Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015

(1)

GAMBARAN KEPATUHAN POLA MAKAN PENDERITAHIPERTENSI YANG BEROBAT DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN

HIPERTENSI RASYIDA MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh: HESTI LESTARI

101000275

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

GAMBARAN KEPATUHAN POLA MAKAN PENDERITA HIPERTENSI YANG BEROBAT DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN

HIPERTENSI RASYIDA MEDAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH: HESTI LESTARI

NIM: 101000275

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

(2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan pola makan penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi

Rasyida Medan, yang ditinjau dari teori Health Belief Model. Jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi dalam satu tahun terakhir yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan berjumlah 136 pasien dalam satu tahun terakhir (2014). Jumlah sampel 25 responden melalui teknik pengambilan sampel secara Accidental Sampling yaitu tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dianalisis dengan analisis univariat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, persepsi kerentanan (52,0%), persepsi keseriusan (88,0%), persepsi manfaat (92,0%), persepsi hambatan (64,0%), dan isyarat untuk bertindak (100%). Semua persepsi seperti persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan, isyarat untuk bertindak, termasuk kategori kuat sehingga semua persepsi mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan pola makan penderita hipertensi.

Diharapkan kepada pihak klinik agar dapat memantau kepatuhan pola makan pasien hipertensi dengan cara membuat brosur atau leftlet tentang makanan yang sehat dikonsumsi oleh penderita hipertensi. Dan diharapkan pihak klinik meningkatkan informasi kepada pasien tentang penyebab terjadinya penyakit hipertensi karena masih ada pasien tidak mengetahui apa yang menyebabkan mereka terkena penyakit hipertensi hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang didapatkan pasien baik dari keluarga, media massa, dan media cetak.


(5)

normal blood pressure is less than 120 mm Hg or systolic pressure and less than 80 mmHg or diastolic pressure.

This study aims to describe dietary adherence of hypertensive patients who seek treatment at the Clinic Specialist Kidney and Hypertension Rasyida field, which in terms of theoretical Health Belief Model. This research is a descriptive quantitative research. The population in this study were all patients with hypertension in the past year are treated at the Clinic Specialist Kidney and Hypertension Rasyida Medan totaling 136 patients in the past year (2014). The total sample of 25 respondents through sampling technique accidental sampling technique sampling is based on chance. Data obtained using a questionnaire that was analyzed by univariate analysis.

Based on the results of research conducted, the perception of vulnerability (52.0%), the perception of the seriousness of (88.0%), perceived benefits (92.0%), perceived barriers (64.0%), and cues to action (100%) , All perceptions such as perceived susceptibility, seriousness, benefits and barriers, cues to action, including strong category so that all influence the perception of high and low compliance of patients with hypertension diet.

suggested to the clinic in order to monitor compliance with the diet of hypertensive patients by creating a brochure or leftlet about healthy foods consumed by people with hypertension. And the clinic is expected to improve information to patients about the causes of hypertension because there are still patients did not know what caused their disease hypertension this is due to lack of information obtained from both the patient's family, the media, and print media.


(6)

Tempat Lahir : Kuta Panjang

Tanggal Lahir : 09 Agustus 1992

Agama : Islam

Suku : Gayo

Jumlah Saudara : 2 orang

Nama Ayah : Alm. Hasby SE, MAP

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Jumiati S.Pd

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal :

1. Tahun 1995-1998 : TK IPC

2. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 01 Kuta Panjang

3. Tahun 2005-2007 : SMP Swasta Darul Iman

4. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri Perisai Aceh tenggara

5. Tahun 2010-2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


(7)

Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penulis banyak memperoleh bimbingan dukungan bantuan, saran dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs.Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, pengarahan, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan, pengarahan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik, saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 6. Bapak Drs. Alam Bakti selaku Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan kritik, saran dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku dosen Penasehat Akademik yang

telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral selama perkuliahan. 8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU, terutama Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku yang telah memberikan ilmu, bimbingan serta dukungan moral selama perkuliahan.

9. Abangda Syahri selaku bagian Rekam Medik Klinik dan kepada staf Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.


(8)

11. Teruntuk abangda tercinta Firmansyah Novandi ST dan adik tersayang Yogi Mei Sandi yang selalu memberi doa dan semangat, serta dukungan kepada penulis selama mengikuti bangku perkuliahan.

12. Yang terkasih Andika Yudha yang selalu memberikan semangat, do’a dan

dukungan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat tersayang Try Desfi Rahayu, Rini Ria Kardina, Vinny Ardwifa, Putri, Melda Hayani, Eva Novia Andani terima kasih yang tulus untuk selalu ada dan semua hal yang telah kalian berikan.

14. Kepada teman, kakak-kakak dan adik-adik tersayang Gaby, Kamal, Riza, Bella, Ina, Vinetha, kak Patima, kak Dominika, kak Yanti, kak Nia, kak Melin, Kak Nadila, kak Ade, Putri Estha, Ika, Ayu, Oya, Widya, Rici, Yolanda dan Nadya yang sudah banyak membantu dan telah memberikan dukungan kepada penulis.

15. Terima kasih juga kepada sepupu-sepupuku tersayang kak Mayang, kak Irma, kak Mayra, kak Yossi, kak yuka, kak upit, Qory dan Lia yang selalu memberi

semangat dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Teman-teman FKM USU angkatan 2010 terkhususnya teman Departemen PKIP FKM USU telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. 17. semua pihak yang telah benyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas dukungan, kerja sama dan do’anya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan,Agustus 2015


(9)

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kepatuhan ... 7

2.1.1 Pengertian Kepatuhan ... 7

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mendukung Kepatuhan ... 7

2.2 Pola Makan... 8

2.2.1 Pengertian Pola Makan ... 8

2.2.2 Makanan Yang Baik dan Sehat ... 9

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan ... 11

2.3 Hipertensi ... 13

2.3.1 Pengertian Hipertensi ... 13

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi ... 16

2.3.3 Gejala dan Tanda Hipertensi ... 17

2.3.4 Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah ... 18

2.3.5 Faktor Risiko Yang Dapat Diubah ... 20

2.4 Hemodialisis ... 25

2.4.1 Pengertian Hemodialis ... 25

2.5 Landasan Teori ... 25

2.5.1 Kerangka Konsep ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 31

3.2.2 Waktu Penelitian ... 31


(10)

3.5 Definisi Operasional... 33

3.6 Aspek Pengukuran ... 34

3.7 Instrumen... 38

3.8 Pengolahan dan Analisa Data... 38

3.8.1 Pengolahan Data... 38

3.8.2 Analisa Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.2 Karakteristik Responden ... 41

4.3 Analisis Univariat... 43

4.3.1 Persepsi Kerentanan ... 43

4.3.2 Kategori Persepsi Kerentanan ... 45

4.3.3 Persepsi Keseriusan ... 46

4.3.4 Kategori Persepsi Keseriusan ... 48

4.3.5 Persepsi Manfaat ... 48

4.3.6 Kategori Persepsi Manfaat ... 51

4.3.7 Persepsi Hambatan ... 52

4.3.8 Kategori Persepsi Hambatan ... 53

4.3.9 Isyarat Untuk Bertindak ... 54

4.3.10 Kategori Isyarat Untuk Bertindak ... 58

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1 Persepsi Kerentanan ... 59

