Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat

(1)

AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MENELISIK

(

GROOMING

) OWA JAWA (

Hylobates moloch

Audebert, 1798)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,

PROVINSI JAWA BARAT

DIENA NURUL FATIMAH

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

RINGKASAN

DIENA NURUL FATIMAH. Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan DONES RINALDI.

Owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) merupakan primata endemik pulau jawa yang salah satu habitatnya adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penurunan populasi owa jawa di TNGHS perlu dihindari dengan melakukan pengelolaan populasi dan habitat agar owa jawa dapat beraktivitas tanpa mengalami gangguan atau terisolasi. Menelisik merupakan aktivitas sosial yang memiliki fungsi ganda. Perlu adanya kajian mengenai perilaku menelisik dalam keseluruhan aktivitas harian sehingga didapatkan data dasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pengelolaan populasi dan habitat di TNGHS serta rujukan pengembangan ekowisata.

Penelitian dilakukan di Resort Stasiun Penelitian Cikaniki – Citalahab. Alat yang digunakan adalah alat tulis, binokuler, kamera, range finder, phi band, kompas, temperature logger dan rain gauge. Objek yang diamati owa jawa kelompok A dan B. Metode pengamatan scan sampling, focal animal sampling

dan adlibitum sampling, diagram profil pohon, pengukuran suhu dan curah hujan.

Data perilaku dicatat secara continous recording. Analisis data menggunakan presentase disajikan melalui grafik, tabel dan deskriptif.

Rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 11 jam pukul 06.20 - 17.25 WIB. Aktivitas harian dominan adalah makan sebesar 36,1%, Perilaku menelisik owa jawa dibagi menjadi dua tipe, yaitu autogrooming (garuk dan selisik sendiri) dan

allogrooming. Autogrooming lebih sering terjadi (600 kali) daripada allogrooming

(333 kali). Autogooming dan allogrooming lebih sering dilakukan pada pagi hari.

Autogrooming banyak terjadi pada selang (1 – 30) detik, sedangkan allogrooming

pada selang (31 – 60) detik. Bagian kaki pada autogrooming (garuk = 23,5% dan selisik sendiri = 46,6%) dan punggung (43,6%) pada allogrooming merupakan bagian tubuh yang paling sering ditelisik. Posisi duduk pada autogrooming (garuk = 92,2% dan selisik sendiri = 96,1%) dan allogrooming (67,6%) merupakan posisi yang sering digunakan. Terdapat 322 pohon telisik yang berasal dari 47 jenis. Pohon telisik dominan adalah rasamala (71 pohon), dengan famili dominan Fagaceae (75 jenis pohon) dan arsitektur pohon dominan Attims (121 pohon). Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik adalah jenis kelamin, kelas umur, cuaca, jenis pohon dan ketinggiannya, durasi waktu aktif, serta gangguan (kelompok lain dan manusia).

Upaya pengelolaan habitat dan populasi harus terus dilakukan, yaitu dengan melakukan pemeliharaan pohon telisik, perlindungan kawasan hutan, pembatasan aktivitas manusia, kerjasama berbagai pihak serta pendidikan konservasi khususnya mengenai owa jawa. Waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik adalah pagi hari antara pukul 07.00 -11.00 WIB.


(3)

SUMMARY

DIENA NURUL FATIMAH. Daily Activity and Grooming Behaviour of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP), West Java Province. Under supervision of ANI MARDIASTUTI dan DONES RINALDI.

Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) was a Javan endemic primate, can be found in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP). Population of this species has been declining and, therefore, population and habitat management was needed. Research on daily activity and grooming will contribute to the conservation effort of this species. Grooming is a social activity that has double functions. Data on grooming and daily activities of Javan Gibbon is needed to obtain baseline data that could be used as a consideration for population and habitat management in GHSNP and as reference for ecotourism development.

Research was carried out at Resort of Cikaniki – Citalahab Research Station. Equipments used were binocular, camera, range finder, phi band, compass, temperature logger and rain gauge. Observed objects were group A and group B of Javan Gibbons. Observation was done by scan sampling, focal animal sampling, ad libitum sampling, creating tree profile diagram, conducting temperature measurement and rainfall measurement. Data were analyzed and presented through graphs, tables and descriptive.

Daily activity of Javan Gibbon was approximately 11 hours, from 06.20 - 17.25 WIB. The dominant daily activity was feeding (36,1%). Grooming behaviour of Javan Gibbon was divided into two types: autogrooming (scratch and self grooming) and allogrooming. Autogrooming behaviour was more frequent (600 times) than allogrooming (333 times). Autogrooming and allogrooming behaviour mostly performed in the morning. Autogrooming occurred at interval 1 to 30 seconds, while allogrooming occurred in interval 31 to 60 seconds. Feet was the most frequent groomed part (scratch 23,5% and self grooming 46,6%) in autogrooming behaviour, while allogrooming mostly performed at the back (43,6%). Sitting position was the most frequent used position in autogrooming (scratch 92,2% and self grooming 96,1%) and allogrooming (67,6%). There were 322 trees for grooming from 47 species. Dominant grooming tree was Rasamala (71 trees), with dominant family from Fagaceae (75 species) and dominant tree architecture was Attims (121 trees). Factors that affect grooming behaviour were sex, age class, weather, species and height of tree, active time duration, and disturbance (other group or human).

Habitat and population management need to be done continuously through maintenance of grooming trees, forest area protection, limitation of human activity, cooperation with various stakeholders and also conservation education related to Javan Gibbon. The best observaton time of grooming activity was in morning between 07.00 -11.00 WIB.


(4)

AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU MENELISIK

(

GROOMING

) OWA JAWA (

Hylobates moloch

Audebert, 1798)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK,

PROVINSI JAWA BARAT

DIENA NURUL FATIMAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F, dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Diena Nurul Fatimah NIM E34070102


(6)

Judul Skripsi : Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa

(Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung

Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat Nama : Diena Nurul Fatimah

NIM : E34070102

Menyetujui,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc Ir. Dones Rinaldi, MSc. F

NIP 1959 0925 1983 032002 NIP 1961 0518 1988 031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus :


(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya serta salam yang dipanjatkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan berhasil menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Aktivitas Harian dan Perilaku Menelisik (Grooming) Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen pembimbing. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Soojung Ham dari Euwha Womans University, Seoul Republic of Korea beserta tim lapang atas segala bantuan akomodasi dan keperluan yang dibutuhkan selama penelitian, serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan. Semoga ilmu dan tulisan yang didapatkan mendatangkan makna dan manfaat dalam kehidupan. Terima kasih.

Wassalamuaikum wr.wb.

Bogor, Maret 2012


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Anwar Kosim dan Ibu Nuri Yulianti. Penulis mulai pendidikan pada tahun 1994 di TK Haikal, Jakarta Pusat. Penulis melanjutkan pendidikan di SDS PUI Jakarta Pusat pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di MTs Negeri 9 Jakarta Pusat pada tahun 2001. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 30 Jakarta Pusat dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (UKM-KOPMA) pada tahun 2007 - 2008, aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai sekertaris Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM-Tarsius) selama tahun 2010 - 2011 dan sekertaris Biro Kewirausahaan selama tahun 2009 - 2010. Penulis mengikuti ekspedisi yang diselenggarakan HIMAKOVA yaitu RAFLESSIA di Cagar Alam Rawa Danau (2009) dan Cagar Alam Gunung Burangrang (2010) serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah pada tahun 2010.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di jalur Cagar Alam Leweung Sancang Barat – Taman Wisata Alam Kamojang pada tahun 2009 dan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2010. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT pada tahun 2011.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Aktivitas Harian dan Perilaku Menenelisik (Grooming) Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan bagi junjungan kita Nabi Muhammmad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terlibat penulisan skripsi ini :

1. Kedua orang tua tercinta (Anwar Kosim dan Nuri Yulianti), adik-adiku tersayang (Dini NA dan Syafana NA), serta keluarga besar yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, perhatian, dukungan moril dan materil, kesabaran, dan pengorbanan untuk terus memberikan yang terbaik. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc. dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F,

selaku dosen pembimbing atas segala pengarahan, bimbingan, nasihat, kesabaran, dan perhatiannya selama ini.

3. Ibu Resti Meilani, S.hut, Msi. selaku moderator pada seminar hasil penelitian, Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan, MS, selaku ketua sidang komprehensif dan Bapak Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr, selaku dosen penguji, atas semua saran, motivasi, nasihat dan dukungannya, Bapak Agus Hikmat selaku komisi pendidikan yang telah memperbaiki format penulisan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Staf TU KSHE (Ibu Evan, Ibu Ratna, Bapak Toro dan Bapak Accu) atas bantuan, kemudahan, kesabaran dalam mengurus segala administrasi yang diperlukan.

5. Sanha Kim dan Soojung Ham dari Euwha Womans University, Korea Selatan atas kesempatan, bantuan, akomodasi dan pengalaman yang diberikan selama penelitian.

6. Tim Lapang : Abang Aris, Nui dan Sahri juga kepada keluarga Bapak Jaya di Halimun (Ibu Ami dan Teh Yani) atas bantuan, pengalaman, dan kebaikan selama penelitian.

7. Staf TNGHS atas izin yang diberikan selama penelitian, juga polisi hutan di Pusat Penelitian Cikaniki - Citalahab.


(10)

8. Rekan seperjuangan, Hadi Surono, atas bantuan, masukan dan motivasi selama penelitian.

9. Teman-teman KPM-Tarsius periode 2009 – 2011, khususnya Connie LS atas semangat, bantuan dan kerjasama untuk terus maju bersama, juga Nana dan Dhila.

10. Aditya WTA atas literatur arsitektur pohon, Aron atas bantuan membuat profil pohon, Mba Windi atas bantuan membuat peta dan profil pohon dengan Arc-view dan Quantum GIS, Tiwi atas bantuannya selama seminar, Rahmat atas bantuan selama proses kliring, Ambar dan Windy atas literatur dan buku panduan kehutanan, serta Rakhmi, Metha dan Neina atas bantuannya pada sidang komprehensif.

11. Sahabatku : Brigitta P, Fitrotul A, Meli MU dan Belinda DY atas dukungan, semangat, dan motivasi serta persahabatan yang indah selama studi di IPB. 12. Sahabat Villa Cempaka : Nindi PD, Risqiana D, Choirunnisa, Gita O, Resi

N, Anisa N, Angga P, dan Adam FG atas bantuan, dukungan, semangat, kecerian dan kenangan berjuang meraih impian bersama pada waktu yang tepat.

13. Keluarga besar KSHE 44 “KOAK” atas kekeluargaan, kebersamaan dan pengalaman, serta persahabatan yang mendekatkan perbedaan menjadi kesamaan untuk terus berjuang meraih gelar sarjana. Semoga silaturahmi kita tetap terjalin.

