Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Bantuan Hukum Sebagai Suatu Perikatan yang Bersifat Cuma-Cuma T1 312008005 BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab ini Penulis akan melakukan tinjauan pustaka untuk menjawab
pertanyaan dalam rumusan masalah yang telah Penulis kemukakan di Bab I,
bagaimana pemberian Bantuan Hukum di Indonesia, sebagai suatu perikatan
yang bersifat cuma-cuma.1 Dengan perkataan lain, tujuan dari tinjauan pustaka ini
adalah guna mengetahui sifat cuma – cuma dari Bantuan Hukum di Indonesia.2
Supaya maksud tersebut dapat dicapai, tinjauan pustaka dalam Bab ini
terdiri atas beberapa sub pokok kajian. Sub pokok kajian yang pertama yaitu
tentang Hakikat Bantuan Hukum versi kepustakaan yang selama ini ada di
Indonesia. Kemudian, sub pokok kajian kedua yaitu berkaitan dengan prespektif
tentang perikatan. dan Selanjutnya yang ketiga mengenai perikatan bersegi satu
yang dikenal dalam litelatur hukum perdata, dalam hal ini KUHPerdata, yang bisa
saja mirip namun tidak sama dengan prespektif mengenai perikatan bersegi satu
menurut Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum sebagaimana telah penulis
kemukakan salam bagian latar belakang masalah di Bab I karya tulis ini.3
1 Lihat 1.3. Sub Judul Rumusan Masalah dalam halaman 12, Bab I skripsi ini.
2 Lihat juga 1.4. Sub Judul Tujuan Penelitian dalam halaman Ibid, Bab I skripsi ini.
3 Lihat uraian Latar Belakang Masalah dalam Sub Judul 1.2., mulai halaman 5 sampai dengan halaman 12.
(2)
2.1. Bantuan Hukum
Apabila hakikat Bantuan Hukum dilihat atau diketahui dengan cara
memperhatikan definisi atau pengertian mengenai Bantuan Hukum dalam
kepustakaan yang selama ini digadang sebagai kepustakaan yang ditulis oleh
mereka yang dianggap mumpuni dalam bidang Bantuan Hukum. Berikut di bawah
ini Penulis akan mengemukakan hal tersebut.
Merujuk pada istilah Belanda pro deo, Bantuan Hukum didefinisikan4
menurut jenis pro bono publico yakni perwakilan profesional secara gratis yang
dilakukan oleh pengacara tunjukan pengadilan —dianggap sebagai koreksi terhadap distribusi sumber daya kebenaran yang timpang antara orang yang
berada dengan orang yang tidak berpunya— kepada klien. Kepustakaan yang sama5 juga mendefinisikan bahwa di Negara hukum yang sudah mapan Bantuan
Hukum diartikan memberi bantuan dengan cuma-cuma bila diperlukan, dan selalu
dalam kuantitas dan kualitas yang terbatas, dan ditunjukan untuk memperkokoh
janji, betapapun tipisnya, bahwa hukum melayani semua orang.
4 Daniel S. Lev, Hukum dan Politik di Indonesia Kesinambuangan dan Perubahan, (Jakarta: LP3ES, 1990), hal 475. Hanya saja, kepustakaan yang Penulis rujuk ini bukan kepustakaan hukum, namun kepustakaan politik hukum. Kepustakaan politik hukum itu terpaksa Penulis rujuk mengingat sulit sekali menemukan kepustakaan hukum yang secara khusus membicarakan atau mengkaji soal bantuan hukum. skripsi ini dapat dikatakan, dengan demikian merupakan skripsi orisinil yang pertama kali membicarakan Bantuan Hukum dari sudut pandang Ilmu Hukum. Demikian pula, dapat dikatakan merupakan skripsi pertama setelah seluruh progam studi di Fakultas Hukum Indonesia mengenal dan menyelenggarakan satu progam studi, yaitu progam stud Ilmu Hukum.
5
(3)
Adapun yang dimaksud degan terbatas dalam pengertian di atas,
kemungkinan, antara lain seperti telah dikemukakan oleh pustaka yang sama,6
bahwa berbeda dengan Bantuan Hukum gratis dan sejenisnya yang umumnya
sering terbatas pada perkara pidana saja, posisi LBH7 adalah sebagai pemberi
Bantuan Hukum bagi masalah hukum orang miskin baik bersifat perdata maupun
bersifat pidana. Bahkan, Bantuan Hukum seperti itu juga diarahkan kepada
penduduk yang tanahnya digusur untuk kepentingan umum; ada juga Bantuan
Hukum yang dulu semarak, yaitu menjadi pembela dalam perkara-perkara politik.
