Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu

(1)

ABSTRACT

ABSTAIN BEHAVIOR IN VILLAGE HEAD ELECTION AT WARINGINSARI BARAT SUKOHARJO PRINGSEWU

By Arie Setiawan

In democracy states, general election is democracy symbol. Besides, general election is assumed as tool to realize citizen policies right. It can not be denied in general election the phenomena of abstain and incumbent happen.

Abstain is not an organization. Abstain not perform movements outside the law, because one goal of this movement is to strengthen compliance with the law. He did a protest within the limits of existing law, this movement is a cultural movement, in the sense that fighting is not a criticism but rather a transition of power in society where human rights are always protected against arbitrary rule. Related to the phenomena of abstain in village head election waringinsari barat 2011, the objectives of this research is to analyze the causal factor of abstain. This research is qualitative research. The source of data of this research were abstainers and incumbenter. They were chosen by using purposive sampling. The Data collecting technique were interview and documentation.

The result of this research are, first, technical factors caused abstain. This factor based on working, holiday, and learning cannot be left. Second, political factors that caused abstain, because they think their condition will be the same and whoever the village head will not change that condition.


(2)

ABSTRAK

PERILAKU GOLPUT MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA WARINGINSARI BARAT KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh: Arie Setiawan

Dalam negara-negara demokrasi, pemilihan umum merupakan simbol demokrasi. Selain itu, pemilihan umum dianggap sebagai sarana untuk mewujudkan hak politik warga negara. Tidak dapat dihindarkan ketika pemilihan umum dilaksanakan terjadi fenomena golput dalam berbagai pemilihan umum.

Golput bukanlah sebuah organisasi. Golput tidak melakukan gerakan-gerakan di luar hukum, karena salah satu tujuan dari gerakan ini adalah menguatkan ketaatan pada hukum. Dia melakukan protes dalam batasan-batasan hukum yang ada, gerakan ini merupakan gerakan kultural, dalam arti yang diperjuangkan bukanlah kekuasaan kritik melainkan suatu transisi masyarakat di mana hak asasi selalu terlindungi dari kekuasaan sewenang-wenang.

Terkait dengan adanya golput dalam pemilihan kepala desa Waringinsari Barat 2011, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab golput. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Kemudian sumber data adalah pemilih golput. Mereka dipilih secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah wawancara dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian yang manjadi penyebab masyarakat untuk tidak memilih adalah, pertama, faktor teknis adalah faktor yang menyebabkan golput. Faktor ini didasarkan pada harus bekerja, liburan, dan kuliah yang tidak bisa ditinggal. Kedua, faktor politis adalah faktor yang menyebabkan golput karena masyarakat menilai keadaan desa akan sama saja dan siapapun kepala desanya tidak akan mengubah keadaan itu.


(3)

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Otonomi Desa merupakan suatu condition sine quanon (sesuatu yang tidak dapat tidak ada). Tanpa adanya otonomi, maka organisasi pemerintahan terendah itu bukan lagi desa. Desa selalu mengandung unsur otonomi. Hilangnya otonomi berarti hilangnya sifat khas dan ciri desa, dengan kata lain wilayah itu tidak merupakan desa lagi.

Pada hakikatnya otonomi desa dan otonomi daerah adalah sama yaitu dalam hal penyelenggaraan yang dibatasi oleh undang-undang yang berlaku. Namun selain persamaan terdapat juga perbedaan antara otonomi desa dan otonomi daerah. Perbedaan dimaksud yaitu dalam hal asal-usul kedua otonomi tersebut. Otonomi Desa adalah otonomi asli yang ada sejak desa itu terbentuk (tumbuh di dalam masyarakat) dan bersumber dari hukum adat yang mencakup kehidupan lahir dan batin penduduk desa. Otonomi Desa bukan berasal dari pemberian pemerintah dan bukan sebagai akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi tetapi diperoleh secara tradisional. Sedangkan Otonomi Daerah adalah pemberian dari pemerintah dan sebagai akibat dari pelaksanaan asas desentralisasi (sebagai pendistribusian kewenangan dari pemerintah diatasnya). Otonomi Daerah diperoleh secara formal dan pelaksanaannya dengan peraturan perundang-undangan.


(4)

2

Dengan demikian, dalam otonomi desa terdapat kesan yang kuat bahwa, kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hanya dapat diketahui dan disediakan oleh masyarakat desa dan bukan pihak luar.(blog.unila.ac.id/denden/files/2009/07/Pemdes.doc)

Pemerintahan desa sebagai suatu kegiatan beroperasi didalam ruang lingkup yang dinamakan sebagai wilayah desa. Wilayah desa dimana diatasnya terdapat suatu masyarakat hukum, dan formal berstatus sebagai wilayah-wilayah administratif terkecil serta merupakan bagian dari wilayah-wilayah yang lebih luas yaitu kecamatan, kabupaten, dan provinsi.

Desa sebagai masyarakat hukum biasanya mengalami perkembangan dalam suatu jangka waktu tertentu, yaitu dari sebuah induk desa pecah menjadi anak-anak desa yang memisahkan diri guna membentuk kelompok baru dengan kesatuan tempat tinggal sendiri. Hal ini didasarkan pada perkembangan jumlah penduduk, sehingga terdapat kebutuhan akan badan (organisasi) baru guna memudahkan kepentingan warga desa yang bersangkutan.

Disamping kepala desa sebagai pimpinan formal, terdapat golongan pimpinan lain yang juga berpengaruh terhadap sifat mental dan tanggapan sosial ekonomis maupun kebudayaan masyarakat desa mereka ini selain tetua desa, termasuk pimpinan dari paguyuban agama, guru/kepala sekolah dan ustadz.

Selain tetua adat, di daerah yang kesukuannya masih kuat, penghulu adat juga berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat sebagai ahli yang mengetahui dan dengan gigih mempertahankan norma-norma adat kesukuan maupun tradisi


(5)

3

budaya lainnya pada suatu kelompok yang bersangkutan yang kadang-kadang memiliki pengaruh lebih besar daripada kepala desa.

Guna menggerakkan dinamika sosial masyarakat desa secara positif serta penanggulangan dinamika yang negatif maka peranan golongan yang dianggap sebagai pemimpin adalah sangat menentukan. Sehubungan dengan dijadikannya gerakan pembangunan masyarakat pedesaan sebagai arah perubahan arah kehidupan baik mental spiritual dan kehidupan ekonomi masyarakat desa maka di perlukan kepala desa yang mampu membawa kehidupan masyarakat desa menjadi lebih baik.

Ketokohan seseorang yang sangat kuat mempengaruhi pilihan politik masyarakat juga sudah sangat memudar. Simbol-simbol tokoh politik, tokoh organisasi, tokoh masyarakat, kiai, dan sebagainya, sekarang terasa kurang mampu mempengaruhi atau membelokkan pilihan politik masyarakat. Masyarakat sudah terasa sekali memiliki pilihan politiknya masing-masing, mencoba melepaskan diri dari kukungan tokoh politik, aliran, maupun partai yang selama ini diikutinya.(http://imamlirboyo.blogdetik.com)

Sesuai pendapat Jack C. Plato, bahwa perilaku politik seorang adalah pikiran dan tindakan yang berkaitan dengan pemerintah. Perilaku politik ini meliputi tanggapan-tanggapan internal seprti persepsi, sikap, keyakinan juga meliputi tindakan yang nyata seperti pemberian suara, protes, dan lobbying. (Sudiono Sastroadmojo;1995)


(6)

4

Sehingga perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Dalam penelitian ini proses tersebut mengacu pada penyelenggaraan pemilu. Pelaksanaan pemilu yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi yang bukan hanya menjamin legitimasi politik dan kredibilitas pemerintah hasil pemilu, tetapi juga menumbuhkan kesadaran dan antusiasme politik yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Begitupun jika pemilu tidak dilaksanakan secara terbuka, bebas, jujur, dan adil dengan system pemilihan yang tidak dapat diterima serta dimengerti masyarakat maka dapat menimbulkan perilaku destruktif atau kekerasan politik dan kerusuhan massa.

Gejala-gejala perilaku politik masyarakat ketika menghadapi pilkades memiliki keterkaitan terhadap pemilih dengan latar belakang pemilih Indonesia yang status pendidikan, intelektual dan status sosial ekonominya adalah masyarakat menengah kebawah. Pola pikir dan pertimbangan akal masyarakat dengan status tersebut sangat mungkin menjadi suatu kalkulasi yang sederhana untuk melihat bahwa yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat di pedesaan ketika pemilihan kepala desa berlangsung.

Dalam kehidupan politiknya, masyarakat desa Waringinsari Barat kerap merasa jenuh dengan penyelenggaraan pilkades yang tidak banyak memberikan kontribusi pada kehidupan mereka untuk dapat hidup secara layak. Contohnya ketika mereka menghadapi pemilihan kepala desa pada tanggal pada 30 April 2011 lalu, hasilnya sangat jelas terlihat. Masyarakat


(7)

5

lebih memilih calon yang sudah pernah terpilih menjadi kepala desa sebelumnya dan mencalonkan kembali menjadi kepala desa pada periode ini.

