PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP KADAR UREUM KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus novergcus) JANTAN GALUR Spargue dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP KADAR UREUM KREATININ

TIKUS PUTIH ( Rattus norwegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

Oleh

DIAN KENCANA PUTRI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

INFLUENCE OF GIVING ETHANOL EXTRACT OF MANGOSTEEN PEEL (Garcinia mangostana Linn.) TO UREA AND CREATINE IN WHITE

MALE RAT (Rattus novergicus) STRAIN SPRAGUE DAWLEY INDUCED RIFAMPICIN

By

DIAN KENCANA PUTRI

Mangosteen peel (Garcinia mangostana Linn.) have antioxidant properties contained in xanthone compound is a derivative of polyphenols. To prove this, it will do research on the effect of extracts of mangosteen peel (Garcinia mangostana Linn.) against urea creatinine levels of white male rats induced rifampicin. Rifampicin doses 100mg/100gBB white rats as inducers can affect the occurrence of nephrotoxic. This research is an real experimental by post only control group design with sample of 25 rats strain Sprague dawley divided into 5 groups. The results showed significant yield differences with ethanol extract of mangosteen rind to urea (p <0.05) in K1−K2, K1−K3, K2−K3, K2−K4, K2−K5 and creatinin K1−K2, K1−K3, K1−K4, K2−K3, K2−K4, K2−K5, K3−K2, K3−K5, K4−K5. Conclusion: mangosteen peel extract prevents kidney damage white male rats Spargue Dawley strain induced by rifampicin decreased levels of urea and creatinine.


(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP KADAR UREUM KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus novergcus) JANTAN GALUR Spargue dawley YANG

DIINDUKSI RIFAMPISIN

Oleh

DIAN KENCANA PUTRI

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn.) memiliki khasiat antioksidan yang terkandung dalam senyawa xanthone yang merupakan turunan dari polifenol. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap kadar ureum kreatinin tikus putih jantan yang diinduksi rifampisin. Pengguan rifampisin dosis 100mg/100gBB tikus putih sebagai penginduksi terjadinya nefrotoksik. Disain penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan post only group design dengan sampel 25 tikus Sprague dawley terbagi dalam 5 kelompok. Hasil penelitian diperoleh pada ekstrak kulit manggis menunjukkan hasil perbedaan bermakna (p < 0,05) pada kelompok ureum K1−K2, K1−K3, K2−K3, K2−K4, K2−K5, dan pada kelompok kreatinin K1−K2, K1−K3, K1−K4, K2−K3, K2−K4, K2−K5, K3−K2, K3−K5, K4−K5. Simpulan: pemberian ekstrak kuit manggis mencegah kerusakan ginjal tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin dengan penurunan kadar ureum dan kreatinin.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR …………......

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………...

B. Rumusan Masalah ………....

C. Tujuan Penelitian………..

D. Manfaat Penelitian ………...

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit Manggis ..……… 1. Deskripsi Tanaman………... 2. Kajian Farmakologi Kulit Buah Manggis...………... 3. Radikal Bebas dan Aktivitas Antioksidan... B. Ginjal...

1. Struktur Ginjal ……….... 2. Fisiologi Ginjal ……….……….. 3. Mekanisme Filtrasi... 4. Mekanisme Reabsorbsi Tubulus... 5. Mekanisme Sekresi Tubulus... 6. Ureum... i iv v 1 3 4 4 6 6 7 9 12 12 13 14 15 15 16


(7)

7. Kreatinin...

C. Rifampisin ………

1. Farmakdinamik.…...……….

2. Farmakokinetik ………....………....

3. Interaksi.…...………... 4. Efek Samping ……...………... D. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley ..…………

1. Klasifikasi Tikus Putih... 2. Deskripsi Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Galur Sprague Dawley... E. Kerangka Teori... F. Kerangka Konsep... G. Hipotesis...

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian ……….…...……….

B. Tempat dan Waktu Penelitian...…………..………

C. Populasi dan Sampel ………..………..

D. Alat-alat dan Bahan ………..………..

1. Bahan Penelitian ………...……….

2. Alat Penelitian ………...…

E. Prosedur Penelitian ………..…………..

1. Adaptasi Tikus... 2. Prosedur Pemberian Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana

L)... a. Cara Pembuatan Ekstrak... b. Cara Perhitungan Dosis Ekstrak Kulit Manggis... 3. Prosedur Pemberian Dosis Rifampisin... 4. Prosedur Penelitian...

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ………….

17 19 20 20 21 21 23 23 24 26 27 27 28 28 29 30 30 31 31 31 31 31 32 33 34 38


(8)

iii

1. Identifikasi Variabel ………...

2. Definisi Operasional Variabel ………...

G. Analisis Data……….

H. Etik Penelitian...

IV. HASIL DA PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... B. Pembahsan Penelitian... 1. Pembahsan Kelompok Ureum... 2. Pembahsan Kelompok Kreatinin...

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... B. Saran...

DAFTAR PUSTAKA...………..

LAMPIRAN...

38 38 39 40

43 49 49 54

60 60

62


(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Nefron Renal... 2. Tahapan Biosintesis dan Metabolisme Kreatinin... 3. Diagram Kerangka Teori Tentang Pengaruh Kulit Manggis (Garcinia

mangostana)... 4. Kerangka Konsep... 5. Diagram Alur Penelitian... 6. Diagram Analisis Data... 7. Grafik Kadar ureum tiap kelompok... 8. Grafik Kadar Kreatinin Tiap Kelompok...

13 19

26 27 37 40 45 45


(10)

DAFTAR TABEL

1. Data Biologis Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Sprague

Dawley... 2. Definisi Operasional Variabel... 3. Hasil Pengukuran Kadar Ureum... 4. Hasil Pengukuran Kadar Kreatini... 5. Hasil Uji Normalitas Data... 6. Hasil Uji Homogenitas... 7. Hasil Uji One Way ANOVA Ureum... 8. Hasil Uji One Way ANOVA Kreatinin... 9. Hasil Uji Post Hoc LSD Ureum... 10.Hasil Uji Post Hoc LSD Kreatinin...

25 38 43 44 46 46 47 47 48 48


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini kehidupan mulai beranjak kembali kepada obat-obatan tradisional yang harganya lebih terjangkau dan memiliki efek samping minimal (Murti & Poerba, 2010). Tanaman obat dengan efek antioksidan, antiinflamasi dan antihistamin dapat memberikan sumber yang bermanfaat untuk komponen baru untuk obat tradisional dan memiliki efek samping minimal (Ogundipe et al., 2003).

Beberapa tanaman obat dipercaya memiliki khasiat antioksidan, antiinflamasi, antihistamin dan efek lain, salah satunya adalah kulit dari buah manggis (Chaverri, et al., 2008; Jung, et al., 2004; Santoso, et al., 2003). Namun sebagian besar orang menganggap bahwa kulit dari buah manggis hanya sebagai limbah dan tidak mengetahui khasiat dari kandungannya yang kaya akan antioksidan seperti senyawa xanthone yang merupakan turunan dari polifenol (Moongkandi, et al., 2004; Kristenses, 2005; Weecharangsan, et al., 2006; Hartanto 2011). Kandungan antioksidan kulit manggis 66,7 kali wortel, 12 kali anggur dan 8,3 kali jeruk (Nugroho, 2012). Antioksidan sendiri merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisis radikal bebas


(12)

2

dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak (Waji R.A & Sugrani A., 2009)

Radikal bebas dapat disebabkan obat yang berpengaruh terhadap sel normal, protein dan lemak salah satunya adalah rifampisin yang merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid dan obat yang mempunyai efek nefrotoksik yang cukup tinggi dibanding dengan obat antituberkulosis (OAT) lainnya, dengan angka kejadian nefrotoksik akibat rifampisin 1,8−16% dari semua kasus gangguan ginjal akut (GGA) (Bagiada & Primasari, 2010).

