 1992) :

1. Keracunan ringan : aktivitas cholinesterase 75 – 50 % mungkin telah terjadi over exposure perlu diuji ulang, jika responden lemah agar istirahat dan tidak kontak dengan pestisida selama dua minggu diuji ulang sampai sembuh

2. Keracunan sedang : aktivitas cholinesterase 50 – 25 %, overexposure yang serius, perlu dikaji ulang, jika benar, istirahat dari semua pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida dan jika sakit rujuk ke pemeriksaan medis


(36)

18

3. Keracunan berat : aktivitas cholinesterase 25 – 0 %, over exposure yang sangat serius dan berbahaya, perlu diuji ulang, harus istirahat dari semua pekerjaan, jika perlu rujuk untuk pemeriksaan medis.

B. Faktor Risiko Keracunan

Faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida pada petani ada beberapa hal diantaranya : faktor pengetahuan petani tentang bahaya pestisida yang digunakan, pemakaian alat pelindung diri, lama kerja dan frekuensi pemaparan pestisida, faktor lingkungan dan keadaan gizi pekerja yang satu dengan yang lainnya berkaitan. Pengetahuan petani yang kurang menyebabkan perilaku petani dalam mengapliasikan pestisida cenderung mengabaikan dampak pestisida yang digunakan, sehingga risiko terjadinya keracunan semakin tinggi (Sudargo, 1997).

Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian(Afriyanto, 2008).

Pestisida dapat berbentuk cair, padat (debu) dan gas yang mempengaruhi cara masuknya ke dalam tubuh. Dalam konsentrasi yang sama, pestisida debu dan gas lebih berisiko terhadap terjadinya keracunan, karena dapat masuk melalui


(37)

19

pernafasan. Sedangkan pestisida cair umumnya masuk melalui kontak dengan kulit. Hal lain yang mempengaruhi adalah jenis racun yang digunakan. Semakin tinggi tingkat toksisitasnya risiko timbulnya keracunan pada petani semakin tinggi (Wudiyanto, 2002).

Pemakaian APD pada petani sewaktu mempergunakan pestisida sangat penting untuk melindungi petani dari kontak langsung dengan pestisida. Racun pestisida dapat masuk jaringan tubuh manusia melalui pernafasan, pencernaan, kulit dan mata. Penelitian Cross sectional di Wisconsin Countis, menunjukkan 23% pestisida masuk melalui kulit, 32% dilaporkan melalui saluran pernafasan pada petani yang tidak menggunakan APD secara rutin (Perry et al, 1998). Petani yang tidak memakai APD, mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar dibandingkan dengan petani yang memakai APD.

Frekuensi pemakaian pestisida merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan. Semakin sering berhubungan dengan pestisida, maka kemungkinan kontak dengan pestisida semakin besar yang berarti terakumulasinya pestisida di dalam tubuh semakin tinggi. Lamanya pemakaian pestisida oleh petani dalam satu hari tergantung pada luasnya areal pertanian dan teknologi yang digunakannya. Semakin lama waktu penyemprotan, semakin lama kontak dengan pestisida yang memperbesar kemungkinan terjasinya keracunan. Departemen Tenaga Kerja (1986), dalam


(38)

20

pemakaian pestisida, pekerja tani tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 – 5 jam dalam satu hari (Depkes RI, 1994).

Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap terjadinya keracunan pestisida pada petani. Tinggi tanaman yang disemprot ada hubungan dengan tingkat pemaparan. Makin tinggi tanaman yang disemprot petani cenderung mendapatkan paparan pestisida lebih besar.Suhu lingkungan diduga mempengaruhi efek pestisida melalui mekanisme penyemprotan pestisida. Arah dan kecepatan angin merupakan faktor risiko terjadinya keracunan pestisida. Penyemprotan yang baik bila searah dengan angin, menurut WHO disyaratkan bagi pekerja penyemprot, bekerja pada kecepatan angin tidak lebih dari 4 – 12 km/jam (Achmadi, 1994).

Disamping itu gizi tubuh berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang rendah, merupakan faktor risiko keracunan pestisida. Oleh karena itu dianjurkan sebelum bekerja dengan pestisida, petani harus makan yang cukup dan bergizi.

C. Cara Pencegahan Risiko Keracunan Pestisida

Cara pengelolaan pestisida yang tepat dan aman dapat mengurangi risiko keracunan. Oleh sebab itu perlu diperhatikan beberapa hal dalam mengaplikasikan pestisida pertanian mulai dari meracik pestisida, penyemprotan, personal hygiene, penyimpanan dan pembungan bekas wadah pestisida.


