TINJAUAN HISTORIS PENGANGKATAN PRESIDEN SOEKARNO SEBAGAI WALIYY AL-AMR AL-DARURI BI AL-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA TAHUN 1954

(1)

ABSTRAK

TINJAUAN HISTORIS PENGANGKATAN PRESIDEN SOEKARNO SEBAGAI WALIYY AL-AMR AL-DARURI BI AL-SYAUKAH OLEH

NAHDATUL ULAMA TAHUN 1954

Oleh

DESRI JULIANDRI

Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah mahdhoh (spiritual) langsung kepada Allah SWT, melainkan Islam juga mengatur segala aspek kehidupan manusia sehari-hari (muamalah), termasuk didalamnya aspek sosial-politik. Hal inilah yang menjadi dasar bagi ulama Indonesia dalam menyikapi polemik wali hakim dan pemberontakan DI/TII. Untuk menyelesaikan permalasahan ini maka para ulama yang dimotori oleh Menteri Agama mengadakan konferensi alim ulama untuk mengangkat Presiden Soekarno sebagai waliyyul amri dharûrî bisy-syaukah.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Proses, tujuan, dan dampak pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Waliyy Amr Daruri Bi Al-Syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954,. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses, tujuan, dan dampak pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyyul amri dharûrî bisy-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Historis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi, sedangkan untuk menganalisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pengangkatan Presiden Soekarno sebagai Waliyy Al-Amr Al-Daruri Bi Al-Syaukah, tidaklah mudah dikarenakan adanya pertentangan beberapa kelompok keagamaan Islam yang menyatakan pemberian gelar Soekarno tersebut salah dan tidak ada hukum fikihnya, oleh karena itu pemerintah bersama para alim ulama melakukan tiga kali musyawarah alim ulama. konferensi alim ulama pertama dilakukan pada tanggal 12-13 Mei 1952 di Tugu, Jawa Barat dan konferensi alim ulama yang ke dua pada tanggal 4-5 Mei 194-53 di Bogor serta konferensi alim ulama yang ketiga pada tanggal 3-6 Maret 1954 di Cipanas. Tujuan NU mengukuhkan Presiden Soekarno sebagai


(2)

Waliyy Al-Amr Al-Daruri Bi Al-Syaukah adalah agar Presiden Soekarno diakui dan dikukuhkan dengan berlandaskan hukum fikh agar rakyat Indonesia terutama umat Islam wajib mematuhi dan mentaati perintahnya selama tidak menyalahi syariat Islam.

Dampak adanya pengangkatan Presiden Soekarno adalah di patuhinya keputusan Menteri Agama tentang tauliah wali hakim dan ulama-ulama NU bersama-sama dengan rakyat membantu pemerintah dalam menumpas pemberontakan DI/TII.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Desri Juliandri dilahirkan di Rantau Panjang Kecamatan Peninjauan kabupaten OKU Sumatra Selatan pada tanggal 04 juli 1988. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Bakhrudin, A. Ma. Pd. dan Ibu Hj. Rohbah. A. Ma.

Pendidikan Penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 3 Kota Alam dan pada tahun 1997 pindah di MIN Bernah tamat belajar tahun 2000. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Kotabumi dan tamat tahun 2003. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Kotabumi dan tamat tahun 2006.

Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi pada tahun 2007 melalui jalur Non SPMB (Non Reguler) di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan dan pernah menjadi Ketum HIMAPIS periode 2009-2010. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar Lampung.


(8)

MOTO

Bukankah Kami telah melapangkan bagimu dadamu?. Dan kami telah menghilangkan darimu bebanmu. Yang memberati punggungmu. Dan kami tinggikan bagimu sebutanmu?. Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Dan sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka

apabila kamu telah selesai dari suatu amalan, maka bersungguh-sungguhlah dalam mengerjakan amalan lainnya. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya


(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’Alamin, Puji syukur hamba ucapkan kepada Allah SWT

atas rahmat, nikmat serta kasih sayang yang senantiasa tercurahkan kepada hamba.

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ayahanda Bakhrudin dan Ibunda Rohbah yang tidak pernah berhenti berdoa

dan berusaha untuk keberhasilan dan kesuksesanku.

Ayukku Deasy Afrianti, adik-adikku. Aryan Danil Mirza BR dan M. Rido Azmi BR yang selalu memberikan semangat, cinta dan kasih sayang untuk ku

Para pendidikku yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat Almamater Tercinta, Pendidikan Sejarah FKIP Unila


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Historis Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh NU tahun 1954 pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga banyak mendapatkan petunjuk dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M. Thoha B.S. Jaya, M.S, Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si Pembantu dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. H. Iskandar Syah, M.H. Pembantu dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus pembahas


(11)

utama, terima kasih atas segala masukan-masukan dan saran serta nasehat yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Maskun, M.H, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Syaiful M.Si, Pembimbing Pembantu yang telah memberikan segala bimbingan dan motivasinya dalam penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Pendidikan Sejarah, semoga bekal ilmu yang diberikan selama ini kepada penulis dapat bermanfaat dan akan menjadi bekal di masa depan.

9. Kepada keluarga besar Penulis Biksak, Mangsak, Bikngah, Pakngan, Bikcik, Pakcik, dan semua Uwak dan saudara yang tidak bisa disebut satu persatu.

10.Teman-temanku, Dodi, Eka Ganes, Ari, Vakta, Koek, Purwanto, Ardi Erwin, Woko, Wiwit, dan teman teman PPL di SMP N 8 Bandar Lampung terimakasih telah memberikan warna dalam kehidupanku. 11.Bang Can, Bang Soni, Bang Ceri, kak Akhmad yang memberi ide, saran,

kritik dan semangat yang telah kalian berikan. Terimakasih atas semangat


(12)

12.Teman–teman Sejarah angkatan 2007: Riska Fadilah, Erni Oktaviani S.Pd, Nurani S.Pd, Prayogi Wicaksono S.Pd, Wahyu Raman WRP, Ariansyah S.Pd, Nur Apriadi, Yanti SPd, Kustono, Dwi Afriansyah, Evi Kusmiana, Sugesti S.Pd, Devi Liana, Merrita Rossa Pratiwi, Rina Mardiana S.Pd, Apriliyanti S.Pd, M. Fajar Maulana S.Pd, Iin Muchlinda S.Pd, Ceria Fitra S.Pd, Faradia Indratni, Septiana Yanti Lestari, Nunik Alimah, Utami Tri Mulya, Anis Marestiana, Oktaviyanti subing, Vera Oktapiani Sapitri, Iska Rosalia Indah S.Pd, Rahmat Saleh, Dhanu Alesandro, Fahmi Fahlevi S. Pd, Veky Santari, terima kasih untuk kebersamaan yang telah kalian berikan selama kuliah. Kakak tingkat di Sejarah angkatan 2004, 2005, 2006, dan juga adik tingkat angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011 terima kasih untuk kebersamaan selama ini.

13.Dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan semuanya, yang telah memberikan bantuan untuk selesainya skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah memberikan balasan atas semua kebaikan dan pengorbanan semua pihak yang telah membantu penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Maret 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 6

C. Identifikasi Masalah ... 6

D. Pembatasan Masalah ... 6

E. Rumusan Masalah ... 7

F. Kegunaan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. Tinjauan Pustaka ... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Konsep Tinjauan Historis. ... 9

2. Konsep Pengangkatan Soekarno. ... 11

3. Konsep waliyy al-amr al-daruri bi al syaukah ... 14

4. Konsep Nahdathul Ulama ... 16

B. Kerangka Pikir ... 18

C. Paradigma ... 20

III. Metode Penelitian ... 21

A. Metode Yang Digunakan ... 21

B. Variabel Penelitian Dan Definsi Operasional... 25

C. Teknik Pengumpulan Data ... 26

1. Teknik Kepustakaan ... 26

2. Dokumentasi ... 27


(14)