5.2 Persepsi Keseriusan ... 61

5.3 Persepsi Manfaat ... 62

5.4 Persepsi Hambatan ... 62

5.5 IsyaratUntuk Bertindak ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 66

6.1 Kesimpulan ... 66

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 DAFTAR LAMPIRAN


(11)

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 41 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Kerentanan Terhadap Kepatuhan

Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 43 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Kerentanan Terhadap

Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat

di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 45 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Persepsi Keseriusan Terhadap Kepatuhan

Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 46 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Keseriusan Terhadap

Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat

di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 48 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Persepsi Manfaat Terhadap Kepatuhan

Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 49 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Manfaat Terhadap

Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat

di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 51 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Persepsi Hambatan Terhadap Kepatuhan

Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik


(12)

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Isyarat Untuk Bertindak Terhadap Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik

Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan ... 54 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Isyarat Untuk Bertindak Terhadap

Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat


(13)

(14)

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian ... 72

Lampiran 3. Kuesioner ... 73

Lampiran 4. Master Data ... 77


(15)

(2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan pola makan penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi

Rasyida Medan, yang ditinjau dari teori Health Belief Model. Jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi dalam satu tahun terakhir yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan berjumlah 136 pasien dalam satu tahun terakhir (2014). Jumlah sampel 25 responden melalui teknik pengambilan sampel secara Accidental Sampling yaitu tehnik penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dianalisis dengan analisis univariat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, persepsi kerentanan (52,0%), persepsi keseriusan (88,0%), persepsi manfaat (92,0%), persepsi hambatan (64,0%), dan isyarat untuk bertindak (100%). Semua persepsi seperti persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan, isyarat untuk bertindak, termasuk kategori kuat sehingga semua persepsi mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan pola makan penderita hipertensi.

Diharapkan kepada pihak klinik agar dapat memantau kepatuhan pola makan pasien hipertensi dengan cara membuat brosur atau leftlet tentang makanan yang sehat dikonsumsi oleh penderita hipertensi. Dan diharapkan pihak klinik meningkatkan informasi kepada pasien tentang penyebab terjadinya penyakit hipertensi karena masih ada pasien tidak mengetahui apa yang menyebabkan mereka terkena penyakit hipertensi hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang didapatkan pasien baik dari keluarga, media massa, dan media cetak.


(16)

normal blood pressure is less than 120 mm Hg or systolic pressure and less than 80 mmHg or diastolic pressure.

This study aims to describe dietary adherence of hypertensive patients who seek treatment at the Clinic Specialist Kidney and Hypertension Rasyida field, which in terms of theoretical Health Belief Model. This research is a descriptive quantitative research. The population in this study were all patients with hypertension in the past year are treated at the Clinic Specialist Kidney and Hypertension Rasyida Medan totaling 136 patients in the past year (2014). The total sample of 25 respondents through sampling technique accidental sampling technique sampling is based on chance. Data obtained using a questionnaire that was analyzed by univariate analysis.

Based on the results of research conducted, the perception of vulnerability (52.0%), the perception of the seriousness of (88.0%), perceived benefits (92.0%), perceived barriers (64.0%), and cues to action (100%) , All perceptions such as perceived susceptibility, seriousness, benefits and barriers, cues to action, including strong category so that all influence the perception of high and low compliance of patients with hypertension diet.

suggested to the clinic in order to monitor compliance with the diet of hypertensive patients by creating a brochure or leftlet about healthy foods consumed by people with hypertension. And the clinic is expected to improve information to patients about the causes of hypertension because there are still patients did not know what caused their disease hypertension this is due to lack of information obtained from both the patient's family, the media, and print media.


(17)

Hipertensi adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.

Berdasarkan data WHO dalam Non-Communicable Dissease Country Profiles (2011), prevalensi hipertensi di dunia secara keseluruhan mencapai 40% pada usia 25 tahun ke atas. Sementara itu, di Asia diperkirakan 30% orang menderita hipertensi. Indonesia merupakan negara yang prevalensi hipertensinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara Asia yang lain Bangladesh, Korea, Nepal dan Thailand (WHO Sount East Asia Region, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2006), hipertensi merupakan penyakit tidak menular sebagai penyebab kematian terbanyak yang menempati urutan ke-5 dirumah sakit di Indonesia dengan jumlah kematian 1629 (2,1%).

Di dunia, sedikitnya sekitar 7,6 juta orang pada tahun 2011 meninggal lebih dini karena hipertensi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi,


(18)

333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

Hasil Riskesdas tahun 2013 di Indonesia Prevalensi hipertensi di Indonesia

yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar tertinggi di Sulawesi Utara (15,0%), diikuti Kalimantan Selatan (13,1%), DI Yogyakarta (12,8%),Sulawesi Tengah (10,6%),Gorontalo (11,1%), terendah di Papua sebesar (3,2%) dan di Sumatera Utara sebesar (6,6%).

Profil Kesehatan Sumatera Utara(2001) melaporkan bahwa

prevalensihipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per100.000 penduduk, sebesar 8,21% padakelompok umur di atas 60 tahun untukpenderita rawat jalan. Berdasarkan penyakitpenyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten/Kota ProvinsiSumatera Utara, hipertensi mendudukiperingkat

pertama dengan proporsi kematiansebesar 27,02% (1.162 orang),

padakelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 20,23%(1.349 orang).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hipertensi, antara lain karakteristik individu (usia, jenis kelamin, riwayat penyakit hipertensi), pola makan (kebiasaan konsumsi lemak), status gizi overweight atau obesitas, dan gaya hidup (kurang aktivitas fisik, stress dan kebiasaan merokok).

Sesungguhnya gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas fisik, stres, dan merokok (Puspitorini, 2009).


(19)

Jenis makanan yang menyebabkanhipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam yang terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan konsumsi lemak (Susilo, 2011).

Konsumsi makanan yang tinggi lemak berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Berdasarkan penelitian, risiko hipertensi berhubungan dengan intake diary products (makanan yang berasal dari mamalia, seperti susu dan

hasil olahannya). Intake low-fat diary products berkontruksi untuk mencegah

hipertensi pada masa tua (Engberink, 2009). Pada studi lain yang melakukan intervensi diet rendah lemak (dengan rasio lemak tidak jenuh: lemak jenuh sebesar 1,2) pada subjek penelitiannya, setelah 6 minggu ditemukan penurunan 7,7 pada tekanan darah sistolik dan 2,8 mmHg pada tekanan darah diastolik (Iacono, 2009).