Berikut ini disajikan data perolehan suara dalam pilkades di desa Waringinsari Barat

No Nama Calon Perolehan Suara Presentase (%) Penggunaan Surat Suara Penggunaan Hak Pilih Jumlah Mata Pilih Syah Tidak

Syah

Memilih Tidak Memilih 1. Woto

Siswoyo

1.201 61

1.956 528 2.484 1.249 3.733 2. Agus

Wariyanto

755 39

Tabel 1. Perolehan suara

Dari tabel diatas sangat jelas terlihat yang menjadi masalah menarik yaitu banyaknya masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya. Hal tersebutlah yang membuat penelitian ini sangat menarik untuk diteliti.

Guna menggerakkan dinamika sosial masyarakat desa secara positif serta penanggulangan dinamika yang negatif maka peranan golongan yang dianggap sebagai pemimpin adalah sangat menentukan. Sehubungan dengan dijadikannya gerakan pembangunan masyarakat pedesaan sebagai arah perubahan arah kehidupan baik mental spiritual dan kehidupan ekonomi masyarakat desa maka di perlukan kepala desa yang mampu membawa kehidupan masyarakat desa menjadi lebih baik.

Berdasarkan perkembangan sosial politik melalui pemilu tersebut, terlihat adanya perilaku-perilaku politik yang berkembang pula. Idealnya perilaku politik masyarakat ketika pemilu di negara yang demokratis adalah pemilu yang bercirikan tanpa embel-embel apapun, karena pemegang otoritas


(8)

6

kekuasaan lahir dari adanya mandat atau kepercayaan rakyat. Melalui pemilu, rakyat memberikan kepercayaan kepada seseorang, atau sekelompok orang yang dinilai memiliki aspirasi sama dan berkemampuan, untuk memimpin, mengatur, dan mengelola negara. Pemilu adalah cara paling sahih memperoleh figur terbaik bangsa, dalam batasan periode waktu tertentu, untuk menjadi pemimpin atau menjadi wakil rakyat (sistem presidensial) atau, wakil partai politik (sistem parlementer). Melalui pemilu akan dihasilkan pemerintahan yang tidak semata legal (sah) namun juga legitimate atau memperoleh dukungan nyata dari rakyat. Pemilu adalah konsekuensi logis dari demokrasi yang berkedaulatan rakyat.

Tetapi pada kenyataannya, bahwa perilaku politik masyarakat sekarang telah menjadi lebih pragmatis, artinya perilaku politik masyarakat sekarang lebih mengutamakan segi manfaat dari pemilu itu sendiri yang diharapkan membawa mereka kearah yang lebih baik dari sebelumya. Perilaku politik masyarakat dalam pelaksanaan pemilu yang berskala nasional maupun lokal tersebut berpengaruh juga terhadap perilaku politik masyarakat dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa masyarakat desa saat ini karena didesak oleh kebutuhan ekonominya dan membuat perilaku politik masyarakat desa cenderung pragmatis pula.

Mayoritas di Indonesia proses pemilihan kepala desa berjalan dengan lancar karena sekarang masyarakat memiliki kesadaran politik yang lebih baik. Hal ini di dasari bahwa di era reformasi sekarang ini pelaksanaan pemilu sudah menjadi agenda rutin bangsa Indonesia. Semua pemimpin bangsa di pilih


(9)

7

melalui jalan pemilu mulai dari pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif, hingga pemilihan kepala desa.

Berdasarkan kondisi-kondisi diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang perilaku politik masyarakat desa Waringinsari Barat dalam pemilihan kepala desa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apakah yang menjadi penyebab masyarakat desa Waringinsari Barat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada dilokasi penelitian, maka penelitian ini bertujuan mengetahui faktor penyebab masyarakat desa Waringinsari Barat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2011.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Praktis

Bagi instansi terkait, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah kelurahan atau desa Waringinsari Barat dan para pelaku politik di desa Waringisari Barat dalam melakukan kegiatan politiknya.


(10)

8

2. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan dibidang pemerintahan yang berkaitan dengan pemerintahan desa, khususnya yang berkaitaan dengan pemilihan kepala desa.


(11)

II. LANDASAN TEORI

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam Pemilihan Umum

Istilah “golput” sendiri muncul tahun 1990-an. Istilah ini diperkenalkan oleh sejumlah aktivis dan kelompok pro demokrasi (seperti Arief Budiman) yang menolak terlibat dalam Pemilu di masa Orde Baru. Saat itu, Pemilu dilihat sebagai kewajiban. Warga negara yang mempunyai hak pilih dipaksa untuk terlibat atau berpartisipasi sebagai pemilih. Seseorang menggunakan hak pilihnya lebih karena kewajiban atau ketakutan daripada pencerminan dari sikap atau pilihan politik. Aktivis yang tidak setuju dengan penyelenggaraan Pemilu dan termasuk partai-partai yang ikut bertarung, memperkenalkan golput untuk mengajak agar masyarakat tidak ikut memilih. Golput karena itu lebih merupakan sikap atau polihan politik yang diambil secara sengaja. Saat

ini istilah ‘golput” kemungkinan mengalami perubahan. Saat ini, warga negara

berhak untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya. Tidak ada sanksi atau hukuman bagi orang yang tidak menggunakan hak pilihnya

Golput adalah singkatan dari Golongan Putih yaitu orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam proses Pemilihan Umum, baik karena sengaja maupun karena penyebab lainnya. Karena putih identik dengan bersih,


(12)

10

yaitu bersih dari segala noda-noda dalam proses pemilu tersebut. Ada berbagai macam penyebab orang berlaku Golput dan bila dibahas disini mungkin menjadi panjang di samping karena saya sendiri tidak mahir dalam hal ini.

Hasil dari pemilu berefek selama 5 tahun, di mana rakyat sebagai pemilih hanya dilibatkan dalam kurang lebih sebulan atau bahkan sebenarnya sekejap yaitu ketika proses pemilhan berlangsung. Rakyat kini semakin banyak yang golput, ditandai dengan meningkatnya angka golput di berbagai pemilihan kepala daerah.

Golput kini menjadi pro dan kontra. Ada banyak yang setuju golput karena sudah tidak percaya lagi dengan proses pemilu dan politik di negara ini. Banyak juga yang menentang tindakan golput. Bahkan sebuah kelompok keagamaan terbesar di negara ini mengeluarkan fatwa haram terhadap tindakan golput. Padahal sudah jelas tindakan golput adalah hak setiap warga negara.

Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor materi. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput. Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis dan cenderung berperilaku pragmatis.


(13)

11

Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini.

Tokoh masyarakat harus mau dan mampu mendidik warga agar mempunyai kesadaran politik. Politik tidak hanya diukur dengan uang atau hadiah lain. Pelaksanaan pemilu akan menentukan masa depan daerah.

Pada dasarnya, keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ramlan Surbakti yaitu memilih atau tidak memilih dalam pemilu. Sehingga, keputusan untuk tidak memilih ini juga merupakan suatu pilihan yang memungkinkan untuk diambil. Hal ini merupakan bentuk konsekuensi dari berbagai macam karakteristik perilaku politik masyarakat yang oleh Bone dan Renney diuraikan antara lain menyumbang dan memberikan dana bagi organisasi, mendirikan organisasi, menjadi anggota organisasi, mengemukakan pendapat, memberikan suara dan bersikap apolitis.

Sebenarnya perilaku memilih merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil dari masyarakat karena hal itu hanya menuntut suatu keterlibatan minimal yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Meskipun demikian perilaku memilih menjadi sebuah obyek penelitian menarik bagi para ilmuwan sosial, termasuk perilaku memilih di Indonesia. Hal ini dikarenakan pluralitas yang terdapat dalam masyarakat Indonesia, yaitu kemajemukan suku, agama, ideologi, aliran dan budaya politik dalam masyarakat yang dapat


(14)

12

mepengaruhi sikap dan perilaku memilih masyarakat terhadap pemilihan partai maupun calon kepala daerah tertentu. Lebih menarik lagi dicermati, bahwa ternyata pola perilaku masyarakat pemilih di Indonesia cenderung tidak bersifat rasional dalam arti bahwa para pemilih di Indonesia menentukan pilihannya terhadap partai tertentu bukan semata-mata karena perhitungan rasional tentang manfaat yang akan mereka terima, namun cenderung didasarkan oleh faktor-faktor yang bersifat tradisional dan ikatan-ikatan emosional yang dibangun sebagai akibat internalisasi nilai yang mereka pilih dari suatu generasi ke generasi sebelumnya. Maka, konsep identifikasi kepartaian menjadi sangat relevan dalam memahami perilaku memilih masyarakat.

B. Macam-Macam Golput

Golput juga dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a. Golput Teknis

Mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.

b. Golput Teknis-Politis

Seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).

c. Golput Politis

Mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.


(15)

13

d. Golput Ideologis

Mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain. Memilih adalah pilihan bijak. Dengan memilih, kita menjadi bagian dari masyarakat dan turut serta dalam pembangunan daerah. (http://ugiq.blogspot.com, diakses 19 Agustus 2011 pukul 16.10 WIB)

Penyebab adanya golput yaitu Pertama, administratif. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua, teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political engagement). Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak memandang Pemilu sebagai hal yang penting. Keempat, ekonomi politik. Pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon yang disukai dan sebagainya.