(39)

21

1. Meracik pestisida

Dalam meracik pestisida harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label, tidak mencium pestisida karena sangat berbahaya apabila tercium, karena rata-rata bahan dasar pestisida adalah bahan kimia. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka. Gunakan selalu alat yang bersih dan khusus. Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan, tidak berlebihan dan tidak pula kurang (Sudarmo, 1990). Petani tidak diperkenankan mencampur pestisida sejenis, artinya insektisida dengan insektisida, kecuali bila ada anjuran. Menggunakan alat pengaduk yang panjang untuk menghindari percikan-percikan mengenai kulit, tidak mencampur pestisida dengan tangan, akan tetapi selalu memakai pengaduk dan sewaktu meracik pestisida harus memakai sarung tangan yang tidak dapat tembus dan memakai masker. Bekerja dengan pestisida harus hati-hati, lebih-lebih yang konsentrasinya pekat, tidak boleh sambil makan, minum dan merokok.

2. Pemakaian Pestisida dan Cara Penyemprotan

Pemakaian pestisida dilakukan hanya apabila perlu untuk memberantas hama tertentu dan bukan berdasarkan tenggang waktu tertentu. Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida (Sudargo, 1997). Anak-anak tidak diperkenankan memakai pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya.


(40)

22

Apabila terjadi atau terdapat luka harus ditutup, karena pestisida dapat diserap melalui luka. Menggunakan perlengkapan khusus yaitu : pakaian lengan panjang, celana panjang, sarung tangan, sepatu bot, kaca mata khusus, penutup hidung (masker) dan topi. Penyemprotan harus searah dengan arah mata angin dan tidak melakukan menyemprotan sewaktu angin kencang. Petani tidak merokok, makan dan minum sewaktu melakukan penyemprotan (Sudarmo, 1990).

3. Personal Hygiene dan Aturan Lainnya

Seluruh perlengkapan alat pelindung diri harus dicuci dengan baik secara berkala (Depkes RI, 1994). Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan yang perlu mendapat perhatian. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 – 5 jam dalam satu hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke hari (kontinyu dan berulang kali) dan untuk waktu yang sama. Sedapat mungkin diusahakan supaya tenaga kerja pertanian pengguna pestisida melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Depkes RI, 1994).

4. Penyimpanan dan Pembuangan Bekas wadah Pestisida

Pestisida disimpan pada tempat khusus, tidak boleh dekat dengan tempat penyimpanan makanan dan harus jauh dari jangkauan anak-anak. Wadah


(41)

23

bekas pestisida harus dirusak, dikubur atau dibakar supaya tidak dapat digunakan oleh orang lain sebagai tempat makanan, minuman atau bahan-bahan lainnya (Sudarmo, 1990).

Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut:

1. Sebelum melakukan penyemprotan.

a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak sehat.

b. Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yangakan digunakan atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida.

c. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga namabahan aktifnya. Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.

d. Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan penyemprotan, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.

e. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung pekerjaan.

f. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat semprot yang bocor.Kencangkan sambungan-sambungan yang sering terjadi bocor.


(42)

24

g. Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci tangan dan keperluan lain.

h. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan dibawa ke tempat kerja.

2. Ketika melakukan aplikasi.

a. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang menentang arah angin keran drift pestisida dapat membalik dan mengenai diri sendiri.

b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung pakaian kerja.

c. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot ataumengaplikasikan pestisida.

d. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah. e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi

langsung dengan mulut. 3. Sesudah aplikasi.

a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan selesai.

b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan pakaian sehari-hari.


(43)

25

c. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja, sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.

d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.

e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.

D. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan lingkungan sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Pemberdayaan dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat disertai dengan mengembangkan iklim yang mendukung, sehingga penekanannya pada pengembangan perilaku dan lingkungan sehat (Depkes, 2004).

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan I di Ottawa tahun 1986 menghasilkan Piagam Ottawa (The Ottawa Charter for Health Promotion) yang merumuskan promosi kesehatan sebagai suatu proses memandirikan masyarakat dalam meningkatkan kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan memperbaiki kesehatan mereka. Piagam


(44)

26

Ottawa juga merumuskan lima komponen utama promosi kesehatan, yaitu : 1) membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy); 2) menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments); 3) memperkuat gerakan masyarakat (strengthen community action); 4) mengembangkan keterampilan individu (develop personal skill); 5) reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services) (Wass, 2000).