Hasil penelitian Simamora (2012), menunjukkan bahwa kelompok kasus ada sebanyak 103 orang (78,6%) dengan pola makan tidakbaik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 57 orang (43,5%) dengan polamakan tidak baik. Kemudian kelompok kasus ada sebanyak 28 orang (21,4%) denganpola makan baik, sedangkan pada kelompok kontrol ada sebanyak 74 orang (56,5%)dengan pola makan baik. Pola makan yang menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena pengkonsumsian makanan yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak, makanan dan minuman yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan makanan diatas tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan mengandung banyak bahan pengawet, pola makan tersebut dapat memicu terjadinya hipertensi.


(20)

Hasil penelitian Stefhany (2012), menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi lemak dibagi menjadi 2 kelompok yaitu sering dan tidak sering.

Responden paling banyak memiliki kebiasaan konsumsi lemak “sering” yaitu

sebanyak 64 responden (52,0%), dibandingkan dengan responden yang

memiliki kebiasaan konsumsi lemak “tidak sering” yaitu sebanyak 59

responden (48,0%). Responden yang memiliki kebiasaan konsumsi natrium

“tidak sering” yaitu sebanyak 62 responden (50,4%), dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan konsumsi natrium “sering” yaitu sebanyak

61 responden (49,6%). Responden yang memiliki kebiasaan konsumsi kalium

“tidak sering” yaitu sebanyak 64 responden (52,0%), dibandingkan dengan

responden yang memiliki kebiasaan konsumsi kalium “sering” yaitu sebanyak

59 responden (48,0%).

Hasil penelitian Chairiah (2012), menunjukkan bahwa pengaruh pola

makan dan status gizi terhadap kejadian hipertensi pada ibu

hamilmengkonsumsi makanan berdasarkan jumlahasupan energi, protein, lemak dan natrium yang di lakukan selama 60 hari pemantauan pola makan menurut asupan energi yang terbanyak adalah kategori baik yaitusebanyak 32 responden (53,3%). Sementara asupan energi yang tidak baik (>2750kal) (38,3%) lebih tinggi dari asupan energi yang tidak baik (< 2250 kal) sebesar(8,4%). Jumlah responden berdasarkan asupan protein yang dikonsumsi yang terbanyak adalah pada kategori tidak baik yaitu sebanyak 29 responden (48,3%).Sementara asupan protein yang tidak baik (>66 gram) (40,0%) lebih tinggi dariasupan protein yang tidak baik (<54 gram) sebesar (11,7%). Jumlah


(21)

respondenberdasarkan asupan Lemak yang dikonsumsi yang terbanyak adalah pada kategoribaik yaitu sebanyak 37 responden (61,7%). Sementara asupan lemak yang tidak baik(>88 gram) (28,3%) lebih tinggi dari asupan lemak yang tidak baik (< 72 gram)sebesar (10,0%). Jumlah responden berdasarkan Asupan Natrium yang dikonsumsiyang terbanyak adalah pada kategori baik yaitu sebanyak 31 responden (51,7%).Sementara asupan Natrium yang tidak baik (>2,64 mgr) (53,3%) lebih tinggi dariasupan Natrium yang tidak baik (< 2,16 mgr) sebesar (13,0%).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada penderita hipertensi di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan didapatkan 136 pasien penderita hipertensi selama satu tahun (2014). Dari wawancara yang saya lakukan dengan 6 orang penderita hipertensi, kebiasaan yang masih mereka lakukan setelah menderita henyakit hipertensi sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak, sering mengkonsumsi makanan yang berkaleng (sarden dll), mengkonsumsi garam berlebih dan tidak pernah melakukan aktivitas fisik.

Hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah. Darah dialiri asupan-asupan lemak ke sel-sel pembuluh darah. Selanjutnyadinding pembuluh darah yang makin tebal karena lemak tersebut bisa mempersempitpembuluh darah. Jika ini terjadi pada ginjal,tentu akan terjadi kerusakan ginjal yangberakibat kepada penyakit gagal ginjal.Jika pembuluh darahnya ada pada ginjal,tentu ginjalnya yang mengalami kerusakan.

Hipertensi bisa berakibat gagalginjal.Sedangkan bila sudah menderita gagalginjal sudah pasti terkena hipertensi. Ginjal merupakan organ penting


(22)

dalammengendalikan tekanan darah.Oleh karena itu,berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisamenyebabkan terjadinya tekanan darahtinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola makan pada penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pola makan pada penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran variabel demografis individu (umur, jenis

kelamin, pendidikan dan penghasilan).

b. Untuk mengetahui kerentanan yang dirasakan terhadap kejadian hipertensi.

c. Untuk mengetahui keseriusan yang dirasakan terhadap kejadian hipertensi.

d. Untuk mengetahui persepsi manfaat dan hambatan yang dirasakan terhadap

kepatuhan pola makan.

e. Untuk mengetahui isyarat untuk bertindak terhadap kepatuhan pola makan.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan masukan dan informasi kepada Klinik Spesialis Ginjal dan

Hipertensi Rasyida Medan mengenaihipertensi.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau acuan untuk dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.


(23)

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan. Dengan menggambarkanpenggunaan obat sesuai petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya pada waktu yang benar (Siregar, 2006).

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang artinya taat. Kepatuhan adalahperilaku pasien dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau orang lain (Arisman, 2004).

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan. kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitukepatuhan penuh (total compliance) dan penderita yang tidak patuh (noncompliance).

2.1.2 Faktor-faktor yang Mendukung Kepatuhan

Menurut Feuer Stein dalam Niven (2002) ada beberapa faktor yang mendukung sifat patuh, diantaranya :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan klien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa


(24)

pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat

penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pola makan yang sehat.

c. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.

Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi pemilihan pola makan yang sehat.

2.2 Pola Makan

2.2.1 Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Lie Hong Gong, 1985). Sedangkan menurut Suhardjo (1989), pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) dalam memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan sosial.

Pola makan suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:

1. Faktor yang berhubungan dengan persediaan dan pengedaan bahan pangan.

Dalam kelompok ini termasuk geografi, iklim, kesuburan tanah, yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah.

2. Faktor adat istiadat yang berhubungan dengan konsumentaraf sosio ekonomi dan

adat istiadat setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi makan penduduk. Jumlah penduduk merupakan kunci yang mementukan tinggi


(25)

rendahnya jumlah konsumsi bahan pangan di suatu daerah. Demikian juga dalam keluarga, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola konsumsi makan anggota keluarga. Apalagi dengan pengetahuan, pendapatan yang rendah dan jumlah anak yang banyak cenderung pola konsumsi akan menjadi berkurang.

2.2.2 Makanan Yang Baik dan Sehat

Keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh makanan yang dimakannya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan adekuat adalah memenuhi persyaratan kesehatan dan gizi dalam jumlah dan mutu yang cukup, dipengaruhi terhadap produktifitas seseorang.

