Green and Ampt 6 Simulasi Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah 6.1

Lempung berliat 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berat 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat ringan 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Pas ir 0.0 50.0 100.0 150.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung liat berpas ir 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berpas ir 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung berpas ir 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Lempung liat berdebu 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Liat berdebu 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 t 12 detik L f c m Gambar 35. Kedalaman wetting front selama proses infiltrasi berlangsung dari awal hingga mencapai waktu 1 jam pada 10 kelas tekstur ISSS Pada Gambar 35 terlihat bahwa kedalaman wetting front meningkat secara linier dengan semakin meningkatnya waktu tempuh. Variasi nilainya cukup besar mulai dari yang paling dangkal pada tekstur lempung liat berdebu sampai yang paling dalam pada tekstur pasir. Selain dipengaruhi oleh waktu tempuh, besarnya konduktivitas hidrolik tanah jenuh, serta selisih antara kadar air tanah jenuh dan kadar air awal sebelum infiltrasi berlangsung, sangat mempengaruhi besarnya kedalaman wetting front . Tabel 6. Nilai air entry tension dan indeks distribusi ukuran pori berdasarkan analisis 1845 tanah; nilai-nilai dalam tanda kurung merupakan standar deviasi. Tekstur tanah ψ ae cm H 2 O b Pasir 12.1 14.3 4.05 1.78 Pasir berlempung 9.0 12.4 4.38 1.47 Lempung berpasir 21.8 31.0 4.90 1.75 Lempung berdebu 78.6 51.2 5.30 1.96 Lempung 47.8 51.2 5.39 1.87 Lempung liat berpasir 29.9 37.8 7.12 2.43 Lempung liat berdebu 35.6 37.8 7.75 2.77 Lempung berliat 63.0 51.0 8.52 3.44 Liat berpasir 15.3 17.3 10.4 1.64 Liat berdebu 49.0 62.1 10.4 4.45 Liat 40.5 39.7 11.4 3.70 Sumber: modifikasi dari Clapp and Hornberger 1978 dalam Dingman 2002. Tabel 7. Parameter model infiltrasi Green and Ampt pada 10 kelas tekstur ISSS; diduga menggunakan data hasil simulasi infiltrasi Richards-Darcy No. Tekstur Ks cmdetik θ s cm 3 cm 3 θ i cm 3 cm 3 H cm H 2 O H f cm H 2 O 1 Liat berat 9.31 x 10 -4 0.404 0.215 -25.5 2 Liat berpasir 4.19 x10 -4 0.426 0.208 -11.7 3 Lempung liat berpasir 4.97 x 10 -4 0.409 0.255 -7.6 4 Lempung berpasir 1.61 x 10 -3 0.435 0.205 -31.9 5 Pasir 3.14 x 10 -3 0.469 0.263 -21.0 6 Liat ringan 9.56 x 10 -4 0.457 0.281 -13.3 7 Lempung berliat 2.28 x 10 -4 0.383 0.229 -8.6 8 Lempung 1.72 x 10 -3 0.521 0.296 -29.2 9 Liat berdebu 4.17 x 10 -4 0.450 0.307 -16.3 10 Lempung liat berdebu 3.61 x 10 -4 0.600 0.263 -113.9 Keterangan: θ i menunjukkan kadar air tanah awal yaitu pada potensial matrik 1000 cm H 2 O H f diperoleh melalui optimisasi terhadap Persamaan 19 Terlihat pada Tabel 5 dan Tabel 7 bahwa nilai H f yang diperoleh dengan menggunakan dua pendekatan tersebut menghasilkan nilai dugaan yang berbeda. Apabila mengacu ke Gambar 10 dan nilai air-entry tension pada Tabel 4 jelas terlihat bahwa nilai H f pada Tabel 5 lebih logis jika dibandingkan dengan nilai H f pada Tabel 7. Hillel 1980 menyatakan bahwa penentuan kedalaman wetting front dan potensial matrik di kedalaman wetting front pada model infiltrasi Green and Ampt menjadi sangat krusial karena besarnya infiltrasi kumulatif sangat tergantung pada kedalaman wetting front dan potensial matrik di kedalaman wetting front tersebut.

