Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Pada Cv Jaya Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat

1

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH
PADA CV JAYA MAKMUR KECAMATAN MEGAMENDUNG
KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT

ANDRI HOTIB MUWAHID
H34114044

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

2

3

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi

Jamur Tiram Putih pada CV Jaya Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Andri Hotib Muwahid
H34114044

4

i

ABSTRAK
ANDRI HOTIB MUWAHID. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Puith pada CV Jaya
Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dibimbing oleh TINTIN

SARIANTI.
Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran yang mulai diminati oleh masyarakat
Indonesia. Jamur tiram putih sering dijadikan alternatif untuk menggantikan daging karena
kandungan lemaknya lebih rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. CV Jaya makmur
adalah salah satu perusahaan di Kabupaten bogor yang melakukan usaha budidaya jamur
tiram putih. CV Jaya Makmur mengalami fluktuasi produktivitas dalam setiap periode
tanamnya. Hal tersebut mengindikasikan adanya risiko produksi yang dihadapi oleh CV Jaya
Makmur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sumber risiko produksi,
menganalisis probabilitas dan dampak risiko serta, menganalisis alternatif strategi
penanganan risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram pada CV Jaya Makmur.
Pengukuran risiko pada penelitian dilakukan menggunakan alat ukur berupa standar deviasi,
z-score, dan Value at Risk (VaR). Sumber risiko yang teridentifikasi terdiri dari kegagalan
proses sterilisasi, penyakit, hama, dan suhu. Probabilitas untuk setiap sumber risiko yaitu,
42.9% untuk kegagalan sterilisasi, 39% untuk penyakit, 39.7% untuk hama, dan 30.2% untuk
suhu. Hasil analisis dampak risiko adalah sebesar Rp 139 460 820 untuk kegagalan
sterilisasi, Rp 72 053 666 untuk penyakit, Rp 16 472 735 untuk hama, dan Rp 18 594 727
untuk suhu. Strategi penanganan secara preventif dapat dilakukan untuk seluruh sumber
risiko, sedangkan strategi penanganan secara mitigasi hanya perlu dilakukan pada sumber
risiko produksi kegagalan sterilisasi dan penyakit.
Kata kunci : fluktuasi produktifitas, jamur tiram putih, risiko produksi,


ABSTRACT
ANDRI HOTIB MUWAHID. Production Risk Analysis of White Oyster Mushroom in CV
Jaya Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Supervised by
TINTIN SARIANTI.
Oyster mushroom is one type of vegatables that began enthused by the people of Indonesia.
White oyster mushroom is often used as an alternative to replace that meat because the fat
content is lower so that more healthy to eat. CV Jaya makmur is one the companies in Bogor
that runs the white oyster mushroom cultivation business. CV Jaya Makmur productivity is
fluctuating in each cropping period. The purpose of this study is to identify the sources of
ptoduction risk, analyzing the probability and impact of risk, and also risk management
strategies to analyze alternatives to the cultivation of oyster mushroom on CV Jaya Makmur.
Measurement of risk in studies conducted using measuring instrument such as standard
deviation, z-score, and Value at Risk (VaR). The sources of the risk identified consists of the
failure of the sterilization process, disease, pests, and temperature. Probability for each
source of risk is as follows, 42.9% for sterilization failure, 39% for the disease, 39.7% for
pests, and 30.2% for temperature. The analysis of the impact of the risk is Rp 139 460 820
for sterilization failure, Rp 72 053 666 for the disease, Rp 16 472 735 for pests, and Rp 18
594 727 for temperature. Preventive treatment strategies can be performed for all sources of
risk, whereas handling mitigation strategies is only need to be done at the source of

production of failure of sterilization and disease.

Keywords : fluctuations in productivity, production risk, white oyster mushroom

ii

ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAMUR TIRAM PADA CV JAYA
MAKMUR KECAMATAN MEGAMENDUNG KABUPATEN
BOGOR JAWA BARAT

ANDRI HOTIB MUWAHID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Agribismis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iii

Judul skripsi
Nama
NRP

: Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Pada Cv Jaya Makmur
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat
: Andri Hotib Muwahid
: H34114044

Disetujui oleh

Tintin Sarianti, SP, MM
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Jamur Tiram pada CV Jaya Makmur Kecamatan Megamendung Kabupaten
Bogor Jawa Barat” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terwujudnya karya ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan dari
berbagai pihak. Penulis menghaturkan terima kasih kepada berbagai pihak dan
semoga Allah SWT memberikan rahmat dan keberkahan yang melimpah. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lainnya.

Bogor, Juli 2013
Andri Hotib Muwahid


v

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

vii
vii
viii
1
1

5
8
8
8

TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-Sumber Risiko
Metode Analisis Risiko
Strategi Pengelolaan Risiko

9
9
10
11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko
Sumber dan Jenis Risiko
Pengukuran Risiko

Manajemen Risiko
Teknik Pemetaan
Penanganan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional

12
12
12
13
15
16
16
17
18

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

Analisis Deskriptif
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko
Analisis Dampak Risiko
Pemetaan Risiko
Penanganan Risiko

21
21
21
22
22
23
23
24
25
25

GAMBARAN UMUM CV. JAYA MAKMUR
Sejarah Singkat CV. Jaya Makmur
Visi, Misi dan Tujuan CV. Jaya Makmur

Struktur Organisasi Perusahaan
Tenaga Kerja
Kegiatan Produksi
Pasar dan Pemasaran

27
27
28
28
30
30
37

vi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber Risiko Produksi pada CV Jaya Makmur
Kegagalan Proses Sterilisasi Baglog
Penyakit
Hama
Suhu
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi
Analisis Dampak Risiko Produksi
Pemetaan Sumber Risiko Produksi
Strategi Penanganan Risiko Produksi