Golput bukanlah sebuah organisasi. Golput tidak melakukan gerakan-gerakan di luar hukum, karena salah satu tujuan dari gerakan-gerakan ini adalah menguatkan ketaatan pada hukum. Dia melakukan protes dalam


(16)

batasan-14

batasan hukum yang ada, gerakan ini merupakan gerakan kultural, dalam arti yang diperjuangkan bukanlah kekuasaan kritik melainkan suatu transisi masyarakat di mana hak asasi selalu terlindungi dari kekuasaan sewenang-wenang. Pada umumn ya orang mengartikan Golput sebagai tindakan orang yang secara sengaja dan sadar untuk tidak ikut mencoblos dalam pemilihan umum karena alasan tidak percaya dan tidak punya calon (pilihan) yang disukai, atau membuat pilihan dengan tetap menggunakan hak pilih tapi yang dicoblos adalah bukan gambar, tetapi bagian lain atau putihnya, artinya Bagi para pendukung Golput bisa merefleksikan banyak pesan. Oleh karena itu, pemahaman prilaku Golput haruslah kontekstual. Artinya, menjelaskan prilaku tidak bisa hanya didasarkan pada interpretasi sepihak para teoritis, ilmuwan, akedemisi atau bahkan peneliti, tetapi harus didasarkan pada pemahaman dan kesad aran para pendukung Golput itu sendiri: pesan apa yang

C.Penyebab Surat Suara Tidak Syah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan juga yang telah diatur dalam peraturan KPU no 13 tahun 2009 membagi tiga kategori penilaian sah atau tidak sah sebuah surat suara pada pemilu. Ketiga kategori penilaian tersebut yakni, surat suara yang dinyatakan sah, tidak sah, dan surat suara yang dianggap sah, saat ini mulai disosialisasikan secara masiv kepada para pemilih maupun penyelenggara pemilu.

Surat suara dinyatakan sah apa bila ditemukan beberapa unsur. Yaitu; tanda coblos hanya ditemukan satu kali pada surat suara, pada kolom nama parpol;


(17)

15

atau kolom nomor urut calon; atau kolom nama caleg. Hal ini sesuai pasal 153 ayat 1 UU Nomor 10/2008 yang menyebutkan, pemberian suara untuk pemilu anggota DPR/DPRD/DPRK/DPD dilakukan dengan memberi tanda centang satu kali pada surat suara.

Sedangkan surat suara yang dinyatakan tidak sah apabila ditemukan ada dua tanda coblos dalam kertas suara. Misalnya setelah mencoblos kolom nama calon, pemilih juga mencoblos kolom partai. Atau setelah mencoblos nama calon, kemudian mencoblos lagi kolom partai. Atau setelah mencoblos nomor urut calon, kemudian pemilih mencoblos lagi kolom nama calon. Surat suara juga dinyatakan tidak sah apabila ditemukan tanda coblos tiga kali, pada nomor urut calon, kolom nama calon, dan kolom lambang partai.

Selain itu, bentuk suara tidak sah juga dapat dilihat bila dalam surat suara ditemukan tanda coblos di luar nama kolom lambang partai, kolom nomor urut

caleg dan kolom nama caleg, serta sudut tanda “V” berada di luar ketiga kolom

tersebut.

Dari hasil pemilu yang telah ada ternyata kita dapat melihat sejauh mana kinerja KPU dalam mensukseskan terselengarakannyanya pemilu legislatif kali ini. salah satu parameternya adalah jumlah kertas suara yang rusak atau tidak syah.

Besarnya surat suara yang tidak syah menimbulkan banyak sekali kemungkinan, kemungkinan pertama adalah pemilih secara sadar membuat surat suara menjadi tidak syah karena beberapa faktor seperti tidak ingin surat


(18)

16

suaranya disalah gunakan maupun alasan2 idiologis. kemungkinan kedua adalah pemilih tidak mengetahui syarat surat suara yang syah, dengan tidak mengetahui cara memilih maka surat suara yang ada menjadi tidak syah karena pemilih melakukan sebuah kesalahan. kemungkinan ketiga adalah surat suara telah cacat dan pemilih tidak mengetahui kecacatannya sehingga bisa dianggap sebagai surat suara yang tidak syah.

Apabila kemungkinan kedua inilah yang paling masuk akal dan mungkin adalah mayoritas penyebab dari surat suara yang tidak syah karena kemungkinan pertama dan ketiga jumlahnya sangat tidak terlalu banyak, karena kemungkinan pertama orang yang sudah meniatkan untuk merusak suaranya dalam bilik berasal dari golongan orang2 yang sebenarnya golput dan orang yang golput tidak akan capek2 membuang tenaga,waktunya untuk hanya merusak surat suara walaupun tetap ada yang datang dan merusak surat suaranya tetapi jumlahnya tidak dominan, kemungkinan ketiga juga sama apabila kemungkinan ketiga merupakan faktor dominan berarti penyediaan logistik pemilu yang dilakukan oleh KPU bermasalah. Kemungkinan Kedua sepertinya menjadi faktor dominan dikarenakan sosialisasi yang kurang maksimal dan cara baru dalam memilih sehingga menyebabkan banyak masyarakat yang kurang tahu tata cara yang benar ini pun menunjukkan bahwa KPU tidak bekerja maksimal dalam penyelengaraan pemilu legislatif ini.


(19)

17

D.Pemilihan Kepala Desa

Dalam rangka perwujudan prinsip demokrasi, maka kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi persyaratan. Dengan masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan adat hukum adat setempat, yang diterapkan dalam peraturan daerah dengan berpedoman dengan peraturan daerah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa, ditetapkan sebagai kepala desa dan dilantik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan dan sebalum pemangku jabatannya, kepala desa mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu. (Pasal 203,204,205 UU no. 32 th. 2004).

Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintah desa berdasrkan kebijakan yang ditetapkan bersama badan pemerintahan desa (BPD). Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun dan dapat diperpanjang yntuk satu kali masa jabatan. Kepala desa juga memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan desayang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

a. Syarat-Syarat Menjadi Kepala Desa

Kepala desa dipilih langsung melalui pemilihan kepala desa oleh penduduk desa setempat.syarat-syarat untuk menjadi cain kepala desa sesuai peraturan pemerintah no. 72 tahun 2005 sebagai berikut :


(20)

18

1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD 1945dan kepada NKRI, serta pemerintah.

3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat. 4. Berusia paling rendah 25 tahun.

5. Bersedia dicalonkan sebagai kepala desa. 6. Penduduk desa setempat.

7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun.

8. Tidak dicabut hak pilihnya.

9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan.

10. Memenuhi syarat lain yang telah diatur oleh Perda Kab/Kota.

b. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa

Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa berdasarkan pasal 46 PP No. 72 Tahun 2005 adalah:

1. Kepala desa dipilih lansung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi persyaratan.

2. Pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

3. Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.


(21)

19

b. Tahapan Pencalonan Kepala desa

Pada tahap pencalonan panitia melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Mengumumkan kepada masyarakat desa tentang akan diadakannya

pemilihan kepala desa.

2. Melakukan pendaftaran pemilih terhadap warga desa.

3. Mengumumkan kepada warga desa tentang pendaftaran bakal calon kepala desa.

4. Menyusun jadwal penyelenggaraan pemilihan kepala desa sesuai dengan tahapan pemilihan.

5. Menyusun rencana biaya penyelenggaraan pemilihan kepala desa dan mengajukannya kepada BPD.

6. Merancang tempat pemungutan suara.

7. Mempersiapkan administrasi penyelenggaran pemilihan kepala desa. 8. Menerima pendaftaran bakal calon kepala desa.

9. Melaksanakan penjaringan dan penyaringan bakal calon kepala desa sesuai persyaratan.

10. Menetapkan bakal calon kepala desa yang telah memenuhi persyaratan sebagai calon kepala desa.

11. Mengumumkan calon kepala desa yang berhak dipilih kepada masyarakat. 12. Menyiapkan surat undangan bagi penduduk yang berhak memilih.

13. Menyiapkan kartu suara dan kotak suara serta perlengkapan lainnya dalam rangka pemungutan suara dan perhitungan suara.


(22)

20

14. Melaksanakan pengundian tanda calon kepala desa yang disaksikan Pejabat Kecamatan, Kabupaten Kota, dan Perangkat Desa, BPD, serta tokoh masyarakat.

c. Tahapan Pemilihan Kepala Desa

Pada tahap pemilihan, dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Kampanye calon kepala desa.

2. Panitia pemilihan kepala desa mengirimkan undangan untuk memberikan suaranya pada waktu dan tempat diselenggarakannya pemunggutan suara kepada penduduk yang terdaftar dalam daftar pemilih.

3. Panitia pemilihan mempersiapkan tempat pemunggutan suara, pada tempat yang telah ditetapkan.

4. Guna menjaga keamanan dan ketertiban pada saat dilaksanakanya pemunggutan suara, panitia pemilihan dapat meminta bantuan keamanan (POLRI).

5. Pemunggutan suara dilaksanakan oleh panitia pemilihan pada hari dan tempat yang telah ditetapkan, secara luber dan jurdil dengan dihadiri para calon dan saksi yang mewakili calon serta diawasi oleh pejabat.

6. Pemugutan suara dianggap sah apabila pemilih yang hadir untuk memberikan suaranya memenuhi jumlah quorum 2/3 dari jumlah pemilih. 7. Perhitungan suara pemilihan kepala desa dilaksanakan oleh panitia

pemungutan suara segera setelah berakhirnya pemungutan suara.

8. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dinyatakan sebagai calon kepala desa terpilih.


(23)

21

9. Calon kepala desa terpilih dituangkan dalam berita acara pemilihan yang dibuat oleh panitia pemilihan dan dilaporkan kepada BPD.

