Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi
ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI
MUHAMMAD FUAD ANSHORI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keragaman
Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman
Industri dan Penyegar Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Fuad Anshori
NIM A24100198
ABSTRAK
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi
Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar Sukabumi. Dibimbing oleh SUDARSONO dan RUBIYO.
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
telah menjadi komoditas yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter
morfologi dari koleksi genotipe kopi arabika dan robusta di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Percobaan ini dilaksanakan dengan
melakukan karakterisasi pada 11 genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor
list yang telah dimodifikasi untuk tanaman kopi. Sebagian data kuantitatif
dianalisis dengan sidik peragam dan sebagian lagi dianalisis dengan sidik ragam.
Data kualitatif dan sebagian data kuantitatif dianalisis dengan analisis gerombol
untuk mendapatkan dendogram. Hasil identifikasi morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta menunjukkan beberapa perbedaan yang nyata antar genotipe baik
terhadap karakter yang dapat digabung maupun yang tidak dapat digabung. Hasil
dendogram hubungan ketidakmiripan tanaman kopi menunjukkan tingkat
kekerabatan kopi arabika dan robusta kurang lebih 0.45 (45%) terhadap karakter
yang diamati. Kopi robusta memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika.
Kata kunci: peragam, dendogram, karakterisasi, genotipe, gerombol
ABSTRACT
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Morphological Diversity Analysis of Arabica
and Robusta Coffee Plant Collection in Crops Research Institute for Industrial and
Freshener Sukabumi. Supervised by SUDARSONO and RUBIYO.
Coffee (Coffea sp.) is one of the plantation plant which have become
commodities that counts in national income strengthening. This study aimed to
identify and analyze the morphological diversity characters of arabica and robusta
coffee genotypes collection in Sukabumi Industrial and Freshener Crops Research
Institute. The experiment was conducted by characterization of 11 genotypes the
coffee using a descriptors list which have been modified for the coffee plants.
Most of the quantitative data were analyzed by analysis of covariance and others
analyzed by analysis of variance. Qualitative and some of quantitative data were
analyzed by analysis of quantitative data to get a dendogram clusters. The results
of the morphological identification of arabica and robusta coffee plant showed
some real differences between the genotypes both the variables that can be
combined or can not be combined. The results of the dissimilarity relation
dendogram shows the level of the coffee plant arabica and robusta coffee kinship
approximately 0.45 (45%) of the observed variables. Robusta coffee has a higher
level of similarity than arabica coffee.
Keywords: characterization, clusters, covariance, dendogram, genotypes
ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI
MUHAMMAD FUAD ANSHORI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika
dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi
Nama
: Muhammad Fuad Anshori
NIM
: A24100198
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Rubiyo, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
tanaman kopi, dengan judul Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman
Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sudarsono MSc dan
Bapak Dr Ir Rubiyo MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Willy Bayuardi
Suwarno SP MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati SP MSi yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Handi,
Ibu Dr Ir Eny dari staff Peneliti Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi, dan Bapak Andi beserta staf Kebun Pakuwon, Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terimakasih juga didedikasikan kepada Bosowa Foundation atas
dukungannya selama masa studi penulis. Selain itu, ungkapan terimakasih juga
diberikan kepada keluarga besar IKAMI SulSelBar, keluarga besar Asrama
Latimojong, keluarga besar Edelweiss 47 yang selalu memberikan semangat
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Fuad Anshori
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Tanaman Kopi ..................................................................................................... 2
Asal Usul Tanaman Kopi ................................................................................. 2
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi ...................................................... 3
Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia ............................................................ 3
Kopi Arabika.................................................................................................... 4
Kopi Robusta ................................................................................................... 4
Karakterisasi Morfologi ...................................................................................... 5
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 5
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 5
Bahan dan Alat .................................................................................................... 5
Metode Percobaan ............................................................................................... 6
Metode Pelaksanaan ............................................................................................ 6
Pengamatan ......................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Kondisi Umum .................................................................................................... 9
Fase Vegetatif .................................................................................................... 12
Fase Generatif .................................................................................................... 18
Bunga dan pembungaan ................................................................................. 18
Karakter Buah ................................................................................................ 22
Karakter Biji .................................................................................................. 25
Evaluasi ............................................................................................................. 27
Analisis Gerombol ............................................................................................. 29
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30
Simpulan ............................................................................................................ 30
Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31
LAMPIRAN .......................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di areal penelitian
2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta
4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
arabika
5 Hasil analisis sidik peragam karakter vegetatif genotipe kopi arabika dan
robusta terhadap intensitas naungan
6 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter pembungaan hasil
analisis peragam tanaman kopi terhadap naungan
7 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter bunga hasil analisis
peragam tanaman kopi terhadap naungan
8 Hasil sidik ragam dan uji lanjut DMRT terhadap karakter buah kopi
robusta
9 Hasil analisis sidik peragam karakter buah kopi arabika terhadap
naungan
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut karakter biji pada kopi robusta
11 Hasil analisis sidik peragam dan uji lanjut karakter buah kopi
arabika terhadap naungan
12 Nilai tengah karakter evaluasi pada genotipe kopi arabika
10
10
13
14
15
19
20
23
25
26
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Intensitas serangan penyakit karat daun
Gejala serangan dari PBKo, hama kutu putih, dan gejala embun jelaga
Pucuk daun semua genotipe kopi robusta dan arabika
Daun kopi semua genotipe robusta dan arabika
Stipule berbentuk ovul, dan stipule berbentuk segitiga
Bunga kopi robusta dengan pangkal yang berhimpit dan menggulung ,
ukuran bunga kopi robusta dan arabika, ujung dan pangkal bunga
arabika
Warna dan bentuk buah kopi robusta
Warna dan bentuk buah kopi robusta dan arabika
Biji kopi robusta
Biji kopi robusta dan arabika
8
12
13
14
17
19
20
11 Dendogram ketidakmiripan karakter morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta
23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskriptor list tanaman kopi IPGRI ............................................................ 35
2 Deskripsi genotipe kopi robusta dan arabika yang digunakan .................... 38
3 Dokumentasi lapang .................................................................................... 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
dikembangkan sejak penjajahan Belanda. Tanaman ini telah menjadi komoditas
yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari
data produksi, ekspor dan luas areal kopi Indonesia. Produksi kopi Indonesia telah
menempati posisi ke-3 dunia dibawah Brazil dan Vietnam (Hartono 2013). Ekspor
kopi Indonesia kurang lebih 0.353 juta ton biji kopi (ICO 2014) dan luas areal
perkebunan kopi Indonesia telah mencapai 1.2 juta ha. Luas areal tersebut
didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 96% dan 4% milik perkebunan swasta
dan BUMN (AEKI 2012).
Tanaman kopi yang berkembang di Indonesia terdiri atas kopi arabika dan
robusta. Kedua kopi tersebut memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi
dibandingkan jenis kopi lainnya. Akan tetapi, kedua kopi tersebut memiliki
beberapa permasalahan, terutama dalam hal produktivitas. Produktivitas kopi
arabika baru mencapai 800 kg ha-1 dan produktivitas kopi robusta baru mencapai
700 kg ha-1. Hal ini berbeda dengan Vietnam yang telah mencapai produktivitas
hingga 1 500 kg ha-1 (Hartono 2013). Selain masalah produktivitas, masalah
organisme pengganggu tanaman (OPT), kualitas biji dan cita rasa kopi menjadi
tantangan bagi Indonesia. Kopi arabika rentan terhadap penyakit karat daun yang
disebabkan oleh patogen Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian 600 – 700
m dpl. Rentannya kopi arabika terhadap penyakit karat daun menjadi faktor
pembatas produksi, karena kopi ini hanya baik ditanam pada ketinggian lebih
besar atau sama dengan 1 000 m dpl. Kopi robusta memiliki sifat yang lebih tahan
terhadap patogen Hemileia vastatrix, sehingga kopi ini dapat ditanam pada
ketinggian kurang dari 1 000 m dpl dan optimum pada ketinggian 600 – 700 m
dpl. Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik kopi arabika (Indrawanto
et al. 2010). Penggerek buah kopi (PBKo) juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Serangan PBKo berdampak langsung pada produksi, kualitas dan
cita rasa biji kopi (Wiryadiputra 2006). Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama
PBKo dapat menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Selain itu, biji yang terserang
PBKo akan mengalami cacat fisik yang mempengaruhi cita rasa smoky, earty,
musty, dan chimical biji kopi (Kirom 2005). Selain penyakit karat daun dan hama
PBKo, terdapat beberapa OPT yang juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Melihat permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu upaya untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi di Indonesia.
Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui pencarian plasma nutfah kopi
yang memiliki sifat sesuai harapan. Pencarian plasma nutfah harapan dapat
ditempuh melalui program pemuliaan. Salah satu kegiatan penting dalam program
pemuliaan yaitu evaluasi karakter plasma nutfah. Evaluasi tersebut dapat
dilakukan melalui metode analisis morfologi. Analisis ini dapat mengindetifikasi
tentang karakteristik dan kekerabatan plasma nutfah dengan perbedaan
penampakan visual, sehingga dapat memudahkan dalam penanganan genetiknya.
Analisis morfologi juga memiliki peran utama dalam upaya konservasi plasma
nutfah, sehingga kesinambungan informasi keragaman tanaman kopi dapat terjalin
2
dengan baik (Soeroso 2012). Adanya analisis ini dapat membantu pemulia dalam
melakukan seleksi secara bijak untuk mendapatkan tanaman yang diharapkan.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) merupakan suatu
lembaga penelitian pertanian yang berfokus dalam pengembangan tanaman
industri, salah satunya tanaman kopi. Balittri memiliki sumber-sumber keragaman
tanaman kopi yang dapat digunakan dalam pengembangan pemuliaan kopi. Oleh
sebab itu, analisis keragaman morfologi terhadap sumber plasma nutfah yang
terdapat pada Balittri menjadi suatu penelitian yang penting dalam pengembangan
tanaman kopi. Terutama dalam mengatasi berbagai kendala ketahanan organisme
penggangu tananaman, kualitas, dan produktivitas kopi Indonesia.
Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karater morfologi dari
koleksi genotipe kopi arabika dan robusta yang terdapat di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kopi
Asal Usul Tanaman Kopi
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua
Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan
biji kopi sebagai makanan mereka yang dikombinasikan dengan makananmakanan popok lainnya, seperti daging dan ikan. Tanaman ini mulai
diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi
menyebar ke Benua Eropa oleh seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus
dilanjutkan ke negara lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia
(Panggabean 2011).