38
38
38
40
41
42
43
44
45
46

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

48
48
48

DAFTAR PUSTAKA

49

vii

DAFTAR TABEL

1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007 - 2010
2 Perkembangan volume ekspor-impor sayuran pada tahun 2007 - 2011
3 Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk sayuran tahun 2007 - 2011
4 Produksi sayuran di Jawa Barat tahun 2007 - 2011(dalam ton)
5 Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur tiram di Pulau Jawa tahun 2011
6 Perbandingan kandungan gizi jamur dengan bahan makanan lain (%)
7 Jenis, sumber data dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian
8 Komposisi media tanam
9 Kegagalan akibat kegagalan proses sterilisasi
10 Kegagalan akibat penyakit
11 Kegagalan akibat hama
12 Kegagalan akibat suhu
13 Probabilitas sumber risiko produksi
14 Dampak sumber risiko produksi
15 Status risiko sumber risiko produksi

1
2
2
3
3
4
22
31
39
40
42
42
43
44
45

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik produktivitas jamur tiram CV Jaya Makmur
2 Proses pengelolaan risiko perusahaan
3 Kerangka pemikiran operasional analisis risiko produksi jamur tiram
4 Peta risiko
5 Preventif risiko
6 Mitigasi risiko
7 Struktur organisasi CV. Jaya Makmur
8 Alur produksi jamur tiram putih CV. Jaya Makmur
9 Pengadukan media tanam
10 Pembuatan baglog
11 Proses sterilisasi
12 Steamer
13 Proses inokulasi
14 Bibit jamur
15 Proses inkubasi
16 Proses penyiraman
17 Pembersihan kumbung
18 Proses pemanenan
19 Jamur hasil panen
20 Proses sortasi jamur
21 Pengemasan jamur
22 Baglog yang mengalami kegagalan proses sterilisasi

7
16
20
25
26
26
28
30
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
39

viii

23 Baglog rusak akibat penyakit
24 Baglog yang terserang hama tikus
25 Baglog rusak akibat perubahan suhu
27 Pemetaan sumber risiko produksi

40
41
42
45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis probabilitas sumber risiko suhu
2 Analisis dampak risiko suhu
3 Analisis probabilitas sumber risiko hama
4 Analisis dampak risiko sumber risiko hama
5 Analisis probabilitas sumber risiko penyakit
6 Analisis dampak sumber risiko penyakit
7 Analisis probabilitas sumber risiko kegagalan proses sterilisasi
8 Analisis dampak risiko kegagalan proses sterilisasi
9 Dokumentasi penelitian
10 Riwayat hidup

51
51
51
52
52
52
53
53
54
55

9

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agribisnis merupakan salah satu bidang usaha dalam kegiatan
perekonomian yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki potensi
sumberdaya alam melimpah. Sektor agribisnis meliputi berbagai bidang yang di
dalamnya terdapat agribisnis pertanian. Salah satu satu sektor unggulan dari
bidang agribisnis pertanian adalah holtikultura. Secara umum hortikultura terdiri
dari kelompok tanaman sayuran, tanaman obat, buah-buahan dan tanaman hias.
Hortikultura berperan penting dalam kontribusi terhadap perekonomian
Indonesia. Selain itu pengembangan hortikultura memiliki prospek yang cukup
baik karena komoditas hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi apabila
dibudidayakan secara tepat serta sebagai ketersediaan sumber pangan. Usaha
hortikultura ini juga mampu menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan
pendapatan masyarakat Indonesia. Kontribusi hortikultura ke depan akan dapat
lebih ditingkatkan melalui peningkatan peran dan tanggung jawab Direktorat
Jenderal Hortikultura, bersinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya.
Pembangunan hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan telah difasilitasi
pemerintah melalui berbagai program dan kegiatan baik dengan dana dari pusat
(APBN) maupun daerah (APBD), serta dukungan dari masyarakat (petani dan
swasta). Pembangunan hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya
agribisnis hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang
berdaya saing, mampu menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani
dan pelaku, memperkuat perekonomian wilayah serta mendukung pertumbuhan
pendapatan nasional. Besar kontribusi subsektor hortikultura terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku pada tahun 2007 2010
Nilai PDB (dalam milyar rupiah)
Komoditas
2007
2008
2009
2010
Buah-buahan
42 362
47 600
48 437
45 482
Sayuran
25 587
28 205
30 506
31 244
Tanaman hias
4 741
5 085
5 494
3 665
Biofarmaka
4 105
3 853
3 897
6 174
Total
76 795
84 203
88 334
86 565
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

Berdasarkan informasi pada Tabel 1, diketahui bahwa secara keseluruhan
komoditas hortikultura terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Produksi tanaman sayuran di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya.

2

Sayuran merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis dan mudah
dibudidayakan di Indonesia, komoditas ini juga memiliki keunggulan sebagai
sumber serat, vitamin dan mineral yang penting bagi tubuh sebagai sumber
pemenuhan gizi. Selain itu potensi pasar yang cukup menjanjikan baik pasar lokal
maupun pasar international menunjukan bahwa sayuran merupakan komoditas
unggulan yang dapat bersaing dengan komoditas lain. Perkembangan volume
ekspor dan impor dari komoditi sayuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan volume ekspor-impor sayuran pada tahun 2007 - 2011
Tahun
Volume Ekspor (Ton)
Volume Impor (Ton)
2007
211 906
782 226
2008
172 733
914 283
2009
195 533
871 087
2010
138 106
851 369
2011
133 948
1 174 286
Rata-rata pertumbuhan
-9%
12%
2007-2011 (%)
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 (diolah)

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa perkembangan
volume ekspor sayuran Indonesia dari tahun 2007 sampai 2011 cenderung
mengalami penurunan sebesar 9% sedangkan untuk volume impor sayuran
Indonesia justru cenderung mengalami peningkatan sebesar 12%. Keadaan seperti
ini mengindikasikan bahwa Indonesia masih kekurangan pasokan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat kita akan komoditas sayuran ini. Artinya,
peluang pasar terhadap komoditas sayuran ini masih sangat lebar untuk
dikembangkan.
Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan menjadikan sayuran
sebagai alat pemenuhan gizi bagi tubuh menyebabkan tingkat konsumsi terhadap
komoditas sayuran cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat dari pengeluaraan
rata-rata per kapita per bulan masyarakat Indonesia untuk komoditas sayuran pada
tahun 2007 sampai 2011 pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk sayuran tahun 2007 - 2011
Tahun
Rupiah/bulan
2007
13 690
2008
15 539
2009
16 813
2010
18 995
2011
25 563
Rata-rata pertumbuhan 2007-2011 (%)
17.72%
Sumber : Departemen Pertanian, 2012 (diolah)

