KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

ABSTRACT

CONTRIBUTION OF AGROFORESTRY FOR INCOME FARMERS IN THE VILLAGE SUKOHARJO 1 SUB-DISTRICT SUKOHARJO DISTRICT

PRINGSEWU By RAFIN OLIVI

Agroforestry is one form of land use in multicrown consisting of a mixture of the trees, shrubs with an annual or plants often accompanied by cattle in one plots of land. System agroforestri of benefits economical and ecological that matter to farmers, one of which can provide income for farmers. The research is to calculate what large contribution agroforestry and to know faktor-faktor affecting farmers income. The study is done in the Village Sukoharjo 1 Sub-District Sukoharjo District Pringsewu. Contribution agroforestri expressed in the percentage revenue agroforestri with total revenue farmer. To analyze factors affecting farmers income analyzed by linear regression of multiple. From the reckoning, contribution agroforestri against revenue is 88,31% or Rp 50.142.696,00/kk/ha/year and results regression analysis variables influential real against earnings agroforestry is age, the area of field, the amount of labor, tribe, religion, land slope and credit assistance.


(2)

ABSTRAK

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN

PRINGSEWU Oleh RAFIN OLIVI

Agroforestri merupakan salah satu bentuk pengggunaan lahan secara multitajuk yang terdiri dari campuran pepohonanan, semak, dengan atau tanaman semusim yang sering disertai dengan ternak dalam satu bidang lahan. Sistem agroforestri memberikan manfaat ekonomis dan ekologis yang penting bagi petani, yang salah satunya dapat memberikan pendapatan bagi petani. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung berapa besar kontribusi agroforestri dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. Penelitian ini dilakukan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Kontribusi agroforestri dinyatakan dalam persentase pendapatan agroforestri dengan total pendapatan petani. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dianalisis dengan regresi linear berganda. Dari hasil perhitungan, kontribusi agroforestri terhadap pendapatan adalah 88,31% atau sebesar Rp 50.142.696,00/kk/ha/tahun dan hasil analisis regresi variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan agroforestri


(3)

adalah umur, luas kebun, jumlah tenaga kerja, suku, agama, kemiringan lahan, dan bantuan kredit.


(4)

(5)

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA SUKOHARJO 1

KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

(Skripsi)

Oleh Rafin Olivi

JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram alir kerangka pemikiran kontribusi agroforestri


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kerangka Pemikiran ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Agroforestri ... 7

B. Pengelolaan Agroforestri ... 9

C. Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 12

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ... 30

B. Alat dan Objek Penelitian ... . 30


(8)

F. Metode Pengambilan Sampel ... 34

G. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36

1. Kontribusi Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga ... 36

2. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani ... 37

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 41

A. Kabupaten Pringsewu ... 41

B. Kecamatan Sukoharjo ... 43

C. Desa Sukoharjo 1 ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Kontribusi Agroforestri Terhadap Pendapatan Petani ... 49

1. Pendapatan Agroforestri dari Lahan Kebun ... 49

2. Pendapatan Lahan Pertanian ... 53

3. Pendapatan Peternakan ... 53

4. Pendapatan Perikanan ... 54

5. Pendapatan Non-Agroforestri ... 55

B. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Agroforestri 55

1. Uji Multikolonieritas ... 56

2. Uji Autokorelasi ... 58

3. Uji Normalitas ... 59

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN

Tabel 7—22 ... 76 Gambar 2—12 ... 104


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Jumlah responden masing-masing dusun ... 35

2. Dammy pendidikan formal dari SD, SMP, SMA, dan Sarjana ...39

3. Jumlah penduduk dibagi dalam kondisi tenaga kerja ...45

4. Kontribusi pendapatan seluruh responden petani agroforestri ha/tahun ... 49

5. Pendapatan bersih jenis tanaman agroforestri ha/tahun ... 50

6. Analisis regresi linier berganda faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani agroforestri ... 60


(11)

(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Dengan kerendahan hati, Kupersembahkan karya kecil ini

untuk Ayahanda dan Mak tercinta atas doa yang tak pernah

putus serta kasih sayang yang berlimpah tak kenal lelah,

Saudara-saudaraku yang senantiasa menantikan

keberhasilanku, Yuk def, Dek itah, dek rani dara, dan

Myliansaputra terima kasih atas semangat, doa dan dorongan

selama ini,

Keluarga besar di Tanjung Raja,

serta Almamater tercinta.

.

Teman se-angkatan 2010 (Sylvaten), Rekan di Himasylva,

abang/mbak dan adik tingkat terima kasih atas bantuan dan

motivasinya selama ini serta kebersamaan yang tak kan


(14)

RIWAYAT HIDUP

Pertama Negri 1 Tanjung Raja dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Sekolah Menengah Atas Gajah Mada Bandar Lampung. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Ujian Mandiri (UM).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik selama ± 40 hari di Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batang Hari Nuban Kabupaten Lampung Timur. Pada tahun yang sama, penulis melakukan Praktek Umum selama ± 30 bulan di KPH Banten BKPH Cikeusik dengan topik Pemasaran Kayu Jati. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Penyuluhan kehutanan.

Penulis dilahirkan di Desa Tanjung Raja, pada tanggal 23 Maret 1992, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Hasanuddin dan Ibu Sutinawati. Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1997 di Sekolah Dasar Negri 2 Tanjung Raja, kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah


(15)

KATA PENGANTAR

Asslamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya penulis dapat menyelesai-kan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul ” Kontribusi Agroforestri Terhadap Pendapatan Petani di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu". Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna langkah penulis berikutnya yang lebih baik. Namun terlepas dari keterbatasan tersebut, penulis mengharapkan skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan ke-murahan hati dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenan-kanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Rommy Qurniati, S.P., M.Si. sebagai pembimbing pertama dan ibu Firdasari, S.P., M.E.P. sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan petunjuk kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian sampai skripsi ini terselesaikan.


(16)

3. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si selakuKetua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Karsidi dan sekeluarga yang mem-berikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

6. Madmurja yang telah mendampingi, memberikan arahan saat penelitian dan membantu dalam pengumpulan data skripsi penulis.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan kepada penulis. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 1 September 2014 Rafin Olivi


(17)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan secara multitajuk yang terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanaman semusim yang sering disertai dengan ternak dalam satu bidang lahan. Komposisi yang beragam tersebut menjadikan agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat dengan hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau lahan terlantar (Widianto dkk, 2003). Pola agroforestri ini di Provinsi Lampung banyak diterapkan di hutan rakyat. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi (Undang-undang no 41 Tahun 1999). Hutan tanaman rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan (Permenhut, 2007). Hutan rakyat mempunyai potensi besar yang mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan. Potensi hutan rakyat tersebut mencakup populasi jumlah pohon dan banyaknya rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan. Luas hutan rakyat di Indonesia kurang lebih mencapai 1.560.229 ha atau 1,13% dari total kawasan hutan di Indonesia (Departemen


(18)

Kehutanan, 2011). Potensi luas hutan rakyat di Provinsi Lampung mencapai 53.687,5 ha. Luas potensi hutan rakyat tersebut 8,30% berada di Kabupaten Pringsewu yaitu mencapai 4.437,5 ha (Dinas Kehutanan, 2013).

Masyarakat Desa Sukoharjo 1 mayoritas bermatapencaharian sebagai petani agroforestri. Perkiraan luas lahan agroforestri yang dimiliki petani di Desa Sukoharjo 1 mencapai 200 ha namun banyak lahan hutan tersebut telah dialihfungsikan oleh petani untuk membangun rumah permanen maupun semi permanen. Lahan agroforestri yang diusahakan oleh petani merupakan lahan milik sendiri. Berdasarkan data potensi sumberdaya alam Desa Sukoharjo 1, rumah tangga petani agroforestri mencapai 39% atau sebanyak 446 rumah tangga petani dan rumah tangga petani non-agroforestri sebesar 61% atau sebanyak 691 rumah tangga (Potensi Sumber Daya Alam, 2012).

Desa Sukoharjo 1 sejak tahun 2012 dicanangkan menjadi lokasi pengembangan wisata agroforestri. Kegiatan tersebut mengkombinasikan antara tanaman kehutanan dengan pertanian, peternakan dan perikanan dalan satu bidang lahan. Tata letak hutan rakyat, perikanan, peternakan, pertanian dirancang oleh Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDMK) sehingga membentuk suatu agroforestri yang kompleks. Pengelolaan wisata agroforestri tersebut dilakukan dengan memberdayakan petani khususnya petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani yaitu kelopok Ngudirukun. Kegiatan pengelolaan agroforestri wisata tersebut telah berjalan tahun kedua di tahun 2014.


(19)

3

Petani agroforestri di Desa Sukoharjo 1 menanami lahan agroforestri dengan tanaman kehutanan seperti mahoni (Swietenia mahagoni), cempaka (Michelia champaca), akasia (Acacia auriculiformis), waru (Hibiscus tiliaceus), petai (Parkia speciosa), karet (Hevea brasiliensis) dan tanaman kehutanan lainnya yang dikombinasikan dengan tanaman kakao (Theobroma cacao), pisang (Musa Sp), kopi (Coffea arabica), dan lain-lain. Petani memilih jenis tanaman yang minimal mampu memenuhi kebutuhan pangan sehari-harinya. Tanaman tersebut merupakan budaya dari masyarakat setempat karena petani sejak dahulu telah mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman kakao (Theobroma cacao) dan pisang (Musa Sp) dengan demikian secara tidak langsung masyarakat tersebut telah menerapkan sistem agroforestri sejak lama.

Desa Sukoharjo 1 petani agroforestri memiliki lahan yang dikelola dengan sistem agroforestri dengan luas lahan rata-rata kurang dari ½ ha (potensi sumberdaya alam, 2012). Luasan ini dipandang terlalu sempit untuk menopang kehidupan petani. Keadaan ini menjadi masalah bagi upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk tujuan wisata agroforestri. Sehubungan dengan itu masalah yang mendesak untuk dipecahkan melalui penelitian ini adalah bagaimana petani menerapkan sistem agroforestri agar menghasilkan produktivitas yang tinggi yang dapat memberikan kontribusi yang tinggi bagi pendapatan petani, untuk itu pula perlu diungkap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani agroforestri di Desa Sukoharjo 1.