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan VI di Bangkok tahun 2005 merumuskan lima kunci dasar strategi promosi kesehatan yaitu: 1) promosi kesehatan berhubungan dengan penggerakan (health promotion is context driven); 2) promosi kesehatan mengintegrasikan tiga dimensi sehat menurut WHO yaitu fisik, sosial, mental (health promotion integrates the three dimensions of the WHO health definition); 3) promosi kesehatan merupakan dasar tanggung jawab pemerintah dalam mempromosikan kesehatan (health promotion underpins the overall responsibility of the state in promoting health); 4) promosi kesehatan memperjuangkan kesehatan yang berkualitas sebagai kebutuhan publik (health promotion champions good health as a public good); dan 5)Partisipasi adalah dasar utama dalam promosi kesehatan (participation is a core principle in promoting health) (WHO, 2005).

Kebijakan nasional promosi kesehatan menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan adalah: 1) Advokasi (advocacy), yaitu pendekatan kepada para pengambil keputusan dan penentu kebijakan publik serta pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, termasuk para penyandang dana;


(45)

27

2) Bina suasana (social support), yaitu upaya untuk membuat suasana atau iklim yang kondusif dalam menunjang pembangunan kesehatan, sehingga masyarakat terdorong untuk melakukan perilaku yang diinginkan; 3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment), yaitu upaya untuk memandirikan individu, kelompok dan masyarakat agar berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sesuai dengan konsep promosi kesehatan, individu dan masyarakat bukan hanya menjadi objek yang pasif (sasaran), tetapi juga menjadi subjek (pelaku) (Depkes, 2004).

E. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan komponen dari promosi kesehatan yang mempunyai bentuk intervensi berupa komunikasi, pelatihan dan umpan balik, sehingga dihasilkan motivasi, kemampuan dan penghargaan untuk menghasilkan perilaku yang kondusif terhadap kesehatan (Green, 2000).

Menurut WHO (1988), pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan yang terencana dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku seseorang atau masyarakat dalam pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan kesehatan akan membantu masyarakat untuk memahami perilaku seseorang atau masyarakat dalam pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan kesehatan akan membantu masyarakat untuk memahami perilaku mereka dan cara perilaku ini berpengaruh terhadap kesehatan serta mendorong masyarakat untuk memilih cara yang tepat untuk hidup sehat. Mariani (2003)


(46)

28

dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan berupa pelatihan dengan metode ceramah dikombinasi dengan focus group discussion dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku tentang risiko keracunan pestisida.

Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari proses belajar yang mempunyai tiga unsur pokok yang saling berhubungan yaitu masukan (input) menyangkut subjek/sasaran belajar, setelah diproses dengan teknik-teknik pendidikan tertentu akan menghasilkan keluaran (output) yaitu hasil belajar berupa perubahan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan tersebut (Sarwono, 1997).

Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang dinamis. Mengingat tujuan pendidikan kesehatan adalah perubahan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi dan juga politik, pendidikan kesehatan bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk melaksanakan pendidikan kesehatan dengan baik (Sarwono, 1997).

F. Penyuluhan

Salah satu kegiatan promosi kesehatan adalah pemberian informasi atau pesan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan untuk memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan terjadinya perilaku sehat (Notoatmodjo, 2005).


(47)

29

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Herawani, 2001).

Menurut Mardikanto (2009) kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman, yaitu seperti: penyebarluasan informasi, penerangan atau penjelasan, pendidikan non formal (luar sekolah), perubahan perilaku, rekayasa sosial, pemasaran inovasi (teknis dan sosial), perubahan social (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu, kelembagaan), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), serta penguatan komunitas (community strengthening).

Menurut Notoatmodjo (2005), faktor metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Ada beberapa metode yang dikemukakan antara lain:

1. Metode penyuluhan perorangan, termasuk didalamnya bimbingan dan penyuluhan, serta wawancara (interview).

2. Metode penyuluhan kelompok, dalam metode ini harus diingat besarnya kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. Metode ini mencakup:


(48)

30

a) Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan itu lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini adalah ceramah dan seminar.

b) Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok kecil adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju (snow balling), permainan simulasi, memainkan peran, dan lain-lain.

3. Metode penyuluhan massa.

Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Beberapa contoh dari metode ini adalah seperti ceramah umum (public speaking), pidato-pidato melalui media elektronik, tulisan-tulisan dimajalah atau Koran serta Bill Board.