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil komoditi sayuran
yang cukup besar di Indonesia. Hal ini didukung oleh iklim, cuaca, dan kondisi

3

tanahnya yang baik, sehingga banyak pengusaha yang mengusahakan sayuran di
Jawa Barat. Beberapa komoditas sayuran unggulan di Jawa Barat diantaranya
adalah bawang merah, cabe merah, kubis, kentang, tomat dan jamur. Jumlah
produksi komoditas unggulan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Produksi sayuran di Jawa Barat tahun 2007 - 2011(dalam ton)
Tahun

Jamur

2007
2008
2009
2010
2011

255 796
5 416 093
7 306 746
19 623 166
33 846 602

Cabe
Merah
184 768
168 100
209 267
166 691
195 385

Bawang
Merah
116 142
116 929
123 587
116 397
101 275

Kubis
367 859
280 364
298 515
286 648
270 782

Kentang
337 369
294 564
323 543
275 100
220 155

Tomat
267 219
269 405
414 228
304 775
354 832

Sumber : Departemen Pertanian Jawa Barat, 2012 (diolah)

Berdasarkan informasi pada Tabel 4, Jawa Barat merupakan provinsi yang
memiliki beberapa komoditas sayuran unggulan yang memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan. Salah satu komoditas sayuran yang mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun adalah jamur. Dapat dilihat perkembangan jumlah produksi
jamur dari tahun 2007 sampai 2011 cukup besar setiap tahunnya. Pada tahun 2007
produksi jamur di Jawa Barat adalah 255796 ton dan mengalami peningkatan
menjadi 5416093 ton pada tahun 2008. Begitupun pada tahun 2009, 2010 dan
pada tahun 2011 jumlah produksi jamur di Jawa Barat mencapai 33846602 ton.
Hal ini menunjukan bahwa komoditas jamur merupakan komoditas yang sangat
potensial untuk dikembangkan.
Daerah penghasil jamur tiram tiram di Indonesia masih didominasi oleh
daerah di Pulau Jawa. Beberapa provinsi di Pulau Jawa yang merupakan daerah
penghasil jamur adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jumlah
produksi jamur tiram di beberapa provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 5 Luas panen, produksi, dan produktivitas jamur tiram di Pulau Jawa tahun
2011
Produktivitas
Provinsi
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
(Ton/Ha)
Jawa Barat
3 277 686
33 846 618
103.30
Jawa Tengah
171 971
2 381 449
138.50
Jawa Timur
1 291 538
8 633 763
66.80
Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang
memiliki jumlah produksi yang paling banyak dibandingkan Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Hasil produksi jamur tiram di Jawa Barat mencapai 33846618 ton
pada tahun 2011. Sedangkan Jawa Timur hasil produksi jamur tiram pada tahun
2011 mencapai 2381449 ton. Provinsi Jawa Tengah merupakan yang paling

4

sedikit jumlah produksinya jika dibandingkan dengan Jawa Timur dan Jawa
Barat. Selain itu jika dilihat dari produktivitas, Jawa Timur merupakan provinsi
yang paling rendah produktivitasnya jika dibandingkan dengan Jawa Barat dan
Jawa Tengah, yaitu 66.80 ton/ha. Hal ini diduga karena banyak usaha budidaya
jamur tiram putih yang masih melakukan penanganan secara traditional.
Jamur merupakan salah satu jenis sayuran yang mulai diminati oleh
masyarakat Indonesia. Pada era modern saat ini, jamur sering dijadikan alternatif
karena rasanya yang enak dan teksturnya kenyal. Bahkan untuk masyarakat yang
vegetarian, jamur sering digunakan untuk menggantikan daging. Walaupun
rasanya hampir menyamai kelezatan daging, kandungan lemak jamur lebih rendah
sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Jamur mengubah selulosa menjadi
polisakrida yang bebas kolesterol sehingga orang yang mengosumsinya terhindar
dari risiko terkena serangan stroke. Selain itu, kandungan protein jamur juga lebih
tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lain yang juga berasal dari tanaman.
Gizi lain yang terkandung dalam jamur antara lain karbohidrat; berbagai mineral
seperti kalsium, kalium, fosfor, dan besi; seita vitamin B, B,y dan C. Besarnya
kandungan gizi beberapa jenis jamur konsumsi dibandingkan dengan bahan
makanan lain dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Perbandingan kandungan gizi jamur dengan bahan makanan lain (%)
Bahan Makanan
Protein
Lemak
Karbohidrat
Jamur merang
1.8
0.3
4
Jamur tiram
27
1.6
58
Jamur kuping
8.4
0.5
82.8
Daging sapi
21
5.5
0.5
Bayam
2.2
1.7
Kentang
2
20.9
Kubis
1.5
0.1
4.2
Seledri
1.3
0.2
Buncis
2.4
0
Sumber : Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2012

Berdasarkan penjelasan pada Tabel 6 diinformasikan bahwa kandungan
gizi jamur dibandingkan dengan bahan makanan lain dinilai cukup baik.
Kandungan protein yang dimiliki jamur cukup tinggi dibanding dengan bahan
makanan lain yang juga termasuk kedalam kategori sayuran. Kandungan protein
jamur tiram adalah 27% dan lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kandungan
protein pada daging sapi yaitu 21%. Selain itu, jumlah kandungan lemak pada
jamur tiram pun jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi yang mencapai 5.5%.
Kandungan karbohidrat pada jamur tiram adalah 58% sedangkan daging sapi
hanya 0.5%. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang sedang melakukan diet
menggunakan jamur sebagai salah satu sumber makanan alternatif.
Jamur tiram adalah jamur yang sangat populer saat ini. Hidupnya pada
kayu-kayu lapuk, serbuk gergaji, limbah jerami atau limbah kapas. Jamur tiram
merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan dengan skala komersial karena