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1700-an,
khususnya di Pulau Jawa. Selain di Pulau Jawa, penyebaran tanaman kopi juga
dilakukan di Pulau Sumatera dan Sulawesi setelah percobaan penanaman kopi di
Pulau Jawa berhasil. Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia
adalah kopi jenis arabika. Akan tetapi, ketika timbul serangan penyakit karat daun
pada tahun 1869 di Srilangka, pemerintah Belanda mendatangkan jenis kopi baru,
yaitu liberika. Kopi liberika dipilih karena memiliki keunggulan tahan terhadap
serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Akan tetapi, kopi jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah dibandingkan
kopi arabika. Hal ini menyebakan pemerintahan Belanda mendatangkan jenis kopi
baru yaitu kopi jenis robusta. Kopi jenis ini lebih tahan terhadap serangan
penyakit karat daun dan memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan kopi
jenis liberika. Pada tahun 1920-an, pemerintah mendirikan Balai Penelitian
Tanaman Kopi di Pulau Jawa yang bertugas mengembangkan dan meneliti kopi
jenis arabika dan robusta. Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi,
3
kopi jenis robusta dan arabika yang asli telah mengalami penyilangan-penyilangan
dan menghasilkan beberapa hibrida atau Genotipe unggul (Panggabean 2011).
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi
Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah
sebagai berikut :
Kigdom
: Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea sp. [ Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea
liberica, Coffea excelsa ]
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang berkeping dua
(dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika
tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang
bawahnya berasal dari bibit semai. Sebaliknya, tanaman kopi yang berasal dari
bibit setek, cangkok atau okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit setek
tidak memiliki akar tunggang, sehingga relatif mudah rebah (AAK 1988).
Tanaman kopi memiliki lima jenis cabang yaitu cabang primer, sekunder,
reproduktif, cabang balik, dan cabang kipas.
Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan yang sama dengan
tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan
tanaman naungan (Panggabean 2011). Bagian pinggir daun kopi bergelombang
dan tumbuh pada cabang, batang, serta ranting. Letak daun pada cabang
plagiotrop terletak pada satu bidang, sedangkan pada cabang orthrotrop letak daun
berselang seling. Tanaman kopi mulai berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.
Bunga tanaman ini tersusun dalam kelompok yang tumbuh pada buku-buku
cabang tanaman dan memiliki mahkota yang berwarna putih serta kelopak yang
berwarna hijau (AAK 1988).
Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah menjadi
warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas
tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp),
dan lapisan kulit tanduk (endokarp) (AAK 1988). Kulit tanduk buah kopi
memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah
ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis
(Panggabean 2011).
Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia
Kopi jenis arabika, robusta, dan liberika merupakan jenis kopi yang terdapat
di Indonesia. Akan tetapi, kopi yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
kopi jenis arabika dan robusta. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kopi
4
berkisar 1 500 sampai 2 500 mm tahun-1 dengan rata-rata bulan kering 3 bulan.
Rata-rata suhu yang diperlukan untuk tanaman kopi berkisar 15 °C sampai 25 °C
dengan kelas lahan S1 atau S2. Ketinggian tempat penanaman sangat berkaitan
dengan citarasa kopi tersebut (Indrawanto et al. 2010).
Kopi Arabika
Kopi jenis arabika merupakan kopi yang paling pertama masuk ke Indonesia.
Kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian optimum sekitar 1 000 sampai 1 200 m
dpl. Semakin tinggi lokasi penanaman, citarasa yang dihasilkan oleh bijinya
semakin baik. Selain itu, kopi jenis ini sangat rentan pada penyakit karat daun
yang disebabkan oleh cendawan Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian
kurang dari 600 sampai 700 m dpl. Karat daun ini dapat menyebabkan produksi
dan kualitas biji kopi menjadi turun (Indrawanto et al. 2010) .Oleh sebab itu,
perkebunan kopi arabika hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu.
Kopi arabika dapat tahan terhadap masa kering yang berat, walaupun kopi
ini tidak memerlukan bulan kering. Hal ini dikarenakan kopi arabika ditanam pada
elevasi yang dinggi dan relative lebih lembab serta akarnya lebih dalam dari pada
kopi robusta (Wachjar 1984). Selain itu, Kopi arabika menghendaki temperatur
rata-rata berkisar 17° – 21°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi arabika adalah tajuk yang kecil,
ramping, ada yang bersifat ketai dan ukuran daun yang kecil. Biji kopi arabika
memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya,
seperti bentuknya yang agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi,
lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya, ujung biji mengkilap, dan
celah tengah dibagian datarnya berlekuk (Panggabean 2011).Varietas kopi arabika
yang diusulkan untuk ditanam adalah Kartika 1, Kartika 2, Abesiania 3, S 795,
USDA 762, dan Adungsari 1 (Indrawanto et al. 2010).
Kopi Robusta
Kopi jenis robusta merupakan kopi yang paling akhir dikembangkan oleh
pemerintahan Belanda di Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap cendawan
Hemileia vastatrix dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan kopi liberika.
Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik dari kopi jenis arabika,
sehingga dalam pasar Internasional kopi jenis ini memiliki indeks harga yang
rendah dibandingkan kopi jenis arabika. Kopi ini dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian diatas 600 sampai 700 m dpl (Indrawanto et al. 2010). Selain itu, kopi
ini sangat memerlukan tiga bulan kering berturut-turut yang kemudian diikuti
curah hujan yang cukup. Masa kering ini diperlukan untuk pembentukan
primordia bunga, florasi, dan penyerbukan. Temperatur rata-rata yang diperlukan
tanaman kopi robusta berkisar 20° – 24°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi robusta adalah tajuk yang lebar,
perwatakan besar, ukuran daun yang lebih besar dibandingkan daun kopi arabika,
dan memiliki bentuk pangkal tumpul. Selain itu, daunnya tumbuh berhadapan
dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyatih dan Danarti 2012). Biji
kopi robusta juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi
lainnya. Secara umum, biji kopi robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika. Selain itu, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya
yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika,
5
dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata (Panggabean 2011). Varietas
unggul yang direkomendasikan untuk ditanam adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP
358, BP 409, SA 234, BP 436, BP 543, Bp 936, BP 939, dan SA 203 (Indrawanto
et al. 2010).
Karakterisasi Morfologi
Karakterisasi merupakan kegiatan pengamatan sifat-sifat kultivar yang
digunakan sebagai dasar informasi keragaman genetik. Informasi tersebut menjadi
dasar bagi pemulia tanaman dan genetik populasi dalam perbaikan genetika dan
pengembangan kualitas tanaman. Karakterisasi yang paling sederhana, mudah,
dan cepat adalah karakterisasi morfologi (Khotimah 2005). Karakterisasi ini
dilakukan dengan mengamati penampakan fenotipe dari morfologi tanaman, baik
pada fase vegetatif maupun fase generatif. Identifikasi morfologi dapat
menggunakan karakter kuantitatif dan karakter kualitatif sebagai alat untuk
mengidentifikasi perbedaan antar kultivar (Akmalia 2005).
Karakter-karakter morfologi tanaman dipermudah dengan menggunakan
deskriptor morfologi. Deskriptor morfologi merupakan alat yang digunakan oleh
pemulia untuk mengidentifikasi morfologi tanaman dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan. Deskriptor morfologi khusus tanaman kopi telah diterbitkan
oleh Internasional Plant Genetic Resources (IPGRI 1996). Deskriptor list ini
dapat dimodifikasi sesuai dengan arah dan tujuan penelitian.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi, Jawa Barat. Percobaan ini dilaksanakan selama 7 bulan mulai dari
bulan Maret 2014 sampai September 2014.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang akan digunakan meliputi 7 genotipe tanaman kopi
robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Genotipe robusta yang diamati adalah BP
308 (P1), BP 436 (P2), BP 42 (P3), BP 543 (P4), SA 237 (P5), BP 358 (P6), dan
SA 237 (P7). Genotipe arabika yang diamati adalah S 795 (P8), Kartika 1 (P9),
Kartika 2 (P10), dan Sigarar Utang (P11). Alat yang digunakan adalah spidol
permanen, penggaris, jangka sorong, ATK, oven, plastik, amplop, timbangan
digital, kertas, label, kamera, Lux meter, dan Colour Chart for Plant Tissue.
6
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktor tunggal yaitu variasi genotipe kopi. Analisis yang digunakan terdiri
atas dua analisis, yaitu analisis ragam dan analisis peragam. Analisis ragam
digunakan untuk data dari karakter yang tidak dapat digabung dan analisis
peragam digunakan untuk data dari karakter yang dapat digabung. Variasi
genotipe kopi terdiri atas sebelas taraf yaitu 7 taraf kopi robusta dan 4 taraf kopi
arabika. Masing-masing genotipe diulang sebanyak tiga kali, sehingga dalam
percobaan tersebut terdapat 33 satuan percobaan.
Model linier yang digunakan untuk analisis ragam adalah sebagai berikut :
= �+� +�
dan model linier yang digunakan untuk analisi peragam adalah sebagai berikut :
= �+� +�
− .. + �
Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan variasi genotipe ke-i dan
ulangan ke-j
µ
= Nilai rata-rata umum
�
= Pengaruh perlakuan variasi genotipe ke-i,i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,
11
�
= Kofisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada X ij
Xij
= Pengukuran X yang dihasilkan pada ulangan ke-j dan perlakuan �
taraf yang ke-i
= Jumlah dari Xij dibagidengan jumlah seluruh karakter Xij
�
= Pengaruh galat percobaan yang menyebar normal
Apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik ragam maka akan
dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Di
lain sisi, apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik peragam maka akan
dianalisis dengan uji tukey terhadap data terkoreksi.
Metode Pelaksanaan
Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan karakterisasi pada 11
genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor list yang telah dimodifikasi untuk
tanaman kopi. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dibedakan menjadi data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif, pada karakter yang dapat digabung,
juga diolah dengan menggunakan analisis gerombol bersama seluruh data
kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemiripan antar genotipe
berdasarkan kesamaan karakter yang dimiliki genotipe tersebut. Analisis
gerombol dilakukan dengan mengguanakan software R Program versi 3.0.1 yang
selanjutnya akan disajikan dalam bentuk dendogram. Selain itu, pengukuran
intensitas cahaya terhadap naungan juga dilakukan sebagai parameter pendukung.
Pengukuran intensitas dilakukan pada setiap titik sampel percobaan. Data yang
didapatkan akan dijadikan sebagai nilai peragam untuk beberapa karakter
pengamatan.