(20)

B. Perumusan masalah

1. Berapa besar kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani agroforetry di Desa Sukoharjo 1

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani agrororestry di Desa Sukoharjo 1.

C. Tujuan Penelitian

1. Menghitung berapa besar kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1.

2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kontribusi agroforestri kepada petani di Desa Sukoharjo 1 untuk menambah pengetahuan petani dalam pengelolaan agroforestri yang baik.

2. Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan agroforestri di Desa Sukoharjo 1.

E. Kerangka Pemikiran

Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan yang merupakan kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon buah-buahan dan atau peternakan dengan


(21)

5

tanaman kehutanan. Banyak penelitian dan kajian yang dilakukan mengenai pola agroforestri di setiap daerah yang dikonversi menjadi sebuah kebijakan untuk memanfaatkan ketersediaan lahan yang semakin harinya semakin sempit.

Petani di Desa Sukoharjo 1 merupakan salah satu petani yang melakukan pengelolaan hutan rakyat dengan sistem agroforestri. Secara khusus daerah ini memiliki keunikan yang menarik untuk lebih didalami. Petani mengkombinasikan tanaman kehutanan seperti mahoni, cempaka, akasia, waru, karet dengan tanaman kakao, pisang, kopi, dan lain-lain di lahan yang dimiliki. Petani di Desa Sukoharjo 1 sebagian besar memiliki lahan rata-rata kurang dari ½ ha. Studi mengenai kontribusi agrofrestri perlu dilakukan guna untuk mengetahui kontribusinya terhadap pendapatan petani total rumah tangga petani di Desa Sukoharjo 1, selain itu menjadi penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. Penelitian ini dilakukan untuk menghitung pendapatan petani yang didapat dari selisih total penerimaan petani (TR) dengan total biaya (TC). Kontribusi agroforestri dinyatakan dalam persentase pendapatan petani dari agroforestri terhadap total pendapatan petani. Kemudian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan petani dianalisis dengan regresi linier berganda kemudian dianalisis secara deskriptif. Hal ini bermanfaat untuk memberikan informasi terhadap petani agroforestri khususnya petani di Desa Sukoharjo 1 serta kepada pihak yang memberikan kebijakan dalam pembangunan dan pengembanganan agroforestri mengenai kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani rumah tangga petani. Kerangka pemikiran ini disajikan dalam diagram alir pada Gambar 1 sebagai berikut.


(22)

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

Agroforestri

Hasil Agroforestri

Pendapatan petani Total Rumah Tangga Petani di Sukoharjo

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan

petani


(23)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Agroforestri

Secara sederhana agroforestri merupakan pengkombinasian tanaman berkayu atau kehutanan baik berupa pohon, perdu, palem-paleman, bamboo, dan tanaman berkayu lainnya dengan tanaman pertanian dan peternakan, baik secara tata waktu (temporal arrangement) ataupun secara tata ruang (spatial arrangement). Istilah lain dari agroforestri salah satunya adalah tumpang sari (taungya sistem) (Sardjono, 2003). Pada sistem tumpang sari seluruh areal hutan akan ditanami pohon dan tanaman tumpang sari dibersihkan dan diolah secara intensif oleh masyarakat yang dilibatkan dalam pengelolaan hutan sebagai penggarap atau pesanggem (Indriyanto, 2008).

Agroforestri mempunyai fungsi sosial, ekologi dan ekonomi. Fungsi-fungsi ini ada tiga kelompok kebijakan yang perlu diperkuat untuk mendukung keseluruhan strategi, program dan proyek pengembangan agroforestri. Kelompok kebijakan tersebut adalah kebijakan dibidang pembangunan ekonomi yang berbasis pada sumber daya pertanian dan kehutanan, pengembangan kebijakan untuk pengembangan institusi itu sendiri dan pengembangan kebijakan untuk konservasi dan pelestarian hutan, rehabilitasi dan konservasi tanah-tanah pertanian. Ketiga kelompok kebijakan ini


(24)

menjadi payung dari seluruh kebijakan, strategi dan program pengembangan wanatani atau agroforestri (Djogo dkk, 2003).

Agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan, di mana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:

1) Agrisilvikultur adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.

2) Agropastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan komponen peternakan

3) Silvopastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan peternakan

4) Agrosilvopastura adalah kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan kehutanan dan peternakan/hewan

Kombinasi tersebut, yang termasuk dalam agroforestri adalah agrisilvikutur, silvopastura dan agrosilvopastura. Sementara agropastura tidak dimasukkan sebagai agroforestri, karena komponen kehutanan atau pepohonan tidak dijumpai dalam kombinasi (Hairiah, 2003).


(25)

9

Petani di Desa Damar Lima Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan mengelola lahan hutan dengan sistem tumpang sari. Tanaman yang ditanam adalah padi (Oryzasativa), kacang tanah (Arachis hypogaea), jagung (Zea mays) dan tanaman sengon (Paraserienthes falcataria) sebagai tanaman pokok (kehutanan). Manfaat langsung yang diperoleh oleh petani responden dari jasa-jasa lingkungan yang didapat dari sistem agroforestri, selain memberikan hasil yang optimal juga dapat memberikan memberikan perlindungan terhadap lahan dan rehabilitasi lahan (Napirin, 2006).

B.Pengelolaan sistem agroforestri

Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak) membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik dalam hal jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Karakteristik agroforestri yang sedemikian ini sangat mempengaruhi fungsi sosial-ekonomi dari sistem agroforestri. Jenis produk yang dihasilkan sistem agroforestri sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan, hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit, getah, dan lain-lain, dan kelompok yang kedua adalah pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam (tanah, air, dan keanekaragaman hayati) (Widianto dkk, 2003).


(26)

Sistem agroforestri memiliki keunikan dibanding sistem pertanian monokultur, dan keunikan itu harus dimunculkan dalam model yang membedakan antara model agroforestri dengan model sistem lain. Beberapa ciri khas yang dimiliki oleh sistem agroforestri adalah sebagai berikut.

1. Adanya dua kelompok tumbuhan sebagai komponen dari sistem agroforestri, yaitu pepohonan atau tanaman tahunan dan tanaman semusim.

2. Ada interaksi antara pepohonan dan tanaman semusim, terhadap penangkapan cahaya, penyerapan air dan unsur hara.

3. Transfer silang antara pohon dengan tanaman.

4. Perbedaan perkembangan tanah. Perubahan tanah berbeda berdasarkan sistem tipe agroforestri yaitu sistem rotasi, kepadatan spasial dari sistem campuran, dan spasial terbuka dari sistem campuran dan sistem zone spasial.

5. Banyak macam keluaran (output) (Suharjito dkk, 2003).

Aspek-aspek pengelolaan agroforestri yang sangat dibutuhkan oleh petani antara lain. 1) Teknik koleksi dan seleksi benih.

2) Pengelolaan bibit pada kebun bibit petani (pengairan, penjarangan, pemotongan akar, pemangkasan, dsb).

3) Pengetahuan tentang penanaman beberapa spesies dalam bentuk campuran.

4) Kombinasi pohon buah-buahan dan pohon kayu bangunan, pemilihan spesies dan provenance, jarak tanam yang sesuai, dsb (misalnya: nangka atau durian dan sengon, dll).


(27)

11

5) Pengkombinasian tajuk bawah dan tajuk atas, dengan tekanan pemilihan spesies atau provenance dan bagaimana tanaman-tanaman tersebut berinteraksi, misalnya jahe tumbuh di antara jati, atau kopi di bawah pohon Erythrina, dsb.

6) Pemupukan: apa, kapan, bagaimana, dan berapa jumlah pupuk yang seharusnya diaplikasikan.

7) Pengendalian hama dan penyakit.

Kebanyakan aktivitas agroforestri terfokus pada budidaya pohon atau produktivitas sistem, sementara aspek pemasaran dan ekonomis produk agroforestri kurang mendapatkan perhatian. Hal ini sangat wajar karena pada awalnya perhatian lebih banyak dipusatkan pada pemilihan spesies dan target produktivitas sistem untuk memenuhi kebutuhan petani subsisten. Banyak produk dari sistem ini berada di luar struktur pasar, misalnya kayu bakar, pakan ternak, pupuk hijau. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa produk-produk agroforestri tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah-tangga (subsisten) saja melainkan juga untuk pendapatan (income). Aneka produk agroforestri seperti kayu untuk bangunan, getah, serat, akar dan umbi, sayur, biji-bijian merupakan produk komersial agroforestri. Banyak petani agroforestri masih belum mampu memanfaatkan peluang pasar yang sudah ada secara optimum, karena berbagai keterbatasan dan hambatan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar sistem. Padahal kesempatan masih sangat terbuka untuk menciptakan peluang bagi pasar yang baru, perbaikan pasca panen dan prosesing serta membangun akses ke pasar internasional (Widianto dkk, 2003).


(28)

Menurut hasil penelitian Sanudin dan Priambodo (2013), secara umum pengelolaan hutan rakyat di Hulu DAS Citandui Desa Sukamaju Ciamis dikelola dengan pola agroforestri yang merupakan campuran antara tanaman kehutanan dengan tanaman perkebunan dan pertanian. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani meliputi persiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan, sedangkan kegiatan pemanenan rata-rata dilakukan oleh pedagang pengumpul. Sedangkan menurut Senoaji (2012) masyarakat Badui di Banten Selatan dalam pengelolaan lahannya, telah dikembangkan sistem agroforestri kebun sengon campuran, yakni membuat kebun sengon yang dicampur dengan berbagai jenis pohon buah-buahan dan pohon komersial lainnya yang membentuk suatu sistem agroforestri kompleks. Tahapan pembuatan sistem agroforstri ini dimulai dari pembukaan lahan, penanaman tanaman pertanian dan tanaman sengon, pemeliharan tanaman pertanian, pembentukan alami tegakan sengon, dan pemanenan tegakan sengon.

