EFEKTIVITAS PEER EDUCATIONDALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

THE EFFECTIVENESS OF PEER EDUCATION IN IMPROVING HORTICULTURE FARMER’S KNOWLEDGE ABOUT PESTICIDE POISONING IN RAJABASA JAYA VILLAGE IN BANDAR LAMPUNG

By

M. RIZKI DARMAWAN M.

Farmer is a biggest working group in Indonesia. The use of pesticide had been introduced widely to farmers. Pesticide has a role in improving human welfare. In another side, pesticide is a poison which has some negative effects in farmer’s health. Considering the use of pesticide in plant protection effort and agriculture results, farmers should have proper knowledge to prevent pesticide poisoning. Therefor, a health promotion effort needs to conduct. Health promotion with peer education is expected to be able to improve farmer’s knowledge about pesticide poisoning.

The objective of this research was to find out the effectiveness of health promotion by peer education in improving farmer’s knowledge about pesticide poisoning. This research was a quasi experimental with non-equivalent control group design with pretest and posttest. This research was conducted on November to December 2012. The samples size was 60 persons consist of 30 persons in experiment group and 30 persons in control group. Sample was selected by purposive sampling technique according to predetermined inclusion criteria. This research used univariate and bivariate analysis with Wilcoxon and Mann-whitney test.

The research derived the average value of farmer’s knowledge improvement from posttest and posttest results, in experiment and control groups were 1.47 and 1.23 respectively, so that the deviation of knowledge improvement average between two groups was 0.24. The analysis result revealed that there was no significant average value of farmer’s knowledge improvement between health promotion with peer education and speech method with p-value = 0.350 and significant level p<0.05.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah sekitar 37% dari angkatan kerja (Badan Pusat Statistik, 2012). Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber Penghasilan Utama Daerah (PAD) (Achmadi, 2005).

Untuk meningkatkan hasil pertanian yang optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai teknologi, antara lain penggunaan agrokimia (bahan kimia sintetik). Penggunaan agrokimia, khususnya pestisida diperkenalkan secara besar-besaran (massive) menggantikan kebiasaan teknologi lama, baik dalam pengendalian hama maupun pemupukan tanaman (Achmadi, 2005).

Pestisida merupakan salah satu teknologi modern yang terbukti mempunyai peranan dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam lingkup kesehatan masyarakat, penggunaan pestisida telah berhasil mengendalikan vektor-vektor penyakit menular tertentu, sehingga mampu menurunkan prevalensi penyakit


(3)

Di bidang pertanian, penggunaan pestisida memungkinkan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertaniannya dan bahkan mampu melindungi petani dari kerugian pasca panen (Departemen Pertanian RI, 2005).

Di sisi lain, pestisida merupakan racun yang tidak hanya berlaku bagi hama yang menjadi target sasarannya, namun memberikan dampak negatif bagi kesehatan tenaga kerja. Menurut perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP), satu sampai lima juta kasus keracunan terjadi pada pekerja yang bekerja pada sektor pertanian, 20.000 diantaranya berakibat fatal. Sebagian besar kasus keracunan tersebut terjadi di negara berkembang (Depkes RI, 2004).

Penelitian – penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap tingkat keracunan pestisida telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Rustia dkk (2009), terhadap petani sayur yang berada di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, didapatkan 71,4% petani mengalami keracunan ringan dan sisanya sebanyak 26,4% mengalami keracunan sedang. Penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 97,8% petani sayuran dalam penelitian tersebut mengalami keracunan pestisida. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Jambi (2005), terhadap petani sayur di Kota Jambi didapatkan 65,22% mengalami keracunan pestisida.


(4)

Angka kejadian keracunan pestisida tersebut kemungkinan disebabkan oleh banyak faktor. Adapun faktot-faktor tersebut meliputi faktor internal seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, sikap perilaku, dan faktor eksternal seperti luas lahan, lama penanganan, penggunaan Alat pelindung Diri (APD) dan jenis tanaman yang disemprot (Achmadi, 2005).

Mengingat manfaat pestisida dalam usaha perlindungan tanaman dan hasil pertanian, serta memperhatikan potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya, maka petani sebagai pengguna pestisida harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang pengelolaan pestisida agar terhindar dari risiko keracunan. Promosi kesehatan tentang risiko keracunan pestisida dan cara pengelolaan pestisida yang aman merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dalam pengelolaan pestisida. Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan pestisida, diharapkan dapat mengubah perilaku petani. Penelitian yang dilakukan oleh Teguh (2009), tentang analisis faktor resiko keracunan pestisida organofosfat terhadap keluarga petani di Kabupaten Magelang, menunjukan bahwa istri petani yang memiliki pengetahuan baik cenderung lebih sedikit mengalami keracunan pestisida dibandingkan dengan mereka yang memiliki pengetahuan kurang. Hasil penelitian tersebut juga menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden tentang pestisida yang kurang, memberikan risiko 1,96 kali lebih tinggi terhadap kejadian keracunan pestisida.

Promosi kesehatan tentang pestisida dapat dilakukan melalui media massa atau secara langsung terhadap target sasaran. Departemen Kesehatan


(5)

Republik Indonesia (2004), telah mengeluarkan panduan tentang cara pengelolaan pestisida yang aman bagi kesehatan. Namun petani tidak mengerti karenanya perlu metode yang tepat dalam menyampaikan informasi ini agar dapat meningkatkan pengetahuan petani mengenai bahaya keracunan pestisida. Penelitian yang dilakukan oleh Maria (2003), tentang pengaruh pelatihan dan keselamatan kerja dalam penggunaan pestisida terhadap kelompok tani di kupang, menunjukkan bahwa petani yang diberi pelatihan cenderung lebih tinggi tingkat pengetahuannya, tetapi tidak dapat meningkatkan perilaku petani secara bermakna. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi baru mengenai metode mempromosikan penggunaan pestisida yang aman agar petani terhindar dari risiko keracunan pestisida.

Hasil need assessment melalui focus group discussion yang dilaksanakan oleh tim peneliti pada 29 Maret 2011 terhadap kelompok tani di daerah penelitian memberikan gambaran bahwa peserta pernah mendapat informasi tentang cara pengelolaan pestisida melalui penyuluhan/ceramah oleh petugas penyuluh lapangan (PPL), tetapi mereka merasa belum memahami secara benar informasi tersebut sehingga berpengaruh pada perilaku penggunaan pestisida. Peserta mengharapkan adanya upaya promosi kesehatan yang lebih intensif, sehingga informasi yang diberikan dapat diterima dan dipahami dengan baik.

Pendidikan kesehatan dengan pendekatan kelompok merupakan pilihan yang cukup efektif dalam pendidikan kesehatan berbasis masyarakat. Pendekatan kelompok memberikan dukungan dan dorongan bagi anggotanya dalam


(6)

memecahkan masalah dan mengambil keputusan untuk mengubah perilakunya serta perilaku tersebut. Salah satu metode pendidikan kesehatan dengan pendekatan kelompok yang sesuai dengan hasil need assessment adalah metode peer education.

Peer education (pendidikan sebaya) adalah proses pendidikan yang dilaksanakan antar kelompok sebaya (peer group) dengan dipandu oleh pendamping yang juga berasal dari kelompok itu sendiri yang disebut peer educator (pendidik sebaya) (Ypeer, 2003). Peer education diharapkan lebih bermanfaat karena alih pengetahuan dilakukan antar kelompok sebaya yang mempunyai hubungan lebih akrab, “bahasa” yang digunakan sama, dengan cara penyampaian santai, sehingga kelompok sasaran lebih nyaman berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi termasuk masalah sensitif. Komunikasi menjadi lebih terbuka dan lebih efektif (USAID, 1998). Penelitian yang dilakukan oleh Murti (2006) tentang efektivitas promosi kesehatan dengan peer education dalam upaya penemuan penderita Tuberkulosa Paru di Kabupaten Badung Provinsi Bali menunjukan adanya peningkatan pengetahuan dan perilaku pada kelompok dasawisma setelah mendapat intervensi dengan pendekatan peer education.