14. Seluruh keluarga besar KSHE dan FAHUTAN IPB, atas kekeluargaan, kerjasama, persahabatan, dan kebersamaan.

15. R. Faid Abdul Manan atas bantuan fisik, perhatian, masukan, dukungan langsung dan tidak langsung, semangat dan kesetiaan sehingga senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik, serta kebersamaan yang menyenangkan selama studi di IPB.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu mulai dari pencarian bahan, penyusunan proposal, kegiatan penelitian, seminar, sidang hingga penulisan skripsi ini.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa ... 3

2.1.1 Taksonomi ... 3

2.1.2 Morfologi ... 4

2.1.3 Populasi dan penyebaran ... 5

2.1.4 Habitat dan pakan ... 5

2.2 Perilaku ... 6

2.3 Aktivitas Harian ... 7

2.4 Organisasi Sosial ... 9

2.5 Aktivitas Sosial ... 9

2.5.1 Sesama kelompok ... 9

2.5.2 Antar kelompok ... 10

2.5.3 Kelompok dengan satwa lain ... 10

2.6 Perilaku Menelisik ... 10

2.7 Status Konservasi ... 11

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Jenis Data yang dikumpulkan ... 13

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.4.1 Profil pohon yang digunakan untuk perilaku menelisik ... 14

3.4.2 Pengamatan individu dalam satu kelompok owa jawa ... 15

3.4.3 Pengamatan aktivitas harian ... 15

3.4.4 Pengamatan perilaku menelisik ... 15

3.4.5 Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu, dan curah hujan) ... 16

3.5 Analisis Data ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kawasan ... 18

ii i

v vi vii Halaman


(12)

4.2 Kondisi Fisik Kawasan ... 18

4.2.1 Letak ... 18

4.2.2 Topografi ... 19

4.2.3 Geologi dan tanah ... 19

4.2.4 Iklim ... 19

4.2.5 Hidrologi ... 19

4.3 Kondisi Biotik ... 20

4.3.1 Flora ... 20

4.3.2 Fauna ... 20

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 21

5.1.1 Kelompok owa jawa di TNGHS ... 21

5.1.2 Karakteristik individu owa jawa ... 22

5.1.2.1 Kelompok A ... 22

5.1.2.2 Kelompok B ... 24

5.1.3 Aktivitas harian owa jawa ... 25

5.1.4 Perilaku menelisik owa jawa ... 28

5.1.4.1 Deskripsi perilaku menelisik ... 28

5.1.4.2 Tipe selisik owa jawa ... 28

5.1.4.3 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan jenis kelamin ... 31

5.1.4.4 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan kelas umur ... 32

5.1.4.5 Pola perilaku dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan interval waktu aktif ... 33

5.1.4.6 Bagian tubuh owa jawa yang ditelisik ... 34

5.1.4.7 Posisi owa jawa saat menelisik ... 35

5.1.4.8 Ketinggian owa jawa saat menelisik dari lantai hutan ... 35

5.1.5 Penyebaran pohon selisik ... 36

5.1.5.1 Profil pohon selisik ... 36

5.1.5.2 Dominansi pohon selisik ... 37

5.1.6 Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik owa jawa ... 40

5.2 Pembahasan ... 43

5.2.1 Kelompok owa jawa di TNGHS ... 43

5.2.2 Karakteristik individu owa jawa ... 44

5.2.3 Aktivitas harian owa jawa ... 45

5.2.3.1 Aktivitas makan ... 48

5.2.3.2 Aktivitas bergerak ... 49

5.2.3.3 Aktivitas istirahat ... 49

5.2.3.4 Aktivitas sosial ... 50

5.2.4 Perilaku menelisik owa jawa ... 51

5.2.4.1 Tipe selisik owa jawa ... 53

5.2.4.2 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan jenis kelamin ... 55


(13)

5.2.4.3 Frekuensi dan durasi perilaku menelisik

owa jawa berdasarkan kelas umur ... 56

5.2.4.4 Pola perilaku dan durasi perilaku menelisik owa jawa berdasarkan interval waktu aktif ... 57

5.2.4.5 Bagian tubuh owa jawa yang ditelisik ... 58

5.2.4.6 Posisi owa jawa saat menelisik ... 59

5.2.4.7 Ketinggian owa jawa saat menelisik dari lantai hutan ... 59

5.2.5 Penyebaran Pohon Selisik ... 60

5.2.5.1 Profil pohon selisik ... 61

5.2.5.2 Dominansi pohon selisik ... 61

5.2.6 Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik owa jawa ... 62

5.2.7 Implementasi terhadap pengelolaan ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 71


(14)

DAFTAR TABEL

No.

1 Keuntungan dan kerugian sistem hidup monogami dan mempertahankan teritori ... 2 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 13 3 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A . 23 4 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B.. 24 5 Waktu aktif aktivitas harian owa jawa ... 25 6 Aktivitas harian kelompok A dan B ... 25 7 Waktu aktif dan rata-rata waktu pengamatan perilaku menelisik owa

jawa ... 28 8 Perbandingan autogrooming dan allogrooming kelompok A dan B ... 30 9 Perbandingan allogrooming individu owa jawa ... 30 10 Perbandingan autogrooming (garuk dan selisik) individu owa jawa .. 31 11 Perbandingan frekuensi dan durasi autogrooming berdasarkan jenis

kelamin ... 31 12 Perbandingan frekuensi dan durasi allogrooming berdasarkan jenis

kelamin ... 31 13 Perbandingan frekuensi pelaku dan penerima allogrooming

berdasarkan jenis kelamin ... 32 14 Perbandingan frekuensi dan durasi autogrooming berdasarkan kelas

umur ... 32 15 Perbandingan frekuensi dan durasi perilaku allogrooming kelompok

A dan berdasarkan kelas umur ... 32 16 Perbandingan frekuensi pelaku dan penerima allogrooming

berdasarkan kelas umur ... 32 17 Perilaku menelisik kelompok A dan B pada selang durasi 30 detik ... 34 18 Bagian tubuh owa jawa yang ditelisik berdasarkan tipe selisik ... 34 19 Daftar jenis pohon yang digunakan owa jawa untuk perilaku

menelisik ... 37 20 Rata-rata frekuensi dan durasi autogrooming dan allogrooming

kelompok A dan B berdasarkan jenis kelamin dan umur selama pengamatan ... 40

Halaman 9


(15)

DAFTAR GAMBAR

No.

1 Owa jawa (Hylobates moloch) ...

2 Lokasi penelitian perilaku owa jawa di TNGHS ... 12

3 Klasifikasi bagian tubuh owa jawa yang menjadi objek selisik ... 16

4 Peta wilayah penelitian perilaku owa jawa ... 21

5 Kondisi habitat di wilayah kelompok A, (a) berbatasan dengan kebun teh dan (b) jalur wisata ... 22

6 Kondisi habitat wilayah kelompok B, (a) sungai kecil dan (b) berbatasan dengan sawah warga ... 22

7 Individu owa jawa kelompok A, (a) Aris, (b) Ayu dan Amore, (c) Asri, dan (d) Amran ... 23

8 Individu owa jawa kelompok B, (a) Kumis, (b) Keti dan Kim-kim, dan (d) Kum-kum ... 24

9 Aktivitas harian owa jawa jantan dan betina ... 26

10 Aktivitas harian individu dewasa dan anak ... 26

11 Grafik pola aktivitas harian owa jawa jantan dan betina ... 27

12 Grafik pola aktivitas harian owa jawa dewasa dan anak ... 27

13 Perilaku autogrooming Kumis, (a) selisik jari dan (b) garuk muka ... 29

14 Perilaku allogrooming oleh Keti (pelaku) dan Kumis (penerima selisik) ... 29

15 Grafik presentase autogrooming dan allogrooming owa jawa berdasarkan waktu aktif perilaku ... 33

16 Pola perilaku menelisik owa jawa setiap jam pada waktu aktif ... 33

17 Grafik presentase posisi owa jawa kelompok A dan B saat menelisik 35

18 Grafik ketinggian owa jawa kelompok A dan B dari lantai hutan ... 35

19 Wilayah penyebaran pohon selisik berdasarkan koordinat X dan Y ... 36

20 Jenis pohon selisik dominan, (a) rasamala (Altingia excelsa) dan (b) pasang (Quercus sundaica) ... 38

21 Komposisi famili pohon selisik yang dominan digunakan owa jawa . 39 22 Model arsitektur pohon selisik pada kelompok A dan B ... 39

23 Grafik cuaca saat perilaku menelisik ... 41

24 Grafik frekuensi perilaku menelisik berdasarkan interval waktu pengamatan ... 42

25 Grafik gangguan terhadap perilaku menelisik owa jawa ... 42 Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1 Peta TNGHS ... 72

2 Perhitungan presentase perilaku ... 73

3 Gambar aktivitas harian owa jawa ... 74

4 Gambar perilaku menelisik owa jawa ... 75

5 Profil pohon selisik ... 76

6 Arsitektur pohon telisik ... 78

7 Gambar arsitektur pohon selisik ... 79

8 Data suhu dan curah hujan bulan Juni sampai Agustus 2011 ... 80 Halaman


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) merupakan primata endemik pulau jawa yang berasal dari famili Hylobatidae. Owa jawa hidup di hutan primer, hutan sekunder, dan hutan hujan tropis (Rowe 1999). Salah satu kawasan yang merupakan habitat owa jawa adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Penetapan TNGHS berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 yang sebelumnya merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar Taman Nasional Gunung Halimun. Kawasan TNGHS juga merupakan hutan hujan tropis terbesar yang tersisa di pulau Jawa.

Saat ini keberadaan owa jawa semakin berkurang, diperkirakan hanya tersisa antara 2.000 - 4.000 ekor (Permenhut 2008). Penyebab penurunan populasi adalah kerusakan dan kehilangan habitat, penangkapan untuk hewan peliharaan, perdagangan illegal (SSC 2000 dalam Andayani et al. 2008 dan Permenhut 2008). Owa jawa telah dilindungi menurut PP No.7 Tahun 1999, termasuk kategori terancam punah (Endangered) dari kategori International Union for Corservation

of Nature (IUCN), berubah menjadi genting (Critically Endangered) tahun 2000,

serta Appendiks I dari ketegori The Convention on International Trade in

Endangered Spesies (CITES).

Penurunan populasi owa jawa di TNGHS perlu dihindari, sehingga dilakukan pengelolaan populasi dan habitat owa jawa. Pengelolaan populasi dan habitat ini bertujuan agar owa jawa dapat melakukan aktivitas harian tanpa mengalami gangguan atau terisolasi. Owa jawa merupakan satwa diurnal yang melakukan aktivitas pada pagi hari mulai pukul 05.45 - 17.20 WIB, ditandai dengan mencapai pohon tidurnya untuk beristirahat (Oktaviani 2009).

Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam empat aktivitas utama, yaitu makan (makan atau minum), istirahat (duduk, menggantung, tiduran, dan berjemur), bergerak (meloncat, memanjat, dan berjalan) dan sosial (bersuara, bermain, garuk, dan grooming). Owa jawa setiap harinya dapat menghabiskan


(18)

waktu sekitar 11 jam untuk melakukan aktivitas hariannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyanto (1999) dalam Sutrisno (2001) yang menyebutkan bahwa owa jawa dalam melakukan aktivitas hariannya rata-rata menghabiskan waktu dengan kisaran waktu terpendek 11 jam 42 menit 12 detik dan kisaran waktu terpanjang 12 jam 19 menit 25 detik.

Aktivitas yang erat kaitannya dengan interaksi individu atau kelompok owa jawa adalah aktivitas sosial. Aktivitas sosial owa jawa meliputi menelisik

(grooming),bersuara (vocalization), reproduksi, danbermain(playing). Salah satu

aktivitas sosial yang memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi sosial adalah perilaku menelisik. Menelisik merupakan kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit dan rambut, juga merupakan bentuk komunikasi antar inidividu. Perilaku menelisik dapat dilakukan sendiri

(autogrooming) atau berpasangan (allogrooming).

Hal ini menarik untuk dikaji sehingga dapat diketahui perilaku menelisik owa jawa di alam dalam keseluruhan aktivitas hariannya dan faktor alami yang mempengaruhi perilaku menelisik. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan populasi dan habitat sehingga kelestarian owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dapat terjaga serta memberikan rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk menentukan waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik owa jawa di alam. 1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah : 1. Mendeskripsikan aktivitas harian owa jawa di TNHGS. 2. Mendeskripsikan perilaku menelisik owa jawa di TNGHS.

3. Mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku menelisik. 1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan informasi dasar mengenai aktivitas harian khususnya perilaku menelisik owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Informasi dasar ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penyempurnaan pengelolaan populasi dan habitat di TNGHS, serta rujukan dalam pengembangan ekowisata untuk menentukan waktu terbaik pengamatan perilaku menelisik owa jawa di alam.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi

Owa jawa merupakan mamalia dari ordo Primata. Secara umum, taksonomi owa jawa menurut Napier dan Napier (1967) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Primata

Super Famili : Homonoidae Famili : Hylobatidae

Genus : Hylobates

Spesies : Hylobates moloch (Audebert, 1798)

Owa jawa (Gambar 1) memiliki nama daerah yaitu oa-oa, owa (Jawa), wau-wau kelabu (Sunda), dan wau-wau-wau-wau (Melayu), serta nama inggris yaitu javan gibbon dan silvery gibbon (Maryanto et al. 2007; Supriatna & Wahyono 2000). Nama primata ini di Indonesia telah dibakukan dengan nama owa jawa (Sutrisno 2001).

Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch).

Menurut Nowak (1999), genus Hylobates dapat dikelompokkan ke dalam 4 subgenus dan 11 spesies berdasarkan jumlah kromosom yang dimilikinya. Owa


(20)

jawa termasuk subgenus Hylobates Illinger (1811), dengan jumlah kromosom 44. Subgenus Hylobates Illinger (1811) meliputi jenis Hylobates lar (white-handed

gibbon), H. pileatus (capped gibbon), H. agilis (dark-handed gibbon), H. moloch

(silvery gibbon), H. muelleri (gray gibbon)dan H. klossi (kloss’s gibbon).

2.1.2 Morfologi

Genus Hylobates merupakan primata tidak berekor, memiliki kepala kecil dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar, rambut tebal dan halus. Genus Hylobates memiliki telapak tangan dan pergelangan kaki yang panjang, telapak kaki dan pergelangan kakinya hampir dua kali panjang tubuhnya. Hal ini erat kaitannya dengan penggunaan anggota tubuh untuk bergerak atau lokomasi secara arboreal (Napier & Napier 1967).

Owa jawa memiliki warna rambut abu-abu gelap hingga coklat keperakan, dada gelap dengan rambut bagian atas kepala membentuk topi berwarna hitam (Maryanto et al. 2008). Muka seluruhnya berwarna hitam, warna rambut putih di sekitar moncong serta sekitar alis dan dagu berwarna gelap untuk beberapa individu (Supriatna & Wahyono 2000). Sutrisno (2001) juga menambahkan bahwa owa jawa tidak memiliki rambut pada bagian kulit wajahnya. Warna rambut jantan dan betina sedikit berbeda, terutama pada tingkatan umur. Anak yang baru lahir biasanya memiliki corak warna yang lebih cerah. Panjang badan jantan dan betina dewasa sekitar 750 - 800 mm. Berat tubuh jantan berkisar 4.000 - 8.000 g dan betina 4.000 - 7.000 g (Supriatna & Wahyono 2000). Sedangkan menurut Rowe (1999), berat tubuh owa jawa berkisar 5,7 kg.

Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1984) membagi owa jawa ke dalam 4 kelas umur, yaitu sebagai berikut :

1. Bayi : 0 - 24 bulan, ukuran tubuh sangat kecil, warna rambut putih krem, masih dibawa dan digendong oleh induk betinanya.

2. Anak-anak : 24 bulan - 4 tahun, individu yang belum tumbuh dengan maksimal, warna bulu mendekati dewasa, sudah tidak digendong induknya, mampu melakukan perjalanan sendiri, cenderung masih dekat dengan induk. 3. Remaja : 4 - 6 tahun, individu dengan perkembangan hampir maksimal,


(21)

matang secara seksual, jarang terlibat aktivitas territorial dan terkadang terisolasi dari anggota kelompok lain.

4. Dewasa : > 6 tahun, individu yang telah memiliki ukuran tubuh maksimal, hidup berpasang-pasangan atau soliter dan sudah dapat melakukan aktivitas teritorial.

2.1.3 Populasi dan penyebaran

Estimasi populasi owa jawa di Jawa Barat (Ujung Kulon, Gunung Halimun - Salak, Gunung Gede - Pangrango, Gunung Papandayan, Telaga Warna, Gunung Simpang, dan Gunung Tilu) dengan luas hutan 1.581 km2 adalah 2.846 individu sedangkan di Jawa Tengah (Dieng Plateu dan Gunung Slamet) dengan luas habitat 128,6 km2 adalah 588 individu (Supriatna 2006). Saat ini keberadaan owa jawa semakin berkurang, diperkirakan hanya tersisa antara 2.000 - 4.000 ekor (Permenhut 2008).

Penyebaran owa jawa meliputi wilayah Gunung Honje, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Gunung Masigit, Gunung Tampomas, Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Gunung Tilu, Gunung Papandayan dan pernah dilaporkan daerah penyebarannya mencapai Gunung Slamet dan Dieng di Jawa Tengah (Supriatna & Wahyono 2000).

2.1.4 Habitat dan pakan

Kappeler (1984) membagi habitat owa jawa ke dalam zona vegetasi hutan dataran rendah (0 - 500 mdpl), hutan dataran tinggi (500 - 1.000 mdpl), dan hutan sub pegunungan atau pegunungan bawah (1.000 - 1.500 mdpl). Sebagai adaptasi ekologis, owa jawa dapat mendiami habitat hutan campuran dengan ketinggian antara 1.000 - 2.000 mdpl dan topografi bergelombang sampai pegunungan (Pasang 1989). Habitatnya juga berada pada hutan primer, hutan sekunder dan hutan hujan tropis dengan ketinggian ≤ 1.500 mdpl (Rowe 1999). Sedangkan menurut Supriatna dan Wahyono (2000), owa jawa jarang ditemukan di hutan pada ketinggian lebih dari 1.500 mdpl, karena pada ketinggian tersebut jarang terdapat sumber pakan owa jawa.

Menurut Nowak (1999), tidak ditemukannya owa jawa pada daerah yang lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh perubahan vegetasi yang memiliki


(22)

kekayaan jenis lebih rendah, pohon jarang dengan tajuk yang tidak lebat dan kokoh sehingga akan menyulitkan pergerakan owa jawa sebagai satwa arboreal.

Owa jawa mengkonsumsi ± 125 jenis tumbuhan yang berbeda. Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun muda. Selain itu mereka juga memakan ulat pohon, rayap, madu, dan beberapa jenis serangga lainnya (Supriatna & Wahyono 2000). Presentase pakan owa jawa di alam adalah 61% buah, 38% daun, 1% bunga, serangga, ulat bulu, rayap, dan madu (Rowe 1999). Bagian tumbuhan yang sering dimakan adalah buah, biji, bunga, dan daun muda (Supriatna & Wahyono 2000).

Menurut Bismark (1991) dalam Prastyono (1999), suku Hylobatidae merupakan satwa frugivorous, karena lebih banyak makan buah-buahan daripada jenis pakan lainnya. Buah lebih banyak mengandung karbohidrat namun kurang kandungan proteinnya, sehingga sebagai tambahan owa jawa memakan daun muda yang banyak mengandung protein.

2.2 Perilaku

Menurut Sutrisno (2001), perilaku harian owa jawa berkaitan satu sama lain. Perilaku harian pada owa jawa antara lain :

1. Bergerak

Owa jawa bergerak dengan sistem brankiasi, yaitu berayun dari satu cabang ke cabang lain dengan menggunakan lengannya. Menurut De Vore dan Eimerl (1987) dalam Sutrisno (2001), cara bergerak dengan sistem brankiasi sangat didukung oleh pergelangan tangan, lengan dan bahunya yang khusus sehingga lincah untuk meraih, mencengkram dan mengganti pegangan. Selain bergerak dengan sistem brankiasi, owa jawa juga bergerak secara bipedal, yaitu bergerak di permukaan tanah dengan kedua tungkainya dan mengangkat lengan setinggi-tingginya agar keseimbangan tubuh terjaga dan supaya lengannya tidak terseret tanah.

2. Makan

Aktivitas makan terdiri dari kegiatan mencari sumber pakan potensial, pemilihan atau pemetikan, memasukan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan. Kegiatan makan merupakan kegiatan pertama owa jawa setelah aktivitas bersuara. Kelompok owa jawa dapat melakukan kegiatan makan dan


(23)

bersuara pada pohon yang sama, umumnya jenis Ficus sp. yang sedang berbuah. Owa jawa tidur pada pohon yang berdekatan dengan pohon pakan. Faktor yang menentukan perilaku makan owa jawa, antara lain adalah teknik makan, tempat dan ketinggian, komposisi pakan, bagian yang dimakan, variasi pakan, jumlah pakan, dan pola pergerakan (Bismark 1984).

