PEMANFAATAN NITRAT ANORGANIK PADA FASE EKSPONENSIAL Tetraselmis sp.

(1)

ABSTRAK

PEMANFAATAN NITRAT ANORGANIK PADA FASE EKSPONENSIAL Tetraselmis sp.

Oleh

Dwi Angga Kusuma

Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang potensial untuk dibudidayakan sebagai pakan alami. Tetraselmis sp. dipanen sebagai pakan alami pada fase eksponensial. Kegiatan kultur Tetraselmis sp. membutuhkan nutrien pengkaya untuk menghasilkan densitas yang tinggi dan waktu panen yang cepat. Salah satunya adalah nitrat anorganik (NaNO3) yang dibutuhkan oleh Tetraselmis sp. sebagai sumber nitrogen untuk membentuk protein. Manipulasi kandungan nitrat anorganik (NaNO3 ) pada pupuk Conwy dapat menyebabkan variasi pada komposisi biokimia Tetraselmis sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengurangan konsentrasi nitrat anorganik terhadap kandungan protein total serta kepadatan Tetraselmis sp. pada fase eksponensial. Penelitian dilakukan pada tanggal 1-30 Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfatan nitrat anorganik terhadap kepadatan, serta kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial memiliki hubungan yang erat sehingga pada kondisi kekurangan nitrat (NO3-) kandungan protein total Tetraselmis sp. tetap tinggi. Berdasarkan Uji t yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa pengurangan nitrat anorganik (NaNO3) pada pupuk Conwy belum memberikan pengaruh terhadap kepadatan Tetraselmis sp. dan kosentrasi nitrat anorganik pada media kultur.

Kata kunci: Tetraselmis sp., fase eksponensial, manipulasi lingkungan, nitrat anorganik, pupuk Conwy


(2)

ABSTRACT

INORGANIC NITRATE UTILIZATION ON EXPONENTIAL PHASE OF Tetraselmis sp.

Oleh

Dwi Angga Kusuma

Tetraselmis sp. is one of the potential for cultivated microalgae as a natural food. Tetraselmis sp. harvested as natural food in exponential phase. Culture activities Tetraselmis sp. need nutrients to produce high density and rapid harvest time. One

of them is the inorganic nitrate ( NaNO3 ) required by Tetraselmis sp. as a source

of nitrogen to produce proteins. Manipulation of inorganic nitrate ( NaNO3 ) at Conwy fertilizer cause variations in the biochemical composition Tetraselmis sp. This study aims to determine the effect of reducing inorganic nitrate concentration

to the total protein content and density of Tetraselmis sp. in the exponential phase.

The study was conducted on 1-30 July 2014 held at the Laboratory of Aquaculture, Agriculture Faculty, University of Lampung. The results showed that the use of

nitrate anorganic to the density and total protein content of Tetraselmis sp. has a

close relationship, therefore total protein content remained high in a condition of nitrate deficiency. Based on t test were obtained from the study showed that the

reduction of inorganic nitrate ( NaNO3 ) at Conwy fertilizer not give effect to the

Tetraselmis sp. density and inorganic nitrate concentration in the culture medium. Key word: Tetraselmis sp., exponential phase, environmental manipulation, nitrate


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Astra Ksetra pada tanggal 19 Agustus 1992, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Slamet Riyadi dan Ibu Sri Wati. Pendidikan formal penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Astra Ksetra pada tahun 1998-2004, di lanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tulang Bawang Tengah pada tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama kuliah, penulis pernah ditunjuk sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Oceanografi, Fisiologi Hewan Air periode 2012-2013, Biologi Akuatik periode 2013-2014. Penulis juga aktif dalam organisasi HIDRILA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila) periode 2010/2011 sebagai anggota biasa, 2011/2012 sebagai Anggota Bidang Kewirausahaan, periode 2012/2013 sebagai Ketua Bidang Kewirausahaan. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung pada bulan Juli-Agustus 2013 dan melaksankan Kuliah Kerja Nyata Tematik di Desa Tajimalela, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan


(8)

menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dengan menulis skripsi yang berjudul


(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah -Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul

“Pemanfaatan Nitrat Anorganik Pada Fase Eksponensial Tetraselmis sp.” disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan, kebahagiaan dan kelancaran dalam proses penyelesaian skripsi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan sekaligus dosen pembahas yang telah memberi masukan, kritik, dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Moh. Muhaemin, S.Pi., M.Si., selaku pembimbing utama yang telah memberikan dukungan, nasehat, dan bimbingan selama menimba ilmu di program studi Budidaya Perairan serta membimbing dan membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini.


(10)

5. Bapak Eko Efendi, S.T., M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah membimbing, memberi masukan, kritik, saran, serta memberi motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Ir. Suparmono, M.T.A. Selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan yang telah diberikan.

7. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Budidaya Perairan.

8. Ayah dan Ibu tercinta, Slamet Riyadi dan Sri Wati yang selalu berdoa, bersabar, berkorban dan yang selalu menjadi teladan dan penyemangat dalam hidupku.

9. Om dan Tante tercinta, Edy Suryanto dan Rizkiah yang selalu memberi bimbingan selama menempuh jenjang pendikan, terimakasih atas segala bentuk bimbingannya.

10.Kakak tercinta, Yuliana Rianti dan Edy Apri Saputra yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

11.Seluruh keluarga besarku atas dukungan dan nasehatnya.

12.Teman seperjuangan penelitian, Reinita Orchid Febrisca Emilly yang berjuang bersama sama dari awal hingga akhir penyelesaian skripsi.

13.Rosi Dona Simatupang, Pratica Fajrin yang menemani hari-hari penulis selama melaksanakan penelitian di laboratorium, terima kasih atas segala semangat dan dukungan selama penyusunan skripsi.

14.Sahabat-sahabat terbaik dan tersayang, Dina Farida Utami, Fitriana Arisca, Dwi Satrio Wicaksono, Reza Asmitara, Fahmi Utama H., dan Genta atas kebersamaan menghadapi suka duka kehidupan dan warna-warni


(11)

persahabatan yang diberikan selama masa perkuliahan hingga waktu yang tak terbatas.