Obat-obat antibiotik dapat menginduksi kerusakan ginjal melalui berbagai cara antara lain dengan berkurangnya natrium dan air, perubahan pada aliran darah, kerusakan ginjal, obstruksi terhadap ginjal dan dapat merusak fungsi utama ginjal yaitu mengekskresi zat sisa yang sudah tidak dibutuhkan, diantaranya adalah ureum dan kreatinin (Chasani, 2007). Sehingga jika terjadi gangguan fungsi ginjal maka kadar ureum meningkat dalam tubuh diikuti kreatinin, namun kreatinin membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengalami peningkatan (Corwin J.E., 2009).

Berdasarkan kepopuleran dari kulit buah manggis yang memiliki antioksidan yang cukup tinggi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan uji terhadap efek ekstrak etanol kulit buah manggis (Gracinia mangostana Linn.) terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi rifampisin, menggunakan pelarut etanol karena paling efektif untuk ekstrak (Nugroho, 2011).


(13)

B. Perumusan Masalah

Meningkatnya kejadian nefrotoksik akibat dari pemberian rifampisin yang berdampak pada kadar ureum, kreatinin dan keefektifan ekstrak kulit buah manggis yang terbukti memiliki efek antioksidan membuat peneliti tertarik untuk meneliti serta merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan antara pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis (Gracinia mangostana Linn.) terhadap tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin dengan tikus putih (Rattus novergicus) jantan yang hanya diinduksi rifampisin saja terhadap kadar ureum dan kreatinin?

2. Apakah terdapat hubungan antara peningkatan dosis ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap pencegahan peningkatan kadar ureum kreatinin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin?

3. Pada dosis berapakah ekstrak etanol kulit manggis mempunyai efek maksimal sebagai antioksidan?


(14)

4

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh dari ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap kadar ureum kreatinin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.

2. Mengetahui perbedaan dari beberapa dosis ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap kadar ureum kreatinin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak etanol kulit manggis (Gracinia mangostama) terhadap ginjal tikus putih (Rattus novergicus) jantan.

2. Bagi masyarakat, memberikan informasi mengenai pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan ekstrak etanol kulit manggis sebagai alternatif pengobatan dimasyarakat terhadap ginjal.

3. Bagi peneliti lain, menjadi bahan acuan untuk dilakukannya penelitian serupa yang berkaitan dengan efek kulit buah manggis (Gracinia mangostana Linn.) dan mencari khasiat senyawa lainnya yang terdapat


(15)

dalam kulit buah manggis (Gracinia Mangostana Linn.) sehingga dapat dipakai untuk penelitian selanjutnya.

4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat mencapai visi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebagai Fakultas Kedokteran sepuluh terbaik di Indonesia dan pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit Manggis (Garcinia mangostana Linn)

1. Deskripsi Tanaman

Jika dilihat dari taksonominya, maka tanaman manggis dapat, diklasifikasikan ke dalam:

Divisi : Spermatophyta Klas : Angiospremae Sub-klas : Dicotyledonae Ordo : Thalamiflora Famili : Guttiferales Genus : Guttiferae

Spesies : Garcina mangostana (Bahri et al., 2012)

Setelah diteliti kulit buah manggis ternyata mengandung sumber melimpah dari kelas polifenol yakni xanthone. Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi adalah mangostin, trapezifolixanthone, tovophyllin B, α dan

-mangostins, garcinone B, mangostinone, mangostanol, flavonoid epicatechin, antosianin, asam folat dan tanin. Beberapa senyawa memiliki


(17)

aktivitas farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin dan antioksidan (Hendra et al., 2011).

2. Kajian Farmakologi Kulit Buah Manggis

Penelitian melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan (Moongkarndi et al, 2004). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisis radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak (Waji R.A & Sugrani A., 2009). Kelas polifenol yang terdapat pada xanthone memiliki kemampuan memberi atom hidrogen dengan mekanisme memutus rantai pembentuk radikal dan mengikat ion logam transisi sehingga menghambat pembentukan radikal bebas (Michael, 2013).

Senyawa xanthone, mangostin, garsinon, flavonoid dan tanin yang terkandung dalam kulit buah manggis merupakan senyawa-senyawa bioaktif fenolik. Senyawa-senyawa ini diduga berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan pada kulit buah manggis. Kulit buah manggis yang mengandung senyawa xanthone memiliki fungsi antioksidan tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi dan mengurangi kerusakan sel terutama yang diakibatkan oleh radikal bebas (Soedibyo, 2008).

Penelitian lain menduga bahwa senyawa yang mempunyai aktivitas antiinflamasi adalah α-mangostin dan -mangostin dapat berperan dalam


(18)

8

menghambat produksi enzim siklooksigenase (COX) yang merupakan penyebab radang (Jung et al., 2006). Penelitian terhadap aktivitas antiinflamasi in vitro dari -mangostin terhadap sintesa prostaglandin-ekstradiol2 (PGE2) dan siklooksigenase (COX) dalam sel glioma tikus. Kedua senyawa dan enzim tersebut merupakan mediator terpenting dalam terjadinya reaksi inflamasi. -mangostin menghambat perubahan asam arakidonat menjadi PGE2 dalam mikrosomal, ada kemungkinan menghambatan pada jalur COX. Pada percobaan enzimatik in vitro, senyawa ini mampu menghambat aktivitas enzim COX1 dan COX2. -mangostin menghambat ekspresi protein dan mRNA COX-2 yang diinduksi lipopolisakarida, namun tidak berefek terhadap ekspresi protein COX-1 (Nakatani et al, 2004).

Dalam reaksi alergi, komponen utama yang mengambil peran penting adalah sel mast, beserta mediator-mediator yang dilepaskannya yaitu histamin dan serotonin. Alergi disebabkan oleh respon imunitas terhadap suatu antigen ataupun alergen yang berinteraksi dengan limfosit B yang dapat memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE yang diproduksi kemudian menempel pada reseptor Fc pada permukaan membran sel mast. Setelah adanya interaksi kembali antara antigen-antibodi, akan merangsang sel mast untuk melepaskan histamin (Sudoyo, 2009). Senyawa aktif yang berperan adalah α-mangostin didapatkan bahwa senyawa tersebut sebagai pemblok reseptor histaminergik khususnya H1, sedangkan -mangostin sebagai pengeblok reseptor serotonergik khususnya 5-hidroksitriptamin 2A atau 5HT2A (Mongkardi et al., 2004).


(19)

3. Radikal Bebas dan Aktivitas Antioksidan

Radikal merupakan suatu molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan di orbital terluar atau senyawa yang sangat tidak stabil karena struktur atom atau molekulnya tersebut. Akibatnya, radikal bebas menjadi sangat reaktif dikarenakan berusaha mencoba untuk berpasangan dengan atom atau molekul lain, atau bahkan elektron tunggal, untuk menciptakan senyawa yang stabil (Wu & Cederbaum, 2003; Smith dkk., 2005). Salah satu yang terlibat dalam pembentukan radikal bebas adalah oksigen (O2). Oksigen sangat penting bagi kehidupan manusia namun juga dapat bersifat toksik. Atom O2 adalah biradikal, yang berarti atom O2 mempunyai 2 elektron tunggal dalam orbital yang berbeda. Kedua elektron ini tidak dapat melintasi orbital yang sama karena memiliki putaran paralel, yakni berputar dengan arah yang sama (Wu dan Cederbaum, 2003; Smith dkk., 2005).