5

permintaan pasar masih tinggi dan terus berkembang. Selain memiliki kandungan
gizi yang cukup tinggi, jamur juga merupakan bahan pangan fungsional, yang
bersifat sebagai imunomodulator (meningkatkan sistem kekebalan tubuh). Jamur
juga dapat menurunkan kolesterol, hipertensi, sebagai anti kanker, anti virus, anti
diabetes, meningkatkan stamina dan kebugaran tubuh (Ahmad et all, 2011).
Peluang pasar jamur di dalam negeri masih terbuka. Berdasarkan
pengalaman para petani, produk jamur segar yang dihasilkan dan dipasarkan ke
berbagai daerah baik di wilayah sentra maupun non sentra produksi, belum
memenuhi kebutuhan pasar. Meskipun tingkat konsumsi jamur Indonesia masih
kalah dibandingkan negara lain seperti Jepang, Amerika, dan negara lain di Eropa,
pada periode tahun 2005 sampai 2008 tingkat konsumsi jamur Indonesia naik dari
0.05 kg/kapita/tahun menjadi 0.06 kg/kapita/tahun. Jumlah ini dirasa akan terus
meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan pola
hidup masyarakat untuk mengkonsumsi pangan organik dan pangan fungsional,
maka kebutuhan jamur akan semakin meningkat.
Sebagai salah satu provinsi penghasil jamur tiram putih terbesar, Jawa
Barat memiliki beberapa daerah sentra budidaya jamur tiram putih. Kabupaten
Bogor merupakan salah satu daerah sentra budidaya jamur tiram. Jumlah produksi
jamur tiram di Kabupaten Bogor pada tahun 2011 mencapai 2 724 851 ton. CV
Jaya Makmur adalah salah satu perusahaan yang melakukan kegiatan usaha
budidaya jamur tiram di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor. Usaha
budidaya jamur tiram ini tidak terlepas dari adanya risiko seperti halnya usaha
lain. Risiko yang sering dihadapi oleh perusahaan dapat mengganggu
keberlangsungan usaha yang dijalankan. Risiko yang dihadapi oleh CV Jaya
Makmur bersumber dari beberapa hal terkait dengan proses produksi pada
budidaya jamur tiram. Risiko produksi tersebut secara langsung mempengaruhi
hasil produksi jamur tiram pada CV Jaya Makmur. Jumlah produksi mungkin saja
akan mengalami penurunan ketika usaha budidaya jamur tiram menghadapi suatu
risiko produksi. Penurunan jumlah produksi tersebut akan mempengaruhi jumlah
penerimaan CV Jaya Makmur, meskipun harga jual jamur produksi CV Jaya
Makmur relatif stabil. Berdasarkan kondisi tersebut kemungkinan penurunan
jumlah penerimaan usaha CV Jaya Makmur disebabkan oleh jumlah produksi
yang berfluktuasi. Risiko ini perlu diperhitungkan, karena risiko ini dapat
berdampak pada kerugian perusahaan. Kerugian perusahaan dapat diminimalisasi
ketika kemungkinan terjadinya risiko produksi dapat diantisipasi atau ditangani,
sehingga dampak yang mungkin ditimbulkan juga dapat diminimalisasi. Oleh
karena itu, perlu diketahui mengenai risiko produksi yang dihadapi oleh CV Jaya
Makmur sehingga strategi penanganan risiko tersebut dapat diaplikasikan pada
usaha budidaya jamur tiram ini. Dengan demikian hasil produksi jamur tiram CV
Jaya Makmur dapat menjadi lebih optimal.

Perumusan Masalah

CV Jaya Makmur adalah usaha yang didirikan oleh Bapak Agus Darma
pada tahun 2011 yang berlokasi di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung

6

Kabupaten Bogor Jawa Barat. Perusahaan ini bergerak didalam usaha budidaya
jamur tiram. Jamur tiram merupakan salah satu jenis sayuran yang mulai banyak
dibudidayakan saat ini. Luas areal usaha CV Jaya Makmur adalah 7000 m2
dengan jumlah kumbung budidaya saat ini sebanyak 3 unit.
Saat ini dalam menjalankan kegiatan budidayanya, CV Jaya Makmur
memproduksi sendiri kebutuhan budidaya seperti media tanam yang biasa disebut
baglog. Tenaga kerja yang digunakan merupakan sumberdaya yang diambil dari
masyarakat sekitar lingkungan lokasi usaha. CV Jaya Makmur saat ini mampu
memproduksi 3500 sampai 3600 baglog/hari. CV Jaya Makmur menghadapi
beberapa risiko dalam menjalankan usahanya. Hal ini berdampak terhadap
penerimaan dan keuntungan, serta lebih lanjut berpengaruh terhadap
perkembangan usaha dari CV Jaya Makmur itu sendiri.
Kondisi harga pada usaha budidaya jamur tiram yang diproduksi oleh CV
Jaya Makmur relatif stabil. Harga jual jamur tiram yang diproduksi oleh CV Jaya
Makmur berkisar antara Rp 8 000/kg sampai Rp 8 500/kg. CV Jaya Makmur juga
telah memiliki pelanggan tetap untuk memasarkan jamur tiram hasil produksinya,
pelanggan tetap tersebut adalah para pedagang pengumpul. Jamur tiram
dipasarkan secara langsung kepada pengumpul dimana para pengumpul datang
langsung ke lokasi usaha, sehingga biaya transportasi dan distribusi bukan
menjadi tanggungan pihak CV Jaya Makmur. Berdasarkan kondisi tersebut dapat
diketahui bahwa harga dan pasar tidak terlalu mempengaruhi penerimaan dari
usaha budidaya Jamur tiram pada CV Jaya Makmur. Faktor lain yang mungkin
lebih mempengaruhi penerimaan CV Jaya Makmur adalah jumlah produksi,
dimana jumlah produksi tersebut mengalami fluktuasi.
Keadaan suhu sering kali mempengaruhi hasil produksi jamur tiram yang
dilakukan oleh CV Jaya Makmur. Pada suhu yang terlalu panas kondisi baglog
menjadi tidak optimal, seringkali balog menjadi kering sehingga bibit jamur yang
ada didalam baglog tidak dapat tumbuh. Sedangkan pada suhu yang terlalu rendah
kondisi baglog seringkali mengalami kebusukan, sehingga jamur tidak dapat
tumbuh pada baglog. Kondisi suhu yang terlalu panas atau rendah tersebut
dipengaruhi oleh kegiatan penyiraman baglog yang dilakukan oleh tenaga kerja.
Berdasarkan kondisi tersebut keterampilan tenaga kerja ternyata secara tidak
langsung juga mempengaruhi jumlah produksi jamur tiram pada CV Jaya
Makmur. Selain itu, penanganan dan perawatan juga harus dilakukan dengan baik
dalam setiap tahapan produksi, mengingat tanaman jamur tiram ini rentan
terhadap hama dan penyakit. Keterampilan tenaga kerja merupakan hal yang
mempengaruhi penanganan dan perawatan proses budidaya jamur tiram pada CV
Jaya Makmur. Beberapa hal tersebut diduga menjadi penyebab terjadinya
fluktuasi jumlah produksi pada CV Jaya Makmur. Produktivitas jumlah produksi
jamur tiram pada CV Jaya Makmur dapat dilihat pada Gambar 1.