7
Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap karakter-karakter yang
telah ditentukan. Karakter-karakter tersebut telah disesuaikan dengan deskriptor
list kopi IPGRI (1996) yang telah dimodifikasi. Karakter morfologi yang diamati
meliputi:
1.
Deskripsi vegetatif, berupa; penampilan menyeluruh, tinggi tanaman,
perwatakan tanaman, perkembangan vegetatif, sudut penyisipan batang,
diameter batang, warna daun muda, bentuk daun, bentuk ujung daun,
panjang daun, lebar daun, panjang petiol daun, bentuk stipule, panjang arista
stipule, warna petiol daun, warna pucuk muda, dan warna daun tua.
Karakter vegetatif yang dimodifikasi meliputi jumlah cabang primer, jumlah
cabang sekunder, jumlah cabang tersier, bentuk pangkal daun, ketegasan
gelombang tepi daun, ketegasan gelombang permukaan daun, dan ruas.
2.
Deskripsi bunga dan pembungaan, meliputi; posisi pembungaan,
pembungan batang tua, jumlah bunga axil-1, jumlah bunga fascicles-1,
panjang tangkai karang bunga, panjang tabung mahkota, jumlah petal
bunga-1, penyisipan anter, dan jumlah stamen bunga-1. Karakter bunga yang
dimodifikasi meliputi panjang mahkota, lebar mahkota, panjang stigma,
panjang anter, panjang putik, bentuk ujung bunga, dan pangkal bunga.
3.
Deskripsi buah, meliputi; warna buah, bentuk buah, bentuk piringan buah,
tekstur endocarp, panjang buah, lebar buah, ketebalan buah, dan ketebalan
pulp.
4.
Biji, meliputi; panjang biji beras, lebar biji beras, ketebalan biji beras,
warna biji, dan bentuk biji. Karakter biji yang dimodifikasi meliputi panjang
biji HS, lebar biji HS, tebal biji HS, susut panjang, susut lebar, dan susut
tebal.
5.
Evaluasi produksi; bobot buah tanaman-1, rata-rata jumlah buah kosong, dan
berat 100 biji. Karakter evaluasi produksi yang dimodifikasi meliputi rasio
buah lanang dan rasio buah berbiji tiga.
Panduan dekriptor tanaman tercantum pada lampiran 1.
Pengamatan juga dilakukan pada parameter pendukung yaitu intensitas
cahaya pada setiap naungan dan intensitas serangan organisme pengganggu.
Intensitas cahaya pada setiap naungan di ukur menggunakan Lux Meter LX1010B. Mekanisme untuk memperoleh data adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran intensitas cahaya dengan Lux Meter dilakukan dengan
meletakkan alat pendeteksi menghadap ke atas sesuai dengan posisi yang
dikehendakki. Lalu nlai intensitas cahaya yang tertangkap oleh alat
pendeteksi akan muncul pada layar Lux Meter dengan satuan lux.
2. Data yang digunakan adalah nilai aktual dan presentase intensitas cahaya.
3. Nilai presentase intensitas cahaya (%) pada masing masing – masing
sampel dihitung dengan rumus : A/B x 100%
A = intensitas cahaya diatas tajuk tanaman kopi (lux)
B = intensitas cahaya kontrol, tanpa naungan (lux)
Jadi presentase intensitas cahaya (%) yang didapat merupakan presentase
cahaya yang diterima tajuk tanaman kopi (Ristiawan 2011).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang fokus diamati pada penelitian
ini adalah intensitas serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dan penyakit
8
karat daun. Hal ini dikarenakan hama PBKo merupakan hama penting dalam
budidaya kopi. Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama PBKo dapat
menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Adapun, penyakit karat daun menjadi
penyakit yang serius pada kopi arabika, jika ditanam pada dataran rendah.
1. Pengukuran intensitas PBKo
Pengukuran intensitas dilakukan dengan menggambil 20 sampel biji secara
acak (satuan percobaan)-1. Kemudian, setiap biji diidentifikasi secara
visual dengan melihat keterjangkitan biji terhadap PBKo, yang ditandai
dengan adanya lubang pada ujung biji. Jumlah biji yang terjangkit di bagi
dengan jumlah biji sampel dan dikalikan dengan 100%. Presentase yang
dihasilkan merupakan derajat intensitas serangan PBKo (Maharani et al.
2013).
2. Pengukuran penyakit karat daun
Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan mengambil 10 daun
contoh tanaman-1 pada setiap satuan percobaan. Rumus pengukuran berat
penyakit karat daun adalah sebagai berikut
Intensitas penyakit =
n
v
N
V
�� �
� �
× 100%
: jumlah daun yang tergolong ke dalam suatu kategori serangan
: skor pada setiap kategori serangan
: jumlah daun per tanaman yang diamati
: skor untuk kategori yang terberat
Gambar 1 intensitas serangan penyakit karat daun
0
1
2
3
4
5
6
: luas gejala 0 % tidak ada gejala.
: luas gejala 1 – 5 %
: luas gejala 6 – 10 %
: luas gejala 11 – 25 %
: luas gejala 26 – 40 %
: luas gejala 41 – 65
: luas gejala 66 – 100 %
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Balai penelitian tanaman industri dan penyegar (Balittri) merupakan balai
yang berada dibawah pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Balai ini
berada di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Jl. Raya Pakuwon Km. 2 Parung
Kuda. Sesuai dengan namanya, balai ini memiliki mandat dalam penelitian dan
pengembangan tanaman industri dan penyegar. Tanaman-tanaman yang menjadi
prioritas dalam penelitian dan pengembangannya adalah tanaman karet, kopi,
kakao, dan teh.
Kebun percobaan Balitri memiliki luas kurang lebih 159.6 ha dengan
topografi yang datar hingga bergelombang. Ketinggian kebun ini berada pada 450
m dpl dengan iklim tipe B menurut Schmidt-Ferguson. Jenis tanah yang terdapat
di kebun ini adalah tanah latosol dengan pH berkisar 5–6.
Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dalam areal kebun Balitri
dengan topografi yang datar pada semua tempat. Hal ini dikarenakan tanaman
kopi yang diteliti terbagi dua jenis yaitu arabika dan robusta yang penanamannya
tidak terletak dalam satu hamparan percobaan. Semua genotipe tanaman kopi
robusta yang dikarakterisasi berada pada satu hamparan dengan tanaman naungan
yang sama yaiu gliricidia (Gliricidia sepium). Sebaliknya, genotipe kopi arabika
ada yang terdapat pada hamparan yang berbeda dengan naungan yang berbeda dan
ada juga yang terdapat pada hamparan yang sama dengan tanaman naungan yang
sama yaitu kelapa (Cocus nucifera). Tanaman kopi robusta yang digunakan dalam
penelitian berasal dari perkembangan vegetatif dan kopi arabika berasal dari biji,
karena genotipe kopi arabika termasuk galur murni. Oleh sebab itu, tanaman yang
ditanam memiliki perwatakan yang sama dengan induknya.
Tanaman naungan merupakan tanaman pengendali iklim mikro pada
pertanaman kopi. Tanaman naungan akan memberikan pengaruh terhadap
intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman kopi, sehingga menjadi faktor
penting budidaya kopi (Ristiawan 2011). Tanaman naungan kopi yang baik adalah
tanaman yang memiliki perakaran yang dalam, mudah diatur percabangannya
secara periodik, memberikan bahan organik, termasuk dalam leguminosa
(Yahmadi 2007), dapat mengatur iklim mikro pertanaman kopi, dapat menekan
pertumbuhan gulma dan bernilai ekonomis (DaMatta 2004). Tanaman-tanaman
naungan yang terdapat pada lokasi penelitian ini yaitu gliricidia (Gliricidia
sepium), mimba (Azadirachta indica Juss.), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
dan kelapa (Cocos nucifera). Tanaman-tanaman tersebut memiliki kemampuan
mengurangi intensitas cahaya yang berbeda, tergantung dari tajuk tanaman, jarak
tanam, bentuk dan ukuran daun (Ristiawan 2011). Hasil pengukuran intensitas
cahaya pada berbagai naungan kopi disajikan pada Tabel1. Tanaman kelapa
merupakan tanaman naungan yang paling rendah dalam mengurangi intensitas
cahaya dengan presentase rata-rata 82.52% dan paling tinggi adalah gliricidia
pada genotipe Kartika 2 dengan intensitas cahaya sebesar 45.26%. Tanaman kopi
pada fase vegetatif memerlukan intensitas cahaya 34% dan fase generatif 50 –
60% (Sakiroh et al.2013), sehingga tanaman kelapa kurang baik untuk dijadikan
sebagai tanaman naungan dari segi intensitas cahaya. Selain itu, adanya perbedaan
10
intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi menyebabkan beberapa data
kuantitatif dianalisis menggunakan analisis peragam.
Tabel 1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di area penelitian
Karakter
Intensitas
cahaya
Gliricidia
Robusta
53.15 %
Mimba
63.20%
Jenis Naungan
Belimbing
Gliricidia
Wuluh
Kartika 2
67.42 %
45.26 %
Kelapa
82.52 %
Keterangan : pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada jam 10 pagi di area penelitian
Selama penelitian jumlah genotipe yang diamati sebanyak 11 genotipe yang
terdiri atas 7 genotipe kopi robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Akan tetapi,
dalam beberapa bulan terdapat satu genotipe kopi robusta, yaitu genotipe BP 358,
yang tidak dijadikan sebagai bahan penelitian. Hal ini dikarenakan, rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang menghomogenkan
beberapa sifat yang memiliki dampak pengaruh lingkungan yang besar. Sifat-sifat
itu adalah jenis pembiakan, umur tanaman, naungan, perwatakan dan tinggi
tanaman. Genotipe BP 358 hanya memiliki empat tanaman contoh dengan
perwatakan dan tinggi yang tidak homogen. Oleh sebab itu, hanya genotipe BP
308, BP 436, BP 42, BP 543, SA 237, dan SA 203 untuk kopi robusta yang dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian.
Hama dan penyakit merupakan musuh utama dalam budidaya kopi, karena
dapat menurunkan produktivitas dan mutu kopi yang akan berkorelasi dengan
penurunan nilai ekonomis kopi. Hama dan penyakit yang menjadi pengamatan
utama pada penelitian ini adalah penggerek buah kopi dan penyakit karat daun.
Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) menjadi hama dominan dalam
penelitian ini. Penggerek buah kopi dapat menyebabkan kerugian secara nyata
terhadap produksi dan harga kopi di Indonesia. Hal ini dikarenakan kerusakan
yang timbulkan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan produksi,
kualitas mutu, dan cita rasa biji (Wiryadiputra 2006). Gejala kerusakannya dapat
dilihat dari adanya lubang hasil gerekan pada buah dan biji kopi (Gambar 2a).