Oksigen mampu menerima 4 elektron, yang akan direduksi menjadi 2 molekul air. Ketika O2 menerima 1 elektron, superoksida terbentuk. Superoksida masih menjadi radikal karena masih mempunyai 1 elektron yang tidak berpasangan. Ketika superoksida menerima 1 elektron, superoksida tereduksi menjadi hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian tereduksi menjadi radikal hidroksil. Produk akhir dari proses ini adalah H2O. Superoksida, peroksida, dan radikal hidroksil dikategorikan sebagai ROS (Reactive Oxygen Species). Sumber utama produksi ROS dalam sel adalah mitokondria karena sekitar 80%−90% O2 yang masuk


(20)

10

digunakan oleh mitokondria untuk membentuk ROS (Wu & Cederbaum, 2003; Smith dkk., 2005). Maka kerusakan pada ginjal khususnya tubulus ginjal dapat terjadi karena didalam tubulus banyak terdapat mitokondria (Guyton & Hall, 2007)

Radikal hidroksil mungkin adalah ROS yang paling poten. ROS mencetuskan ikatan silang protein diperantarai sulfhidril, menyebabkan peningkatan kecepatan degradasi atau hilangnya aktivitas enzimatik. Reaksi ROS juga dapat secara langsung menyebabkan fragmentasi polipeptida. ROS yang berlebihan dapat merusak lipid, protein, atau DNA, dan menginhibisi fungsi normal sel (Smith dkk., 2005). ROS juga dapat memodulasi ekspresi gen, adhesi sel, metabolisme sel, siklus sel, dan kematian sel. Kejadian-kejadian tersebut dapat menginduksi kerusakan oksidatif DNA yang nanti dapat meningkatkan kerusakan kromosom yang berhubungan dengan transformasi sel. ROS juga mengaktivasi jalur sinyal seluler, dengan terbentuknya Reactive Oxygen Intermediates (ROI) (Nathan & Ding, 2010).

Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan serta dapat menunda dan mencegah proses oksidasi lipid yang dapat menyebabkan keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan. Antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis bekerja menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang


(21)

lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant (Winarsi, 2007). Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan enzim superoksida dismutase (SOD) bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Winarsi, 2007).

Antioksidan non-enzimatis bekerja secara preventif, dimana terbentukanya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara dirusak pembentukannya (Winarsi, 2007). Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat keradikal lipid atau mengubahnya kedalam bentuk lebih stabil dibandingkan dengan radikal lipid.

Fungsi kedua yaitu memperlambat laju autooksidasi yaitu dengan mengubah radikal lipid kebentuk lebih stabil. Penambahan antioksidan primer dengan konsentrasi rendah pada lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lipid dan protein. Penelitian tentang aktivitas antioksidan dari semua senyawa kandungan kulit buah manggis dan menunjukkan aktivitas poten adalah: 8-hidroksikudraxanton, gartanin, α-mangostin, -mangostin dan smeathxanton A (Jung et al., 2006).


(22)

12

Penelitian juga telah dilakukan oleh Nakatani et al (2004) terhadap mekanisme ekstrak kulit buah manggis dengan etanol 100%, 70%, 40% dan air, diuji terhadap sintesa prostaglandin , pelepasan histamin serta peroksidase lipid. Ekstrak etanol 40% menunjukkan efek paling poten dalam menghambat peroksidase lipid, pelepasan histamin dan sintesa PG -sikloosigenase (COX).

B. Ginjal

1. Struktur Ginjal

Ginjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen, masing-masing terdapat di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra torakal 12 sampai vertebra lumbal 3. Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis yang letaknya setinggi diskus intervertebralis vertebra lumbal 1 dan vertebra lumbal 2. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang-cabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus. Bila ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks dibagian luar dan medulla di bagian dalam (Guyton & Hall, 2007). Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas korpuskulum renal, tubulus kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal seperti yang terlihat pada Gambar 1 (Junqueira et al, 2007).


(23)

Gambar 1. Nefron Renal (tubulus ginjal) (Junqueira et al, 2007).

2. Fisiologi Ginjal

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi utama ginjal ada dua, yaitu fungsi ekskresi dan fungsi non ekskresi (Price SA, 2006). Komposisi dan volume cairan ekstrakseluler ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus (Guyton & Hall, 2007).


(24)

14

3. Mekanisme Filtrasi

Glomerolus adalah bagian kecil dari ginjal yang melalui fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung 500ml plasma, mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 ml (10 %) disaring keluar (Guyton & Hall, 2007). Cairan yang disaring yaitu filtrasi glomerolus, kemudian mengalir melalui tubulus renalis dan sel-selnya menyerap semua bahan yang diperlukan tubuh dan meninggalkan yang tidak diperlukan. Keadaan normal semua glukosa diabsorpsi kembali, kebanyakan produk sisa buangan dikeluarkan melalui urine, diantaranya kreatinin dan ureum. Kreatinin sama sekali tidak direabsorpsi di dalam tubulus, akan tetapi sejumlah kecil kreatinin benar-benar disekresikan ke dalam tubulus oleh tubulus proksimalis sehingga jumlah total kreatinin meningkat kira-kira 20 % (Guyton & Hall, 2007)

Jumlah filtrasi glomerolus yang dibentuk setiap menit pada orang normal rata-rata 125 ml per menit, tetapi dalam berbagai keadaan fungsional ginjal normal dapat berubah dari beberapa mililiter sampai 200 ml per menit, jumlah total filtrat glomerolus yang terbentuk setiap hari rata-rata sekitar 180 liter, atau lebih dari pada dua kali berat badan total, 90 persen filtrat tersebut biasanya direabsorpsi di dalam tubulus, sisanya keluar sebagai urin (Guyton & Hall, 2007).


(25)

4. Mekanisme Reabsorbsi Tubulus

Reabsorbsi tubulus merupakan proses penyerapan zat-zat yang diperlukan tubuh dari lumen tubulus ke kapiler peritubulus. Proses ini merupakan transport transepitel aktif dan pasif karena sel-sel tubulus yang berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di sepanjang tubuus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara akif dan disekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorbsi natrium terjadi secara aktif disepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars desenden. H2O, Cl-, dan ureum direabsorpsi dalam tubulus proksimal melalui transpor pasif (Guyton & Hall, 2007).

5. Mekanisme Sekresi Tubulus

Sekresi adalah proses perpindahan zat dari kapiler peritubulus kembali ke lumen tubulus. Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi , dan ion-ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang tubulus distal, ion akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5 % dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan dalam urine dan kontrol sekresi ion tersebut diatur oleh hormon antidiuretik (ADH) (Guyton & Hall, 2007).


(26)

16

6. Ureum

Ureum disintesis dalam hati sebagai produk sampingan metabolisme makanan dan protein endogen (Saraswati 2011). Reaksi dimulai dengan derivat asam amino oritin yang bergabung dengan satu molekul karbondioksida dan satu molekul amonia untuk membentuk zat kedua, yaitu sitrulin. Sitrulin kemudian bergabung dengan molekul amonia lain untuk membentuk arginin, yang kemudian dipecah menjadi oritin dan ureum. Ureum berdifusi dari sel hati ke cairan tubuh dan di keluarkan melalui ginjal. Oritin dipakai kembali dalama siklus berulang-ulang (Guyton & Hall, 2007).

Ureum dihidrolisis di dalam air dengan bantuan urease sehingga dihasilkan amonia dan karbondioksida. Kadar ureum dalam darah bergantung pada katabolisme (pemecahan) protin dalam hati yyang diekskresikan ke dalam urin melalui ginjal. Ketika air direabsorbsi dari tubulus, konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat sehingga muncul gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi ureum (Fuadi, 2009). Ureum tidak bisa memasuki tubulus sebanyak air, sehingga ureum direabsorbsi secara pasif dari tubulus. Kadar ureum yang tinggi dalam tubuh akan bersifat toksik karena sifatnya yang mendenaturasikan protein (Price, 2005).

Pada tikus putih jantan ureum diekskresikan rata-rata 30 gr/hari dan dalam darah yang normal adalah 15−γ0 mg/dL, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan


(27)

ureum (Fuadi, 2009; Kee, 2008). Ureum dalam darah atau biasa disebut blood urea nitrogen (BUN). Nilai BUN mungkin akan meningkat jika seseorang secara berkepanjangan memakan makanan yang mengandung banyak protein. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi penyebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah (Lab Technologist, 2010).

Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk laju filtrasi glomelurus (LFG). Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal menurun. Jika kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar (LabTechnologist, 2010).