Misalnya pada tahun 1979, LBH mengkoordinasi pembelaan bagi para mahasiswa
yang diadili karena mengkritik pemerintah.8
Menurut pustaka, sasaran Bantuan Hukum adalah memberi makna riil dan
praktis terhadap asas-asas hukum, kesamaan di depan hukum dan peradilan yang
jujur bagi masyarakat, dan pada gilirannya juga memberi kepastian hukum tanpa
membeda-bedakan orang berdasarkan kekayaan, pangkat, kedudukan, ras, suku
bangsa, agama, golongan, atau asal keturunan. Akan tetapi, dalam tinjauan jangka
panjang arti penting Bantuan Hukum yang lebih pelik dan rumit9 beleh jadi
sebagian besar bersifat ideologis. LBH misalnya, didirikan di atas landasan
6 Ibid,. hal 487. 7
Yang dimaksud dengan LBH adalah Lembaga Bantuan Hukum. 8 Ibid,. Hal 490.
9
(4)
pertentangan ideologis dengan demokrasi terpimpin maupun Orde Baru,10 yang
dimana premis-premisnya yang ditentang setidak-tidaknya mutlak pada setiap
sendinya yang penting-penting. LBH menentang eksklusifitas politik dan
memperjuangkan partisispasi rakyat. Menentang dominasi militer dan berpihak
kepada kekuasaan sipil, menentang hak prerogatif di bidang politik dan kebebasan
birokrasi dan memperjuangkan proses legal, menentang kekuasaan Pemerintah
yang patrimonial dan memperjuangkan hak-hak perseorangan, menentang negara
yang menghimpun segala kekuasaan dan memperjuangkan terselenggaranya
pemerintahan dengan kekuasaan terbatas, menentang ―pembangunan‖ yang
memperkaya sebagian kecil orang dan memperjuangkan keadilan ekonomi, dan
secara umum mendukung hak-hak istimewa dan memperjuangkan kesamaan di
bidang sosial dan politik.
Menurut pendapat Penulis, pengertian Bantuan Hukum di dalam
masyarakat awam mungkin masih belum jelas. Pencampuradukan persepsi antara
jasa hukum dengan Bantuan Hukum mungkin masih terjadi. Padahal
sesungguhnya Bantuan Hukum itu berbeda dengan jasa hukum.11 Beberapa
10 Terbongkar di sini bahwa motifasi dasar politis, itu apabila dilihat oleh pengamat politik, bukan yuris. Namun, hal itu adalah sah adanya! Setiap bidang keilmuan memang memiliki kebebasan penuh.
11 Bantuan hukum merupakan hal yang berbeda dengan jasa hukum merujuk dari ketentuan umum beberapa peraturan perundang-undangan seperti dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat dan UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dalam Pasal 1 Angka (9) UU Advokat menjelaskan bahwa Bantuan Hukum adalah Jasa Hukum yang diberikan oleh Advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Sedangkan telah pula dijelaskan dalam Pasal 1 Angka(1) UU Bantuan Hukum, Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Dari penjelasan tersebut maka didapatkan kesimpulan bahwa yang disebut Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma atau gratis.
(5)
pengertian tentang Bantuan Hukum seperti demikian itu banyak berkembang di
kalangan praktisi hukum yang aktif bergerak dalam lembaga bantuan hukum.
Black’s Law Dictionary, Bantuan Hukum atau yang disebut dengan legal aid memiliki definisi sebagai berikut Country wide system administered locally by
legal services is rendered to those in financial need and who cannot afford private counsel.12 Menurut definisi Bantuan Hukum tersebut, Bantuan Hukum terlihat
lebih kepada pengelolaan atau penyelenggaraan pemberian jasa hukum kepada
mereka yang membutuhkan keuangan dan mereka yang tidak mampu membayar
pengacara. Dengan kata lain, definisi tersebut lebih menunjuk kepada kewajiban
Pemerintah/Negara untuk memenuhi kewajibannya dalam memberikan Batuan
Hukum. Pemerintah memberikan bantuan finansial kepada masyarakat yang
kurang mampu (miskin) untuk dapat menyewa pengacara atau jasa hukum. Itulah
hakikat Bantuan Hukum;13
Selain pengertian diatas, Clarence J. Dias mengemukakan arti Bantuan
Hukum: Bantuan hukum merujuk pada peraturan jasa profesi hukum untuk
memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dihalangi haknya untuk
menerima nasehat hukum atau .... diwakili di hadapan pengadilan .... oleh karena
tidak mampu secara finansial.14
12Joseph R. Nolan., Black’s Law Dictionary: With Pronunciation, (St Paul: West Publishing 50,
1990), hlm 893.