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia, tidak ada manusia yang hidup tanpa makan. Meskipun demikian orang makan dengan cukup kenyang belum tentu sehat, dapat menderita gejala penyakit. Hal ini disebabkan, meskipun orang tersebut cukup mendapat dari segi jumlah, tetapi tidak mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh sesuai dengan dibutuhkan.

Makanan yang beranekaragam dijamin dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan, sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam satu jenis bahan makanan akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari bahan makanan yang lain. Demikian juga sebaliknya, masing-masing bahan makanan dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi. Kesimpulannya makan dihidangkan yang beranekaragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga zat pembangunan dan zat pengatur kebutuhan gizi seseorang.


(26)

Makanan yang kita makan sehari-hari dinilai sehat untuk mencukupi kebutuhan tubuh, apabila makan tersebut tersusun atau terdiri dari bahan makanan yang mempunyai tiga kegunaan yang disebut Tri Guna Makanan, yaitu:

1. Mengandung zat tenaga adalah beras, jagung yang mengandung

karbohidrat, serta minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak.

2. Mengandung zat pembangun berguna untuk pertumbuhan dan mengganti

jaringan tubuh yang rusak. Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari hewan mengandung protein hewani dan protein nabati seperti telur dan kacang tanah.

3. Mengandung zat pengatur berguna untuk semua fungsi tubuh dan

melindungi tubuh dari penyakit. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, yang mengandung berbagai macam vitamin dan mineral.

Setiap orang yang dianjurkan cukup makanan ketiga unsur tersebut dalam satu hidangan lengkap pada setiap kali malam. Frekuensi makan dalam satu hari umumnya tiga kali yaitu pagi, siang dan malam. Diantaranya makan pagi dan makan malam. Apalagi hanya satu atau dua kali makan setiap hari, makan intake konsumsi mungkin berkurang baik kualitas maupun kuantitas (Soeharjo, 1989).

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan serta sayur-sayuran dan dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan


(27)

kebutuhan. Dengan bertambahnya umur seseorang ia akan memerlukan makanan dalam jumlah dan jenis yang berbeda-beda.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah sebagai berikut :

1. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya akan pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

2. Faktor sosio budaya

Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang dalam cara bertingkah laku dan memenuhi kebutuhan dasar biologinya, termasuk kebutuhan terhadap pangan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi.


(28)

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak.

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola makan seimbang, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda (Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak


(29)

mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi rendah serat (Depkes RI, 2008).

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak, makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).

2.3 Hipertensi

2.3.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi menurut Sidabutar, RP dan Wiguna P (1990) adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah (hasil perkalian antara curah jantung dan resistensi perifer), di mana seseorang dapat dikatakan menderita hipertensi bila tekanan sistolik sama atau lebih dari 130 mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg. Tingginya tekanan sistolik berhubungan dengan besarnya curah jantung sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi perifer dapat meningkatkan tekanan darah.

Hipertensi juga didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005). Hipertensi menurut


(30)

Kaplan N.M (2006) adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90mmHg.

Pada pengukuran tekanan darah dikenal dua istilah, yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan tertinggi pada pembuluh darah pada satu waktu tertentu, yaitu pada saat darah dipompakan dari ventrikel kiri. Tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat otot jantung relaks diantara dua denyutan. Tekanan ini merupakan tekanan terkecil di pembuluh darah pada satu waktu tertentu, yaitu saat darah kembali ke atrium kanan.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg dikatakan normal.

Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak, lengan diatas meja. Lengan atas dibalut dengan selembar kantong karet yang dapat digembungkan, yang terbungkus dalam sebuah manset dan yang digandengkan dengan sebuah pompa dan manometer.

Tekanan darah sistolik berpengaruh terhadap tekanan arteri pada gangguan kardiovaskular. Laki-laki yang memiliki TDD (Tekanan Darah Diastolik)


(31)

normal (<82 mmHg) tetapi TDS (Tekanan Darah Sistolik) tinggi (>158 mmHg) memiliki risiko terkena gangguan kardiovaskular dua setengah kali lebih besar daripada seseorang dengan nilai TDD sama tetapi TDS-nya normal ( <130 mmHg).

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dalam pasien dengan diabetes melitus atau penyakit Ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah diatas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2.3.1 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab ada dua jenis hipertensi, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial), adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidak teraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi. Onset hipertensi essensial biasanya


(32)

muncul pada usia antara 25-55 tahun, sedangkan usia dibawah 20 tahun jarang ditemukan.

b. Hipertensi sekunder, adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut +10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 2005). Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. hipertensi sekunder dapat terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia diatas 50 tahun atau yang sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal dan lain-lain.

WHO (1999) membagi hipertensi menjadi rendah, sedang, tinggi dan tinggi sekali. Klasifikasi lain hipertensi dapat juga berdasarkan penyebab, tingkat klinik, luasnya kerusakan organ tubuh dan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik (Sadan K, 1994).

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7, Tahun 2003

Klasifikasi tekanan

darah

Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi Derajat I 140-159 90-99


(33)

2.3.1 Gejala dan Tanda Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, Hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi walaupun sesungguhnya tidak tepat sepenuhnya. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita Hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Pada Hipertensi berat atau menahun serta tidak diobati, bisa timbul seperti gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita Hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut Ensefalopati Hipertensif dan memerlukan penanganan segera.

Sementara itu, faktor risiko diartikan sebagai karakteristik yang berkaitan dengan kejadian suatu penyakit diatas rata-rata. Faktor risiko memiliki pengaruh yang sangat kuat dan lemah. Faktor risiko Hipertensi dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak bisa diubah dan faktor risiko yang bisa diubah (Budistio, 2001).

2.3.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko


(34)

terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

b. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut Bustan tahun 1997 bahwa


(35)

wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

c. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.


(36)

2.3.1 Faktor risiko yang dapat diubah

a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari.


(37)

b. Obesitas

Obesitas atau kegemukan adalah dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas.

Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30- 45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah.

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.


(38)

c. Inaktivitas Fisik

Olahraga dan aktifitas fisik banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

d. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan terhadap stres ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi.

Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah


(39)

pengaruh yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.

Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

e. Konsumsi garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal.


(40)

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.

f. Pola Makan

Menurut Mayo Clinic Staff (2012), banyak makan makanan mengandung bahan pengawet, garam, dan bumbu penyebab juga dapat menyebabkan hipertensi. Hal ini disebabkan karena makanan tersebut banyak mengandung natrium yang bersifat menarik air ke dalam pembuluh darah, sehingga bahan kerja jantung untuk memompa darah meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Dizaman yang serba aktif seperti sekarang, waktu terkesan sangat sedikit. Kondisi ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak dapat menyiapkan makanan dirumah. Akibatnya, terjadi kenaikan dalam mengkonsumsi makan siap saji atau makanan yang beku yang banyak dijual dipasar swalayan. Padahal kondisi makan ini biasanya kurang sehat. Makanan-makanan tersebut banyak mengandung lemak, kolestrol dan berkalori tinggi. Tentu saja jenis makanan tersebut sangat tidak sesuai bagi penderita tekanan darah tinggi (Susi, 2003).