7. Kreatinin

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin fosfat otot yang merupakan produk sampingan katabolisme otot dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan difiltrasi oleh glomerulus diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama disana terikat secara reversibel dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi (Kee J.L., 2008). Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisisn dan arginin. Dalam otot rangka, kreatin difosforilasi membentuk fosforil kreatin, merupakan simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang dibentuk oleh glikolisis dan fosforlasi oksidatif


(28)

18

bereaksi dengan kreatinin membentuk ADP dan fosfokreatin yang mengandung ikatan fosfat energi tinggi, lebih tinggi dari ATP. Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi dalam ATP. Bila ATP banyak dalam sel, sebagian besar energinya digunakan untuk mensintesis fosfokreatin, sehingga terbentuk cadangan energi. Jika ATP mulai habis, energi dalam fosfokreatin ditransfer kembali menjadi ATP (Fuadi, 2009). Hasil buangan kreatin adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus yang akan di eksresikan seluruhnya di dalam urin (Guyton & Hall, 2007). Jumlah kreatinin yang diproduksi sebanding dengan massa otot. Kenaikan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh asupan makanan atau minuman (Saraswati, 2011).

Kadar normal kreatinin pada tikus putih, yaitu 0,β−0,8 mg/dL. Kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin J.E, 2009). Berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya seksresi kreatinin oleh tubulus. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal biasanya ini menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak normal (LabTechnologist, 2010). Aktifitas fisik yang berkebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah dan kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal dapat mempengaruhi kadar kreatinin (Guyton & Hall, 2007).


(29)

Gambar 2. Tahapan biosintesis dan metabolisme kreatinin (Murray et al., 2006)

Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dan katabolisme protein tubuh (Lab. Technologist, 2010). Usaha untuk mencegah terjadinya nefrotoksik adalah dengan menurunkan kadar ureum dan kreatinin serum (Michael, 2013).

C. Rifampisin

Rifampisin adalah bakterisidal spektrum luas terhadap mikrorganisme termasuk Mycobacteria tuberculosis. Rifampisin merupakan serbuk kristal merah-coklat dan sangat sedikit larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Dalam perdagangan sediaan oral rifampin tersedia sebagai obat tunggal, dalam bentuk kombinasi tetap dengan isoniazid dan pirazinamid.


(30)

20

Rifampisin adalah turunan semisintetik dari Rifamisin B, suatu antibiotika yang diturunkan dari Streptomyces meditarranei (Mandelldan, 2006).

1. Farmakodinamik

Menghambat transkripsi dengan cara berinteraksi dengan subunit beta RNA polimerase bakterial tergantung DNA, sehingga menghambat sintesis RNA dengan menekan langkah permulaan. Rifampisin berikatan kuat dengan RNA polimerase yang bergantung pada DNA serta menghambat sintesis RNA bakteri dan klamidia. Polimerase manusia tidak dipengaruhi (Katzung, 2011).

2. Farmakokinetik

Absorbsi: Oral diabsorpsi dengan baik, makanan dapat mengakibatkan penundaan absorpsi (delay) atau sedikit menurunkan kadar puncak. Rifampisin dieliminasi berkisar 1-6 jam (rata-rata 3-4 jam). Jalur metabolisme rifampisin adalah deasetilasi menjadi 3-formilrifampisin dan hidrolisis menjadi 25-O-desasetilrifampisin metabolisme dihati 85-90% (hepatik). Deasetilasirifampisin dilaporkan dipengaruhi oleh -esterase. Senyawa inhibitor atau induktor enzim pemetabolisme rifampisin dapat mempengaruhi metabolisme rifampisin (Mandelldan, 2006). Distribusi: sangat lipofilik (larut lemak), dapat menembus sawar darah otak (bood-brain barrier) dengan baik. Difusi relatif dari darah ke dalam cairan


(31)

serebrospinal: adekuat dengan atau tanpa inflamasi. Ikatan protein : 80%. T½ eliminasi: 3-4 jam; waktu tersebut akan memanjang pada gagal hepar; gagal ginjal terminal: 1,8-11 jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak: 2-4 jam. Ekskresi: Feses (60- 65%) dan urin (± 30%) sebagai obat yang tidak berubah (Mandelldan, 2006).

3. Interaksi

Meningkatkan efek/toksisitas: Rifampisin dapat meningkatkan efek terapeutik clopidogrel, penggunaan bersama dengan isoniazid pyrazinamide atau protease inhibitor (amprenavir saquinavir/ritonavir) dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas; antibiotika makrolida dapat meningkatkan kadar/toksisitas rifampin. Makanan menurunkan absorbsi: konsentrasi rifampin dapat diturunkan jika digunakan bersama dengan makanan. Hindari ethanol (dapat meningkatkan resiko hepatotoksisitas) St. John’s wort dapat menurunkan kadar rifampisin (Katzung, 2011).

4. Efek samping

Rifampisin menimbulkan warna oranye yang tidak berbahaya pada urin, keringat, air mata dan lensa mata. Efek samping yang sering terjadi termasuk kulit kemerahan, trombositopenia, nefritis dan gangguan fungsi hati. Rifampisin biasanya menyebabkan proteinuria rantai ringan dan mungkin mengganggu respon antibodi. Bila obat ini diberikan kurang dari βx seminggu, rifampisin dapat menyebabkan “sindrom flu” dan anemia.


(32)

22

Rifampisin menginduksi enzim mikrosomal (misalnya, sitokrom P450). Jadi obat ini dapat meningkatkan eliminasi antikoagulan dan kontrasepsi. Tambahan lagi, pemberian rifampisin dengan ketokonazol, siklosporin atau kloramfenikol menimbulkan menurunnya kadar serum dari obat tersebut secara bermakna. Rifampisin meningkatkan ekskresi metadon dalam urin, menurunkan konsentrasi metadon dalam plasma, dan dapat menimbulkan gejala putus obat dari metadon (Katzung, 20011).

Penggunaan rifampisin dalam waktu tertentu dapat menyebabkan jejas sel pada ginjal manusia. Mekanisme terjadinya gangguan fungsi ginjal akibat penggunaan antibiotik rifampisin antara lain dengan cara penurunan ekskresi natrium dan air, perubahan aliran darah, obstruksi pada saluran air kemih serta karena perubahan umur seseorang menjadi tua (Chasani, 2008).

Proses nefrotoksisitas rifampisin pada ginjal bermula pada terjadinya setres oksidatif yang berakibat pada disfungsi glomerulus dan tubulus ginjal berupa atrofi dan fibrosis pada glomerulus serta atrofi, degenerasi hidropik, degenerasi lemak, nekrosis, dan kalsifikasi tubulus. Manifestasi klinis dari kerusakan ginjal tersebut adalah gangguan ginjal akut, acute tubular necrosis, acute tubulointerstitial nephritis serta gangguan ginjal kronis (Singh dkk., 2003).

Akut tubulointerstitial nephritis adalah hasil dari interaksi sel ginjal dan sel-sel inflamasi. Cedera atau mematikan sel-sel ginjal subletal menyebabkan ekspresi antigen lokal baru, infiltrasi sel inflamasi dan


(33)

aktivasi sitokin proinflamasi. Sitokin ini diproduksi oleh sel inflamasi (makrofag dan limfosit) dan juga oleh sel-sel ginjal (tubulus proksimal, sel-sel endotel vaskular, sel interstitial, fibroblas). Sejauh ini merupakan bentuk paling umum dari peradangan tubulointerstitial adalah reaksi hipersensitivitas terhadap obat disebut interstitial nephritis . Baru ini diakui penyebab penyakit ginjal interstisial adalah imunoglobulin G (IgG). Walaupun berbagai cedera tubulointerstitial disebabkan oleh proses toksik obat, atau infeksi, namun sebagian proses inflamasi bersifak imunogenik (Widiana, 2009).

D. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley

1. Klasifikasi Tikus Putih

Kingdom : Animalia Filum :Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentai Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus


(34)

24

2. Deskripsi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

Dibandingkan dengan tikus liar, tikus putih lebih cepat menjadi dewasa dan lebih mudah berkembangbiak. Berat badan tikus putih lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar dan mencit membuat tikus putih (Rattus norvegicus) lebih disukai untuk penelitian. Pada umur 2 bulan berat badan dapat mencapai 200-300 gram. Tikus putih (Rattus norvegicus) tergolong hewan yang mudah dipegang (FKH UGM, 2006). Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan karena tikus merupakan hewan yang mewakili kelas mamalia sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimia, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah, serta ekskresinya menyerupai manusia (Isroi, 2010). Tikus juga dapat secara alami menderita suatu penyakit seperti hipertensi dan diabetes, dan juga sering dipakai dalam studi nutrisi, tingkah laku, kerja obat, dan toksikologi (Animal Care Program, 2011).