Pada penelitian ini, PBKo hanya menyerang pada tanaman kopi di naungan kelapa.
Hal ini dikarenakan tanaman kopi di naungan kelapa mengalami keterlambatan
panen, sehingga dapat memacu perkembangan PBKo (Susilo 2008). Hasil
pengamatan intensitas serangan PBKo disediakan pada Tabel 2.
Tabel 2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa
Parameter
Intensitas
Serangan
S 795
Kartika 1
60 %
13.13 %
Genotipe
Kartika 2
Sigarar Utang
58.33 %
61.67 %
Hasil pengamatan Tabel 2 menunjukkan bahwa semua genotipe mengalami
serangan PBKo dengan intensitas yang tinggi berkisar 60 %, kecuali genotipe
Kartika 1. Hal ini dikarenakan Kartika 1 memiliki sifat pembungaan dan
pemasakan buah yang serempak. Genotipe dengan pembungaan yang serempak
11
dapat menekan siklus perkembangan dari PBKo (Susilo 2008). Selain itu, Kartika
1 memiliki kulit tanduk yang keras dan tebal atau bertekstur coriaceous. Kulit
tanduk yang keras dan tebal diduga dapat menekan serangan PBKo (Bagpro PHT
2000).
Penyakit karat daun merupakan penyakit penting dalam budidaya kopi,
terutama kopi arabika. Penyakit ini disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Gejala yang ditimbulkan adalah adanya bercak kuning pada daun kemudian
berubah menjadi coklat dan akhirnya daun mengalami keguguran. Tanda H.
vastatrix dapat dilihat dari adanya uredospora yang menyerupai tepung berwarna
oranye atau jingga pada permukaan bercak sisi bawah daun. Banyaknya daun
yang gugur sebagai gejala lanjut dari H. vastatrix menyebabkan jumlah bunga
yang terbentuk berkurang, yang berdampak pada penurunan produksi biji kopi
(Mahmud 2012). Pada penelitian ini, pengamatan juga dilakukan terhadap
intensitas serangan penyakit karat daun. Hasil yang ditemukan menunjukkan pada
area penelitian tidak ditemukan penyakit karat daun pada setiap sempel tanaman
kopi, terutama kopi arabika. Hal ini dikarenakan tanaman kopi yang diteliti
dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti pemangkasan,
pemupukan, penyiangan, dan pengaturan intensitas cahaya. Pemeliharaan yang
baik merupakan salah satu pengendali penyakit karat daun secara kultur teknis
(Mahmud 2012). Selain itu, penyemprotan fungisida menjadi pengendalian kimia
yang juga dilakukan di balai tersebut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 (a) gejala serangan dari PBKo, (b) hama kutu putih, (c) gejala embun
jelaga
Organisme penggangu lainnya yang ditemukan pada penelitian adalah kutu
putih dan embun jelaga. Kutu putih (Ferrisia virgata) banyak menyerang tanaman
kopi robusta pada musim hujan, dimana tingkat kelembaban udara mikro tinggi
(Gambar 2b). Kutu ini menyerang dengan cara menghisap cairan yang terdapat
pada tanaman kopi, sehingga nutrisi yang terdapat pada tanaman menjadi
berkurang dan dapat mengurangi supply nutrisi ke buah dan jaringan aktif lainnya.
Selain itu, kotoran kutu ini banyak mengandung sukrosa dan bila dibuang ke daun
akan menjadi media tumbuh bagi embun jelaga yang dapat merusak dan
mengganggu fotosintesis daun (Setiawan 2006). Penyakit yang terdapat pada
penelitian ini adalah embun jelaga. Embun jelaga merupakan penyakit yang
disebabkan oleh fungi Meliola spp. Gejala penyakitnya ditandai dengan bercak
hitam yang kemudian menebal dan meluas ke seluruh permukaan daun, sehingga
menghalangi cahaya matahari ke daun. Selain menghalangi cahaya ke daun,
Meliola spp juga menghisap nutrisi daun, sehingga menyebabkan keguguran daun
12
sebelum waktunya (Anggraeni dan Ismail 2008). Kehadiran funggi ini berkorelasi
dengan serangan dari kutu putih pada pertanaman kopi (Gambar 2c).
Fase Vegetatif
Tanaman kopi robusta dan arabika secara umum dianalisis terpisah untuk
karakter kuantitatif. Hal ini dikarenakan umur atau status tanaman kopi arabika
dan robusta yang berbeda. Tanaman kopi robusta masih berstatus tanaman belum
menghasilkan dua (TBM 2), sehingga buah, cabang sekunder, dan beberapa
karakter belum muncul secara optimal. Sebaliknya, tanaman kopi arabika telah
memasuki status tanaman menghasilkan (TM). Oleh sebab itu, sebagian besar
karakter penelitian tidak dapat dianalisi secara bersamaan.
Tanaman kopi arabika yang digunakan dalam pengamatan fase vegetatif
adalah pertanaman kopi arabika pada naungan kelapa. Sesuai Tabel 1 , naungan
kelapa merupakan naungan yang menghasilkan intensitas cahaya rata-rata
tertinggi dibandingkan dengan naungan yang lain. Menurut Sobari et al. (2012)
intensitas naungan dapat mempengaruhi sifat vegetatif yaitu tinggi tanaman,
jumlah buku cabang primer, jumlah cabang primer, diameter batang, diameter
tajuk dan jarak antar cabang. Oleh sebab itu, pengambilan sampel tanaman dalam
penelitian ini didasarkan dari tinggi dan perwatakan tanaman yang terbaik dalam
setiap genotipe.
Hasil pengolahan data pengamatan vegetatif kopi robusta disajikan pada
Tabel 3. Pada tabel tersebut, terdapat beberapa karakter vegetatif yang
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, diantaranya adalah tinggi tanaman,
panjang daun, panjang petiol daun, panjang arista stipule, jumlah cabang primer,
dan panjang ruas. Sebaliknya, karakter diameter batang, lebar daun, dan jumlah
cabang sekunder menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Karakter jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang tersier pada kopi robusta memiliki
keragaman yang tinggi dan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan umur tanaman
yang belum memasuki fase TM. Fase TM merupakan fase pendewasaan tanaman,
semua sifat tanaman mulai terekspresi secara optimal pada fase tersebut.
BP 436 merupakan genotipe paling tinggi dibandingkan genotipe kopi
robusta lainnya. Data ini berkebalikan dengan deskripsi genotipe yang
dikeluarkan oleh Kementan (2003) yang menyatakan bahwa genotipe BP 436
memiliki habitus yang kecil. Hal ini mungkin dikarenakan genotipe BP 436
memiliki sensitifitas pertumbuhan karakter vegetatif terhadap agroekosistem dari
lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan kopi robusta memiliki agroekosistem
lahan kering iklim basah, sehingga memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Hal
ini diperkuat dari data curah hujan Balittri tahun 2013 yang menyatakan hanya
terdapat 1 bulan kering, menurut Schmidt-Ferguson, yang terjadi pada tahun 2013
dengan jumlah curah hujan 2 468 mm. Curah hujan yang tinggi dapat menurunkan
intensitas cahaya yang masuk ke pertanaman kopi. Hal ini dapat menurunkan
rasio C/N yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif (Sakiroh et al. 2013). Selain
itu, menurut Sobari et al. (2012) intensitas yang rendah dapat meningkatkan
proses peninggian tanaman kopi. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam
pertanaman kopi robusta sebesar 53.15%, sehingga adanya curah hujan yang
tinggi dapat menurunkan intensitas cahaya pertanaman kopi kurang dari 53.15%.
13
Apabila melihat data pada Tabel 3 dan deskripsi Kementan, genotipe BP 436
dapat dikatakan memiliki sensitifitas pertumbuhan terhadap karakter tinggi
tanaman dibandingkan dengan genotipe yang lain pada agroekosistem lokasi
pengamatan. Adapun, genotipe BP 543 merupakan genotipe yang paling pendek
diantara genotipe kopi robusta yang lain.
Panjang daun terkecil terdapat pada genotipe kopi SA 203 dengan panjang
24.49 cm, sedangkan genotipe BP 308, BP 436, BP 42, BP 543, dan SA 237
memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata. Genotipe kopi BP 436 dan BP
42 memiliki petiol yang panjang dibandingkan petiol genotipe BP 308, BP 543,
SA 237, dan SA 203, yang panjang petiol antar genotipenya tidak berbeda nyata.
Panjang arista stipule terpendek dimiliki oleh genotipe kopi BP 436 dan BP 42,
sedangkan genotipe kopi BP 308 memiliki arista stipul terpanjang. Walau
demikian, panjang arista stipule BP 308 tidak berbeda nyata dengan BP 543, SA
237, dan SA 203.
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta
Tinggi Panjang
Genotipe Tanaman Daun
(cm)
(cm)
BP 308
175.00ab 26.24a
BP 436
184.50a 26.39a
BP 42
159.87b 26.15a
BP 543
126.00d 25.99a
SA 237
162.50b 26.63a
SA 203
143.50c 24.49b
Pr>F
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI
MUHAMMAD FUAD ANSHORI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Keragaman
Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman
Industri dan Penyegar Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Fuad Anshori
NIM A24100198
ABSTRAK
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Analisis Keragaman Morfologi Koleksi
Tanaman Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan
Penyegar Sukabumi. Dibimbing oleh SUDARSONO dan RUBIYO.
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
telah menjadi komoditas yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karakter
morfologi dari koleksi genotipe kopi arabika dan robusta di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Percobaan ini dilaksanakan dengan
melakukan karakterisasi pada 11 genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor
list yang telah dimodifikasi untuk tanaman kopi. Sebagian data kuantitatif
dianalisis dengan sidik peragam dan sebagian lagi dianalisis dengan sidik ragam.
Data kualitatif dan sebagian data kuantitatif dianalisis dengan analisis gerombol
untuk mendapatkan dendogram. Hasil identifikasi morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta menunjukkan beberapa perbedaan yang nyata antar genotipe baik
terhadap karakter yang dapat digabung maupun yang tidak dapat digabung. Hasil
dendogram hubungan ketidakmiripan tanaman kopi menunjukkan tingkat
kekerabatan kopi arabika dan robusta kurang lebih 0.45 (45%) terhadap karakter
yang diamati. Kopi robusta memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika.
Kata kunci: peragam, dendogram, karakterisasi, genotipe, gerombol
ABSTRACT
MUHAMMAD FUAD ANSHORI. Morphological Diversity Analysis of Arabica
and Robusta Coffee Plant Collection in Crops Research Institute for Industrial and
Freshener Sukabumi. Supervised by SUDARSONO and RUBIYO.
