Kerangka Teori Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Hukum terhadap Rekam Medis sebagai Alat Bukti T1 312007007 BAB II

1 BAB II KERANGKA TEORI, TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN TINJAUAN YURIDIS REKAM MEDIK SEBAGAI ALAT BUKTI

A. Kerangka Teori

A.1. Teori Tujuan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata „‟tujuan‟‟ dapat diartikan sebagai „‟arah atau sasaran‟‟ yang hendak dicapai. Secara umum tujuan hokum dapat kita lihat melalui aliran konvensional antara lain yaitu : 1 1. Aliran Etis, yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk mencapai keadilan yang ditentukan oleh keyakinan yang etis tentang adil dan yang tidak adil. Hukum bertujuan untuk merealisir atau mewujudkan keadilan. 2. Aliran Utilistis, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dan warga masyarakat dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya ajaran moral praktis. 3. Aliran Yuridis Dokmatig, tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum dapat berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban. Kepastian hukum adalah syarat mutlak setiap 1 https:bolmerhutasoit.wordpress.comtagasas-prioritas-gustav-radbruch di unduh pada 11042014 pukul 09:06 2 aturan, persoalan keadilan dan kemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum. Berbagai pakar di bidang hukum maupun bidang ilmu sosial lainnya, mengemukakan pandangannya masing-masing tentang tujuan hukum, sesuai dengan titik tolak serta sudut pandang mereka, diantaranya : 2 1. Wirjono Prodjodikoro , dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum” mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. 2. Subekti , dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan” mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya, dengan cara menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”. 3. Apeldoorn . dalam bukunya “Inleiden tot de studie van het Nederlandse recht” menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. 4. Aristoteles , dalam bukunya “Rhetorica”, mencetuskan teorinya bahwa, tujuan hukum menghendaki semata-mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil. 5. Jeremy Bentham , dalam bukunya “Introduction to the moral and legislation” mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. 6. Van Kan. berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. 2 http:www.blogster.comstainmanadoanalisis-tentang-tujuan diunduh pada 11042014 pada pukul 09:27 3 Berbicara mengenai tujuan hukum pada umumnya menurut Gustav Radbruch memakai asas prioritas. Asas prioritas tersebut dijadikan sebagai sebagai tiga nilai dasar tujuan hukum yaitu : keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Setiap hukum yang diterapkan memiliki tujuan spesifik. Misalnya, hukum pidana memiliki tujuan spesifik dibandingkan dengan hukum perdata, hukum formal mempunyai tujuan spesifik jika dibandingkan dengan hukum materil. Tujuan hukum adalah sekaligus keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum maka faktanya hal tersebut akan menimbulkan masalah. Tidak jarang antara kepastian hukum berbenturan dengan kemanfaatan, antara keadilan dengan kepastian hukum, dan antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Hukum memiliki fungsi tidak hanya menegakkan keadilan tetapi juga menegakkan kepastian dan kemanfaatan. Berkaitan dengan hal tersebut asas prioritas yang telah ditelurkan Gustav Radbruch menjadi titik terang dalam masalah ini. Prioritas keadilan dari segala aspek lain adalah hal penting. Kemanfaatan dan kepastian hukum menduduki strata dibawah keadilan. Faktanya sampai saat ini diterapkannya asas prioritas ini membuat proses penegakan dan pemberlakuan hukum positif di Indonesia masih dapat berjalan. 3 A.2. Teori Pembuktian Pidana Dan Perdata Subekti menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 4 a. Teori –teori dalam hukum acara pidana yaitu : 5 3 ibid 4 Subekti , Hukum Acara Perdata, Bandung: Binacipta, 1977, hal. 78. 4 1. System atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata conviction in time. Yaitu sistim ini menganut ajaran bahwa bersalah tidaknya terdakwa terhadap perbuatan yang didakwakan, sepenuhnya tergantung pada penilaian atas keyakinan hakim semata. Sehingga bersalah atau tidaknya terdakwa tergantung pada keyakinan hakim. 2. Teori pembuktian berdasarkan berdasarkan keyakinan hakim ataas alas an yang logis Conviction In Raisone. Pada teori ini keyakinan hakim tetap memagang peran penting dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi pada teori ini keyakinan hakim di batasi. Keyakinan hakim harus didukung oleh alas an-alasan yang jelas. Hakim harus mendasarkan putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan dan dapat diterima oleh akal. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alas an-alasan apa yang mendasari keyakinan atas kesalahan terdakwa. 3. Teori pembuktian menurut undang-undang secara positif. Menurut teori ini Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat- alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata- mata “digantungkan kepada alat- alat bukti yang sah”. Terpenuhinya syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah. 4. Teori pembuktian menurut undang-undang secara negative negatief wettelijke stelsel. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara 5 http:www.psychologymania.com201301teori-pembuktian-dalam-hukum-acara.html diunduh pada tanggal 442014 12:30 5 negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang- undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in time. Sistem ini memadukan unsur “objektif” dan “subjektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa, tidak ada yang paling dominan diantara kedua unsur tersebut.Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, yaitu: a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang b. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Menurut undang-undang alat bukti dapat di bedakan menjadi alat bukti perdata dan alat bukti pidana antara lain: Alat bukti acara pidana pasal 184 KUHAP Alat bukti acara perdata pasal 164 HIR, 1866 BW Keterangan saksi Tulisan surat Keterangan ahli Saksi-saksi Surat Persangkaan Petunjuk Pengakuan Keterangan terdakwa Sumpah Tabel 2. Pembeda Alat Bukti 6 Adapun penjelasan alat bukti menurut Hukum Acara Pidana dan Acara Perdata adalah sebagai beriut: 1. Keterangan saksi Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. 2. Keterangan ahli Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang. 3. Surat Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:  berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; 7  surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.  surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;  surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. 4. Petunjuk Menurut Pasal 188 KUHAP ayat 1, Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. 5. Keterangan terdakwa Menurut Pasal 189 ayat 1 KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri. c. Pembuktian menurut Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut : 1. Alat bukti tulissurat Pembuktian dengan tulisan atau surat dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan dibawah tangan pasal 1867 KUH Perdata. 8 Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu ditempat akta dibuat‟ ps. 1868 KUH Perdata. Sedangkan akta diba wah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan. Akta dibawah tangan dirumuskan dalam Pasal 1874 KUH Perdata, yang mana menurut pasal diatas, akata dibawah tangan ialah : a Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan, b Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang. c Secara khusus ada akta dibawah tangan yang bersifat partai yang dibuat oleh paling sedikit dua pihak. 2. Alat Bukti Saksi Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang peristiwa yang dipersengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil dalam persidangan. 6 Syarat-syarat alat bukti saksi adalah sebagai berikut: 7 a Orang yang Cakap Orang yang cakap adalah orang yang tidak dilarang menjadi saksi menurut Pasal 145 HIR, Pasal 172 RBG dan Pasal 1909 KUH Perdata antara lain, 6 Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta Ed. 7, 2006, h 166 7 http:rahmatyudistiawan.wordpress.com20130123perang-salib-dan-invasi- mongol-oleh-rahmat-yudistiawan di unduh pada 05042014 pukul 07:55 9 pertama keluarga sedarah dan semenda dari salah satu pihak menurut garis lurus, kedua suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai Vide Putusan MA No.140 KSip1974. Akan tetapi mereka dalam perkara tertentu dapat menjadi saksi dalam perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 145 ayat 2 HIR dan Pasal 1910 ayat 2 KUH Perdata. Ketiga anak- anak yang belum cukup berumur 15 lima belas tahun Vide Pasal 145 ke- 3 HIR dan Pasal 1912 KUH Perdata, keempat orang gila meskipun terkadang terang ingatannya Vide Pasal 1912 KUH Perdata, kelima orang yang selama proses perkara sidang berlangsung dimasukkan dalam tahanan atas perintah hakim Vide Pasal 1912 KUH Perdata. b Keterangan Disampaikan di Sidang Pengadilan Alat bukti saksi disampaikan dan diberikan di depan sidang pengadilan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 144 HIR, Pasal 171 RBG dan Pasal 1905 KUH Perdata. Menurut ketentuan tersebut keterangan yang sah sebagai alat bukti adalah keterangan yang disampaikan di depan persidangan. c Diperiksa Satu Persatu Syarat ini diatur dalam Pasal 144 ayat 1 HIR dan Pasal 171 ayat 1 RBG. Menurut ketentuan ini, terdapat beberapa prinsip yang harus dipenuhi agar keterangan saksi yang diberikan sah sebagai alat bukti. Hal ini dilakukan dengan cara, pertama menghadirkan saksi dalam persidangan satu per satu, kedua memeriksa identitas saksi Vide Pasal 10 144 ayat 2 HIR, ketiga menanyakan hubungan saksi dengan para pihak yang berperkara. d Mengucapkan Sumpah Syarat formil yang dianggap sangat penting ialah mengucapkan sumpah di depan persidangan, yang berisi pernyataan bahwa akan menerangkan apa yang sebenarnya atau voir dire, yakni berkata benar. Pengucapan sumpah oleh saksi dalam persidangan, diatur dalam Pasal 147 HIR, Pasal 175 RBG, dan Pasal 1911 KUH Perdata, yang merupakan kewajiban saksi untuk bersumpahberjanji menurut agamanya untuk menerangkan yang sebenarnya, dan diberikan sebelum memberikan keterangan yang disebut dengan ”Sistim Promisoris”. e Keterangan Saksi Tidak Sah Sebagai Alat Bukti Menurut Pasal 169 HIR dan Pasal 1905 KUH Perdata, keterangan seorang saksi saja tidak dapat dipercaya, sehingga minimal dua orang saksi unus testis nullus testis harus dipenuhi atau ditambah alat bukti lain. f Keterangan Berdasarkan Alasan dan Sumber Pengetahuan Keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan diatur dalam Pasal 171 ayat 1 HIR dan Pasal 1907 ayat 1 KUH Perdata. Menurut ketentuan ini keterangan yang diberikan saksi harus memiliki landasan pengetahuan dan alasan serta saksi juga harus melihat, mendengar dan mengalami sendiri. 