IV. Hasil dan Pembahasan ... 29

A. Hasil Penelitian. ... 29

1. Gambaran umum. ... 29

1.1 Perpolitikan Indonesia Era Tahun 1950-an ... 29

1.2 Dampak Gejolak Politik Indonesia Era Tahun 1950-an ... 32

a. Dampak Dalam Bidang Politik ... 32

b. Dampak Dalam Bidang Keamanan ... 33

1.3 Landasan Ideologis Pemikiran Politik NU ... 34

1.4 Pemikiran NU tentang Ketatanegaraan Indonesia ... 35

2. Fenomena Wali Hakim dan Gerakan DI/TII. ... 40

2.1 Polemik Wali Hakim ... 40

2.2 Gerakan DI/TII ... 41

3. Proses Pengangkatan Soekarno Sebagai waliyy al-amr al-pdaruri bi al syaukah Oleh Nahdlatul Ulama (NU). ... 43

4.1 Konferensi Alim Ulama pertama ... 44

4.2 Konferensi Alim Ulama Kedua ... 45

4.3 Konferensi Alim Ulama Ketiga ... 46

4. Tujuan pengangkatan Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al syaukah ... 48

5. Dampak pengangkatan Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al syaukah. ... 50

B. Pembahasan ... 51

V. Kesimpulan dan Saran ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peraturan Menteri Agama no. 4 Tahun 1952

2. Koran WASPADA hari Selasa 9 maret 1954 NO 2029- tahun ke VIII 3. Koran SINRO Senin 8 Maret 1954 Tahun ke XLIV No. 2491

4. Koran PIKIRAN RAKYAT Senin 8 Maret 1954


(16)

1

I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Islam tidak hanya sebagai sebuah agama yang hanya mengatur ibadah ritual tetapi Islam merupakan sebuah ideologi yang melahirkan aturan-aturan yang mengatur kehidupan manusia yang wajib ditaati oleh umat Islam. Aturan Islam tidak terbatas pada umat Islam saja tetapi untuk seluruh umat karena di dalam Islam diatur juga tentang aktifitas politik. Aktivitas politik Islam akan terwujud hanya dengan adanya kekuasaan politik dalam pemerintahan Islam atau negara Islam.

Hal ini juga terjadi di Indonesia. Yang masyarakatnya mayoritas Islam menginginkan Indonesia sebagai negara Islam. Aktivis muslim dari berbagai organisasi dan perhimpunan pada tahun 1922-1926, mengadakan serangkaian kongres bersama (yang disebut Kongres Al-Islam) untuk membicarakan masalah khilafah. Namun disayangkan terdapat perpecahan dalam Kongres Al-Islam diantara kelompok Muhamadiyah dengan kelompok ulama tradisional, pada tanggal 31 Januari 1926 kelompok ulama tradisional membuat komite tersendiri untuk membicarakan masalah khilafah, komite ini akhirnya memutuskan mengubah diri menjadi sebuah organisasi dengan nama Nahdlatoel Oelama.


(17)

2

Pada muktamar NU ke 11 di Banjarmasin, NU menetapkan bahwa Indonesia yang saat itu yang masih dikuasai pemerintahan Hindia Belanda adalah Daru Islam (negri Islam), pertimbangan NU bahwa masyarakat Islam di kawasan nusantara dapat menjalankan agamanya dan dapat melaksanakan hukum Islam tanpa terusik meskipun secara formal kekuasaan politik berada di tangan Hindia Belanda. Selain itu di dalam sejarahnya Indonesia pernah dikuasai sepenuhnya oleh kerajaan Islam dan sebagian terbesar penduduknya beragama Islam.

Sebagaimana kita ketahui bahwa berdirinya negara RI didahului dengan perdebatan yang sengit tentang dasar negara perdebatan itu terjadi di dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk oleh Jepang bulan April 1945, badan yang beranggotakan 62 orang orang ini diketuai oleh Radjiman Wedyo Diningrat. (Einar Martahan Sitompul, MTh, 1996: 94).

Pertentangan yang tajam di dalam badan penyelidikan itu diselesaikan dengan “kesepakatan kehormatan” yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Piagam ini ditandatangani oleh tokoh terkemuka yang berjumlah sembilan orang (karena itu juga disebut Panitia Sembilan). (Einar Martahan Sitompul, MTh, 1996: 95-96).

Perjuangan ulama-ulama Islam dalam menginginkan Indonesia berlandaskan ideologi Islam tertuang pada BPUPKI. Dalam sidang BPUPKI terjadi perdebatan yang sengit antara wakil-wakil umat Islam dan pemimpin-pemimpin nasionalis, perdebatan itu membicarakan tentang ideologi negara Indonesia yang akan lahir. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan yang beranggotakan Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo, Yamin, A.A. Maramis, Abikusno, Kahar Muzakkar, Salim dan Wahid Hasim menghasilkan piagam Jakarta. Dalam piagam ini, pancasila


(18)

3

diterima sebagai dasar negara, sila pertama diberi anak kalimat pengiring “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya”.

Akan tetapi masyarakat Indonesia di belahan timur merasakan keberatan dan merasakan seperti adanya diskriminasi terhadap pemeluk agama lainnya karena adanya kata Islam dalam pembukaan UUD, maka demi persatuan dan kesatuan negara yang baru merdeka ini, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya maupun di pasal 29 ayat 1 dihapuskan.

Walaupun negara Indonesia telah memprolakmirkan kemerdekaannya tetapi bangsa Indonesia masih menghadapi ancaman penjajahan lagi oleh Belanda karena kedatangan pasukan sekutu ke Indonesia. Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan sekutu, maka NU pada tanggal 22 Oktober 1945 mengeluarkan resolusi jihad, yakni fatwa jihad melawan tentara sekutu Inggris-Belanda dan NICA sebagai djihad fi sabilillah yang hukumnya

farddhu’ain bagi orang yang berjarak dalam radius 94 KM demi tegaknya negara Republik Indonesia merdeka dan agama Islam.

Pengaruh resolusi jihad Nahdatul Oelama 22 Oktober 1945/15 Dzulqaidah 1364, berhasil memobilisasi potensi ulama dari kalangan sabilillah bekerjasama dengan tentara keamanan rakyat (TKR) yang baru dibentuk 5 Oktober 1945/29 Dzulqaidah 1364 dan didukung oleh lascar Hizboellah serta para santri berhasil mematahkan perwira tinggi tentara sekutu dan NICA yang berpengalaman memenangkan perang dunia II. (Ahmad Mansyur Suryanegara, 2012: 209).

Walaupun kata Islam dihapuskan dari UUD dan pancasila semangat perjuangan politik Islam tetap besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di mana


(19)

4

dapat dilihat dengan adanya resolusi jihad NU melawan sekutu, selanjutnya juga dalam muktamar umat Islam di Yogyakarta NU beserta organisasi Islam yang ada di Indonesia membentuk Masyumi. Karena adanya beberapa permasalahan, NU akhirnya keluar dari Partai Masyumi, dan pada tahun 1952 menjadi organisasi partai politik.

Semula keterikatan NU dalam Masyumi masih dapat dipertahankan meskipun PSII telah keluar akan tetapi dengan demikian peristiwa ini ibarat menyulut api dalam sekam. Ketidakmampuan pemimpin Masyumi melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi antara sesama kawan, mempercepat api perpecahan. Ketika awal kemerdekaan perselisihan dapat ditekan tidak muncul kepermukaan, tetapi serentak dengan adanya kesempatan memperoleh distribusi kekuasaan politik, perpecahan pun timbul.(M. Ali Haidar. 1994: 104)

Setelah menjadi partai politik NU harus menghadapi tantangan berat, yaitu makin meluasnya pemberontakan Darul Islam atau Tentara Islam Indonesia yang biasa disingkat DI/TII di bawah pimpinan S.M. Kartosuwiryo, yang bermula dan berpusat di Jawa Barat, tempat Negara Islam Indonesia (NII) diproklamasikan pada tanggal 7 Agustus 1949, gerakan ini kemudian menyebar ke bagian-bagian Jawa Tengah, Kalimantan, Sulawesi dan Aceh.