3. Istirahat

Istirahat merupakan kegiatan di luar periode aktif dalam aktivitas harian satwa. Owa jawa memiliki pohon tidur tertentu untuk beristirahat dalam daerah jelajahnya. Pohon tersebut merupakan titik awal dan akhir dari seluruh aktivitas hariannya (Keppeler 1981 dalam Sutrisno 2001). Pohon tidur yang biasanya dipilih owa jawa adalah pohon yang memiliki tajuk besar mulai lapisan tengah sampai lapisan atas pohon. Biasanya pohon tersebut merupakan pohon dominan dengan ketinggian lebih dari 34 meter (Ladjar 1995 dalam Sutrisno 2001).

4. Perilaku sosial

Beberapa perilaku sosial owa jawa adalah vocalization (bersuara), playing

(bermain), dan grooming (berkutu-kutuan). Perilaku bersuara owa jawa ditunjukan dengan suara nyanyian sebelum memulai aktivitas pada pagi hari untuk memberitahukan keberadaan dan tanda pada keluarga owa jawa lainnya bahwa daerah tersebut merupakan daerah terirorialnya. Terdapat empat jenis suara yaitu suara betina untuk menandakan teritorialnya, suara jantan saat berjumpa dengan kelompok lain, suara yang dikeluarkan bersama antar keluarga saat terjadi konflik, dan suara dari anggota keluarga sebagai tanda bahaya (Supriatna & Wahyono 2000). Perilaku main ditunjukan oleh individu muda sebagai bagian dari aktivitas hariannya (Ladjar 1995 dalam Sutrisno 2001). Menurut DeVore dan Eimerl (1987) dalam Sutrisno (2001), perilaku berkutu-kutuan merupakan suatu sarana yang sangat berguna untuk menjalin hubungan sosial antara anggota kelompok dan tujuan lainnya.

2.3 Aktivitas Harian

Owa jawa lebih bersifat arboreal dan jarang turun ke tanah. pergerakan dari pohon satu ke pohon lain dilakukan dengan bergelayutan (brankiasi). Owa jawa merupakan satwa arboreal murni sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi


(24)

antar pohon berdekatan. Habitat yang sesuai bagi owa jawa adalah hutan dengan tajuk relatif tertutup dan tajuk pohon tersebut punya cabang horizontal. Faktor manusia dapat menjadi pembatas habitat owa jawa, aktivitas ini seperti adanya jalan (pembuatan jalan) (Ladjar 2002).

Daerah jelajah owa jawa berkisar 16 - 17 ha dan wilayah jelajah harian mencapai 1500 m (Supriatna & Wahyono 2000). Owa jawa aktif pada siang hari (diurnal) dan siang hari digunakan untuk beristirahat dan mencari kutu. Malam hari owa jawa tidur pada percabangan pohon. Menurut Purwanto (1992), aktivitas harian owa jawa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mempunyai suatu pola penggunaan waktu. Aktivitas hariannya dimulai dengan mengeluarkan suara yang menandai awal dimulainya aktivitas harian dan berakhir saat owa jawa melakukan istirahat panjang atau tidur. Ditambahkan oleh Sinaga (2003), owa jawa aktif mulai pukul 05.30 - 17.30 WIB yang ditandai dengan mencapai pohon tidurnya untuk beristirahat.

Aktivitas owa jawa dalam mencari makan dilakukan pada pagi hari dan setelah istirahat di siang hari sampai menjelang sore hari. Owa jawa merupakan satwa frugivorus yang memakan buah-buahan masak, kaya akan gula dan banyak mengandung air. Karena bersifat monogami dan teritorial, maka owa jawa selalu bergerak bersama dengan kelompoknya dalam mencari makan dan dipimpin oleh betina dewasa (Sinaga 2003). Menurut Kappeler (1981) dalam Oktaviani (2009), saat melakukan aktivitas makan, owa jawa akan berdiam pada satu tempat dengan berbagai posisi seperti duduk, bergantung, dan berdiri dengan satu atau dua tungkainya bebas untuk mengambil makanan.

Aktivitas bergerak owa jawa merupakan aktivitas yang dilakukan sepanjang hari. Menurut Arief (1998), bentuk perpindahan atau pergerakan owa jawa adalah dengan cara berayun di cabang pohon menggunakan kedua tangannya

(branchiation). Menurut Sinaga (2003), melalui brankiasi owa jawa dapat berayun

hingga sejauh 3 m dalam sekali ayun, dan mampu meloncat sejauh 9 m dari satu cabang ke cabang lainnya. Pergerakan secara berayun ini dilakukan hampir 90% dan owa jawa jarang bergerak dengan menggunakan telapak kaki. Sutrisno (2001) menyatakan bahwa waktu istirahat owa jawa adalah ketika owa jawa tidak melakukan kegiatan yang terlalu banyak mengeluarkan energi dari tubuhnya.


(25)

Pemilihan tajuk bertujuan sebagai strategi untuk mengurangi tindakan pemangsaan oleh predator.

2.4 Organisasi Sosial

Owa jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami dan teritori (Tabel 1). Selain kedua induk, terdapat 1 - 2 individu yang belum mandiri (Supriyatna dan Wahyono 2000). Owa jawa yang kehilangan pasangannya tidak akan mencari pasangan lain sampai mati, sehingga dapat mempercepat penurunan populasi. Owa jawa dapat hidup hingga 35 tahun dengan masa hamil owa jawa antara 197 - 210 hari (Supriatna & Wahyono 2000).

Tabel 1 Keuntungan dan kerugian sistem hidup monogami dan mempertahankan teritori

sumber : Rowe (1999) 2.5 Aktivitas Sosial 2.5.1 Sesama kelompok

Menurut Sutrisno (2001), bentuk aktivitas sosial yang ditunjukan owa jawa : 1. Berkutu-kutuan (grooming) yang bisanya dilakukan oleh individu jantan

dewasa, betina dewasa, dan individu muda.

2. Bersuara (vocalization) yang biasanya dilakukan oleh individu betina dewasa dalam morning call, jantan dewasa dan muda dalam alarm call dan

conditional call, serta bermain yang biasanya dilakukan oleh individu muda

dan bayi.

Aktivitas berkutu-kutuan dan bersuara tidak dilakukan setiap hari namun pada waktu-waktu tertentu saja. Aktivitas berkutu-kutuan dilakukan pada saat kelompok owa jawa melakukan aktivitas istirahat bersama, baik pagi maupun siang hari. Pada individu bayi terlihat aktivitas sosial seperti pergerakan berayun dari individu betina dewasa bergerak ke arah individu jantan yang sedang istirahat dan dilakukan berulang-ulang (Sutrisno 2001).

Keuntungan Kerugian

1. Mengurangi aktivitas reproduksi yang tidak diperlukan

2. Meningkatkan perlindungan bagi anak-anak yang masih kecil

3. Mengurangi gangguan dan kompetensi

dengan kelompok lain

4. Meningkatkan efisiensi dalam menemukan sumber pakan

5. Mengurangi kompetensi dalam perkawinan

1. Tidak fleksibel dalam penggunaan ruang

2. Perbandingan jenis kelamin tidak

beragam sehingga menyebabkan

berkurangnya keberhasilan reproduksi 3. Kecilnya ukuran kelompok mengurangi

kemampuan berkompetensi dengan

spesies lain dan peningkatan spesiasi merupakan bagian dari evolusi


(26)

2.5.2 Antar kelompok

Aktivitas sosial antar kelompok antara lain berupa aktivitas bersuara

(vocalization) yang dilakukan dengan tujuan agar kelompok owa jawa lain

mengetahui wilayah teritori kelompok owa jawa tersebut. Aktivitas bersuara oleh kelompok owa jawa dilakukan pada pagi hari untuk menandakan wilayah teritorinya, sehingga tidak terjadi overlapping aktivitas hariannya (Sutrisno 2001). 2.5.3 Kelompok dengan satwa lain

Aktivitas bersuara juga ditunjukan kepada kelompok satwa lain selain owa jawa, yaitu pada kondisi dimana pada saat aktivitas makan terjadi ada kelompok satwa lain seperti burung rangkong, lutung, dan monyet ekor panjang masuk ke dalam wilayah teritorinya, sehingga kemungkinan alarm call dapat terjadi. Sehingga terjadi persaingan dengan kelompok satwa lain dalam hal ketersedian sumber pakan yang ada. Semakin melimpah persedian sumber pakan maka persaingan tersebut semakin kecil terjadi, sebaliknya jika ketersediaan pakan sedikit maka makin besar tingkat persaingan mendapatkan sumber pakan (Sutrisno 2001).

2.6 Perilaku Menelisik

Menelisik (grooming) adalah kegiatan mencari dan mengambil kotoran atau parasit dari permukaan kulit dan rambut. Menelisik dapat dilakukan sendiri

(autogrooming) atau berpasangan (allogrooming). Allogrooming dilakukan

minimal oleh dua individu yang punya peran berbeda. Peran tersebut yaitu sebagai pelaku selisik (groomer) dan penerima selisik (groomee). Perilaku menelisik biasanya dilakukan sepanjang hari dengan peningkatan aktivitas pada saat selesai makan dan istirahat (Putera 1997). Berdasarkan penelitian, primata melakukan selisik menggunakan mulut, tangan, kakinya untuk menarik, menyibak, dan menyisir kotoran atau parasit di permukaan tubuhnya (Nugraha 2006).

Menelisik memiliki fungsi ganda yaitu fungsi kesehatan dan fungsi sosial. Bagi primata menelisik merupakan bentuk komunikasi yaitu komunikasi dengan sentuhan (Napier & Napier 1985). Biasanya betina lebih sering melakukan

autogrooming karena betina lebih banyak beraktivitas seperti makan, bergerak,

mengasuh bayi, alarm call, dan koalisi yang lebih tinggi dari jantan sehingga terdapat banyak kotoran di tubuhnya (Nugraha 2006). Pada allogrooming terdapat


(27)

peran sebagai pelaku dan penerima selisik, peran tersebut dapat berubah setiap saat dan dapat ditukar. Betina biasanya lebih sering menelisik anaknya karena hubungan kekerabatan yang kuat antara ibu dan anak. Ikatan sosial yang kuat antara betina meningkatkan frekuensi selisik (Cooper dan Bernstein 2000 dalam

Nugraha 2006).

Mori (1975) dalam Nugraha (2006), menyebutkan bahwa dewasa lebih banyak melakukan perilaku menelisik daripada anak karena anak lebih suka bermain. Aktivitas sosial owa jawa seperti menelisik sering dijumpai pada pagi hari yaitu mulai pukul 07.00 - 14.00 WIB (Iskandar 2007), sedangkan menurut Sutrisno (2001) perilaku menelisik terjadi antara pukul 05.00 - 06.00 WIB atau 06.00 - 07.00 WIB.