Alat bantu/media adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan. Disebut media promosi kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk memudahkan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Sesorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam membantu permasalahan sesorang.


(49)

31

Berdasarkan fungsinya sebagai menyampaikan pesan-pesan kesehatan, media dibagi 3, yakni (Notoatmodjo, 2007):

1. Media cetak

Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain seperti booklet, leaflet, flyer, flif chart, rubric, poster, dan foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. 2. Media elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan berbeda-beda jenisnya, seperti televisi, radio, video, slide, dan film strip.

3. Media papan (billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat berisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus dan taksi).

G. Ceramah

WHO (1988) menyatakan bahwa metode ceramah merupakan metode yang paling umum digunakan untuk membagi pengetahuan dan fakta kesehatan, karena metode ceramah dapat digunakan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, di samping pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan sarana. Namun menurut Ewles dan Simnett (1994) metode ceramah pada garis besarnya adalah proses komunikasi satu arah dengan sedikit kesempatan untuk mengukur jumlah orang yang dapat belajar atau mengerti, dan hanya


(50)

32

sebagian kecil yang tampaknya dapat diingat pada akhir pertemuan dan akan berkurang dalam beberapa hari lagi. Metode ceramah yang dilaksanakan sering membosankan, sehingga pesan yang disampaikan mudah dilupakan setelah beberapa lama.

Menurut Mantra (1997), pendidikan dengan metode ceramah merupakan suatu proses belajar (learning process) untuk mengembangkan pengertian yang benar dan sikap yang positif terhadap kesehatan untuk selanjutnya menjadikan cara-cara hidup sehat sebagai bagian dari hidup atas kesadaran dan kemauannya sendiri. Noya (1997) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode ceramah akan berhasil apabila penceramah menguasai materi serta teknik memberikan ceramah, ceramah tidak dalam bentuk ceramah satu arah dan dikombinasi dengan metode atau media bantu lain secara tepat. Penelitian Suromo (1991) membuktikan bahwa pembinaan kepada PKK dasa wisma dengan cara ceramah dan simulasi lebih baik dibandingkan dengan ceramah saja. Penelitian Metekohy et al. (2004) membuktikan promosi kesehatan melalui metode ceramah dengan media pendukung VCD dan leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik guru penjaskes dalam upaya pencegahan GAKI di kalangan murid SD.


(51)

33

H. Pengetahuan

1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut menjadi proses berurutan :

1. Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.


(52)

34

5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap.

2. Tingkat pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :

a. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan. b. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari


(53)

35

penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.

e. Sintesis (Sinthesis)

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).

3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)

a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100% b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75% c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%


(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) dengan rancangan pretest-posttest group design (Pratomo, 1986). Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan leaflet dan kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan film. Model rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

O1 X1 O2

O3 X2 O4

Keterangan :

O1 dan O3 : Pretes pada kelompok petani untuk menilai pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida sebelum dilakukan perlakuan penyuluhan metode ceramah dengan Leaflet dan ceramah dengan Film.

X1 : Perlakuan penyuluhan melalui metode ceramah dengan media Leaflet oleh fasilitator kesehatan.

X2 : Perlakuan penyuluhan melalui metode ceramah dengan media Film oleh fasilitator kesehatan.


(55)

37

O2 dan O4 : Postes untuk mengetahui pengetahuan responden tentang risiko keracunan pestisida setelah dilakukan perlakuan penyuluhan metode ceramah dengan Leaflet dan ceramah dengan Film.

B. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan. Lokasi penelitian ditetapkan peneliti dengan pertimbangan sebagai berikut: (a) luas lahan hortikultura paling luas di Bandar Lampung; (b) relatif mudah dijangkau dengan transportasi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Bandar Lampung (2008), lahan hortikultura yang paling luas adalah Kelurahan Rajabasa Jaya Kecamatan Rajabasa (254 hektar).

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani yang terhimpun dalam kelompok tani di Kelurahan Rajabasa Jaya yaitu sebanyak 14 kelompok tani dan terdiri dari 284 petani. Sampel penelitian ditetapkan dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995). Adapun kriteria inklusi adalah:

1. Berumur 20-55 tahun

2. Tingkat pendidikan minimal SD


(56)