10.BPD membuat keputusan tentang penetapan calon kepala desa terpilih. 11.Bupati/Walikota menerbitkan keputusan tenetang pengesahan

pengangkatan kepala desa terpilih.

12.Kepala desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 hari terhitung tanggal diterimanya penyapaian hasil pemilihan dari BPD.

13.Pelantikan kepala desa dilaksanakan di desa bersangkutan di hadapan masyarakat.

14.Sebelum memangku jabatannya kepala desa mengangkat sumpah atau janji dengan susunan kata-kata sebagai berikut: “ Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku kepala desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan memepertahankan Pancasila sebagai dasar Negara, dan saya akan menegakkan demokrasi dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi desa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Masa jabatan kepala desa adalah 6 tahun terhitug sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Pemilihan kepala desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaanya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang diatur dalam perda dan wajib


(24)

22

memperhatikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat kesatuan masyarakat hukum adat setempat.

d. Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 53 PP No 72 tahun 2005 menegaskan ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sekurang-kurangnya memuat:

1. Mekanisme pembentukan panitia pemilihan.

2. Susunan, tugas, wewenang dan tanggung jawab panitia pemilihan. 3. Hak memilih dan dipilih.

4. Persyaratan dan alat pembuktiannya. 5. Penjaringan bakal calon.

6. Penyaringan bakal calon. 7. Penetapan calon berhak dipilih. 8. Kampanye calon.

9. Mekanisme pengaduan dan penyelesaian masalah. 10.Pemungutan suara.

11.Penetapan calon terpilih. 12.Pengesahan pengangkatan. 13.Pelantikan.

14.Sanksi pelanggaran.


(25)

23

E.Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran penelitian adalah batasan-batasan yang akan diteliti untuk menghindari permasalahan tidak terlalu kompleks sehingga hasil penelitian menjadi jelas dan terarah, dan tidak menyimpang dari jalur pembahasan. Hasir Mujiman dan Purwat (1987) mengemukakan kerangka pikir adalah konsep yang terdiri dari hubungan antara sebab akibat atau disebut juga kausal hipotesis antara variabel bebas dengan variabel terikat atau variabel tidak bebas dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diselidiki.

Pilihan masyarakat untuk golput juga ditengarai disebabkan beberapa faktor. Salah satunya, faktor teknis. Ada sebuah paradigma di masyarakat bahwa jika ada pasangan calon yang memberikan uang kepada calon pemilih, dia akan memilih. Jika tidak ada pasangan calon yang memberi uang, dia akan golput.

Pandangan masyarakat seperti itu tentu ada benarnya. Setelah pemilihan usai, biasanya pemimpin kita, seperti presiden, wakil presiden, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, lupa akan janji-janjinya. Mereka meninggalkan begitu saja masyarakat pemilih. Proses pendidikan dan demokratisasi di daerah tidak berjalan lagi. Maka, tidak aneh jika banyak warga yang apatis .

Faktor penyebab golput tersebut pada dasarnya dapat ditekan atau diminimalkan. Peran serta tokoh masyarakat, pemuka agama, dan pamong desa, misalnya, sangat berpengaruh di sini.


(26)

24

Inilah yang menjadi masalah yang menarik, bagaimanakah perilaku golput masyarakat desa Waringinsari Barat dalam pemilihan kepala desa. Agar lebih jelas maka kerangka pikir tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir Calon Kepala Desa

Baru

Calon Kepala Desa ‘Incumbent’

Pemilihan Kepala Desa

Banyaknya Masyarakat Yang


(27)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu satuan kondisi, suatu sisi pemikiran ataupun suatu luas peristiwa pada masa sekarang. (Mohamad Nazir;1998)

Berdasarkan hal tersebut jika dikaitkan dengan penelitian ini adalah suatu penelitian yang bertujuan mengetahui faktor penyebab masyarakat memilih golput.

Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan-lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif merupakan metode menentukan dan menafsirkan data yang ada, yang pelaksanaannya tidak terbatas pada pengumpulan data dan penyusunan data, akan tetapi meliputi analisa dan interpretasi data yang diteliti. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Lexy moleong, (2000:3) menyatakan:

“Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan


(28)

26

individu tersebut secara holistik (utuh). Dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu

keutuhan”.

Hadari Nawawi dan Mimi Martini menyatakan penelitian kualitatif atau penelitian naturalistik adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan.

Penelitian kualitatif sesuai dengan pengertian yang telah diuraikan diatas bermaksud menemukan kebenaran berupa generalisasi yang dapat diterima akal sehat (common sense) manusia, terutama peneliti sendiri. (Mohamad Nazir;1998)

Berdasarkan uraian diatas penelitian kualitatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya, mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor penyabab masyarakat memilih golput.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dianggap penting, karena fokus penelitian akan membatasi studi. Membahas studi yang dilakukan memiliki peranan penting dalam memandu dan mengarahkan jalnnya penelitian. Miles dan Hubberman mengemukakan bahwa:

”Memfokuskan dan membatasi pengumpulan data dapat dipandang kemanfaatannya sebagai reduksi data yang sudah diantisipasi. Ini merupakan bentuk pra analisis yang mengesampingkan


(29)

variabel-27

variabel dan yang memperhatikan lainnya. Dengan adanya pemfokusan akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya

data yang melimpah ruah.”(Miles dan Hubberman, 1992;60)

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, maka fokus penelitian ini adalah:

Jadi fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab masyarakat desa Waringinsari Barat tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala desa pada tahun 2011.

C. Jenis Data

Jenis data pada pelaksanaan penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh langsung dari responden penelitian atau informan. Informan terdiri dari Masyarakat Desa Waringinsari Barat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala desa tahun 2011, masyarakat partisipan, tokoh masyarakat dan panitia pemungutan suara setempat.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi, literatur-literatur yang berkaitan dengan Kepala Desa dengan perilaku golput masyarakat desa Waringinsari Barat dalam pilkades.


(30)

28

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Menurut Lexy J. Moleong, dalam menentukan lokasi penelitian terbaik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan manjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada dilapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis, seperti waktu, biaya, dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan cara sengaja (purposive) yaitu desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu berdasarkan pertimbangan bahwa desa Waringinsari Barat merupakan desa asal penulis dan juga desa Waringinsari Barat baru saja melaksanakan pilkades pada tanggal 30 April 2011.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian atau turun lapangan dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2011. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara yang sebagian besar dilakukan di kediaman informan.

E. Penentuan Informan

Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sumber informasi adalah masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala desa pada tanggal 31 April 2011 yang dipilih secara sengaja dengan tujuan


(31)

29

tertentu/purposive. Menurut Sanapiah Faisal (Spreadley dan Faisal, 1990:67) tekhnik pengambilan sampel purposive adalah sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, dalam hubungan ini lazimnya dinyatakan atas kriteria-kriteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui pmilihan sebagaimana yang dilakukan dalam tekhnik random.

Menurut Spreadley dan Faisal, agar memperoleh informasi yang lebih terbukti, terdapat beberapa kriteria yang dipertimbangkan antara lain:

1.Subyek yang lama atau intensif dengan suatu kegiatan atau aktifitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

2.Subyek yang masih aktif secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran perhatian atau penelitian.

3.Subyek yang mempunyi banyak informasi, banyak waktu, dan kesempatan untuk dmintai keterangan. Subyek yang berada pada tempat atau sasaran yang terdapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut. (Faisal, 1990:78)

Untuk itu yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Waringinsari Barat yang tidak hadir dalam pilkades tahun 2011, dipilih 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.


(32)

30

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wawancara

Metode interview merupakan teknik pengumpulan data, yang dilakukan dengan cara menggunakan tanya jawab secara langsung (lisan) dengan responden, atau sejumlah narasumber yang telah ditetapkan, dan dipandang memahami permasalahan yang diteliti.

Dalam penggunaannya, metode interview ini peneliti akan mengadakan tanya jawab langsung dengan orang-orang yang terlibat langsung pada masalah yang diteliti, dalam hal ini adalah aparat desa Waringinsari Barat, serta masyarakat dengan maksud untuk memperoleh data penelitian yang lebih lengkap dan akurat.

2. Dokumentasi

Menurut Lexy Moleong dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Pengumpulan bahan dokumenter seperti peraturan perundang-undangan yang diperoleh dari kantor kepala desa Waringinsari Barat yang berkaitan dan berhubungan dengan penelitian. (Lexy Moleong;1999)


(33)

31

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh dari lapangan terkumpul, tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengolah data tersebut. Adapun kegiatan dalam pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Editing, ialah kegiatan memeriksa hasil wawancara yang telah dilakukan dengan panitia pemungutan suara, perangkat desa, dan tokoh masyarakat di Desa Waringinsari Barat.

2. Interpretasi, yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil wawancara dengan pihak terkait mengenai Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif. Artinya data yang diperoleh diolah secara sistematis, dengan cara mengumpulkan data dan fakta tentang kajian penelitian untuk kemudian digambarkan dalam bentuk penafsiran pada data yang diperoleh.

Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman Sebagai berikut :


(34)

32

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data-data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data ini berlangsung terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. 2. Penyajian Data

Penyajian dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. 3. Penarikan Kesimpulan (verifikasi)

Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung, makna-makna yang muncul dari data yang ada di uji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya dan kegunaannya. (Mathew Dan Hubberman;1992)


(35)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Faktor Penyabab Masyarakat Yang Tidak Menggunakan Hak Pilihnya

Untuk menganalisis mengapa masyarakat memilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pilkades (golput) diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu, golput teknis, golput teknik politis, golput politis dan golput ideologis. Tiga hal inilah yang dianalisis dalam rangka mengetahui faktor penyebab tidak menggunakan hak pilihnya dalam pilkades. Berikut disajikan analisis yang dilengkapi dengan petikan wawancara.

a. Golput Teknis

Yaitu Mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. Hal ini memang terdapat dalam pilkades di desa Waringinsari Barat

Hal tersebut seperti yang dinyatakan oleh Isroni:

“Saat pemilihan berlangsung saya lagi liburan ikut study tour sekolah. Saya memang sengaja nggak milih. Ini bukan masalah mengutamakan kepentingan pribadi atau bukan. Yang pasti saya percaya pada siapa aja calon yang menang untuk memimpin Waringinsari Barat.”


(36)

49

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gesti:

Sebenernya saya bingung ikut milih atau nggak, karena waktu pemilihan berlangsung saya lagi kerja trus pekerjaan saya itu tidak bisa saya tinggalin.”

Selain itu, mengapa pemilih lebih mengutamakan kepentingannya di pertegas dengan alasan Putri. Ia sengaja tidak ikut memilih dan lebih memilih untuk bekerja.

Berdasarkan pendapat informan diatas dan juga dipertegas oleh tiga orang informan lainnya yaitu Winda, Ponijan dan Sujarwo, golput teknis memang terjadi ketika pilkades berlangsung, dimana masyarakat dikarenakan sebab teknis sehingga berhalangan hadir ketempat pemungutan suara.

Proses administrasi dalam pilkades bisa dikatakan baik karena: pertama, pemilih yang memenuhi persyaratan sudah terdaftar dalam DPT. Kedua, pemilih yang terdaftar memiliki kartu panggilan dan terdapat kesesuaian antara identitas pemilih dengan kartu panggilan. Hal ini seperti yang dikemukakan informan, mereka mendapat kartu panggilan dan terdapat kesesuaian identitas dengan kartu panggilan. Kemudian berdasarkan penelusuran, diketahui bahwa data yang digunakan dalam pilkades diperoleh dari kartu keluarga dan data pilpres, pemilu legislatif, dan pilkada. Selain itu, dilengkapi dengan pendataan yang dilakukan oleh ketua RT. Dengan demikian, kekacauan administrasi dapat dihindarkan. Pada sisi lain, pemilihan dalam lingkup desa yang tidak terlalu luas, maka kemungkinan sangat


(37)

50

kecil jika seseorang yang berhak memilih tidak terdaftar dalam DPT dan tidak memiliki kartu panggilan dan karakteristik penduduk tidak didominasi pendatang baru.

Selanjutnya mengenai sosialisasi menjelang pilkades. Sosialisasi merupakan hal penting. Dengan sosialisasi tersebut masyarakat akan memperoleh informasi yang diperlukan. Selain itu, sosialisasi sebagai usaha pengenalan nama-nama calob agar masyarakat bisa menentukan pilihan.

Menurut beberapa informan, panitia pilkades tidak mengadakan sosialisasi sebelum pilkades dilaksanakan, sehingga terdapat banyak masyarakat yang golput begitu juga dengan surat suara yang tidak syah.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakakan oleh Ponijan:

“Saya tau ada 2 calon dan salah satu calonnya sudah pernah menjabat sebelumnya jadi kepala desa. Kalau soal sosialisasi seingetsaya panitia tidak mengadakan sosialisasi sebelumnya.” Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Isroni yang mengatakan:

“Saya tidak tahu kalau panitia mengadakan sosialisasi, malah menurut saya panitia tidak mengadakan sosialisasi sebelum pilkades tersebut berlangsung”.

Pernyataan diatas diperkuat oleh 4 informan lainnya, yaitu Sujarwo, Gesti, Winda dan Putri. Mereka mengakui bahwa tidak melakukan sosialisasi pemilihan. Mereka hanya mengetahui hal yang bersangkutan mengenai pilkades misalnya, waktu pelaksanaan, jumlah calon kepala desa, nama calon kepala desa hanya dari informasi yang


(38)

51

diperoleh dari teman, keluarga ataupun keluarganya. Kemudian, berdasarkan penuturan mereka, ada kesan bahwa Woto Siswoyo yang kini telah menjadi kepala desa lebih populer dibandingkan dengan Agus Waryanto. Tidak menutup kemungkinan hal ini disebabkan karena ia pernah menjadi kepala desa pada periode 1995-2003, sehingga ia lebih populer.

Sebenarnya, upaya untuk membujuk pemilih ke TPS merupakan tantangan bagi panitia pilkades. Untuk itu, panitia mendirikan TPS si tempat yang mudah dijangkau, yaitu kantor kepala desa Waringinsari Barat. Memang pemilihan dilakukan bukan pada hari libur, sehingga waktu luang menjadi kendala. Oleh karena itu, ada 3 tipe pemilih dilihat dari sisi teknis:

1. Mereka yang terdaftar sebagai pemilih, tapi tidak memiliki kesempatan untuk memberikan suara. Misalnya pemilih yang bekerja atau kuliah.

2. Mereka yang terdaftar sebagai pemilih, tetapi waktu pilkades bertepatan dengan waktu bekerja. Setidaknya, pemilih memiliki waktu untuk memberikan suara. Misalnya pegawai swasta.

3. Mereka yang terdaftar sebagai pemilih dan benar-benar memiliki waktu luang untuk memberikan suara. Misalnya guru dan petani.

Ketika disinggung kegiatan pilkades, Sujarwo tidak menyangkal bahwa ia memang tidak memilih karena sedang kerja. Alasan yang sama juga dikemukakan oleh Gesti. Kemudian Winda mengatakan


(39)

52

bahwa ia ada pekerjaan yang memang waktu itu tidak bisa di tinggal, sehingga ia lebih memilih ditempat kerja dari pada datang ke TPS.

Pada dasarnya kegiatan memilih atau tidak berpulang pada masing-masing pemilih. Seseorang mau memilih atau tidak adalah hak setiap warga negara. Karena itu berupa hak, maka boleh dilaksanakan atau tidak. Seandainya pemilihan merupakan kewajiban setiap warga negara, maka kewajiban itu harus dilakukan sehingga kemungkinan kecil sekali jika terjadi golput pada waku pemilhan umum. Seseorang sengaja tidak memilih calon atas dasar pertimbanagan tertentu. Caranya dengan tidak datang ke TPS saat pemilihan berlangsung, datang ke TPS tetapi tidak memilih, memilih merusak surat suarasehingga surat suaranya dinyataka batal. Selain itu, golput juga dinilai sebagai bentuk protes terhadap pemerintah atau sikap melawan terhadap pelaksanaan pemilihan. Terkait dengan hal tersebut, pilkades merupakan bentuk protes akan dijelaskan pada faktor politis. Selain itu, golput bukanlah bentuk partisipasi yang berbahaya. Fakta menunjukkan di negara-negara yang menerapkan demokrasi belum terjadi golput yang mencapai 100%. Selalu terdapat presentase yang sugnifikan. Lain kata masyarakat masih berperan dalam pemilihan.

Kemudian, ada keenderungan pemilih lebih menutamakan kepentingan sendiri daripada datang ke TPS. Mereka yang golput bisa jadi benar-benar berniat golput. Sikap demikian bisa diartikan pemilih tidak menaruh perhatian atau enggan mengikuti pilkades. Faktanya, mereka


(40)

53

dengan mudah mendapatkan kartu panggilan dan akses ke TPS berada ditempat yang mudah dijangkau, tetapi mereka memilih golput.

Selain itu, pilkades yang tidak bertepatan dengan hari libur dijadikan alasan untuk tidak datang ke TPS. Dengan demikian, pemilih berniat benar-benar golput. Sujarwo mengunkapkan:

“Saya lagi kerja. Sebenernya saya males ikut memilih. Mending saya kerja. Selain itu, kalo nyoblos atau gak, bagi saya nggak ada pengaruh. Siapapun kepala desanya nggak merubah keadaan Waringinsari Barat.”

Isroni membenarkan bahwa waktu pilkades bertepatan dengan liburannya yaitu ikut study tour sekolah ke Jawa. Ia menambahkan bahwa ia berangkat ke Jawa sebelu pilkades dilaksanakan.

Ketika pilkades berlangsung, tidak menutup kemungkinan ada pemilih yang sengaja tidak datang ke TPS dengan alasan percaya kepada siapa saja yang terpilih menjadi kepala desa. Seperti yang dikatakan Isroni:

“Saat pemilihan berlangsung saya lagi liburan ikut study tour sekolah. Saya memang sengaja nggak milih. Ini bukan masalah mengutamakan kepentingan pribadi atau bukan. Yang pasti saya percaya pada siapa aja calon yang menang untuk memimpin Waringinsari Barat.”

Alasan yang sama juga diungkapkan Putri:

Sebenernya saya sengaja nggak milih karena kerja. Bagi saya golput sah-sah saja. Selain itu, pada siapapun yang dipilih masyarakat mampu menjalankan tugasnya dengan baik.”