2.7 Status Konservasi

Owa jawa telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi sejak tahun 1931 melalui Peraturan Perlindungan Binatang Liar No. 266, yang kemudian diperkuat dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/Kpts-II/1991 (Supriatna & Wahyono 2000). Owa jawa dilindungi menurut PP No.7 Tahun 1999. Menurut IUCN (International Union Conservation

of Nature) owa jawa termasuk kategori Terancam Punah (Endangered)pada tahun

1994 dan berubah menjadi Genting (Critically Endangered) pada tahun 2000. Sedangkan menurut CITES (The Convention on International Trade in

Endangered Spesies), owa jawa termasuk Appendix I CITES. Populasi yang terus

menurun disebabkan oleh beberapa kerusakan yang banyak disebabkan oleh manusia, diantaranya adalah kerusakan habitat, penangkapan, dan perdagangan illegal (SSC 2000 dalam Andayani et al. 2008). Ancaman utama terhadap populasi owa jawa berasal dari kehilangan habitat dan penangkapan untuk hewan peliharaan (Permenhut 2008).


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di wilayah Stasiun Penelitian Cikaniki sampai Citalahab pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Provinsi Jawa Barat (Gambar 2 dan Lampiran 1). TNGHS terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Saat ini TNGHS tercatat sebagai salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa.

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yaitu pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan pada pertengahan musim kemarau. Kegiatan penelitian meliputi pengenalan lapang atau habituasi dengan kelompok owa jawa dan kondisi habitat owa jawa selama kurang lebih dua minggu, serta pengamatan dan pengambilan data di lapangan selama kurang lebih dua bulan.

sumber : Kim et al. (2010) keterangan :

Gambar 2 Lokasi penelitian perilaku owa jawa di TNGHS. Jalur wisata

Wilayah jelajah owa jawa


(29)

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian (Tabel 2). Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian

Kelompok owa jawa yang dipilih merupakan kelompok owa jawa yang telah terhabituasi yaitu kelompok A dan B. Terdapat sistem pemberian nama pada setiap individu dalam satu kelompok untuk memudahkan pengamat. Kelompok A terdiri dari 5 individu yaitu jantan dewasa (Aris), betina dewasa (Ayu), betina dewasa (Asri), betina anak (Amran), dan bayi jantan (Amore). Kelompok B terdiri dari 4 individu yaitu jantan dewasa (Kumis), betina dewasa (Keti), jantan anak (Kum-kum) dan bayi (Kim-kim). Individu yang diamati adalah individu dewasa (Aris, Ayu, Asri, Kumis, Keti) dan individu anak (Amran dan Kum-kum), sedangkan individu bayi (Amore dan Kim-kim) tidak diamati.

3.3 Jenis Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data hasil pengamatan di lapangan, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan berbagai pihak terkait. Data primer yang diambil di lapangan adalah :

1. Profil pohon yang digunakan untuk menelisik. Pohon yang diukur adalah pohon yang sering digunakan owa jawa untuk menelisik (perwakilan pohon dari kelompok A dan B sebanyak 40 pohon untuk masing-masing kelompok). 2. Jumlah individu dalam dua kelompok owa jawa, jenis kelamin, kelas umur,

dan katakteristik tiap individu owa jawa.

3. Aktivitas harian owa jawa, meliputi : frekuensi aktivitas harian yang dilakukan owa jawa.

No. Kegunaan Alat dan bahan

1 Pengambilan data perilaku Binokuler, jam tangan(tally sheet) , alat tulis dan buku lapang 2 Pengukuran profil pohon Buku lapang (tally sheet), alat tulis, kompas, phi

band, dan range finder

3 Pengukuran faktor lingkungan Temperature logger dan rain gauge

4 Analisis data Peta kawasan Cikaniki - Citalahab, komputer dan

kalkulator


(30)

4. Perilaku menelisik owa jawa, meliputi : tipe selisik (autogrooming dan

allogrooming), waktu selisik, frekuensi selisik, durasi perilaku, bagian tubuh

yang ditelisik, posisi tubuh saat menelisik, jenis pohon telisik, penyebaran pohon telisik, ketinggian owa jawa dari lantai hutan, arsitektur pohon, strata tajuk pohon telisik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik. 5. Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu dan curah hujan) saat pengamatan.

Data sekunder yang diambil meliputi kondisi umum lokasi penelitian (kondisi fisik dan biotik kawasan), lokasi perjumpaan owa jawa, jumlah individu dalam kelompok owa jawa (kelompok A dan B) dan waktu perjumpaan perilaku menelisik owa jawa.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui beberapa metode, yaitu metode focal

animal sampling, ad libitum sampling, scan sampling, pengukuran suhu dan curah

hujan. Pengambilan data sekunder dilakukan dengan mencatat kondisi umum Taman Nasional Gunung Halimun Salak wilayah Cikaniki dan Citalahab meliputi kondisi fisik dan biotik kawasan serta mencatat jumlah individu owa jawa pada kelompok A dan B. Wawancara dilakukan oleh pihak-pihak terkait mengenai lokasi perjumpaan owa jawa, jumlah individu owa jawa kelompok A dan B dan waktu perjumpaan perilaku menelisik owa jawa.

3.4.1 Profil pohon yang digunakan untuk perilaku menelisik

Diagram profil pohon ditentukan dengan cara mengukur dan mencatat jenis pohon, diameter, tinggi bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, lebar tajuk dan strata tajuk yang dijadikan tempat menelisik. Pohon yang dicatat adalah jenis pohon terbanyak yang digunakan owa jawa untuk menelisik dari perwakilan pohon kelompok A dan B. Pohon dipilih sebanyak 40 pohon dari masing-masing kelompok. Strata tajuk dibagi kedalam 5 kategori yaitu strata A, B, C, D dan E. Strata A adalah pohon yang memiliki tinggi > 30 m, strata B untuk pohon dengan tinggi 30-20 m, strata C untuk pohon dengan tinggi 20-10 m, strata D untuk pohon dengan tinggi < 10 m, dan strata E adalah tumbuhan penutup tanah.


(31)

3.4.2 Pengamatan individu dalam satu kelompok owa jawa

Individu owa jawa yang diamati difokuskan pada kelompok A yang terdiri dari 5 individu dan kelompok B yang terdiri dari 4 individu. Penelitian dimulai dengan penyesuian (habituasi), pengenalan kelompok owa jawa dan identifikasi individu pada masing-masing kelompok tersebut. Habituasi oleh pengamat terhadap individu kelompok owa jawa dilakukan selama 1 minggu. Kemudian dilakukan identifikasi dengan mencatat karakteristik individu misalnya dari bentuk alis, bentuk tubuh, warna rambut, warna muka, kelenjar susu, cacat, dan lain-lain.

3.4.3 Pengamatan aktivitas harian

Pengamatan aktivitas harian owa jawa menggunakan scan sampling dengan interval waktu 15 menit. Metode scan sampling adalah pengamatan dengan mencatat aktivitas individu yang terlibat aktivitas harian pada suatu interval waktu, scan juga menunjukan banyaknya data aktivitas yang teramati dalam suatu interval waktu (Altmann 1974). Pengamatan dilakukan setiap hari berdasarkan waktu aktif owa jawa. Waktu pengamatan dimulai pada pukul 06.00 - 17.30 WIB saat owa jawa mulai melakukan aktivitasnya (Oktaviani 2009).

3.4.4 Pengamatan perilaku menelisik

Pengamatan perilaku menelisik terhadap individu owa jawa pada kelompok A dan B dilakukan menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum

sampling. Metode focal animal sampling adalah pengamatan yang fokus mencatat

perilaku dari suatu individu dalam waktu tertentu dan digunakan untuk mengetahui individu-individu yang terlibat perilaku menelisik. Metode ad libitum

sampling adalah pengamatan dengan pencatatan perilaku menelisik sebanyak

mungkin dari individu kelompok yang teramati. Kedua metode tersebut perlu digunakan agar data yang dihasilkan lengkap dan terperinci. Pengamatan dimulai pada pukul 06.00 - 17.30 WIB dan dikhususkan pada pukul 07.00 - 14.00 WIB, karena pada waktu tersebut banyak terjadi perilaku sosial termasuk perilaku menelisik (Iskandar 2007).

Setiap perilaku menelisik yang teramati dicatat secara detail meliputi tipe selisik (autogrooming dan allogrooming), waktu, frekuensi, durasi perilaku, bagian tubuh yang ditelisik (Gambar 3), posisi tubuh saat menelisik (Gambar 3),


(32)

jenis pohon telisik, penyebaran pohon telisik, ketinggian owa jawa dari lantai hutan, arsitektur dan strata pohon telisik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik. Pengamatan dilakukan pada jarak aman sehingga tidak mengganggu aktivitas harian owa jawa. Jarak pengamat dengan owa jawa tergantung dari posisi owa jawa sampai jarak pandang tertentu pengamat dapat melihat aktivitasnya. Pengamat juga menggunakan binokuler untuk memperjelas perilaku menelisik owa jawa yang teramati.

keterangan :

Gambar 3 Klasifikasi bagian tubuh owa jawa yang menjadi objek selisik. Pencatatan data perilaku dilakukan secara continous recording, yaitu mencatat perilaku menelisik yang terjadi secara terus menerus sehingga semua perilaku dapat tercatat akurat dan memungkinkan pengamat dapat mengukur frekuensi, durasi aktivitas dan pola aktivitas (Altmann 1974). Aktivitas harian dan perilaku menelisik owa jawa yang teramati didokumentasikan dengan kamera. 3.4.5 Kondisi fisik lingkungan (cuaca, suhu, dan curah hujan)

Data kondisi fisik lingkungan (suhu dan curah hujan) diamati dengan menggunakan tempetarure logger dan rain gauge. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada jam 06.00 WIB. Pengukuran curah hujan dilakukan setelah selesai turun hujan (keesokan harinya). Sedangkan pengamatan cuaca dilakukan selama pengamatan perilaku menelisik.

B K L M N O P Q

R S

A C

D E

F G

H I

J

K : bahu L : punggung M : bokong N : telapak tangan O : kepala

P : kuping Q : dagu R : selangkangan S : paha T : jari A : muka

B : leher C : ketek D : dada E : tangan

F : pinggang G : perut H : lutut I : kaki J : sikut T


(33)

3.5 Analisis Data

1. Analisis grafik dan tabel

Aktivitas harian dan perilaku menelisik ditampilkan dalam beberapa bentuk presentase (Lampiran 2). Terdapat interval (selang) untuk memudahkan penyajian presentase dalam tabel maupun gambar yaitu interval waktu (pagi : 06.00 - 10.59 WIB, siang : 11.00 - 14.59 WIB dan sore hari : 15.00 - 17.00 WIB); selang durasi perilaku per 30 detik; interval ketinggian owa jawa per 5 m; interval waktu perilaku per 1 jam dan kelas pemakaian pohon selisik (sangat sering : > 30 pohon, sering : 20 - 30 pohon, cukup sering : 10 – 20 pohon, jarang : 2-10 pohon, dan hanya sekali : 1 pohon). Presentase aktivitas harian dan perilaku menelisik disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Grafik dan tabel digunakan untuk menjelaskan hubungan antara parameter-parameter yang diukur dan diamati, kemudian aktivitas harian dan perilaku menelisik diinterpretasikan dengan kondisi habitat dan faktor-faktor alami yang terdapat di jalur pengamatan. Grafik dan tabel bertujuan untuk menggambarkan proporsi aktivitas harian dan perilaku menelisik dalam selama pengamatan dilakukan.

2. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif merupakan penguraian dan penjelasan mengenai parameter-parameter yang diukur dan diamati. Parameter-parameter yang telah dijelaskan kemudian dihubungkan dengan kondisi habitat sehingga dapat dianalisis aktivitas harian, perilaku menelisik owa jawa dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku selisik owa jawa. Sedangkan data pohon telisik disajikan dengan diagram profil pohon secara vertikal dan horizontal.


(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun pertama kali ditetapkan menjadi salah satu taman nasional di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 Ha di bawah pengelolaan sementara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Kawasan TNGH berasal dari kawasan Cagar Alam Gunung Halimun (CAGH) seluas 40.000 Ha, sejak tahun 1935. Selanjutnya pada tanggal 23 Maret 1997 pengelolaan kawasan TNGH resmi dipisah dari TNGP, dikelola langsung oleh Unit Pelaksana Teknis Balai TNGH, Dirjen PHKA, Departeman Kehutanan (Hadi 2002).

SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003 menetapkan bahwa perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Hal ini atas dasar kawasan hutan lindung Gunung Salak dan Gunung Endut yang terus terdesak akibat berbagai kepentingan masyarakat dan pembangunan, serta adanya desakan berbagai pihak untuk melakukan penyelamatan kawasan konservasi Halimun Salak. Berdasarkan SK tersebut penunjukan luas kawasan TNGHS adalah 113.357 ha dan terletak di Provinsi Jawa Barat dan Banten yang meliputi kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak (Hadi 2002).

4.2 Kondisi Fisik Kawasan 4.2.1 Letak

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) secara geografis terletak diantara 106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara administratif terletak diantara tiga wilayah kabupaten daerah tingkat II, yaitu kabupaten Lebak, Bogor dan Sukabumi, provinsi Jawa Barat. Kantor Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) terletak di kecamatan Kabandungan, Sukabumi (Hadi 2002).


(35)

4.2.2 Topografi

Kawasan TNGHS memiliki ketinggian tempat berkisar antara 500 - 2.000 mdpl. Topografi di kawasan ini pada umumnya bergelombang, berbukit dan bergunun. Kemiringan lahan berkisar antara 25% - 44%. Beberapa gunung yang terdapat di kawasan ini antara lain, G. Salak 1 (2.211 mdpl), G. Salak 2 (2.180 mdpl), G. Sanggabuana (1.920 mdpl), G. Halimun utara (1.929 mdpl), G. Halimun selatan (1.758 mdpl), G. Kendeng (1.680 mdpl), G. Botol (1.850 mdpl) dan G. Pangkulahan (1.150 mdpl) (Oktaviani 2009).

4.2.3 Geologi dan tanah

Secara geologis, kawasan Gunung Halimun terbentuk oleh pegunungan tua yang terbentuk akibat adanya gerakan tektonik yang mendorong ke atas. Pada kawasan Gunung Salak merupakan gunung berapi strato tipe A, terakhir meletus tahun 1938, memiliki kawah yang masih aktif dan lebih dikenal dengan nama Kawah Ratu. Jenis tanah di kawasan TNGHS terdiri atas asosiasi adosol coklat dan regosol coklat, asosiasi latosol coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dengan latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan dan literit air tanah, komplek latosol kemerahan dan litosol, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu (Oktaviani 2009).

4.2.4 Iklim

Iklim daerah TNGHS dan sekitarnya tergolong tipe iklim B dengan nilai Q sebesar 24,7%, yaitu tipe iklim tanpa musim kering dan tergolong ke dalam hutan hujan tropika yang selalu hijau. Adapun curah hujan rata-rata 4.000 - 6.000 mm/tahun, musim hujan terjadi pada bulan Oktober - April dan musim kemarau berlangsung pada bulan Mei - September. Jumlah hari hujan setiap tahun rata-rata 203 hari. Suhu rata-rata harian 20 °C - 30 °C dan kondisi angin dipengaruhi oleh angin muson yang berubah arah menurut musim. Kelembaban udara rata-rata sebesar 80% (Putri 2009).

4.2.5 Hidrologi

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di sebelah utara mengalir tiga sungai besar, yaitu sungai Ciberang, Ciujung, dan Cidurian yang mengalir ke arah Jakarta, Serang, dan berakhir di Laut Jawa. Sebelah selatan


(36)

mengalir sungai Cisukawayana, Cimaja, dan Cibareno yang bermuara di pantai Pelabuhan Ratu serta sungai Citarik di sebelah timur (Putri 2009).

4.3 Kondisi Biotik 4.3.1 Flora

Terdapat lebih dari 1.000 jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan TNGHS. Berdasarkan ketinggiannya di atas permukaan laut, ekosistem TNGHS diklasifikasikan dalam tiga zona, yaitu zona Colline, pada ketinggian 500 - 1.000 mdpl yang didominasi oleh jenis-jenis rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima

wallichii), saninten (Castanopsis acuminatissima) dan pasang (Quercus

sundaicus); zona Sub Montana berada pada ketinggian 1.000 - 1.500 mdpl,

didominasi oleh ganitri (Elaeocarpus ganitrus), kileho (Saurauia pendula) dan kimerak (Weinmania blumei). Pada zona Montana pada ketinggian 1.500 - 2.211 mdpl, didominasi oleh jamuju (Dacriocarpus imbricatus), kiputri (Podocarpus

nerifolia) dan kibima (Podocarpus imbricatus). Tercatat 258 jenis anggrek, 12

jenis bambu, 13 jenis rotan, jenis-jenis tanaman pangan, hias dan tanaman obat seperti kantung semar (Nepenthes sp.) dan palahlar (Dipterocarpus hasseltii) yang merupakan jenis tumbuhan unik dan langka. Khusus di sekitar puncak Gunung Salak juga terdapat jenis-jenis tumbuhan kawah dan hutan lumut (Putri 2009). 4.3.2 Fauna

Mamalia primata yang terdapat di dalamnya antara lain adalah owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Satwa ungulata yang ada antara lain kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus) dan babi hutan (Sus

scrofa). Sedangkan untuk satwa karnivora yang ada antara lain macan tutul

(Panthera pardus) dan kucing hutan (Felis bengalensis). Saat ini di TNGHS juga

tercatat 244 jenis burung di kawasan ini dan 32 diantaranya adalah endemik pulau Jawa, seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), ciung-mungkal jawa (Cochoa

azurea), celepuk jawa (Otus angelinae), luntur gunung (Harpactes reinwardtii)

dan rangkong badak (Bucheros rhinoceros) yang merupakan jenis langka dan terancam punah (Oktaviani 2009).


(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Kelompok owa jawa di TNGHS

Kelompok owa jawa yang berada di Resort Cikaniki sampai Citalahab sebanyak ± 7 kelompok yaitu kelompok A, B, C, D, E, O dan S. Kelompok owa jawa yang diteliti adalah kelompok A dan B karena kelompok ini mudah dijumpai dan wilayah jelajahnya dilewati oleh jalur yang biasa digunakan untuk jalur wisata (Gambar 4 dan Lampiran 1).

sumber : Ham (2011) keterangan :

: Jalur wisata

: Wilayah jelajah owa jawa kelompok owa jawa yang diamati

Gambar 4 Peta wilayah penelitian perilaku owa jawa.

Kelompok A berada pada wilayah jalur wisata. Wilayah jelajahnya mulai dari Hm 5 - 17. Sebagian wilayah jelajah kelompok A berbatasan dengan camping

ground dan kebun teh (Gambar 5). Wilayah kelompok B berada pada jalur wisata

mulai dari Hm 17 - 33. Sebagian wilayah jelajah kelompok A berbatasan dengan sawah warga (Gambar 6).


(38)

Gambar 5 Kondisi habitat di wilayah kelompok A, (a) berbatasan dengan kebun teh dan (b) jalur wisata.

Gambar 6 Kondisi habitat wilayah kelompok B, (a) sungai kecil dan (b) berbatasan dengan sawah warga.

5.1.2 Karakteristik individu owa jawa 5.1.2.1 Kelompok A

Kelompok A terdiri dari 5 individu yaitu induk jantan dewasa (Aris), induk betina dewasa (Ayu), betina dewasa (Asri), anak (Amran) dan bayi (Amore). Masing-masing individu memiliki karakteristik tubuh yang berbeda sehingga mudah untuk dikenali (Tabel 3). Karakteristik utama dari jantan dan betina adalah terdapatnya buah zakar (jantan) dan puting susu (betina). Sedangkan untuk bayi (0 - 10 bulan) jenis kelaminya belum dapat dibedakan (Gambar 7).

a b


(39)

Tabel 3 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A

No. Nama Jenis

Kelamin Kelas Umur Karakteristik

1 Aris Jantan Dewasa

(> 6 tahun)

Warna rambut abu-abu gelap, ukuran tubuh lebih besar, rambut tebal dan rapih, ada buah zakar, dan otot lengan besar.

2 Ayu Betina Dewasa

(> 6 tahun)

Ukuran tubuh sama dengan Aris, rambut tebal dan berantakan, puting susu besar, otot besar, perut menggelambir, dan menggendong bayi.

3 Asri Betina Dewasa

(> 6 tahun)

Ukuran tubuh ≤ Aris dan Ayu, warna rambut lebih terang, bulu tebal dan rapi, ada puting susu, otot lengan agak besar, dan perut besar.

4 Amran Betina Anak-anak

(2 - 4 tahun)

Ukuran tubuh lebih kecil dari Asri, rambut tidak terlalu tebal, halus dan rapi, puting susu kecil, dan muka kecil berwarna hitam pekat.

5 Amore Jantan Bayi

(0 - 2 tahun)

Bayi dengan ukuran paling kecil dari individu lain, rambut pendek, tipis, halus, belum terlihat otot, dan berumur ≥ 7 bulan (tidak diamati).