C.Pendapatan Rumah Tangga Petani

Rumah tangga adalah pemilik dari berbagai faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian yang akan menyediakan tenaga kerja dan tenaga usahawan, di samping itu memilki faktor-faktor produksi yang lain, yaitu alat-alat modal, kekayaan alam, dan harta tetap seperti tanah dan bangunan. Rumah tangga menawarkan faktor-faktor produksi ini kepada perusahaan dan perusahaan akan memberikan berbagai jenis imbalan atau pendapatan kepada sektor rumah tangga. Contoh jenis imbalan atau pendapatan seperti tenaga kerja menerima gaji dan upah, pemilik alat-alat modal menerima bunga, pemilik tanah dan harta tetap lain menerima sewa, dan pemilik


(29)

13

keahlian keusahawan menerima keuntungan. Berbagai jenis pendapatan tersebut akan digunakan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai barang atau jasa yang diperlukan. Dalam perekonomian yang masih rendah taraf perkembangannya, sebagian untuk membeli makanan dan pakaian, yaitu keperluan sehari-hari yang paling pokok. Tingkat perkembangan ekonomi yang lebih maju pengeluaran ke atas makanan dan pakaian bukan lagi merupakan bagian yang besar dari pada pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran-pengeluara lain seperti untuk pendidikan, pengangkutan, perumahan dan rekreasi menjadi sangat bertambah penting (Sadono, 1994).

Menurut teori ekonomi, pendapatan berupa uang merupakan cermin dari pada adanya kemajuan ekonomis dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Dikatakan, bahwa makin tinggi “cash income” atau makin tinggi persentase cash income dari penghasilan total (cash income + non-cash income) makin berhasil, jika dibandingkan dengan lain-lain usaha. Dalil tersebut dapat dibenarkan, jika perbandingan itu usaha tani dilakukan antara usaha tani dari suatu daerah dengan usaha tani dari daerah lain. Dalil tersebut tidak berlaku, jika perbandingan itu diadakan antara usaha tani yang satu dengan usaha tani yang lain dari satu masyarakat (Tohir, 1991).

Pendapatan petani adalah penghasilan bruto atau kotor dikurangi dengan biaya untuk imbalan penggunaan faktor-faktor dari luar, tidak termasuk modal luar dan biaya untuk bunga modal dari luar, baik bunga yang bersifat biasa maupun yang bersifat ekstra dengan biaya untuk imbalan faktor-faktor luar dan bunga modal (Tohir, 1991).


(30)

Menurut Soekartawi (1995) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya dengan persamaan sebagai berikut.

Pd = TR – TC Keterangan:

Pd = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

TRi = Yi . Pyi Keterangan:

TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam satu bidang usahatani Py = Harga Y

TC = PC + VC Keterangan:

TC = Total biaya PC = Biaya tetap VC = Biaya tidak tetap

Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Total biaya adalah jumlah dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produk yang diperoleh banyak atau sedikit. Contoh biaya tetap antara lain sewa tanah, pajak, dan alat pertanian. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh biaya tidak tetap adalah tenaga kerja, pupuk, pestisida, dan bibit. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usaha tani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukan intensitas operasi usahatani Pendapatan kotor usaha tani (gross farm


(31)

15

income) didefinisikan sebagai nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun, dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usaha tani, digunakan untuk pembayaran dan disimpan (Soekartawi, dkk, 1986).

Pengeluaran total usahatani (total farms expenses) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk keluarga petani. Pengeluaran usaha tani dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap. Pengeluaran tidak tetap (variable cost atau direct cost) didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman tertentu dan jumlahnya berubah kira-kira sebanding dengan besarnya produksi tanaman tersebut. Pengeluaran tetap (fixed cost) ialah pengeluaran usaha tani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi. Selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income) (Soekartawi, dkk, 1986).

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani

1. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan. Pendapatan meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan masa kerja seseorang lewat dari batas itu, pertambahan umur akan diiringi dengan penurunan pendapatan. Batas atau titik puncak diperkirakan ada pada usia 45-50 tahun. Pendapatan tahunan rill


(32)

biasanya akan terus meningkat sampai batas umur tertentu yakni skitar 45-55 tahun kemudian menurun (Miller dan Meiners, 1994).

Umur merupakan salah satu yang diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap pendapatan petani. Petani yang memiliki dan mengelola lahan agroforestri paling banyak berada dalam kelompok usia antara 51-60 tahun (36,7%) dimana hal ini petani berada pada usia produktif. Sedangkan petani yang sedikit berada diantara usia 21-30 tahun (Zega, 2013).

2. Pendidikan

Perbandingan profit usia-pendapatan lulusan perguruan tinggi dan lulusan SMA profit usia-pendapatan seorang serjana mula-mula lebih rendah dari lulusan SMA karena selama lulusan SMA sudah bekerja dan mencetak pendapatan lulusan Universitas masih sibuk kuliah dan berlangsung keduanya sampai usia 25 tahun. Setelah itu profit pendapatan lulusan Universitas mulai menanjak dan melampaui lulusan SMA, karena itulah lulusan produktivitasnya (Miller dan Meiners, 1994). Menurut data di Badan Pusat Statistis atau BPS (2012) Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan program pemerintah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan jaman.

Menurut Zega (2013) tingkat pendidikan dinilai dapat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan petani, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang. Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah lulusan SMA dan yang paling sedikit lulusan Serjana S1. Tingkat pendidikan yang


(33)

17

masih rendah sangat berpengaruh terhadap keterampilan dan kemampuan menyerap informasi dalam mengembangkan agroforestri sehingga banyak masyarakat mengelola lahan mereka berdasarkan turun-temurun dan pengalaman.

3. Luas Lahan

Luas lahan yang sempit upaya pengawasan faktor produksi akan semakin baik namun luas lahan yang terlalu sempit cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula produktivitas tanaman pada lahan yang terlalu sempit akan berkurang bila dibandingkan dengan produktivitas tanaman pada lahan yang luas (Soekartawi, 2003 dalam Phahlevi, 2013).

Menurut hasil penelitian Zega (2013), luas lahan yang dimiliki masyarakat adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan petani. Dengan luas lahan yang dimiliki petani, maka semakin banyak pula jenis agroforestri yang dapat dikelola dan ditanam di lahan tersebut dengan demikian semakin besar pula pendapatan yang diterima petani. Dalam luas lahan yang besar petani akan menanam berbagai jenis agroforestri. Hasil penelitian Patty (2010) juga menyatakan bahwa luas lahan berpengaruh signiftikan terhadap pendapatan petani kopra. Kenaikan luas lahan 1% akan meningkatkan pendapatan kopra sebesar 0,155%.

4. Luas Kandang Ternak

Kandang adalah suatu tempat untuk memelihara ternak sebagai upaya perlindungan ternak dari berbagai perubahan iklim lingkungan yang tidak menguntungkan dan


(34)

gangguan predator maupun hewan atau mahluk hidup lainnya. Kandang yang telah dirancang bangun secara baik akan dapat memberikan peluang untuk pengembangan, mempermudah dalam pemeliharaan, efisien tenaga kerja dan mudah dalam penanganan kotoran atau limbah yang dihasilkan (Susilorini dkk, 2013).

Kandang merupakan hal yang sangat penting untuk efisiensi reproduksi misalnya pada saat perkawinan, kebuntingan tua, melahirkan, menyusui, dan pemeliharaan anak terutama ketika penyapihan. Sapi potong dapat dipelihara di dalam kandang karena biaya lebih murah. Ukuran kandang untuk sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m/ekor atau 2,5x2 m/ekor (Susilorini dkk, 2013).

Perkandangan untuk pemeliharaan ayam kampung sangat bergantung pada pemeliharaan itu sendiri. Pemeliharaan ayam secara ekstensif atau dilepas hanya memerlukan jenis perkandangan yang seadanya. Kandang hanya berfungsi untuk tidur pada malam hari. Jenis kandang untuk pemeliharaan secara semiintensif dibuat lebih baik dari kandang untuk pemeliharaan secara ekstensif karena selain untuk tidur malam hari kandang juga digunakan untuk melakukan sebagian dari aktivitas (Susilorini dkk, 2013).

5. Luas Kolam Ikan

Kolam merupakan tempat tampungan air di atas tanah yang dibuat dari tanah atau tembok. Kolam tanah dibuat dari tanah dengan cara menggali tanah dengan


(35)

19

kedalaman dan luasan tertentu serta diperkuat oleh tanggul. Sementara itu, kolam tembok terbuat dari batu kali, batu bata, atau batako yang direkatkan dengan campuran pasir, kapur, dan semen.

Ada dua bentuk kolam berdasarkan pembuatannya, yaitu sebagai berikut:

a. Kolam dibuat diatas permukaan tanah, yaitu kolam yang dibangun di atas permukaan tanah atau dasar kolam sejajar atau rata dengan permukaan tanah. Sebagian tepi diberi pematang dengan ketinggian sesuai keinginan.

b. Kolam dibuat dalam tanah, yaitu kolam yang dibuat dengan melubangi tanah dasarnya terlebih dahulu sehingga dinding kolam tampak beberapa sentimeter diatas permukaan tanah.

Kolam seharusnya dilengkapi dengan saluran pemasukan dan saluran pembuangan air. Saluran pemasukan dapat dibuat permanen dengan menggunakan pipa paralon, bamboo, buis, beton atau pintu air. Saluran pembuangan dapat dibuat dari lubang biasa, pipa goyang atau pintu monik. Saluran pemasukan dibuat lebih tinggi dari saluran pembuangan. Ukuran kolam yang digunakan untuk pemeliharaan atau perawatan dan pemijahan induk hampir sama. Kolam minimal berukuran 3 m x 2 m x 1 m. Sementara itu, kedalaman air yang dikehendaki berkisar 50-7- cm. Kolam tembok dalam kondisi terawatt memiliki waktu ekonomis lima tahun. Sementara iti, kolam dari tanah biasanya setiap kali musim panen atau setahun paling lama harus diperbaiki. Selain itu, kolam tanah lebih intensif dalam perawatannya karena tanggul akan mudah bocor atau terkikis (Saparinto, 2013).