Terkait dengan kondisi diatas, Budiarjo (371:2008) menyatakan bahwa ada kemungkinan orang itu memilih karena berpendapat bahwa keadaan tidak terlalu buruk dan bahwa siapapun yang akan dipilih


(41)

54

tidak akan mengubah keadaan itu. Dengan demikian, ia tidak perlu memanfaatkan hak pilih. Jadi “apatis” dalam pandangan ini tidak menunjukkan pada rasa kecewa atau frustasi, malah sebagai manifestasi rasa puas dan kepercayaan terhadap sistem politik yang ada. Pendapat lain dinyatakan oleh Dahl dalam Budiarjo (371:2008) yang menyatakan bahwa di negara-negara barat, gejala tidak memberikan suara dapat diartikan sebagai cermin dari stabilitas sistem yang bersangkutan. Lain halnya deengan Irvin dalam Budiarjo (371:2008) yang menyatakan bahwa dalam beberapa keadaan tertentu, perasaan puas menyebabkan partisipasi yang rendah.

Ada pula pemilih yang mengutamaka kepentingannya karena pada waktu pemilhan bertepatan dengan waktu kerja pemilih, sehingga memilih golput. Gesti mengakui:

Sebenernya saya bingung ikut milih atau nggak, karena waktu pemilihan berlangsung saya lagi kerja trus pekerjaan saya itu tidak bisa saya tinggalin.”

Selain itu, mengapa pemilih lebih mengutamakan kepentingannya dipertegas dengan alasan Winda. Ia mengatakan bahwa ia lebih memilih kuliah yang waktunya bersamaan dengan pilkades.

Penuturan informan tersebut dipengaruhi kondisi politik dan pemerintahan desa yang stabil. Kondisi ini dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak pilih dan atas dasar inilah mereka lebih mengutamakan kepentingan mereka. Adanya fakta ini


(42)

55

mengindikasikan bahwa pemilih golput tidak selalu disebabkan alasan politis seperti tidak percaya pada pemerintah, calon favorit dan lain sebagainya.

b. Golput Teknis-Politis

Golput jenis ini adalah mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik dan penyelenggara pemilu).

Proses administrasi dalam penyelenggaraan pilkades desa Waringinsari Barat memang tidak terjadi kesalahan. Artinya masyarakat terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Kemudian pemilih yang terdaftar dan mendapat kartu panggilan, terdapat kesesuaian anatara identitas pemilih dengan kartu panggilan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat beberapa informan yang mengatakan bahwa mereka terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan adanya kesesuaian antara identitas pemilih dengan kartu panggilan.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Isroni:

“ Terdaftar. Saya juga punya kartunya. Identitas saya juga sesuai dengan yang ada dikartu. Mengenai administrasi pilkades saya gak tau gimana palaksanaannya. Menurut saya penyelenggaraan pilkadesa oleh panitia bisa dikatakan baik”

Pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh Putri:

“Ya. Saya memang terdaftar dan saya juga punya kartunya. Identitas juga sesuai dengan kartu.”


(43)

56

Kemudian berdasarkan penelusuran, diketahui bahwa data yang digunakan dalam pilkades berasal dari kartu keluarga dan data dari pilpres, pemilu legislatif dan pemilukada.

Dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat yang golput tidak ada yang tergolong kedalam golput teknik politis dikarenakan tdak adanya kekacauan administrasi dalam pilkades, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya seseorang yang berhak memilih tetapi tidak terdaftar dalam DPT dan tidak mendapat kartu panggilan dalam pilkades.

c. Golput Politis

Untuk golput jenis ini adalah mereka yang tidak punya pilihan dari kandidat atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan bagi desanya.

Ketika pilkades berlangsung tidak menutup kemungkinan ada pemilih yang sengaja tidak datang ke TPS dengan alasan tidak punya pilihan dan adanya rasa tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan bagi desanya.

Kondisi tersebut dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak pilihnya, atas dasar inilah mereka lebih menutamakan kepentingan kepentingan mereka. Adanya fakta ini mengindikasikan bahwa memilih golput bisa disebabkan disebabkan terkait dengan alasan


(44)

57

politis seperti tidak percaya pada pemerintah, tidak ada calon favorit dan sebagainya.

Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sujarwo:

“ Saya nggak punya calon favorit. Saya nggak dukung bukan berarti karena masalah suku dan agama karena setau saya semua calon sukunya Jawa dan beragama Islam.”

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Ponijan:

“Saya nggak dukung siapa-siapa karena memang pada dasarnya nggak ada niat buat milih”.

Penuturan informan tersebut dipengaruhi kondisi politik dan pemerintahan desa yang sama saja dari dulu dan tidak terlalu ada perubahan yang berarti. Kondisi ini dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak pilihnya dan atas dasar inilah mereka lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri.

Kondisi tersebut sama seperti yang dikemukakan oleh Winda:

“Saya nggak mendukung siapa-siapa. Yang saya tau cuma salah satu calonnya itu pernah jadi kepala desa Waringinsari Barat sebelumnya dan sekarang nyalonlagi.”

Adanya fakta ini mengindikasikan bahwa memilih golput bisa disebabkan terkait dengan alasan politis seperti tidak percaya kepada pemerintah, tidak ada calon favorit, dan lain sebagainya.

Terkait dengan kondisi diatas, ada kemungkinan orang itu memilih karena berpendapat bahwa keadaan tidak terlalu buruk dan siapapun yang akan dipilih tidak akan mengubah keadan itu. Dengan demikian, ia tidak merasa perlu memanfaatkan hak pilih.


(45)

58

d. Golput Ideologis

Golput ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi dan tidak mau terlibat didalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan yang tidak menggunakan hak pilihnya tidak ada yang tergolong kearah golput ideologis. Hal ini dikarenakan alasan utama mereka tidak menggunakan hak pilihnya lebih mengarah ke alasan teknis dan politis saja.

Penilaian tersebut seperti yang dikatakan oleh Isroni:

“Saya mendukung calon yang terpilih karena pilihan mayoritas masyarakat adalah pilihan yang terbaik. Apapun latar belakang calon kepala desa seperti agama dan suku nggak jadi masalah buat saya. Selama calon pemimpin itu berkualitas, maka ia layak untuk menjalankan pemerintahan. Saya nggak milih bukan karena menganggap kepala desa nggak berkulitas, tetapi saya memang sengaja nggak milih.”

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Sujarwo:

“ Saya nggak punya calon favorit. Saya nggak dukung bukan berarti karena masalah suku dan agama karena setau saya semua calon sukunya Jawa dan beragama Islam.”

Berdasarkan penuturan mereka sangat jelas bahwa mereka tidak tergolong kedalam golput ideologis. Mereka tidak memandang apa agama dan suku para calon yang menyebabkan mereka tidak menggunakan hak pilihnya.


(46)

59

Berdasarkan analisis diatas, maka secara jelas masyarakat tidak memilih lebih mengarah pada: pertama, faktor teknis yaitu masyarakat lebih mengutamakan kepentingan mereka seperti kerja, liburan, kuliah dan lain-lain. Kedua, faktor politis yaitu masyarakat tidak memilih karena selama ini keadaan politik desa baik-baik saja. Masyarakat menilai keadaan desa akan sama saja siapapun kepala desanya, sehingga masyarakat merasa tidak percaya bahwa pilkades akan membawa perubahan dan perbaikan di desanya. Ketiga, mengenai faktor administrasi atau faktor teknik politis tidak menyebabkab golput karena penyelenggaraan pilkadesoleh panitia bisa dikatakan baik, sehingga terhindar dari kekacauan administrasi. B. Pembahasan

Sosialisasi Pilkades di Desa Waringinsari Barat 2011 yang selama ini dilakukan oleh panitia belum sepadan dengan tingkat partisipasi politik masyarakat dalam penggunaan hak pilih dalam Pilkades. Di Desa Waringinsari Barat, sebagai obyek penelitian ini, tingkat partisipasi politik masyarakat sangat rendah, terbukti dari data yang terhimpun, yakni 1.249 dari keseluruhan jumlah pemilih sebanyak 3.733 pemilih atau sebesar 61%.

Sosialisasi Pilkades yang ternyata hanya sekedar menginformasikan akan adanya Pilkades belum menyentuh kesadaran pemilih akan pentingnya Pilkades bagi pemilih. Ini terlihat dari data yang diperoleh dimana pengetahuan dari responden yang telah peneliti jaring tentang adanya Pilkades sangat rendah.


(47)

60

Selanjutnya dalam memahami permasalahan yang muncul pada individu seputar alasan responden untuk tidak berpartisipasi dalam Pilkades (golput), peneliti membagi kondisi pelaku golput tersebut kedalam beberapa kategori, diantaranya adalah faktor teknis, factor tekik politis, faktor politis dan faktor ideologis. Penjelasan sebagai hasil dari penelitian ini terkait dengan latar belakang kondisi pelaku golput tersebut adalah sebagaimana yang peneliti sajikan di bawah ini.

1. Faktor Teknis

Seluruh responden mendapatkan kartu pemilih dan undangan. Namun apabila melihat pemilihan ini bagi responden adalah sebuah hak, maka sekecil apapun prosentase yang tidak mendapatkan kartu pemilih dan undangan.

Sedangkan alasan teknis lainnya adalah keadaan dimana kemungkinan responden memiliki kegiatan lain yang dapat menghalangi datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan suaranya. Berdasarkan hasil yang peneliti peroleh, mayoritas responden memiliki kegiatan lain yang menghambat untuk memberikan suaranya. Kebanyakan dari responden lebih mementingkan kebutuhan ekonomi daripada mengurusi kegiatan Pilgub ini yang menurut mereka tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka.