Coffee (Coffea sp.) is one of the plantation plant which have become
commodities that counts in national income strengthening. This study aimed to
identify and analyze the morphological diversity characters of arabica and robusta
coffee genotypes collection in Sukabumi Industrial and Freshener Crops Research
Institute. The experiment was conducted by characterization of 11 genotypes the
coffee using a descriptors list which have been modified for the coffee plants.
Most of the quantitative data were analyzed by analysis of covariance and others
analyzed by analysis of variance. Qualitative and some of quantitative data were
analyzed by analysis of quantitative data to get a dendogram clusters. The results
of the morphological identification of arabica and robusta coffee plant showed
some real differences between the genotypes both the variables that can be
combined or can not be combined. The results of the dissimilarity relation
dendogram shows the level of the coffee plant arabica and robusta coffee kinship
approximately 0.45 (45%) of the observed variables. Robusta coffee has a higher
level of similarity than arabica coffee.
Keywords: characterization, clusters, covariance, dendogram, genotypes
ANALISIS KERAGAMAN MORFOLOGI KOLEKSI TANAMAN
KOPI ARABIKA DAN ROBUSTA BALAI PENELITIAN
TANAMAN INDUSTRI DAN PENYEGAR SUKABUMI
MUHAMMAD FUAD ANSHORI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman Kopi Arabika
dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi
Nama
: Muhammad Fuad Anshori
NIM
: A24100198
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Rubiyo, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
tanaman kopi, dengan judul Analisis Keragaman Morfologi Koleksi Tanaman
Kopi Arabika dan Robusta Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sudarsono MSc dan
Bapak Dr Ir Rubiyo MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Willy Bayuardi
Suwarno SP MSi dan Ibu Dr Ani Kurniawati SP MSi yang telah banyak memberi
saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir Handi,
Ibu Dr Ir Eny dari staff Peneliti Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi, dan Bapak Andi beserta staf Kebun Pakuwon, Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terimakasih juga didedikasikan kepada Bosowa Foundation atas
dukungannya selama masa studi penulis. Selain itu, ungkapan terimakasih juga
diberikan kepada keluarga besar IKAMI SulSelBar, keluarga besar Asrama
Latimojong, keluarga besar Edelweiss 47 yang selalu memberikan semangat
dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Muhammad Fuad Anshori
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Tanaman Kopi ..................................................................................................... 2
Asal Usul Tanaman Kopi ................................................................................. 2
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi ...................................................... 3
Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia ............................................................ 3
Kopi Arabika.................................................................................................... 4
Kopi Robusta ................................................................................................... 4
Karakterisasi Morfologi ...................................................................................... 5
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 5
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 5
Bahan dan Alat .................................................................................................... 5
Metode Percobaan ............................................................................................... 6
Metode Pelaksanaan ............................................................................................ 6
Pengamatan ......................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 9
Kondisi Umum .................................................................................................... 9
Fase Vegetatif .................................................................................................... 12
Fase Generatif .................................................................................................... 18
Bunga dan pembungaan ................................................................................. 18
Karakter Buah ................................................................................................ 22
Karakter Biji .................................................................................................. 25
Evaluasi ............................................................................................................. 27
Analisis Gerombol ............................................................................................. 29
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 30
Simpulan ............................................................................................................ 30
Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 31
LAMPIRAN .......................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di areal penelitian
2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa
3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta
4 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
arabika
5 Hasil analisis sidik peragam karakter vegetatif genotipe kopi arabika dan
robusta terhadap intensitas naungan
6 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter pembungaan hasil
analisis peragam tanaman kopi terhadap naungan
7 Nilai tengah terkoreksi dan standar deviasi karakter bunga hasil analisis
peragam tanaman kopi terhadap naungan
8 Hasil sidik ragam dan uji lanjut DMRT terhadap karakter buah kopi
robusta
9 Hasil analisis sidik peragam karakter buah kopi arabika terhadap
naungan
10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut karakter biji pada kopi robusta
11 Hasil analisis sidik peragam dan uji lanjut karakter buah kopi
arabika terhadap naungan
12 Nilai tengah karakter evaluasi pada genotipe kopi arabika
10
10
13
14
15
19
20
23
25
26
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Intensitas serangan penyakit karat daun
Gejala serangan dari PBKo, hama kutu putih, dan gejala embun jelaga
Pucuk daun semua genotipe kopi robusta dan arabika
Daun kopi semua genotipe robusta dan arabika
Stipule berbentuk ovul, dan stipule berbentuk segitiga
Bunga kopi robusta dengan pangkal yang berhimpit dan menggulung ,
ukuran bunga kopi robusta dan arabika, ujung dan pangkal bunga
arabika
Warna dan bentuk buah kopi robusta
Warna dan bentuk buah kopi robusta dan arabika
Biji kopi robusta
Biji kopi robusta dan arabika
8
12
13
14
17
19
20
11 Dendogram ketidakmiripan karakter morfologi tanaman kopi arabika
dan robusta
23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskriptor list tanaman kopi IPGRI ............................................................ 35
2 Deskripsi genotipe kopi robusta dan arabika yang digunakan .................... 38
3 Dokumentasi lapang .................................................................................... 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
dikembangkan sejak penjajahan Belanda. Tanaman ini telah menjadi komoditas
yang diperhitungkan dalam penguatan devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari
data produksi, ekspor dan luas areal kopi Indonesia. Produksi kopi Indonesia telah
menempati posisi ke-3 dunia dibawah Brazil dan Vietnam (Hartono 2013). Ekspor
kopi Indonesia kurang lebih 0.353 juta ton biji kopi (ICO 2014) dan luas areal
perkebunan kopi Indonesia telah mencapai 1.2 juta ha. Luas areal tersebut
didominasi oleh perkebunan rakyat sebesar 96% dan 4% milik perkebunan swasta
dan BUMN (AEKI 2012).
Tanaman kopi yang berkembang di Indonesia terdiri atas kopi arabika dan
robusta. Kedua kopi tersebut memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi
dibandingkan jenis kopi lainnya. Akan tetapi, kedua kopi tersebut memiliki
beberapa permasalahan, terutama dalam hal produktivitas. Produktivitas kopi
arabika baru mencapai 800 kg ha-1 dan produktivitas kopi robusta baru mencapai
700 kg ha-1. Hal ini berbeda dengan Vietnam yang telah mencapai produktivitas
hingga 1 500 kg ha-1 (Hartono 2013). Selain masalah produktivitas, masalah
organisme pengganggu tanaman (OPT), kualitas biji dan cita rasa kopi menjadi
tantangan bagi Indonesia. Kopi arabika rentan terhadap penyakit karat daun yang
disebabkan oleh patogen Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian 600 – 700
m dpl. Rentannya kopi arabika terhadap penyakit karat daun menjadi faktor
pembatas produksi, karena kopi ini hanya baik ditanam pada ketinggian lebih
besar atau sama dengan 1 000 m dpl. Kopi robusta memiliki sifat yang lebih tahan
terhadap patogen Hemileia vastatrix, sehingga kopi ini dapat ditanam pada
ketinggian kurang dari 1 000 m dpl dan optimum pada ketinggian 600 – 700 m
dpl. Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik kopi arabika (Indrawanto
et al. 2010). Penggerek buah kopi (PBKo) juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Serangan PBKo berdampak langsung pada produksi, kualitas dan
cita rasa biji kopi (Wiryadiputra 2006). Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama
PBKo dapat menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Selain itu, biji yang terserang
PBKo akan mengalami cacat fisik yang mempengaruhi cita rasa smoky, earty,
musty, dan chimical biji kopi (Kirom 2005). Selain penyakit karat daun dan hama
PBKo, terdapat beberapa OPT yang juga menjadi masalah penting dalam
budidaya kopi. Melihat permasalahan tersebut, dibutuhkan suatu upaya untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi di Indonesia.
Permasalahan tersebut dapat diatasi melalui pencarian plasma nutfah kopi
yang memiliki sifat sesuai harapan. Pencarian plasma nutfah harapan dapat
ditempuh melalui program pemuliaan. Salah satu kegiatan penting dalam program
pemuliaan yaitu evaluasi karakter plasma nutfah. Evaluasi tersebut dapat
dilakukan melalui metode analisis morfologi. Analisis ini dapat mengindetifikasi
tentang karakteristik dan kekerabatan plasma nutfah dengan perbedaan
penampakan visual, sehingga dapat memudahkan dalam penanganan genetiknya.
Analisis morfologi juga memiliki peran utama dalam upaya konservasi plasma
nutfah, sehingga kesinambungan informasi keragaman tanaman kopi dapat terjalin
2
dengan baik (Soeroso 2012). Adanya analisis ini dapat membantu pemulia dalam
melakukan seleksi secara bijak untuk mendapatkan tanaman yang diharapkan.
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) merupakan suatu
lembaga penelitian pertanian yang berfokus dalam pengembangan tanaman
industri, salah satunya tanaman kopi. Balittri memiliki sumber-sumber keragaman
tanaman kopi yang dapat digunakan dalam pengembangan pemuliaan kopi. Oleh
sebab itu, analisis keragaman morfologi terhadap sumber plasma nutfah yang
terdapat pada Balittri menjadi suatu penelitian yang penting dalam pengembangan
tanaman kopi. Terutama dalam mengatasi berbagai kendala ketahanan organisme
penggangu tananaman, kualitas, dan produktivitas kopi Indonesia.
Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi dan menganalisis keragaman karater morfologi dari
koleksi genotipe kopi arabika dan robusta yang terdapat di Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar Sukabumi.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kopi
Asal Usul Tanaman Kopi
Tanaman kopi merupakan tanaman perkebunan yang berasal dari Benua
Afrika, tepatnya dari negara Ethiopia pada abad ke-9. Suku Ethiopia memasukan
biji kopi sebagai makanan mereka yang dikombinasikan dengan makananmakanan popok lainnya, seperti daging dan ikan. Tanaman ini mulai
diperkenalkan di dunia pada abad ke-17 di India. Selanjutnya, tanaman kopi
menyebar ke Benua Eropa oleh seorang yang berkebangsaan Belanda dan terus
dilanjutkan ke negara lain termasuk ke wilayah jajahannya yaitu Indonesia
(Panggabean 2011).