Gambar 7 Individu owa jawa kelompok A, (a) Aris, (b) Ayu dan Amore, (c) Asri, dan (d) Amran.

c d

a b


(40)

5.1.2.2 Kelompok B

Kelompok B terdiri dari 4 individu yaitu induk jantan dewasa (Kumis), induk betina dewasa (Keti), anak jantan (Kum-kum), dan bayi (Kim-kim). Ukuran kelompok B lebih kecil dari kelompok A tetapi pergerakannya sangat luas, selalu bergerak dari satu pohon ke pohon lain dan jarang berdiam lama pada satu pohon (Gambar 8). Perbedaan karakteristik tubuh dapat jelas terlihat karena tidak banyak terdapat kesamaan dalam hal tingkat umur dan jenis kelamin, hanya ukuran tubuh jantan dan betina dewasa cenderung sama (Tabel 4).

Tabel 4 Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B

No. Nama Jenis

Kelamin Kelas Umur Karakteristik

1 Kumis Jantan Dewasa

(> 6 tahun)

Ukuran tubuh sangat besar (melebihi Aris), rambut tebal dan rapi, otot lengan besar, warna rambut gelap, muka besar, rambut muka tebal, dan ada buah zakar.

2 Keti Betina Dewasa

(> 6 tahun)

Ukuran tubuh lebih kecil dari Kumis, rambut tebal dan berantakan, puting susu besar, otot besar, perut menggelambir, dan menggendong bayi.

3

Kum-kum

Jantan Anak-anak

(2 - 4 tahun)

Ukuran tubuh lebih kecil dari Keti, rambut kurang tebal, halus dan rapi, warna rambut terlihat jelas (tidak pudar), otot belum besar, dan buah zakar kecil.

4

Kim-kim

Belum terlihat

Bayi (0 - 2 tahun)

Bayi dengan ukuran paling kecil, tangan dan kaki kecil, rambut pendek, tipis, halus, digendong Keti, umur ≥ 7 bulan, dan jenis kelamin belum terlihat

(tidak diamati).

Gambar 8 Individu owa jawa kelompok B, (a) Kumis, (b) Keti dan Kim-kim, dan (c) Kum-kum.


(41)

5.1.3 Aktivitas harian owa jawa

Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 11 jam. Owa jawa memulai aktivitas harian mulai pukul 06.20 - 17.25 WIB yang ditandai dengan aktivitas bergerak dari pohon tidurnya menuju pohon pakan dan mengakhirinya dengan bergerak menuju pohon tidurnya (Tabel 5).

Tabel 5 Waktu aktif aktivitas harian owa jawa

No Kelompok Waktu Aktif Keterangan

1 A 06.20 - 16.35 WIB Pengamatan dilakukan pukul

06.00 sampai owa jawa

memasuki pohon tidur.

2 B 06.50 - 17.25 WIB

Berdasarkan pengamatan, kelompok owa jawa A dan B memiliki presentase makan sebesar 40,2% dan 30,6%, serta presentase duduk sebesar 28,7% dan 24,4%. Kedua aktivitas tersebut adalah aktivitas dominan yang dilakukan owa jawa pada waktu aktifnya (Gambar 6).

Tabel 6 Aktivitas harian kelompok A dan B

No. Perilaku

Kelompok A (%)

Rata-rata

Kelompok B (%)

Rata-rata Total Rata-rata

Ar Ay As Am Ku Kt Kum

1 Makan/

Minum 41,0 44,3 37,7 37,7 40,2 28,3 30,0 33,3 30,6 36,1

2 Duduk 26,2 32,8 29,5 26,2 28,7 28,3 35,0 10,0 24,4 26,9

3 Berjalan 3,3 3,3 11,5 11,5 7,3 20,0 15,0 16,7 17,2 11,6

4 Main 9,8 0,0 0,0 11,5 5,3 10,0 11,7 21,7 14,5 9,2

5 Tidak

Terlihat 3,3 1,6 11,5 0,0 4,1 0,0 0,0 0,0 0,0 2,3

6 Bergantung 1,6 4,9 1,6 6,6 3,7 0,0 1,7 3,3 1,7 2,8

7 Meloncat 4,9 1,6 4,9 1,6 3,3 3,3 1,7 5,0 3,3 3,3

8 Allogrooming 3,3 4,9 0,0 1,6 2,5 6,7 1,7 5,0 4,4 3,3

9 Memanjat 3,3 4,9 0,0 0,0 2,1 0,0 1,7 1,7 1,1 1,7

10 Garuk 1,6 0,0 1,6 3,3 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7

11 Tiduran 1,6 1,6 0,0 0,0 0,8 1,7 0,0 0,0 0,6 0,7

12 Berjemur 0,0 0,0 1,6 0,0 0,4 0,0 0,0 1,7 0,6 0,5

ket : (Ar) Aris, (Ay) Ayu, (As) Asri, (Am) Amran, Ku (Kumis), Ke (Keti), dan Kum (kum-kum) Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam 4 aktivitas utama, yaitu makan (makan atau minum), istirahat (duduk, bergantung, tiduran, dan berjemur), bergerak (meloncat, memanjat, dan berjalan) dan sosial (bermain, garuk, dan allogrooming) (Lampiran 3). Aktivitas makan merupakan aktivitas dominan yang dilakukan individu jantan dan betina sepanjang hari dengan presentase aktivitas sebesar 34,0% dan 38,0%. Sedangkan aktivitas tidak terlihat merupakan aktivitas dengan presentase terkecil baik pada individu jantan maupun


(42)

Makan 38,0% Istirahat 35,0% Bergerak 14,0% Sosial 10% Tidak Terlihat 3,0% Betina Makan 36,0% Istirahat 34,0% Bergerak 16,0% Sosial 11,0% Tidak Terlihat 3,0% Dewasa Makan 36,0% Istirahat 24,0% Bergerak 18,0% Sosial 22,0% Anak Makan 34,0% Istirahat 25,0% Sosial 21,0% Bergerak 19,0% Tidak Terlihat 1,0% Jantan

betina (Gambar 9). Aktivitas tidak terlihat terjadi saat aktivitas individu owa jawa tidak dapat teramati (owa jawa terpisah dari kelompoknya).

Gambar 9 Aktivitas harian owa jawa jantan dan betina.

Pada individu dewasa dan anak, aktivitas makan juga merupakan aktivitas dominan yang dilakukan sepanjang hari dengan presentase aktivitas yang sama sebesar 36,0%. Presentase aktivitas harian individu dewasa dengan nilai terkecil adalah aktivitas tidak terlihat sebesar 3,0%. Pada individu anak tidak dijumpai aktivitas tidak terlihat. Hal ini berarti bahwa aktivitas harian individu anak selalu teramati oleh pengamat (Gambar 10).

Gambar 10 Aktivitas harian individu dewasa dan anak.

Setiap individu memiliki pola aktivitas harian yang berbeda. Kelompok A memulai aktivitas hariannya dengan aktivitas makan, sedangkan kelompok B dengan aktivitas istirahat pada pukul 06.00 WIB. Aktivitas dominan individu jantan pada pagi hari dan siang hari adalah makan sebesar 41,7% dan 31,3%, pada sore hari didominasi aktivitas sosial sebesar 28,5%. Aktivitas dominan individu


(43)

0 20 40 60 80 100

06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

(% p er j a m ) Waktu (WIB) Anak

Makan Bergerak Istirahat

Sosial Tidak Terlihat

0 20 40 60 80

06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

(% p er j a m ) Waktu (WIB) Dewasa 0 20 40 60 80 100

06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

(% p er ja m ) Waktu (WIB) Betina

Makan Berpindah Istirahat

Sosial Tidak Terlihat

0 20 40 60 80

06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

(% p er j a m ) Waktu (WIB) Jantan

betina pada pagi dan siang dan sore hari adalah makan sebesar 37,9%, 41,6%, pada sore hari didominasi aktivitas istirahat sebesar 61,1% (Gambar 11).

Gambar 11 Grafik pola aktivitas harian owa jawa jantan dan betina. Aktivitas dominan individu dewasa pada pagi hari dan siang hari adalah makan sebesar 39,8% dan 37,9%, pada sore hari didominasi aktivitas istirahat sebesar 47,9%. Aktivitas dominan individu anak pada pagi dan siang hari adalah makan sebesar 41,0% dan 41,8%, pada sore hari didominasi aktivitas istirahat sebesar 30,4% (Gambar 12).


(44)

5.1.4 Perilaku menelisik owa jawa 5.1.4.1 Deskripsi perilaku menelisik

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa owa jawa mulai melakukan aktivitas menelisik saat dimulainya waktu aktif perilaku harian dengan jumlah dan waktu perjumpaan perilaku relatif lebih singkat (Tabel 7).

Tabel 7 Waktu aktif dan rata-rata waktu pengamatan perilaku menelisik owa jawa

No Kelompok Waktu Aktif

Perilaku Menelisik Terpanjang

Rata-Rata Waktu Pengamatan Per Hari

1 A 6.45 WIB - 16.38 WIB 5 jam 30 menit

2 B 6.19 WIB - 17.12 WIB 5 jam 56 menit

Perilaku menelisik diawali dengan mencari lokasi pohon yang digunakan untuk menelisik, menentukan bagian yang ingin ditelisik, dan melakukan aktivitas selisik anggota tubuh tersebut hingga kotoran atau parasit yang menempel ditubuh hilang. Pada perilaku menelisik pasangan, individu owa jawa akan memilih pasangannya sebelum memulai perilaku menelisik, berbagi peran (pelaku dan penerima selisik) dan melakukan perilaku menelisik. Selama pengamatan terlihat perilaku meminta selisik oleh individu yang berperan sebagai pelaku selisik.

Pada kelompok A perilaku menelisik pasangan tidak terjadi antara Ayu dengan Asri ataupun sebaliknya. Perilaku agresif juga ditunjukkan Ayu ketika berada di dekat Asri, sehingga Asri sering diusir oleh Ayu. Saat Asri melakukan perilaku menelisik dengan individu lain, Ayu yang melihat akan mendatangi kemudian mengusirnya. Perilaku menelisik biasanya dilakukan pada saat istirahat, namun saat pengamatan terlihat bahwa kelompok B dapat melakukan perilaku menelisik pasangan saat terjadinya bentrok (ribut) dengan kelompok A.

5.1.4.2 Tipe selisik owa jawa

Perilaku menelisik owa jawa dibagi menjadi dua tipe, yaitu menelisik sendiri (autogrooming) dan menelisik pasangan (allogrooming). Pada penelitian ini, perilaku menelisik sendiri (autogrooming) dibagi menjadi dua yaitu garuk dan selisik sendiri. Autogrooming biasanya dilakukan secara spontan saat adanya kotoran yang menempel di rambut atau bagian tubuh tertentu, sehingga relatif berdurasi singkat (Gambar 13).