(41)

2.4 Hemodialisis

2.4.1 Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawidarah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan denganmenggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentukterapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikansebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGKstadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukanterapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD

dapat dibedakanmenjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD

persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Kandarini, 2013).

2.5 Landasan Teori

Menurut Glanz dalam Notoatmodjo 2012, Health Belief Model (HBM)

merupakan salah satu model kepercayaan dari suatu penjabaran model sosio-psikologi. Model ini muncul didasarkan pada kenyataan bahwa masalah-masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku

pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker (1974)

dikembangkan dari teori lapangan (Field theory, 1954) menjadi model

kepercayaan kesehatan (Health Belief Model).


(42)

Merupakan persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit. Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Seseorang akan bertindak untuk mencegah penyakit bila ia merasa bahwa ia sangat mungkin terkena penyakit tersebut. Kerentanan yang dirasakan setiap individu berbeda tergantung persepsi tentang resiko yang dihadapi individu pada suatu keadaan tertentu.

2. Perceived seriousness (Keseriusan yang dirasakan)

Merupakan pandangan individu tentang beratnya penyakit yang diderita. Pandangan ini mendorong seseorang untuk mencari pengobatan atas penyakit yang dideritanya. Keseriusan ini ditambah dengan akibat dari suatu penyakit.

3. Perceived benefits and barriers (Manfaat dan rintangan-rintangan yang

dirasakan)

Individu akan mempertimbangkan apakah alternatif itu memang bermanfaat dapat mengurangi ancaman penyakit, persepsi ini juga berhubungan dengan ketersediaan sumber daya sehingga tindakan ini mungkin dilaksanakan. Persepsi ini dipengaruhi oleh norma dan tekanan dari kelompoknya. Sedangkan persepsi rintangan adalah persepsi terhadap biaya/aspek negatif yang menghalangi individu untuk melakukan tindakan kesehatan, misalkan: mahalnya biaya berobat, pengalaman yang tidak menyenangkan, rasa sakit yang dialami.


(43)

Ada faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut, isyarat dapat bersifat:

a. Internal, isyarat untuk bertindak yang berasal dari dalam diri individu, misal gejala yang dirasakan.

b. Eksternal, isyarat untuk bertindak yang berasal dari interaksi interpersonal, misal media massa, pesan, nasehat, anjuran, atau konsultasi dengan petugas kesehatan.

Pesepsi terhadap kerentanan dan keparahan penyakit, petimbangan manfaat dan biaya melakukan tindakan kesehatan serta isyarat untuk brtindak dipengaruhi oleh:

a. Variabel demografi yaitu usia, jenis kelamin, pekerjaan, latar belakang, budaya.

b. Variabel sosial-psikologis yaitu keperibadian, kelas sosial, tekanan sosial.

c. Variabel struktural yaitu pengetahuan dan pengalaman masalah

Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa health belief model

adalah model kognitif yang menjelaskan dan memprediksi health behavior apa

yang akan dilakukan dengan fokus pada belief individu akan percieved

seriousness, percieved suspectibility, precieved benefits and barries, dan cues


(44)

Gambar 2.1 Health Belief Model

Variabel demografi: (umur, jenis kelamin dll) Variabel sosial psikologi (peer, reference group keperibadian, pengalaman sebelumnya

Variabel struktur (kelas sosial, akses ke[elayanan kesehatan, dll)

Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari pengambilan tindakan

Kecenderungan yang dilihat (preceived)

mengenai gejala penyakit. Syarat yang dilihat

mengenai gejala dan penyakit

Ancaman yang dilihat mengenai gejala penyakit

Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter, tulisan, dll)

Kemungkinan mengambil tindakan tempat untuk perilaku sehat/sakit


(45)

2.5.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep`

Kerangka konsep penelitian diatas menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi kepatuhan pola makan penderita hipertensi yaitu variabel demografis (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan penderita hipertensi). Berdasarkan landasan teori yang digunakan pada indikator

Pendorong untuk bertindak: keluarga dan media massa Variabel demografis:

- Umur

- Jenis Kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- penghasilan

- Kerentanan yang

dirasakan terhadap kejadian hipertensi

- Keseriusan yang

dirasakan terhadap kejadian hipertensi

Ancaman yang dirasakan terhadap kejadian hipertensi

Manfaat dan hambatan terhadap pengambilan tindakan kepatuhan pola makan

Kemungkinan mengambil tindakan terhadap kepatuhan pola makan pada penderita hipertensi


(46)

kerentanan, keseriusan, dan ancaman terhadap penyakit hipertensi, menunjukkan bahwa ketiga indikator ini saling mempengaruhi. Apabila responden mengetahui ia rentan dan merasa ada ancaman terhadap penyakit hipertensi maka ia akan mencari apa saja yang menjadi manfaat dan hambatan terhadap kejadian hipertensi, sehingga responden dapat memutuskan adanya kemungkinan pengambilan tindakan terhadap pola makan yang berkaitan dengan pemilihan makanan yang didorong dengan dukungan keluarga, teman, serta petugas kesehatan sebagai faktor penguat pengambilan tindakan.


(47)

Jenis penelitian ini penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambararan kepatuhan pola makan penderita hipertensi di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan. Jalan Mayjen D.I Panjaitan No. 144 Medan Baru, Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan di bulan Februari-Juni tahun 2015.

3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi dalam satu tahun terakhir yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan berjumlah 136 pasien dalam satu tahun terakhir (2014).

3.3.2 Sampel

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal Hipertensi Rasyida Medan dengan menggunakan rumus Lemeshow (1997), sebagai berikut:


(48)

n =

n = 1,962 0,5 (1-0,5)136 0,12 (136-1) +1,962

= 130,6144 5,1916 = 25,15 =25 Keterangan: n : besar sampel

N : besar populasi kunjungan selama tahun 2014 (265) Z : standar deviasi normal (1,96 dengan Cl 95%) P : target populasi (0,5)

d : derajat ketepatan yang digunakan (=10%)

α : tingkat kepercayaan (1%)

Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus di atas maka diketahui jumlah sampel dari populasi 136 pasien hipertensi yang berobat di klinik spesialis ginjal dan hipertensi Rasyida didapat sampel sebanyak 25 pasien, dimana subjek yang ditanya adalah pasien yang bersedia di wawancarai.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Accidental Sampling yaitu

teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/accidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data


(49)

atau sesuai dengan karakteristik responden yang sudah ditentukan peneliti yaitu:

1. Pasien ≥30 tahun yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi

2. Bersedia menjadi responden.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dilakukan dengan menggunakan wawancara langsung pada pasien dengan menggunakan kuesioner kepada pasien hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari dokumentasi bagian rekam medik Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

3.5 Definisi Operasional

Agar tujuan dalam penelitian tercapai, peneliti menentukan defenisi operasional sebagi berikut:

1. Umur adalah lamanya tahun yang dilalui oleh responden berdasarkan

aktekelahiran.