4.6.3 Philip

Menurut Philip 1957 dalam Dingman 2002, sorptivity adalah suatu laju dimana air akan mengalir menuju lapisan tanah takjenuh tanpa pengaruh gaya gravitasi. Sedangkan Culligan et al . 2005 menyatakan bahwa sorptivity merupakan suatu besaran yang mengkuantifikasi efek kapilaritas terhadap gerakan air dalam suatu material poros. Pada proses infiltrasi menuju material yang awalnya kering, sorptivity adalah suatu parameter yang tergantung baik pada karakteristik material maupun cairannya, misalnya kadar air tanah maksimum di sekitar kedalaman wetting front . Dengan memanfaatkan data simpanan air dan waktu tempuh kumulatif hasil simulasi infiltrasi Richards-Darcy , nilai sorptivity dari masing-masing kelas tekstur tanah dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 30. Tabel 8 dan Gambar 36 berturut-turut menunjukkan hasil optimisasi nilai sorptivity , Sp dan transmisivitas tanah, Kp pada masing-masing kelas tekstur, serta hubungan antara sorptivity dan potensial matrik di kedalaman wetting front pada tekstur pasir, lempung, dan liat berat pada beberapa kadar air tanah awal. Terlihat pada Tabel 8 bahwa secara umum nilai sorptivity cenderung semakin meningkat dengan semakin meningkatnya nilai kadar air tanah di kedalaman wetting front dan konduktivitas hidrolik tanah jenuh, kecuali pada kelas tekstur lempung liat berdebu. Tabel 8. Parameter model infiltrasi Philip Sp dan Kp pada 10 kelas tekstur ISSS No. Tekstur Ks cmdetik H f cm H 2 O θ f cm 3 cm 3 Sp cmdetik 0.5 Kp cmdetik 1 Liat berat 9.31 x 10 -4 -53.3 0.384 0.08 0.00093 2 Liat berpasir 4.19 x10 -4 -33.8 0.392 0.04 0.000419 3 Lempung liat berpasir 4.97 x 10 -4 -31.9 0.375 0.03 0.000497 4 Lempung berpasir 1.61 x 10 -3 -53.0 0.407 0.14 0.0016 5 Pasir 3.14 x 10 -3 -50.7 0.448 0.14 0.00313 6 Liat ringan 9.56 x 10 -4 -44.8 0.434 0.05 0.000955 7 Lempung berliat 2.28 x 10 -4 -31.5 0.334 0.02 0.000227 8 Lempung 1.72 x 10 -3 -54.2 0.501 0.14 0.00171 9 Liat berdebu 4.17 x 10 -4 -42.4 0.429 0.04 0.000416 10 Lempung liat berdebu 3.61 x 10 -4 -17.8 0.436 0.16 0.00036 Keterangan: Nilai H f diambil dari Tabel 5. Gambar 36. Nilai sorptivity dan H f kelas tekstur Sand pada beberapa nilai kadar air awal θ i Pada Gambar 36 jelas terlihat bahwa semakin kering kondisi tanah sebelum infiltrasi berlangsung, nilai sorptivity juga semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya potensial matrik pada kedalaman wetting front . Culligan et al . 2005 memperoleh hasil yang hampir sama dimana nilai sorptivity meningkat secara non-linier dengan pertambahan kejenuhan efektif rata-rata dan pertambahan tinggi genangan di permukaan tanah H . -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0.05 0.1 0.15 0.2 Sp cmt 0.5 H f cm H 2 O Pasir Lempung Liat berat

4. 7 Verifikasi hasil simulasi infiltrasi Richards-Darcy

Mengacu ke Tabel 2 dan Gambar 10, terlihat bahwa kadar air tanah hasil dugaan mampu mendekati kadar air tanah hasil pengukuran. Hal ini bisa dilihat dari koefisien determinasi R 2 yang mencapai kisaran nilai antara 0.9065 – 0.995 Tabel 2 dan fungsi retensi air tanah dugaan yang berhimpit dengan data kadar air tanah hasil pengukuran Gambar 10. Hasil simulasi numerik proses infiltrasi menggunakan model Richards- Darcy telah diuji dengan hasil yang sangat memuaskan pada tanah subtropika yaitu lempung Kanto dan pasir standar Setiawan, 1992, dan juga pada tanah tropika masing-masing pada tekstur pasir dan liat berdebu Saleh, 2000 serta tekstur liat berpasir Hermantoro, 2003.