13 Antara lain, dalam rangka menjawab rumusan masalah penelitian dalam penulisan hukum ini 14 Frans Hendra Winarta S.H., Pro Bono Publico: Hak Konstitusional Fakir Miskin untuk Memperoleh Bantuan Hukum, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2009), hlm. 22
(6)
Menurut Todung Mulya Lubis, Bantuan Hukum tidak bisa menghindarkan
diri dari tujuan menata kembali masyarakat dari kepincangan struktural yang
tajam dengan menciptakan pusat – pusat kekuatan dan sekaligus berarti mengadakan redistribusi kekuasaan untuk melaksanakan partisipasi dari bawah.15
Pengertian Bantuan Hukum juga muncul dari pengamat lainya.
Abdurrahman yang menjelaskan bahwa istilah legal aid biasanya digunakan untuk
menunjukkan pengertian Bantuan Hukum dalam arti sempit berupa pemberian
jasa-jasa di bidang hukum kepada seseorang yang terlibat dalam suatu perkara
secara cuma-cuma/gratis, khususnya bagi mereka yang tidak mampu.16
Walaupun para pengamat telah mendefinisikan pengertian Bantuan
Hukum seperti telah diuraikan di atas namun belakangan ini dalam peraturan -
peraturan di Indonesia juga telah diberi pengertian tentang bantuan hukum itu
sendiri. Dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokad Bantuan hukum adalah
jasa hukum yang diberikan oleh advokad secara cuma – cuma kepada klien yang tidak mampu.
2.2. Peristilahan yang Identik dengan Bantuan Hukum Cuma – Cuma
Dari berbagai peraturan perundang – undangan yang terdapat di Indonesia yang telah diteliti oleh Penulis, penyebutan Bantuan Hukum yang diberikan
secara cuma-cuma kepada masyarakat ternyata memiliki beberapa istilah
15 Ibid., Hlm. 23. 16
(7)
penyebutan. Dalam dua peraturan perundang-undangan17 Bantuan Hukum gratis
disebutkan dengan pemberian Bantuan Hukum cuma-cuma. Sedangkan dalam
Peraturan Walikota Semarang No. 10 tahun 2010, pemberian Bantuan Hukum
cuma-cuma ini disebut dengan Fasilitasi bantuan hukum. Pengertian fasilitasi
bantuan hukum dalam peraturan perundang – undangan ini dirasa lebih jelas yaitu sebagai berikut;
―Fasilitas bantuan hukum adalah bantuan jasa hukum yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah melalui advokat/pengacara kepada warga miskin yang terkena perkara pidana, baik dalam pemeriksaan aparat penegak hukum dan atau dalam proses persidangan sampai dengan adanya Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang atau Pengadilan Tinggi Jawa Tengah atau Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkekuatan
hukum tetap‖. 18
Dari berbagai peristilahan yang digunakan dalam pengertian pengertian
yang sama dengan konsep cuma–cuma sebagaimana telah dikemukakan di atas, Penulis berpendapat bahwa Bantuan Hukum cuma-cuma merupakan sebuah
bentuk dari jasa hukum dalam bentuk apapun, yang diberikan kepada mereka
yang tidak mampu.19 Dengan adanya pengertian - pengertian di atas maka ada
pertanyaan yang mengganjal mengenai hal yang berkaitan dengan Bantuan
Hukum itu sendiri. Pengertian di atas menjelaskan bahwa masyarakat memiliki
hak untuk memperoleh Bantuan Hukum secara cuma-cuma bila mereka tidak
17 UU No. 18 tahun 2008 dan PP No. 83 tahun 2008.
18 Pasal 1 Angka (11) Peraturan Walikota Semarang No. 10 tahun 2010 tentang Fasilitasi Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin Kota Semarang.
19 Dalam kaitannya dengan itu, UU Advokat mengarahkan Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, Bantuan Hukum, menjalankan kuasa, dan mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien.
(8)
mampu menyediakan jasa hukum untuk dirinya sendiri. Lalu siapakah yang
seharusnya melaksanakan kewajiban atas pemenuhan tersebut?
Kepustakaan menyebutkan bahwa sebelum adanya UU Advokat dan
Bantuan Hukum, pelaksanaan Bantuan Hukum adalah kewajiban dari setiap
orang, dan dipelopori oleh para Advokat, serta sejumlah kalangan dalam
pemerintahan yang bersimpati terhadap Bantuan Hukum, termasuk
lembaga-lembaga di Luar Negeri, yang patuh atau merasa wajib tunduk kepada dikte
hukum (the dictate of the law).