(36)

6. Jumlah Tenaga Kerja

Menurut Nurmala dkk (2012) tenaga kerja merupakan faktor produksi pertanian yang bersifat unik, baik dalam jumlah yang digunakan, kualitas, maupun penawaran dan permintaan, demikian pula upah per harinya antar satu daerah dengan daerah lainnya bervariasi. Tenaga kerja manusia merupakan tenaga kerja yang pertama sebelum tenaga ternak digunakan untuk membantu petani mengolah lahan atau mengangkut hasil petanian. Selama pekerjaan-pekerjaan dalam pertanian dapat dikerjakan oleh tenaga manusia petani tidak akan menggunakan tenaga ternka atau tenag mesin. Umumnya petani berlahan sempit selalu memakai tenaga manusia yang bersumber dari keluarga sedangkan petani kaya lebih banyak menggunakan tenaga buruh tani.

Pekerjaan-pekerjaan dibidang petanian sifatnya bermusim karena itu kebutuhan tenaga kerja disektor ini tidak merta sepanjang tahun. Pada saat pengolahan tanah musim hujan tenga kerja buruh tani sangat banyak dibutuhkan tetapi pada saat pemeliharaan tanaman tenaga kerja yang dibutuhkan relatif sedikit kemudian pada saat panen kebutuhan tenaga kerja bertambah lagi. Kondisi yang demikian sering menimbulkan peningkatan jumlah buruh tani atau upah panen dari pada upah yang biasa berlaku (Nurmala dkk, 2012).

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan persatuan luas lahan pertanian tertentu dipengaruhi beberapa faktor antara lain

1) Jenis tanaman yang diusahakan, misalnya usaha tani sayuran memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak dari pada tanaman padi sawah atau tanaman tahunan.


(37)

21

2) Tingkat pengusahaan atau pengelolaan usaha tani, semakin intensif pengelolaan usaha tani maka tenaga kerja yang diperlukan semakin banyak meskipun tanaman yang diusahakan sama.

3) Jenis tanah dan sifat tanah, tanah yang berat akan memerlukan tenaga yang lebih banyak dari tanah yang ringan.

4) Musim tanam dan sistem irigasi pada lahan sawah, sawah tadah hujan, biasanya mebutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari pada sawah beririgasi teknis, karena pada sawah tadah hujan sering kekurangan air jika telah diolh sehingga perlu diolah lagi.

5) Pola tanam, pola tanam diversifikasi lebih banyak membutuhkan tenaga kerja dari pada pola tanamn spesialisasi (Nurmala dkk, 2012).

Cara memenuhi tenaga kerja pada usaha tani pertanian rakyat dan perkebunan besar Negara dan swasta sangat berbeda. Pada pertanian rakyat kebutuhan tenaga kerja sebagian besar dicukupi dengan tenaga kerja keluarga, terutama petani yang berlahan sempit. Petani yang berlahan luas kebutuhan usaha kerja sebagian besar atau seluruhnya dipenuhi dengan tenaga buruh tani karena petani umumnya mempunyai usaha lain diluar sektor pertanian yang lebih memerlukan perhatianya (Nurmala dkk, 2012).

Pekerjaan-pekerjaan disektor pertanian sifatnya bermusim sehingga jarang petani yang mempunyai tenaga buruh tani tetap kecuali untuk petani yang berlahan luas biasanya mempunyai buruh tani yang tetap misalnya sebagai pengangong ternak atau


(38)

penjaga kebun. Beberapa sistem kerja yang sudah biasa berlaku di sektor pertanian yaitu:

1) Sistem kerja harian (tetap dan tidak tetap) yaitu buruh tani yang bekerja pada seorang petani, kemudian setelah buruh tani tersebut selesai bekerja maka pada hari itu juga dibayar upahnya. Pada hari berikutnya buruh tani tersebut dapat bekerja dipetani lainnya, tetapi bagi buruh tani harian tetap ia tidak boleh pindah kerja kepada petani lain selama pekerjaan yang ditugaskan kepadanya belom selesai.

2) Sistem kerja bulanan, pada sistem kerja bulanan ini buruh/karyawan dibayar sebulan sekali. Sistem kerja ini dipakai pada usaha perkebunan danpeternakan yang bersifat agroindustri. Pada sistem kerja ini tingkat upah buruh/karyawan ditentukan oleh masa kerja, pendidikan, atau jabatan dan sudah diatur oleh perundang-undangan tertentu. Oleh karena itu, sudah mempunyai standar upah tertentu dalam bentuk upah minimum regional (UMR) yang pasti.

3) Sistem kerja ceblokan pada sistem kerja ini buruh tani yang bekerja pada seorang petani untuk mengerjakan semua pekerjaan dalam usaha taninya sejak mulai bertanam sampai dengan panen. Upahnya dibayar oleh hasil usaha tani seperti sistem bagi hasil. Upah kerja pada sistem ini berkisar antara 20-30% dari hasil kotor yang dibayar secara.

4) Sistem kerja borongan pada sistem kerja borongan ini, buruh tani upahnya dibayar pada saat semua pekerjaan selesai dikerjakan yang lainnya sesuai dengan


(39)

23

perjanjian. Pekerjaan-pekerjaan yang biasa diborongkan adalah mengolah tanah, menyiang atau memanen.

5) Sistem kerja gotong royong sistem kerja ini biasanya digunakan pada pekerjaan yang menyangkut kepentingan umum petani, misalnya dalam perbaikan saluran irigasi tersier atau perbaikan gorong-gorong yang menuju suatu petak percontohan atau petak tersier kelompok tani. Pada sistem gotong royong ini, upah dan besarnya pun tidak tertentu. Sekarang sistem kerja gotong royong murni jarang ditemukan (Nurmala dkk, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja buruh tani adalah jenis kelamin, usia, kesehatan, waktu kerja alat bantu kerja dan upah kerja. Perlu diketahui bahwa yang termasuk angkatan kerja atau usia kerja dalam pertanian adalah penduduk yang berusia antara 10 sampai dengan 64 tahun (Nurmala dkk, 2012).

Menurut Nurmala dkk (2012) satuan-satuan tenaga kerja yang biasa digunakan sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dalam pertanian adalah: 1) Hari Kerja Pria (HKP) atau HOK adalah waktu kerja seorang tenaga laki-laki

dewasa selama 6 jam per hari.

2) Hari Kerja Wanita (HKW) adalah waktu kerja seorang tenaga wanita dewasa selama 6 jam kerja per hari.

3) Hari Kerja Anak (HKA) adalah waktu kerja anak 10 tahun ke atas selama 6 jam kerja per hari.


(40)

4) Hari Kerja Ternak (HKT) adalah waktu kerja sepasang ternak selama 5-6 jam per hari.

5) Hari Kerja Mesin (HKM) adalah waktu kerja mesin dalam menyelesaikan suatu luas lahan pertanian persatuan waktu tertentu.

7. Kemiringan Lahan

Lahan dengan kemiringan lebih dari 15% tidak baik ditujukan sebagai lahan pertanian, melainkan sebagai lahan konservasi, karena semakin besar kemiringan lahan maka laju aliran permukaan akan semakin cepat, daya kikis dan daya angkut aliran permukaan makin cepat dan kuat. Hal ini akan tentu akan mempengaruhi kesuburan dan produktivitas lahan. Oleh karen itu strategi konservasi tanah dan air pada lahan berlereng adalah memperlambat laju aliran permukaan dan memperpendek panjang lereng untuk memberikan kesempatan lebih lama pada air untuk meresap kedalam tanah (Kurnia dkk, 2004).

8. Jarak rumah petani ke kebun

Jarak rumah petani dengan lahannya secara nyata akan mempengaruhi kunjungan petani terhadap lahan yang dikelolanya. Semakin jauh jarak rumah petani dengan lahanya, akan semakin jarang dikunjungi. Sehingga lahan tersebut cenderung ditanami dengan jenis yang sama dan kurang variatif. Sebaliknya, untuk lahan yang berdekatan dengan rumah akan cenderung mudah mengalami perubahan fungsi, terkait jenis tanaman yang diterima petani. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi


(41)

25

pendapatan petani yang diperoleh dari produktivitas yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang dihasilkan (Diniyati dan Awang, 2010).

9. Suku dan Agama

Sistem agroforestri dapat dengan mudah diterima dan dikembangkan kalau manfaat sistem agroforestri itu lebih besar dari pada kalau menerapkan sistem lain. Aspek ini mencakup atas perhitungan risiko, fleksibilitas terhadap peran gender, kesesuaian dengan suku budaya setempat, agama, keselerasan dengan usaha yang lain, dan sebagainya. Pengambilan keputusan petani dalam pengusahaan agroforestri tidak selalu didasarkan kepada pertimbangan finansial atau dengan kata lain pertimbangan finansial tidak selalu menjadi aspek nomor satu dalam pengambilan keputusan tetapi ada aspek sosial budaya yang lebih dominan dan latar belakang suku petani (Suharjito dkk, 2003).

Sistem penggunaan lahan yang diterapkan secara perorangan harus selaras dengan budaya setempat dan visi masyarakat terhadap kedudukan dan hubungan mereka dengan alam. Bentuk bentang lahan penggunaan lahan dan perkembangannya merupakan bagian dari identitas masyarakat yang hidup di dalamnya. Petani biasanya memiliki kebutuhan yang kuat untuk memihak pada agama dan budaya setempat. Sejarah dan tradisi memainkan peranan penting dalam kehidupan, cara dan sistem penggunaan lahan mereka (Reijntjes dkk, 1992).