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1700-an,
khususnya di Pulau Jawa. Selain di Pulau Jawa, penyebaran tanaman kopi juga
dilakukan di Pulau Sumatera dan Sulawesi setelah percobaan penanaman kopi di
Pulau Jawa berhasil. Jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia
adalah kopi jenis arabika. Akan tetapi, ketika timbul serangan penyakit karat daun
pada tahun 1869 di Srilangka, pemerintah Belanda mendatangkan jenis kopi baru,
yaitu liberika. Kopi liberika dipilih karena memiliki keunggulan tahan terhadap
serangan penyakit karat daun yang disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Akan tetapi, kopi jenis ini menghasilkan produktivitas yang rendah dibandingkan
kopi arabika. Hal ini menyebakan pemerintahan Belanda mendatangkan jenis kopi
baru yaitu kopi jenis robusta. Kopi jenis ini lebih tahan terhadap serangan
penyakit karat daun dan memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan kopi
jenis liberika. Pada tahun 1920-an, pemerintah mendirikan Balai Penelitian
Tanaman Kopi di Pulau Jawa yang bertugas mengembangkan dan meneliti kopi
jenis arabika dan robusta. Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi,
3
kopi jenis robusta dan arabika yang asli telah mengalami penyilangan-penyilangan
dan menghasilkan beberapa hibrida atau Genotipe unggul (Panggabean 2011).
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kopi
Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) menurut Rahardjo (2012) adalah
sebagai berikut :
Kigdom
: Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea sp. [ Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea
liberica, Coffea excelsa ]
Tanaman kopi merupakan tanaman semak belukar yang berkeping dua
(dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Perakaran ini hanya dimiliki jika
tanaman kopi berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang
bawahnya berasal dari bibit semai. Sebaliknya, tanaman kopi yang berasal dari
bibit setek, cangkok atau okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit setek
tidak memiliki akar tunggang, sehingga relatif mudah rebah (AAK 1988).
Tanaman kopi memiliki lima jenis cabang yaitu cabang primer, sekunder,
reproduktif, cabang balik, dan cabang kipas.
Daun tanaman kopi hampir memiliki perwatakan yang sama dengan
tanaman kakao yang lebar dan tipis, sehingga dalam budidayanya memerlukan
tanaman naungan (Panggabean 2011). Bagian pinggir daun kopi bergelombang
dan tumbuh pada cabang, batang, serta ranting. Letak daun pada cabang
plagiotrop terletak pada satu bidang, sedangkan pada cabang orthrotrop letak daun
berselang seling. Tanaman kopi mulai berbunga setelah berumur sekitar dua tahun.
Bunga tanaman ini tersusun dalam kelompok yang tumbuh pada buku-buku
cabang tanaman dan memiliki mahkota yang berwarna putih serta kelopak yang
berwarna hijau (AAK 1988).
Buah kopi mentah berwarna hijau dan ketika matang akan berubah menjadi
warna merah. Buah kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas
tiga bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging buah (mesokarp),
dan lapisan kulit tanduk (endokarp) (AAK 1988). Kulit tanduk buah kopi
memiliki tekstur agak keras dan membungkus sepanjang biji kopi. Daging buah
ketika matang mengandung lender dan senyawa gula yang rasanya manis
(Panggabean 2011).
Jenis - Jenis Tanaman Kopi di Indonesia
Kopi jenis arabika, robusta, dan liberika merupakan jenis kopi yang terdapat
di Indonesia. Akan tetapi, kopi yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah
kopi jenis arabika dan robusta. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kopi
4
berkisar 1 500 sampai 2 500 mm tahun-1 dengan rata-rata bulan kering 3 bulan.
Rata-rata suhu yang diperlukan untuk tanaman kopi berkisar 15 °C sampai 25 °C
dengan kelas lahan S1 atau S2. Ketinggian tempat penanaman sangat berkaitan
dengan citarasa kopi tersebut (Indrawanto et al. 2010).
Kopi Arabika
Kopi jenis arabika merupakan kopi yang paling pertama masuk ke Indonesia.
Kopi ini dapat tumbuh pada ketinggian optimum sekitar 1 000 sampai 1 200 m
dpl. Semakin tinggi lokasi penanaman, citarasa yang dihasilkan oleh bijinya
semakin baik. Selain itu, kopi jenis ini sangat rentan pada penyakit karat daun
yang disebabkan oleh cendawan Hemileia vastatrix, terutama pada ketinggian
kurang dari 600 sampai 700 m dpl. Karat daun ini dapat menyebabkan produksi
dan kualitas biji kopi menjadi turun (Indrawanto et al. 2010) .Oleh sebab itu,
perkebunan kopi arabika hanya terdapat pada beberapa daerah tertentu.
Kopi arabika dapat tahan terhadap masa kering yang berat, walaupun kopi
ini tidak memerlukan bulan kering. Hal ini dikarenakan kopi arabika ditanam pada
elevasi yang dinggi dan relative lebih lembab serta akarnya lebih dalam dari pada
kopi robusta (Wachjar 1984). Selain itu, Kopi arabika menghendaki temperatur
rata-rata berkisar 17° – 21°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi arabika adalah tajuk yang kecil,
ramping, ada yang bersifat ketai dan ukuran daun yang kecil. Biji kopi arabika
memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya,
seperti bentuknya yang agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi,
lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya, ujung biji mengkilap, dan
celah tengah dibagian datarnya berlekuk (Panggabean 2011).Varietas kopi arabika
yang diusulkan untuk ditanam adalah Kartika 1, Kartika 2, Abesiania 3, S 795,
USDA 762, dan Adungsari 1 (Indrawanto et al. 2010).
Kopi Robusta
Kopi jenis robusta merupakan kopi yang paling akhir dikembangkan oleh
pemerintahan Belanda di Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap cendawan
Hemileia vastatrix dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan kopi liberika.
Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik dari kopi jenis arabika,
sehingga dalam pasar Internasional kopi jenis ini memiliki indeks harga yang
rendah dibandingkan kopi jenis arabika. Kopi ini dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian diatas 600 sampai 700 m dpl (Indrawanto et al. 2010). Selain itu, kopi
ini sangat memerlukan tiga bulan kering berturut-turut yang kemudian diikuti
curah hujan yang cukup. Masa kering ini diperlukan untuk pembentukan
primordia bunga, florasi, dan penyerbukan. Temperatur rata-rata yang diperlukan
tanaman kopi robusta berkisar 20° – 24°C (AAK 1988).
Karakter morfologi yang khas pada kopi robusta adalah tajuk yang lebar,
perwatakan besar, ukuran daun yang lebih besar dibandingkan daun kopi arabika,
dan memiliki bentuk pangkal tumpul. Selain itu, daunnya tumbuh berhadapan
dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyatih dan Danarti 2012). Biji
kopi robusta juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi
lainnya. Secara umum, biji kopi robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan kopi arabika. Selain itu, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya
yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika,
5
dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata (Panggabean 2011). Varietas
unggul yang direkomendasikan untuk ditanam adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP
358, BP 409, SA 234, BP 436, BP 543, Bp 936, BP 939, dan SA 203 (Indrawanto
et al. 2010).
Karakterisasi Morfologi
Karakterisasi merupakan kegiatan pengamatan sifat-sifat kultivar yang
digunakan sebagai dasar informasi keragaman genetik. Informasi tersebut menjadi
dasar bagi pemulia tanaman dan genetik populasi dalam perbaikan genetika dan
pengembangan kualitas tanaman. Karakterisasi yang paling sederhana, mudah,
dan cepat adalah karakterisasi morfologi (Khotimah 2005). Karakterisasi ini
dilakukan dengan mengamati penampakan fenotipe dari morfologi tanaman, baik
pada fase vegetatif maupun fase generatif. Identifikasi morfologi dapat
menggunakan karakter kuantitatif dan karakter kualitatif sebagai alat untuk
mengidentifikasi perbedaan antar kultivar (Akmalia 2005).
Karakter-karakter morfologi tanaman dipermudah dengan menggunakan
deskriptor morfologi. Deskriptor morfologi merupakan alat yang digunakan oleh
pemulia untuk mengidentifikasi morfologi tanaman dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan. Deskriptor morfologi khusus tanaman kopi telah diterbitkan
oleh Internasional Plant Genetic Resources (IPGRI 1996). Deskriptor list ini
dapat dimodifikasi sesuai dengan arah dan tujuan penelitian.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar
Sukabumi, Jawa Barat. Percobaan ini dilaksanakan selama 7 bulan mulai dari
bulan Maret 2014 sampai September 2014.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang akan digunakan meliputi 7 genotipe tanaman kopi
robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Genotipe robusta yang diamati adalah BP
308 (P1), BP 436 (P2), BP 42 (P3), BP 543 (P4), SA 237 (P5), BP 358 (P6), dan
SA 237 (P7). Genotipe arabika yang diamati adalah S 795 (P8), Kartika 1 (P9),
Kartika 2 (P10), dan Sigarar Utang (P11). Alat yang digunakan adalah spidol
permanen, penggaris, jangka sorong, ATK, oven, plastik, amplop, timbangan
digital, kertas, label, kamera, Lux meter, dan Colour Chart for Plant Tissue.
6
Metode Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktor tunggal yaitu variasi genotipe kopi. Analisis yang digunakan terdiri
atas dua analisis, yaitu analisis ragam dan analisis peragam. Analisis ragam
digunakan untuk data dari karakter yang tidak dapat digabung dan analisis
peragam digunakan untuk data dari karakter yang dapat digabung. Variasi
genotipe kopi terdiri atas sebelas taraf yaitu 7 taraf kopi robusta dan 4 taraf kopi
arabika. Masing-masing genotipe diulang sebanyak tiga kali, sehingga dalam
percobaan tersebut terdapat 33 satuan percobaan.
Model linier yang digunakan untuk analisis ragam adalah sebagai berikut :
= �+� +�
dan model linier yang digunakan untuk analisi peragam adalah sebagai berikut :
= �+� +�
− .. + �
Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan variasi genotipe ke-i dan
ulangan ke-j
µ
= Nilai rata-rata umum
�
= Pengaruh perlakuan variasi genotipe ke-i,i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,
11
�
= Kofisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada X ij
Xij
= Pengukuran X yang dihasilkan pada ulangan ke-j dan perlakuan �
taraf yang ke-i
= Jumlah dari Xij dibagidengan jumlah seluruh karakter Xij
�
= Pengaruh galat percobaan yang menyebar normal
Apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik ragam maka akan
dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Di
lain sisi, apabila perlakuan berbeda nyata pada analisis sidik peragam maka akan
dianalisis dengan uji tukey terhadap data terkoreksi.
