pemilik bangunan, tanaman dan atau hasil karya yang ikut dibebani Hak Tanggungan.
b. Pemegang Hak Tanggungan
Dalam pasal 9 UUHT dinyatakan bahwa pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Karena Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak
mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, tanah tetap berada dalam
penguasaan pemberi Hak Tanggungan kecuali dalam keadaan yang disebut Hak Tanggungan dapat dilakukan oleh Warga Negar
Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat juga oleh Warga Negara Asing atau badan hukum asing.
E. Berakhirnya Hak Tanggungan Atas Tanah
Hak Tanggungan merupakan hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, yang menurut ketentuan undang-undang yang berlaku dapat
diperjanjikan dalam suatu waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan diantara para pihak. Hak Tanggungan ini juga dapat berakhir karena ketentuan yang
ditetapkan dalam UUHT. 1.
Hapusnya Hak Tanggungan Berdasarkan pasal 18 UUHT ditentukan bahwa Hak Tanggungan
hapus karena:
a. Hapusnya utang yang dijamin, sebagai konsekuensi sifat accessoir Hak
Tanggungan; b.
Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegangnya yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan
yang bersangkutan kepada pemberi Hak Tanggungan; c.
Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua Pengadilan Negeri;
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
2. Eksekusi Hak Tanggungan
Apabila debitor cidera janji, obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan pemegang Hak Tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan
piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor yang lain. Menurut pasal 20 ayat 1, eksekusi dilakukan berdasarkan:
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas dasar kewenangan dan janji yang disebut dalam pasal
6 dihubungkan dengan janji yang dimaksud dalam pasal 11 ayat 2 huruf e;
b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat 2.
Berdasarkan pasal 6 UUHT disebutkan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut. Hak dalam ketentuan pasal 6 ini merupakan salah satu dari perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh
pemegang Hak Tanggungan atau pemegang hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan.
Penjualan obyek Hak Tanggungan dapat juga dilaksanakan di bawah tangan asalkan atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak
Tanggungan. Penjualan secara prosedural ini dimungkinkan agar dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Prosedur
yang dimungkinkan ini adalah menyimpang dari prinsip menjual obyek Hak Tanggungan lewat pelelangan umum.
Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan dijalankannya pelelangan. Khusus tentang penjualan benda tetap wajib
dilaksanakan setelah maksud penjualan lelang diumumkan menurut kebiasaan setempat. Sedangkan penjualan lelang tersebut tidak dapat
dilakukan sebelum dilewati hari kedelapan setelah barang-barang itu disita eksekutorial.
Eksekusi Hak Tanggungan ini sama sekali tidak dapat terpengaruh apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit. Dalam keadaan
demikian pemegang Hak Tanggungan tetap diberi wewenang untuk melakukan segala hak yang diperolehnya menurut UUHT sebagai
perwujudan dari hak utama yang melekat pada pemegang Hak
Tanggungan pasal 21 UUHT Ibid: 55. Ketentuan ini lebih memantapkan kedudukan diutamakan pemegang Hak Tanggungan, dengan
mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi Hak Tanggungan kepada obyek Hak Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungan berhak
menjual lelang obyek Hak Tanggungan terlebih dahulu untuk pelunasan piutangnya. Sisanya dimasukkan dalam boedel kepailitan pemberi Hak
Tanggungan Purwahid P, Op.cit: 98. 3.
Pencoretan Hak Tanggungan Pencoretan catatan adanya Hak Tanggungan tersebut, dalam Hak
Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin, didasarkan pada catatan pemegang Hak Tanggungan pada sertifikat Hak Tanggungan atau
pernyataan tertulis dari pemegang Hak Tanggungan, bahwa Hak Tanggungan yang bersangkutan sudah hapus. Jika kreditor tidak bersedia
memberikan pernyataan tersebut, pemegang hak atas tanah dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak tanggungan yang bersangkutan di daftar. Kalau permohonan perintah pencoretan timbul dari
sengketa yang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara
yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan adanya Hak Tanggungan terasebut berd sarkan slinan penetapan
atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pencoretan harus dilakukan dalam waktu 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan tersebut. Pencatatan ini dilakukan semata-
mata bagi kepentingan pemegang hak atas tanah dan demi ketertiban administrasi.
Dalam hal Hak Tanggungan hapus karena hukum, maka catatan mengenai hapusnya hak tersebut dibubuhkan pada buku-tanah Hak
Tanggungan yang bersangkutan, sedang sertifikat ditiadakan. Penataan serupa yang disebut roya atau pencoretan dilakukan juga pada buku-
tanah dan sertifikat hak atas tanah yang semula dijadikan jaminan. Sertifikat hak atas tanah yang sudah dibubuhi catatan tersebut.
BAB III METODE PENELITIAN