38

4. Bersedia menjadi responden penelitian

Jumlah sampel yang diperlukan pada kelompok agar memenuhi persyaratan statistik untuk uji beda, sehingga menjamin data dapat terdistribusi normal adalah minimal 30 orang untuk masing-masing kelompok (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Sampel kemudian dibagi dua kelompok berdasarkan kelompok yang sudah ada sebelumnya dan dengan pertimbangan bahwa kedua kelompok mendapatkan materi Sekolah Lapangan (SL) yang berbeda yaitu 30 orang untuk kelompok-1 dan 25 orang untuk kelompok-2. Karena jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk masing-masing kelompok adalah 30 orang maka untuk kelompok-2 ditambah lima orang dari kelompok lain yang lokasinya bedekatan dengan kelompok-2 dengan pertimbangan bahwa petani pada kelompok tersebut kemungkinan memiliki karakteristik yang hampir sama. Setiap kelompok diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok-1 diberikan penyuluhan metode ceramah dengan media Leaflet, sedangkan Kelompok-2 diberikan penyuluhan metode ceramah dengan media Film.

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel pengaruh (independent variable), yaitu penyuluhan dengan metode ceramah menggunakan Leaflet dan Film tentang keracunan pestisida.


(57)

39

2. Variabel terpengaruh (dependent variable), yaitu peningkatan pengetahuan petani tentang risiko keracunan pestisida.

E. Definisi Operasional 1. Variabel Pengaruh

a. Metode penyuluhan adalah metode yang dipakai saat penyuluhan pada penelitian ini yaitu ceramah yang berupa penyampaian pesan searah berbentuk kata-kata.

b. Media penyuluhan adalah media yang dipakai dalam penyuluhan ini, yaitu:

1) Film: Penyampaian pesan dengan bantuan media elektronik berupa LCD yang berisi kata-kata, gambar yang bergerak dan suara.

2) Leaflet: Penyampaian pesan dengan bantuan media cetak berupa kertas bentuk lembaran yang dapat dilipat yang berisi kata-kata dan gambar.

2. Variabel Terpengaruh

a. Pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida adalah nilai yang diperoleh dari kemampuan petani dalam menjawab kuesioner pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida yang terdiri dari 20 item pernyataan dengan pilihan jawaban benar (B) dan salah (S). Setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan setiap jawaban salah diberi


(58)

40

nilai 0. Total skor diperoleh dari penjumlahan jawaban yang benar terhadap pernyataan pada kuesioner. Pengukuran pengetahuan dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan, menggunakan skala ukur data interval.

F. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer berupa pengetahuan petani hortikultura dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terhadap responden.

2. Data sekunder

Data sekunder berupa jumlah petani, umur, tingkat pendidikan diambil dari kantor Kecamatan Rajabasa dan observasi kepada responden secara langsung..

G. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner Pengetahuan

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pengetahuan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan beberapa referensi antara lain Sudarmo (1990), Depkes RI (1994), Achamdi (1994), Wudiyanto (2002), Murphy (2002), Maria (2003) dan Tuormaa (2004), dan Mariana (2006). Bentuk kuesioner berupa pernyataan, dengan alternatif jawaban benar (B) dan salah (S).


(59)

41

Adapun distribusi item pernyataan pada kuesioner, seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Distribusi Item Skala Pengukuran

No Aspek Pengetahuan Nomor Item Jumlah Item 1 Pengertian dan jenis pestisida 1,2 2 2 Cara masuk pestisida 3,4 2 3. Bahaya pestisida dan tanda-tanda

keracunan pestisida

5,6,8,7 4

4 Faktor risiko keracunan 9,10,11 3 5 Cara pengelolaan pestisida 12,13.14,15,16

,17,18,19,20 9

Jumlah 20

Uji item masing-masing pertanyaan dilakukan dengan menggunakan uji product moment (Sugiyono, 2005) yang rumusnya sebagai berikut:

Keterangan :

r : Koefisien korelasi tiap item X : Skor tiap item

Y : Skor total N : Jumlah Sampel


(60)

42

Instrument yang diujicobakan, bila koefisien korelasi r yang diperoleh ≥ daripada koefisien di tabel dengan nilai kritis r pada taraf signifikansi 5% instrument tersebut dinyatakan valid. Dimana untuk N=20 pada taraf signifikansi 5% didapat nilai r tabel = 0,444.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan yaitu: 1. Tahap persiapan

a. Pengurusan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung kepada pemerintah daerah setempat.

b. Penjajagan awal dan koordinasi dengan kecamatan/puskesmas, Kelurahan yang dipilih sebagai lokasi penelitian untuk memperoleh dukungan.

c. Melakukan Educational Diagnostic kepada kelompok tani untuk menentukan sejauh mana batasan pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok tani di Kelurahan Rajabasa Jaya.

d. Uji coba alat ukur penelitian

e. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan mendukung kegiatan ini seperti gedung tempat kegiatan, modul leaflet, film, dan fasilitator/penceramah.

f. Melakukan koordinasi dengan Lurah Rajabasa Jaya dan ketua kelompok tani untuk memilih subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.