15.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, Vina Olivia, Jumaidi, Imam, Eltsyn, Robert, Fauzi, Soma, Erwin, Aris, Anggi, Shoffan, Anjar, Ardi, Rico, Ajil, Andi, Aan, Ali, Febri, Baihaqi, Azis, Roma, Priyo, Sandi, Adit, Memed, Sigit, Arya, Sera, Winda, Nikky, Windi, Assovaria, Asri, Septi, Aulia, Eli, Siti, Dian, Friska, Selvi, Ncim, Duma, Afrima, Dike, Nyi Ayu, Safrina terima kasih atas keceriaan dan kebersamaan kita selama ini. 16.Kiyai - Atu angkatan 2004-2009 dan adik-adik angkatan 2011-2014. 17.Penghuni Griya ayu, Mas galih, Mas Anung, Mas wiwid, Mas Yudi, Mbah,

Lutfi, Budi, Adray, atas kebersamaan yang telah diberikan. 18.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya atas kebaikan dan pengorbanan kita. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, November 2014 Penulis,


(12)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL…... xiii

DAFTAR GAMBAR…... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Kerangka Pemikiran ... 3

C. Tujuan ... 4

D. Manfaat ... 4

E. Hipotesis ... 5

II.TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. ... 6

B. Pertumbuhan Fitoplankton ... 7

C. Faktor pembatas ... 9

D. Protein ... 11

E. Nitrat ... 12

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Materi Penelitian ... 14

B.1 Biota Uji ... 14

B.2 Media Uji ... 14

C. Alat dan Bahan Penelitian ... 16

C.1 Alat ... 16

C.2 Bahan ... 16

D. Rancangan Penelitian ... 17

E. Prosedur Penelitian ... 18

E.1 Persiapan ... 19

E.2 Pelaksanaan Penelitian ... 19

F. Parameter yang Diamati ... 20

F.1 Penghitungan Kepadatan Tetraselmis sp. ... 20

F.2 Uji Kandungan Nitrat ... 22


(13)

xiv

F.4 Kualitas air (oksigen terlarut, pH, dan suhu media kultur) .... 24

G. Analisis Data ... 24

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 27

A.1 Korelasi Antara Nilai Absorbansi dengan Kepadatan Tetraselmis sp. ... 27

A.2 Pengaruh Pengurangan Nitrat Anorganik Pada Pupuk Terhadap Kepadatan Tetraselmis sp. ... 28

A.3 Pengaruh Pengurangan Nitrat anorganik Pada Pupuk Terhadap Konsentrasi Nitrat Anorganik pada Media Kultur Tetraselmis sp. ... 29

A.4 Pengaruh Pengurangan Nitrat Anorganik terhadapa Perubahan Kandungan Protein Total Intraseluler Tetraselmis sp. ... 31

A.5 Hubungan antar Variabel ... 32

B. Pembahasan ... 34

B.1 Korelasi Antara Nilai Absorbansi dengan Kepadatan Tetraselmis sp. ... 34

B.2 Pengaruh Pengurangan Nitrat Anorganik Pada Pupuk Terhadap Kepadatan Tetraselmis sp. ... 35

B.3 Pengaruh Pengurangan Nitrat anorganik Pada Pupuk Terhadap Konsentrasi Nitrat Anorganik pada Media Kultur Tetraselmis sp. ... 36

B.4 Pengaruh Pengurangan Nitrat anorganik Pada Pupuk Terhadap Kandungan Protein Total Tetraselmis sp. ... 37

B.5 Hubungan antar Variabel ... 38

V.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA... 43


(14)

xv DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi pupuk Conwy skala laboratorium (BBPBL Lampung) 15 Tabel 2. Komposisi pupuk Conwy dengan pengurangan NaNO3 skala

laboratorium ... 15 Tabel 3. Alat yang digunakan dalam penelitian ... 16 Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian ... 17


(15)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Uji t Kepadatan Tetraselmis sp. (α 0,05). ... 48 Lampiran 2. UJi t Kandungan Nitrat pada Media Kultur (α 0,05). ... 49 Lampiran 3. Uji t Kandungan Protein Total Tetraselmis sp (α 0,05)... 50


(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tetraselmis sp. (14–20 μm x 8–12 μm) (Biondi, 2011). ... 7 Gambar 2. Fase fase pertumbuhan fitoplankton ... 8 Gambar 3. Proses perubahan nitrat menjadi protein (Reynolds, 2006) ... 12 Gambar 4. Tata letak wadah kultur Tetraselmis sp. ... 17 Gambar 5. Tahapan alur penelitian ... 18 Gambar 6 Hubungan linier antara absorbansi spektrofotometer dan

kepadatan sel Tetraselmis sp.dengan optical density (OD)

650 nm ... 27 Gambar 7. Perubahan kepadatan Tetraselmis sp. ... 28 Gambar 8. Perubahan konsentrasi nitrat anorganik media kultur

Tetraselmis sp. ... 30 Gambar 9. Kandungan Protein Total Intraseluler Tetraselmis sp. ... 31 Gambar 10. Hubungan antara nitrat anorganik dengan kepadatan

Tetraselmis sp. Pada tiap perlakuan. (a) NaNO3 = 100

gram/l(b) NaNO3 = 50 gram/l ... 32 Gambar 11. Hubungan antara nitrat anorganik dengan kandungan

protein total intraseluler Tetraselmis sp. pada tiap


(17)

xvii Gambar 12. Hubungan antara kepadatan dengan kandungan protein total

intraseluler Tetraselmis sp. pada tiap perlakuan. (a) NaNO3


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi dan Tredici, 2011). Mikroalga digunakan sebagai pakan alami pada larva ikan, larva krustasea dan moluska disetiap stadia pertumbuhan (Meireles et al., 2003). Mikroalga berperan penting dalam pembenihan dibandingkan pakan buatan. Kelebihan tersebut, diantaranya adalah mikroalga memiliki enzim autolysis sendiri sehingga mudah dicerna oleh larva dan tidak mengotori media budidaya, merupakan sumber protein yang baik, dan sesuai dengan bukaan mulut larva.

Tetraselmis sp. merupakan salah satu jenis mikroalga yang digunakan sebagai pakan alami dengan kandungan protein tinggi yang sangat baik bagi pertumbuhan larva ikan dan udang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Selain itu Tetraselmis sp merupakan mikroalga laut berflagela termudah untuk dibudidayakan dalam skala besar. Oleh karena itu Tetraselmis sp. menjadi sumber makanan yang baik dalam akuakultur.

Kegiatan kultur Tetraselmis sp. membutuhkan nutrien pengkaya untuk menghasilkan densitas yang tinggi dan waktu panen yang cepat. Beberapa media


(19)

2 nutrien pengkaya terdiri dari nitrat, fosfor, trace element, dan vitamin. Kebutuhan akan nutrien pengkaya karena nutrien alami berupa makronutrien sedikit ketersediaannya (di air laut biasanya adalah nitrat) (Creswell, 2010). Nitrat dibutuhkan oleh Tetraselmis sp. sebagai sumber nitrogen untuk membentuk protein.

Protein memiliki peran penting dalam pertumbuhan organisme budidaya seperti ikan ataupun udang. Selain itu protein juga untuk proses pembentukan sel-sel baru sehingga dapat memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Protein merupakan komponen utama dari kandungan mikroalga yang dipanen selama fase eksponensial pertumbuhan, akan tetapi pada kondisi nitrogen dibatasi sintesis protein digantikan oleh sintesis karbohidrat atau lemak. Komposisi biokimia alga dapat bervariasi seiring dengan lama kultur dan perubahan kondisi lingkungan. (Stewart, 1974 dalam Utting, 1985).