Kelurahan Rajabasa Jaya (RJ) memiliki lahan hortikultura terluas di Bandar Lampung. Luas lahan pertanian di desa RJ mencapai 254 hektar. Di daerah ini petani sangat menggantungkan hasil pertaniannya pada penggunaan pestisida. Subjek penelitian adalah petani hortikultura dengan pertimbangan bahwa petani hortikultura mempunyai risiko lebih tinggi terkena keracunan


(7)

pestisida. Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh tim peneliti pada 28 Maret 2011 terhadap petani di daerah penelitian, petani menyatakan tidak begitu mengerti tentang bahaya penggunaan pestisida bagi kesehatan dan gejala timbulnya keracunan pestisida. Hasil pengamatan pendahuluan, menunjukkan bahwa petani belum benar dalam tata cara pengelolaan pestisida.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk melaksanakan penelitian di wilayah tersebut. Promosi kesehatan melalui peer education pada penelitian ini diharapkan dapat lebih memperluas jangkauan promosi kesehatan. Melalui peer education, pesan promosi kesehatan dapat disampaikan kepada petani melalui jalur informal sehingga pesan lebih dapat diterima.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian adalah: apakah promosi kesehatan dengan metode peer education efektif dalam meningkatkan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida ?


(8)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas peer education dalam meningkatkan pengetahuan petani hortikultura tentang keracunan pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya. 2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan petani hortikultura di Kelurahan Rajabasa Jaya tentang keracunan pestisida sebelum diberi perlakuan berupa promosi kesehatan dengan metode peer education.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan petani hortikultura di Kelurahan Rajabasa Jaya tentang keracunan pestisida setelah diberi perlakuan berupa promosi kesehatan dengan metode peer education.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah untuk kajian bagi peneliti lain dalam mengembangkan atau meneliti lebih lanjut. 2. Bagi Dinas Pertanian

Sebagai bahan pertimbangan dan upaya perlindungan serta pengendalian terhadap penggunaan pestisida yang aman bagi kesehatan.


(9)

3. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan promosi kesehatan yang tepat tentang risiko keracunan pestisida.

E. Landasan Teori

Konsep mengenai perilaku Green dikenal dengan model PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and enabling cause in Educational diagnostic and Evaluating). Pada model tersebut dijelaskan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor genetik atau keturunan,

2. Faktor perilaku seseorang atau masyarakat, 3. Faktor lingkungan.

Faktor genetik, perilaku, dan lingkungan itu mempunyai hubungan yang timbal balik dimana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi. Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari tiga unsur yang meliputi:

a. faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam lingkungan pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai kehidupan dan sebagainya. Selain mempengaruhi perilaku, faktor ini juga mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor penguat.

b. Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Selain mempengaruhi perilaku, faktor ini juga mempengaruhi faktor predisposisi.


(10)

c. Faktor penguat (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referensi dari masyarakat. Faktor ini saling mempengaruhi dengan perilaku itu sendiri, juga dapat mempengaruhi faktor pendukung, mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor predisposisi. Faktor ini juga dipengaruhi oleh lingkungan.

Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah bahwa perilaku seseorang atau masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan di mana peningkatan hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan dengan metode yang tepat.


(11)

Teori perilaku model Green dengan model PRECEDE digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Landasan Teori

F. Kerangka Konsep

Prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar yang terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu input, proses dan output. Input dalam penelitian ini adalah pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida, yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik petani hortikultura yang terdiri dari Faktor predisposisi:

Pengetahuan, Keyakinan Nilai-nilai kehidupan Sikap, Kepercayaan

Faktor pendukung:

Ketersediaan sarana Kemudahan sarana Masyarakat/pemerintah Perundang-undangan Prioritas kesehatan

Keterampilan petugas

Kesehatan Perilaku

individu/masyarakat

Faktor penguat:

Keluarga, Teman sebaya Guru, Tokoh Masyarakat Pelayanan Kesehatan Pengambilan kebijakan


(12)

umur dan tingkat pendidikan. Proses berisi kegiatan promosi kesehatan tentang risiko keracunan pestisida dilakukan dengan metode peer education oleh peer educator sebagai kontrol. Output adalah peningkatan pengetahuan petani hortikultura tentang risiko keracunan pestisida. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Metode peer education efektif dalam meningkatkan pengetahuan petani hortikultura tentang keracunan pestisida.

Faktor Predisposisi : Pengetahuan

Faktor Penguat : Teman sebaya Promosi Kesehatan

tentang keracunan pestisida dengan

metode peer education

Independent variable Dependent variable

Umur, tingkat pendidikan, Budaya, Informasi, Pengalaman, Sosial

Budaya petani Confounding variable

Tingkat Pengetahuan


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pestisida Pertanian dan Bahayanya Terhadap Kesehatan

Mujoko (2000) menyatakan bahwa pestisida secara harfiah berarti pet killing agent atau bahan pembunuh hama. Kemudian batasan operasional pestisida berkembang menjadi semua bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, dan mengusir hama atau bahan yang digunakan untuk merangsang, mengatur, dan mengendalikan tumbuhan.

Wudianto (2008), istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide yang berasal dari bahasa latin, pestis dan caedo, yang dapat diterjemahkan secara bebas menjadi racun untuk mengendalikan jasad pengganggu. Istilah jasad pengganggu pada tanaman sering disebut organisme pengganggu tanaman.

Menurut peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara pendaftaran Pestisida, Pestisida adalah zat kimia atau bahan lain dan jasad renik dan virus yang digunakan untuk :

a. memberantas atau mencegah hama-hama tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian;

b. memberantas rerumputan;

c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan;


(14)

d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk;

e. memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak;

f. memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan alat-alat pengangkutan;

g. memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang peril dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, atau air.

Pestisida dibuat dari proses yang relatif simpel, bahan dasarnya terdiri dari kombinasi beberapa substansi kimia. Pertumbuhan industri pestisida pertanian sangat pesat, diperkirakan kini 45-50.000 bahan dasar pestisida dengan 600 bahan aktifnya (Tuormaa, 2004).

Berdasarkan bahan kimia yang terkandung di dalamnya, maka pestisida digolongkan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Organochlorine, contohnya : DDT, lindane, dieldrin, aldrin

2. Organophospate, contohnya : dichlorovos, disulfoton, diazinon, malathion

3. Carbamat, contohnya : propoxur (baygon), bux, carbaryl (sevin), mexa carbamate (zectran)

Pestisida golongan organochlorine sangat ampuh untuk membunuh hama, tetapi sifatnya sangat persisten dalam tubuh makhluk hidup maupun lingkungan. Organophospate jauh lebih tinggi tokisitasnya, tetapi tidak


(15)

bersifat persisten, tetapi termasuk pestisida yang bertahan lama dalam tubuh (Murphy et al., 2002)

Pestisida dapat membantu manusia mengatasi gangguan hama, tetapi aplikasi pestisida dapat menimbulkan akibat yang merugikan kesehatan manusia apabila tidak dikelola dengan bijaksana. Penelitian Mourad (2005) terhadap 48 orang petani di Gaza Strip, Palestina, menunjukkan bahwa 42 orang (87,5%) mengalami gejala keracunan yang berhubungan dengan pestisida. Gejala potensial yang dialami petani berhubungan dengan keracunan pestisida adalah rasa panas seperti terbakar pada mata dan muka, iritasi kulit, rash pada kulit, mengeluarkan ingus dari hidung, sakit dada dan kelelahan. Dalam tubuh manusia organochlorine seperti Dichloro Difenil Trichloreytan (DDT) ditemukan dalam jaringan lemak tubuh manusia. Sebagai contoh, konsentrat yang tinggi dari aldrin telah dilaporkan pada sampel air susu ibu di India (Nair et al., 1992)

Pemerintah Inggris menggambarkan bahwa pada tahun 1977, rata-rata kontaminasi DDT pada laki-laki 2,6 ppm dan wanita 1,6 ppm. Departemen Pertanian Inggris, Ministry of Agriculture Fisheries and Foot (MAAF) 1987, menemukan beberapa sampel makanan bayi terkontaminasi dengan pestisida (Tuormaa, 2004). Bila wanita yang sedang menyusui terpapar dengan pestisida, maka kemungkinan bayi yang minum Air Susu Ibu (ASI) tersebut juga akan terpapar pestisida. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan DDT, jenis pestisida yang terkenal ampuh untuk memberantas hama untuk sayur-sayuran di beberapa daerah di Jawa Barat terbukti telah


(16)

mencemari air susu ibu melalui makanan. Penelitian ini mendorong pemerintah pada tahun 1991 mengeluarkan larangan penggunaan DDT pada pertanian (Kompas, 2003).