(61)

43

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian adalah :

a. Pengambilan data pretes berupa kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh responden.

b. Penyuluhan tentang pengelolaan pestisida yang benar dan risiko keracunan pestisida kepada kelompok tani dilaksanakan pada hari yang sama setelah pretes oleh fasilitator dilanjutkan dengan tanya jawab oleh responden dan fasilitator.

c. Pengisian postest 1 dilakukan 1 minggu setelah perlakuan di masing-masing kelompok berupa kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh responden dan langsung dikumpulkan.

Gambar 3. Bagan Pelaksanaan Penelitian Fasilitator

Petani kelompok I

Pretes Post tes

Petani kelompok II


(62)

44

I. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data (editing, coding, entry, cleaning), selanjutnya data dianalisis. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Statistical Program for Social Sciences (SPSS). Data dianalisis sera deskriptif dan analitik untuk melihat pengaruh dan perbedaan pengetahuan responden sebelum dan sesudah penyuluhan yang paling efektif dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon dan Mann-Whitney. Semua keputusan uji statistik menggunakan taraf signifikansi α = 0,05.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Tesis

Bangun, E.H. 2010. Efektifitas Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dalam Penanganan Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Kota Bukittinggi. Medan : Perpustakaan USU (Tesis)

Departemen Kesehatan RI. 2000. Penerapan Promosi Kesehatan dalam Pemberdayaan Keluarga. Direktorat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Pusat

Promosi Kesehatan Depkes RI, Jakarta.

De Porter, B. 2000. Quantum Teaching. Terjemahan. Bandung: Kaifa-Mizan. Djojosumarto, P. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Ewles, L., Simnett, I. 1994. Promosi Kesehatan : Petunjuk Praktis. Emilia, O. (Alih

Bahasa). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Green, L.W., Kreuter, M.W. .2000. Health Promotion Planning : An Educational and Environmental Approach. 2nd ed. California : Mayfield Publishing Company. Herawani. 2001. Promosi Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kapti, R.E. 2010. Efektifitas Audiovisual Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Tatalaksana Balita dengan Diare di Dua Rumah Sakit Kota Malang. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.

Mantra, I.B. 1997. Strategi Penyuluhan Kesehatan. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.


(64)

Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Universitas Sebelas Maret (UNS) Press, Surakarta.

Mariani. 2003. Pemberdayaan Perempuan dengan Peer Education dalam Memelihara Kesehatan Reproduksi di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. Tesis Program Studi S2 IKM UGM. Tidak dipublikasi. Metekohy, F.A., Sudargo, T., Dewi, F.S.T. 2004. Pengaruh Media Ceramah, Leaflet

dan VCD dalam Pencegahan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Berita Kedokteran Masyarakat, XX(3), pp. 125-130.

Mujoko, J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Universitas Airlangga Press

Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida; Teknik Diagnosa, Pertolongan Pertama, Pengobatan dan Pencegahan. Widya Medika. Jakarta.

Murphy, H. H., Phung Hoan, N., Matteson, P. and Morales Abubakar, A. L. C. 2002. Farmer’s self-surveillance of pesticide poisoning: A 12-month pilot in Northern Vietnam, International Journal of Occupational and Environtmental health, 8,3, 201-211.

Nasution, N.A.H. 2010. Efektivitas media promosi kesehatan (leaflet) Dalam perubahan pengetahuan dan sikap ibu Hamil tentang inisiasi menyusu dini (imd) dan Asi eksklusif di kecamatan Padangsidimpuan selatan Kota padangsidimpuan Tahun 2010. Medan : Perpustakaan USU (Tesis)

Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Pandiangan. 2005. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Melalui Metode

Ceramah, Media Audio Visual, Ceramah Plus Audio Visual pada Pengetahuan dan Sikap Remaja SLTP di Tapanuli Utara. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Pratomo, S. 1986. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan K.B. Jakarta: PMU Pengembangan FKM di Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I.


(65)

Pulungan, R. 2007. Pengaruh Metode Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Dokter Kecil Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) di Kecamatan Helvetia Tahun 2007. Tesis. Sarwono, S. 1997.Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sembiring, D. 2008. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Tentang Pengelolaan Pestisida Pada Petani Jeruk di Desa Sinaman Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Tahun 2007. Skripsi.