Stadia pertumbuhan pada kultur mikroalga dan manipulasi kondisi fisika dan kimia kultur dapat menyebabkan perbedaan pada komposisi sel. Komposisi tersebut seperti variasi pada kandungan lipid, protein, karbohidrat dan komponen lain dalam sel (Laurenco, 2006; Muhaemin, 2011; Muhaemin et al., 2014). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh dari variasi nutrien terhadap pertumbuhan, pembentukan biomassa dan kandungan essensial mikroalga. Pada Chlorella pyrenoidosa penurunan kandungan nitrogen berdampak terhadap penurunan pembentukan biomassa tetapi menaikkan kandungan lipidnya (Nigam et al., 2011). Penurunan konsentrasi nitrogen pada Spirulina fusiformis memberikan dampak berupa penurunan pembentukan biomasa, penurunan kandungan protein, (Chrismadha et al., 2006). Hudaidah et al, (2013) mengindikasikan bahwa


(20)

3 pengurangan nutrient berupa nitrat anorganik mampu menekan pengaruh lingkungan eksternal berupa salinitas. Kemampuan tersebut muncul diduga berkaitan dengan semakin singkatnya fase lag, sehingga waktu untuk mencapai fase eksponensial juga lebih cepat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengurangan nitrat anorganik pada media kultur memberi pengaruh yang berbeda pada spesies mikroalga yang berbeda. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai pemanfaatan nitrat anorganik pada fase eksponensial Tetraselmis sp. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh nitrat anorganik pada fase eksponensial dan hubungannya dengan kandungan protein total serta kepadatan Tetraselmis sp. pada fase eksponensial.

B. Kerangka Pemikiran

Faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan salah satunya adalah ketersediaan pakan, seperti pakan alami pada stadia pembenihan. Pakan alami yang banyak digunakan adalah mikroalga. Mikroalga berperan penting sebagai sumber makanan dengan kandungan protein yang tinggi untuk zooplankton dan larva ikan. Selain itu ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva, serta pergerakannya mampu memberikan rangsangan bagi ikan. Salah satu mikroalga yang banyak digunakan sebagai pakan alami adalah Tetraselmis sp.

Untuk memenuhi kebutuhan densitas yang tinggi dan waktu panen Tetraselmis sp. yang cepat diperlukan manipulasi lingkungan pada fase eksponensial, karena pada fase tersebut Tetraselmis sp. memiliki kandungan protein yang tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan manipulasi lingkungan berupa pengurangan konsentrasi nitrat. Pengurangan konsentrasi nitrat


(21)

4 yang digunakan yaitu sebesar 50% dari konsentrasi nitrat pada komposisi pupuk standar. Dengan adanya manipulasi lingkungan tersebut, diharapkan Tetraselmis sp. dapat beradaptasi lebih cepat dan waktu untuk mencapai fase eksponensial akan lebih cepat. Manipulasi tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan kandungan protein total Tetraselmis sp. sehingga kebutuhan Tetraselmis sp. sebagai pakan alami bagi larva ikan ataupun udang akan berlimpah.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

a. Mengetahui pengaruh pengurangan konsentrasi nitrat anorganik dalam pupuk conwy terhadap kepadatan Tetraselmis sp. pada fase eksponensial.

b. Mengetahui pengaruh pengurangan konsentrasi nitrat anorganik dalam pupuk conwy terhadap kandungan nitrat dalam media kultur pada fase eksponensial. c. Mengetahui pengaruh pengurangan konsentrasi nitrat anorganik dalam pupuk

conwy terhadap kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial. d. Mengetahui hubungan antara pengurangan nitrat anorganik dengan kepadatan,

serta kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial

D. Manfaat

Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan nitrat anorganik pada fase eksponensial Tetraselmis sp.


(22)

5 E. Hipotesis

Konsentrasi nitrat anorganik dalam media kultur akan berpengaruh terhadap kepadatan dan kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial.


(23)

6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp.

Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti sel jelas dan kecil serta dinding sel mengandung bahan selulosa dan pektosa. Tetraselmis sp memiliki klorofil sehingga berwarna hijau cerah (Gambar 1). Pigmen klorofilnya terdiri dari dua macam yaitu karoten dan xantofil (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Butcher (1959) adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales

Sub ordo : Chlamidomonacea Genus : Tetraselmis Spesies : Tetraselmis sp.

Tetraselmis sp berkembang biak secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan cara membelah protoplasma menjadi 2, 4 dan 8 sel dalam bentuk zoospore yang kemudian dilengkapi dengan 4 buah flagella pada masing-masing sel. Sedangkan reproduksi secara seksual yaitu setiap sel memiliki gamet yang


(24)

7 identik (isogami) melalui konjugasi (bertemunya gamet jantan dan gamet betina) menghasilkan zigot yang sempurna (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Gambar 1. Tetraselmis sp. (14–20 μm x 8–12 μm) (Biondi, 2011). B. Pertumbuhan Fitoplankton

Pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan bertambahnya jumlah sel fitoplankton dan bertambah besarnya ukuran sel. Pertumbuhan dapat diketahui berdasarkan laju pertumbuhan yaitu laju yang didefinisikan sebagai perubahan jumlah sel persatuan waktu (Madigan et.al, 2010). Lavens and Sorgeloos (1996) menjelaskan bahwa pertumbuhan fitoplankton dibagi dalam beberapa fase (Gambar 2) yaitu fase lag, fase logaritmik/eksponensial, fase berkurangnya pertumbuhan relatif, fase stasioner, dan fase kematian.

1. Fase Lag

Pada fase lag belum mengalami perubahan. Pada fase ini pertumbuhan fitoplankton dikaitkan dengan adaptasi fisiologis metabolisme sel pertumbuhan fitoplankton, seperti peningkatan kadar enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi karbon.


(25)

8 2. Fase Logaritmik atau Eksponensial

Pada fase eksponensial sel fitoplankton telah mengalami pembelahan sel dengan laju pertumbuhannya tetap. Pertumbuhan fitoplankton dapat maksimal tergantung pada spesies alga, intensitas cahaya dan temperatur. 3. Fase berkurangnya pertumbuhan relatif

Pertumbuhan sel mulai melambat ketika nutrien, cahaya, pH, CO2 atau faktor kimia dan fisika lain mulai membatasi pertumbuhan.

4. Fase Stasioner

Pada fase keempat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang. Laju kematian fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga kepadatan fitoplankton pada fase ini relatif konstan.

5. Fase Kematian

Pada fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrient habis hingga ke level tidak sanggup menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhannya hingga kultur berakhir.