(35)

Tabel 1. Data Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley

DATA BIOLOGI KETERANGAN

Lama hidup 2,5-3,5 tahun

Berat Badan

Newborn 5-6g

Pubertas 150-200g

Dewasa jantan 300-800g

Dewasa betina 200-400g

Reproduksi Kematangan seksual 65-110 hari

Siklus estrus 4-5 hari

Gestasi 20-22 hari

Penyapihan 21 hari

Fisiologi Suhu tubuh 35,90-37,50 C Denyut Jantung 250-600 kali/menit

Laju nafas 66-144 kali/menit

Tekanan darah diastolik 60-90 mmHg Tekanan darah sistolik 75-120 mmHg Feses

Padat, berwarna coklat tua, bentuk memanjang dengan ujung

membualat

Urin Jernih dan berwarna kuning

Konsumsi makan dan air Konsumsi makanan 15-30 g/hari atau 5-6 g/100gBB Konsumsi air 24-60 ml/hari atau 10-12 Sumber : Isroi, 2010.


(36)

26

E. Kerangka Teori

Keterangan :

: Mempengaruhi : Menghambat

Gambar 3. Diagram kerangka teori tentang pengaruh kulit manggis (Gracinia mangostana) terhadap ginjal akibat penggunaan rifampisin. Penggunaan Rifampisin

Dois toksik

Stres Oksidatif

Imbalance ROS (Reactive Oxygen Species).

Disfungsi

Atrofi & fibrosis interstitial tubulus

Fibrosis & cedera tubulus Mekanisme

tubuloglomerular feedback

Atrofi interstitium, penipisan epitel tubulus proksimal & asenden loop

Ekstak kulit manggis

Xanthone mangostin α mangostin Antioksidan

Nefrotoksik

Peningkatan kadar ureum dan kreatinin


(37)

F. Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDENT VARIABEL DEPENDENT

Gambar 4. Kerangka konsep

G. Hipotesis

Berdasarkan pendapat diatas peneliti merumuskan hipotesis.

1. Ada perbedaan antara pemberian ekstrak etanol kulit buah manggis (Gracinia mangostana Linn.) terhadap tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin dengan tikus putih (Rattus novergicus) jantan yang hanya diinduksi rifampisin saja terhadap kadar ureum dan kreatinin

2. Peningkatan ekstrak etanol kulit manggis dapat mencegah peningkatan kadar ureum kreatinin tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spargue Dawley yang diinduksi rifampisin.

3. Ekstrak etanol kulit manggis memiliki efek antioksidan. Dosis Ekstrak Etanol

40% Kulit Manggis (Garcinia mangostana

Linn.)

Kadar Ureum Kreatinin Tikus Putih

(Rattus novergicus) Jantan yang Diinduksi


(38)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test only control group design. Pada penelitian digunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley berumur 10-16 minggu, dibagi menjadi 5 kelompok besar dengan perkelompok minimal 5 ekor tikus. Tikus dipilih sebagai objek penelitian karena memiliki kesaaman metabolik, organ dan fisiologi sistemik serta gen yang mirip dengan manusia (WHO, 2012).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Pengujian dan Penelitian Veteriner (BPPV) untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan dan pengamatan terhadap tikus putih. Serta di Laboratorium Kimia Klinik Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Bandar Lampung. Pembuatan ekstrak etanol kulit manggis dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Penelitian dilakukan pada 2 September − 24 September 2013.


(39)

C. Populasi dan Sempel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Spraguue dawley berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari Laboratorium Balai Penelitian Veterine (BALITVET) Bogor.

Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok. Banyaknya jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Frederer (Birawati, 2012).

Keterangan:

n = besar sempel tiap kelompok t = banyak kelompok

Besar sempel yang dibutuhkan untuk tiap kelompok: (n-1) (5-1) ≥ 15

(n-1) 4 ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ≈ 5


(40)

30

Kriteria Inklusi:

1. Sehat (tidak tampak rambut kusam, rontok, atau botak, dan bergerak aktif). 2. Memiliki berat badan ± 100-150 gram.

3. Berjenis kelamin jantan.

4. Berusia sekitar ±10-16 minggu.

Kriteria Eksklusi:

1. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus serta genital).

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi. 3. Mati selama masa pemberian perlakuan.

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan penelitian terdiri dari ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) dengan dosis 20 mg/kgBB, 40 mg/kgBB dan 80 mg/kgBB serta rifamisin dengan dosis 100mg /100g. Bahan tambahan makanan hewan, aquades dan ketamine-xylazine.


(41)

2. Alat Penelitian a. Kandang hewan.

b. Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g. Untuk menimbang berat tikus.

c. Sonde lambung dan spuit 1-3cc.

d. Handschoen latex non steril dan sarung tangan wol. e. Mikro pipet.

f. Gelas ukur.

g. Tabung vacuntener non EDTA (gel and clot activator) & rak tabung. h. Label dan pulpen.

E. Prosedur Penelitian

1. Adaptasi Tikus

Tikus sebanyak 25 ekor dibagi atas 5 kelompok diadaptasi selama 1 minggu di BPPV, dan dilakukan penimbangan dan penandaan untuk menentukan perlakuan perkelompok (Ngatigjan, 2006).

2. Prosedur Pemberian ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.)

a. Cara pembuatan ekstrak:

Proses pembuatan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) dalam penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Penelitian ini menggunakan pelarut etanol 40 %.


(42)

32

Menurut Sulistianto dkk (2004), ekstraksi dimulai dari penimbangan buah manggis (Garcinia mangostana Linn.). Kulit buah manggis dipotong kecil-kecil selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering, dibuat serbuk dengan menggunakan blender atau mesin penyerbuk. Etanol dengan kadar 40% ditambahkan untuk melakukan ekstraksi dari serbuk ini selama kurang lebih 2 (dua) jam kemudian dilanjutkan maserasi selama 24 jam. Setelah masuk ke tahap filtrasi, akan diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang didapatkan akan diteruskan ke tahap evaporasi dengan Rotary evaporator pada suhu 40 0C sehingga akhirnya diperoleh ekstrak. Proses pembuatan ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) dalam penelitian ini menggunakan etanol 40% sebagai pelarut.

b. Cara perhitungan dosis ekstrak kulit manggis

Dosis kulit manggis pada ekperimen ini adalah 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, 800 mg/kgBB, dimana dosis tersebut mempengaruhi sel yang rusak (Nugroho, 2011).

Dosis untuk 100 gram tikus adalah 20 mg/100gBB. Dalam penelitian ini kelompok kontrol negatif dan kontrol positif tidak diberikan ekstrak

Dosis tikus (100g) = 200mg/kgBB/100


(43)

kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.). Dosis pertama ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) diambil dari dosis normal tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil pengalian 4x dari dosis pertama atau 2x dari dosis kedua.

1) Dosis untuk tiap tikus kelompok 1 20 mg/100gBB

2) Dosis untuk tiap tikus kelompok 2 2 x 20 mg/100gBB = 40 mg/100gBB 3) Dosis untuk tiap tikus kelompok 3

4 x 20 mg/100gBB = 80 mg/100gBB

Volume ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal lambung tikus yaitu 3-5 ml. Jika volume ekstrak melebihi volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut yang dapat menyebabkan robeknya saluran cerna (Ngatidjan, 2006).

3. Prosedur Pemberian Dosis Rifampisin

Dosis rifampisin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pannu et al (2008) bahwa dosis ini merupakan dosis toksik pada tikus, dengan dosis 1 g/kgBB per hari sudah dapat menginduksi peningkatan enzim sitokrom P450, peroksidasi lipid, aktivitas superoxide dismutase (SOD), trombositopenia, anemia hemolitik,


(44)

34

leukopenia transien, dan peningkatan nucleated cell pada sumsum tulang belakang serta penurunan berat kelenjar thymus secara signifikan pada tikus.