2.3. Hakikat Cuma – Cuma Pemberian Bantuan Hukum
Melihat semua pengertian di atas hanya terdapat satu pengertian yang
memberikan penjaminan dan jawaban tentang siapa yang bertanggung jawab atas
pemberian bantuan hukum cuma - cuma tersebut. Dalam Peraturan Walikota
Semarang No. 10 tahun 2010 secara eksplisit telah menjelaskan bahwa pemberian
Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin merupakan tanggung jawab Negara yang
dalam hal ini adalah melalui Pemerintah Daerah.
Dengan melihat hanya terdapat satu penjabaran jelas mengenai bagaimana
pemberian tanggung jawab atas pemberian Bantuan Hukum dari pengertian di atas
maka bagaimana dengan hakikat pemberian bantuan hukum di peraturan
perundang-undangan lainnya, baik peraturan-peraturan sebelum adanya Peraturan
Walikota Semarang No. 10 tahun 2010 maupun dalam Undang-Undang No. 16
tahun 2011 yang muncul kemudian setelah adanya Peraturan Walikota Semarang
(9)
bantuan hukum masih harus dicari dalam peraturan yang lebih tinggi. Oleh sebab
itu, sebelum mengemukakan hal itu, Penulis akan menguraikan terlebih dahulu
tentang prespektif perikatan pada umumnya.
2.4. Prespektif Perikatan pada Umumnya
Di Indonesia peraturan mengenai perikatan antara lain mengikuti dikte
hukum untuk ditempatkan dalam undang-undang, dan sudah terlanjur dipahami
seolah-olah hanya terdapat dalam Buku ke III KUHPerdata. Menurut Pasal 1233
KUHPerdata sumber perikatan dibedakan menjadi dua; Pertama, perikatan yang
lahir karena persetujuan; Kedua, perikatan yang lahir karena undang – undang. Pengerian perikatan tersebut tertuang dalam Pasal 1234 KUHPerdata yaitu
suatu tindakan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu.20 Melihat dari pernyataan pertama mengenai sumber perikatan
maka sesungguhnya perikatan tidak dapat dilepaskan dari Perjanjian.
Kaitan dengan hal itu, dalam hukum di Indonesia telah dipahami bahwa
pengertian perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Perjanjian
yang sama dengan perikatan itu adalah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
20
Sebetulnya, pengertian perikatan yang lebih tepat adalah pengertian perikatan sebagai suatu kontrak. Hal ini dapat dilihat dalam buku Jeferson Kameo SH. LLM. Ph.D Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, yaitu sebagai berikut; ―segenap kewajiban bagi setiap orang berjanji atau bersepakat dengan orang lain untuk memberikan, atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain tersebut, atau berkenaan dengan segenap kewajiban yang dituntut oleh hukum kepada setiap orang untuk memberrikan atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain apabia
(10)
terhadap satu orang lain atau lebih.21 Pengertian perjanjian menutut Pasal 1313
KUHPerdata di atas sama dengan pengertian perikatan dan telah dijelaskan oleh
para Yuris, yang hanya mengutip KUHPerdata, bukan Kontrak Sebagai Nama
Ilmu Hukum.22
Untuk mengetahui perbandingan perikatan, berikut berbagai pengertian
perikatan menurut sejumplah pengamat. Diungkapkan oleh Soediman
Kartodiprojo, S.H. ―perikatan ialah kesemuanya kaidah hukum yang mengatur
hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada tindakannya dalam
lingkungan hukum kekayaan‖.23
Sedangkan yang lain menjelaskan bahwa perikatan berasal dari bahasa
Belanda yang artinya verbintenis yang artinya hal yang mengikat antara orang
satu dengan orang lainnya, dan peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan
hukum, dan dalam hubungan hukum terrsebut para pihak mempunyai hak dan
kewajiban secara timbal balik.24 Sejalan dengan kedua arti yang telah disebutkan,
ada lagi yang menyatakan menyatakan ―perikatan adalah suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana salah satu pihak berhak menuntut
21
Pasal 1313 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Perdata. 22
Ada perbedaan yang sangat mendasar mengenai perikatan dalam prespektif Ilmu Hukum dengan perikatan dalam prespektif KUHPerdata diatas. Mengenai luasnya cakupan perikatan dalam prespektif Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Lihat Jeferson Kameo S.H. LLM. Ph.D Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 23
PNH Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm 318.
24 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 198 -199.