7

0.5

0.46

Produktivitas (Kg/log)

0.45
0.4

0.38

0.35
0.3

0.32

0.25

0.30

0.2

0.20

0.15
0.1
0.05
0
1

2

3
Periode

4

5

Gambar 1 Grafik produktivitas jamur tiram CV Jaya Makmur

Fluktuasi produktivitas pada Gambar 1 merupakan fluktuasi produktivitas
yang terjadi setiap periodenya. Setiap tahun terdapat 3 periode tanam, artinya
untuk satu periode tanam log membutuhkan waktu maksimal 4 bulan untuk
menghasilkan jamur tiram. Produktivitas tertinggi pada CV jaya Makmur
mencapai 0.46 kg per log yang terjadi pada periode ketiga, sedangkan untuk
produktivitas terendah mencapai 0.2 kg per log terjadi pada periode kelima.
Fluktuasi produktivitas tersebut mengindikasikan bahwa ada risiko produksi yang
dihadapi oleh CV Jaya Makmur dalam melakukan usaha budidaya jamur tiram.
Produktivitas yang tinggi akan berdampak positif pada usaha budidaya yang
dilakukan CV Jaya Makmur. Namun jika produktivitas rendah akan berdampak
negatif karena akan mempengaruhi penerimaan CV Jaya Makmur dari usaha
budidaya jamur tiramnya. Oleh karena itu, untuk meminimalisasi penurunan
produktivitas pada CV Jaya Makmur maka perlu diketahui beberapa sumber risiko
yang mungkin terjadi untuk kemudian mengetahui seberapa besar probabilitas dan
dampak risiko yang mungkin terjadi akibar sumber-sumber tersebut. Selanjutnya,
berdasarkan nilai probabilitas dan dampak tersebut maka dapat diketahui strategi
penanganan yang sesuai untuk sumber risiko yang terjadi. Dengan demikian, CV
Jaya Makmur mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu memenuhi
permintaan dari calon pelanggan baru yang saat ini belum bisa dipenuhi.
Berdasarkan kondisi yang demikian menarik jika dilakukan penelitian
lebih lanjut terkait sumber-sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha
budidaya jamur tiram pada CV Jaya Makmur. Identifikasi ini dilakukan untuk
mengetahui probabilitas dari setiap sumber-sumber risiko produksi sehingga
diharapkan dampak risiko tersebut dapat diminimalisasi strategi penanganan
risiko yang dapat diterapkan nantinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Apa saja yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha budidaya
jamur tiram putih pada CV Jaya Makmur ?

8

2. Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi
dalam usaha budidaya jamur tiram putih pada CV Jaya Makmur ?
3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko produksi yang dapat
dilakukan oleh CV Jaya Makmur ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko pada usaha budidaya jamur tiram
putih pada CV Jaya Makmur.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh
sumber-sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih
pada CV Jaya Makmur.
3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam penanganan
risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih pada CV Jaya
Makmur.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya :
1. Bagi perusahaan, diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam hal
pengambilan keputusan yang dilakukan pihak perusahaan dalam
mengelola usaha budidaya jamur tiram.
2. Bagi pembaca, sebagai tambahan informasi dan wawasan untuk dijadikan
bahan rujukan penenelitian lebih lanjut mengenai risiko produksi jamur
tiram.
3. Bagi penulis, memberikan pengalaman nyata dalam menganalisis dan
memecahkan permasalahan serta menerapkan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan ini anatara lain
1. Komoditas yang akan dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah jamur
tiram putih yang diusahakan CV Jaya Makmur
2. Data yang digunakan merupakan data primer berupa hasil wawancara dan
diskusi langsung dengan pihak CV Jaya Makmur dan data sekunder
berupa data produksi pada tahun 2011 sampai 2013.

9

3. Lingkup kajian masalah yang diteliti difokuskan pada analisis risiko
produksi serta alternatif strategi penanganan risiko.