Keterangan:

1. Fase lag

2. Fase logaritmik/eksponensial 3. Fase berkurangnya pertumbuhan 4. Fase stasioner

5. Fase kematian

Gambar 2. Fase fase pertumbuhan fitoplankton


(26)

9 Fase eksponensial fitoplankton memiliki waktu penggandaan yang lebih singkat dibanding fase lag. Cepatnya pembelahan sel fitoplankton dapat disebabkan oleh kebutuhan nutrien yang tercukupi (Resmawati et.al, 2012). Yanuaris (2012) menjelaskan bahwa pada kultur fitoplankton, fase eksponensial terjadi sejak pada hari pertama hingga hari kedua karena ketersediaan nutrien untuk Nannochloropsis sp. habis terserap pada hari itu.

Muhaemin (2005) menjelaskan bahwa fase eksponensial pada kultur mikroalga berada pada kisaran jam ke 5-120 di mana fase tersebut ditandai dengan meningkatnya densitas fitoplankton yang signifikan dan tidak selalu diikuti dengan laju yang konstan.

C. Faktor pembatas

Mikroalga memerlukan substrat yang disebut media untuk tumbuh dan berkembang biak. Media tersebut sebelum digunakan harus dalam keadaan steril. Pertumbuhan mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan unsur hara dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sebagai faktor pembatas seperti pH, suhu, nutrient dan cahaya.

a. Suhu

Suhu optimal pada mikroalga antara 23 dan 250C, tergantung pada komposisi medium kultur, spesies dan tempat budidaya (Sari dan Manan, 2012). Suhu lebih rendah dari 160 C akan memperlambat pertumbuhan, sedangkan yang lebih tinggi dari 350 C yang mematikan bagi sejumlah spesies (Balai Budidaya Laut, 2002). Menurut Dwidjoseputro (1986), pada saat temperatur 400 C sudah dapat


(27)

10 mematikan enzim. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan mikroalga adalah 250 C -320 C.

b. Cahaya

Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa organik dan senyawa – senyawa anorganik melalui fotosintesis. Mikroalga dapat melakukan proses asimilasi bahan organik. Intensitas cahaya 5.000

– 10.000 luxmeter pada skala laboratorium (Balai Budidaya Laut, 2002). c. Power of Hidrogen (pH)

Salah satu faktor lingkungan yang perlu mendapat perhatian adalah pH (derajat keasaman) agar metabolisme sel mikroalga tidak terganggu. Derajat optimal keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen. Derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh sel. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mempengaruhi kerja enzim dan menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan mikroalga (Gunawan, 2012)

d. Nutrien

Becker (1995), dan Andersen (2005) menyatakan bahwa untuk untuk pertumbuhannya, mikroalga Tetraselmis sp. memerlukan nutrient yang terdiri dari makro nutrien dan mikro nutrien. Makro nutrien yang diperlukan antara lain N (termasuk nitrat), P, Fe, K, Mg, S dan K. Sedangkan mikro nutrien yang digunakan pada media kultur dapat diperoleh dari Mn, Zn, Cu, Mo, dan Co.


(28)

11 D. Protein

Protein merupakan suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang bervariasi sehingga akan menghasilkan asam amino. Protein ada yang memiliki sifat mudah larut di dalam air dan ada yang sulit larut di dalam air. Protein memiliki empat sifat struktur dasar yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuaterner (Poedjiadi, 1994). Protein dalam tumbuhan dihasilkan dari CO2, H2O, dan senyawa nitrogen. Nitrogen merupakan nutrien yang dibutuhkan paling banyak untuk pertumbuhan fitoplankton yaitu sebagai unsur penting dalam pembentukan protein (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kandungan protein per sel fitoplankton juga dianggap sebagai salah satu faktor yang paling penting untuk menentukan nilai gizi fitoplankton sebagai pakan dalam kegiatan budidaya ikan. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) kandungan protein Tetraselmis sp. adalah 49,75 % dari berat kering nya.

Komposisi rata rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai berikut : Karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%, dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen 16%, dapat dilakukan penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan. Unsur nitrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjedahl, yaitu dengan cara destruksi menggunakan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen (Poedjiadi, 1994).


(29)

12 E. Nitrat

Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen yang terdapat diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrogen memiliki peranan penting dalam siklus organik sebagai penghasil asam amino penyusun protein. Perubahan nitrat menjadi protein dalam tubuh fitoplankton diilustrasikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Proses perubahan nitrat menjadi protein (Reynolds, 2006) Menurut Laurenco (2006) nitrat merupakan bentuk nitrogen yang paling stabil di air laut dan yang paling memungkinkan di asimilasi oleh fitoplankton. Nitrat yang menjadi sumber nitrogen untuk penyusun protein pada tumbuhan diperoleh dari proses konversi. Meskipun ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak di atmosfer, nitrogen tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung (Dugan, 1972). Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih dahulu


(30)

13 menjadi.. ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3). Di perairan, nitrogen berupa nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea, sedangkan nitrogen anorganik terdiri atas ammonia (NH3), ammonium (NH4), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan molekul nitrogen dalam bentuk gas (N).

Ion nitrat bersifat stabil dan cenderung mudah larut dalam air. Karena cenderung mudah larut dalam air maka nitrat mudah dimanfaatkan oleh Tetraselmis sp. untuk pertumbuhan. Ion nitrat dihasilkan dari oksidasi sempurna senyawa nitrogen yang berlangsung secara anaerob (Effendi, 2003). Oksidasi dilakukan oleh bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapat energi dari proses kimiawi, pada oksidasi ammoniak menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter (Novotny dan Olem, 1994). Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme akuatik, namun konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi oleh organisme akuatik akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen (Davis dan Cornwell, 1991). Menurut Edhy et al. (2003) nitrogen yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton secara langsung adalah ammonia bebas (NH3) dan nitrat (NO3).


(31)

14 III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung. Uji protein dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, sedangkan analisis kandungan Nitrat dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Laut (BBPBL), Lampung

B. Materi Penelitian

B.1 Biota Uji

Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tetraselmis sp. yang dikultur dengan skala laboratorium di BBPBL Lampung dengan kelimpahan awal 1 x105 sel/ml.

B.2 Media Uji

Media yang dipergunakan dalam kultur Tetraselmis sp. berbentuk cair atau larutan yang tersusun dari senyawa kimia (pupuk) yang merupakan sumber nutrien. Pupuk yang digunakan dalam penelitian adalah Conwy. Komposisi pupuk Conwy


(32)

15 yang digunakan adalah komposisi pupuk standar dan komposisi pupuk dengan kandungan NaNO3 sebanyak 50 gram/l (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Komposisi pupuk Conwy skala laboratorium (BBPBL Lampung)

No Bahan Kimia Takaran Per Liter

1 EDTA 45 gram

2 FeCl3 1,3 gram

3 H3BO3 33,6 gram

4 NaH2PO4 20 gram

5 NaNO3 100 gram

6 Trace metal solution 1 cc

ZnCl2 2,1 gram

CoCl2 2 gram

CuSO4 2 gram

(NH4)6 0,9 gram

Distilled 100 ml

7 Aquadest hingga 1 liter

Tabel 2. Komposisi pupuk Conwy dengan pengurangan NaNO3 skala laboratorium

No Bahan Kimia Takaran Per Liter

1 EDTA 45 gram

2 FeCl3 1,3 gram

3 H3BO3 33,6 gram

4 NaH2PO4 20 gram

5 NaNO3 50 gram

6 Trace metal solution 1 cc

ZnCl2 2,1 gram

CoCl2 2 gram

CuSO4 2 gram

(NH4)6 0,9 gram

Distilled 100 ml


(33)