Pestisida sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, dapat menimbulkan keracunan bahkan pada dosis tertentu dapat menimbulkan kematian. Keracunan pestisida pada manusia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

1. Keracunan akut : apabila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia sekaligus dengan dosis tertentu dan dapat menyebabkan kematian. Gejala keracunan akut pada manusia menyebabkan pusing, mual, pupil mata menyempit sehingga penglihatan menjadi kabur, mata berair, mulut berbusa, berkeringat banyak, kejang-kejang, muntah, mencret, detak jantung cepat dan sesak nafas. World Health Organisation (WHO) 1986, memperkirakan antara 800.000 sampai dengan 1.500.000 kasus keracunan pestisida di seluruh dunia dan 3000 – 28.000 menimbulkan kematian. Kebanyakan keracunan akut berhubungan dengan kecelakaan kerja (Tuormaa, 2004)

2. Keracunan kronis : apabila pestisida masuk kedalam tubuh manusia secara berangsur-angsur dalam jumlah yang sedikit, sehingga penumpukan terjadi pada tubuh manusia. Efek keracunan kronis diantaranya berbahaya bagi sistem reproduksi karena efek pestisida dapat menyebabkan mutasi gen (mutagenicity) dan cacat pada anak yang lahir (teratogenicity). Penelitian retrospektif di Vietnam menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara paparan pestisida dengan anak lahir cacat.


(17)

Gejala keracunan kronis pestisida sangat beragam. Gejala tersebut muncul bergantung pada sistem organ mana yang dipengaruhinya. Adapun gejala-gejala keracunan kronis tersebut menurut Guven et al (1999) yaitu :

 gejala pada sistem syaraf : masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, kehilangan kesadaran, dan koma;

 gejala pada hati : hepatitis;

 gejala pada sistem kekebalan : alergi, kemampuan daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang;

 gejala pada sistem hormonal : beberapa pestisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria dan pertumbuhan telur yang tidak normal pada wanita serta pelebaran tiroid yang menyebabkan terjadinya kanker tiroid.

The London Foot Commision dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 426 bahan kimia yang terdaftar sebagai pestisida, 68 ditemukan bersifat karsinogenik, 61 menyebabkan mutasi gen, 35 ditemukan mempunyai efek terhadap sistem reproduksi mulai dari impotensi sampai dengan lahir cacat dan 93 jenis menyebabkan iritasi kulit (Tuormaa, 2004).

Tingkat keracunan pestisida dapat ditunjukkan oleh aktivitas cholinesterase dalam darah. Salah satu cara pemeriksaan cholinesterase darah adalah dengan tintometer tes. Berdasarkan berat ringannya efek keracunan pestisida


(18)

terhadap tubuh maka tingkat keracunan dapat dibagi menjadi 3 tingkatan (Depkes, 1992) :

1. Keracunan ringan : aktivitas cholinesterase 75 – 50 % mungkin telah terjadi over exposure perlu diuji ulang, jika responden lemah agar istirahat dan tidak kontak dengan pestisida selama dua minggu diuji ulang sampai sembuh

2. Keracunan sedang : aktivitas cholinesterase 50 – 25 %, over exposure yang serius, perlu dikaji ulang, jika benar, istirahat dari semua pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida dan jika sakit rujuk ke pemeriksaan medis

3. Keracunan berat : aktivitas cholinesterase 25 – 0 %, over exposure yang sangat serius dan berbahaya, perlu diuji ulang, harus istirahat dari semua pekerjaan, jika perlu rujuk untuk pemeriksaan medis.

B. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida Keracunan pestisida dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam tubuh maupun dari luar tubuh.

1. Faktor dari Dalam Tubuh a. Usia

Semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin lama bekerja dengan pestisida sehingga semakin banyak pula paparan yang dialaminya. Selain itu, usia berhubungan dengan kekebalan tubuh dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat. Semakin tua usia


(19)

seseorang maka efektifitas sistem kekebalan di dalam tubuhnya akan semakin berkurang (Arisman, 2004).

b. Status gizi

Semakin baik status gizi seseorang maka akan semakin sulit mengalami keracunan karena mempunyai sistem kekebalan tubuh yang baik. Tetapi, semakin buruk status gizi seseorang maka akan semakin mudah mengalami keracunan karena mempunyai sistem kekebalan tubuh yang kurang.

c. Pengetahuan, sikap, dan praktek (tindakan)

Bila seseorang telah setuju terhadap objek, akan terbentuk sikap positif terhadap obyek tersebut. Bila sikap positif terhadap obyek atau program telah terbentuk, diharapkan akan terbentuk niat untuk melakukan program tersebut. Bila niat tersebut akan betul–betul dilakukan, sangat bergantung terhadap beberapa aspek, seperti tersediannya sarana dan prasarana serta pandangan orang lain di sekitarnya. Misalnya, seorang petani berniat menggunakan APD secara baik dan benar pada saat menyemprot pestisida. Seharusnya, APD sudah tersedia sehingga petani dapat menggunakannya. Hal ini merupakan dorongan untuk melakukan tindakan secara tepat sesuai aturan kesehatan sehingga risiko terjadinya keracunan pestisida dapat dicegah atau dikurangi (Prijanto, 2009). d. Tingkat pendidikan

Pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut. Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, diharapkan pengetahuan seseorang


(20)

tentang pestisida dan bahayanya lebih baik jika dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga dalam pengelolaan pestisida, individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih baik (Prijanto, 2009).

2. Faktor dari Luar Tubuh a. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan berhubungan dengan waktu menyemprot karena semakin terik matahari atau semakin siang waktu menyemprot maka suhu akan semakin panas. Suhu lingkungan yang tinggi akan mempermudah penyerapan pestisida organofosfat ke dalam tubuh melalui kulit dan atau ingesti. Temperatur yang aman yaitu 24°C–30°C. Bila suhu melebihi yang ditentukan maka pekerja mudah berkeringat sehingga pori–pori banyak terbuka dan pestisida akan mudah masuk melalui kulit (Achmadi, 1991).

b. Penggunaan APD

Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak. Oleh karena itu, penggunaan APD pada petani ketika bekerja menggunakan pestisida sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Departemen Kesehatan (2003) menyatakan bahwa jenis perlengkapan minimal yang digunakan oleh pengguna pestisida yang melakukan penyemprotan di luar lapangan, yaitu (1) pelindung kepala; (2) pelindung mata; (3) pelindung pernafasan; (4) pelindung badan; (5) pelindung tangan; dan (6) pelindung kaki. Penelitian Cross sectional di


(21)

Wisconsin Countis, menunjukkan 23% pestisida masuk melalui kulit, 32% dilaporkan melalui saluran pernafasan pada petani yang tidak menggunakan APD secara rutin (Perry et al., 1998). Petani yang tidak memakai APD, mempunyai ririko keracunan pestisida lebih besar dibandingkan dengan petani yang memakai APD.

c. Cara penanganan pestisida

Dalam menggunakan pestisida, perlu diperhatikan pemilihan jenis pestisida, peracikan, penyemprotan, pencucian alat, dan pembuangan sisa pembungkus pestisida. Suma’mur (1995) menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia harus memenuhi prinsip dan cara kerja yang sesuai dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Adapun prinsip dan cara kerja tersebut, yaitu (1) saat mencampur, harus menggunakan sarung tangan karet, alat takar, dan pengaduk khusus sehingga terhindar dari kontak dengan kulit tangan; (2) saat menyemprot, harus searah dengan arah angin, memakai baju lengan panjang, celana panjang, serta perlengkapan pelindung kepala, mata, dan hidung; (3) selesai menyemprot, bekas pestisida dibungkus dan dikubur, air bekas cucian dibuang pada tempat yang tidak mencemari badan, mandi dengan sabun dan mengganti pakaian sebelum melakukan pekerjaan lain, serta mencuci tangan sebelum makan.

d. Dosis pestisida

Suma’mur (1995) menyatakan bahwa semakin besar dosis pestisida, semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Hal ini diperkuat oleh Mualim (2002) yang menyatakan


(22)

bahwa dosis pestisida yang semakin besar akan menyebabkan semakin besar kemungkinan terjadi keracunan. Bila dosis penggunaan pestisida bertambah, efek dari pestisida pun akan bertambah. Dosis yang tidak sesuai mempunyai resiko 4 kali untuk terjadi keracunan dibandingkan penyemprotan yang dilakukan dengan menggunakan dosis sesuai aturan. Untuk dosis penyempotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5–1,5 kg/ha (Djojosumarto, 2008).

e. Jumlah jenis pestisida

Masing–masing pestisida mempunyai efek fisiologis yang berbeda-beda tergantung dari kandungan zat aktif dan sifat fisik pestisida tersebut. Pada saat penyemprotan, penggunaan pestisida > 3 jenis dapat mengakibatkan keracunan pada petani. Banyaknya jenis pestisida yang digunakan menyebabkan beragamnya paparan pada tubuh petani yang mengakibatkan reaksi sinergik dalam tubuh. Hal ini diperkuat oleh Suwarni (1997) yang menyatakan bahwa penggunaan pestisida lebih dari satu jenis mempunyai risiko lebih besar untuk terjadi keracunan bila dibandingkan dengan satu jenis pestisida.

f. Toksisitas senyawa pestisida

Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam penggunaan dengan kadar rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar tinggi.