Pemberontakan Darul Islam (DI) ini bukan hanya membahayakan kesatuan negara dan merupakan ancaman yang serius terhadap negara yang sedang belajar mengisi kemerdekaan tetapi juga membahayakan masa depan Islam di negara Republik Indonesia karena mengatasnamakan agama Islam. Apalagi Kartosuwiryo mengangkat dirinya sebagai kepala Negara Islam Indonesia (NII), maka kedudukan Presiden Soekarno bisa goyah di mata umat Islam. Hal itu mendorong


(20)

5

K.H. Masjkur mengundang para ulama dari seluruh Indonesia untuk memberi kata putus tentang kedudukan Presiden Soekarno dalam pandangan keagamaan Islam. Di sisi lain Presiden Republik Indonesia Soekarno harus mengangkat pegawai-pegawai yang menangani urusan-urusan yang langsung berkaitan dengan masalah keagamaan seperti wakaf, waris, pernikahan dan lain-lain sedangkan dalam pandangan ulama di Indonesia urusan-urusan itu harus dilakukan oleh pejabat yang berwenang yang diangkat oleh kekuasaan yang sah dilihat dari hukum.

Ketentuan hukum Syara’ agama Islam yang telah ditetapkaan menyatakan apabila

wanita tidak mempunyai wali nasab ayah kandung, saudara kandung, saudara seayah dan paman dari pihak ayah maka nikahnya dapat dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam arti tidak mempunyai wali termasuk juga apabila wali nasabnya berada ditempat jauh jarak yang membolehkan sholat qasar/jamak, atau sedang menjalani hukuman, atau menolak (tidak mau menikahkan) maka nikahnya wanita tersebut dapat dilangsungkan oleh wali hakim yang diangkat atau ditunjuk oleh raja atau sultan yang sedang berkuasa atau sedang memerintah.

Akan tetapi Republik Indonesia tidak mempunyai raja atau sultan, tetapi presiden republik, inilah yang membuat rakyat yang beragama Islam resah dan kebingungan. Untuk menjawab kebingungan ini maka diadakannya Konfrensi Alim Ulama di Cipanas tahun 1954 yang dimotori oleh menteri agama dan ulama-ulama NU yang mengangkat Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruribi al-syaukah.


(21)

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat kita identifikasi masalah sebagai berikut.

1. Proses pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

2. Tujuan pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954

3. Dampak pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954

C.Pembatasan Masalah

Penulis tidak membatasi masalah dari identifikasi masalah dikarenakan identifikasi masalah diambil sebagai masalah penulis.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identitas, dan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954?

2. Apakah tujuan pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954?


(22)

7

3. Bagaimana dampak pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954?

E.Tujuan Penelitian

Secara teoritis tujuan penelitian ini adalah.

1. Mengetahui proses pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

2. Mengetahui tujuan pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

3. Mengetahui dampak pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

F.Kegunaan Penelitian

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan dan informasi bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah oleh Nahdatul Ulama tahun 1954.

b. Sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran Sejarah di SMA kelas XII IPS semester I pada sub pokok bahasan demokrasi liberal di Indonesia.


(23)

8

G.Ruang Lingkup Penelitian

Objek Penelitian : Pengangkatan waliyy al-amr al-daruri bi al syaukah

oleh Nahdatul Ulama.

Subjek Penelitian : Nahdatul Ulama

Tempat Penelitian : Perpustakaan Daerah Lampung dan Perpustakaan Universitas Lampung

Waktu Penelitian : Tahun 2012 Temporal : Tahun 1954 Bidang Ilmu : Sejarah


(24)

9

Referensi

Einar Martahan Sitompul. 1996. NU dan Pancasila. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 94

Einar Martahan Sitompul. Ibid. Halaman 95-96

Ahmad Mansur Suryanegara. 2012. API sejarah 2. Bandung: PT Grafindo Media Pratama. Halaman 209


(25)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Pustaka.

Pada saat proses penulisan laporan ini, penulis memerlukan suatu hal yang berkaitan dengan sumber-sumber yang berkaitan dengan judul penelitian. Dalam penulisan ini memerlukan penjabaran dari bahan-bahan atau sumber-sumber yang diambil sesuai dengan judul penelitian. Oleh sebab itu, penulis menjabarkan tinjauan pustaka, yaitu :

1.Konsep Tinjauan Historis

Menurut definisi yang paling umum, kata history berarti “masa lampau umat manusia. Sedangkan sejarah menurut bahasa Jerman adalah Geschichte, yang berasal dari kata genschehen yang berarti Terjadi” (Nugroho Notosusanto, 184: 28). Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata Historis dikenal dengan istilah sejarah. “

Sejarah (historis) adalah peristiwa yang pernah terjadi dan kebenarannya dapat dibuktikan. Untuk memahami dan mengetahui kebenaran dari fakta-fakta sejarah maka perlu dikemukakan pengertian sejarah menurut pendapat ahli. Sejarah adalah gambaran masa lampau tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberikan pengertian tentang yang telah berlalu itu (Sidi Gazalba, 1987:13).

Sedangkan menurut Hugiono sejarah adalah gambaran tentang peristiwa-peristiwa masa lampau yang dialami oleh manusia, disusun secara ilmiah,


(26)

10

meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka sejarah adalah satu ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa masa lampau yang dilakukan manusia dan ditulis secara kritis dan sistematis yang digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kebijakan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinjauan historis memiliki pengertian sebagai suatu bentuk penyelidikan ataupun penelitian terhadap gejala peristiwa masa lampau manusia baik individu maupun kelompok beserta lingkungannya yang ditulis secara ilmiah, kritis dan sistematis meliputi urutan fakta dan masa kejadian peristiwa yang telah berlalu itu (kronologis), dengan tafsiran dan penjelasan yang mendukung serta memberi pengertian terhadap gejala peristiwa tersebut.

Dalam mempelajari sejarah, ada beberapa manfaat dan kegunaannya. Menurut Nugroho Notosusanto, kegunaan sejarah ada tiga yaitu :

1. Memberi pelajaran (edukatif), bahwa kita dapat belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau yang dapat dijadikan pelajaran sehingga hal-hal buruk dapat dihindari.

2. Memberi ilham (inspiratif), bahwa tindakan kepahlawanan dan peristiwa-peristiwa di masa lampau dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan sekarang. Peristiwa-peristiwa yang benar akan memberi ilham yang besar pula.

3. Memberi kesenangan (rekreatif), bahwa kita bisa terpesona olehkisah yang baik, sebagaimana kita bisa terpesona oleh sebuah roman yang bagus dengan sedihnya kita berhasil mengangkat seni. (Notosusanto, 1984: 30).


(27)

11

Berdasarkan beberapa konsep diatas, perlu dikemukakan juga bahwa manfaat mempelajari sejarah adalah agar kita dapat mengetahui peristiwa masa lampau yang dilakukan manusia yang menjadi inspirasi dan acuan untuk melakukan tindakan yang bijaksana pada masa sekarang dan yang akan datang.

Jadi, yang dimaksud dengan tinjauan historis adalah suatu penelitian dengan meninjau kembali kejadian-kejadian dimasa lampau dengan melalui dokumen-dokumen, arsip atau benda peninggalan yang merupakan bukti autentik peristiwa di masa lampau.

2.Konsep Pengangkatan Presiden Soekarno

Soekarno lahir 6 Juni 1901 di Blitar dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur.

Pada usia 14 tahun, Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) Di Surabaya, Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925.

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung . Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Akibat aktivitas politiknya Soekarno beberapakali diasingkan


(28)

12

oleh Belanda dan baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), Soekarno ikut dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI. Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadilah Peristiwa Rengasdengklok, yaitu pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta oleh kelompok pemuda yang menginginkan disegerakannya kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya Bung Karno menolak, akan tetapi setelah dibujuk oleh kelompok muda akhirnya disepakati proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden dikukuhkan oleh KNIP. Presiden Soekarno adalah presiden pertama Indonesia yang juga pada tahun 1954 diangkat sebagai waliyy amr daruribi al-syaukah yaitu pemimpin yang wajib ditaati dan dipatuhi oleh umat Islam selama tidak menyalahi syariat Islam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengangkatan adalah proses, cara, perbuatan mengangkat, ketetapan atau penetapan menjadi pegawai (naik pangkat). (Hasan Alwi, 2007: 52 ).