(11)
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.25
Sedangkan penulis lainnya menjelaskan bahwa ―perikatan adalah suatu hubungan
hukum, yang artinya hubungan yang diatur oleh hukum.26
Dari pengertian – pengertian perikatan yang telah disebutkan di atas diketahui bahwa perikatan muncul karena adanya hubungan hukum. Namun,
diantara berbagai pandangan tentang perikatan di atas, ada perbedaan unsur dalam
memberikan pengertiannya. Ada yang mengatakan bahwa perikatan akan selalu
berkaitan dengan kekayaan.27 Ada yang mengatakan bahwa dalam hubungan
hukum yang timbul atas perikatan dapat terjadi bila dilaksanakan oleh dua
pihak.28
2.5. Pihak – Pihak dalam Perikatan
Berikut ini Penulis akan mengulas mengenai pihak dalam perikatan (the
parties to contract). Pihak dalam perikatan adalah subjek hukum yang melakukan
perikatan tersebut. Subjek hukum adalah pedukung hak hak dan kewajiban29.
Subjek hukum yang disebut orang (persoon) dalam hukum dibagi menjadi dua
jenis.30 Subjek hukum yang pertama yaitu manusia. Pengertian dari manusia
25 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1994), hlm 1.
26 P.N.H Simanjuntak, S.H., Loc.Cit. 27 Ibid.
28 Ibid.
29 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 27. 30
(12)
dibagi menjadi dua macam, yaitu manusia sebagai makhluk biologis yaitu
manusia sebagai gejala alam, sebagai mahkluk budaya yang berakal, berperasaan,
dan berkehendak.31 Sedangkan manusia sebagai makhluk yuridis yaitu sama
dengan orang (persoon) dalam hukum. Alasan di balik pendapat tersebut yaitu: (1)
manusia mempunyai hak – hak subjektif, dan (2) kewenangan hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.32
Subjek hukum yang kedua yaitu badan hukum. Badan hukum merupakan
subjek hukum ciptaan manusia, berdasarkan hukum, yang diberi hak dan
kewajiban seperti manusia.33 Badan hukum dalam bahasa Belanda disebut
―Rechtpersoon”. Badan Hukum dilihat dari wewenang hukum yang diberikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) badan hukum publik yang
merupakan badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah, diberi wewenang
menurut hukum publik; (2) badan hukum privat (keperdataan) yang merupakan
badan hukum yang dibentuk Pemerintah atau Swasta yang diberi wewenang
menurut hukum perdata.34 Badan hukum memiliki ciri sebagai berikut; (1)
mempunyai perkumpulan, (2) mempunyai tujuan tertentu, (3) mempunyai harta
kekayaan, (4) mempunyai hak dan kewajiban, (5) Mempunyai hak untuk digugat
31 Abdulkadir muhammad, S.H, Op.Cit., hlm 27.
32 Salim HS., S.H., M.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika,2006), hlm. 27-28.
33 Abdulkadir muhammad, Op.Cit., hlm 29 34
(13)
dan menggugat.35 Memperhatikan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa
Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan dapat diselenggarakan, baik oleh
manusia maupun Badan Hukum, dalam hal ini termasuk Negara atau Pemerintah.
2.6. Negara Sebagai Pihak dalam Perikatan
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dan hubungan hukum hanya
bisa dilakukan bila ada subjek hukum yang melakukan suatu perbuatan hukum.
Karena subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum, maka dari itu
Negara sebagai badan hukum publik dapat melakukan perikatan baik dalam
bentuk perikatan yang bersumber pada undang – undang maupun perikatan yang bersumber pada perjanjian. Kepustakaan seperti ini memerkuat apa yang telah
Penulis kemukakan di atas bahwa Bantuan Hukum dapat diselenggarakan baik
oleh Negara, maupun oleh peseorangan.
2.7. Jenis – Jenis Perikatan
Terdapat dua belas jenis perikatan,36 yaitu; jenis yang pertama, perikatan
timbal balik. Perjanjian ini merupakan perikatan yang memberikan hak dan
kewajibannya kepada kedua belah pihak. Yang kedua, perikatan sepihak.
perikatan sepihak merupakan perikatan yang menimbulkan kewajiban pada satu
pihak saja, dan pihak kedua hanya menerima haknya.37 Ketiga, perikatan cuma –
35 Salim H.S. Op. Cit., hlm26. 36
PNH Simanjuntak, Op.Cit., hlm. 336.
37 Bantuan Hukum lebih tepat apabila digolongkan sebagai jenis perikatan sepihak, atau apa yang telah Penulis kemukakan di Bab I sebagai unilaeral voluntary oblogation. Uraian mengenai hal ini dapat dilihat dalah Bab I skripsi ini, sub judul Latar Belakang Masalah, 1.2, mulai halaman 5 sampai halaman 12.