Hal ini berarti berat rerata tikus sekitar 100 mg atau 0,1 kg maka dosis perekor tikus sebesar :

Dosis rifampisin yang dipilih adalah rifampisin tablet sediaan 600 mg, hal ini dikarenakan pemberian peroral. Rifampisin tablet digerus dan dilarutkan dalam 1 ml aquadest. Jadi dalam 1 ml larutan rifampisin terdapat 100 mg/100gBB.

4. Prosedur Penelitian

a) Tikus sebanyak 25 ekor dalam 5 kelompok diadaptasikan di BPPV selama 7 hari sebelum diberi perlakuan.

b) Dilakukan pengukuran berat badan masing-masing tikus dan diberi tanda sesuai kelompoknya.

1000 mg/kgBB x 0,1 kg = 0,1 g = 100 mg/100gBB


(45)

c) Kelompok I sebagai kontrol negatif, hanya yang diberi aquades. Kelompok II sebagai kontrol positif atau kontrol patologis diberikan rifampisin dengan dosis 100 mg/100gBB per tikus. Kelompok III, IV dan V diberikan induksi rifampisin sebesar 100 mg/100gBB per tikus. Kemudian selang 2 jam, kelompok III adalah kelompok perlakuan coba dengan pemberian dosis kulit manggis dengan dosis 20 mg/100 gBB, kelompok IV dengan dosis kulit manggis sebanyak 40 mg/100 gBB, dan kelompok V dengan dosis kulit manggis sebanyak 80 mg/100gBB. Masing-masing diberikan secara peroral dengan spuit 1cc bersonde tumpul selama 14 hari.

d) Pada hari ke-15 tanpa diberi perlakuan, dilanjutkan dengan dilakukan pengambilan sampel darah. Pertama tikus dikeluarkan dari kandang dan ditempat terpisah dengan tikus lainnya kemudian ditunggu beberapa saat untuk mengurangi penderitaan pada tikus akibat aktivitas antara lain, pemindahan, penanganan, gangguan antar kelompok, dan penghapusan berbagai tanda yang pernah diberikan. Kedua Setelah itu, tikus dianestesi dengan Ketamine-xylazine 75-100 mg/kg + 5-10 mg/kg secara IP kemudian tikus di euthanasia berdasarkan Institusional Animal Care and Use Committee (IACUC) menggunakan metode cervical dislocation dengan cara ibu jari dan jari telunjuk ditempatkan dikedua sisi leher di dasar tengkorak atau batang ditekan ke dasar tengkorak. Dengan tangan lainnya, pada pangkal ekor atau kaki belakang dengan cepat ditarik sehingga menyebabkan pemisahan antara


(46)

36

tulang leher dan tengkorak (AVMA, 2013). Setelah tikus dipastikan mati, darah di ambil melalui jantung dengan menggunakan alat suntik sebanyak ±2 cc, kemudian langsung dimasukkan ke dalam vacutainer SST(Yellow Top) yang sudah berisi Clot activator dan Inner separator kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10-20 menit. Serum diambil dengan mikropipet sebanyak 200 µL

e) Pengukuran kadar ureum dan kreatinin serum dengan menggunakan alat Chemistry Autoanalyzer Diagnostic COBAS Integra 400 Plus. Serum dianalisis secara spektrofotometri absorbansi 578 nm dan 512 nm dengan metode kinetik-International Federation of Clinical Chemistry (IFCC) dan pembacaan hasil secara otomatis oleh alat ini, kemudian dilakukan analisis hasil penelitian. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Kimia Klinik RSUD Abdul Moeloek. Prinsip kerja: i. Prinsip Kerja Ureum (urea/BUN)

–oxoglutarate L-glutamate

ii. Prinsip Kerja Kreatinin


(47)

Interpretasi hasil pengamatan

Timbang berat badan tikus putih jantan galur Sprague dawley

Tikus di adaptasikan selama 7 hari

Tikus diberi perlakuan selama 14 hari

Cekok Cekok Cekok

Rifampisin Rifampisin Rifampisin 100mg/hari 100 mg/hari 100 mg/hari

Cekok cekok cekok. cekok cekok Aquadest Rifampisin Kulit Manggis Kulit Manggis Kulit Manggis 100mg/hari 20 mg/100gBB 40 mg/100gBB 80 mg/100gBB

Hari ke-15, tikus dianesthesia kemudian di euthanasia

Dilakukan pengambilan darah tikus dan ditampung dengan tabung vacutener

Pengukuran kadar ureum dan kreatinin

Gambar 5. Diagram alur penelitian


(48)

38

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Identifikasi Variabel

a. Variabel independen (variabel bebas) adalah dosis ekstrak etanol 40% kulit manggis (Garcinia mangostana L).

b. Variabel dependen (variabel terikat) adalah kadar serum ureum kreatinin.

2. Definisi Operasional Variabel

Tabel 2. Definisi operasional variable

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak etanol kulit manggis

Kadar ureum kreatinin serum

Ekstrak etanol kulit manggis yang diberikan pada perlakuan berupa cairan yang diberikan peroral dengan menggunakan spuit 1cc dengan berbagai macam dosis yang berbeda pada tiap kelompok percobaan. Dosis ekstrak etanol kulit manggis terdiri dari 20 mg/100 gBB, 40 mg/100 gBB dan 80 mg/100 gBB.

Pengamatan terhadap kadar ureum dan kreatinin melalui serum pada tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin 100 mg per oral berupa ada tidaknya pebedaan kadar ureum dan kreatinin pada tikus putih jantan dengan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan hanya diberi pelet dan air maupun kelompok kontrol positif yang diberi rifampisin tanpa ekstrak etanol kulit manggis maupun kelompok perlakuan I, II, III yang diberi rifampsin dan ekstrak etanol kulit manggis selama 14 hari

Numerik


(49)

G. Analisis Data

Analisis data penelitian diproses dengan tingkat signifikansi p=0,05 dengan langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Uji Normalitas Data (p>0,05)

Pengujian normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk test untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak normal. Hasil uji normalitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data berdistribusi normal atau non parametrik bila data tidak berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas data (p > 0,05)

Pengujian homogenitas data menggunakan uji Levene untuk mengetahui data homogen atau tidak homogen. Hasil uji homogenitas ini untuk menentukan analisis berikutnya, yaitu analisis parametrik bila data homogen atau non parametrik bila data tidak homogen.

3. Uji parametrik (One-Way ANOVA)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V.

4. Uji non-parametrik (Kruskal Wallis)

Untuk menguji perbedaan pengaruh kelompok I, kelompok II, kelompok III, kelompok IV, kelompok V dan merupakan uji alternatif dari One-Way ANOVA.


(50)

40

5. Analisis Post Hoc

Bila pada uji One-Way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05.

6. Uji Mann-Whitney Test

Bila pada uji Kruskal Wallis menghasilkan nilai p<0,05 atau sebagai uji non-parametrik uji T tidak berpasangan.

Gambar 6. Diagram Analisa Data

H. ETIK PENELITIAN

Setiap penelitian yang menggunaknan hewan percobaan secara etik harus menerapkan prinsip umum etika penelitian kesehatan dan prinsip 3R yaitu


(51)

replacement, reduction dan refinement. Pelakuan terhadap hewan percobaan dituangkan secara rinci dalam protokol penelitian sebagai pengganti informed consent pada subjek manusia.

1) Replacement (penggantian) adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.

2) Reduction (penyempitan) diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimum bisa dihitung dengan rumus Frederer. Refinement (pengurusan) adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawai (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakiti sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.

3) Prinsip refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus dengan memberikan akses makan dan minum yang sesuai. Kedua, hewan percobaan bebas dari ketidak nyamanan, disediakan lingkungan bersih dan paling sesuai dengan biologi hewan percobaan yang dipilih. Ketiga, hewan coba harus bebas dari rasa nyeri dan penyakit dengan catatan tidak mengganggu penelitian yang sedang dijalankan. Keempat, saat euthanasia dilakukan dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba.