16 C. Alat dan Bahan Penelitian

C.1 Alat

Penelitian menggunakan beberapa alat untuk mendukung jalannya penelitian. Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Alat yang digunakan dalam penelitian

No Alat Jumlah

1 Aquarium ukuran 3 L 20 buah

2 Selang dan batu aerasi 20 buah

3 Kertas Whatman -

4 Spektrofotometer Genesys 20 1 buah

5 Erlenmeyer 12 buah

6 Rak kultur 1 buah

7 pH paper skala 0-14 1 kotak

8 Thermometer oC 1 buah

9 plastic wrap 1 gulung

10 Cawan petri 12 buah

11 Botol film 48 buah

12 Beaker Glass 8 buah

13 Corong 8 buah

14 Pipet tetes 4 buah

15 Gelas ukur 1 buah

16 Lampu TL 36 watt 4 buah

C.2 Bahan

Penelitian menggunakan beberapa bahan untuk mendukung penelitian. Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


(34)

17 Tabel 4. Bahan yang digunakan dalam penelitian

No Bahan Jumlah

1 Bibit Tetraselmis sp. 1-2 x105 sel/ml

2 Air laut steril -

3 Pupuk Conwy -

D. Rancangan Penelitian

Penelitian terdiri dari 2 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

Perlakuan 1 : kultur Tetraselmis sp. dengan kadar NaNO3 pada pupuk Conwy sebanyak 100 gram/l

Perlakuan 2 : kultur Tetraselmis sp. dengan kadar NaNO3 pada pupuk Conwy sebanyak 50 gram/l

Waktu pengambilan sampel kandungan nitrat, kepadatan Tetraselmis sp. Dan protein dilakukan pada pada jam kultur ke- 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48. Peletakan wadah kultur dilakukan secara acak disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Tata letak wadah kultur Tetraselmis sp.

P

1

U

2

P

2

U

3

P

2

U

1

P

1

U

1


(35)

18 E. Prosedur Penelitian

Tahapan yang dilakukan selama penelitian mengenai pemanfaatan nitrat anorganik pada fase eksponensial Tetraselmis sp. dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan alur penelitian Sterilisasi air laut

Homogenisasi air laut

Pemberian Pupuk Conwy Homogenisasi

Kultur Tetraselmis sp.

Pengukuran kualitas air pada fase eksponensial Tetraselmis Panen Tetraselmis sp.

secara total

Uji Nitrat Uji Protein Kepadatan pada fase

eksponensial

Pembuatan pupuk conwy Mulai

Analisis Data

Selesai Persiapan alat dan media kultur


(36)

19 E.1 Persiapan

Tahap awal yang dilakukan adalah persiapan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian. Alat dan bahan yang digunakan untuk kultur Tetraselmis sp. harus dalam keadaan steril.

a. Sterilisasi alat

Sterilisasi alat kultur seperti akuarium dan cawan petri dilakukan dengan merendam alat alat tersebut menggunakan larutan kaporit 100 ppm selama 1 hari. Selanjutnya alat-alat tersebut dicuci menggunakan sabun pencuci piring, lalu dibilas menggunakan air tawar. Alat-alat kultur yang telah dibilas disemprot dengan alkohol 70%. Sedangkan untuk proses sterilisasi selang dan batu aerasi, setelah direndam kaporit, dicuci, dibilas dengan air tawar, dan direbus selama 15 menit. b. Sterilisasi air

Sterilisasi air laut yang akan digunakan diawali dengan penyinaran ultraviolet dan ozonisasi. Setelah diberi ozon, air yang akan digunakan dididihkan 2 kali (masing-masing 30 menit) untuk memastikan tidak ada organisme kontaminan (terutama protozoa) yang akan mempengaruhi kultur fitoplankton. Setelah dingin, air tersebut disaring menggunakan plankton net berukuran 20μm, kemudian dimasukkan ke dalam wadah kultur,

E.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk memperoleh data dari masing-masing perlakuan yang akan diteliti. Prosedur kultur yang dilakukan yaitu:

1. Bibit disiapkan. Bibit diambil di BBPBL dengan kepadatan sekitar 1 x 105 sel/ml.


(37)

20 2. Pupuk diberikan sebanyak 1 ml/liter kultur

3. Kualitas air diukur setelah biota dibiakkan saat mencapai fase akhir lag atau pada fase awal eksponensial.

4. Pengamatan kepadatan Tetraselmis sp. dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan Optical Density (OD) 650 nm.

5. Kemudian kultur Tetraselmis sp. dipanen secara total dengan cara disaring dengan menggunakan kertas whatman sampai didapat sampel plankton segar. Tiap sampel disimpan ke dalam cawan petri dan ditutup dengan plastic wrap. Sedangkan air dari penyaringan berupa supernatan dimasukkan ke dalam botol film.

6. Setelah mencapai fase akhir eksponensial atau pada fase awal stasioner, dilakukan pengukuran kualitas air kembali.

7. Sampel yang telah disimpan dalam cawan petri dibawa untuk dilakukan uji protein.

8. Sampel berupa supernatan dilakukan uji nitrat.

F. Parameter yang Diamati

F.1 Penghitungan Kepadatan Tetraselmis sp.

Kepadatan Tetraselmis sp. dihitung dengan menggunakan spektrofotometer untuk memperoleh data kepadatan yang akan dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan kandungan protein total intraseluler Tetraselmis sp. Menurut penelitian Muhaemin (2008), panjang gelombang spektofotometer yang optimal dalam pengukuran kepadatan fitoplankton adalah sebesar 650 nm. Cara menghitung kepadatan Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut:


(38)

21 1. Wadah sampel dengan volume ± 50 ml disiapkan sebanyak 20 buah. 2. Masing-masing wadah diisi dengan Tetraselmis sp. Secara berurutan

dengan volume 40, 38, 36, 34, 32, 30, 28, 26, 24, 22, 20, 18, 16, 14, 12, 10, 8, 6, 4, dan 2 ml.

3. Masing-masing wadah yang telah diisi Tetraselmis sp. dengan volume tersebut diatas ditambahkan aquades hingga volumenya mencapai 40 ml. 4. Setelah pengenceran dilakukan, selanjutnya tingkat absorbansi sampel

diamati dengan menggunakan spektrofotometer.

5. Prosedur no.4 dilakukan pula pada seluruh sampel yang tersedia dan masing-masing diulang sebanyak tiga kali kemudian diambil nilai rata-ratanya

6. Disaat yang sama dilakukan pula pengamatan kepadatan pada sampel tersebut dengan menggunakan mikroskop dan haemocytometer.