(14)
cuma. perikatan cuma – cuma adalah perikatan yang mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat
darinya. Keempat, perikatan atas beban yaitu yang merupakan sebuah perikatan
yang memiliki prestasi pada masing – masing pihak dan diantara kedua prestasi itu terdapat suatu hubungan hukum. Perjanjian yang kelima adalah perikatan
konsensuil. Keenam, perikatan riil yang merupakan perikatan yang timbul atas
adanya kesepakatan dua belah pihak disertai penyerahan nyata atas barangnya.
Ketujuh, perikatan nominat, perikatan ini merupakan perrjanjian yang mempunyai
nama tertentu dan diatur secara khusus oleh undang – undang.38 Kemudian
kedelapan, perikatan innominat. perikatan innominat merupakan perikatan yang
tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam undang – undang. Berikutnya perjanjian kesembilan adalah perikatan liberatoir yang merupakan
perikatan yang membebaskan orang dengan keterikatannya dari suatu kewajiban
hukum tertentu. Kesepuluh, perjanjian kebendaan yang merupakan perikatan
untuk menyerahkan atau mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau
menghapuskan hak-hak kebendaan. Perjanjian yang kesebelas yaitu perikatan
obligatoir yang merupakan perikatan yang menimbulkan kewajiban antara kedua
belah pihak. Sedangkan yang terakhir yaitu perikatan accesoir yaitu perikatan
yang membuntuti perikatan pokok.
38 Menurut Penulis, selain jenis perikatan kedua dan ketiga, Bantuan Hukum juga termasuk kategori perikatan dengan nama tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. UU dimaksud adalah, antara lain UU Bantuan Hukum
(15)
2.8. Perikatan Bersegi Satu (Perikatan Cuma – Cuma)
Apa yang telah dijabarkan dalam sub bab sebelumnya adalah penjabaran
mengenai bagaimana perikatan pada umumnya. Untuk sub bab ini lebih
menjelaskan khusus bagaimana perikatan bersegi satu, yang menurut pendapat
penulis lebih dekat dengan ciri Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan yang
bersifat cuma-cuma.
Dalam penjelasan mengenai jenis perjanjian yang ada dalam sub bab
sebelumnya dikemukakan mengenai adanya perjanjian cuma-cuma. Dalam
pengertian yang telah dijabarkan sebelumnya, perjanjian cuma-cuma memberikan
suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa perlu adanya penerimaan suatu
manfaat oleh pihak yang mengikatkan diri untuk melaksanakan perikatan itu.
Dengan kata lain dalam perjanjian cuma-cuma itu berbeda dengan perikatan pada
umumnya, dimana setiap perjanjian biasanya diperlukan adanya hak dan
kewajiban.39 Perjanjian dengan cuma-cuma ialah perjanjian yang menurut hukum
hanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak saja.40
Selain perikatan cuma–cuma, perikatan bersegi satu juga disebut dengan perikatan voluntir. Perikatan voluntir merupakan suatu janji atau pelaksanaan
suatu tindakan oleh satu pihak. Seperti telah Penulis kemukakan dalam Bab I,
dalam perikatan voluntir pihak yang melaksanakan tugas tersebut hanyalah pihak
39 Lihat sub judul 1.2. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penulisan Karya Tulis ini. 40
H.F.A, Vollmar, Pengantar Studi Perdata, (CV Rajawali, jakarta: 1984). Bandingkan dengan sub judul 1.2. Latar Belakang Masalah skripsi ini
(16)
yang memiliki kapasitas untuk mengikatkan dirinya sendiri secara sah. Dalam
pelaksanaannya perikatan voluntir pihak yang mengikatkan dirinya tersebut harus
memiliki kehendak yang nyata untuk mengikatkan diri sendiri agar melakukan
pembayaran untuk melakukan perbuatan tertentu. Dalam tindakan ini, pihak yang
mengikatkan dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara
sukarela.41
Bantuan Hukum adalah perikatan bersegi satu (perikatan cuma-cuma).
Kewajiban untuk melakukan Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum,
meskipun dalam kenyataannya terdapat dua pihak, dalam hal ini Pemberi Bantuan
Hukum dan pihak Penerima Bantuan Hukum, namun pelaksanaan kewajiban dari
pihak Penyelenggara maupun Pemberi Bantuan Hukum tersebut hanya
memberikan keuntungan kepada pihak lain, dalam hal ini Penerima Bantuan
Hukum, tanpa perlu adanya penerimaan suatu manfaat oleh pihak Negara
misalnya sebagai pemberi Bantuan Hukum yang mengikatkan diri, sebab, dituntut
oleh hukum (the dictate of the law) (UU) untuk melaksanakan perikatan
memberikan Bantuan Hukum.