Metode Pelaksanaan
Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan karakterisasi pada 11
genotipe kopi dengan menggunakan deskriptor list yang telah dimodifikasi untuk
tanaman kopi. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dibedakan menjadi data
kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif, pada karakter yang dapat digabung,
juga diolah dengan menggunakan analisis gerombol bersama seluruh data
kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemiripan antar genotipe
berdasarkan kesamaan karakter yang dimiliki genotipe tersebut. Analisis
gerombol dilakukan dengan mengguanakan software R Program versi 3.0.1 yang
selanjutnya akan disajikan dalam bentuk dendogram. Selain itu, pengukuran
intensitas cahaya terhadap naungan juga dilakukan sebagai parameter pendukung.
Pengukuran intensitas dilakukan pada setiap titik sampel percobaan. Data yang
didapatkan akan dijadikan sebagai nilai peragam untuk beberapa karakter
pengamatan.
7
Pengamatan
Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap karakter-karakter yang
telah ditentukan. Karakter-karakter tersebut telah disesuaikan dengan deskriptor
list kopi IPGRI (1996) yang telah dimodifikasi. Karakter morfologi yang diamati
meliputi:
1.
Deskripsi vegetatif, berupa; penampilan menyeluruh, tinggi tanaman,
perwatakan tanaman, perkembangan vegetatif, sudut penyisipan batang,
diameter batang, warna daun muda, bentuk daun, bentuk ujung daun,
panjang daun, lebar daun, panjang petiol daun, bentuk stipule, panjang arista
stipule, warna petiol daun, warna pucuk muda, dan warna daun tua.
Karakter vegetatif yang dimodifikasi meliputi jumlah cabang primer, jumlah
cabang sekunder, jumlah cabang tersier, bentuk pangkal daun, ketegasan
gelombang tepi daun, ketegasan gelombang permukaan daun, dan ruas.
2.
Deskripsi bunga dan pembungaan, meliputi; posisi pembungaan,
pembungan batang tua, jumlah bunga axil-1, jumlah bunga fascicles-1,
panjang tangkai karang bunga, panjang tabung mahkota, jumlah petal
bunga-1, penyisipan anter, dan jumlah stamen bunga-1. Karakter bunga yang
dimodifikasi meliputi panjang mahkota, lebar mahkota, panjang stigma,
panjang anter, panjang putik, bentuk ujung bunga, dan pangkal bunga.
3.
Deskripsi buah, meliputi; warna buah, bentuk buah, bentuk piringan buah,
tekstur endocarp, panjang buah, lebar buah, ketebalan buah, dan ketebalan
pulp.
4.
Biji, meliputi; panjang biji beras, lebar biji beras, ketebalan biji beras,
warna biji, dan bentuk biji. Karakter biji yang dimodifikasi meliputi panjang
biji HS, lebar biji HS, tebal biji HS, susut panjang, susut lebar, dan susut
tebal.
5.
Evaluasi produksi; bobot buah tanaman-1, rata-rata jumlah buah kosong, dan
berat 100 biji. Karakter evaluasi produksi yang dimodifikasi meliputi rasio
buah lanang dan rasio buah berbiji tiga.
Panduan dekriptor tanaman tercantum pada lampiran 1.
Pengamatan juga dilakukan pada parameter pendukung yaitu intensitas
cahaya pada setiap naungan dan intensitas serangan organisme pengganggu.
Intensitas cahaya pada setiap naungan di ukur menggunakan Lux Meter LX1010B. Mekanisme untuk memperoleh data adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran intensitas cahaya dengan Lux Meter dilakukan dengan
meletakkan alat pendeteksi menghadap ke atas sesuai dengan posisi yang
dikehendakki. Lalu nlai intensitas cahaya yang tertangkap oleh alat
pendeteksi akan muncul pada layar Lux Meter dengan satuan lux.
2. Data yang digunakan adalah nilai aktual dan presentase intensitas cahaya.
3. Nilai presentase intensitas cahaya (%) pada masing masing – masing
sampel dihitung dengan rumus : A/B x 100%
A = intensitas cahaya diatas tajuk tanaman kopi (lux)
B = intensitas cahaya kontrol, tanpa naungan (lux)
Jadi presentase intensitas cahaya (%) yang didapat merupakan presentase
cahaya yang diterima tajuk tanaman kopi (Ristiawan 2011).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang fokus diamati pada penelitian
ini adalah intensitas serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dan penyakit
8
karat daun. Hal ini dikarenakan hama PBKo merupakan hama penting dalam
budidaya kopi. Menurut Sulistyowati (Susilo 2008) hama PBKo dapat
menurunkan 30% – 80% produksi kopi. Adapun, penyakit karat daun menjadi
penyakit yang serius pada kopi arabika, jika ditanam pada dataran rendah.
1. Pengukuran intensitas PBKo
Pengukuran intensitas dilakukan dengan menggambil 20 sampel biji secara
acak (satuan percobaan)-1. Kemudian, setiap biji diidentifikasi secara
visual dengan melihat keterjangkitan biji terhadap PBKo, yang ditandai
dengan adanya lubang pada ujung biji. Jumlah biji yang terjangkit di bagi
dengan jumlah biji sampel dan dikalikan dengan 100%. Presentase yang
dihasilkan merupakan derajat intensitas serangan PBKo (Maharani et al.
2013).
2. Pengukuran penyakit karat daun
Pengukuran intensitas serangan dilakukan dengan mengambil 10 daun
contoh tanaman-1 pada setiap satuan percobaan. Rumus pengukuran berat
penyakit karat daun adalah sebagai berikut
Intensitas penyakit =
n
v
N
V
�� �
� �
× 100%
: jumlah daun yang tergolong ke dalam suatu kategori serangan
: skor pada setiap kategori serangan
: jumlah daun per tanaman yang diamati
: skor untuk kategori yang terberat
Gambar 1 intensitas serangan penyakit karat daun
0
1
2
3
4
5
6
: luas gejala 0 % tidak ada gejala.
: luas gejala 1 – 5 %
: luas gejala 6 – 10 %
: luas gejala 11 – 25 %
: luas gejala 26 – 40 %
: luas gejala 41 – 65
: luas gejala 66 – 100 %
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Balai penelitian tanaman industri dan penyegar (Balittri) merupakan balai
yang berada dibawah pusat penelitian dan pengembangan perkebunan. Balai ini
berada di Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Jl. Raya Pakuwon Km. 2 Parung
Kuda. Sesuai dengan namanya, balai ini memiliki mandat dalam penelitian dan
pengembangan tanaman industri dan penyegar. Tanaman-tanaman yang menjadi
prioritas dalam penelitian dan pengembangannya adalah tanaman karet, kopi,
kakao, dan teh.
Kebun percobaan Balitri memiliki luas kurang lebih 159.6 ha dengan
topografi yang datar hingga bergelombang. Ketinggian kebun ini berada pada 450
m dpl dengan iklim tipe B menurut Schmidt-Ferguson. Jenis tanah yang terdapat
di kebun ini adalah tanah latosol dengan pH berkisar 5–6.
Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dalam areal kebun Balitri
dengan topografi yang datar pada semua tempat. Hal ini dikarenakan tanaman
kopi yang diteliti terbagi dua jenis yaitu arabika dan robusta yang penanamannya
tidak terletak dalam satu hamparan percobaan. Semua genotipe tanaman kopi
robusta yang dikarakterisasi berada pada satu hamparan dengan tanaman naungan
yang sama yaiu gliricidia (Gliricidia sepium). Sebaliknya, genotipe kopi arabika
ada yang terdapat pada hamparan yang berbeda dengan naungan yang berbeda dan
ada juga yang terdapat pada hamparan yang sama dengan tanaman naungan yang
sama yaitu kelapa (Cocus nucifera). Tanaman kopi robusta yang digunakan dalam
penelitian berasal dari perkembangan vegetatif dan kopi arabika berasal dari biji,
karena genotipe kopi arabika termasuk galur murni. Oleh sebab itu, tanaman yang
ditanam memiliki perwatakan yang sama dengan induknya.
Tanaman naungan merupakan tanaman pengendali iklim mikro pada
pertanaman kopi. Tanaman naungan akan memberikan pengaruh terhadap
intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman kopi, sehingga menjadi faktor
penting budidaya kopi (Ristiawan 2011). Tanaman naungan kopi yang baik adalah
tanaman yang memiliki perakaran yang dalam, mudah diatur percabangannya
secara periodik, memberikan bahan organik, termasuk dalam leguminosa
(Yahmadi 2007), dapat mengatur iklim mikro pertanaman kopi, dapat menekan
pertumbuhan gulma dan bernilai ekonomis (DaMatta 2004). Tanaman-tanaman
naungan yang terdapat pada lokasi penelitian ini yaitu gliricidia (Gliricidia
sepium), mimba (Azadirachta indica Juss.), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)
dan kelapa (Cocos nucifera). Tanaman-tanaman tersebut memiliki kemampuan
mengurangi intensitas cahaya yang berbeda, tergantung dari tajuk tanaman, jarak
tanam, bentuk dan ukuran daun (Ristiawan 2011). Hasil pengukuran intensitas
cahaya pada berbagai naungan kopi disajikan pada Tabel1. Tanaman kelapa
merupakan tanaman naungan yang paling rendah dalam mengurangi intensitas
cahaya dengan presentase rata-rata 82.52% dan paling tinggi adalah gliricidia
pada genotipe Kartika 2 dengan intensitas cahaya sebesar 45.26%. Tanaman kopi
pada fase vegetatif memerlukan intensitas cahaya 34% dan fase generatif 50 –
60% (Sakiroh et al.2013), sehingga tanaman kelapa kurang baik untuk dijadikan
sebagai tanaman naungan dari segi intensitas cahaya. Selain itu, adanya perbedaan
10
intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi menyebabkan beberapa data
kuantitatif dianalisis menggunakan analisis peragam.
Tabel 1 Intensitas cahaya pada berbagai naungan kopi di area penelitian
Karakter
Intensitas
cahaya
Gliricidia
Robusta
53.15 %
Mimba
63.20%
Jenis Naungan
Belimbing
Gliricidia
Wuluh
Kartika 2
67.42 %
45.26 %
Kelapa
82.52 %
Keterangan : pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada jam 10 pagi di area penelitian
Selama penelitian jumlah genotipe yang diamati sebanyak 11 genotipe yang
terdiri atas 7 genotipe kopi robusta dan 4 genotipe kopi arabika. Akan tetapi,
dalam beberapa bulan terdapat satu genotipe kopi robusta, yaitu genotipe BP 358,
yang tidak dijadikan sebagai bahan penelitian. Hal ini dikarenakan, rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang menghomogenkan
beberapa sifat yang memiliki dampak pengaruh lingkungan yang besar. Sifat-sifat
itu adalah jenis pembiakan, umur tanaman, naungan, perwatakan dan tinggi
tanaman. Genotipe BP 358 hanya memiliki empat tanaman contoh dengan
perwatakan dan tinggi yang tidak homogen. Oleh sebab itu, hanya genotipe BP
308, BP 436, BP 42, BP 543, SA 237, dan SA 203 untuk kopi robusta yang dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian.