(48)

61

2. Faktor Teknis-Politis

Berdasarkan penelusuran, diketahui bahwa data yang digunakan dalam pilkades berasal dari kartu keluarga dan data dari pilpres, pemilu legislatif dan pemilukada.

Dapat penulis simpulkan bahwa masyarakat yang golput tidak ada yang tergolong kedalam golput teknik politis dikarenakan tdak adanya kekacauan administrasi dalam pilkades, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya seseorang yang berhak memilih tetapi tidak terdaftar dalam DPT dan tidak mendapat kartu panggilan dalam pilkades.

Proses administrasi dalam penyelenggaraan pilkades desa Waringinsari Barat memang tidak terjadi kesalahan. Artinya masyarakat terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Kemudian pemilih yang terdaftar dan mendapat kartu panggilan, terdapat kesesuaian anatara identitas pemilih dengan kartu panggilan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat beberapa informan yang mengatakan bahwa mereka terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan adanya kesesuaian antara identitas pemilih dengan kartu panggilan.


(49)

62

3. Faktor Politis

Mayoritas responden yang berhasil peneliti jaring, mereka beranggapan bahwa dengan adanya Pilkades ini tidak akan membawa perubahan yang signifikan. Sikap apatis ini bukan tanpa alasan, responden pada umumnya telah jenuh terhadap fenomena-fenomena silih bergantinya pemimpin yang menurut mereka semata-mata hanyalah perebutan kekuasaan untuk kepentingan elit itu sendiri. Terlebih, ketidakpercayaan responden juga semakin tinggi karena setiap kali diadakannya perebutan kursi kepemimpinan, mereka selalu saja disuguhkan dengan adanya ambisi-ambisi kekuasaan yang teramat fulgar dari para kandidat.

Fenomena demikian semakin meyakinkan responden bahwa setiap kali diadakannya perhelatan pemilihan pemimpin semacam Pilkades ini, responden hanya dijadikan sebuah alat untuk mengantarkan kandidat untuk menggapai ambisi kekuasaannya. Setelah mendapatkan kekuasaan itu, sebagaimana sebuah alat yang sudah terpakai fungsinya, maka akan dibuang begitu saja karena sudah hilang nilai manfaatnya. Demikian halnya anggapan responden. Setelah pemilihan berakhir, maka mereka akan terlupakan begitu saja.

Sejalan dengan itu, mayoritas responden juga menganggap bahwa dari segi sistem pemerintahan, dengan diadakannya Pilkades ini tidak akan membawa perubahan yang mendasar. Sistem birokrasi yang sudah sedemikian parahnya ini akan tetap sulit untuk adanya kemungkinan sebuah restrukturisasi.


(50)

63

4. Faktor Ideologis

Untuk golput jenis ini adalah mereka yang tidak punya pilihan dari kandidat atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan bagi desanya.

Ketika pilkades berlangsung tidak menutup kemungkinan ada pemilih yang sengaja tidak datang ke TPS dengan alasan tidak punya pilihan dan adanya rasa tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan bagi desanya.

Kondisi tersebut dijadikan alasan untuk tidak menggunakan hak pilihnya, atas dasar inilah mereka lebih menutamakan kepentingan kepentingan mereka. Adanya fakta ini mengindikasikan bahwa memilih golput bisa disebabkan disebabkan terkait dengan alasan politis seperti tidak percaya pada pemerintah, tidak ada calon favorit dan sebagainya.


(51)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut masyarakat Waringinsari Barat banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala desa tahun 2011 disebabkan oleh:

a. Faktor teknis adalah faktor yang menyebabkan golput adanya faktor ini karena kondisi-kondisi yang dialami masyarakat yaitu kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan seperti bekerja dan liburan.

b. Faktor politis adalah faktor yang menyebabkan golput, karena masyarakat menilai bahwa kondisi pemerintahan dan politik desa biasa-biasa saja dan masyarakat yang golput percaya kepada siapa saja yang memimpin desanya tidak akan merubah keadaan itu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang sebuah pemilihan umum, dalam hal ini Pilkades Waringinsari Barat 2011, hendaknya tidak saja pada hal-hal yang bersifat simbolis. Berdasarkan apa yang telah didapat dari proses penelitian ini, maka dapat


(52)

64

peneliti simpulkan bahwa pendekatan yang paling mendasar sebenarnya adalah sosialisasi tentang peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal berdemokrasi. Hal ini menjadi instrumen yang sangat penting sebagai pondasi yang kuat dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

2. Untuk meningkatkan kualitas pilkades memang tidak dengan cara mewajibkan untuk memberikan suara. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menyelenggarakan pilkades tidak pada hari kerja dalam rangka mencegah pemilih untuk memilih golput.

3. Tidak munculnya tokoh partai sebagai figur yang cocok dan berkompeten dalam menduduki jabatan Kepala Desa Waringinsari Barat, dapat diartikan sebagai lemahnya kaderisasi. Untuk itu, diperlukan adanya revitalisasi peran masyarakat dalam proses rekruitmen politik.


(53)

Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa

di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo

Kabupaten Pringsewu

(Skripsi)

Oleh

ARIE SETIAWAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(54)

Perilaku Golput Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa

di Desa Waringinsari Barat Kecamatan Sukoharjo

Kabupaten Pringsewu

(Skripsi)

Oleh

ARIE SETIAWAN

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(55)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Kegunaan Penelitian ... 7

II. LANDASAN TEORI

A. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilih Tidak Hadir Dalam

Pemilihan Umum ... 9 B. Macam-Macam Golput ... 12

a. Golput Teknis ... 12 b. Golput Teknis-Politis ... 12 c. Golput Politis ... 12 d. Golput Ideologis ... 13 C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Surat Suara Tidak Sah Dalam


(56)

ii

D. Pemilihan Kepala Desa ... 17 a. Syarat-Syarat Menjadi Kepala Desa ... 17 b. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa ... 18 c. Tahapan Pencalonan Kepala Desa ... 19 c. Tahapan Pemilihan Kepala Desa ... 20 d. Tata Cara, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ... 22 E. Kerangka Pikir ... 23 III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 25 B. Fokus Penelitian ... 26 C. Jenis Data ... 27 1. Data Primer ... 27 2. Data Sekunder ... 27 D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28 1. Lokasi Penelitian ... 28 2. Waktu Penelitian ... 28 E. Penentuan Informan... 29 F. Teknik Pengumpulan Data ... 30 1. Wawancara ... 30 2. Dokumentasi ... 30 G. Teknik Pengolahan Data ... 31 1. Editing ... 31 2. Interpretasi ... 31 H. Teknik Analisis Data ... 31 1. Reduksi Data ... 32 2. Penyajian Data ... 32 3. Penarikan Kesimpulan ... 32


(57)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Desa ... 33 1. Letak Geografis... 33 2. Keadaan Penduduk ... 33 3. Keadaan Ekonomi ... 36 B. Gambaran Umum Institusi Desa Waringinsari Barat ... 37 1. Struktur Organisasi ... 37 2. Tugas dan Kewajiban Kepala Desa Serta Perangkat Desa ... 40 3. Keadaan Pemerintahan Desa ... 43 C. Deskripsi Informan Penelitian ... 45 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Masyarakat Tidak Menggunakan Hak Pilihnya ... 48 a. Golput Teknis ... 48 b. Golput Teknis-Politis ... 55 c. Golput Politis ... 56 d. Golput Ideologis ... 58 B. Pembahasan ... 59 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA

DARTAR LAMPIRAN


(58)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Perolehan Suara ... 5 2. Pengunaan Lahan ... 50 3. Komposisi Penduduk Menurt Usia ... 51 4. Jumlah Penduduk Menurut Agama ... 52 5. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 53 6. Jumlah Mata Pencaharian Penduduk ... 53 7. Masa Jabatan Kepala Desa ... 60 8. Jumlah Fasilitas Kerja Kantor Desa Waringinsari Barat ... 61 9. Karakteristik Masyarakat Yang Golput ... 62 10. Karakteristik Masyarakat Pemilih Incumbent ... 63


(59)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman 1. Kerangka Pikir ... 41 2. Struktur Organisasi Desa Waringinsari Barat ... 56


(60)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Wawancara


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiarjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan partai Politik Sebuah Bunga Rampai. Gramedia. Jakarta

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gaffar, Affan, 1992. Javanese Voters. Gajahmada. University Press. Yogyakarta. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Gramedia.Jakarta.

Lipset, Seymour Martin. 2007. Political Man Basis Sosial Tentang Politik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Moleong, Lexy. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Miles, B Mathew dan Huberman A Michael. 1992. Analisa Data Kualitatif. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Nazir, Mohamad. 1998. Metode Penelitian. Graha Indonesia. Jakarta.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing, Strategi memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden”, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(62)

Putra, Fadillah. 2003. Partai Politik dan Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Situngkir, Hokki. 2004. Stabil Evolusioner Partai Politik di Indonesia Studi Kasus Menjelang PEMILU 2004. Bandung

Surbakti, Ramlan. 1999.Memahami Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta.

Saparin, Sumber. 1986. Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soemantri, Trisanto Bambang. 2011. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.Fokus Media. Bandung.

Sparadley dan Faisal. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. PT. Rajawali Press. Jakarta

US, Tiarsa R. Tim Sukseswww.pikiranrakyat.com, 27 Pebruari 2007.