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber-Sumber Risiko

Usaha dalam sektor agribisnis merupakan usaha yang rawan terhadap
risiko dan ketidakpastian. Hal ini dikarenakan usaha dalam sektor agribisnis
berhubungan langsung dengan makhluk hidup sebagai komoditi usahanya. Para
pelaku usaha di sektor agribisnis perlu mempelajari sumber-sumber risiko yang
ada pada usahanya tersebut, untuk kemudian melakukan pengukuran risiko untuk
mengetahui dampak dan akibat serta bisa menentukan alternatif solusi untuk
mengatasi risiko tersebut. Hal ini bertujuan untuk meminimalisr kerugian yang
akan ditanggung oleh pelaku usaha. Sumber-sumber risiko dalam usaha di bidang
agribisnis sebagian besar berasal dari faktor-faktor tekhnis seperti perubahan
iklim, suhu, cuaca, hama dan penyakit, penggunaan input, serta kesalahan tekhnis
dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko risiko tersebut dapat dapat dihindari dan
dikurangi dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru,
penanganan yang intensif, dan pengadaan input yang berkualitas seperti benih,
pupuk, dan obat-obatan.
Menurut Putri (2012) berdasarkan penelitian yang dilakukannya pada
kumbung jamur tiram putih milik Bapak Ramadin yang terletak di Kampung
Kukupu, Kota Bogor, terdapat beberapa sumber risiko yang dihadapi oleh usaha
ini. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sumber-sumber risiko produksi jamur
tiram yang dihadapi antara lain, proses kegagalan sterilisasi baglog (pengukusan),
penyakit, dan suhu. Ginting (2009) juga melakukan penelitian mengenai risiko
produksi pada usaha jamur tiram putih, penelitian dilakukan pada usaha budidaya
jamur tiram Cempaka Baru, Kecamatan Cisarua. Berdasarkan hasil penelitiannya
diketahui bahwa usaha budidaya jamur tiram menghadapi sumber-sumber risiko
produksi yang terdiri dari, perubahan cuaca dan iklim, serangan hama dan
penyakit, keterampilan tenaga kerja dan teknologi pengukusan.
Situmeang (2011), melakukan penelitian mengenai risiko produksi cabai
merah keriting pada kelompok tani Pondok Menteng. Sumber-sumber risiko
produksi yang terjadi diakibatkan oleh hama dan penyakit, keadaan cuaca dan
iklm, keterampilan tenaga kerja, dan kondisi tanah. Yamin (2012) juga
menyatakan sumber-sumber risiko produksi yang dialami pada komoditas tomat
cherry juga terkait dengan perubahan cuaca, hama, penyakit, kualitas sumberdaya
manusia dan kualitas bibit yang didapat dari pihak pemasok. Sedangkan dalam
penelitian Mandasari (2012), sumber-sumber risiko yang teridentifikasi pada
tomat dan cabai merah adalah perubahan cuaca dan iklim yang sulit diprediksi,
serangan hama dan penyakit serta tingkat kesuburan tanah.

10

Pada penelitian yang dilakukan oleh Permana (2011), sumber risiko
produksi yang dialami pada bunga mawar potong terkait dengan perubahan cuaca
dan iklim, keterampilan tenaga kerja dalam perawatan mawar potong, dan adanya
serangan hama dan penyakit. Sedangkan penelitian yang dilakukan Ginting
(2009), sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram dipengaruhi oleh
perubahan cuaca, serangan hama, keterampilan tenaga kerja dan teknologi
pengukusan yang digunakan dalam proses produksi. Serupa dengan penelitan
yang dilakukan oleh Sumpena (2011), sumber-sumber risiko produksi usaha
budidaya jamur tiram dipengaruhi oleh cuaca, serangan hama, keterampilan
tenaga kerja, teknologi pengukusan yang digunakan, serta adanya tambahan risiko
produksi yang dialami yang disebabkan oleh teknologi inkubasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai risiko produksi.
Dapat diketahui bahwa pada umumnya risiko yang terjadi pada usaha budidaya
tanaman hortikulktura sangat bergantung kepada kondisi alam seperti keadaan
cuaca dan iklim, adanya hama dan penyakit, teknik dan teknologi budidaya, serta
keterampilan tenaga kerja.

Metode Analisis Risiko

Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
analisis seperti, Variance, Standar Deviation, dan Coefficient Variation. Alat
pengukuran tersebut digunakan untuk mengukur seberapa besar risiko yang
dihadapi pada objek penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Selain itu,
juga terdapat alat analisis lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya
risiko yang dihadapi suatu objek penelitian. Alat ukur tersebut meliputi standar
deviasi, z-score, dan Value at Risk (VaR).
Putri (2012) menggunakan alat analisis berupa standar deviasi, z-score,
dan Value at Risk (VaR) untuk mengukur status risiko dan dampak risiko dari
suatu usaha budidaya jamur tiram putih. Sedangkan Ginting (2009) yang juga
melakukan penelitian mengenai risiko produksi pada budidaya jamur tiram,
menggunakan alat analisis berupa, Standar Deviation, Coefficient Variation dan
Expected Return. Pada penelitian Permana (2011) pada PT Momenta Agrikultura
di Kabupaten Bandung menggunakan alat analisis berupa Variance, Standar
Deviation, Coeffisience Variation dan Expected Return karena ingin mengetahui
nilai risiko yang terjadi dan nilai pendapatan yang dihasilkan.
Situmeang (2011), melakukan penelitian mengenai risiko produksi cabai
merah keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng Kabupaten Bogor.
Mandasari (2012), juga melakukan penelitian mengenai risiko produksi tomat dan
cabai merah di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi. Kedua peneliti tersebut
menggunakan alat analisis Variance, Standar Deviation, dan Coefficient Variation
serta Expected Return untuk nilai risiko tiap komoditi yang dianalisis dan juga
menggunakan metode analisis diversifikasi / portofolio untuk mendapatkan
kombinasi yang tepat dalam masing-masing usahanya.
Berbeda dengan Yamin (2012) yang menganalis risiko produksi tomat
chery pada PD Pacet Segar di Kabupaten Cianjur dan Sumpena (2011) yang

11

menganalisis risiko produksi jamur tiram CV Mushroom Production House di
Kota Bogor. Keduanya menggunakan alat analisis Standar Deviation, z-score dan
Value at Risk (VaR).
Berdasarkan referensi dari beberapa penelitian terdahulu diketahui bahwa
alat analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko produksi adalah
Variance, Standar Deviation, Coefficient Variation dan Expected Return selain itu
terdapat alat analisis lainnya yaitu z-score dan Value at Risk (VaR).alat analisis
yang akan peneliti gunakan adalah z-score dan Value at Risk (VaR). Setelah
nantinya diperoleh nilai z-score dan Value at Risk (VaR), maka selanjutnya akan
dilakukan pemetaan sumber-sumber risiko pada peta risiko dan dilanjutkan
dengan perumusan alternatif strategi untuk menangani risiko yang terjadi.
Sehingga tujuan dari penelitian ini sendiri dapat terjawab.