Perubahan yang tidak selaras dengan nilai-nilai sosial, budaya, spiritual mereka, bisa menyebabkan stres dan menciptakan kekuatan yang berlawanan. Kemampuan untuk


(42)

memperoleh kehidupan yang layak (termasuk mewariskan sesuatu kepada anak cucu) dan sesuai dengan budaya setempat akan memberikan rasa harga diri pada individu atau keluarga. Identitas suatu keluarga petani atau komunitas dipertahankan dengan teknologi yang memungkinkan mereka menjadi mandiri dan mampu mengendalikan pengambilan keputusan atas pemanfaatan sumber daya dan produk setempat (Reijntjes., dkk, 1992).

10. Jenis tanaman

Hasil identifikasi mengenai ragam produk yang dikembangkan dipilih salah satu jenis atau kombinasi jenis yang paling sesuai ditinjau dari prospeknya pada masa yang akan datang. Untuk menjamin keberhasilan usaha maka komoditas yang dipilih disamping mempunyai keunggulan komperatif berupa keunikan produk yang dimiliki sesuai spesifik lokasi, harus pula memiliki keunggulan kompetitif (daya saing) baik dilingkungan domestik/lokal maupun internasional. Keunggulan kompetitif tersebut antara lain mencakup baik mutu produk (quality), harga produk (price) maupun layanan yang dapat diberikan (service) (Mile, 2007).

Beberapa persyaratan lain dikemukakan oleh F/Fred Winrock International (1994) mengemukakan kriteria umum pemilihan jenis sebagai berikut:

a. Mudah beradaptasi terhadap kondisi tanah dan iklim yang ada. b. Tahan terhadap hama dan penyakit.

c. Sedikit biaya dan waktu untuk pengolahan.


(43)

27

e. Toleran terhadap perlakuan pemangkasan dan trubusan. f. Memiliki pertumbuhan awal yang cepat.

g. Mempunyai percabangan rendah yang dapat dengan mudah dipotong dengan peralatan sederhana dan mudah diangkut.

h. Mempunyai kadar air kayu yang rendah sehingga mudah dikeringkan. i. Mempunyai kegunaan lain yang dapat menyokong kehidupan petani. j. Mempunyai karakteristik akar yang baik.

Pemilihan komoditas yang mempunyai keunggulan kompereratif sesuai kriteria di atas, pada gilirannya diharapkan dapat dikembangkan menjadi komoditas yang mempunyai keunggulan kompetitif khususnya di era pasar global seperti saat ini. Dida (2002) menekankan pentingnya pemilihan jenis berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis dengan memperhitungkan keuntungan dan kerugiannya karena faktor resiko selalu ada dalam setiap pemilihan jenis pohon tertentu. Untuk itu dalam pengusahaannya diperlukan dukungan pengembangan ilmu dan teknologi baru.

11. Keanggotaan dan Kepengurusan Kelompok Tani

Sejarah pembangunan pertanian di Indonesia pada awalnya adalah para petani bergabung dalam kelompok, kemudian diberi penyuluhan dan pelatihan agar mereka lebih produktif. Namun dalam perkembangannya sebagian besar kelompok tani yang terbentuk sekarang ini merupakan bagian dalam pengembangan masyarakat yang dirancang untuk mengakses proyek. Sehingga sulit dipisahkan apakah kelompok masyarakat itu timbul dari motivasi masyarakat sendiri apakah ataukah terbentuk


(44)

karena proyek. Kelompok yang terentuk karena proyek tidak akan mengakar dimasyarakat ketika proyek selesai proyek pun bubar. Demikian pula halnya dengan kelompok-kelompok yang dibentuk oleh masyarakat untuk memperoleh bantuan, ketika bantuan tak kunung dating maka aktivitas semakin surut dan ahirnya menghilang (Nainggolan dkk, 2014)..

Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara non formal dan dibentuk atas dasar kesamaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya), keakraban dan keserasian, serta mempunyai pimpinan untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok tani berfungsi sebagai media penyuluhan. Kelompok tani sebagai media penyuluhan bertujuan untuk membentuk petani tangguh yang mampu dalam menetapkan informasi, meningkatkan pendapatan, menghadapi resiko usaha , memanfaatkan asas skala usaha ekonomi dan memiliki kemandirian berusaha untuk membangun pertanian maju, efisien, dan tangguh (Nainggolan dkk, 2014).

Dalam konteks organisasi banyak diskusi yang berkembang yang menekankan pendekatan multipihak (multistakeholder) dan berbasis pada masyarakat. Organisasi masyarakat, kelompok tani organisasi adat dan organisasi lokal lainnya perlu mendapat perhatian. Organisasi sosial biasanya lebih berfungsi memecahkan masalah-masalah sosial. Dengan demikian penguatan kelembagaan perlu menekankan pada penguatan organisasi di tingkat lokal pula. Proses pembangunan di masa lalu lebih memperhatikan penguatan kelembagaan di lapisan atas. Biaya, tenaga dan perhatian pada penguatan organisasi pemerintah sangat besar. Salah satu pertanyaan kunci yang sering diajukan adalah bagaimana mengembangkan lembaga


(45)

29

keuangan dan pasar di tingkat local. Kekuatan ekonomi biasanya dipegang oleh swasta dengan kemampuan mereka menguasai lembaga keuangan dan pasar (Djogo dkk, 2003).

12. Peminjaman Modal Bantuan Kredit dan Peminjaman Modal dikoprasi Modal yang digunakan petani untuk mengusahakan lahan usaha lainnya berasal dari petani sendiri, lembaga kredit formal dan non formal petani yang mempunyai modal sendiri, sumber berasal penjualan hasil usaha tani atau ternak dan dari hasil tabungannya. Sumber kredit formal antara lain BRI, KUD, BPR, BPD, Sedangkan sumber kredittidak formal antara lain berasal dari tetangga, teman, dan pedagang hasil pertanian (Nurmala dkk, 2012)..

Lembaga kredit formal adalah lembaga yang operasionalnya diatur oleh undang, sedangkan lembaga kredit yang tidak formal tidak diatur oleh suatu undang-undang mengenai pendirian, pelaksanaan dan syarat-syaratnya. Diantara dua sumber kredit pertanian yang paling banyak dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber modal usaha tani adalah kredit tidak formal (Nurmala dkk, 2012).

Alasan-alasan petani lebih mengandalkan sumber kredit dari tidak formal karena caranya mudah dan cepat pelayanannya, administrasi tidak berbelit-belit cukup dengan satu kuitansi meskipun tidak bermaterai, jumlahnya tidak dibatasi secar ketat tetapi sesuai dengan kebutuhan petani, waktunya tidak dibatasi jam kantor, dan jaminannya cukup kepercayaan saja atau tanaman yang belum dipanen (Nurmala dkk, 2012).


(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian dilakukan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu. Desa Sukoharjo 1 sejak tahun 2012 dicanangkan sebagai lokasi pengembangan agroforestri wisata untuk daerah Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan mei—juli 2014.

B. Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, kuesioner, dan komputer. Objek penelitian ini adalah rumah tangga petani yang mengelola hutan rakyat dengan sistem agroforestri di Desa Sukoharjo 1.

C. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini beberapa istilah yang digunakan didefinisikan sebagai berikut. 1) Agroforestri merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran

pepohonan, semak atau dengan tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan. Lahan agroforestri milik rakyat dengan ketentuan luas tidak kurang dari 0,25 hektar.


(47)

31

2) Petani adalah petani yang mengelola hutan dengan sistem agroforestri.

3) Hasil agroforestri adalah semua barang dan jasa (kayu dan non kayu) yang memberi pendapatan bagi petani dari proses pengelolaan agroforestri.

4) Pendapatan petani adalah: penjumlahan total pendapatan bersih petani dari berbagai sumber yang dinilai dalam satuan mata uang tertentu yang telah dikurangi dengan biaya produksi dalam usaha petani agroforestri

5) Biaya adalah nilai yang dikeluarkan dalam usaha tani.

6) Kontribusi adalah sumbangan terhadap pendapatan total petani dalam mengelola hutan rakyat dengan sistem agroforestri.

7) Umur adalah umur petani agroforsetry.

8) Luas kebun adalah berapa hektar luas kebun yang dimiliki petani agroforestri. 9) Luas sawah adalah berapa hektar besar luas sawah yang dimiliki oleh petani

agroforestri

10) Luas kandang ternak adalah berapa besar luasan kandang ternak yang dimilki oleh petani agroforestri.

11) Luas kolam ikan adalah berapa besar luas kolam ikan yang dimilki oleh petani agroforestri.

12) Jumlah tenaga kerja adalah total tenaga kerja yang digunakan petani dalam setiap usaha agroforestri yang memberikan suatu pendapatan.

13) Jarak rumah ke kebun adalah jarak yang ditempuh petani dari rumah ke kebun (km).

14) Jumlah jenis tanaman adalah jumlahl jenis tanaman yang ditanamn oleh petani di kebun milik petani agroforestri.


(48)

15) Jumlah jenis ternak adalah jumlah jenis ternak yang dimilki oleh petani agroforestri yang memberikan tambahan pendapatan.

16) Pendidikan adalah tingkat pendidikan petani agroforestri (SD, SMP, SMA, dan Sarjana).

17) Pendidikan non formal adalah pernah atau tidak pernah petani mengikuti kegitan pendidikan formal.

20) Suku adalah suku petani apakah bersuku jawa atau suku lainnya. 21) Agama adalah apakah petani beragama islam atau agama lainnya.

22) Kemiringan lahan adalah keadaan kebun petani apakah lerang atau tidak.

23) Keanggotaan kelompok tani adalah apakah petani masuk kedalam kelompok tani atau tidak.

24) Kepengurusan kelompok tani adalah petani yang tergabung dalam kepengurusan kelompok tani.

25) Pemahaman agroforestri adalah pengetahuan petani tentang agroforestri.

26) Bantuan kredit adalah peminjaman modal pengelolaan agroforestri dari bantuan kredit.