Hama dan penyakit merupakan musuh utama dalam budidaya kopi, karena
dapat menurunkan produktivitas dan mutu kopi yang akan berkorelasi dengan
penurunan nilai ekonomis kopi. Hama dan penyakit yang menjadi pengamatan
utama pada penelitian ini adalah penggerek buah kopi dan penyakit karat daun.
Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei) menjadi hama dominan dalam
penelitian ini. Penggerek buah kopi dapat menyebabkan kerugian secara nyata
terhadap produksi dan harga kopi di Indonesia. Hal ini dikarenakan kerusakan
yang timbulkan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan produksi,
kualitas mutu, dan cita rasa biji (Wiryadiputra 2006). Gejala kerusakannya dapat
dilihat dari adanya lubang hasil gerekan pada buah dan biji kopi (Gambar 2a).
Pada penelitian ini, PBKo hanya menyerang pada tanaman kopi di naungan kelapa.
Hal ini dikarenakan tanaman kopi di naungan kelapa mengalami keterlambatan
panen, sehingga dapat memacu perkembangan PBKo (Susilo 2008). Hasil
pengamatan intensitas serangan PBKo disediakan pada Tabel 2.
Tabel 2 Intensitas serangan PBKo pada kopi arabika di naungan kelapa
Parameter
Intensitas
Serangan
S 795
Kartika 1
60 %
13.13 %
Genotipe
Kartika 2
Sigarar Utang
58.33 %
61.67 %
Hasil pengamatan Tabel 2 menunjukkan bahwa semua genotipe mengalami
serangan PBKo dengan intensitas yang tinggi berkisar 60 %, kecuali genotipe
Kartika 1. Hal ini dikarenakan Kartika 1 memiliki sifat pembungaan dan
pemasakan buah yang serempak. Genotipe dengan pembungaan yang serempak
11
dapat menekan siklus perkembangan dari PBKo (Susilo 2008). Selain itu, Kartika
1 memiliki kulit tanduk yang keras dan tebal atau bertekstur coriaceous. Kulit
tanduk yang keras dan tebal diduga dapat menekan serangan PBKo (Bagpro PHT
2000).
Penyakit karat daun merupakan penyakit penting dalam budidaya kopi,
terutama kopi arabika. Penyakit ini disebabkan oleh patogen Hemelia vastatrix.
Gejala yang ditimbulkan adalah adanya bercak kuning pada daun kemudian
berubah menjadi coklat dan akhirnya daun mengalami keguguran. Tanda H.
vastatrix dapat dilihat dari adanya uredospora yang menyerupai tepung berwarna
oranye atau jingga pada permukaan bercak sisi bawah daun. Banyaknya daun
yang gugur sebagai gejala lanjut dari H. vastatrix menyebabkan jumlah bunga
yang terbentuk berkurang, yang berdampak pada penurunan produksi biji kopi
(Mahmud 2012). Pada penelitian ini, pengamatan juga dilakukan terhadap
intensitas serangan penyakit karat daun. Hasil yang ditemukan menunjukkan pada
area penelitian tidak ditemukan penyakit karat daun pada setiap sempel tanaman
kopi, terutama kopi arabika. Hal ini dikarenakan tanaman kopi yang diteliti
dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang baik, seperti pemangkasan,
pemupukan, penyiangan, dan pengaturan intensitas cahaya. Pemeliharaan yang
baik merupakan salah satu pengendali penyakit karat daun secara kultur teknis
(Mahmud 2012). Selain itu, penyemprotan fungisida menjadi pengendalian kimia
yang juga dilakukan di balai tersebut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 (a) gejala serangan dari PBKo, (b) hama kutu putih, (c) gejala embun
jelaga
Organisme penggangu lainnya yang ditemukan pada penelitian adalah kutu
putih dan embun jelaga. Kutu putih (Ferrisia virgata) banyak menyerang tanaman
kopi robusta pada musim hujan, dimana tingkat kelembaban udara mikro tinggi
(Gambar 2b). Kutu ini menyerang dengan cara menghisap cairan yang terdapat
pada tanaman kopi, sehingga nutrisi yang terdapat pada tanaman menjadi
berkurang dan dapat mengurangi supply nutrisi ke buah dan jaringan aktif lainnya.
Selain itu, kotoran kutu ini banyak mengandung sukrosa dan bila dibuang ke daun
akan menjadi media tumbuh bagi embun jelaga yang dapat merusak dan
mengganggu fotosintesis daun (Setiawan 2006). Penyakit yang terdapat pada
penelitian ini adalah embun jelaga. Embun jelaga merupakan penyakit yang
disebabkan oleh fungi Meliola spp. Gejala penyakitnya ditandai dengan bercak
hitam yang kemudian menebal dan meluas ke seluruh permukaan daun, sehingga
menghalangi cahaya matahari ke daun. Selain menghalangi cahaya ke daun,
Meliola spp juga menghisap nutrisi daun, sehingga menyebabkan keguguran daun
12
sebelum waktunya (Anggraeni dan Ismail 2008). Kehadiran funggi ini berkorelasi
dengan serangan dari kutu putih pada pertanaman kopi (Gambar 2c).
Fase Vegetatif
Tanaman kopi robusta dan arabika secara umum dianalisis terpisah untuk
karakter kuantitatif. Hal ini dikarenakan umur atau status tanaman kopi arabika
dan robusta yang berbeda. Tanaman kopi robusta masih berstatus tanaman belum
menghasilkan dua (TBM 2), sehingga buah, cabang sekunder, dan beberapa
karakter belum muncul secara optimal. Sebaliknya, tanaman kopi arabika telah
memasuki status tanaman menghasilkan (TM). Oleh sebab itu, sebagian besar
karakter penelitian tidak dapat dianalisi secara bersamaan.
Tanaman kopi arabika yang digunakan dalam pengamatan fase vegetatif
adalah pertanaman kopi arabika pada naungan kelapa. Sesuai Tabel 1 , naungan
kelapa merupakan naungan yang menghasilkan intensitas cahaya rata-rata
tertinggi dibandingkan dengan naungan yang lain. Menurut Sobari et al. (2012)
intensitas naungan dapat mempengaruhi sifat vegetatif yaitu tinggi tanaman,
jumlah buku cabang primer, jumlah cabang primer, diameter batang, diameter
tajuk dan jarak antar cabang. Oleh sebab itu, pengambilan sampel tanaman dalam
penelitian ini didasarkan dari tinggi dan perwatakan tanaman yang terbaik dalam
setiap genotipe.
Hasil pengolahan data pengamatan vegetatif kopi robusta disajikan pada
Tabel 3. Pada tabel tersebut, terdapat beberapa karakter vegetatif yang
menunjukkan hasil yang berbeda nyata, diantaranya adalah tinggi tanaman,
panjang daun, panjang petiol daun, panjang arista stipule, jumlah cabang primer,
dan panjang ruas. Sebaliknya, karakter diameter batang, lebar daun, dan jumlah
cabang sekunder menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Karakter jumlah
cabang sekunder dan jumlah cabang tersier pada kopi robusta memiliki
keragaman yang tinggi dan tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan umur tanaman
yang belum memasuki fase TM. Fase TM merupakan fase pendewasaan tanaman,
semua sifat tanaman mulai terekspresi secara optimal pada fase tersebut.
BP 436 merupakan genotipe paling tinggi dibandingkan genotipe kopi
robusta lainnya. Data ini berkebalikan dengan deskripsi genotipe yang
dikeluarkan oleh Kementan (2003) yang menyatakan bahwa genotipe BP 436
memiliki habitus yang kecil. Hal ini mungkin dikarenakan genotipe BP 436
memiliki sensitifitas pertumbuhan karakter vegetatif terhadap agroekosistem dari
lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan kopi robusta memiliki agroekosistem
lahan kering iklim basah, sehingga memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Hal
ini diperkuat dari data curah hujan Balittri tahun 2013 yang menyatakan hanya
terdapat 1 bulan kering, menurut Schmidt-Ferguson, yang terjadi pada tahun 2013
dengan jumlah curah hujan 2 468 mm. Curah hujan yang tinggi dapat menurunkan
intensitas cahaya yang masuk ke pertanaman kopi. Hal ini dapat menurunkan
rasio C/N yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif (Sakiroh et al. 2013). Selain
itu, menurut Sobari et al. (2012) intensitas yang rendah dapat meningkatkan
proses peninggian tanaman kopi. Intensitas cahaya yang masuk ke dalam
pertanaman kopi robusta sebesar 53.15%, sehingga adanya curah hujan yang
tinggi dapat menurunkan intensitas cahaya pertanaman kopi kurang dari 53.15%.
13
Apabila melihat data pada Tabel 3 dan deskripsi Kementan, genotipe BP 436
dapat dikatakan memiliki sensitifitas pertumbuhan terhadap karakter tinggi
tanaman dibandingkan dengan genotipe yang lain pada agroekosistem lokasi
pengamatan. Adapun, genotipe BP 543 merupakan genotipe yang paling pendek
diantara genotipe kopi robusta yang lain.
Panjang daun terkecil terdapat pada genotipe kopi SA 203 dengan panjang
24.49 cm, sedangkan genotipe BP 308, BP 436, BP 42, BP 543, dan SA 237
memiliki panjang daun yang tidak berbeda nyata. Genotipe kopi BP 436 dan BP
42 memiliki petiol yang panjang dibandingkan petiol genotipe BP 308, BP 543,
SA 237, dan SA 203, yang panjang petiol antar genotipenya tidak berbeda nyata.
Panjang arista stipule terpendek dimiliki oleh genotipe kopi BP 436 dan BP 42,
sedangkan genotipe kopi BP 308 memiliki arista stipul terpanjang. Walau
demikian, panjang arista stipule BP 308 tidak berbeda nyata dengan BP 543, SA
237, dan SA 203.
Tabel 3 Hasil sidik ragam dan uji lanjut karakter vegetatif pada genotipe kopi
robusta
Tinggi Panjang
Genotipe Tanaman Daun
(cm)
(cm)
BP 308
175.00ab 26.24a
BP 436
184.50a 26.39a
BP 42
159.87b 26.15a
BP 543
126.00d 25.99a
SA 237
162.50b 26.63a
SA 203
143.50c 24.49b
Pr>F