Singarimbun, M., Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES. Sudargo, T. 1997. Tingkat Keracunan dan Perilaku Petani dalam Menggunakan

Pestisida di Kabupaten Brebes. Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Sudarmo, S. 1990. Pengendalian Serangga Hama Jagung. Yogyakarta: Kanisius Tarigan, B. BR. 2011.Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan dan

Sikap Petani Jeruk Dalam Menyemprot Pestisida di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara. Skripsi Tjahjowati, S., Prawitasari, Y.E. , Pramono, D. 1997. Metode Alternatif Pendidikan

Kesehatan bagi Kader Posyandu. Berita Kedokteran Masyarakat, XIII (3), pp. 137-149.

Veronica, J. 2009. Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tesis.

Wass, A. 2000. Promoting Health : The Primary Health Care Approach. 2nd ed. Australia : Harcourt Saunders company.

WHO. 1988. Education for Health : A Manual on Health Education in Primary Health Care. Geneva.

WHO. 2005. Global Health Promotion Scaling up for 2015. Background Document for the 6th Global Conference on Health Promotion in Bangkok, Thailand. Wudianto, R. 2005. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Edisi Revisi. Penebar Swadaya.


(1)

42

Instrument yang diujicobakan, bila koefisien korelasi r yang diperoleh ≥ daripada koefisien di tabel dengan nilai kritis r pada taraf signifikansi 5% instrument tersebut dinyatakan valid. Dimana untuk N=20 pada taraf signifikansi 5% didapat nilai r tabel = 0,444.

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan yaitu: 1. Tahap persiapan

a. Pengurusan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung kepada pemerintah daerah setempat.

b. Penjajagan awal dan koordinasi dengan kecamatan/puskesmas, Kelurahan yang dipilih sebagai lokasi penelitian untuk memperoleh dukungan.

c. Melakukan Educational Diagnostic kepada kelompok tani untuk menentukan sejauh mana batasan pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok tani di Kelurahan Rajabasa Jaya.

d. Uji coba alat ukur penelitian

e. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan mendukung kegiatan ini seperti gedung tempat kegiatan, modul leaflet, film, dan fasilitator/penceramah.

f. Melakukan koordinasi dengan Lurah Rajabasa Jaya dan ketua kelompok tani untuk memilih subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.


(2)

43

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian adalah :

a. Pengambilan data pretes berupa kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh responden.

b. Penyuluhan tentang pengelolaan pestisida yang benar dan risiko keracunan pestisida kepada kelompok tani dilaksanakan pada hari yang sama setelah pretes oleh fasilitator dilanjutkan dengan tanya jawab oleh responden dan fasilitator.

c. Pengisian postest 1 dilakukan 1 minggu setelah perlakuan di masing-masing kelompok berupa kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh responden dan langsung dikumpulkan.

Gambar 3. Bagan Pelaksanaan Penelitian Fasilitator

Petani kelompok I

Pretes Post tes

Petani kelompok II


(3)

44

I. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data (editing, coding, entry, cleaning), selanjutnya data dianalisis. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Statistical Program for Social Sciences (SPSS). Data dianalisis sera deskriptif dan analitik untuk melihat pengaruh dan perbedaan pengetahuan responden sebelum dan sesudah penyuluhan yang paling efektif dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon dan Mann-Whitney. Semua keputusan uji statistik menggunakan taraf signifikansi α = 0,05.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Universitas Diponegoro Semarang. Tesis

Bangun, E.H. 2010. Efektifitas Metode Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dalam Penanganan Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang Kota Bukittinggi. Medan : Perpustakaan USU (Tesis)

Departemen Kesehatan RI. 2000. Penerapan Promosi Kesehatan dalam Pemberdayaan Keluarga. Direktorat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2004. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Pusat

Promosi Kesehatan Depkes RI, Jakarta.

De Porter, B. 2000. Quantum Teaching. Terjemahan. Bandung: Kaifa-Mizan. Djojosumarto, P. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Ewles, L., Simnett, I. 1994. Promosi Kesehatan : Petunjuk Praktis. Emilia, O. (Alih

Bahasa). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Green, L.W., Kreuter, M.W. .2000. Health Promotion Planning : An Educational and Environmental Approach. 2nd ed. California : Mayfield Publishing Company. Herawani. 2001. Promosi Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kapti, R.E. 2010. Efektifitas Audiovisual Sebagai Media Penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam Tatalaksana Balita dengan Diare di Dua Rumah Sakit Kota Malang. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.