27) Peminjaman modal dikoprasi adalah petani meminjam modal pengelolaan agroforestri dengan koprasi.


(49)

33

D. Jenis Data

a. Data primer

1) Data umum dari rumah tangga petani meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, jenis kelamin, pendidikan terahir, status perkawinan. 2) Pendapatan petani meliputi:

a) Komponen pendapatan yaitu: pendapatan dari hasil pengelolaan agroforestri seperti dari kebun, pertanian, peternakan, perikanan, dan non agroforestri seperti PNS, buruh, dagang dan usaha lainnya.

b) Komponen biaya produksi yaitu: biaya pajak lahan, biaya (upah) tenaga kerja, biaya pengadaan bibit, pupuk, alat, dan obat-obatan, biaya pemanenan hasil. Jenis produk agroforestri yang ditanam, pengeluaran dari masing-masing produk agroforestri serta pengeluaran faktor produksi dalam pengelolaan agroforestri.

b. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian baik lingkungan fisik, sosial ekonomi masyarakat, data-data statistik identitas penduduk, dan buku-buku literatur lain terkait pendapatan petani serta data-data lain yang berkaitan dengan penelitian yang bersumber dari pustaka ataupun instansi terkait.


(50)

E. Cara pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara.

1) Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data primer. Data dikumpulkan melalui tanya jawab/wawancara yang dilakukan langsung dengan responden. Tanya jawab dilakukan menggunakan daftar pertanyaan umum atau kuesioner untuk memperoleh informasi.

2) Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data sekunder dengan cara membaca dan mengutip teori-teori yang berasal dari buku dan tulisan-tulisan lain yang relevan dengan penelitian ini.

E. Metode pengambilan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani pengusaha hutan rakyat dengan sistem agroforestri di Desa Sukoharjo 1 Kabupaten Pringsewu sebanyak 446 responden. Menurut Arikunto (2006) jika populasi lebih dari 100 maka batas error yang digunakan adalah 10—15%. Batas eror yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah 15% karena akan menunjang data. Penentuan besar sampel menggunakan rumus Slovin (Soewadji, 2012):

N n = ———— N (e)² + 1 Keterangan:


(51)

35

N = Jumlah populasi petani agroforestri yang ada di lokasi penelitian adalah 446 responden

e = Batas error 15 % 1 = bilangan konstan

0,15

1 446

446 n

2 

40 1 0,0225 446 446 n  

 orang ≈ n = 41

Berdasarkan perhitungan diatas, maka jumlah sampel petani agroforestri adalah sebanyak 41 orang.

Desa Sukoharjo 1 terdiri dari tujuh dusun, maka penentuan sampel dari setiap dusun menggunakan metode Proportional Simple Random Sampling yang mengacu pada rumus Nazir, 1988:

ni =[ ] n

Keterangan:

n : jumlah seluruh responden ni : jumlah sampel setiap dusun N : jumlah populasi seluruh dusun

Ni : jumlah populasi masing-masing dusun

Tabel 1. Jumlah responden masing-masing dusun

Dusun Jumlah Petani Agroforestri (KK)

Jumlah Responden (KK)

1 26 3

2 31 3

3 90 8

4 80 7

5 89 8

6 44 4

7 101 9


(52)

Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sample berdasarkan kesengajaan (Soekartawi, 1995) dengan pertimbangan responden adalah petani yang mengelola hutan rakyat dengan sistem agroforestri.

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Kontribusi Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga

Data kontribusi atau pendapatan rumah tangga dihitung secara manual. Data yang telah dihitung disajikan kedalam tabel. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengolahan data pendapatan. Menurut Soekartawi (1995) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Sedangkan penerimaan petani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.

Pd = TR – TC Pd = Total Pendapatan TR = Total penerimaan TC = Total Biaya

 Pendapatan dari Kebun R = Pe - Br Keterangan:

R = Pendapatan petani dari kebun (Rp/ha/tahun) Pe = Penerimaan dari kebun (Rp/ha/tahun) Br = Biaya pengelolaan kebun (Rp/ha/tahun)  Pendapatan bersih dari pertanian

Pp = Ppe – Bp

Pp = Pendapatan petani dari pertanian (Rp/ha/tahun) Ppe = penerimaan dari pertanian (Rp/ha/tahun) Bp = Biaya pengelolaan pertanian (Rp/ha/tahun)


(53)

37

 Pendapatan dari hewan ternak Ph = PI – B

Ph = Pendapatan petani dari hewan ternak (Rp/tahun) Pph = Penerimaan petani dari hewan ternak (Rp/tahun) Bt = Biaya perawatan hewan ternak (Rp/tahun)  Pendapatan dari Perikanan

Pr = Ppp – B

Pr = Pendapatan petani dari prikanan (Rp/tahun) Ppr = Penerimaan petani dari perikanan (Rp/tahun) Br = Biaya perikanan (Rp/tahun)

 Pendapatan dari pekerjaan lain Pn = PI – Bt

Pn = Pendapatan petani dari pekerjaan lain (Rp/tahun) Pph = Penerimaan petani dari pekerjaa lain (Rp/tahun) Bn = Biaya (Rp/tahun)

 Pendapatan total rumah tangga petani Pt = R + Pp + Ph + Pn

R = Pendapatan petani dari sistem Agroforestri (Rp/ha/tahun) Pp = Pendapatan petani dari pertanian (Rp/ha/tahun)

Ph = Pendpatan petani dari hewan ternak (Rp/tahun) Pn = Pendapatan petani dari pekerjaan lain (Rp/tahun)  Kontribusi dari agroforestri terhadap pendapatan total petani

̅̅̅̅ = ̅

̅̅̅̅ × 100%

̅̅̅̅ = Kontribusi dari agroforestri

̅ = Pendapatan petani dari sistem Agroforestri (Kebun, pertanian, peternakan, perikanan)

̅̅̅ = Pendapatan total rumah tangga petani

2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan petani

Metode yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani di Desa Sukoharjo 1 adalah dengan metode analisis deskriptif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam, observasi dan studi pustaka. Data yang diambil dan yang


(54)

sudah dikumpul dari hasil kuisioner dinyatakan dalam bentuk tabel, berupa data karakteristik responden yang meliputi: umur, luas kebu, luas sawah, luas kolam, jumlah tenaga kerja, kelerengan lahan, jarak rumah terhadap lahan agroforestri, ,pendidikan formal, pendidikan non formal, suku, agama, jenis tanaman, jumlah jenis tanaman, keanggotaan kelompok tani, kepegurusan kelompok tani, pemahaman agroforestri, peminjaman bantuan kredit, dan peminjaman modal dikoprasi. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi pendapatan petani agroforestri. Pengolahan dan analisis data diolah dengan Program SPSS serta disajikan dengan tabulasi.

Analisis regresi linier berganda dilakukan jika terdapat lebih dari satu variabel independen (bebas). Pada analisis regresi linier berganda dapat dilihat pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen (terikat) Santoso (2014). Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani dengan modifikasi rumus sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b1Dpendidkan1 + b1Dpendidkan2 + b1Dpendidkan3 + b2D2 + b3D3 v+ b4D4 + b5D5 + b6D6 + b7D7+ b8D8+ b9D9 + b9D9 + e

Keterangan:

Y = Pendapatan responden petani agroforestri (Rp/tahun) a = Konstanta

b = Angka arah atau koefisien regresi e = Eror

X1 = Umur (Tahun) X2 = Luas kebun ((Ha) X3 = Luas sawah (Ha)


(55)

39

X4 = Luas kandang ternak (M2) X5 = Luas kolam ikan (M2) X6 = Jumlah tenaga kerja (orang)

X7 = Jarak rumah terhadap lahan agroforestri (Km) X8 = Jumlah jenis tanaman

X9 = Jumlah jenis ternak

D1 = Pendidikan formal (Pendidikan formal didammy dengan modifikasi pada Tabel 2.

Tabel 2. Dammy Pendidikan Formal dari SD, SMP, SMA, dan Sarjana. Pendidikan D pendidikan1 D pendidikan2 D pendidikan3

SD 0 0 0

SMP 1 0 0

SMA 0 1 0

SARJANA 0 0 1

D2 = Pendidikan nonformal (1=pernah, 0= tidak pernah) D3 = Suku (1= jawa, 0= lainnya)

D4 = Agama (1= islam, 0=lainnya)

D5 = Kemiringan lahan (1= lereng, 0=tidak)

D6 = Keanggotaan kelompok tani (1= iya, 0=tidak) D7 = Kepengurusan kelompok tani (1= iya, 0=tidak) D8 = Pemahaman agroforestri (1= iya, 0= tidak) D9 = Bantuan kredit (1= iya, 0= tidak)

D10 = Peminjaman modal di koperasi (1= iya, 0= tidak)

1) Uji Anova (Uji F)

Signifikansi pengaruh variabel peubah (independen) terhadap variabel tetap (dependen)akan digunakan uji F pada taraf nyata 5% dan 10%.

Kriteria uji F:

Jika nilai F hitung (Nilai Sig) < F tabel (α=0,05) maka Ho diterima, atau


(56)

2) Uji t

Santoso (2014) menerangakan, uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing variabel. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Jika probabilitas nilai t atau signifikansi < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Atau jika probabilitas nilai t atau signifikansi > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel atau dengan melihat kolom signifikansi pada masing-masing t hitung, proses uji t identik dengan uji F. Hasil dari uji t pada perhitungan bermaksud untuk menjawab tujuan dari penelitian yang akan dilakukan yaitu mengetahui pengaruh antara masing-masing variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y).

Interpretasi terhadap persamaan tersebut beserta uji hipotesis akan diberikan sebagai berikut:

a. Jika t-hitung

t-tabel (n-2) maka terima Ho, tolak H1 pada  = 0,01 atau 0,05 berarti kedua peubah tidak menunjukkan hubungan yang nyata antara kedua variabel yang diuji.

b. Jika t-hitung > t-tabel (n-2) maka tolak Ho, terima H1 pada  = 0,01 atau 0,05 berarti kedua peubah menunjukkan hubungan yang nyata antara kedua variabel yang diuji.