(29)

13

Dari konsep di atas dapat disimpulakan bahwa pengangkatan sama dengan proses ataupun menetapkan seseorang pada sebuah jabatan yaitu menetapkan Presiden Soekarno sebgai pemimpin yang wajib dipatuhi dan ditaati oleh umat Islam selama tidak menyalahi syariat Islam. Sedangkan secara teknis pemilihan pemimpin ada tiga cara, pertama pemilihan pemimpin berdasarkan wasiat, kedua pemilihan pemimpin berdasarkan pemilihan ahl al-hall wa al-‘aqd, ketiga pemilihan pemimpin berdasarkan dukungan dari kekuatan rakyat. Sedangkan menurut Arsjad Lubis tahun 1987 yang dikutip oleh M. Ali Haidar mengatakan bahwa tata cara pengangkatan kepala negara ada tiga cara. Yaitu.

Dengan cara bai’ah, yaitu pernyataan persetujuan atau kesetiaan dari ahl al-hall wa al-‘aqd (orang orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat) terhadap seseorang yang disepakati untuk diangkat menjadi imam. Istikhlaf, yaitu penetapan imam sebelumnya yang masih hidup terhadap seseorang untuk menggantikannya setelah dia meninggal. Istila’ pengangkatan imam dengan cara meliter dan paksaan. Imam yang diangkat dengan cara bai’ah atau istikhlaf disebut walyy al amr. Sementara yang memperoleh jabatan dengan cara yang ketiga disebut waliyy al-amr bi al syaukah. (M. Ali Haidar,1994: 275-276).

Proses ataupun cara pengangkatan ada tiga yaitu dengan bay’at, istikhlaf dan Istila’, dari ketiga itu terbagi menjadi dua, cara bay’at dan istikhlaf disebut walyy al amr sedangkan cara pengangkatan yang menggunakan cara Istila’ disebut waliyy al-amr bi al syaukah oleh karena itu dari konsep di atas dapat disimpulan bahwa pengangkatan Soekarno adalah proses pengangkatan imam atau sebagai kepala negara dalam bidang kenegaraan dan keagamaan oleh karena itu umat Islam wajib mentaati dan mematuhinya.


(30)

14

3.Konsep waliyy al-amr al-darûrî bi al syaukah.

Menurut KH. Wahab Hasbullah dalam pidatonya yang berjudul Walijjul Amri Bissjaukah di parlemen tanggal 29 Maret 1954 mengatakan:

Dalam hukum Islam yang pedomannya adalah Al-Quran dan Hadist, maka di dalam agama Islam Ahlusunnah Waldjamaah yang telah berlaku selama 12 abad di dunia Islam, di situ ada tercantum empat hal tentang

imam a’dhom dalam Islam yaitu bahwa imam a’dhom di seluruh dunia

Islam itu hanya ada satu. Seluruh dunia Islam yaitu Indonesia, Pakistan, Mesir, Arabia, Irak, mufakat mengangkat hanya satu imam. Itulah baru imam yang sah, yaitu bukan imam yang darurat. Sedang orang yang dipilih atau diangkat itu harus orang yang memiliki atau mempunyai pengetahuan Islam yang semartabat mudjtahid mutlak. Orang jang demikian ini sudah tidak ada dari semenjak 700 tahun sampai sekarang.( http://jombang.nu.or.id/kh-wahab-chasbullah-nu-dan-khilafah-sebuah-koreksi/ diakses pada tanggal 1 November 2013)

Kemudian dalam keterangan dalam bab yang kedua, KH Wahab juga menjelaskan:

bilamana ummat dalam dunia Islam tidak mampu membentuk Imam A’dhom yang sedemikian kwalitasnya, maka wajib atas umat Islam di masing- masing negara mengangkat Imam yang darurat. Semua Imam

yang diangkat dalam keadaan darurat adalah Imam daruri……..Baik

Imam A’dhom maupun daruri, seperti Bung Karno misalnya, bisa kita anggap sah sebagai pemegang kekuasaan negara, ialah Walijjul Amri.” ( http://jombang.nu.or.id/kh-wahab-chasbullah-nu-dan-khilafah-sebuah-koreksi/ diakses pada tanggal 1 November 2013)

Sedangkan menurut Arsjad Lubis tahun 1987 yang dikutip oleh M Ali Haidar konsep waliyy al-amr bi al syaukah .adalah

Kepala negara yang berkuasa dipatuhi dan perintahnya ditaati, meskipun negaranya tidak berdasar Islam disebut zu syaukah. Tentang kategori daruri, adalah apabila tidak ada imam yang muncukupi syarat sedangkan umat Islam memerlukan imam, maka imam yang tidak memenuhi syarat itu diterima mengingat kebutuhan. (M Ali Haidar,1994: 275-276)


(31)

15

Sedangkan menurut H. Sulaiman Arrasuli meralat redaksi konfrensi

terdahulu yang tertulis sebelumnya yaitu “waliyy al-amr al-darûrî bi zu

syaukah diralat menjadi bi al syaukah (bisysyaukah) sebab kata zu syaukah dalam referensi fikih yang berarti kepala negara yang kafir, sedangkan kepala negara dan perdana menteri saat itu seorang muslim. Istilah fiqih yang dipakai untuk menunjuk seorang imam yang muslim pada negara yang belum memenuhi syarat sebagai negara menurut hukum Islam adalah waliyy al-amr al-darûrî bi al syaukah”. (M. Ali Haidar, 1994: 269)

Dari pidato KH. Wahab dan konsep di atas dapat ditarik pemahaman. Pertama, bahwa mengangkat kepemimpinan tunggal dalam dunia Islam baik yang disebut dengan imamah maupun khilafah sudah tidak mungkin lagi karena syarat seorang imam yang setingkat mujtahid mutlak menurut KH. Wahab sudah tidak ada lagi semenjak 700 tahun sampai sekarang. Kedua, dari pidato tersebut juga dapat ditarik kesimpulan bahwa presiden Indonesia berikut NKRI adalah sah secara hukum Islam. Presiden Soekarno sebagai kepala negara harus dipatuhi oleh umat Islam.

Untuk menjadi seorang pemimpin ada beberapa syarat yang harus dipenuhi calon pemimpin menurut Ketum GP Ansor Nusron Wahid.

Ada sejumlah persyaratan pemimpin yang diatur dalam agama Islam. Antara lain harus melindungi dan memuliakan rakyat. Jadi syarat pemimpin itu melindungi, memuliakan dan tidak menyakiti rakyat. Kemudian ahli manajemen dan tahu apa yang harus dilakukan.( detikNews: Senin, 14/01/2013 14:29 WIB)

Konsep di Al-Quran tentang bagaimana hakikat sifat yang wajib dimiliki oleh tiap pimpinan dijelaskan secara rinci, adapun ayat-ayat yang menyebutkan sifat yang harus dimiliki adalah:


(32)

16

1. Berpengalaman luas, kreatif, inisiatif, peka, lapang dada, selalu tanggap (QS. Al-Mujadalah: 11).

2. Bertindak adil, jujur dan konsekuen (QS. An-Nisa: 58). 3. Bertanggungjawab (QS. Al-An’am: 164).

4. Selektif terhadap informasi (QS. Al-Hujarat 16). 5. Memberikan peringatan (QS. Al-Adz Zariat: 164).

6. Memberikan petunjuk dan pengarahan (QS. As-Sajadaha: 24). 7. Musyawarah (Ali Imron: 159).

(DR. AM. Saefudin. 1996: 159)

Seorang pemimpin harus dapat melindungi warganya baik secara keamanan

maupun perlindungan hukum terhadap warganya dan mensejahterakan dan memuliakan dan tidak bertindak semena-mena terhadap rakyatnya karena untuk menjadi pemimpin yang baik harus berlaku adil terhadap rakyatnya jangan menjadi pemimpin yang zholim. Pemimpin harus dapat membuat perencanaan dan mengungkapkan strategi. Ia harus harus pandai mendefinisikan realita dan mencari permasalahannya ia pun tau bagaimana mendelegasikan tugas dengan baik, tidak mengerjakan semuanya sendirian dan dapat bertindak tegas dan tau apa yang harus dilakukan.