(23)

g. Bentuk dan cara masuk pestisida

Racun dalam bentuk larutan akan bekerja lebih cepat dibandingkan dengan bentuk padat. Sedangkan racun yang masuk ke dalam tubuh secara intravena dan intramuskular akan memberikan efek lebih kuat dibandingkan dengan melalui mulut (Sartono, 2001).

h. Lama penyemprotan

Achmadi (1993) menyatakan bahwa bahwa frekuensi dan lama penyemprotan akan menyebabkan semakin sering terpapar pestisida sehingga kecenderungan untuk keracunan semakin tinggi. Menurut Departemen Kesehatan (2003), lamanya penanganan pestisida per hari tidak boleh lebih dari 5 jam dan tidak lebih dari 5 hari per minggu. i. Frekuensi penyemprotan

Semakin sering menyemprot maka semakin tinggi pula resiko keracunan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Tenaga kerja yang mengelola pestisida tidak boleh mengalami pemaparan lebih dari 5 jam sehari atau 30 jam dalam seminggu (Direktorat Jenderal P2M dan PLP, 1992).

j. Tindakan penyemprotan pada arah angin

Penyemprotan yang baik searah dengan arah angin dan penyemprot hendaklah mengubah posisi penyemprotan bila arah angin berubah. Menurut WHO disyaratkan bagi pekerja penyemprot, bekerja pada kecepatan angin tidak lebih dari 4 – 12 km/jam (Achmadi, 1994).


(24)

k. Masa kerja

Semakin lama petani menjadi penyemprot maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi.

C. Cara Pencegahan Risiko Keracunan Pestisida

Cara pengelolaan pestisida yang tepat dan aman dapat mengurangi risiko keracunan. Oleh sebab itu perlu diperhatikan beberapa hal dalam mengaplikasikan pestisida pertanian mulai dari meracik pestisida, penyemprotan,personal hygiene, penyimpanan dan pembungan bekas wadah pestisida.

1. Meracik pestisida

Dalam meracik pestisida harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label, tidak mencium pestisida karena sangat berbahaya apabila tercium, karena rata-rata bahan dasar pestisida adalah bahan kimia. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka. Gunakan selalu alat yang bersih dan khusus. Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan, tidak berlebihan dan tidak pula kurang (Sudarmo, 1990). Petani tidak diperkenankan mencampur pestisida sejenis, artinya insektisida dengan insektisida, kecuali bila ada anjuran. Menggunakan alat pengaduk yang panjang untuk menghindari percikan-percikan mengenai kulit, tidak mencampur pestisida dengan tangan, akan tetapi selalu memakai pengaduk dan sewaktu meracik pestisida harus memakai sarung tangan yang tidak dapat


(25)

tembus dan memakai masker. Bekerja dengan pestisida harus hati-hati, lebih-lebih yang konsentrasinya pekat, tidak boleh sambil makan, minum dan merokok.

2. Pemakaian Pestisida dan Cara Penyemprotan

Pemakaian pestisida dilakukan hanya apabila perlu untuk memberantas hama tertentu dan bukan berdasarkan tenggang waktu tertentu. Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida (Sudargo, 1997). Anak-anak tidak diperkenankan memakai pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik kesehatannya. Apabila terjadi atau terdapat luka harus ditutup, karena pestisida dapat diserap melalui luka. Menggunakan perlengkapan khusus yaitu : pakaian lengan panjang, celana panjang, sarung tangan, sepatu bot, kaca mata khusus, penutup hidung (masker) dan topi. Penyemprotan harus searah dengan arah mata angin dan tidak melakukan menyemprotan sewaktu angin kencang. Petani tidak merokok, makan dan minum sewaktu melakukan penyemprotan (Sudarmo, 1990).

3. Personal Hygiene dan Aturan Lainnya

Seluruh perlengkapan alat pelindung diri harus dicuci dengan baik secara berkala (Depkes RI, 1994). Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan yang perlu mendapat perhatian. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 – 5 jam dalam satu hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke hari (kontinyu dan berulang kali) dan untuk


(26)

waktu yang sama, diusahakan supaya tenaga kerja pertanian pengguna pestisida melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Depkes RI, 1994).

4. Penyimpanan dan Pembuangan Bekas wadah Pestisida

Pestisida disimpan pada tempat khusus, tidak boleh dekat dengan tempat penyimpanan makanan dan harus jauh dari jangkauan anak-anak. Wadah bekas pestisida harus dirusak, dikubur atau dibakar supaya tidak dapat digunakan oleh orang lain sebagai tempat makanan, minuman atau bahan-bahan lainnya (Sudarmo, 1990).

D. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).


(27)

1. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitf yang mempunyai enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :

a. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap sesuatu harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya.

c. Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-hukum, rumus, metode, maupun prinsip dalam situasi yang lain tetapi masih ada kaitannya dengan satu sama lain.


(28)

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat ilihat dari penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan.

e. Sintesis

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation)

Kemampuan untuk melakukan suatu penelitian terhadap suatu materi atau objek tersebut berdsarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian, minat, dan bakat. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, masyarakat, dan metode pembelajaran.


(29)

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Sukanto (2000) antara lain :

a. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

c. Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

d. Pengalaman

Sesuatu yang dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.

e. Sosial ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat pengetahuan.

E. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat melalui proses pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan


(30)

lingkungan sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Pemberdayaan dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat disertai dengan mengembangkan iklim yang mendukung, sehingga penekanannya pada pengembangan perilaku dan lingkungan sehat (Departemen Kesehatan, 2004).

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan I di Ottawa tahun 1986 menghasilkan Piagam Ottawa (The Ottawa Charter for Health Promotion) yang merumuskan promosi kesehatan sebagai suatu proses memandirikan masyarakat dalam meningkatkan kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan memperbaiki kesehatan mereka. Piagam Ottawa juga merumuskan lima komponen utama promosi kesehatan, yaitu : 1) membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy); 2) menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments); 3) memperkuat gerakan masyarakat (strengthen community action); 4) mengembangkan keterampilan individu (develop personal skill); 5) reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services) (Wass, 2000).

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan VI di Bangkok tahun 2005 merumuskan lima kunci dasar strategi promosi kesehatan yaitu: 1) promosi kesehatan berhubungan dengan penggerakan (health promotion is context driven); 2) promosi kesehatan mengintegrasikan tiga dimensi sehat menurut WHO yaitu fisik, sosial, mental (health promotion integrates the three dimensions of the WHO health definition); 3) promosi kesehatan merupakan dasar tanggung jawab pemerintah dalam mempromosikan kesehatan (health


(31)

promotion underpins the overall responsibility of the state in promoting health); 4) promosi kesehatan memperjuangkan kesehatan yang berkualitas sebagai kebutuhan publik (health promotion champions good health as a public good); dan 5) Partisipasi adalah dasar utama dalam promosi kesehatan (participation is a core principle in promoting health) (WHO, 2005).

F. Pendidikan Kesehatan

Green dan Kreuter (2000) mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan komponen dari promosi kesehatan yang mempunyai bentuk intervensi berupa komunikasi, pelatihan dan umpan balik, sehingga dihasilkan motivasi, kemampuan dan penghargaan untuk menghasilkan perilaku yang kondusif terhadap kesehatan. Selanjutnya Ewles dan Simnett (1992) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dalam promosi kesehatan dengan tujuan memberikan informasi/pengetahuan tentang kesehatan yang dapat dipahami, sehingga dapat dipakai sebagai dasar membuat keputusan untuk merubah sikap dan perilakunya.

Menurut WHO (1988), pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan yang terencana dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku seseorang atau masyarakat dalam pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan kesehatan akan membantu masyarakat untuk memahami perilaku seseorang atau masyarakat dalam pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Pendidikan kesehatan akan membantu masyarakat untuk memahami perilaku mereka dan


(32)

cara perilaku ini berpengaruh terhadap kesehatan serta mendorong masyarakat untuk memilih cara yang tepat untuk hidup sehat. Mariani (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan berupa pelatihan dengan metode ceramah dikombinasi dengan focus group discussion dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku tentang risiko keracunan pestisida. Karo (2006) membuktikan bahwa pendidikan kesehatan melalui agen peubah dapat meningkatkan pengetahuan,sikap dan perilaku keracunan pestisida.