(57)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan salah satu dari tiga Kabupaten termuda di Provinsi Lampung. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran. Letak Geograpis Kabupaten Pringsewu secara rinci antara 5”8’ dan 8”8’ Lintang Selatan dan 104”42’ dan 105”8’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Pringsewu terdiri dari 625 Km2 wilayah daratan. Suhu Udara rata-rata di Kabupaten Pringsewu bersuhu antara 240C sampai 280C, dan di Pringsewu tidak mempunyai lautan, semua berupa daratan. Wilayah Kabupaten Pringsewu terdiri dari wilayah daratan dan sedikit perbukitan yang merupakan variasi antara dataran tinggi dan dataran rendah.

2. Penduduk

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten Pringsewu mencapai 379.190 jiwa. Mengalami kenaikan sekitar 2,44% dari tahun 2012 dimana pada tahun tersebut jumlah penduduk hanya mencapai


(58)

370.157 jiwa. Pada tahun 2013 Kecamatan Pringsewu merupakam Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak mencapai 78,043 jiwa, disusul oleh Gadingrejo dan Sukoharjo. Kedua Kecamatan ini mempunyai luas wilayah yang lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan Pringsewu. Kabupaten Pringsewu mengalami penurunan kepadatan penduduknya per kilometer persegi, dimana pada tahun 2012 kepadatannya 592,25 jiwa/km2 , menjadi 606,70 jiwa/km2. Hal ini berarti setiap 1 km2 suatu wilayah mendapat tambahan penduduk sekitar 14 jiwa.

2. Pendidikan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) dalam kurun waktu 2012 sampai 2013 angka melek huruf Kabupaten Pringsewu mengalami sedikit perubahan yaitu 96,09% pada tahun 2012 96,20% pada tahun 2013. Begitu pula untuk rata-rata lama sekolah penduduk Pringsewu yaitu 8,62 tahun pada tahun 2012 menjadi 8,64 tahun pada tahun 2013, dengan demikian Kabupaten Pringsewu menempati posisi ketiga setelah kota Metro dan kota Bandar Lampung dari 14 Kabupaten kota se Provinsi Lampung. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi bidang pendidikan di Pringsewu mengalami kemajuan.

Capaian dibidang pendidikan terkait erat dengan ketersediaan fasilitas pendidikan. Pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Pringsewu untuk tahun ajaran 2012/2013 seorang guru rata-rata mengajar 13 murud SD. Semakin tingi jenjang pendidikan maka beban seorang guru semakin semakin sedikit. Dimana nuntuk jenjang


(59)

43

pendidikan SLTP rata-rata seorang guru mengajar 11 murid dan dijenjang SLTA beban seorang guru hanya mengajar 11 murid.

B. Kecamatan Sukoharjo

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2012) Kabupaten Pringsewu terdiri dari 8 wilayah kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Sukoharjo. Luas wilayah Kecamatan Sukoharjo adalah 10,5 km2 dengan jumlah penduduk 45.181 jiwa serta kepadatan penduduk 483 jiwa/km2. Batas wilayah Kecamatan Sukoharjo adalah sebagai berikut:

 Batas Utara : Kecamatan Adiluwih.

 Batas Barat : Kecamatan Negri Katon, Kabupaten Pesawaran.  Batas Selatan : Kecamatan Pringsewu.

 Batas Timur : Kecamatan Banyumas.

Banyaknya penduduk Kecamatan Sukoharjo menurut pemeluk agama tahun 2011 yang beragama Islam berjumlah 44.684 jiwa, yang beragama Kristen 38 jiwa, dan yang memeluk Agama Katolik 75 jiwa serta yang memeluk Agama Hindu 383 jiwa. Yang diusahakan oleh masyarakat di Kecamatan Sukoharjo adalah usaha pengelolaan kebun rakyat, perikanan, peternakan, pertanian atau sawah dan usaha lainnya.

Kecamatan Sukoharjo terdiri dari 13 Desa yaitu Desa Sinar Baru, Sukoharjo 1, Sukoharjo II, Sukoharjo III, Sukoharjo IV, Panggung Rejo, Pandansari, Pandan Surat,


(60)

Keputran, Sukoyoso, Siliwangi, Waringin Barat dan Desa Pandan Sari Selatan. Desa Sukoharjo 1 merupakan lokasi penelitian.

C. Desa Sukoharjo 1. 1. Kondisi Wilayah

Data program penyuluhan kehutanan Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Sukoharjo tahun 2014 menyatakan bahwa wilayah kerja penyuluh kehutanan Sukoharjo terdiri dari empat desa, yaitu Desa Sukoharjo I, Sukoharjo II, Sinar Baru, dan Sinar Baru Timur. Desa Sukoharjo I dengan luas wilayah 651 Ha dengan batas luar sebagai berikut:

 Batas Utara : Desa Sukoharjo III.  Batas Barat : Desa Sukoharjo III.

 Batas Selatan : Desa Rejosari Kecamatan Pringsewu.  Batas Timur : Desa Sinar Baru.

2. Tipe Iklim

Kelurahan Gedung Meneng termasuk areal yang datar dengan ketinggian ± 100 meter diatas permukaan laut, beriklim tropis dengan musim hujan dan kemarau beganti setiap tahun. Suhu udara rata-rata setiap harinya berkisar antara 27°C hingga 29°C.


(61)

45

3. Kependudukan

Desa Sukoharjo I merupakan desa yang memiliki penduduk dengan suku antaralain suku jawa, suku sunda, dan suku lampung. Sedangkan suku jawa yang mendominasi, dan agama kepercayaan (Islam, Kristen, Hindu). Berdasarkan data kependudukan tahun 2012 di Sukoharjo I terdapat 1.137 kepala keluarga, terdiri dari 5.008 jiwa yang dibagi dalam kondisi tenaga kerja pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah Penduduk dibagi dalam Kondisi Tenaga Kerja No. Kriteria Berdasarkan Usia Jumlah

Jiwa

Persentase (%) 1 Angkatan Kerja (usia 15-55 tahun) 2.504 55 2 Usia 15-55 tahun masih berstatus sekolah 275 6 3 Usia 15-55 tahun sebagai ibu rumah tangga 1.098 24 4 Usia 15-55 tahun bekerja penuh 377 7 5 Usia 15-55 tahun bekerja tidak menentu 754 17 Sumber: Data Sumber Daya Manusia (2012).

4. Ekonomi Kelompok Tani

1. Pengembangan usaha pemupukan modal dalam kelompok tani melalui simpanan wajib dan simpanan pokok serta usaha kolektif baru mencapai 40%.

2. Kemampuan menganalisa usaha tani yang diusahakan, kemudian memilih usaha tani yang produktif baru mencapai 45%.

3. Kemampuan untuk bermitra dalam penyediaan permodalan, saprodi pertanian, dan pemasaran hasil baru mencapai 35%.


(62)

5. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian

Lahan agroforestri di Desa Sukoharjo 1 sebagian besar ditanami dengan tanaman kakao, pisang (Musa acumata), kelapa (Cocos nucifera), petai (Parcia speciosa), waru (Hibiscus tiliaceus), cempaka (Michelia champaca), gaharu (Aquileria moluccensis), karet (Hevea braziliensis), nangka (Artocarpus heterophyllus), albazia (Albizia falcataria), durian (Durio zibethinus), alpukat (Persea americana), medang (litsea amarablurne), jati (Tectona grandis), bayur (Pterospermum javanicum), rambutan (Nephelium lappreaceum), akasia (Acacia mangium), mahoni (Swietenia mahagoni), sengon (Paraserianthes falcatara), tangkil (Gnetum gnemon), cengkeh (Syzygium aromaticum), manggis (Garciana mangostana), sawo (Marilkara kauki). Beberapa jenis tanaman tersebut jenis tanaman yang sebagian besar terdapat disemua kebun petani adalah kakao, petai, kelapa, karet dan pisang yang dapat memberikan penghasilan dalam jangka waktu yang pendek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Desa Sukoharjo 1 merupakan wilayah pengembangan agroforestri wisata yang telah berjalan selama 1,5 tahun sejak tahun 2012. Kegiatan tersebut mengkombinasikan antara tanaman kehutanan dengan pertanian, peternakan dan perikanan dalan satu bidang lahan. Tata letak hutan rakyat, perikanan, peternakan, pertanian dirancang oleh Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDMK) sehingga membentuk suatu agroforestri yang kompleks.


(63)

47

Sebagian besar lahan agroforestri di Desa Sukoharjo 1 didapat dari warisan namun banyak tanaman kehutanan yang baru ditanami kembali sehingga banyak tanaman yang belum dalam masa produktif. Tanaman yang masih ada sejak dahulu yaitu kelapa yang sebagian besar berumur 30-35 tahun selain memiliki lahan agroforestri di Desa Sukoharjo 1 terdapat lahan persawahan yang merupakan salah satu pendapatan utama petani di Desa Sukoharjo 1.

Desa Sukoharjo 1 terdapat gabungan kelompok tani atau yang sering disebut dengan Gapoktan. Gabungan kelompok tani yang terdiri dari 9 kelompok tani yaitu kelompok Sidomuncul, Mina Raharja, Rukun Sentosa, Sido Rukun, Ngudi Rukun, Mekar I, Mekar II, Mekar 1V dan Tani Makmur.


(64)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani adalah 88,31% atau sebesar Rp 50.142.696,00/kk/ha/tahun agroforestri memberikan kontribusi yang lebih

banyak dibanding dengan pendapatan lainnya dikarenakan mayoritas responden bergantung dengan lahan agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

2. Variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan petani agroforestri adalah umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, suku, agama dan kemiringan lahan kebun, dan peminjaman bantuan kredit.