(52)

42

Kelima, hewan harus bebas dari ketakutan dan stres jangka panjang. Semua prosedur dilakukan oleh tenaga yang kompeten, terlatih dan berpengalaman dalam merawat/memperlakukan hewan coba.

Uraian perlakuan pada hewan percobaan dapat dianalogikan sebagai informed consent bagi hewan dan menjadi penilaian dalam etika penelitian yang menggunakan hewan coba (Ridwan, 2013).


(53)

V. KEISMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ada pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi rifampisin yaitu dapat mencegah peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

2. Ada perbedaan terhadap pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley yang diinduksi rifampisin dengan tikus putih (Rattus novergicus) jantan yang hanya diinduksi rifampisin saja terhadap kadar ureum dan kreatinin.

3. Pada dosis III (80 mg/100gBB) ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) yang mempunyai efek maksimal sebagai antioksidan.

B. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) terhadap kadar ureum kreatinin tikus putih (Rattus


(54)

62

novergicus) jantan galur Sparague dawley yang diinduksi rifmpisin disarankan bagi peneliti lain:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap kerusakan akibat rifampisin terhadap organ selain ginjal

2. Meneliti lebih lanjut terkait dosis teurapetik kulit manggis dengan meminimalkan efek samping yang mungkin timbul terhadap hewan coba dan manusia

3. Meneliti lebih lanjut mengenai penggunaan pelarut dalam pembuatan ekstrak kulit manggis (selain etanol).


(55)

DAFTAR PUSTAKA

American Veterinary Medical Association. 2013. Guidelines for Euthanasia of Animals. pp. 30, 38, 48.https://www.avma.org/KB/Policies/ Documents/ euthanasia.pdf. (15 Desember 2013

Animal Care Program. 2011. Animal Specific Training: Rats. University of Wisconsin Milwaukee.

Bagiada, I.M., Primasari, N.L.P. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketidakpatuhan Penderita Tuberkulosis dalam Berobat di Poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP. Sanglah Denpasar.

Bahri, S., Sitorus, P., Pasaribu, F. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Journal of Pharmaceutics and Pharmacologi. Vol. 1(1):1-8.

Birawati, S. 2012. Pengaruh pemberian seduhan kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) terhadap gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal mencit jantan galur DD Webster. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Chasani, S. 2008. Antibiotik Nefrotoksik : Penggunaan pada Gangguan Fungsi Ginjal. Devisi Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/ RS Kariadi. Semarang

Chaverri, J.P., Rodriguez, N.M., Ibarra, M.O., and Rojas, J.M.P. 2008. Medicinal Properties of Mangosteen. Journal Food and Chemical Toxicology. (46): 3227-3239.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi Ke 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.


(56)

64

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. 2006. Tikus Laboratorium. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Fuadi, Akhmad. 2009. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americcana Mill) terhadap Gambaran Ureum Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Yang diinduksi Etilen Glikol. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institusi Pertanian Bogor (IPB). Bogor

Guyton, A.C & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta

Hartanto, S.B. 2011. Mengobati Kanker Dengan Manggis. Penerbit Second Hope. Yogyakarta. Hal. 24.

Hendra, R.., Ahmad, S., Sukari, A., Syukor, M.Y., Oskoueian, E. 2011. Flavonoid Analyses and Antimicrobial Activity of Various Parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. International Journal of Molecular Science 2011 Vol.12 No.3422-3431.

Isroi. 2010. Biologi Rat (Rattus norvegicus). Diakses 10 September 2013.

Jung, A.H., Su, B.N., Keller, W.J., Mehta, R.G., ang Kinghorn, A.D. 2006. Clinical Validation of Mangosteen. Includes Scientific Papers. Research Papers. University Studies & Articles

Junqueira, L.C., Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC. Jakarta.

Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kee, J.L. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. 150-151. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kristenses, L. 2005. Mangosteen Ebook. Secrets of the Natural Health Benefits of Xanthones from Mangosteen Fruit. http://www.Laurie-Info.here.ws (SECURED) Adobe Reader.

Laboratory Technologists. 2010. Health Information. Canadian Institute for Health Information (CIHI). Canada

Madelldan, Petri. 2006. Rifampin and Rifabutin and theirmetabolism by human liver esterase. Xenobiotica. 27,1015-1024.

Michael. 2013. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus huds.) terhadap Peningkatan Kadar Kreatinin Dan Ureum Serum Tikus Putih Galur Wistar Terinduksi Sisplatin. Naskah Publikasi Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungputra. Pontianak


(57)

Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., dan Neungton, N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosit by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. J. Ethonopharmacol. 90(1): 161-166.

Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell. 2006. Biokimia Harper Edisi 27. EGC. Jakarta.

Murti, T.K., Poerba, A.P. 2010. 101 Ramuan Tradisional untuk Mengatasi Berbagai Penyakit. Insani Madani. Yogyakarta.

Nakatani K., Nakahata N., Arakawa T., Yasuda H., Ohizumi Y. 2004. Inhibition of cyclooxygenase and prostaglandin E2 synthesis by gamma-mangostin, a xanthone derivative in mangosteen, in C6 rat glioma cells. Biochem Pharmacol. 63(1):73-79.

Nathan, D.M., Delahanty, L.M,. 2009. Menaklukkan Diabetes. PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.Jakarta.

Ngatidjan, P.S. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugroho, A.E. 2011. Manggis (Garcinia mangostana L.) Dari Kulit Buah Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.

Ogundipe OO., Moody JO., Akinyemi TO., Raman A. 2003 Hypoglycemic potentials of methanolic extracts of selected plant foods in alloxanized mice. Plant Foods Hum Nutr. 58(3):1–7. doi: 10.1023/B:QUAL.0000040321.56831.c4

Pannu, N., K. Mitra., M.D. Nadim. 2008. An Overview of Drug-Induced Acute Kidney Injury. Crit Care Medicine Vol 36 No 4.

Price SA. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Tennessee: The University of Tennessee Health Science Center.

Ridwan, Endi. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Univrsitas Indonesia.

Santoso, S.S., Media, Y. 2003. Obat Tradisional Untuk Penyembuhan Penyakit Diabetes Mellitus Dari Pengobat Tradisional (BATTRA). Jurnal Ekologi Kesehatan. 2(2): 239-248.


(58)

66

Saraswati, A., 2011. Analisis Ureum Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Setelah Pemberian Dosis Tunggal Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L). Skipsi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Schrier RW. 2007. Disease of The Kidney and Urinary Tract. Eight Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Singh, N.P., Ganguli, A., Prakash, A. 2003. Drug Induced Kidney Disease. Resident : Nephrology Division of Medicine, Maulana Azad, Medical College and Lok Nayak Hospital. New Delhi.

Smith, C., Marks, A.D., Lieberman, M. 2005. Marks’ Basic Medical Biochemistry a Clinical Approach Second Edition. Lippincott Williams and Wilkins. USA. 977 pp.

Soeksmanto, A. 2006. Pengaruh Ekstrak Butanol Buah Tua mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus Musculus). Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bogor.

Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid 1 & 2. Jakarta. FK UI. Hal 387 & 1016

Sulistianto, D.E., Harini, M., Handajani, N.S. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak mahkota dewa terhadap struktur histologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCL4) secara oral. (Skripsi). Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Waji, Resi A., Sugrani, Andis. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Hasanudin.

Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun, U., dan Siripong, P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extract from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) Med Princ Pract. 15(4): 281-287.

Widiana, I.G.R., Prodjosudjadi, W., Suwitra, K., Loekman, J.S., Nainggolan, G., Prasanto, H., Pugsley, D.J. 2009. Detection and prevention of chronic kidney disease in Indonesia: initial community screening. Nephrology, 14(7), 669-674.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 122-204.


(59)

World Health Organization. 2012. Research guidelines for evaluating the safety and efficacy of herbal medicines. Manila: World Health Organization Regional Office for the Western Pacific.