41
Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
(1)
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.25 Sedangkan penulis lainnya menjelaskan bahwa ―perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur oleh hukum.26
Dari pengertian – pengertian perikatan yang telah disebutkan di atas diketahui bahwa perikatan muncul karena adanya hubungan hukum. Namun, diantara berbagai pandangan tentang perikatan di atas, ada perbedaan unsur dalam memberikan pengertiannya. Ada yang mengatakan bahwa perikatan akan selalu berkaitan dengan kekayaan.27 Ada yang mengatakan bahwa dalam hubungan hukum yang timbul atas perikatan dapat terjadi bila dilaksanakan oleh dua pihak.28
2.5. Pihak – Pihak dalam Perikatan
Berikut ini Penulis akan mengulas mengenai pihak dalam perikatan (the parties to contract). Pihak dalam perikatan adalah subjek hukum yang melakukan perikatan tersebut. Subjek hukum adalah pedukung hak hak dan kewajiban29. Subjek hukum yang disebut orang (persoon) dalam hukum dibagi menjadi dua jenis.30 Subjek hukum yang pertama yaitu manusia. Pengertian dari manusia
25 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1994), hlm 1.
26 P.N.H Simanjuntak, S.H., Loc.Cit.
27 Ibid.
28
Ibid.
29 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 27.
30
(2)
dibagi menjadi dua macam, yaitu manusia sebagai makhluk biologis yaitu manusia sebagai gejala alam, sebagai mahkluk budaya yang berakal, berperasaan, dan berkehendak.31 Sedangkan manusia sebagai makhluk yuridis yaitu sama dengan orang (persoon) dalam hukum. Alasan di balik pendapat tersebut yaitu: (1) manusia mempunyai hak – hak subjektif, dan (2) kewenangan hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.32
Subjek hukum yang kedua yaitu badan hukum. Badan hukum merupakan subjek hukum ciptaan manusia, berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia.33 Badan hukum dalam bahasa Belanda disebut ―Rechtpersoon”. Badan Hukum dilihat dari wewenang hukum yang diberikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) badan hukum publik yang merupakan badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah, diberi wewenang menurut hukum publik; (2) badan hukum privat (keperdataan) yang merupakan badan hukum yang dibentuk Pemerintah atau Swasta yang diberi wewenang menurut hukum perdata.34 Badan hukum memiliki ciri sebagai berikut; (1) mempunyai perkumpulan, (2) mempunyai tujuan tertentu, (3) mempunyai harta kekayaan, (4) mempunyai hak dan kewajiban, (5) Mempunyai hak untuk digugat
31 Abdulkadir muhammad, S.H, Op.Cit., hlm 27.
32 Salim HS., S.H., M.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika,2006),
hlm. 27-28.
33 Abdulkadir muhammad, Op.Cit., hlm 29
34
(3)
dan menggugat.35 Memperhatikan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan dapat diselenggarakan, baik oleh manusia maupun Badan Hukum, dalam hal ini termasuk Negara atau Pemerintah.
2.6. Negara Sebagai Pihak dalam Perikatan
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum dan hubungan hukum hanya bisa dilakukan bila ada subjek hukum yang melakukan suatu perbuatan hukum. Karena subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum, maka dari itu Negara sebagai badan hukum publik dapat melakukan perikatan baik dalam bentuk perikatan yang bersumber pada undang – undang maupun perikatan yang bersumber pada perjanjian. Kepustakaan seperti ini memerkuat apa yang telah Penulis kemukakan di atas bahwa Bantuan Hukum dapat diselenggarakan baik oleh Negara, maupun oleh peseorangan.
2.7. Jenis – Jenis Perikatan
Terdapat dua belas jenis perikatan,36 yaitu; jenis yang pertama, perikatan timbal balik. Perjanjian ini merupakan perikatan yang memberikan hak dan kewajibannya kepada kedua belah pihak. Yang kedua, perikatan sepihak. perikatan sepihak merupakan perikatan yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, dan pihak kedua hanya menerima haknya.37 Ketiga, perikatan cuma –
35 Salim H.S. Op. Cit., hlm26. 36
PNH Simanjuntak, Op.Cit., hlm. 336.
37 Bantuan Hukum lebih tepat apabila digolongkan sebagai jenis perikatan sepihak, atau apa yang
telah Penulis kemukakan di Bab I sebagai unilaeral voluntary oblogation. Uraian mengenai hal ini dapat dilihat dalah Bab I skripsi ini, sub judul Latar Belakang Masalah, 1.2, mulai halaman 5 sampai halaman 12.