2. Jenis Kelamin adalah ciri khas yang dimiliki individu yang membedakannya

dengan individu yang lain yaitu laki-laki dan perempuan.

3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal responden.

4. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang dijalani responden sehari-hari.

5. Penghasilan adalah besarnya pendapatan atau masukan keluarga (suami dan


(50)

berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara tahun 2015, yaitu: Rp.

1.851.500,-6. Kerentanan yang dirasakan adalah keyakinan responden terhadap pola makan

dalam kejadian hipertensi dan mempunyai kondisi memungkinkan timbulnya penyakit hipertensi.

7. Keseriusan yang dirasakan adalah suatu keyakinan responden tentang

keadaan yang dirasakan responden terhadap penyakit hipertensi yang memiliki kondisi yang benar-benar fatal jika tidak diobati.

8. Ancaman yang dirasakan adalah hal yang dirasakan responden yang dapat

memicu dampak negatif dari suatu penyakit.

9. Manfaat yang dirasakan adalah pertimbangan atau pandangan responden

terhadap manfaat/kegunaan dari upaya pola makan yang baik pada hipertensi.

10. Hambatan yang dirasakan adalah persepsi/pandangan responden terhadap

aspek negatif yang menjadi hambatan dalam mematuhi pola makan.

11. Kemungkinan mengambil tindakan terhadap pola makan adalah bentuk nyata

keputusan responden yang berkaitan dengan pemilihan pola makan.

12. Isyarat untuk bertindak adalah faktor pendorong responden untuk melakukan

kepatuhan pola makan.

13. Kepatuhan pola makan adalahtindakan seseorang dalam melaksanakan suatu

aturan yang telah disarankan.

3.6 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan ada jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuisioner yang disesuaikan dengan nilai dengan nilai.


(51)

Nilai yang tertinggi dikumpulkan, dikategorikan menjadi 3 (tiga) tingkat (Arikunto, 2006) yaitu :

1. Baik : Jika total nilai yang diperoleh > 75%

2. Sedang : Jika total nilai yang diperoleh 45% - 75%

3. Kurang : Jika total yang diperoleh < 45%

Data yang telah terkumpul melalui kuisioner, kemudian diolah kedalam bentuk kuantitatif, yaitu dengan cara menetapkan skor dari pertanyaan yang telah dijawab oleh responden, dimana pemberian skor tersebut didasarkan pada ketentuan Sugiyono (2008: 108).

Alternatif Bobot

SS (Sangat Setuju) 3

S (Setuju) 2

TS (Tidak Setuju) 1

STS (Sangat Tidak Setuju) 0

Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert (Sumber: Sugiyono, 2008)

Untuk persepsi hambatan ketentuan skoring kebalikan dari tabel yang telah ditentukan diatas.

a. Persepsi Kerentanan

Persepsi kerentanan terdiri dari 5 pertanyaan yang diukur dengan

menggunakan skala Likert(Sugiyono, 2008). Dari seluruh pertanyaan

didapatkan total nilai 15. Berdasarkan Arikunto (2007), persepsi kerentanan diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

1. Persepsi kerentanan kuat, apabila nilai diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.


(52)

2. Persepsi kerentanan sedang, apabila nilai diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Persepsi kerentanan lemah, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

b. Persepsi keseriusan

Persepsi keseriusan terdiri dari 5 pertanyaan yang diukur dengan

menggunakan skala Likert (Sugiyono, 2008). Dari seluruh pertanyaan

didapatkan total nilai sebesar 15. Berdasarkan Arikunto (2007), persepsi keseriusan diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

1. Persepsi keseriusan kuat, apabila nilai diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Persepsi keseriusan sedang, apabila nilai diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Persepsi keseriusan lemah, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

c. Persepsi Manfaat

Persepsi manfaat terdiri dari 5 pertanyaan dimana keseluruhan pertanyaan

diukur dengan menggunakan skala Likert(Sugiyono, 2008). Dari seluruh

pertanyaan didapatkan total nilai sebesar 15. Berdasarkan Arikunto (2007), persepsi manfaat yang dirasakan diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

1. Persepsi manfaat kuat, apabila nilai diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.


(53)

2. Persepsi manfaat sedang, apabila nilai diperoleh 45-75%dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Persepsi manfaat lemah, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

d. Pesepsi Hambatan

Persepsi hambatan untuk bertindak terdiri dari 5 pertanyaan yang diukur

dengan menggunakan dkala Likert(Sugiyono, 2008). Dari seluruh pertanyaan

didapatkan total nilai sebesar 15. Berdasarkan Arikunto (2007), isyarat untuk bertindak diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

1. Persepsi hambatan kuat, apabila nilai diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Persepsi hambatan sedang, apabila nilai diperoleh 45-75% dari nilai

tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Persepsi hambatan lemah, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

e. Isyarat Untuk Bertindak

Persepsi isyarat untuk bertindak terdiri dari 10 pertanyaan yang diukur

dengan menggunakan skala Likert(Sugiyono, 2008). Skala pengukuran isyarat

untuk bertindak berdasarkan jawaban yang diperoleh dari responden terhadap seluruh pertanyaan yang diberikan. Masing-masing dengan alternatif jawaban

“Ya melakukan” dan “Tidak melakukan” dengan ketentuan jika responden menjawab “Ya melakukan” dikatakan benar diberi nilai 1 (satu) dan jika responden menjawab “Tidak melakukan” maka dikatakan salah dan diberi nilai


(54)

0 (nol). Total keseluruhan adalah 30. Berdasarkan Arikunto (2007), isyarat untuk bertindak diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

1. Persepsi isyarat untuk bertindak kuat, apabila nilai diperoleh >75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

2. Persepsi isyarat untuk bertindak sedang, apabila nilai diperoleh 45-75% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3. Persepsi isyarat untuk bertindak lemah, apabila nilai yang diperoleh <45% dari nilai tertinggi seluruh pertanyaan.

3.7 Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data adalah

berupa kuesioner yang berisi karakteristik responden, pertanyaan

tentangpengetahuan, sikap dan tindakan responden dalam riwayat pola makan pada penderita hipertensi di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

3.8 Pengolahan dan Analisa Data 3.8.1. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengeditan Data (Editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk meneliti setiap daftar pertanyaan yang telah diisi, berkaitan dengan kelengkapan pengisian, kejelasan, relevansi, dan konsistensi jawaban dan koreksi terhadap kesalahan pengisian.


(55)

Pemberian kode yang dimaksud untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data, yaitu dengan memberikan kode pada pertanyaan penelitian dalam kuesioner.