4.Konsep Nahdatul Ulama.

Setelah Perang Dunia I berakhir pada 1918, mulai dipersoalkan masalah kekhalifahan oleh kaum nasionalis Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. Akhirnya, pada tahun1922, Majelis Rakyat Turki menghapus kekuasaan Sultan Abdul Majid dan menjadikan Turki sebagai republik. Dua tahun kemudian Majelis menghapuskan Lembaga Khilafat.

Perkembangan politik di Turki tersebut ternyata cukup membuat bingung dunia Islam. Ada di antara para pemimpin Islam yang kemudian mulai berpikir untuk


(33)

17

membentuk khilafat baru yaitu di Mesir dan di Arab Saudi. Untuk berpartisipasi dalam kongres tersebut, pada tanggal 4 Oktober 1924 sejumlah ormas Islam membentuk Komite Khilafat di Surabaya. Komite itu diketuai oleh Wondoamiseno (Sarekat Islam), dengan K.H.A. Wahab Chasbullah (kalangan pesantren) sebagai wakil. Dalam Kongres Al-Islam III di Surabaya, Desember 1924, antara lain diputuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafat di Kairo, yang beranggotakan Suryopranoto (Sarekat Islam), A.R. Fachruddin (Muhammadiyah), dan K.H. Wahab Chasbullah (pesantren). Ternyata Kongres Khilafat di Kairo ditunda dan perhatian segera beralih ke Arab Saudi.

Pada 21-27 Agustus 1925, digelar Kongres Al-Islam IV di Yogyakarta. Salah satu agendanya ialah membahas undangan Raja Ibnu Saud kepada umat Islam Indonesia untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Makkah. Undangan itu juga dibahas dalam Kongres Al-Islam V di Bandung, 5 Februari 1926. Dalam kedua kongres tersebut, kaum muslim modernis, seperti Muhammadiyah dan Sarekat Islam, sangat mendominasi.

Bahkan sebelumnya, 8-10 Januari 1926, mereka juga sudah menggelar pertemuan tersendiri. Dalam pertemuan tersebut diputuskan mengirim H.O.S. Tjokroaminoto (Sarekat Islam) dan K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah) untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Makkah. Keputusan itu kemudian diperkuat dalam Kongres Al-Islam V di Bandung. K.H.A. Wahab Chasbullah, yang mewakili komunitas kiai dan pesantren, seperti tersingkir dari arena kongres. Walaupun merasa terpojok kelompok tradisi masih mau menerima


(34)

18

dengan syarat mereka menitipkan usul kepada delegasi yang berangkat meminta Raja Ibnu Saud tetap menghormati tradisi keagamaan yang berlaku di sana dan ajaran mahdzab yang dianut masarakat Islam setempat. Tetapi usul ini ditolak atas saran KH Hasyim Asyari, K.H.A. Wahab Chasbullah dan kawan kawannya keluar dari komite khilafat. Pada tanggal 31 Januari 1926 para ulama se-Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya yaitu kediaman K.H.A. Wahab Chasbullah dimana dalam pertemuan itu memutuskan, mengirim delegasi yang terdiri dari K.H. Wahab Hasbullah dan Syekh Ahmad Ghunaim Al-Mishri untuk menghadiri Kongres Islam se-Dunia di Mekkah sekaligus menemui Raja Ibnu Saud. Mereka membawa pesan para ulama agar Ibnu Saud menghormati ajaran mazhab empat dan memberikan kebebasan dalam menunaikan ibadah. Dalam jawaban tertulisnya, Ibnu Saud hanya menyatakan akan menjamin dan menghormati ajaran empat mazhab dan paham Ahlusunnah wal Jama’ah.

Pertemuan para ulama di Surabaya itu juga menyepakati pembentukan sebuah

jam’iyah sebagai wadah para ulama dalam memimpin umat menuju terciptanya

izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin). Jam’iyah itu diberi nama Nahdlatoel Oelama (kebangkitan kaum ulama)

B.Kerangka Pikir.

Agama Islam adalah agama yang kompleks mengatur segala segi aspek kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya mengatur tata cara kehidupan spiritual dan kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar bagi ulama Indonesia dalam menyikapi permasalahan waliyyul amri (pemimpin)


(35)

19

berkenaan dengan permasalahan waliyyul amri yang wajib ditaati dan dipatuhi umat Islam, seorang waliyyul amri haruslah memenuhi syarat dan Soekarno pada saat itu menjabat sebagai presiden diragukan kepemimpinannya bagi umat islam oleh sebagian kelompok atau organisasi Islam.

Namun disisi lain perlu adanya waliyyul amri yang mengatur tauliah wali hakim bagi mereka yang tidak memiliki wali nikah sebagaimana ketentuan

hukum syara’ agama Islam ditetapkan, apabila seorang wanita tidak

mempunyai wali nasab ayah kandung, saudara kandung, saudara seayah dan paman dari pihak ayah maka nikahnya dapat dilangsungkan oleh wali hakim. Dalam arti tidak mempunyai wali termasuk juga apabila wali nasabnya berada di tempat jauh pada jarak yang membolehkan shalat qasar/jamak, atau sedang menjalani hukuman, atau menolak (tidak mau menikahkan) maka nikahnya wanita tersebut dapat dilangsungkan oleh wali hakim yang diangkat atau ditunjuk oleh raja atau sultan yang sedang berkuasa atau sedang memerintah.

Untuk menjawab kebingungan ini maka diadakannya konferensi alim ulama di Cipanas tahun 1954 yang dimotori oleh Menteri Agama dan ulama-ulama NU yang mengangkat Presiden Soekarno sebagai waliyy amr daruri bi al-syaukah.


(36)

20

C. Paradigma Penelitian.

Keterangan :

: Garis sebab

: Garis Proses

PEMBERONTAKAN

DI/TII PERMASALAHAN WALI

HAKIM

Pengangkatan Presiden

Soekarno sebagai waliyy al-amr al-darûrî bi al-syaukah

Proses Pengangkatan

Presiden Soekarno sebagai waliyy amr darûrî bi

al-syaukah

Tujuan Pengangkatan

Presiden Soekarno sebagai waliyy amr darûrî bi

al-syaukah Dampak Pengangkatan

Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-darûrî bi


(37)

20

Referensi

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu Pengalaman). Jakarta: Inti Idayu Press. Halaman 28

Sidi Gazalba,. 1987, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara, Halaman 13

Nugroho Notosusanto.1984. Op. cit. Halaman 30

Hasan Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 52

M. Ali Haidar. 1994. Nahdatul Ulama Dan Islam Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 276

Ainur Rofiq Al-Amin-terdapat pada alamat-http://jombang.nu.or.id/kh-wahab-chasbullah-nu-dan-khilafah-sebuah-koreksi/-diakses pada tanggal 1 November 2013

M. Ali Haidar. 1994. Op. cit Halaman 275-276 M. Ali Haidar. 1994. Ibid Halaman 269

Sutrisno Elvan Dany. Terdapat pada alamat

http://news.detik.com/read/2013/01/14/142954/2141522/10/ketum-gp-ansor Detiknews- di akses Senin, 14/01/2013 14:29 WIB.

DR. A. M. Saefudin. 1996. Ijtihad Politik Cendikiawan Muslim. Jakarta: Gema Insani press.


(38)

21

III METODE PENELITIAN

A. Metode Yang Digunakan

Metode merupakan cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan sebaik-baiknya untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan kebenaran peneliti. Seperti yang dikemukakan oleh Husin Sayuti metode adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kerja atau jalan untuk memahami suatu obyek yang mengenai sasaran ilmu yang bersangkutan. (Husin, 1989: 32).

Suatu penelitian akan menghasilkan sesuatu yang baik apabila didukung oleh metode yang baik pula, dan setiap peneliti memiliki metode yang berbeda-beda. Metode yang digunakan biasanya berkaitan dengan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian, seperti yang dikemukakan Winarno Surachmad bahwa metode adalah cara utama untuk mencapai suatu tujuan, misalnya menguji serangkaian hipotesis dengan cara-cara tertentu. (Winarno, 1989; 121).

