Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan penting dalam perekonomian nasional dengan kecenderungan pertumbuhan yang naik atau meningkat. Perkembangan kontribusi subsektor hortikultura terhadap PDB Nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2005-2008

Komoditas

Nilai PDB (dalam Milyar Rp) % Perkembangan

2005 2006 2007 2008 (a) (b) (c)

Buah-buahan 31,694 35,448 42,362 42,660 11,85 19,51 0,7 Sayuran 22,630 24,694 25,587 27,423 9,12 3,62 7,18 Biofarmaka 2,806 3,762 4,105 4,118 34,07 9,12 0,31 Tanaman hias 4,662 4,734 4,741 6,091 1,54 0,14 28,48 Hortikultura 61,792 68,639 76,795 80,292 13,75 11,89 4,55 Keterangan :

a) Persentase perkembangan tahun 2005-2006 b) Persentase perkembangan tahun 2005-2007 c) Persentase perkembangan tahun 2007-2008 Sumber : Pusdatin dan BPS (2008)1

Tabel 1 menunjukkan, seluruh komoditas subsektor hortikultura terus mengalami peningkatan terhadap nilai Produksi Domestik Bruto Nasional dari tahun 2005 sampai 2008. Untuk dapat menilai apakah terjadi pertumbuhan pada subsektor hortikultura dapat dilihat, dari persentase perkembangan komoditi. Persentase perkembangan buah-buahan, tanaman hias dan sayuran memiliki kecenderungan angka yang fluktuasi. Komoditas buah-buahan mengalami peningkatan dari tahun


(2)

2 2005-2007 dan turun pada tahun 2008, sedangkan komoditas sayuran dan tanaman hias berfluktuasi dari tahun ke tahun.

Komoditas sayuran adalah salah satu komoditas yang memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Selain sebagai salah satu komoditas yang bernilai ekonomis, dan mudah dibudidayakan komoditas sayuran juga memiliki keunggulan sebagai salah satu sumber serat makanan, vitamin dan mineral yang penting untuk pembangunan kesehatan masyarakat. Potensi pasar yang cukup besar dapat memposisikan sayur-sayuran sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Tabel 2 menunjukan perkembangan nilai ekspor impor sayuran di Indonesia.

Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor-Impor Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2008

Tahun

Ekspor Impor

Volume (%) Nilai (%) Volume (%) Nilai (%) (ribu Ton) (juta USD) (ribu Ton) (juta USD)

2005 152,7 - 110,6 - 508,3 - 188,0 -

2006 236,2 54,7 126,2 14,1 550,4 8,3 257,8 37,1 2007 209,4 -11,3 137,1 8,6 784,9 42,9 351,4 36,3 2008* 175,9 -16,0 171,5 25,1 917,2 16,8 442,4 25,9 Keterangan : *) Angka sementara

(%) Persentase perkembangan per tahun

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian (2009)2

Pada Tabel 2, secara keseluruhan setiap tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2008 Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam hal impor sayuran, sedangkan dalam hal ekspor sayuran terlihat pada tabel ekspor Indonesia volumenya cenderung berfluktuasi, dari tahun 2005 sampai tahun 2006 terjadi kenaikan namun


(3)

3 masuk tahun 2007 volume ekspor menurun. Tahun 2008 kecenderungannya menurun kembali meskipun angkanya masih bersifat sementara.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Indonesia lebih banyak melakukan impor sayuran dibanding mengekspor sayuran. Impor sayuran ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi permintaan dalam negeri, sebagai akibat dari kurangnya pasokan dari dalam negeri. Dengan demikian terdapat peluang pasar yang besar untuk memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dan luar negeri.

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi sayuran saat ini terus meningkat, mengingat sayuran merupakan bahan makanan yang kandungan seratnya tinggi dibanding sumber makanan lain. Jamur merupakan salah satu jenis makanan yang termasuk dalam kategori sayur-sayuran, jamur juga merupakan salah satu komoditi penting yang bernilai ekonomis. Jamur dapat tumbuh subur di tempat yang beriklim tropis. Indonesia merupakan Negara yang memiliki iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Didukung dengan kondisi alam yang baik, jamur dapat menjadi salah satu komoditi potensial yang dapat dibudidayakan dan dikembangkan di wilayah Indonesia.

