Jaring langli Pengumpulan dan analisis data

B. Penentuan kualitas air

Untuk mengetahui kualitas air Danau Singkarak, maka dilakukan pengu- kuran terhadap beberapa parameter kualitas air data primer. Parameter kualitas air yang diukur di lapangan adalah suhu, kedalaman perairan, kecepatan arus, pH dan DO. Parameter lainnya seperti kekeruhan, NO 3 , PO 4 dan NH 3 dianalisis di la- boratorium Kimia Universitas Andalas, Padang. Pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan pada sore hari pada pukul 17.00 WIB di setiap stasiun penga- matan berdasarkan lokasi percobaan alat tangkap. Untuk perairan pengambilan sampel dilakukan diberbagai kedalaman, yaitu 0,2 m, 5 m, 10 m, 15 m, 20 m, 25 m dan 30 m, dengan menggunakan botol sampel. Hasil pengukuran dan analisis kualitas air tersebut, dibandingkan dengan baku mutu air PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Kelas II, peruntukannya untuk budidaya ikan air tawar. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pola Penangkapan Ikan Bilih Pola penangkapan ikan bilih yang dilakukan nelayan di Danau Singkarak berbeda-beda, tergantung kepada jenis alat tangkap dan lokasi penangkapan. Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih di Danau Singkarak adalah jaring langli, jaring lingkar, sistem alahan, jala, lukah dan seterum. Pola penangkapan ikan bilih yang dilakukan nelayan berdasarkan jenis alat tangkap, sebagai berikut:

A. Jaring langli

Jaring langli merupakan jenis alat tangkap yang paling dominan digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih di Danau Singkarak. Setiap nela- yan memiliki lebih dari satu unit jaring, bahkan ada yang memiliki 5 hingga 8 unit jaring. Rata-rata dalam satu kali penangkapan nelayan mengoperasikan tiga unit jaring. Ukuran mata jaring yang digunakan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan bilih adalah 0,75 inci. Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun yang lalu mereka menggunakan ukuran mata jaring 1,00 inci. Panjang jaring langli tersebut 100 meter dengan lebar 8 meter. Jaring langli ini dioperasikan nelayan setiap hari yaitu pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB dan diangkat pada pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB. Frekuensi dan intensitas penangkapan ini sangat tinggi, karena kebanyakan nelayan perekonomiannya sangat tergantung kepada ikan bilih hasil tangkapannya. Rata-rata hasil tangkapan nelayan dalam satu kali penangkapan berkisar antara dua hingga tiga liter per jaring. Menurut nelayan, sekitar sepuluh tahun yang lalu dalam satu kali penangkapan, hasil tangkapannya dapat mencapai 50 liter per jaring. Penurunan tersebut mungkin disebabkan penangkapan yang berle- bihan over fishing, ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya jumlah jaring langli yang digunakan dari tahun 1980 - 2001 Gambar 1. Gambar 1. Perkembangan alat tangkap jaring langli di Danau Singkarak dari tahun 1980 - 2001 Selain itu mungkin juga disebabkan ukuran mata jaring yang telah diper- kecil nelayan dari 1,00 inci menjadi 0,75 inci, sehingga ukuran ikan yang tertang- kap semakin kecil. Apabila ikan yang tertangkap tersebut belum sempat berpro- duksi, maka penambahan individu baru kedalam perairan semakin berkurang, akibatnya terjadi penurunan produksi ikan bilih di Danau Singkarak. Larkin dan Ricker 1964 dalam Badrudin, 1994 mengemukakan kelompok umur ikan yang paling kritis dalam usaha penangkapan ikan di perairan umum adalah disekitar umur ikan pertama kali matang gonad. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan percobaan penangkapan ikan bilih dengan alat tangkap jaring langli berukuran mata jaring 0,75 inci dan 1,00 inci, untuk mengetahui banyak ikan bilih yang terjaring per jaring, distribusi ukuran dan kondisi gonad ikan yang terjaring tersebut. Menurut Purnomo et al. 2003 semakin kecil ukuran ikan yang tertangkap dari tahun ke tahun, ini membuktikan tingkat eksploitasi ikan tersebut sangat tinggi. Hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, diketahui belum ada peraturan-peraturan tentang pengoperasian jaring langli di Danau Singkarak, kecuali di Nagari Sumpur. Perairan Nagari Sumpur merupakan kawasan reservat ikan bilih, ini telah diatur oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, Propinsi Sumatera Barat dan juga oleh pihak Kenagarian Sumpur. Hal ini tentu saja dapat memicu masyarakat untuk mengeksploitasi ikan bilih secara besar-besaran di daerah yang belum ada peraturan tersebut.

B. Sistem Alahan