Mantra, I.B. 1997. Strategi Penyuluhan Kesehatan. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Jakarta.


(5)

Mardikanto, T. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Universitas Sebelas Maret (UNS) Press, Surakarta.

Mariani. 2003. Pemberdayaan Perempuan dengan Peer Education dalam Memelihara Kesehatan Reproduksi di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Bali. Tesis Program Studi S2 IKM UGM. Tidak dipublikasi. Metekohy, F.A., Sudargo, T., Dewi, F.S.T. 2004. Pengaruh Media Ceramah, Leaflet

dan VCD dalam Pencegahan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Berita Kedokteran Masyarakat, XX(3), pp. 125-130.

Mujoko, J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Universitas Airlangga Press

Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida; Teknik Diagnosa, Pertolongan Pertama, Pengobatan dan Pencegahan. Widya Medika. Jakarta.

Murphy, H. H., Phung Hoan, N., Matteson, P. and Morales Abubakar, A. L. C. 2002. Farmer’s self-surveillance of pesticide poisoning: A 12-month pilot in Northern Vietnam, International Journal of Occupational and Environtmental health, 8,3, 201-211.

Nasution, N.A.H. 2010. Efektivitas media promosi kesehatan (leaflet) Dalam perubahan pengetahuan dan sikap ibu Hamil tentang inisiasi menyusu dini (imd) dan Asi eksklusif di kecamatan Padangsidimpuan selatan Kota

padangsidimpuan Tahun 2010. Medan : Perpustakaan USU (Tesis)

Notoadmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Pandiangan. 2005. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Melalui Metode

Ceramah, Media Audio Visual, Ceramah Plus Audio Visual pada Pengetahuan dan Sikap Remaja SLTP di Tapanuli Utara. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Pratomo, S. 1986. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan

Masyarakat dan K.B. Jakarta: PMU Pengembangan FKM di Indonesia


(6)

Pulungan, R. 2007. Pengaruh Metode Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Dokter Kecil Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN-DBD) di Kecamatan Helvetia Tahun 2007. Tesis. Sarwono, S. 1997.Sosiologi Kesehatan : Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sembiring, D. 2008. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Tentang Pengelolaan Pestisida Pada Petani Jeruk di Desa Sinaman Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo Tahun 2007. Skripsi.

Singarimbun, M., Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES. Sudargo, T. 1997. Tingkat Keracunan dan Perilaku Petani dalam Menggunakan

Pestisida di Kabupaten Brebes. Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Sudarmo, S. 1990. Pengendalian Serangga Hama Jagung. Yogyakarta: Kanisius Tarigan, B. BR. 2011.Pengaruh Penyuluhan Pestisida Terhadap Pengetahuan dan

Sikap Petani Jeruk Dalam Menyemprot Pestisida di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara. Skripsi Tjahjowati, S., Prawitasari, Y.E. , Pramono, D. 1997. Metode Alternatif Pendidikan

Kesehatan bagi Kader Posyandu. Berita Kedokteran Masyarakat, XIII (3), pp. 137-149.

Veronica, J. 2009. Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tesis.

Wass, A. 2000. Promoting Health : The Primary Health Care Approach. 2nd ed. Australia : Harcourt Saunders company.

WHO. 1988. Education for Health : A Manual on Health Education in Primary Health Care. Geneva.

WHO. 2005. Global Health Promotion Scaling up for 2015. Background Document for the 6th Global Conference on Health Promotion in Bangkok, Thailand. Wudianto, R. 2005. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Edisi Revisi. Penebar Swadaya.


Dokumen yang terkait

Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura Di Kecamatan Jorlang Hataran

0 25 1

EFEKTIVITAS PEER EDUCATIONDALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

4 34 67

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT (Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

1 10 63

PENGARUH PEMUTARAN MEDIA AUDIO VISUAL (VIDEO) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI BAWANG MERAH (Studi Kasus pada Petani di Desa Tegalglagah Kecamatan Bulakamb

0 6 125

Perbedaan Metode Ceramah dan Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan Santriwati Tentang Pedikulosis Kapitis di Pondok Pesantren Al-Mimbar Sambongdukuh Jombang

0 16 104

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DENGAN LEAFLET Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Dengan Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Desa Wonorejo Polokarto.

0 3 16

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DENGAN LEAFLET Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah Dengan Leaflet Terhadap Peningkatan Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Desa Wonorejo Polokarto.

0 3 12

Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Dengan Metode Ceramah Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Dalam Pencegahan Filariasis

0 1 11