1.Metode Deskriptif Historis

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif historis, penelitian yang dilakukan hanya bersifat menggambarkan dari peristiwa sejarah yang terjadi lalu, dengan tanpa menganalisis data secara mendalam. Metode ini penulis gunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai bahwa penelitian ini bertujuan


(39)

22

mendeskripsikan peristiwa Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah pada tahun 1954. Adapun langkah yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah langkah-langkah penelitian historis. Oleh karena itu perlu penulis kemukakan beberapa definisi metode historis.

Hugiono mengatakan bahwa metode historis adalah proses mengkaji kebenaran rekaman dan peninggala-peninggalan masa lampau serta menganalisis secara kritis. (Hugiono, 1987: 25 ) sedangkan menurut Hadari Nawawi metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memenuhi suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, sekarang atau yang akan datang. (Hadari, 1991: 65).

Berpatokan pada pendapat di atas yang telah dikemukakan, dapat diberi penjelasan bahwa pengertian metode historis adalah suatu yang dilakukan oleh peneliti untuk mencari suatu fakta yang benar dalam sebuah penelitian masa lampau baik itu berupa tulisan atau dokumen atau rekaman tentang peristiwa masa lalu yang dianalisis dan diuji kebenarannya.

Seorang tokoh sejarawan Indonesia, Nugroho Notosusanto, mengemukakan bahwa metode historis mempunyai langkah-langkah dalam tahap pelaksanaan, yaitu :

1. Heuristik : Kegiatan menghimpun jejak masa lampau.

2. Kritik : Penyelidikan kesejatian jejak, baik bentuk maupun

isinya.

3. Interpretasi : Menetapkan makna yang saling berhubungan dan fakta-fakta yang diperoleh.


(40)

23

kisah. (Notosusanto, 1984. 36 ). 1. Heuristik

Istilah Heuristik berasal dari bahasa Yunani “Heuricain” yang berarti mencari (Hugiono, 1987: 30). Louis Gotschalk mengatakan dalam bahasa Inggris “to find” (mencari) yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dulu baru menemukan. (Gotschalk, 1986: 11).

Maksudnya dalam rangka mengadakan penelitian tentang suatu masalah, hendaklah mencari atau mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dari sumber yang telah ada maka terdapatlah perbedaan pada masing-masing sumber, langkah ini belum sepenuhnya penulis lakukan untuk mencari sumber yang valid yang berasal dari berbagai lokasi. Langkah ini dibantu dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik perputakaan dan dokumentasi. Perpustakaan atau tempat-tempat lain seperti toko buku dan koleksi milik pribadi. 2. Kritik

Kritik dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kevalidan sumber, baik dari sisi luar maupun dari sisi dalam. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba sebagai berikut :

“Kritik luar berusaha memastikan kesejatian hubungan antara bahan–bahan itu, dari siapa, dan untuk apa dibuat. Apakah bahan tersebut mengenai dokumen, diteliti pula apakah itu asli atau turunan. Kritik dalam berusaha memastikan peristiwa yang dinyatakan dalam bahan. Apakah hubungannya, misalnya antara dokumen dan fakta atau peristiwa yang diterangkan dapat memberi keterangan dokumen yang ada.” (Gazalba, 1981: 115).


(41)

24

Dalam tahap kedua ini dilakukan pengujian terhadap literature pokok, kemudian diteliti dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya, apakah data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya serta dapat digunakan dalam penulisan ini. Oleh karena itu sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan adalah literatur yang berkaitan dengan masalah Pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al-syaukah pada tahun 1954, yang menjadi obyek penelitian ini.

3. Interpretasi

Proses menginterpretasikan data telah diberikan kritik perlu dilakukan proses yang lain yaitu mempersatukan dan meyampaikan pesan agar dapat dipahami, yang mencakup tiga hal: mengatakan, menerangkan, dan menterjemahkan. Dalam langkah ini penulis melakukan penilaian-penilaian terhadap data yang ada secara teliti yang dimaksudkan agar dalam penulisan tidak terdapat kerancuan atau kekeliruan yang fatal terhadap data yang diperoleh.

4. Historiografi

Langkah ini merupakan usaha merekonstruksi dari masa lampau berdasarkan fakta yang diperoleh setelah melakukan ketiga proses diatas. Louis Gostchalk mengemukakan bahwa Histiografi adalah proses penulisan sejarah yakni menyatukan di dalam sejarah unsure-unsur yang diperoleh dari rekaman melalui penerapan yang seksama daripada metode sejarah. (Gotschalk, 1986 : 143)

Dalam penelitian yang akan dilakukan penulis mencoba merekonstruksi dari peristiwa pengangkatan Presiden Soekarno sebagai waliyy amr daruri bi


(42)

al-25

syaukah pada tahun 1954, yang bersumber pada dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan yang telah penulis adakan heuristik, kritik, dan interpretasi. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam penulisan sejarah banyak sekali yang kurang tepat atau masih rancu. Ini semua disebabkan karena dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan data atau sumber primer sebagai acauan penulisan, tetapi sumber sekunder.

B.Variabel Penelitian

Suatu variabel terdiri dari satu atau lebih gejala yang mungkin terjadi dari beberapa aspek yang tidak dapat dipisahkan. Aspek atau fungsi tersebut menentukan fungsi variabel sehingga salah satu diantaranya pada variabel yang memiliki lebih dari satu aspek akan mempengaruhi fungsinya terhadap masalah yang akan diselidiki. Pada awal perencanaan kegiatan secara jelas menunjukkan bahwa variabel-variabel yang ada harus dipisahkan untuk membedakan perubahan yang ada. Hal ini bertujuan sebagai strategi untuk memudahkan melihat perbedaan-perbedaan yang mungkin dapat kabur.

Variable adalah obyek penelitian atau apa saja yang menjadi inti perhatian suatu penelitian. (Arikunto, 1989; 78). Menurut Sutrisno Hadi, variable adalah gejala– gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun dalam tingkatannya.(Hadi, 1974: 260).

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis dapat diberi penjelasan bahwa yang dimaksud dengan variabel penelitian adalah suatu yang menjadi obyek suatu penelitian termasuk gejala yang menunjukan variasi–variasi dalam jenis maupun


(43)

26

dalam tingkatannya. Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel tunggal, dan sebagai variabel yaitu pengangkatan Presiden Soekarno Sebagai waliyy al-amr al-daruri bi al syaukah Oleh Nahdatul Ulama Tahun 1954

C.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Teknik Kepustakaan

Menurut Koentjaraningrat studi pustaka adalah suatu cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di ruangan perpustakaan, misalnya koran, catatan-catatan, kisah-kisah sejarah, dokumen, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian. (Koentjaraningrat, 1997: 8).

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari buku–buku untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kegiatan yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data dengan teknik kepustakaan adalah memehami sistem yang digunakan agar mudah ditemukan buku-buku yang dapat menunjang dan berkaitan erat dengan penelitian yang sedang dibahas.


(44)

27

2. Teknik Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, majalah, surat kabar, agenda, dan sebagainya. (Suharsimi Arikunto, 1989: 188).

Jadi dalam pengumpulan data peneliti tidak terbatas pada literatur-literatur ilmiah, tetapi bisa merujuk pada sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

D.Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu data yang berupa fenomena-fenomena yang terjadi yang dikumpulkan dalam bentuk laporan dan karangan para sejarahwan sehingga memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian. Agar dapat mengungkapkan pokok permasalahan dan menganalisis pokok masalah yang terdapat dalam rumusan masalah, sehingga menjadi karya ilmiah yang sesuai dengan fakta dan layak dipertanggungjawabkan, maka penulis melakukan tahapan-tahapan dalam proses analisis data kualitatif, seperti menurut Miles dan Huberman meliputi :

1. Reduksi data yaitu sebuah proses pemulihan, pemuatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan di lapangan. Yang dilakukan peneliti dalam proses reduksi data adalah membuat analisis yang tajam, menggolongkan, mengarahkan, serta membuang yang tidak perlu serta mengorganisasi data sampai akhirnya bisa menarik sebuah kesimpulan.