(45)

Gambar 13 Perilaku autogrooming Kumis, (a) selisik jari dan (b) garuk muka. Perilaku allogrooming biasanya dilakukan dalam durasi yang cukup panjang, terkadang diselingi dengan aktivitas bermain. Saat pengamatan terlihat pula ketika induk jantan dan betina sedang melakukan perilaku allogrooming

individu anak bermain dengan bayi ataupun meminta selisik, sehingga dapat dijumpai selisik tiga individu. Selisik tiga individu terjadi dimana penerima selisik berada di tengah pelaku selisik. Biasanya komposisi selisik tiga individu terdiri dari induk jantan dan betina (pelaku) dan anak (penerima), dijumpai pula induk jantan atau induk betina yang berperan sebagai penerima selisik (Gambar 14).

Gambar 14 Perilaku allogrooming Keti (pelaku) dan Kumis (penerima selisik). Perilaku autogrooming memiliki nilai presentase dan frekuensi perilaku yang lebih besar dari allogrooming, tetapi durasi perilakunya lebih pendek. Perilaku autogrooming padakelompok A memiliki nilai presentase sebesar 69,7% dengan frekuensi perilaku sebanyak 290 kali, sedangkan kelompok B sebesar 59,9% dan frekuensi perilaku sebanyak 310 kali. Perilaku allogrooming memiliki

foto : Soojumg Ham

a b

q foto : Soojumg Ham


(1)

Lampiran 5 Profil pohon selisik

Profil pohon selisik pada kelompok A

Profil pohon selisik pada kelompok A

Keterangan :

2

1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

16 17 18 19 20 21 22 23 24 26 28 29 32 33 34 35 37 31 36 38

25 27 30

39 40

19. Ki hiur 20.Ki laban 21. Rasamala 22.Ki terong 23. Pasang 24. Hamirung 25.Saninten 26. Jaha 1. Huru

2. Ki dage 3. Hamirung 4. Ki dage 5. Ki hiur 6. Tokbray 7. Kapi dengkung 8. Maja

11. Rasamala 12. Kawoyang 13. Kopo 14.Amis kulit 15. Dihdir 16. Ki hiur 17.Kapi dengkung 18. Kondang

27. Saninten 28. Jaha 29. Ki sereh 30. Pasang 31. Kimokla 32. Ki haji

33. Kokosan monyet 34. Rasamala

33. Puspa 34.Mara 35. Kali morot 36. Rasamala 37. Ganitri 38. Jengkot 39.Ki sireum 40. Rasamala

x1000 x300

x300 x1000

y300 y0 y-100 50 40 30 20 10

A

B

C


(2)

Lampiran 5 Lanjutan

Profil pohon selisik pada kelompok B

Profil pohon selisik pada kelompok B

1 4 5 8 9 11 14 16 17 19 24 27

29

30 34

39

38 22

25 32 33 35 37

2 3 6 7 10 12 13 15 18 20 21 23 26 28 31 36 40

1. Rasamala 2. Ki hiur 3. Ki haji 4. Ki sampan 5. Ki dage 6. Burunungul 7. Rasamala 8. Maja

17. Rasamala 18. Rasamala 19.Ki terong 20. Kimokla 21. Ki sampang 22. Pasang 23. Kuray 24. Pasang 9. Rasamala

10. Suren 11. Rasamala 12. Saninten 13.Puspa 14. Ki haji 15. Tenjo 16.Kondang

25. Pasang 26. Ki laban 27. Rasamala 28. Rasamala 29. Ki uncal 30. Puspa 31. Rasamala 32. Ki bonteng

33. Kawoyang 34. Puspa 35. Rasamala 36. Ki ronyok 37. Pasang 38. Ki ronyok 39. Pasang 40. Ki merak Keterangan : (b)

x1000 x1800

40 30 20 10

x1000 x1800

y-100 y500

y0

A

B

C


(3)

Lampiran 6 Arsitektur pohon telisik

No Nama Jenis Nama Ilmiah Famili Arsitektur

1 Kapi dengkung Nyssa javanica Cornaceae Attims 2 Kali morot Castanopsis tunggurut Fagaceae Rauh 3 Burunungul Bridelia glauca Euphorbiaceae Rauh

4 Amis kulit - - Attims

5 Ki laban Mussaenda frodonsa Rubiaceae Attims 6 Pasang kelapa Lithocarpus sp, Fagaceae Rauh

7 Kopo Eugenia opaca Myrtaceae Attims

8 Bihbir Glochidion arborescens Bombacaceae Attims

9 Kondang Ficus varegata Moracaceae Attims

10 Jengkot Prunus javanica Rosaceae Attims

11 Kimokla Knema cinerea Myristicaceae Massart 12 Ki sireum Syzygium rostratum Myrtaceae Attims 13 Saninten Castanopsis argentea Fagaceae Rauh 14 Fikus oren Ficus sinuate Moracaceae Attims 15 Ki terong Schoutenia kunstleri Tiliaceae Attims 16 Tenjo Mastixia trichotoma Cornaceae Attims 17 Ki haji Dysoxylum parasiticum Meliaceae Attims 18 Ki merak Podocarpus polystachyus Podocarpaceae Scarrone 19 Kecapi Sandorium koetjapi Meliaceae Attims

20 Suren Toona sureni Meliaceae Attims

21 Kawoyang Prunus arborea Rosaceae Attims

22 Kokosan monyet Antidesma tetradrum Euphorbiaceae Attims 23 Huru sintok Cinnamomum sintoc Lauraceae Attims 24 Mara beureum Macaranga triloba Euphorbiaceae Rauh 25 Hamirung Callicarpa pentandra Verbenaceae Rauh 26 Tokbray Blumeodendron tokbrai Caesalpiniaceae Attims

27 Maja Aegle marmelos Rutaceae Massart

28 Jirak Symplocos brandisii Symplocaceae Attims 29 Ki dage Bruinsmia styracoides Styracaceae Attims 30 Mara bangkong Macaranga tanarius Euphorbiaceae Rauh 31 Rasamala Altingia excels Hammamelidaceae Scarrone 32 Ganitri Elaecocarpus angustifolius Elaeocarpaceae Attims

33 Puspa Schima wallichi Theaceae Attims

34 Ipis Kulit Eugenia tenuicospis Myrtaceae Attims 35 Ki hiur Castanopsis javanica Fagaceae Rauh 36 Huru Actinodaphne procera Lauraceae Attims 37 Ki sampan Melicope latifolia Rutaceae Scarrone 38 Jaha Solenospermum ledermanni Celastraceae Attims

39 Pasang Quercus sundaica Fagaceae Rauh

40 Dawolang Excoecaria virgata Euphorbiaceae Massart 41 Kuray Trevesia orientalis Ulmaceae Attims 42 Ki uncal Claoxylon longifolium Euphorbiaceae Scarrone 43 Kareumbi Omalanthus populneus Euphorbiaceae Attims 44 Ki ronyok Castanopsis acuminatissima Fagaceae Attims 45 Ki bonteng Canarium birsutum Burceraceae Attims 46 Ki sereh Cinnamomum porrectum Lauraceae Attims


(4)

Lampiran 7 Gambar arsitektur pohon selisik

No Gambar Arsitektur Pohon Keterangan

1

Attims

Batang monopodial, percabangan tidak ritmik (disebut cabang menerus) pada batang, cabang

monopodial dan ortotropik

2

Rauh

Batang monopodial, percabangan ritmik, cabang monopodial dan ortotropik

3

Scarrone

Batang monopodial, percabangan ritmik, cabang simpodial dan ortotropik

4

Massart

Batang monopodial dan ortotropik, percabangan ritmik, cabang monopodial dan plagiotropik


(5)

Lampiran 8 Data suhu dan curah hujan bulan Juni sampai Agustus 2011

No Tanggal Bulan Tahun Suhu

Minimum (°C)

Suhu Maksimum (°C)

Curah Hujan (mm)

1 20 Juni 2011 17,0 29,0 0,0

2 21 2011 17,0 29,0 0,0

3 22 2011 15,0 30,0 0,0

4 23 2011 15,0 30,0 0,0

5 24 2011 16,0 30,0 0,0

6 25 2011 14,0 31,0 0,0

7 26 2011 15,0 30,0 0,0

8 27 2011 18,0 26,0 7,2

9 28 2011 18,0 31,0 37,6

10 29 2011 18,0 26,0 33,8

11 30 2011 17,0 26,0 35,0

12 1 Juli 2011 17,0 28,0 0,0

13 2 2011 17,0 30,0 14,6

14 3 2011 18,0 29,0 0,2

15 4 2011 16,0 29,0 4,6

16 5 2011 17,0 28,0 5,8

17 6 2011 16,0 30,0 0,8

18 7 2011 15,0 29,0 0,8

19 8 2011 17,0 29,0 0,0

20 9 2011 15,0 30,0 0,0

21 10 2011 14,0 29,0 0,0

22 11 2011 15,0 30,0 5,4

23 12 2011 17,0 29,0 0,0

24 13 2011 17,0 30,0 33,8

25 14 2011 18,0 28,0 4,8

26 15 2011 17,0 30,0 0,2

27 16 2011 16,0 29,0 0,0

28 17 2011 15,0 27,0 10,6

29 18 2011 17,0 29,0 23,4

30 19 2011 17,4 29,2 33,0

31 20 2011 17,4 29,9 0,4

32 21 2011 17,3 30,3 6,0

33 22 2011 15,3 30,4 0,2

34 23 2011 16,6 29,5 0,2

35 24 2011 13,8 30,2 0,0

36 25 2011 12,9 29,8 0,0

37 26 2011 14,3 28,9 0,0

38 27 2011 14,8 28,3 0,0

39 28 2011 15,6 29,8 0,0

40 29 2011 17,1 28,3 0,0

41 30 2011 16,0 29,4 0,0

42 31 2011 14,9 29,4 0,2

43 1 Agustus 2011 16,2 30,1 0,0

44 2 2011 16,5 30,6 5,2

45 3 2011 13,2 28,1 0,2

46 4 2011 15,8 29,0 0,0


(6)

Lampiran 8 Lanjutan

No Tanggal Bulan Tahun Suhu Minimum (°C)

Suhu Maksimum (°C)

Curah Hujan (mm)

48 6 Agustus 2011 12,1 29,1 0,0

49 7 2011 12,6 29,3 0,0

50 8 2011 13,0 29,3 0,0

51 9 2011 13,5 30,8 0,0

52 10 2011 15,1 30,9 0,0

53 11 2011 14,6 29,9 0,0

54 12 2011 14,9 29,3 0,0

55 13 2011 15,7 30,8 0,0

56 14 2011 12,9 30,2 1,0

57 15 2011 13,9 30,4 0,8

58 16 2011 15,7 27,8 5,0

59 17 2011 16,5 30,8 0,4

60 18 2011 17,2 30,0 4,0