B. Saran

Kakao memberikan kontribusi yang paling banyak terhadap pendapatan petani, dengan demikian petani agroforestri di Desa Sukoharjo 1 lebih intensif lagi dalam pengelolaan kakao seperti pemberian pupuk, pemangkasan cabang dan pembasmian hama sehingga produktivitas kakao dapat dipertahankan atau ditingkatkan,


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Pringsewu Dalam angka 2012. BPS Kabupaten Pringsewu. Lampung

Badan Pusat Statistik. 2012. Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPPS) 2011. Kepala Badan Pendidikan Dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Sukoharjo dalam angka 2011. BPS Kabupaten Pringsewu. Lampung.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Kehutanan R.I. 2011. Statistik Kehutana Indonesia. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Dinas Kehutanan. 2013. Kebun Bibit Rakyat. Provinsi Lampung.

Dida, S. 2002. Pemilihan jenis tanaman, penanganan benih dan teknik persemaian untuk pembangunan hutan rakyat, tekno benih. Puslitbang Bioteknologi dan pemuliaan Tanaman Hutan, Balai Teknologi Perbenihan Bogor. 7(2).

Djogo, T., Sunaryo., D.Suharjito dan M. Sirait. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor.

Diniyati, D., S.A. Awang. 2010. Kebijakan penentuan bentuk insentif pengembangan hutan rakyat di wilayah gunung sawal, ciamis dengan metode AHP. Jurnal analisis kebijkaan kehutanan. 7.(2):129-143

F/FRED. 1992. Growing Multypurpose Trees on Small Farm. Winrock International, Bangkok, Thailand.


(1)

47

Sebagian besar lahan agroforestri di Desa Sukoharjo 1 didapat dari warisan namun banyak tanaman kehutanan yang baru ditanami kembali sehingga banyak tanaman yang belum dalam masa produktif. Tanaman yang masih ada sejak dahulu yaitu kelapa yang sebagian besar berumur 30-35 tahun selain memiliki lahan agroforestri di Desa Sukoharjo 1 terdapat lahan persawahan yang merupakan salah satu pendapatan utama petani di Desa Sukoharjo 1.

Desa Sukoharjo 1 terdapat gabungan kelompok tani atau yang sering disebut dengan Gapoktan. Gabungan kelompok tani yang terdiri dari 9 kelompok tani yaitu kelompok Sidomuncul, Mina Raharja, Rukun Sentosa, Sido Rukun, Ngudi Rukun, Mekar I, Mekar II, Mekar 1V dan Tani Makmur.


(2)

72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kontribusi agroforestri terhadap pendapatan petani adalah 88,31% atau sebesar Rp 50.142.696,00/kk/ha/tahun agroforestri memberikan kontribusi yang lebih

banyak dibanding dengan pendapatan lainnya dikarenakan mayoritas responden bergantung dengan lahan agroforestri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

2. Variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan petani agroforestri adalah umur, luas lahan, jumlah tenaga kerja, suku, agama dan kemiringan lahan kebun, dan peminjaman bantuan kredit.

B. Saran

Kakao memberikan kontribusi yang paling banyak terhadap pendapatan petani, dengan demikian petani agroforestri di Desa Sukoharjo 1 lebih intensif lagi dalam pengelolaan kakao seperti pemberian pupuk, pemangkasan cabang dan pembasmian hama sehingga produktivitas kakao dapat dipertahankan atau ditingkatkan,


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2013. Pringsewu Dalam angka 2012. BPS Kabupaten Pringsewu. Lampung

Badan Pusat Statistik. 2012. Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPPS) 2011. Kepala Badan Pendidikan Dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Sukoharjo dalam angka 2011. BPS Kabupaten Pringsewu. Lampung.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Departemen Kehutanan R.I. 2011. Statistik Kehutana Indonesia. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Dinas Kehutanan. 2013. Kebun Bibit Rakyat. Provinsi Lampung.

Dida, S. 2002. Pemilihan jenis tanaman, penanganan benih dan teknik persemaian untuk pembangunan hutan rakyat, tekno benih. Puslitbang Bioteknologi dan pemuliaan Tanaman Hutan, Balai Teknologi Perbenihan Bogor. 7(2).

Djogo, T., Sunaryo., D.Suharjito dan M. Sirait. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor.

Diniyati, D., S.A. Awang. 2010. Kebijakan penentuan bentuk insentif pengembangan hutan rakyat di wilayah gunung sawal, ciamis dengan metode AHP. Jurnal analisis kebijkaan kehutanan. 7.(2):129-143

F/FRED. 1992. Growing Multypurpose Trees on Small Farm. Winrock International, Bangkok, Thailand.


(4)

Hairiah, K., M. Agung., Sardjono dan S. Sabarnurdin. 2003. Pengantar Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor. Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Kurnia, U., A. Rahman., A. Dahraih. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Agroklimat BPPP Departemen Pertanian. Jakarta.

Mariani., S.Maryam., Husinsyah, 2011. Pengaruh metode System of Rice Intensification (SRI) terhadap pendapatan dan efisiensi uasahatani padi (Oryza sativa) di Desa karang tunggal kecamatan tenggarong seberang kabupaten kutai kartanegara. Jurnal Agribisnis. 8(2):17-23p.

Mile, M.Y., 2007. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Pemilihan Jenis, Pola Tanam dan Teknik Produksi Agribisnis Hutan Rakyat. Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. Bogor.

Miller, L.M. dan R.E. Meiners. 1994. Teori Ekonomi Mikro Intermediate. Edisi ketiga. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Munadi, I. 2010. New Super Muslim Strategi Terdahsyat Menjadi Kaya-Sukses-Bahagia-Mati, Insyaalah Masuk Surga. Pt Elex Media Koputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Nainggolan.K., Indra. M.H., Erdiman. 2014. Teknologi Melipatgandakan Produksi Padi Nasional. PT Garuda Pustaka Utama. Jakarta.

Napirin, M. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani transmigrasi dalam penerapan agro hutan di desa damar lima kecamatan jorong kabupaten tanah laut kalimantan selatan. Jurnal Hutan Tropis Borneo. 22(18): 85-88.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Nurmala, T., A.D.Suyono., A.Rodjak., T. Suganda., S. Nasasmita.,T.Simarmata., E. H. Salim., Y.Yuwariah., T.P. Sendjaja., S.N. Wiyono., S. Hasani. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Edisi pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta. Patty, Z. 2010. Kontribusi komoditi kopra terhadap pendapatan rumah tangga

tani di kabupaten halmahera utara. Jurnal Agroforestri. 3(3): 51-57.

Peraturan Pemerintah R.I. No 06. 2007. Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Presiden Republik Indonesia. Jakarta


(5)

Phahlevi, R. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani padi sawah di kota padang panjang. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 1(2):1-22. Potensi Sumberdaya Alam, 2012. Potensi Sumber Daya Alam. Desa Sukoharjo.

Kabupaten Pringsewu.

Purwanti, R. 2007. Pendapatan petani dataran tinggi sub das malino (studi kasus: kelurahan gantarang, kabuvaten gowa). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 4:257-269.

Reijntjes C, Haverkort B and A. Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk Pertanian Berekelanjutan dengan Input Luar Rendah. Terjemahan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sadono, S. 1994. Pengantar Teori Mikro ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Saparinto, C. 2013. Bisnis Ikan Konsumsi di Lahan Sempit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sanudin dan D. Priambodo. 2013. Analisis sistem dalam pengelolaan hutan rakyat agroforestry di Hulu das Citanduy: Kasus Di Desa Sukamaju, Ciamis. Jurnal Online Pertanian Tropik. 1(1):33-46.

Sardjono, M.A., T. Djogo., H.S. Arifin., N. Wijayanto. 2003. Klasifikasi Dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor.

Senoaji, G. 2012. Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry oleh masyarakat badui di banten selatan. Jurnal Bumi Lestari. 12(2): 283-293.

Santoso, S. 2014. Statistik Parametrik. Edisi Revisi. Kompas Gramedia. Jakarta Soekartawi., A. Soeharjo., J L. Dillon, J.B Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan

Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Sudibjo, N.E. 1999. Kajian Agroforestry Karet dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Study Kasus di Desa Sipunggur Kec Muara Bungo Kabupaten Bungo Tebu Jambi). World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor.

Suharjito, D., L. Sudawati, Suyanto, S.R. Utami. 2003. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestri. World Agroforestri Centre (ICRAF). Bogor


(6)

Susilorini, T.E., Manik. E.S., Muharlien. 2013. Budidaya 22 Ternak Potensial. Catakan 7. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tohir, K.A. 1991. Seuntai Pengetahuan Usaha Tani Indonesia. Cetakan kedua. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Widianto., K. Hairiah., D. Suharjito dan M.A. Sardjono. 2003 Fungsi Dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia. Bogor. Zega, S.B. 2013. Analisis pengelolaan agroforestry dan kontribusinya terhadap

perekonomian masyarakat. Jurnal Peronema Forestry Science. 2(2):152-162.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PERILAKU BIROKRASI KANTOR KECAMATAN SUKOHARJO TERHADAP KEPUASAN DALAM PELAYANAN PUBLIK MASYRAKAT PEKON PANDANSARI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 16

Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu

0 27 94

POTENSI LIMBAH PADI SEBAGAI PAKAN SAPI BALI DI DESA SUKOHARJO II KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 3 33

DESKRIPSI KEHIDUPAN MASYARAKAT PENGRAJIN BATU BATA DI PEKON SUKOHARJO II KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

2 11 49

JUDUL INDONESIA: PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO (Kasus Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu) JUDUL INGGRIS: COCOA FARMERS’ PERCEPTION TOWARD SL-PH

0 26 76

PERSEPSI PETANI TERHADAP PROGRAM SL-PHT KAKAO DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI KAKAO (Theobroma cacao L) DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

0 14 100

MOTIVASI PETANI DALAM MENGELOLA HUTAN RAKYAT DI DESA SUKOHARJO 1 KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

6 52 48

KONTRIBUSI AGROFORESTRI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN SUMBER AGUNG KECAMATAN KEMILING KOTA BANDAR LAMPUNG

0 6 54

Kontribusi pengelolaan agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga petani (Studi Kasus: Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

0 3 110

Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 4 36