7. Hasil pengamatan pada prosedur no.5 selanjutnya diplotkan pada sumbu x pada kurva linier.

8. Hasil pengamatan pada prosedur no.6 diplotkan pada sumbu Y pada kurva linier.

9. Persamaan garis dihitung dengan menghitung koefisien kemiringan (a) dan intersep (b).

10.Setelah itu diperoleh persamaan garis Y=ax+b.

11.Perhitungan kepadatan sel Tetraselmis sp. selanjutnya cukup dengan mengukur nilai absorbansi saja.


(39)

22 12.Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke persamaan no.10 untuk

mengganti nilai x sehingga diperoleh nilai kepadatan (Y).

F.2 Uji Kandungan Nitrat

Untuk menghitung kandungan nitrat dalam media hidup Tetraselmis sp. adalah dengan menggunakan spektrofotometer pada saat sebelum pupuk dimasukkan (N-1), saat setelah pupuk dimasukkan (N0), dan pada jam kultur ke- 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48. Uji kandungan nitrat dilakukan untuk memperoleh data kandungan nitrat yang dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kepadatan dan kandungan protein total Tetraselmis sp. Cara pengujian nitrat adalah sebagai berikut:

1. Sampel berupa supernatan diambil sebanyak 5 ml lalu dimasukkan ke dalam baker glass 50 ml.

2. Ditambahkan 1 tetes sodium arsenit dan 0,25 ml brucine 3. Larutan diaduk dan didiamkan selama 10 menit

4. Setelah 10 menit dalam suhu ruang, sampel diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ( ) 410 nm

F.3 Uji Protein

Uji protein dilakukan pada jam kultur ke- 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48, sampel diuji di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung. dengan menggunakan metoda Gunning. Uji kandungan protein dilakukan untuk memperoleh data kandungan protein intraseluler Tetraselmis sp. yang akan dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan kepadatan Tetraselmis sp. dan


(40)

23 konsentrasi nitrat anorganik. Cara pengujian kandungan protein adalah sebagai berikut :

- Bahan ditimbang 0,5 – 1,0 gr dimasukkan dalam labu kjeldahl, ditambahkan 10 gr K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 10 – 15 ml H2SO4 pekat. Kalau distruksi sukar dilakukan perlu ditambah 0,1 – 0,3 gr CuSO4 dan di kocok

- Kemudian dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam, mula mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi

- Dibuat perlakuan blangko, yaitu seperti perlakuan diatas tanpa contoh. - Setelah dingin tambahkan kedalam labu kjeldahl aquades 100 ml, serta

larutan NaOH 45% sampai cairan bersifat basis, pasanglah labu kjeldahl dengan segera pada alat distilasi.

- Labu Kjeldahl dipanaskan sampai amonia menguap semua, distilat ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sedang diberi indikator PhenolPtalein 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah distilat tertampug sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis.

- Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar (larutan NaOH 0,1 N)

- Perhitungan kandungan protein dalam sampel dihiting menggunakan rumus:


(41)

24 % N = ml NaOH blanko – ml NaOH contoh × N NaOH × 4, 8

gr. Contoh ×

% Protein = % N × Faktor Konversi

Keterangan:

Faktor Konversi = 6,25 (setara dengan 0,16 gram nitrogen per gram protein)

F.4 Kualitas air (oksigen terlarut, pH, dan suhu media kultur)

Kualitas air dikondisikan dalam kondisi yang optimal untuk pertumbuhan Tetraselmis sp. Pengukuran oksigen terlarut, pH, dan suhu media menggunakan DO meter, pH meter, dan termometer. Pengukuran parameter tersebut dilakukan pada awal kultur (t0) dan pada akhir kultur (t48). Pengukuran kualitas air dilakukan pada setiap unit sampel. Data kualitas air digunakan sebagai data pendukung.

G. Analisis Data

Untuk menganalisa hubungan antara pemanfaatan nitrat anorganik dengan kandungan protein total, pengaruh konsentrasi nitrat anorganik terhadap kepadatan serta pengaruh kepadatan terhadap kandungan protein total pada fase eksponensial Tetraselmis sp. digunakan model persamaan regresi polinomial Y = aX2 + bX+ c, koefisien korelasi (r) Pearson (Walpole, 1992).

Koefisen korelasi merupakan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih yang menyatakan ada atau tidaknya hubungan diantara variabel-variabel yang bersangkutan dinyatakan dengan notasi (r). Nilai korelasi (r) dapat diartikan sebagai tingkat kekuatan hubungan amtara dua variabel atau lebih (besarnya


(42)

25 kontribusi yang diberikan oleh variabel yang mempengaruhi), baik secara langsung maupun tidak langsung. Tingkat korelasi bernilai antara -1 < r < 1, dijelaskan bahwa jika r mendekati -1 nilai korelasi berlawanan yang artinya korelasi negatif. Jika r mendekati 1, maka nilai korelasi searah yang artinya korelasi positif (Supangat, 2007).

Penentuan nilai korelasi menggunakan persamaan berikut (Walpole, 1992)

r = n ∑ − ∑ ∑

√[ � ∑ 2 − ∑ 2][n∑ 2− ∑ 2]

keterangan:

n = banyaknya sampel X = variabel independen Y = variabel dependen

Sedangkan analisis untuk membandingkan pengaruh tiap perlakuan adalah dengan menggunakan uji t (t-test). Uji t dilakukan untuk membandingkan dua nilai tengah contoh bebas apabila n1 = n2 = n, dengan anggapan bahwa kedua populasi menyebar normal dan memiliki ragam sama yang tidak diketahui nilainya (Steel dan Torrie, 1993).

t = �̅ −�̅

��̅ −�̅

S2 = ∑� −

(∑� )

� + ∑� – (∑� )�

�−

Sx1-x2 =


(43)

26 db = 2 (n-1)

Keterangan:

t = Koefisien t

�̅ = rata-rata sampel S2 = ragam

S = simpangan baku n = jumlah sampel db = derajat bebas


(44)

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengurangan konsentrasi nitrat (NaNO3 = 50 gram/l) pada pupuk Conwy tidak memberikan pengaruh terhadap kepadatan rata-rata Tetraselmis sp., konsentrasi nitrat anorganik pada media kultur, dan kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial.

2. Pemanfatan nitrat anorganik terhadap kepadatan, serta kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial memiliki hubungan yang erat sehingga pada kondisi kekurangan nitrat (NO3-) kandungan protein total Tetraselmis sp. tetap tinggi.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian sejenis baik terhadap mikroalga yang berbeda dengan perlakuan stress lingkungan yang berbeda maupun komposisi biokimia media yang berbeda.


(45)

43 DAFTAR PUSTAKA

Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press. UK. Balai Budidaya Laut. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Direktorat

Jendral Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 9: 7-8.

Becker, E.W. 1995. Microalgae Biotechnology and Microbiology Cambridge. University Press Greet Britain: England.