11 g Saling Persesuaian Saling persesuaian diatur dalam Pasal 170 HIR dan Pasal 1908 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa, keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti, hanya terbatas pada keterangan yang saling bersesuain atau mutual confirmity antara yang satu dengan yang lain. Artinya antara keterangan saksi yang satu dengan yang lain atau antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain, terdapat kecocokan, sehingga mampu memberi dan membentuk suatu kesimpulan yang utuh tentang persitiwa atau fakta yang disengketakan. 2. Bukti Prasangka persangkaan adalah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. 8 Hal ini sejalan dengan pengertian yang termaktub dalam pasal 1915 KUH Perdata “Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum”. Persangkaan dapat dibagi menjadi dua macam sebagaimana berikut: 9 1. Persangkaan Undang-undang wattelijk vermoeden Persangkaan undang-undang adalah suatu peristiwa yang oleh undang- undang disimpulkan terbuktinya peristiwa lain. Misalnya dalam hal 8 Subekti, S.H., Op. cit, h. 181 9 Opcit http:rahmatyudistiawan.wordpress.com 05042014 08:33 12 pembayaran sewa maka dengan adanya bukti pembayaran selama tiga kali berturut-turut membuktikan bahwa angsuran sebelumnya telah dibayar. 2. Persangkaan Hakim rechtelijk vermoeden Yaitu suatu peristiwa yang oleh hakim disimpulkan membuktikan peristiwa lain. Misalnya perkara perceraian yang diajukan dengan alasan perselisihan yang terus menerus. Alasan ini dibantah tergugat dan penggugat tidak dapat membuktikannya. Penggugat hanya mengajukan saksi yang menerangkan bahwa antara penggugat dan tergugat telah berpisah tempat tinggal dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. Dari keterangan saksi hakim menyimpulkan bahwa telah terjadi perselisihan terus menerus karena tidak mungkin keduanya dalam keadaan rukun hidup berpisah dan hidup sendiri-sendiri selama bertahun-tahun. 3. Bukti Pengakuan Pengakuan bekentenis, confession adalah alat bukti yang berupa pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan, yang dilakukan di muka hakim atau dalam sidang pengadilan. Pengakuan tersebut berisi keterangan bahwa apa yang didalilkan pihak lawan benar sebagian atau seluruhnya Vide Pasal 1923 KUH Perdata dan Pasal 174 HIR. Secara umum hal-hal yang dapat diakui oleh para pihak yang bersengketa adalah segala hal yang berkenaan dengan pokok perkara yang disengketakan. Tergugat dapat mengakui semua dalil gugatan yang dikemukakan penggugat atau sebaliknya 13 penggugat dapat mengakui segala hal dalil bantahan yang diajukan tergugat. Pengakuan tersebut dapat berupa, pertama pengakuan yang berkenaan dengan hak, kedua pengakuan mengenai fakta atau peristiwa hukum. Lalu yang berwenang memberi pengakuan menurut Pasal 1925 KUH Perdata yang berwenang memberi pengakuan adalah sebagai berikut: a dilakukan principal pelaku sendiri yakni penggugat atau tergugat Vide Pasal 174 HIR; b kuasa hukum penggugat atau tergugat. Kemudian bentuk pengakuannya, berdasarkan pendekatan analog dengan ketentuan Pasal 1972 KUH Perdata, bentuk pengakuan dapat berupa tertulis dan lisan di depan persidangan dengan cara tegas expressis verbis, diam-diam dengan tidak mengajukan bantahan atau sangkalan dan mengajukan bantahan tanpa alasan dan dasar hokum. 10 4. Bukti Sumpah Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan dikarenakan tidak adanya alat bukti lain. Sedangkan Soedikno berpendapat bahwa “Sumpah 10 Opcit http:rahmatyudistiawan.wordpress.com 05042014 08:39 14 pada umumnya adalah suatu pernyataan yang hikmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh- Nya” 11 A.3. Teori Perlindungan Hukum Dalam tiap Negara sudah pasti memiliki hukum untuk mengatur warga negaranya. Adanya hubungan yang terjalin antara warga Negara dan Negara ini melahirkan hak dan kewajiban, baik itu Negara maupun warga negaranya. Negara wajib memberukan perlundungan hukum yang pasti bagi warga negaranya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin hak-hak hukum warga negaranya. Perlindungan hukum merupakan pengakuan terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia. Karena Teori Perlindungan Hukum ini menjadi sangat penting. Ada beberapa pengertian tentang perlindungan hukum menurut para ahli yaitu : 12 1. Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan 11 Ibid 12 http:fitrihidayat-ub.blogspot.com201307perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html diunduh pada 11042014 pukul 8:48. 15 kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 2. Perlindungan Hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. 3. Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. 4. Perlindungan Hukum adalah Sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. 5. Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum. Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, 16 perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. 13 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 14 Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia HAM yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 15

B. Temuan Data dan Pembahasan