Menurut Sarwono (1997), pendidikan kesehatan itu pada dasarnya adalah suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Pendidikan kesehatan tidak terlepas dari proses belajar yang mempunyai tiga unsur pokok yang saling berhubungan yaitu masukan (input) menyangkut subjek/sasaran belajar, setelah diproses dengan teknik-teknik pendidikan tertentu akan menghasilkan keluaran (output) yaitu hasil belajar berupa perubahan perilaku sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan tersebut. Selanjutnya Simon-Morton, Greene and Gottlieb (1995) mengemukakan bahwa faktor-fator yang mempengaruhi proses pendidikan adalah pendidik (fasilitator), peserta didik/sasaran belajar, metode belajar, bahan belajar dan alat bantu yang digunakan serta lingkungan belajar.

Menurut Notoatmodjo (2007), metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan individu, kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan


(33)

pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok dan pendidikan massa. Beberapa metode pendidikan kesehatan baik yang bersifat individual, kelompok maupun massal menurut Notoatmodjo (2007) yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara, seminar, ceramah, simposium, diskusi kelompok, curah gagas, forum panel, demonstrasi, simulasi, dan permainan peran (role play). Selain metode-metode tersebut, menurut Perry dan Sieving (1993) terdapat metode pendidikan kesehatan lain yang sedang populer digunakan saat ini yaitu metode peer education. Metode peer education menjadi sangat populer terutama dalam hal pencegahan penyebaran Human Immunodeficiency Virus (HIV) di kalangan remaja (Peers et al., 1993).

G. Peer education

Peer education merupakan bagian dari pendidikan kesehatan. Peer mengandung pengertian seseorang yang memiliki derajat sama dengan orang lain atau seseorang yang termasuk dalam kelompok sosial yang sama terutama didasarkan atas kesamaan usia, kelas dan status. Education berarti mengembangkan pengetahuan, sikap, keyakinan dan perilaku seseorang dari proses belajar. Peer education (pendidikan sebaya) adalah proses belajar yang dilaksanakan antar kelompok sebaya (peer group) dengan dipandu oleh pendamping yang berasal dari kelompok itu sendiri yang disebut peer educator (pendidik sebaya) yang bertujuan mengembangkan pengetahuan,


(34)

sikap, keyakinan dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam memelihara dan melindungi kesehatannya (Ypeer, 2003).

Peer education dapat digunakan dalam kelompok kecil atau orang per orang, dalam lingkungan formal maupun non formal dan dalam berbagai setting seperti sekolah, perguruan tinggi, tempat ibadah, tempat pertemuan sosial dan tempat-tempat yang tidak terjangkau. Kegiatan Peer education dapat dilakukan di mana saja, kapan saja asalkan berada dalam lingkungan yang kondusif (Blankhart, 2002).

Shoemaker et al (1998) dan Flanagan et al (1996) dalam UNAIDS (1999) menyatakan bahwa pendidikan sebaya (peer education) biasanya melibatkan penggunaan anggota kelompok tertentu untuk menghasilkan perubahan di antara anggota lain dalam kelompok yang sama. Pendidikan sebaya sering digunakan untuk mengubah tingkat perilaku pada individu dengan cara memodifikasi pengetahuan, sikap, keyakinan, atau perilaku seseorang. Namun, pendidikan sebaya juga dapat mempengaruhi perubahan di tingkat kelompok atau masyarakat dengan memodifikasi norma-norma dan merangsang tindakan kolektif yang mengarah pada perubahan program dan kebijakan yang ada dalam masyarakat.

Peer education diharapkan lebih bermanfaat karena alih pengetahuan dilakukan antar kelompok sebaya, yang mempunyai hubungan lebih akrab, “bahasa” yang digunakan sama, dengan cara penyampaian yang santai, sehingga kelompok sasaran lebih nyaman berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi termasuk masalah yang sensitif. Komunikasi menjadi lebih


(35)

terbuka. Keberhasilan Peer education terletak pada saling bagi informasi kesehatan, saling tukar pengalaman dan keterampilan antara anggota kelompok yang memiliki derajat yang sama (AUSAID, 1998, YPeer, 2003).

Inti dari program Peer education terletak pada pendamping/peer educator yang telah mendapatkan pelatihan (Ypeer, 2003). Peer educator harus memiliki kredibilitas dalam kelompok sasarannya. Kriteria seorang peer educator adalah mempunyai kemampuan interpersonal yang baik termasuk kemampuan mendengar, dapat diterima dan dihargai oleh kelompok sasaran, mempunyai perilaku yang tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan dan mampu mempengaruhi kelompok sasaran (Blankhart, 2002).

Berbagai penelitian yang dilakukan tentang Peer education menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku di kalangan peer educator dan mereka yang dijangkau oleh intervensi Peer education. Penelitian Fuad et al. (2003) menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan remaja di Kodya Yogyakarta setelah perlakuan pendidikan kesehatan seksual untuk pencegahan HIV/AIDS dengan pendekatan Peer education. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Katzenstein et al. (1998, cit. UNAIDS, 1999) pada pekerja pabrik di Zimbabwe menunjukkan insidensi HIV pada kelompok eksperimen yang diberi intervensi bimbingan dan pengujian HIV dengan Peer education 34% lebih rendah dari kelompok kontrol yang diberi intervensi bimbingan dan pengujian HIV tanpa Peer education. Lezin (2001) menyatakan penerapan metode Peer education pada remaja cukup efektif


(36)

dalam menumbuhkan perilaku positif terhadap kesehatan, sehingga perlu dipelajari pemakaian metode ini pada program orang dewasa.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi experimental) dengan rancangan non-equivalent control group design with pre-test and post-test (Notoatmodjo, 2007). Model rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kelompok eksperimen O1 X1 X2 O2

Kelompok kontrol O3 X1 O4

Keterangan :

O1 dan O3 : Pretes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida.

X1 : Promosi kesehatan melalui metode ceramah olehfasilitator kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

X2 : Promosi kesehatan melalui metode peer education oleh peer educator pada kelompok kontrol.

O2 dan O4 : Post test untuk mengetahui pengetahuan responden tentang risiko keracunan pestisida pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol 1 minggu setelah perlakuan.


(38)

B. Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan. Lokasi penelitian ditetapkan peneliti dengan pertimbangan sebagai berikut: (a) luas lahan hortikultura paling luas di Bandar Lampung; (b) belum pernah mendapatkan promosi kesehatan tentang risiko keracunan pestisida metode peer education dan (c) relatif mudah dijangkau dengan transportasi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Bandar Lampung (2008), lahan hortikultura yang paling luas adalah Desa Rajabasa Jaya Kecamatan Rajabasa (254 hektar).

C. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani yang terhimpun dalam kelompok tani di Desa Rajabasa Jaya yaitu berjumlah 124 orang. Sampel penelitian untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ditetapkan dengan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995).Adapun kriteria inklusi adalah:

1. Berumur 20-55 tahun

2. Tingkat pendidikan minimal tamat SD

3. Secara aktif menggunakan pestisida untuk menyemprot 4. Bersedia menjadi responden penelitian

Jumlah sampel yang diperlukan pada masing-masing kelompok agar memenuhi persyaratan statistik untuk uji beda, sehingga menjamin data dapat terdistribusi normal adalah minimal 30 orang (Singarimbun dan Effendi, 1995).


(39)

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (independent variable), yaitu promosi kesehatan tentang risiko keracunan pestisida dengan metode peer education

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu pengetahuan petani tentang risiko keracunan pestisida.

E. Definisi Operasional

1. Promosi kesehatan dengan peer education adalah suatu bentuk penerapan pendidikan kesehatan yang diberikan oleh peer educator (kader kelompok tani) kepada peer group (petani pada kelompok tani) melalui diskusi kelompok atau perorangan dalam suasana non formal membahas materi tentang risiko keracunan pestisida dan pengelolaannya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani.

2. Peer educator adalah kader kelompok tani yang telah mendapatkan pelatihan tentang risiko keracunan pestisida oleh fasilitator tenaga kesehatan. Selanjutnya dapat meneruskan informasi yang diterimanya dalam pelatihan kepada petani lain dalam kelompoknya.

3. Peer group adalah kelompok tani yang terdiri dari 3-4 orang, berasal dari kelompok tani yang sama dengan peer educator.

4. Pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida adalah nilai yang diperoleh dari kemampuan petani dalam menjawab kuesioner pengetahuan tentang risiko keracunan pestisida yang terdiri dari 20 item


(40)

pernyataan dengan pilihan jawaban benar (B) dan salah (S). Setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan setiap jawaban salah diberi nilai 0. Total skor diperoleh dari penjumlahan jawaban yang benar terhadap pernyataan pada kuesioner. Pengukuran pengetahuan dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan skala ukur data interval. Hasil penilaian berupa angka dari 0-20 dan data dikelompokan menjadi : < 4, 5-8, 9-12, 13-16, 17-20.

5. Umur adalah jumlah tahun hidup responden sejak dilahirkan sampai dengan saat penelitian, yang ditulis responden pada kuesioner. Diukur menggunakan skala ukur data rasio.

6. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh responden sampai tamat, yang ditulis responden pada kuesioner. Diukur menggunakan skala ukur data ordinal.

F. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer berupa karakteristik petani yaitu umur dan tingkat pendidikan didapatkan dari populasi sampel. Pemilihan sampel dilakukan oleh peneliti secara langsung ketika akan melaksanakan Pre test. Data primer lainnya adalah tingkat pengetahuan peer educator dan petani hortikultura tentang keracunan pestisida didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden.


(41)

2. Data sekunder

Data sekunder berupa jumlah populasi petani diambil dari kantor Kecamatan Rajabasa.

G. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pengetahuan adalah kuesioner yang disusun berdasarkan beberapa referensi antara lain Sudarmo (1990), Depkes RI (1994), Achamdi (1994), Wudiyanto (2002), Murphy (2002), Maria (2003) dan Tuormaa (2004), dan Mariana (2006). Bentuk kuesioner berupa pernyataan, dengan alternatif jawaban benar (B) dan salah (S). Adapun distribusi item pernyataan pada kuesioner, seperti tabel di bawah ini.

Tabel 1. Distribusi item skala pengukuran pengetahuan

No Aspek Pengetahuan Nomor Item Jumlah Item 1 Pengertian dan jenis pestisida 1,2 2

2 Cara masuk pestisida 3,4 2

3. Bahaya pestisida dan tanda-tanda keracunan pestisida

5,6,8,7 4

4 Faktor risiko keracunan 9,10,11 3 5 Cara pengelolaan pestisida 12,13.14,15,16

,17,18,19,20 9


(42)

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan yaitu : 1. Tahap persiapan

a. Pengurusan izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Univeristas Lampung kepada pemerintah daerah setempat.

b. Penjajagan awal dan koordinasi dengan kecamatan/puskesmas, desa yang dipilih sebagai lokasi penelitian untuk memperoleh dukungan. c. Uji coba alat ukur penelitian

d. Persiapan fasilitator untuk pelatihan peer educator e. Persiapan fasilitator/penceramah

f. Persiapan materi pelatihan peer educator. Pemilihan materi dilakukan dengan prinsip educational diagnostic, yaitu dengan mencari permasalahan yang dibutuhkan oleh populasi sampel. Adapun caranya yaitu dengan melihat hasil pre test dimana akan dipilih materi berdasarkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh kelompok sampel.

g. Melakukan koordinasi dengan Kepala dan Ketua Kelompok tani dalam pemilihan peer educator dengan kriteria : memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, diterima dan dihargai oleh kelompoknya (sesuai dengan budaya setempat), mempunyai perilaku yang tidak menghakimi, mempunyai sifat kepemimpinan, mampu mempengaruhi kelompoknya dan bersedia mengisi lembar pernyataan kesediaan menjadi peer educator. Jumlah peer educator yang dipilih tiga orang dari lima kelompok tani yang ada di Desa Rajabasa Jaya.


(43)

h. Koordinasi dengan Kepala Desa Rajabasa Jaya, ketua kelompok tani dan peer educator untuk memilih subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian adalah :

1. Pengambilan data pre test responden pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

2. Melakukan educational diagnostic untuk pemilihan materi pendidikan kesehatan berdasarkan hasil pre test.

3. Promosi kesehatan dengan metode ceramah pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

4. Pelatihan peer educator yang dilaksanakan bergantung pada banyaknya materi yang akan disampaikan sesuai educational diagnostic yang dilaksanakan pada tahap persiapan. Kegiatan pelatihan yang dilakukan pada hari pertama yaitu pre test, pemberian materi dinamika kelompok, tata cara pengelolaan pestisida yang aman bagi kesehatan. Kegiatan pada hari selanjutnya yaitu pemberian materi pelatihan dengan konsep peer education, teknik komunikasi. Pelatihan peer educator menggunakan metode diskusi, brainstorming, permainan dan role play. Selanjutnya dilaksanakan post test untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan standarisasi peer educator. Standarisasi terhadap pengetahuan peer educator adalah dengan melihat nilai dari post test terhadap pengetahuan ≥ 70% menjawab benar. Semua peer educator dinyatakan lulus dengan nilai post test


(44)

86%-100% menjawab benar. Untuk meningkatkan keterampilan peer educator dilaksanakan role play penyampaian materi tentang tata cara penggunaan pestisida yang aman bagi kesehatan, kemudian dievaluasi oleh sesama peer educator dan dipandu oleh fasilitator untuk mencari kesepakatan cara penyampaian materi kepada kelompoknya masing-masing dalam rencana kegiatan pendidikan kesehatan tentang risiko keracunan pestisida pada kelompoknya (peer group), yang dibuat oleh semua peer educator sebelum penutupan. 5. Promosi kesehatan oleh peer educator kepada kelompok eksperimen

(peer group) melalui metode diskusi kelompok atau orang per orang bila diperlukan dalam suasana non formal dengan jadwal dan tempat pertemuan sesuai dengan kesepakatan masing-masing kelompok. 4. Pengisian post test dilakukan 1 minggu setelah perlakuan berupa

kuesioner pengetahuan yang diisi sendiri oleh responden (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) dan langsung dikumpulkan

Gambar 3. Bagan Pelaksanaan Penelitian

Promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan Pre test untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen

Post test untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen Promosi kesehatan


(45)

I. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data (editing, coding, entry, cleaning), selanjutnya data dianalisis. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Statistical Program for Social Sciences (SPSS) for windows versi 17.

Analisis data yang dilakukan secara umum meliputi :

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan secara deskriptif variabel-variabel yang diteliti baik variabel-variabel bebas maupun variabel-variabel terikat.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya peran peer educator dalam meningkatkan pengetahuan petani hortikultura tentang keracunan pestisida. Sebelum melakukan analisis bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Shapiro-Wilk karena sampel pada masing-masing kelompok kurang dari 50.

Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan pengetahuan responden sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok adalah uji statistik paired t-test. Apabila data tidak


(46)

memenuhi syarat untuk dilakukan uji tersebut, maka data akan di analisis dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Uji statistik yang digunakan untuk membandingkan pengetahuan responden antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol digunakan uji statistik independent t-test. Apabila data tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji tersebut, maka dilakukan uji alternatif dengan Uji Mann Whitney Semua keputusan uji statistik menggunakan taraf signifikansi α = 0,05.


(47)

EFEKTIVITAS PEER EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA

KOTA BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

M. RIZKI DARMAWAN M.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(48)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Landasan Teori ... 9 2. Kerangka Konsep ... 10 3. Bagan Pelaksanaan Penelitian ... 43


(49)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

1. Grafik perbandingan kenaikan rerata nilai pengetahuan


(50)

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Landasan Teori ... 8

F. Kerangka Konsep ... 11

G. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pestisida Pertanian dan Bahayanya terhadap Kesehatan ... 12

B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keracunan Terjadinya Pestisida ... 9

C. Cara Pencegahan Keracunan Pestisida ... 23

D. Pengetahuan ... 25

E. Promosi Kesehatan ... 28


(51)

G. Peer Education ... 32

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

D. Variabel Penelitian ... 38

E. Definisi Operasional ... 38

F. Metode Pengumpulan Data ... 39

G. Instrumen Penelitian ... 40

H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 41

I. Pengolahan dan Analisis Data ... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Penelitian... 46

B. Hasil Penelitian ... 48

1. Analisis Univariat ... 48

a. Petani ... 48

1) Umur ... 48

2) Tingkat Pendidikan ... 50

3) Jenis Kelamin ... 51

b. Peer Educator ... 52

1) Umur ... 52

2) Tingkat Pendidikan ... 53

3) Jenis Kelamin ... 54

c. Educational diagnostic ... 54

d. Keadaan Pretest Pengetahuan Petani tentang Keracunan Pestisida ... 55

e. Keadaan Pretest Pengetahuan Petani tentang Keracunan Pestisida ... 55


(52)

2. Analisis Bivariat... 56 a. Pengaruh Promosi Kesehatan terhadap Peningkatan Nilai

Rerata Pengetahuan Responden dari Pretest ke Post test pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 56 b. Peran Peer Educator dalam Meningkatkan Pengetahuan

Petani Hortikulutura tentang Keracunan Pestisida

di Kelurahan Rajabasa Jaya ... 58 C. Pembahasan ... 61

1. Peran Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan

Pengetahuan Responden ... 61 2. Efektivitas Peer Education dalam Meningkatkan

Pengetahuan Responden... 63 D. Keterbatasan penelitian ... 72

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 73 B. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(53)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Materi Penyuluhan Pestisida 2. Lembar Persetujuan

3. Kuesioner Pre test dan Post test 4. Pengolahan Data


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, UF. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas.