3. Pemasukan Data (Entry)

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan data ke dalam komputer diolah dan di analisis.

4. Pengecekan Data (Cleaning)

Pengecekan data yang sudah pengecekan data yang sudah dientry, apakah ada kesalahan atau tidak.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara deskriptif.

Data yang telah terkumpul melalui kuisioner, kemudian diolah kedalam bentuk kuantitatif, yaitu dengan cara menetapkan skor dari pertanyaan yang telah dijawab oleh responden.

3.8.2. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan adalah analisa data dengan deskriptif untuk mendeskripsikan gambaran pola makan penderita hipertensi. Hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.


(56)

Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan didirikan pada tanggal 10 November 1995 oleh Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH bersama ibu Dra. Siti Asrah Siregar di Jalan D.I Panjaitan No. 144, Medan 20119. Semula berbentuk badan hukum yayasan dan terakhir dirubah menjadi badan

hukum perseroan terbatas, dan terdaftar dengan nama “PT.NURANI UMMI RASYIDA MEDAN”.

KSGH Rasyida Medan didirikan atas kebutuhan masyarakat di Sumatera Utara untuk pasien yang telah dinyatakan positif harus dilakukan tindakan hemodialisis. Pada awalnya KSGH Rasyida Medan hanya memiliki mesin hemodialisis sebanyak 5 unit, dengan jumlah pasien/pelanggan 7 orang. Dengan kerja keras pemilik dan seluruh karyawan KSGH Rasyida Medan terus tumbuh dan berkembang sehingga sekarang telah mengoperasikan 52 unit mesin hemodialisis, dan alat pendukung hemodialisis lainnya seperti satu unit mesin Rontgen, alat USG Warna, Laboratorium, Bio Impedence Analysis dan Apotek. Tindakan medis pendukung seperti intervensi nefrologis berupa operasi doublelumen, doublelumen tunnel dan cimino juga sudah dapat dilakukan oleh

dokter yang memiliki kompetensi dibidangnya.

Sistem Manajemen Klinik juga terus diperbarui untuk menciptakan suatu sistem manajemen mutu yang dapat meningkatkan kinerja dari masa ke masa. Sejak November 2010, KSGH Rasyida telah terakreditas manajemen Mutu ISO 9001:2008 oleh SAI GLOBAL dengan nomor registrasi 28282 yang berlaku


(57)

selama tiga tahun dan telah di akreditas ulang sampai November 2016. Setiap tahunan untuk memastikan komitmen dalam pelaksanaan sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

Untuk aplikasi Sistem Informasi Manajemen Klinik, mengembangkan software yang beri nama SO KLIK : Sistem Operasional Klinik, yang terintegrasi pada semua komputer dengan jaringan Lokal Area Network mulai dari pendaftaran pasien hemodialisis, penerbitan kwitansi, rekam medis dan data administrasi lainnya dan selanjutnyamenghasilkan laporan Neraca dan Laba Rugi pada satu periode. Software ini terus dikembangkan sesuai kebutuhan dan perkembangan klinik.

5.2 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah pasien penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Jumlah responden dari perhitungan sampel yang telah dilakukan adalah sebanyak 25 orang. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan responden.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden

No. Karakteristik Jumlah Presentase (%)

1. Umur

1. 23-32 tahun 2. 33-42 tahun 3. 43-52 tahun 4. 53-62 tahun 5. >63 tahun

1 2 9 10 3 4,0 8,0 3,6 40,0 12,0

Jumlah 25 100,0

2. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 15 10 60,0 40,0


(58)

3. Pendidikan 1. Tamat SD 2. Tamat SLTP 3. Tamat SLTA 4. Akademi

5. Perguruan tinggi

1 4 10 1 9 4,0 16,0 40,0 4,0 36,0

Jumlah 25 100,0

4. Pekerjaan 1. Tidak bekerja 2. Ibu rumah tangga 3. Wiraswasta

4. Pensiunan PNS/ABRI 5. PNS/Karyawan 6. Pegawai Swasta

2 8 7 1 5 2 8,0 32,0 28,0 4,0 20,0 8,0

Jumlah 25 100,0

5. Penghasilan

1.Tidak memiliki penghasilan 2. < UMP atau Rp. 1.851.000,- 3. > UMP atau Rp. 1.851.000,-

2 8 15 8,0 32,0 60,0

Jumlah 25 100,0

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berasal dari kelompok umur 53-62 tahun yaitu sebanyak 10 orang (40,0%), 15 orang (40,0%) pada umumnya berjenis kelamin laki-laki.

Dapat dilihat juga bahwa sebagian besar 10 orang responden (40,0%) dengan pendidikan terakhir tamat SLTA. Pekerjaan yang dimiliki responden pada umumnya ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (32,0%), sebagian besar responden memiliki penghasilan >UMP atau Rp. 1.851.000,- sebanyak 15 orang (60,0%).

5.3 Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari, persepsi kerentanan yang dirasakan, persepsi keseriusan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, persepsi hambatan yang dirasakan, dan isyarat untuk bertindak.


(59)

5.3.1 Persepsi Kerentanan

Peneliti ingin mengetahui pandangan kelompok penderita hipertensi yang berobat ke Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan terhadap kemungkinan dirinya terkena penyakit hipertensi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dilihat persepsi kerentanan yang dirasakan terhadap kepatuhan pola makan penderita hipertensi di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Persepsi Kerentanan Terhadap Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat Di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

No. Pertanyaan dan Jawaban Responden Jumlah Persen (%) 1. Saya berisiko terkena penyakit

hipertensi karena saya sudah berusia >30tahun

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

7 15 2 1 28,0 60,0 8,0 4,0

Jumlah 25 100,0

2. Jika saya sering mengonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi garam dan tinggi kolestrol maka saya rentan terkena penyakit hipertensi

Sangat Setuju Setuju 8 17 32,0 68,0

Jumlah 25 100,0

3. Perilaku saya yang jarang melakukan olahraga membuat saya rentan terkena penyakit hipertensi

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

5 11 7 2 20,0 44,0 28,0 8,0


(60)

penyakit keturunan di keluarga saya

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

8 6 6 5 32,0 24,0 24,0 20,0

Jumlah 25 100,0

5. Perilaku merokok saya berisiko menyebabkan hipertensi

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

4 10 4 7 16,0 40,0 16,0 28,0

Jumlah 25 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden yang merasa berisiko terkena penyakit hipertensi karena berusia >30 tahun dimana sebagian besar responden menyatakan setuju yaitu 15 orang responden (60,0%), paling sedikit dengan 1 orang responden (4,0%) yang menyatakan sangat tidak setuju.

Responden yang menyatakan bahwa jika sering mengonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi garam dan tinggi kolestrol maka akan terkena penyakit hipertensi dengan jumlah responden menyatakan 17 orang responden (68,0%), paling sedikit dengan jumlah 8 orang responden (32,0%) yang menyatakan sangat setuju.