Biondi and Tredici.2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable Production of 2nd Generation Biofuels. UNIFI. Page 148 – 150.

Butcher, R. W. 1959.An Introductory Account of the Smaller Algae of British CoastalWaters, Part 1 Introduction and Chlorophyceae, Fishery

Investigation Series IV. HMSO. London.

Creswell, L. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. SRAC Publication No 5004.

Chrismadha, Tjandra, Lily M.P, dan Yayah M. 2006. Pengaruh Konsentrasi Nitoden dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbihidrat dan Fikosiain pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi. 8(3)

Davis, N.L and Cornwell, D.A. 1991. Introduction of Environmental Engineering. Second Edition. MC Grow-Hill, Inc. New York. 822p.

Determann, S., J.M. Lobbes, R. Reuter, dan J. Rullkötter. 1998. Ultraviolet Fluorescence Excitation and Emission Spectroscopy of Marine Algae and Bacteria. Journal Marine Chemistry. Vol. 62: 137-156.

Dugan P.R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum press. Newyork. 159p.

Dwidjoseputro, 1986. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. Edhy, W.A., J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central

Pertiwi Bahari: Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton dalam Budidaya Udang. PT. Central Pertiwi Bahari. Tulang Bawang.


(46)

44 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal.

66-156.

Gunawan. 2012. Pengaruh Perbedaan pH pada Pertumbuhan Mikroalga Klas Chlorophyta. Jurnal Bioscientiae. 9 (2): 62 – 65.

Guzman-Murillo, M. A., Lopez-Bolanos, C. C., Ledesma-Verdejo, T., Roldan-Libenson, G., Cadena-Roa, M. A., Ascensio, F. 2007. Effect of fertilizer-based culture media on the production ofexocellular Polysaccharides and cellular superoxide dismutase by Phaedactylum tricornutum (Bohlin). Journal of Apllied Phycology, v. 19, p. 33-41.

Hudaidah, S., M. Muhaemin dan Rosdinar. 2013. Strategy of Nannochloropsis Againts Environment Starvation: Population Density and Crude Lipid Contents. Maspari Journal. Vol. 5 (2): 64-68.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Erlangga. JakartaErlina, A dan Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara

Laurenco, S. O. 2006. Cultivo de microalgas marinhas : pricipios e aplicacoes. Sao Carlos: Rima.

Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Belgium.

Madigan, M.T.; Martinko, J.M.; Stahl, D.; Clark, D.P. 2010. Brock Biology of Microorganisms (dalam bahasa Inggris) (ed. 13). Boston: Benjamin Cummings.

Meireles, L.A., Guedes, A.C., Malcata, F.X. 2003. Lipid class composition of the microalga Pavlova lutheri : eicosapentaeonoic and docosahexaeonoic acid. Journal of Agricultural and Food Chemistry 51 (8) 2237-2241.

Muhaemin, M. 2005. Kemampuan Pengikatan Metaloprotein Asam Amino Methionin Terhadap Pb pada D. salina. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Muhaemin, M. 2008. The Glutatihione Diurnal Cycling in Dunaliella salina.

Journal of Coastal Development. Vol 12 (1): 41-46.

Muhaemin, M. 2011. Lipid Production of Nanochloropsys under Environmental Stress. Jurnal Penelitian Sains. Vol 14 Nomer 3.

Muhaemin, M., Pratica F., Rosi Dona S., Tri Agustina. 2014. Starvasi Nitrogen dan Pengaruhnya terhadap Biomassa dan Protein total Tetraselmis sp. Maspari Journal. Vol 6 No 2.


(47)

45 Nigam, Subhasha, Monika P.R and Rupali Sharma. 2001. Effect of Nitrogen on Growth and Lipid Content of Chlorela pyrenoidos. American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 7(3):126-131

Novotny, V and Olem, H. 1994. Water Quality,Prefention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans ein Hold. New York. 1054p

Otero. A & Jaime Fabregas. 1997. Changes in the Nutrient Composition of Tetraselmis suecica Cultured Semicontinously with Different Nutrient Concentrations and Renewal rates. Aquaculture. 159: 111-123 Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta.UI-Press. 472 hlm.

Resmawati, M.B., E.D. Masithah dan L. Sulmartiwi. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) Terhadap Kepadatan Populasi Spirulina platensis. Journal of Marine and Coastal Science. Vol 1(1): 22–33

Reynolds, C.S. 2006. Ecology of Phytoplankton. Cambridge University Press. New York. 535 hal.

Santos R.L., Tsolis R.M., Baumler A.J. and Adams L.G. 2003. Patogenesis of Salmonella-Induced Enteritis. Brazilian Journal of Medical and Biological Research (2003) 36: 3-12.

Sari, I.P. dan A. Manan. 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada Kultur Skala Laboratorium, Intermediet, dan Masal. Jurnal Ilmiah

Perikanan dan Kelautan. Vol. 4 (2): 123-127.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supangat. A. 2007. Statistika. Prenada Media Group. Jakarta. Hal 334-350. Sun, X., Li, Q. 2012. Effect of Temporary Starvation on Larval Growth, Survival

and Development of the Sea Cucumber Apostichopus japonicus. Marine Biology Research 8 (8) 771-777

Utting, Susan D. 1985. Influence of Nitrogen Availability on the Biochemical Composition of Three Unicellular Marine Algae of Commercial Importance. Aquacultural Engineering, 4, 175-190.

Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke -3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(48)

46 Wikfors, G.H., Twarong, J. W., Jr, Ukeles, R. 1984. Influence of Biochemical

Composition of Algal Food Source on Growth of Jouvenile Oysters, Crassotrea virginica. Biology. Bull., 167 :251-263.

Xin, L., Hong Ying, H., Ke, G., Ying Xue, S. 2010. Effect of Different Nitrogen and Phosporus Concentration on The Growth, Nutrient Uptake and Lipid Accumulation of a Freshwater Microalga Scenedesmus sp. Bioresource Technology 101 (14).5494-5500.

Yanuaris, L.M., R. Kusdarwati dan Kismiyati. 2012. Pengaruh Fermentasi

Actinobacillus sp. pada Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 4 (1): 21-26.


(1)

26 db = 2 (n-1)

Keterangan:

t = Koefisien t �̅ = rata-rata sampel S2 = ragam

S = simpangan baku n = jumlah sampel db = derajat bebas


(2)

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengurangan konsentrasi nitrat (NaNO3 = 50 gram/l) pada pupuk Conwy tidak

memberikan pengaruh terhadap kepadatan rata-rata Tetraselmis sp., konsentrasi nitrat anorganik pada media kultur, dan kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial.

2. Pemanfatan nitrat anorganik terhadap kepadatan, serta kandungan protein total Tetraselmis sp. pada fase eksponensial memiliki hubungan yang erat sehingga pada kondisi kekurangan nitrat (NO3-) kandungan protein total Tetraselmis sp.

tetap tinggi.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian sejenis baik terhadap mikroalga yang berbeda dengan perlakuan stress lingkungan yang berbeda maupun komposisi biokimia media yang berbeda.