(4)
cuma. perikatan cuma – cuma adalah perikatan yang mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat darinya. Keempat, perikatan atas beban yaitu yang merupakan sebuah perikatan yang memiliki prestasi pada masing – masing pihak dan diantara kedua prestasi itu terdapat suatu hubungan hukum. Perjanjian yang kelima adalah perikatan konsensuil. Keenam, perikatan riil yang merupakan perikatan yang timbul atas adanya kesepakatan dua belah pihak disertai penyerahan nyata atas barangnya. Ketujuh, perikatan nominat, perikatan ini merupakan perrjanjian yang mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus oleh undang – undang.38 Kemudian kedelapan, perikatan innominat. perikatan innominat merupakan perikatan yang tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam undang – undang. Berikutnya perjanjian kesembilan adalah perikatan liberatoir yang merupakan perikatan yang membebaskan orang dengan keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tertentu. Kesepuluh, perjanjian kebendaan yang merupakan perikatan untuk menyerahkan atau mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Perjanjian yang kesebelas yaitu perikatan obligatoir yang merupakan perikatan yang menimbulkan kewajiban antara kedua belah pihak. Sedangkan yang terakhir yaitu perikatan accesoir yaitu perikatan yang membuntuti perikatan pokok.
38 Menurut Penulis, selain jenis perikatan kedua dan ketiga, Bantuan Hukum juga termasuk
kategori perikatan dengan nama tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. UU dimaksud adalah, antara lain UU Bantuan Hukum
(5)
2.8. Perikatan Bersegi Satu (Perikatan Cuma – Cuma)
Apa yang telah dijabarkan dalam sub bab sebelumnya adalah penjabaran mengenai bagaimana perikatan pada umumnya. Untuk sub bab ini lebih menjelaskan khusus bagaimana perikatan bersegi satu, yang menurut pendapat penulis lebih dekat dengan ciri Bantuan Hukum sebagai suatu perikatan yang bersifat cuma-cuma.
Dalam penjelasan mengenai jenis perjanjian yang ada dalam sub bab sebelumnya dikemukakan mengenai adanya perjanjian cuma-cuma. Dalam pengertian yang telah dijabarkan sebelumnya, perjanjian cuma-cuma memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa perlu adanya penerimaan suatu manfaat oleh pihak yang mengikatkan diri untuk melaksanakan perikatan itu. Dengan kata lain dalam perjanjian cuma-cuma itu berbeda dengan perikatan pada umumnya, dimana setiap perjanjian biasanya diperlukan adanya hak dan kewajiban.39 Perjanjian dengan cuma-cuma ialah perjanjian yang menurut hukum hanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak saja.40
Selain perikatan cuma–cuma, perikatan bersegi satu juga disebut dengan perikatan voluntir. Perikatan voluntir merupakan suatu janji atau pelaksanaan suatu tindakan oleh satu pihak. Seperti telah Penulis kemukakan dalam Bab I, dalam perikatan voluntir pihak yang melaksanakan tugas tersebut hanyalah pihak
39 Lihat sub judul 1.2. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penulisan Karya Tulis ini.
40
H.F.A, Vollmar, Pengantar Studi Perdata, (CV Rajawali, jakarta: 1984). Bandingkan dengan sub judul 1.2. Latar Belakang Masalah skripsi ini
(6)
yang memiliki kapasitas untuk mengikatkan dirinya sendiri secara sah. Dalam pelaksanaannya perikatan voluntir pihak yang mengikatkan dirinya tersebut harus memiliki kehendak yang nyata untuk mengikatkan diri sendiri agar melakukan pembayaran untuk melakukan perbuatan tertentu. Dalam tindakan ini, pihak yang mengikatkan dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sukarela.41
Bantuan Hukum adalah perikatan bersegi satu (perikatan cuma-cuma). Kewajiban untuk melakukan Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum, meskipun dalam kenyataannya terdapat dua pihak, dalam hal ini Pemberi Bantuan Hukum dan pihak Penerima Bantuan Hukum, namun pelaksanaan kewajiban dari pihak Penyelenggara maupun Pemberi Bantuan Hukum tersebut hanya memberikan keuntungan kepada pihak lain, dalam hal ini Penerima Bantuan Hukum, tanpa perlu adanya penerimaan suatu manfaat oleh pihak Negara misalnya sebagai pemberi Bantuan Hukum yang mengikatkan diri, sebab, dituntut oleh hukum (the dictate of the law) (UU) untuk melaksanakan perikatan memberikan Bantuan Hukum.
41
Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.