Responden yang menyatakan bahwa jarang melakukan olahraga membuat saya terkena penyakit hipertensi dengan jumlah responden yang menyatakan setuju sebanyak 11 orang responden (44,0%), paling sedikit dengan berjumlah 2 orang responden (8,0%) yang menyatakan sangat tidak setuju.

Responden yang menyatakan penyakit hipertensi merupakan penyakit keturunan dikeluarga saya dimana sebagian besar responden menyatakan sangat


(61)

setuju yaitu sebanyak 8 orang responden (32,0%), dan paling sedikit dengan jumlah 5 orang (20,0%) yang menyatakan sangat tidak setuju.

Responden yang menyatakan perilaku merorkok saya berisiko menyebabkan hipertensi yaitu sebagian besar responden menyatakan setuju sebanyak 10 orang responden (40,0%), dan paling sedikit sebanyak 4 orang responden (16,0%) masing-masing menyatakan sangat setuju dan tidak setuju.

5.3.2 Kategori Persepsi Kerentanan

Tabel 4.3 Distribusi Kategori Persepsi Kerentanan Terhadap Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat Di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

No. Persepsi Kerentanan Jumlah Persen (%)

1. Kuat 12 48,0

2. Sedang 13 52,0

Jumlah 25 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa terdapat 12 orang (48,0%) yang memiliki persepsi kerentanan kuat, 13 orang (52,0%) yang memiliki persepsi kerentanan sedang.

5.3.3 Persepsi Keseriusan

Peneliti ingin mengetahui pandangan kelompok penderita hipertensi yang berkunjung ke Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan tentang beratnya penyakit yang diderita oleh pasien hipertensi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dilihat persepsi keseriusan yang dirasakan terhadap kepatuhan pola makan penderita hipertensi yang berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan seperti pada tabel berikut:


(62)

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Persepsi Keseriusan Terhadap Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

No. Pertanyaan dan Jawaban Responden Jumlah Persen (%) 1. Hipertensi adalah penyakit yang

berbahaya Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 7 16 2 28,0 64,0 8,0

Jumlah 25 100,0

2. Saya akan kehilangan pekerjaan saya jika saya terkena penyakit hipertensi

Sangat Setuju Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

1 13 7 4 4,0 52,0 28,0 16,0

Jumlah 25 100,0

3. Saya akan banyak mengeluarkan biaya apabila saya terkena penyakit hipertensi Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 17 7 1 68,0 28,0 4,0

Jumlah 25 100,0

4. Jika terkena penyakit hipertensi maka saya rentan terkena penyakit degeratif lainnya (jantung, stroke)

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 10 12 3 40,0 48,0 12,0

Jumlah 25 100,0

5. Saya akan selamanya minum obat jika saya terkena penyakit hipertensi

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 17 6 2 68,0 24,0 8,0

Jumlah 25 100,0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan hipertensi penyakit yang berbahaya sebagian besar responden menyatakan setuju


(63)

yaitu sebanyak 16 orang responden (64,0%), dan paling sedikit dengan jumlah 2 orang responden (8,0%) yang menyatakan tidak setuju.

Responden yang menyatakan akan kehilangan pekerjaan jika terkena penyakit hipertensi yaitu sebagian besar responden dengan jumlah 13 orang responden (52,0%) menyatakan setuju, dan paling sedikit responden dengan jumlah 1 orang responden (4,0%) menyatakan sangat setuju.

Responden yang menyatakan akan banyak mengeluarkan biaya apabila terkena penyakit hipertensi yaitu sebagian besar responden dengan jumlah 17 orang responden (68,0%) menyatakan sangat setuju dan paling sedikit 1 orang responden (4,0%) yang menyatakan tidak setuju.

Responden yang menyatakan jika terkena penyakit hipertensi rentan terkena penyakit degeneratif lainnya seperti (jantung,stroke) yaitu sebagian besar responden dengan jumlah 12 orang responden (28,0%) menyatakan setuju dan paling sedikit 3 orang responden (13,0%) yang menyatakan tidak setuju.

Responden yang menyatakan akan selamanya minum obat jika terkena penyakit hipertensi yaitu sebagian besar responden dengan jumlah 17 orang responden (68,0%) menyatakan sangat setujudan paling sedikit 2 orang responden (8,0%) yang menyatakan tidak setuju.

5.3.4 Kategori Persepsi Keseriusan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kategori persepsi Keseriusan Terhadap Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi Yang Berobat Di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

No. Persepsi Keseriusan Jumlah Persen (%)

1. Kuat 22 88,0

2. Sedang 3 12,0


(1)

YA 24 96.0 96.0 100.0 Total 25 100.0 100.0

Saya datang ke klinik karena dorongan diri sendiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 4 16.0 16.0 16.0

YA 21 84.0 84.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Saya mendapat informasi tentang penyakit hipertensi dari televisi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 11 44.0 44.0 44.0

YA 14 56.0 56.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Saya mendapat informasi tentang penyakit hipertensi dari koran

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 20 80.0 80.0 80.0

YA 5 20.0 20.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Saya mendapat informasi tentang penyakit hipertensi dari internet

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 22 88.0 88.0 88.0


(2)

Saya mendapat informasi tentang penyakit hipertensi dari internet

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 22 88.0 88.0 88.0

YA 3 12.0 12.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Karena saya mempunyai jaminan kesehatan maka saya rutin mengontrol tekanan darah saya ke klinik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 1 4.0 4.0 4.0

YA 24 96.0 96.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Apakah anda sering mengonsumsi makanan beku seperti (nugget, sosis, baso, kentang dan dimsum)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 24 96.0 96.0 96.0

YA 1 4.0 4.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Apakah anda sering mengonsumsi makanan siap saji seperti (mie instan, pizza hut, humberger, dan kentang goreng)


(3)

Apakah anda sering mengonsumsi makanan berkaleng seperti (ikan sarden, daging sarden)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 17 68.0 68.0 68.0

YA 8 32.0 32.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Apakah dalam mengonsumsi makanan anda menambahkan kembali garam 1sdt pada makanan anda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid TIDAK 20 80.0 80.0 80.0

YA 5 20.0 20.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Apakah anda masih meminum minuman beralkohol

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid TIDAK 25 100.0 100.0 100.0

Persepsi Isyarat Untuk Bertindak Total isyarat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid kuat 25 100.0 100.0 100.0


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Kebutuhan Perawatan Periodontal Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Di Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

1 42 67

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

5 28 151

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 10

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 2

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 7

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 1 34

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 5

Gambaran Tingkat Stres, Ansietas dan Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 1 67

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan - Gambaran Kepatuhan Pola Makan Penderita Hipertensi yang Berobat di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2015

0 0 24

GAMBARAN KEPATUHAN POLA MAKAN PENDERITA HIPERTENSI YANG BEROBAT DI KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN TAHUN 2015

0 0 14