(3)

43 DAFTAR PUSTAKA

Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press. UK. Balai Budidaya Laut. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Direktorat

Jendral Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 9: 7-8.

Becker, E.W. 1995. Microalgae Biotechnology and Microbiology Cambridge. University Press Greet Britain: England.

Biondi and Tredici.2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable Production of 2nd Generation Biofuels. UNIFI. Page 148 – 150.

Butcher, R. W. 1959.An Introductory Account of the Smaller Algae of British CoastalWaters, Part 1 Introduction and Chlorophyceae, Fishery

Investigation Series IV. HMSO. London.

Creswell, L. 2010. Phytoplankton Culture for Aquaculture Feed. SRAC Publication No 5004.

Chrismadha, Tjandra, Lily M.P, dan Yayah M. 2006. Pengaruh Konsentrasi Nitoden dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Kandungan Protein, Karbihidrat dan Fikosiain pada Kultur Spirulina fusiformis. Berita Biologi. 8(3)

Davis, N.L and Cornwell, D.A. 1991. Introduction of Environmental Engineering. Second Edition. MC Grow-Hill, Inc. New York. 822p.

Determann, S., J.M. Lobbes, R. Reuter, dan J. Rullkötter. 1998. Ultraviolet Fluorescence Excitation and Emission Spectroscopy of Marine Algae and Bacteria. Journal Marine Chemistry. Vol. 62: 137-156.

Dugan P.R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum press. Newyork. 159p.

Dwidjoseputro, 1986. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. Edhy, W.A., J. Pribadi dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central

Pertiwi Bahari: Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton dalam Budidaya Udang. PT. Central Pertiwi Bahari. Tulang Bawang.


(4)

44 Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal.

66-156.

Gunawan. 2012. Pengaruh Perbedaan pH pada Pertumbuhan Mikroalga Klas Chlorophyta. Jurnal Bioscientiae. 9 (2): 62 – 65.

Guzman-Murillo, M. A., Lopez-Bolanos, C. C., Ledesma-Verdejo, T., Roldan-Libenson, G., Cadena-Roa, M. A., Ascensio, F. 2007. Effect of fertilizer-based culture media on the production ofexocellular Polysaccharides and cellular superoxide dismutase by Phaedactylum tricornutum (Bohlin). Journal of Apllied Phycology, v. 19, p. 33-41.

Hudaidah, S., M. Muhaemin dan Rosdinar. 2013. Strategy of Nannochloropsis Againts Environment Starvation: Population Density and Crude Lipid Contents. Maspari Journal. Vol. 5 (2): 64-68.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Erlangga. JakartaErlina, A dan Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara

Laurenco, S. O. 2006. Cultivo de microalgas marinhas : pricipios e aplicacoes. Sao Carlos: Rima.

Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Belgium.

Madigan, M.T.; Martinko, J.M.; Stahl, D.; Clark, D.P. 2010. Brock Biology of Microorganisms (dalam bahasa Inggris) (ed. 13). Boston: Benjamin Cummings.

Meireles, L.A., Guedes, A.C., Malcata, F.X. 2003. Lipid class composition of the microalga Pavlova lutheri : eicosapentaeonoic and docosahexaeonoic acid. Journal of Agricultural and Food Chemistry 51 (8) 2237-2241.

Muhaemin, M. 2005. Kemampuan Pengikatan Metaloprotein Asam Amino Methionin Terhadap Pb pada D. salina. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Muhaemin, M. 2008. The Glutatihione Diurnal Cycling in Dunaliella salina.

Journal of Coastal Development. Vol 12 (1): 41-46.

Muhaemin, M. 2011. Lipid Production of Nanochloropsys under Environmental Stress. Jurnal Penelitian Sains. Vol 14 Nomer 3.

Muhaemin, M., Pratica F., Rosi Dona S., Tri Agustina. 2014. Starvasi Nitrogen dan Pengaruhnya terhadap Biomassa dan Protein total Tetraselmis sp. Maspari Journal. Vol 6 No 2.


(5)

45 Nigam, Subhasha, Monika P.R and Rupali Sharma. 2001. Effect of Nitrogen on Growth and Lipid Content of Chlorela pyrenoidos. American Journal of Biochemistry and Biotechnology. 7(3):126-131

Novotny, V and Olem, H. 1994. Water Quality,Prefention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans ein Hold. New York. 1054p

Otero. A & Jaime Fabregas. 1997. Changes in the Nutrient Composition of Tetraselmis suecica Cultured Semicontinously with Different Nutrient Concentrations and Renewal rates. Aquaculture. 159: 111-123 Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta.UI-Press. 472 hlm.

Resmawati, M.B., E.D. Masithah dan L. Sulmartiwi. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) Terhadap Kepadatan Populasi Spirulina platensis. Journal of Marine and Coastal Science. Vol 1(1): 22–33

Reynolds, C.S. 2006. Ecology of Phytoplankton. Cambridge University Press. New York. 535 hal.

Santos R.L., Tsolis R.M., Baumler A.J. and Adams L.G. 2003. Patogenesis of Salmonella-Induced Enteritis. Brazilian Journal of Medical and Biological Research (2003) 36: 3-12.

Sari, I.P. dan A. Manan. 2012. Pola Pertumbuhan Nannochloropsis oculata pada Kultur Skala Laboratorium, Intermediet, dan Masal. Jurnal Ilmiah

Perikanan dan Kelautan. Vol. 4 (2): 123-127.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supangat. A. 2007. Statistika. Prenada Media Group. Jakarta. Hal 334-350. Sun, X., Li, Q. 2012. Effect of Temporary Starvation on Larval Growth, Survival

and Development of the Sea Cucumber Apostichopus japonicus. Marine Biology Research 8 (8) 771-777

Utting, Susan D. 1985. Influence of Nitrogen Availability on the Biochemical Composition of Three Unicellular Marine Algae of Commercial Importance. Aquacultural Engineering, 4, 175-190.

Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika Edisi ke -3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta


(6)

46 Wikfors, G.H., Twarong, J. W., Jr, Ukeles, R. 1984. Influence of Biochemical

Composition of Algal Food Source on Growth of Jouvenile Oysters, Crassotrea virginica. Biology. Bull., 167 :251-263.

Xin, L., Hong Ying, H., Ke, G., Ying Xue, S. 2010. Effect of Different Nitrogen and Phosporus Concentration on The Growth, Nutrient Uptake and Lipid Accumulation of a Freshwater Microalga Scenedesmus sp. Bioresource Technology 101 (14).5494-5500.

Yanuaris, L.M., R. Kusdarwati dan Kismiyati. 2012. Pengaruh Fermentasi

Actinobacillus sp. pada Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Terhadap Pertumbuhan Nannochloropsis sp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 4 (1): 21-26.