Wu, D., Cederbaum, W.I. 2003. Alcohol, Oxidative Stress, and Free Radical Damage. Alcohol Research and Health. Vol. 27 No. 4.


(1)

62

novergicus) jantan galur Sparague dawley yang diinduksi rifmpisin disarankan bagi peneliti lain:

1. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap kerusakan akibat rifampisin terhadap organ selain ginjal

2. Meneliti lebih lanjut terkait dosis teurapetik kulit manggis dengan meminimalkan efek samping yang mungkin timbul terhadap hewan coba dan manusia

3. Meneliti lebih lanjut mengenai penggunaan pelarut dalam pembuatan ekstrak kulit manggis (selain etanol).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

American Veterinary Medical Association. 2013. Guidelines for Euthanasia of Animals. pp. 30, 38, 48.https://www.avma.org/KB/Policies/ Documents/ euthanasia.pdf. (15 Desember 2013

Animal Care Program. 2011. Animal Specific Training: Rats. University of Wisconsin Milwaukee.

Bagiada, I.M., Primasari, N.L.P. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Ketidakpatuhan Penderita Tuberkulosis dalam Berobat di Poliklinik DOTS RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP. Sanglah Denpasar.

Bahri, S., Sitorus, P., Pasaribu, F. 2012. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Journal of Pharmaceutics and Pharmacologi.Vol. 1(1):1-8.

Birawati, S. 2012. Pengaruh pemberian seduhan kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) terhadap gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal mencit jantan galur DD Webster. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Chasani, S. 2008. Antibiotik Nefrotoksik : Penggunaan pada Gangguan Fungsi Ginjal. Devisi Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/ RS Kariadi. Semarang

Chaverri, J.P., Rodriguez, N.M., Ibarra, M.O., and Rojas, J.M.P. 2008. Medicinal Properties of Mangosteen. Journal Food and Chemical Toxicology. (46): 3227-3239.

Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi Ke 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.


(3)

64

Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. 2006. Tikus Laboratorium. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Fuadi, Akhmad. 2009. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea americcana Mill) terhadap Gambaran Ureum Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Yang diinduksi Etilen Glikol. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Institusi Pertanian Bogor (IPB). Bogor

Guyton, A.C & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta

Hartanto, S.B. 2011. Mengobati Kanker Dengan Manggis. Penerbit Second Hope. Yogyakarta. Hal. 24.

Hendra, R.., Ahmad, S., Sukari, A., Syukor, M.Y., Oskoueian, E. 2011. Flavonoid Analyses and Antimicrobial Activity of Various Parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. International Journal of Molecular Science 2011 Vol.12 No.3422-3431.

Isroi. 2010. Biologi Rat (Rattus norvegicus). Diakses 10 September 2013.

Jung, A.H., Su, B.N., Keller, W.J., Mehta, R.G., ang Kinghorn, A.D. 2006. Clinical Validation of Mangosteen. Includes Scientific Papers. Research Papers. University Studies & Articles

Junqueira, L.C., Carneiro, J. 2007. HistologiDasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC. Jakarta.

Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kee, J.L. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. 150-151. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Kristenses, L. 2005. Mangosteen Ebook. Secrets of the Natural Health Benefits of Xanthones from Mangosteen Fruit. http://www.Laurie-Info.here.ws (SECURED) Adobe Reader.

Laboratory Technologists. 2010. Health Information. Canadian Institute for Health Information (CIHI). Canada

Madelldan, Petri. 2006. Rifampin and Rifabutin and theirmetabolism by human liver esterase. Xenobiotica. 27,1015-1024.

Michael. 2013. Pengaruh Ekstrak Metanol Daun Kesum (Polygonum minus huds.) terhadap Peningkatan Kadar Kreatinin Dan Ureum Serum Tikus Putih Galur Wistar Terinduksi Sisplatin. Naskah Publikasi Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungputra. Pontianak


(4)

Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N., dan Neungton, N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosit by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. J. Ethonopharmacol. 90(1): 161-166.

Murray, R.K., D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell. 2006. Biokimia Harper Edisi 27. EGC. Jakarta.

Murti, T.K., Poerba, A.P. 2010. 101 Ramuan Tradisional untuk Mengatasi Berbagai Penyakit. Insani Madani. Yogyakarta.

Nakatani K., Nakahata N., Arakawa T., Yasuda H., Ohizumi Y. 2004. Inhibition of cyclooxygenase and prostaglandin E2 synthesis by gamma-mangostin, a xanthone derivative in mangosteen, in C6 rat glioma cells. Biochem Pharmacol. 63(1):73-79.

Nathan, D.M., Delahanty, L.M,. 2009. Menaklukkan Diabetes. PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.Jakarta.

Ngatidjan, P.S. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Bagian Farmakologi dan Toksikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Nugroho, A.E. 2011. Manggis (Garcinia mangostana L.) Dari Kulit Buah Terbuang Hingga Menjadi Kandidat Suatu Obat. Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM.

Ogundipe OO., Moody JO., Akinyemi TO., Raman A. 2003 Hypoglycemic potentials of methanolic extracts of selected plant foods in alloxanized

mice. Plant Foods Hum Nutr. 58(3):1–7. doi:

10.1023/B:QUAL.0000040321.56831.c4

Pannu, N., K. Mitra., M.D. Nadim. 2008. An Overview of Drug-Induced Acute Kidney Injury. Crit Care Medicine Vol 36 No 4.

Price SA. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Tennessee: The University of Tennessee Health Science Center.

Ridwan, Endi. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Univrsitas Indonesia.

Santoso, S.S., Media, Y. 2003. Obat Tradisional Untuk Penyembuhan Penyakit Diabetes Mellitus Dari Pengobat Tradisional (BATTRA). Jurnal Ekologi Kesehatan. 2(2): 239-248.


(5)

66

Saraswati, A., 2011. Analisis Ureum Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Setelah Pemberian Dosis Tunggal Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L). Skipsi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Schrier RW. 2007. Disease of The Kidney and Urinary Tract. Eight Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins

Singh, N.P., Ganguli, A., Prakash, A. 2003. Drug Induced Kidney Disease. Resident : Nephrology Division of Medicine, Maulana Azad, Medical College and Lok Nayak Hospital. New Delhi.

Smith, C., Marks, A.D., Lieberman, M. 2005. Marks’ Basic Medical Biochemistry a Clinical Approach Second Edition. Lippincott Williams and Wilkins. USA. 977 pp.

Soeksmanto, A. 2006. Pengaruh Ekstrak Butanol Buah Tua mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap Jaringan Ginjal Mencit (Mus Musculus). Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Bogor.

Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid 1 & 2. Jakarta. FK UI. Hal 387 & 1016

Sulistianto, D.E., Harini, M., Handajani, N.S. 2004. Pengaruh pemberian ekstrak mahkota dewa terhadap struktur histologis hepar tikus putih (Rattus norvegicus) setelah perlakuan dengan karbon tetraklorida (CCL4) secara oral. (Skripsi). Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Waji, Resi A., Sugrani, Andis. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Hasanudin.

Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun, U., dan Siripong, P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extract from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) Med Princ Pract. 15(4): 281-287.

Widiana, I.G.R., Prodjosudjadi, W., Suwitra, K., Loekman, J.S., Nainggolan, G., Prasanto, H., Pugsley, D.J. 2009. Detection and prevention of chronic kidney disease in Indonesia: initial community screening. Nephrology, 14(7), 669-674.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 122-204.


(6)

World Health Organization. 2012. Research guidelines for evaluating the safety and efficacy of herbal medicines. Manila: World Health Organization Regional Office for the Western Pacific.

Wu, D., Cederbaum, W.I. 2003. Alcohol, Oxidative Stress, and Free Radical Damage. Alcohol Research and Health. Vol. 27 No. 4.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan

5 51 113

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley YANG DIINDUKSI ISONIAZID

3 44 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 40% KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 30 64

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALANIN AMINOTRANSFERASE (ALT) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 5 60

pengaruh ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana Linn.) dalam mencegah peningkatan kdar kreatinin darah pada tikus putih (Rattus Norvegicus) galur wistar yang diinduksi gentamisin.

0 0 3