Strategi Pengelolaan Risiko

Putri (2012) menyatakan bahwa untuk menangani risiko produksi pada
usaha jamur tiram putih dapat dilakukan strategi preventif dan mitigasi. Strategi
preventif diaplikasikan untuk menangani sumber risiko proses kegagalan produksi
dan penyakit. Sedangkan strategi preventif dan mitigasi dilakukan secara
bersamaan untuk menangani sumber risiko produksi berupa perubahan suhu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ginting (2009), strategi
pengelolaan risiko produksi pada Cempaka Baru yang dapat diterapkan adalah
strategi preventif. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengaplikasikan strategi
preventif tersebut antara lain, meningkatkan kualitas perawatan untuk menangani
kondisi iklim dan cuaca dengan meningkatkan intensitas penyiraman,
membersihkan area yang dijadikan kumbung untuk mencegah datangnya hama,
penyakit dan merawat fasilitas fisik, melakukan perencanaan pembibitan dengan
baik, mengembangkan sumberdaya manusia dengan mengikuti pelatihan dan
penyuluhan seputar jamur tiram putih, dan menggunakan peralatan yang steril
dalam melakukan penyuntikan bibit murni ke dalam media tanam. Strategi yang
sama dikemukakan Permana (2011), strategi preventif merupakan startegi
pengelolaan risiko produksi pada PT Momenta Agrikultura, yaitu dengan
peningkatan pengaturan cahaya greenhouse dan menerapkan sistem karantina,
meningkatkan kualitas perawatan bunga mawar, dan meningkatkan kemampuan
dan kinerja karyawan dengan melakukan pelatihan.
Menurut Situmeang (2011), strategi pengelolaan risiko produksi pada
Kelompok Tani Pondok Menteng meliputi dua hal, yaitu strategi preventif dan
strategi mitigasi. Strategi preventif yang dilakukan dengan melakukan perawatan
secara rutin mulai dari penyemaian sampai panen. Sedangkan untuk strategi
mitigasi yakni diversifikasi dirasa tidak begitu menguntungkan. Menurut
Mandasari (2012), alternatif yang dapat mengurangi tingkat risiko produksi selain
diversifikasi yaitu dengan melakukan pencegahan melalui perbaikan sistem pola
tanam, pengendalian hama dan penyakit yang bersifat alami, pengelolaan lahan
yang baik, dan melakukan pembukuan untuk melakukan perencanaan produksi.

12

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Yamin (2012), strategi
pengelolaan risiko pada PD Pacet Segar adalah dengan melakukan budidaya
menggunakan greenhouse, pemberian fungisida ganda pada tanaman tomat, serta
melakukan kerjasama dengan ICDF untuk menghasilkan bibit yang berkualitas.
Menurut Sumpena (2011), strategi penanganan risiko produksi pada penelitiannya
terdiri dari strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yang
dilakukan dengan membersihkan area kumbung dan meningkatkan intensitas
pemeriksaan baglog. Strategi mitigasi yang seharusnya dilakukan adalah
memperbaiki sistem perawatan, memperbaiki fasilitas inkubasi, memperbaiki
sistem pengukusan dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu diketahui bahwa strategi
pengelolaan risiko yang dapat digunakan dalam menanggulangi risiko adalah
strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk
menghindari risiko yang terjadi, sedangkan startegi mitigasi dilakukan untuk
meminimalkan dampak risiko yang terjadi.
Penelitian yang sudah ada sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian ini. Persamaan dan perbedaan terletak pada alat analisis dan
komoditas yang diteliti. Secara umum sumber risiko produksi yang dihadapi oleh
pelaku usaha pada komoditas hortikultura adalah terkait dengan pengaruh
perubahan cuaca, serangan hama dan penyakit, kesalahan teknologi budidaya, dan
sumber daya manusia. Penelitian ini secara umum juga akan menggunakan alatalat analisis yang tersedia yang sebelumnya pernah dilakukan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Risiko
Aktivitas suatu badan usaha atau perusahaan pada dasarnya tidak dapat
dilepaskan dari risiko. Risiko menunjukan peluang dari suatu kondisi situasi yang
dapat diukur oleh pembuat keputusan berdasarkan dimana terdapat lebih dari satu
kemungkinan hasil dari keputusan tersebut. Peluang terhadap suatu kejadian dapat
ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman mengelola kegiatan
usaha.
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini sesuai dengan pendapat
(Kountur 2008), yaitu ketidakpastian itu sendiri terjadi akibat kurangnya atau
tidak tersedianya informasi menyangkut apa yang akan terjadi. Selanjutnya
dijelaskan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dapat berdampak merugikan
atau menguntungkan. Apabila ketidakpastian yang dihadapi berdampak
menguntungkan maka disebut dengan istilah kesempatan (opportinitiy),
sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut sebagai risiko. Oleh
sebab itu, risiko dapat disebut sebagai suatu keadaan tidak pasti yang dihadapi

13

seseorang atau perusahaan yang bersifat merugikan Sedangkan menurut Kasidi
(2010), risiko adalah kemungkinan terjadinya penyimpangan dari harapan yang
dapat menimbulkan kerugian.
Menurut Darmawi (2010), risiko dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga.
Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukan adanya ketidakpastian.
Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko,
kondisi yang demikian ditimbulkan oleh beberapa sebab, antara lain :
a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatn itu
berakhir.
b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.
c. Keterbatasan pengetahuan, keterampilan atau tekhnik mengambil
keputusan dan sebagainya.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan risiko dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni (pure risk) adalah
sesuatu yang hanya dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak
mungkin menguntungkan. Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi
perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan dapat juga memberikan
kerugian. Risiko spekulatif biasanya tidak dapat diasuransikan, sedangkan hanya
risiko murni yang dapat diasuransikan.
Menurut Vaughan (1978) dalam Darmawi definisi risiko ialah :
a. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian), yaitu suatu
keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap
kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.
b. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)
hal ini didefinisikan bahwa “possibility” berarti probabilitas suatu
peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini tidak cocok
dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
c. Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) dimana ada
kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian yaitu
adanya risiko karena adanya ketidakpastian.
Djohanputro (2008) definisi risiko terkait dengan keadaan adanya
ketidakpastian dan ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif. Untuk
menghitung tingkat ketidakpastiaan dapat dengan memperoleh informasi. Yang
membedakan risiko dan ketidakpastian adalah informasi. Tetapi apabila terdapat
informasi untuk menghitung probabilitas kejadian masing-masing scenario maka
ketidakpastian dapat berubah menjadi risiko. Sedangkan definisi yang paling
mendasar risiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui
tingkat probabilitas kejadiannya. Pengertian lain risiko juga dapat diartikan
ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau
kehilangan.