Andayani, L.S. 2004. Pengaruh Peer Education terhadap Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa dalam Menanggulangi HIV/AIDS di Universitas Sumatera Utara. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

AUSAID. 1998. Modul Pelatihan Peer Educator untuk Kader Posyandu.Yayasan Bina Mandiri, Lentera PKBI, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Publikasi keadaan angkatan kerja di Indonesia. BPS. Blankhart, M. 2002. Peer Education. http://www.gtz.de/srh/Ho. diakses 7 Oktober

2012.

Campbell, D.T., Stanley, J.C. 1966. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Rand Mc Nally company, Chicago.

Dahlan, S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 3. Salemba Medika, Jakarta.

Dahlan, S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi Lima. Salemba Medika, Jakarta.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Penggunaan Pestisida. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=pedoman+pengertian+pestis ida+deptan&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDwQFjAC&url=htt p%3A%2F%2Fppvt.setjen.deptan.go.id%2Fppvtpp%2Fdownlot.php%3F file%3DPembinaan_Penggunaan_Pestisida.pdf&ei=EP3xUK3bFYfQkQ WQooCYCg&usg=AFQjCNE_4fQ_oleAWZai0V2ImhIhuT7xcA&bvm=bv .1357700187,d.bmk. Diakses pada tanggal 27 September 2012.

Depkes RI. 2008. Modul pelatihan bagi tenaga promosi kesehatan di puskesmas. http://www.bbpkciloto.org/download/7140256617117b78e01b64d5aba9c 85e.pdf. diakses pada tanggal 27 September 2012.

Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung. 2011. Profil Pertanian Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung tahun 2011. Bandar Lampung.


(55)

Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius,Yogyakarta. Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka,

Jakarta.

Effendy, O.U. 2003. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya offset, Bandung.

Ewles, L., Simnett, I. 1994. Promosi Kesehatan : Petunjuk Praktis. Emilia, O. (Alih Bahasa). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 75. Flanagan, D., Williams, C., Mahler, H. 1996. Peer Education in Projects

Supported by AIDCSAP: A Study of Twenty-one Projects in Africa, Asia and Latin America. AIDSCAP/ FHI.

Flanagan, D., Mahler, H. 1996. How to Create an Effective Peer Education Project: Guidelines for Prevention Projects. AIDSCAP/FHI

Green, L., Kreuter, M. 1990. Health Promotion Planning: An Educational and Environmental Approach, Mayfield, Mountain View, CA, USA.

Hati, S. 2008. Pengaruh Strategi Promosi Kesehatan terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Tatanan Rumah Tangga di Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Horizons. 2009. Peer Education and HIV/AIDS:Past Experience, Future Direction. http://www.popcouncil.org/pdfs/peer_ed.pdf . diakses pada tanggal 7 Oktober 2012.

International Planned Parenthood Federation, Western Hemisphere Region (IPPF/WHR). 2004. Peer to peer: Creating Successful Peer Education Programs.IPPF/WHR, New York.

Menteri Kesehatan RI, Depkes RI. 1992. Undang-Undang RI No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Mujoko, J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga Press, Surabaya.

Murphy, H., Hoan, N.P., Matteson, P., Abubakar, M. 2002. Farmer’s self-surveillance of pesticides poisoning: a 12-month pilot in northern Vietnam. International Journal Occupation Health. 8: 201-11.

Murphy, H., Haith, D.A. 2006. Inhalation health risk to golfers from turfgrass pesticides at Three Northeastern U.S. Sites. Hall Cornell University, New York.


(56)

Murti, E.S., Prabandari, Y.S., Riyanto, B.S. 2006. Efektivitas promosi kesehatan dengan peer education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB Paru. 22: 128-134.

Mu'tadin. 2002. Penyesuaian Diri Remaja. http://www.epsikologi.com/rerrraj a. htn-2. Diakses 10 Januari 2013.

Nisma, H. 2008. Pengaruh Penyampaian Pendidikan Kesehatan Oleh Kelompok Sebaya (Peer Group) terhadap Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMP Negeri 2 Kasihan Bantul Yogyakarta. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta. 248 hlm.

Nutbeam, D. 1999. The challenge to provide ‘evidence’ in health promotion. Oxford University, London. 14: 99-101.

Prijanto, T.B. 2006. Analisis faktor keracunan pestisida organofosfat pada keluarga petani hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. (Tesis). Universitas Diponegoro. Semarang.

Sastroasmoro, S. 2002. Dasar – dasar Metodologi Klinis. CV.Sugeng Seto, Jakarta.

Shoemaker, K., Gordon, L., Hutchins, V., Rom, M. 1998. Educating Others with Peers: Others Do--Should You? Background Briefing Report. Georgetown Public Policy Institute, Georgetown University. Washington DC.

Sipayung, L.S.J. 2006. Perbedaan antara Hasil Ceramah Sehari Kesehatan Reproduksi dan Peer Education pada Pengetahuan serta Sikap Siswa SLTA di Berastagi untuk Pencegahan AIDS/HIV dan Penyakit Menular Seksual. Repositori Universitas Sumatera Utara (USU). Hal 30-33.

Subakir. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani sayur di Kota Jambi. LIPI, Jakarta.

Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Kanisius, Yogyakarta.

UNAIDS. 1999. Peer Education and HIV/AIDS : Concepts, Uses and Challenges. http://www.unaids.org. diakses pada 7 Oktober 2012.


(57)

Veronica, Julia. 2009. Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.

WHO. 2005. The Bangkok Charter for Health Promotion in a Globalized World. Bangkok. hlm 1-6.

WHO. 1998. Resolution of the Executive Board of the WHO on health promotion.Health Promotion International. 13: 266.

Wudianto, R. 2008. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Ypeer. 2003. Peer Education Training of Trainers Manual. United Nation

Interagency Group on Young Peoples Health Development and Protection in Europe and Central Asia. http://www,youthpeer.org/upload/ resources/155-res. diakses pada 10 oktober 2012.

Zainuddin. 2008. Pengaruh Faktor Predisposition, Enabling, dan Reinforcing Promosi Kesehatan Hygiene dan Sanitasi terhadap Perilaku Hidup Bersih Masyarakat di Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh tenggara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2008. (Tesis). Universitas Sumatera Utara. Medan.


(58)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi item skala pengukuran pengetahuan... 40

2. Karakteristik Responden Kelompok Eksperimen Berdasarkan Umur ... 49

3. Karakteristik Responden Kelompok Kontrol Berdasarkan Umur ... 50

4. Karakteristik Responden Kelompok Eksperimen Tingkat Pendidikan ... 50

5. Karakteristik Responden Kelompok Kontrol Tingkat Pendidikan ... 51

6. Karakteristik Responden Kelompok Eksperimen Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

7. Karakteristik Responden Kelompok Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

8. Karakteristik Peer Educator Berdasarkan Umur ... 53

9. Karakteristik Peer Educator Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 54

10.Karakteristik Peer Educator Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

11.Perbandingan Rerata Nilai Pretest antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 55

12.Perbandingan Rerata Nilai Post test antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 55

13.Analisis Promosi Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Responden Kelompok Eksperimen ... 57

14.Analisis Promosi Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Responden Kelompok Eksperimen ... 58


(59)

15.Analisis Kenaikan Nilai Rerata Pengetahuan Responden dari Pre test ke Post test antara Kelompok Eksperimen


(60)

EFEKTIVITAS PEER EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN

PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

M. RIZKI DARMAWAN M.

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(61)

MOTTO

Rasulullah S.A.W bersabda : “Jika anak Adam meninggal, maka amalnya

terputus kecuali tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang

bermanfaat, dan anak soleh yang berdo’a kepadanya.”

- HR. Muslim -

“Orang pintar adalah orang yang menggunakan bagian terbaik dari otaknya,

namun orang cerdas adalah orang yang mampu memanfaatkan bagian

terburuk dari otaknya.”