Website

http://blog.unila.ac.id/denden/files/2009/07/Pemdes.doc http://imamlirboyo.blogdetik.com

http://artikel-media.blogspot.com http://bennisetiawan.blogspot.com http://rthamrinr.wordpress.com

Dokumen dan Peraturan Perundang-Undangan :

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

Peraturan KPU No 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2009


(63)

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 203,204,205 Tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa.

Skripsi

Solihin, Muhamad. 2009. Perilaku Pemilih Buruh Rokok Pada Pilkada Langsung Kabupaten Kudus. Skripsi Universitas Diponegoro. Tidak Dterbitkan.

Susilo, Budi. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Politik Pedagang Kaki Lima Pada Pamilu Legislatif 2004. Skripsi. Universitas Lampung. Tidak Diterbitkan.


(64)

Mengesahkan

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Suwondo, M.A ……….

Penguji Utama : Syafarudin, S.Sos, M.A ……….

Sekretaris/Anggota : Drs. Budiharjo, M.I.P ……….

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Agus Hadiawan, M.Si NIP. 19580109 198603 1 002


(65)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiarjo, Miriam. 1982. Partisipasi dan partai Politik Sebuah Bunga Rampai. Gramedia. Jakarta

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gaffar, Affan, 1992. Javanese Voters. Gajahmada. University Press. Yogyakarta. Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.

Gramedia.Jakarta.

Lipset, Seymour Martin. 2007. Political Man Basis Sosial Tentang Politik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Moleong, Lexy. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Miles, B Mathew dan Huberman A Michael. 1992. Analisa Data Kualitatif. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Nazir, Mohamad. 1998. Metode Penelitian. Graha Indonesia. Jakarta.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing, Strategi memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden”, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(66)

Putra, Fadillah. 2003. Partai Politik dan Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Situngkir, Hokki. 2004. Stabil Evolusioner Partai Politik di Indonesia Studi Kasus Menjelang PEMILU 2004. Bandung

Surbakti, Ramlan. 1999.Memahami Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta.

Saparin, Sumber. 1986. Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Soemantri, Trisanto Bambang. 2011. Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.Fokus Media. Bandung.

Sparadley dan Faisal. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. PT. Rajawali Press. Jakarta

US, Tiarsa R. Tim Sukseswww.pikiranrakyat.com, 27 Pebruari 2007.

Website

http://blog.unila.ac.id/denden/files/2009/07/Pemdes.doc http://imamlirboyo.blogdetik.com

http://artikel-media.blogspot.com http://bennisetiawan.blogspot.com http://rthamrinr.wordpress.com

Dokumen dan Peraturan Perundang-Undangan :

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

Peraturan KPU No 13 Tahun 2009 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota Tahun 2009


(67)

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 203,204,205 Tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa.

Skripsi

Solihin, Muhamad. 2009. Perilaku Pemilih Buruh Rokok Pada Pilkada Langsung Kabupaten Kudus. Skripsi Universitas Diponegoro. Tidak Dterbitkan.

Susilo, Budi. 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Politik Pedagang Kaki Lima Pada Pamilu Legislatif 2004. Skripsi. Universitas Lampung. Tidak Diterbitkan.


(68)

Mengesahkan

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Suwondo, M.A ……….

Penguji Utama : Syafarudin, S.Sos, M.A ……….

Sekretaris/Anggota : Drs. Budiharjo, M.I.P ……….

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Agus Hadiawan, M.Si NIP. 19580109 198603 1 002


(69)

MOTTO

Hidup Adalah Rahasia Allah Swt Kita Hanya Bisa Berusaha Mencapainya

Dan Jangan Pernah Berfikir Mendahului Kehendak-Nya

Arie Setiawan

Berusahalah Untuk Tidak Menjadi Manusia Yang Berhasil, Tetapi Berusahalah Menjadi Manusia Yang Berguna


(70)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah hasil asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di Universitas Lampung maupun diperguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini adalalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dengan naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik maupun berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, Mei 2012 Yang Membuat Peryataan,

Arie Setiawan

NPM. 0646021013 Catatan:


(1)

pemerintahan dan politik desa dari dulu nyampe sekarang biasa-biasa aja.” 6. Apakah anda mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan desa

sehingga memutuskan tidak memilih?

“Yang pasti nggak,karena menurut saya pemerintahan yang dulu maupun yang sekarang sudah menjalankan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya.”


(2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS LAMPUNG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK

Jalan Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Gedung Meneng 35145

Telp. (0721) 704626 Fax. (0721) 704626

Hasil WawancaraUntuk Masyarakat Yang Golput Dalam Pemilihan Kepala Desa Waringinsari Barat 2011

Tanggal Wawancara : 9 September 2011 Identitas Informan

Nama : Winda Rohani

Jenis Kelamin : Perempuan TTL/Umur : 23 Tahun Pendidikan Terakhir : S1 Keguruan Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Waringinsari Barat

1. Apakah anda terdaftar dalam DPT dan memiliki kartu panggilan? “Ya, saya juga punya kartunya. Tapi tentang penyelenggaraanya

administrasinya oleh panitia saya nggak tau karena mungkin saya jarang pulang ke Waringinsari karena kuliah.”

2. Apa yang anda lakukan saat pilkadesa berlangsung dan apakah lebih memilih mengutamakan kepentingan anda?

“Waktu pemilihan saya nggak di rumah karena kuliah saya sedang di tahap akhir, jadi lagi sibuk-sibuknya di kampus.”

3. Apakah anda tahu sosialisasi pilkades oleh panitia?

“Saya nggak tau soal sosialisasi karena saya memang jarang pulang ke Waringinsari.”


(3)

Maksudnya biasa-biasa aja dalam menjalankan pemerintahan.”

6. Apakah anda mengalami krisis kepercayaan terhadap pemerintahan desa sehingga memutuskan tidak memilih?

“Bukan itu penyebabnya. Dilihat dari pelaksanaan pemerintahan saya belum tau ada masalah atau nggak. Yang pasti pelaksanaannya baik-baik aja. Saya bisa bilang begitu karena kalo ada kasus pasti sudah tersebar luas di masyarakat.”


(4)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS LAMPUNG

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITK

Jalan Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Gedung Meneng 35145

Telp. (0721) 704626 Fax. (0721) 704626

Hasil WawancaraUntuk Masyarakat Yang Golput Dalam Pemilihan Kepala Desa Waringinsari Barat 2011

Tanggal Wawancara : 12 September 2011 Identitas Informan

Nama : Putri Setyo Rini Jenis Kelamin : Perempuan TTL/Umur : 20 Tahun Pendidikan Terakhir : D3 Matematika Pekerjaan : Guru Honorer Alamat : Waringinsari Barat

1. Apakah anda terdaftar dalam DPT dan memiliki kartu panggilan?

“Ya. Saya memang terdaftar dan saya juga punya kartunya. Identitas juga sesuai dengan kartu.”

2. Apa yang anda lakukan saat pilkades berlangsung dan apakah lebih memilih mengutamakan kepentingan anda?

Sebenernya saya sengaja nggak milih karena kerja. Bagi saya golput sah-sah saja. Selain itu, pada siapapun yang dipilih masyarakat mampu menjalankan tugasnya dengan baik.”

3. Apakah anda tahu sosialisasi pilkades oleh panitia?

“Seinget saya panitia nggak ngadain sosialisasi pilkades lho.” 4. Siapakah calon yang anda dukung dalam pilkades?

“Ada. Sebenernya saya lebih mendukung pak Woto yang sudah pernah jadi kades sebelumnya. Menurut saya pak Woto udah punya pengalaman jadi kades, selama masa pemerintahannya juga dia mampu menjalankan


(5)

sehingga memutuskan tidak memilih?

“Krisis kepercayaan bukan penyebab saya golput. Menurut saya pemerintahan di desa ini baik-baik saja dan nggak pernah bermasalah.”


(6)

Tabel Perolehan Hasil Suara Pilkades Waringinsari Barat

No Nama

Calon Perolehan Suara Presentase (%) Penggunaan Surat Suara Penggunaan Hak Pilih Jumlah Mata Pilih

Syah Tidak

Syah

Memilih Tidak

Memilih

1. Woto

Siswoyo

1.201 66

1.956 528 2.484 1.249 3.733

2. Agus

Wariyanto


Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

Konstelasi Politik Dalam Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus : Pemilihan Kepala Desa Huta Ibus Kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas)

5 85 73

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Perilaku Pemilih Etnis Karo Dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Karo Periode 2010-2015

4 65 219

Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Malaria di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Tahun 2004

1 37 82

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Peningkatan Pertisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan (Studi Pada Desa Galang Suka Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang)

18 209 128

GAYA KOMUNIKASI CALON KEPALA DESA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA TAHUN 2013 ( Penelitian Pada Pemilihan Kepala Desa di Desa Nglumpamg Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo )

0 0 14

KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN USAHA DESA DI DESA MORO KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN

0 0 114

MASYARAKAT DAN SAYYID DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA CIKOANG KECAMATAN MANGARABOMBANG KABUPATEN TAKALAR

0 0 85

IMPLEMENTASI PEMILIHAN KEPALA DESA DALAM KERANGKA DEMOKRASI LOKAL (STUDI KEGAGALAN PROSES PEMILIHAN KEPALA DESA DI DESA GEDANGAN KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO) - UNS Institutional Repository

1 1 12