Sumber dan Jenis Risiko
Risiko dalam kegiatan pertanian tergolong unik karena dalam aktivitasnya
berhubungan dengan mahkluk hidup. Harwood et al (1999) menyatakan bahwa
terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian antara lain:

14

a. Risiko produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah
gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan
oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan
sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.
b. Risiko Pasar atau Harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah,
ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan
lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain
harga dapat naik akibat dari inflasi.
c. Risiko Kelembagaan
Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan
tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk
memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.
d. Risiko Kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya
kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu
usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha
tersebut, contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.
e. Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha
terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis
ekonomi dan sebagainya.
Menurut Djohanputro (2008), risiko perusahaan dapat dikategorikan ke
dalam empat jenis risiko, yaitu :
a. Risiko keuangan yaitu fluktuasi target keuangan atau ukuran moneter
perusahaan karena gejolak berbagai variabel makro. Serta risiko keuangan
terdiri dari risiko likuiditas, risiko kredit dan risiko permodalan.
b. Risiko operasional merupakan potensi penyimpangan dari hasil yang
diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, sumber daya manusia,
teknologi dan faktor lain. Risiko operasional dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu manusia (SDM), teknologi, sistem dan prosedur,
kebijakan, struktur organisasi.
c. Risiko strategis adalah risiko yang dapat mempengarui eksposur korporat
dan eksposur strategis (terutama eksposur keuangan) akibat keputusan
strategis yang tidak sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal usaha.
Risiko strategis ini terdiri dari risiko usaha, risiko transaksi strategis dan
transaksi hubungan investor.
d. Risiko eksternalitas yaitu potensi penyimpanan hasil pada eksposur
korporat dan strategis dan dapat berdampak pada potensi penutupan usaha
karena adanya pengaruh dari faktor eksternal, yang meliputi risiko
reputasi, risiko lingkungan, risiko sosial dan risiko hukum.
Kountur (2008), mengelompokan jenis risiko berdasarkan sudut pandang.
Risiko berdasarkan sudut pandang dikelompokan menjadi dua, yaitu dari sudut
pandang penyebab dan sudut pandang akibat. Risiko dilihat dari sudut pandang

15

sebab terjadinya risiko. Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada 2 macam
risiko, yaitu :
a. Risiko keuangan merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor
keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing.
b. Risiko operasional merupakan risiko-risiko yang disebabkan oleh faktorfaktor non keuangan seperti manusia, teknologi dan alam
Risiko dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Ada dua kategori risiko jika
dilihat dari akbat yang ditimbulkan, antara lain :
a. Risiko murni adalah risiko yang hanya dapat mengakibatkan kerugian saja
dan tidak memungkinkan adanya keuntungan.
b. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya
kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan.

Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mencakup seberapa besar kemungkinan risiko akan
terjadi dan seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar
terjadi. Menurut Darmawi (2010), perlunya mengukur risiko yaitu untuk
menentukan relatif pentingnya dan untuk memperoleh informasi yang akan
menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok
untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan untuk mengukur risiko yaitu,
frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi serta keparahan dari kerugian
itu. Hal yang ingin diketahui dari masing-masing dimensi tersebut yaitu rata-rata
nilainya dalam periode anggaran variasi nilai itu, dari satu periode anggaran ke
periode anggaran sebelum dan berikutnya dampak keseluruhan dari kerugiankerugian itu jika seandainya kerugian itu ditanggung sendiri, harus dimasukkan
dalam analisis, jadi tidak hanya nilainya dalam rupiah saja.
Pengukuran risiko dapat menggunakan Variance, Standart Deviation dan
Coefficient Variance. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai
variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Standard deviation yang
merupakan alat kuadrat dari variance sedangkan coefficient variation merupakan
rasio dari standard deviation dengan nilai expected return dari suatu kegiatan
usaha. Return yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga.
Coefficient variation merupakan ukuran yang paling tepat jika dibandingkan
dengan variance dan standard deviation bagi pengambil keputusan khususnya
dalam memilih salah satu alternatif usaha dengan mempertimbangkan risiko yang
dihadapi dari setiap kegiatan usaha. Semakin kecil coefficient variation maka
semakin rendah risiko usaha yang akan dihadapi.
Menurut Djohanputro (2008), pengukuran risiko selalu mengacu paling
tidak pada dua ukuran yaitu probabilitas dan dampak risiko. Probabilitas
merupakan rentang (range) yang sangat lebar, dari mendekati 0% (nyaris tidak
akan terjadi), sampai mendekati 100% (nyaris pasti terjadi). Dalam bahasa
kualitatif, probabilitas risiko tidak dinyatakan dalam persentase kejadian seperti
yang disebutkan sebelumnya, tetapi dengan kategorisasi. Dampak merupakan
ukuran mengenai seberapa besar akibat yang ditimbulkan bila risiko tersebut
benar-benar terjadi. Dampak juga dinyatakan dalam rentangan. Dampak yang
terkecil adalah mendekati Rp Nol,-. Dampak terbesar bisa sangat tinggi dan batas

16

atasnya sulit ditentukan karena sangat tergantung pada masing-masing risiko.
Dampak juga dapat dinyatakan dalam ukuran bukan rupiah, bila memang sulit
diidentifikasi nilai rupiahnya. Biasanya dinyatakan dalam bentuk kategorisasi.

Manajemen Risiko
Menurut Darmawi (2010), manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk
mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kerugian
perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi perusahaan
yang lebih tinggi.
Adanya manajemen risiko maka akan mengurangi risiko yang ada dalam
perusahaan. Manajemen risiko dapat dilakukan dengan adanya kesadaran
mengenai risiko yaitu dengan mengidentifikasi risiko yang ada, mengukur risiko,
memikirkan
mengenai
konsekuensi
risiko-risiko
yang
ada
dan
mengkomunikasikan keseluruh bagian berbagai risiko yang ada sehingga dapat
dicari penanganannya. Proses pen