(45)

28

2. Verifikasi data yaitu penulis menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah semua makna-makna yang muncul dari data sudah diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaan dan kebenarannya. 3. Penyajian data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi

tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan, dan pengambilan tindakan. Dalam tahap penyajian data, peneliti mencoba untuk menyajikan data tersebut agar mudah dipahami apa yang terjadi dan yang harus dilakukan. Sehingga tindakan yang diambil sesuai dengan pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

(Miles dan Huberman, 1992: 28)

Penggunaan teknik analisis data kualitatif di atas, telah membantu penulis untuk mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dari tindakan pelaku sejarah sebagai pisau analisa. Data-data yang sudah diuji kebenarannya akan mudah dipahami, sebagai kumpulan informasi tersusun membantu dalam penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.


(46)

29

Referensi

Husin Sayuti. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Jakarta: Fajar agung. Halaman 32 Winarno Surahcmad. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan Teknik.

Bandung. Halaman 121

Hugiono P.K. Poerwantana. 1987, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina Aksara, Halaman 25

Hadari Nawawi. 1993, Metode Penelitian. Jakarta: Idayu Perss, Halaman 65

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Jakarta: Inti Idayu Press. Halaman 36

Louis Gotschalk. 1986, Mengerti sejarah. Jakarta: Yayasan Penerbit UI. Halaman 11

Sidi Gazalba. 1981, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara, Halaman 115

Louis Gotschalk. 1986. Op. cit, Halaman 143

Suharsimi Arikunto. 1989. Proses Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Bandung: Bina Aksara, Halaman 78

Sutrisno Hadi. Metodologi Research. Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM. Halaman 260

Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Halaman 8

Suharsimi Arikunto. 1989. Op. cit. Halaman 188

Mathew G Milles dan Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif

(terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta: Bhatara karya Aksara, Halaman 28


(47)

55

V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan.

Berdasarkan rumusan masalah dan penelusuran historis yang peneliti lakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Proses pengangkatan Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah oleh NU adalah proses yang panjang dan dan tidak mudah. Berawal pada muktamarnya NU ke-15 yang diselenggarakan bulan Juni 1942 (muktamar terakhir masa kolonial Belanda) dan semakin menguat setelah ditetapkannya kebijakan Menteri Agama tentang tauliyah wali hakim bagi wanita yang tidak memiliki walih nikah untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa dan Madura pada tahun 1952. Selanjutnya dikuatkan oleh Konferensi Alim Ulama pertama pada tanggal 12-13 Mei 1952 di Tugu, konferensi kedua dilakukan Menteri Agama dengan para Alim Ulama pada tanggal 4-5 Mei 1953 di Bogor dan dipertegas kembali pada tanggal 3-6 Maret 1954 di Cipanas, Bogor konferensi ketiga. Ke putusan ini dikuatkan lagi oleh musyawarah dekan-dekan IAIN di bawah pimpinan Prof. R.H.A. Soenarjo (tokoh NU) di Purwokerto pada 6-7 Oktober 1962.


(48)

56

2) Tujuan NU memberikan gelar Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah adalah untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan nasional antara Kartosuwiryo yang mengaku dirinya sebagai imam umat Islam dengan gerakan DI/TII-nya dan Presiden Soekarno pada pihak lain. Pengangkatan beliau lebih didasarkan karena kekuatan beliau (syaukah), bukan atas kualitas keagamaannya, sikap ini bertujuan agar kepresidenannya tidak saja kokoh secara konstitusinal tetapi juga kokoh secara spiritual-keagamaan, sehingga umat Islam wajib taat kepadanya.

3) Dampak pemberian gelar Presiden Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah paling mendasar adalah adanya dualisme landasan dalam kehidupan bangsa Indonesia dan hal ini akan senantiasa menjadi sebuah polemik, apabila tidak diupayakan solusi atas persolan tersebut. Oleh karena itu dengan adanya Konferensi Alim Ulama ini menyelesaikan permasalahan yang ada

B.Saran

1) Pengangkatan Soekarno oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah lebih didasarkan karena kekuatan beliau (syaukah), bukan atas kualitas keagamaannya padahal masih ada tokoh-tokoh dari kalangan Islam yang bisa dimunculkan seperti Mohammad Hatta dan M. Natsir, di sini terlihat sikap pragmatisnya sebagian tokoh-tokoh Islam. Sejarah telah membuktikan umat Islam mampu bersatu padu dan sehati dalam


(49)

57

memperjuangkan tegaknya kemerdekaan dan cita-cita keadilan serta kemandirian dalam berbangsa dan bernegara. Namun mereka kini justru bercerai berai dalam mengisinya. Perpolitikan Islam lebih banyak dilanda konflik internal yang memakan sumber daya energi sementara hasil yang diharapkan masih jauh dari jangkauan.

2) Apa yang menjadi temuan dalam penelitian ini tentu masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber data maupun metodologi yang digunakan. Untuk itu peneliti menyarankan agar peneliti-peneliti berikutnya lebih memperdalam dan memperluas wawasan untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal dan bermanfaat secara berkesinambungan.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka: Jakarta.

Ali, A. Yusuf. 1983. The Holy Qur’an: Translation and Commentary. Brentwood, Maryland: Amana Corp.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bandung: Bina Aksara.

Coulson, Noel J. 1987. Hukum Islam dalam Persfektif Sejarah. Terjemahan dari The History of Islamic Law. Jakarta: P3M.

Departemen Agama RI. 1999. Surabaya: CV. Asy Syifa.

Dijk, C Van. 1993. Darul Islam Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Fealy, Greg. 1997. Ijtihad Politik Ulama, Sejara NU 1952-1967. Terjemahan Farid Wajidi dan Mulni Adelina Bahtar.Yogyakarta: LKIS.

Feillard, Andree. 1999. NU Vis a Vis Negara. Yogyakarta: LKIS.

Gazalba, Sidi. 1987, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Gotschalk, Louis. 1986, Mengerti sejarah. Jakarta: Yayasan Penerbit UI. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Haidar, M Ali. 1994. Nahdatul Ulama Dan Islam Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kansil, Julianto. 1985. Sejarah Perjuangangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga.


(51)

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Strategi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Jakarta: Kampusina.

Kuntowijoyo. 1995, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Yayasan Bentang Budaya. Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Latif, Yudi. 2010. Intelegensi Muslim dan Kuasa, Sejarah Intelegensi Muslim

Indonesia pada Abad ke-2. Bandung: Mizan Media Utama. Hadari Nawawi. 1993, Metode Penelitian. Jakarta: Idayu Perss.

Maarif, Akhmad Syafi. 1996. Islam dan Teori Politik Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965. Jakarta: Gema Insani Press.

Milles, Mathew G dan Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif (terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta: Bhatara karya Aksara.

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Ida Ayu Press.

Panitia buku 20 tahun Indonesia R.I. 1965. 20 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Departemen Penerangan.

Poerwantana, Hugiono P.K. 1987, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina Aksara. Rasyid, H. Sulaiman. 1955. Fiqih islam. Jakarta: Attahiriyah.

Rickleft, HC. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.

Saefudin, DR. A. M. 1996. Ijtihad Politik Cendikiawan Muslim. Jakarta: Gema Insani press.

Sayuti , Husin. 1989. Pengantar Metedologi Riset. Jakarta: Fajar Agung.

Sitompul, Einar Martahan. 1996. Nahdatul Ulama Dan Pancasila. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Surahcmad ,Winarno. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan Teknik. Bandung: Bina Aksara.

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2012. API sejarah 2. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.


(52)

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana.

Tamburaka, Rustam E dan Roeslan Abdul Gani. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Wahid, Abdurahman. 1984. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Dewasa ini.

Prisma, nomor 4, April.

Yahya, Iip D.. 2006. Ajengan Cipasung: biografi K.H. Moh. Ilyas Ruhiat. Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.

Yusuf, Slamet Efendi. 1983. Dinamika Kaum Santri. Jakarta: Rajawali Press Zaini, Ahmad Noeh. 1980. Peradilan Agama Islam di Indonesia. Jakarta:

PT.Intermasa

Referensi Lain :

Sutrisno Elvan Dany. Terdapat pada alamat

http://news.detik.com/read/2013/01/14/142954/2141522/10/ketum-gp-ansor Detiknews- di akses Senin, 14/01/2013 14:29 WIB.