- Einstein –

“Kepuasan terletak pada usaha bukan pada hasil, usaha yang keras

merupakan kemenangan yang hakiki.”


(62)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Fitria Saftarina, M.Sc, Dk. ---

Sekretaris : dr. Diana Mayasari ---

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Sahab Sibuea, M.Sc ---

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001


(63)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEER EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PENGETHAUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG.

Nama Mahasiswa : M. Rizki Darmawan. M Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011060

Program studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK. dr. Diana Mayasari NIP. 197809032006042001 NIP.198409262009122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001


(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Mahaputera Bangsawan, S.H dan Ibu Kartenada.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Islam Soraya Bekasi pada tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Selakopi 2 Cianjur pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Cianjur diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 5 Bandung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Anatomi dan aktif pada sejumlah organisasi mahasiswa seperti Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Genitalial Health and Education Counsellor (GenC), dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina. Selain itu, penulis juga aktif mengajar dibeberapa bimbingan belajar.


(65)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah AWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul Efektivitas Peer Education dalam Meningkatkan Pengetahuan Petani Hortikultura tentang Keracunan Pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung .

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Diana Mayasari, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. dr. Sahab Sibuea, M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi; Terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(66)

5. dr. M. Ricky Ramadhian., selaku dosen Pembimbing Akademik; 6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

8. Yang tercinta Papa dan Mama atas kasih sayang, doa yang tulus, kesabaran, motivasi dan dukungannya selama ini;

9. Buat adik – adikku, Aida Ardini dan Muhammad Fariz atas doa dan dukungannya buat abang;

10. “My everlasting friend” Aldy Gustaman, yang dari dulu hingga saat ini masih terus berjuang bersama-sama, terima kasih atas do’a, dukungan, motivasi, serta nasehat-nasehatnya yang membangun. Semoga kita sukses dan selalu di berkahi Allah;

11. Hema Anggika Pratami, atas kasih sayang, perhatian, dukungan, motivasi dan kesabaran dalam menemani langkah saya selama ini. Semoga kita sama-sama menjadi dokter yang sukses dan amanah nantinya;

12. Sahabat – Sahabat perantauan, Nolanda, Harli, Risti, Chenso, Fahmi, atas kebersamaan, perjuangan, motivasi dan dukungannya selama ini;

13. Tante tersayang Hj. Yuliani, atas segala doa, dukungan, bantuan dan motivasinya;

14. Teman-teman yang sudah membantu penelitian, Apga, Bian, Toto, Fahmi, Arri, Harli, Fahmi. Terima kasih atas bantuannya ditengah-tengah kesibukan kalian;

15. Rekan – rekan angkatan 2009, atas kebersamaannya dan bantuannya selama ini;


(67)

16. Keluarga Asisten Dosen Anatomi 2009, Muslim, Kharisma, Nolanda, Ebi, Debora, Iqbal Sidiq, dan Ummi, atas segala motivasinya;

17. DERMA sebagai “Keluarga Pertama” di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; Wayan, Apga, Toto, Bian, Angga, Utari, Memen, Giska, Risti, Riska dan Anggi;

18. Sahabat KRSTR di Bandung, Opik, Dhio, Ono, Adit, Dea, Mamih Fika, Mas Reno, Dedek Sandy, Junia, Guntur, Rivan, Debby, Inda, Shinta atas dukungan, motivasi dan persahabatannya selama ini;

19. Keluarga besar SMAN 5 Bandung yang telah “mengantarkan” saya melalui jalur SNMPTN ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tercinta;

20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Januari 2013, Penulis


(1)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Fitria Saftarina, M.Sc, Dk. ---

Sekretaris : dr. Diana Mayasari ---

Penguji

Bukan Pembimbing : dr. Sahab Sibuea, M.Sc ---

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001


(2)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEER EDUCATION DALAM MENINGKATKAN PENGETHAUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG.

Nama Mahasiswa : M. Rizki Darmawan. M Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011060

Program studi : Pendidikan Dokter Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1.Komisi Pembimbing

dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK. dr. Diana Mayasari NIP. 197809032006042001 NIP. 198409262009122002

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1991, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Mahaputera Bangsawan, S.H dan Ibu Kartenada.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Islam Soraya Bekasi pada tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Selakopi 2 Cianjur pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Cianjur diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 5 Bandung pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten Laboratorium Anatomi dan aktif pada sejumlah organisasi mahasiswa seperti Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Genitalial Health and Education Counsellor (GenC), dan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina. Selain itu, penulis juga aktif mengajar dibeberapa bimbingan belajar.


(4)

i

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah AWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul Efektivitas Peer Education dalam Meningkatkan Pengetahuan Petani Hortikultura tentang Keracunan Pestisida di Kelurahan Rajabasa Jaya Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung .

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, motivasi, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. dr. Diana Mayasari, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. dr. Sahab Sibuea, M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi; Terimakasih atas masukan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(5)

ii

5. dr. M. Ricky Ramadhian., selaku dosen Pembimbing Akademik; 6. Seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

8. Yang tercinta Papa dan Mama atas kasih sayang, doa yang tulus, kesabaran, motivasi dan dukungannya selama ini;

9. Buat adik – adikku, Aida Ardini dan Muhammad Fariz atas doa dan dukungannya buat abang;

10. “My everlasting friend” Aldy Gustaman, yang dari dulu hingga saat ini masih terus berjuang bersama-sama, terima kasih atas do’a, dukungan, motivasi, serta nasehat-nasehatnya yang membangun. Semoga kita sukses dan selalu di berkahi Allah;

11. Hema Anggika Pratami, atas kasih sayang, perhatian, dukungan, motivasi dan kesabaran dalam menemani langkah saya selama ini. Semoga kita sama-sama menjadi dokter yang sukses dan amanah nantinya;

12. Sahabat – Sahabat perantauan, Nolanda, Harli, Risti, Chenso, Fahmi, atas kebersamaan, perjuangan, motivasi dan dukungannya selama ini;

13. Tante tersayang Hj. Yuliani, atas segala doa, dukungan, bantuan dan motivasinya;

14. Teman-teman yang sudah membantu penelitian, Apga, Bian, Toto, Fahmi, Arri, Harli, Fahmi. Terima kasih atas bantuannya ditengah-tengah kesibukan kalian;

15. Rekan – rekan angkatan 2009, atas kebersamaannya dan bantuannya selama ini;


(6)

iii

16. Keluarga Asisten Dosen Anatomi 2009, Muslim, Kharisma, Nolanda, Ebi, Debora, Iqbal Sidiq, dan Ummi, atas segala motivasinya;

17. DERMA sebagai “Keluarga Pertama” di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; Wayan, Apga, Toto, Bian, Angga, Utari, Memen, Giska, Risti, Riska dan Anggi;

18. Sahabat KRSTR di Bandung, Opik, Dhio, Ono, Adit, Dea, Mamih Fika, Mas Reno, Dedek Sandy, Junia, Guntur, Rivan, Debby, Inda, Shinta atas dukungan, motivasi dan persahabatannya selama ini;

19. Keluarga besar SMAN 5 Bandung yang telah “mengantarkan” saya melalui jalur SNMPTN ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung tercinta;

20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Januari 2013, Penulis


Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Petani Jeruk tentang Keracunan Akibat Penggunaan Pestisida di Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo

3 61 95

Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura Di Kecamatan Jorlang Hataran

0 25 1

Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura di Kecamatan Jorlang Hataran

0 18 3

DESKRIPSI PERALIHAN PERMAINAN TRADISIONAL ANAK KE PERMAINAN MODERN DI KELURAHAN RAJABASA KECAMATAN RAJABASA KOTA BANDAR LAMPUNG

3 23 57

EFEKTIVITAS SOSIALISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TENTANG WAKTU PEMBUANGAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung)

2 18 112

EFEKTIVITAS SOSIALISASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TENTANG WAKTU PEMBUANGAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN (Studi pada Kelurahan Sepang Jaya Kota Bandar Lampung)

2 50 116

PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN FILM TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN PETANI HORTIKULTURA TENTANG KERACUNAN PESTISIDA DI KELURAHAN RAJABASA JAYA KOTA BANDAR LAMPUNG

3 49 65

LATAR BELAKANG DAN PERSEPSI PADA MANUSIA LANJUT USIA BEKERJA (Studi Di Kelurahan Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung)

0 12 64

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT (Studi di Perumahan Rajabasa Permai, Kelurahan Rajabasa Pemuka, Kota Bandar Lampung)

1 10 63

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PENGGUNAAN PESTISIDA DENGAN TINGKAT KERACUNAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Penggunaan Pestisida Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo.

0 5 12