Aulia. 2011. Polemik penetapan status Presiden Soekarno sebagai waliyyul amri http://khanza-aulia21.blogspot.com/2011/06/polemik-penetapan-status-presiden.html, diakses pada tanggal 1 November 2013.

Prammisbah. 2012. Konferensi ulama di Cipanas Bogor.

http://gege258.wordpress.com/tag/ulama/ diakses pada tanggal 1 November 2013.


(1)

55

V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan.

Berdasarkan rumusan masalah dan penelusuran historis yang peneliti lakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) Proses pengangkatan Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi

As-Syaukah oleh NU adalah proses yang panjang dan dan tidak mudah. Berawal

pada muktamarnya NU ke-15 yang diselenggarakan bulan Juni 1942 (muktamar terakhir masa kolonial Belanda) dan semakin menguat setelah ditetapkannya kebijakan Menteri Agama tentang tauliyah wali hakim bagi wanita yang tidak memiliki walih nikah untuk daerah-daerah di luar pulau Jawa dan Madura pada tahun 1952. Selanjutnya dikuatkan oleh Konferensi Alim Ulama pertama pada tanggal 12-13 Mei 1952 di Tugu, konferensi kedua dilakukan Menteri Agama dengan para Alim Ulama pada tanggal 4-5 Mei 1953 di Bogor dan dipertegas kembali pada tanggal 3-6 Maret 1954 di Cipanas, Bogor konferensi ketiga. Ke putusan ini dikuatkan lagi oleh musyawarah dekan-dekan IAIN di bawah pimpinan Prof. R.H.A. Soenarjo (tokoh NU) di Purwokerto pada 6-7 Oktober 1962.


(2)

56

2) Tujuan NU memberikan gelar Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi

As-Syaukah adalah untuk mengakhiri dualisme kepemimpinan nasional antara

Kartosuwiryo yang mengaku dirinya sebagai imam umat Islam dengan gerakan DI/TII-nya dan Presiden Soekarno pada pihak lain. Pengangkatan beliau lebih didasarkan karena kekuatan beliau (syaukah), bukan atas kualitas keagamaannya, sikap ini bertujuan agar kepresidenannya tidak saja kokoh secara konstitusinal tetapi juga kokoh secara spiritual-keagamaan, sehingga umat Islam wajib taat kepadanya.

3) Dampak pemberian gelar Presiden Soekarno sebagai Waliyyul Amri Ad-Dharuri

bi As-Syaukah paling mendasar adalah adanya dualisme landasan dalam

kehidupan bangsa Indonesia dan hal ini akan senantiasa menjadi sebuah polemik, apabila tidak diupayakan solusi atas persolan tersebut. Oleh karena itu dengan adanya Konferensi Alim Ulama ini menyelesaikan permasalahan yang ada

B.Saran

1) Pengangkatan Soekarno oleh Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Waliyyul Amri

Ad-Dharuri bi As-Syaukah lebih didasarkan karena kekuatan beliau (syaukah),

bukan atas kualitas keagamaannya padahal masih ada tokoh-tokoh dari kalangan Islam yang bisa dimunculkan seperti Mohammad Hatta dan M. Natsir, di sini terlihat sikap pragmatisnya sebagian tokoh-tokoh Islam. Sejarah telah membuktikan umat Islam mampu bersatu padu dan sehati dalam


(3)

57

memperjuangkan tegaknya kemerdekaan dan cita-cita keadilan serta kemandirian dalam berbangsa dan bernegara. Namun mereka kini justru bercerai berai dalam mengisinya. Perpolitikan Islam lebih banyak dilanda konflik internal yang memakan sumber daya energi sementara hasil yang diharapkan masih jauh dari jangkauan.

2) Apa yang menjadi temuan dalam penelitian ini tentu masih jauh dari harapan. Hal ini disebabkan keterbatasan sumber data maupun metodologi yang digunakan. Untuk itu peneliti menyarankan agar peneliti-peneliti berikutnya lebih memperdalam dan memperluas wawasan untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal dan bermanfaat secara berkesinambungan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Balai Pustaka: Jakarta.

Ali, A. Yusuf. 1983. The Holy Qur’an: Translation and Commentary. Brentwood, Maryland: Amana Corp.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Bandung: Bina Aksara.

Coulson, Noel J. 1987. Hukum Islam dalam Persfektif Sejarah. Terjemahan dari The History of Islamic Law. Jakarta: P3M.

Departemen Agama RI. 1999. Surabaya: CV. Asy Syifa.

Dijk, C Van. 1993. Darul Islam Sebuah Pemberontakan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Fealy, Greg. 1997. Ijtihad Politik Ulama, Sejara NU 1952-1967. Terjemahan Farid Wajidi dan Mulni Adelina Bahtar.Yogyakarta: LKIS.

Feillard, Andree. 1999. NU Vis a Vis Negara. Yogyakarta: LKIS.

Gazalba, Sidi. 1987, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Gotschalk, Louis. 1986, Mengerti sejarah. Jakarta: Yayasan Penerbit UI. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Jogjakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Haidar, M Ali. 1994. Nahdatul Ulama Dan Islam Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kansil, Julianto. 1985. Sejarah Perjuangangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga.


(5)

Koestoro, Budi dan Basrowi. 2006. Strategi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Jakarta: Kampusina.

Kuntowijoyo. 1995, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Yayasan Bentang Budaya. Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Latif, Yudi. 2010. Intelegensi Muslim dan Kuasa, Sejarah Intelegensi Muslim

Indonesia pada Abad ke-2. Bandung: Mizan Media Utama.

Hadari Nawawi. 1993, Metode Penelitian. Jakarta: Idayu Perss.

Maarif, Akhmad Syafi. 1996. Islam dan Teori Politik Belah Bambu, Masa Demokrasi

Terpimpin 1959-1965. Jakarta: Gema Insani Press.

Milles, Mathew G dan Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif

(terjemahan). Universitas Indonesia, Jakarta: Bhatara karya Aksara.

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Inti Ida Ayu Press.

Panitia buku 20 tahun Indonesia R.I. 1965. 20 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: Departemen Penerangan.

Poerwantana, Hugiono P.K. 1987, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina Aksara. Rasyid, H. Sulaiman. 1955. Fiqih islam. Jakarta: Attahiriyah.

Rickleft, HC. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.

Saefudin, DR. A. M. 1996. Ijtihad Politik Cendikiawan Muslim. Jakarta: Gema Insani press.

Sayuti , Husin. 1989. Pengantar Metedologi Riset. Jakarta: Fajar Agung.

Sitompul, Einar Martahan. 1996. Nahdatul Ulama Dan Pancasila. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Surahcmad ,Winarno. 1984. Ilmiah Dasar, Metode Pengantar Penelitian dan Teknik. Bandung: Bina Aksara.

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2012. API sejarah 2. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.


(6)

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana.

Tamburaka, Rustam E dan Roeslan Abdul Gani. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori

Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEK. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Wahid, Abdurahman. 1984. Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Dewasa ini. Prisma, nomor 4, April.

Yahya, Iip D.. 2006. Ajengan Cipasung: biografi K.H. Moh. Ilyas Ruhiat. Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara.

Yusuf, Slamet Efendi. 1983. Dinamika Kaum Santri. Jakarta: Rajawali Press Zaini, Ahmad Noeh. 1980. Peradilan Agama Islam di Indonesia. Jakarta:

PT.Intermasa

Referensi Lain :

Sutrisno Elvan Dany. Terdapat pada alamat

http://news.detik.com/read/2013/01/14/142954/2141522/10/ketum-gp-ansor

Detiknews- di akses Senin, 14/01/2013 14:29 WIB.

Aulia. 2011. Polemik penetapan status Presiden Soekarno sebagai waliyyul amri http://khanza-aulia21.blogspot.com/2011/06/polemik-penetapan-status-presiden.html, diakses pada tanggal 1 November 2013.

Prammisbah. 2012. Konferensi ulama di Cipanas Bogor.

http://gege258.wordpress.com/tag/ulama/ diakses pada tanggal 1 November 2013.