Jamur memiliki kandungan gizi dan khasiat yang baik untuk kesehatan. Pola konsumsi masyarakat modern saat ini sering menjadikan jamur sebagai makanan alternatif, karena teksturnya yang kenyal dan rasanya yang enak, jamur juga dapat dijadikan sebagai bahan makanan pengganti daging, terutama para kaum vegetarian. Adanya perubahan pola konsumsi tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap permintaan jamur kedepannnya, terutama permintaan di pasar ekspor.

Berbagai jenis jamur diekspor ke luar negeri dengan jumlah yang besar, di luar negeri jamur banyak digunakan sebagai bahan campuran obat ataupun untuk dikonsumsi. Jenis jamur yang biasa diekspor ke luar negeri antara lain jamur shitake, jamur tiram putih dan jamur kuping. Produksi jamur di Indonesia masih bersifat fluktuasi baik untuk jamur ekspor ataupun jamur untuk konsumsi dalam negeri. Data perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.


(4)

4 Tabel 3. Perkembangan Ekspor Impor Jamur Indonesia Tahun 2003-2008

Tahun

Ekspor Impor

Volume (kilogram)

Nilai (US$)

Volume (kilogram)

Nilai (US$)

2003 16.113.207 19.201.360 1.539.321 1.217.704

2004 3.333.723 2.793.243 194.010 208.646

2005 22.558.977 24.021.656 2.913.432 2.566.954

2006 18.351.038 22.129.170 3.594.073 3.656.223

2007 20.571.404 29.900.009 3.370.435 3.967.449

2008* 19.452.421 30.863.291 3.431.709 4.726.154 Sumber : Pusdatin dan BPS (2008)

Berdasarkan Tabel 3, Perkembangan ekspor dan impor jamur Indonesia dari tahun ke tahun sangat berfluktuasi, jika dilihat secara keseluruhan dari tahun 2003 sampai 2008 jumlah volume ekspor jamur lebih tinggi daripada impor. Berdasarkan hasil ekspor tersebut nilai yang didapat cukup besar, tentunya hal ini memberikan keuntungan pendapatan bagi Negara. Namun pada tahun 2004 jumlah ekspor maupun impor jamur mengalami penurunan volume, kemungkinan penurunan ini diduga disebabkan oleh kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil (Direktorat Jendral Hortikultura, 2007).

Pada tahun 2005 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan volume yang tinggi, baik dari segi kuantitas dan nilai. Peningkatan ekspor ini diduga disebabkan oleh meningkatnya permintaan masyarakat luar negeri terhadap jamur, terutama jamur di Indonesia yang kualitasnya dianggap lebih baik dari negara produsen jamur lainnya. Jika dilihat dari besarnya nilai impor menunjukkan bahwa permintaan dalam negeri terhadap komoditas jamur sangat besar, kondisi ini mengindikasikan bahwa peluang pasar untuk mengembangkan budidaya jamur masih sangat terbuka dan permintaan berpotensi akan terus meningkat

Permintaan jamur khususnya beberapa Kota di wilayah Propinsi Jawa Barat cukup tinggi, Permintaan pasar terhadap kebutuhan jamur tiram di Kota Bogor,


(5)

5 Sukabumi, dan sekitar Jakarta saat ini diperkirakan mencapai 5 sampai 10 ton perbulan. Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2008, permintaan jamur ini akan terus meningkat sampai beberapa tahun ke depan, berapa pun yang diproduksi oleh petani jamur dapat dipastikan habis terserap oleh pasar. Kenaikan permintaan sekitar 20 persen sampai 25 persen per tahun.

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain karena rasanya yang digemari, jamur tiram juga memiliki manfaat dalam pengobatan salah satunya adalah dapat menurunkan kolesterol darah. Menurut Suriawiria (2002), konsumsi jamur tiram putih selama tiga minggu dapat menurunkan kadar kolesterol hingga 40 persen. Jika dilihat dari sisi gizi jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti jamur merang, jamur kuping, daging sapi, bayam, kentang, kubis, seledri, buncis dan lain-lain. Jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi tetapi rendah lemak (Suriawiria, 2002).

Pembudidayaan jamur tiram memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan yang luas dan siklus masa tanam yaitu sekitar empat bulan, Panen dapat dilakukan setiap hari pada pagi hari. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi para petani untuk memutar modalnya dan otomatis dapat memberikan keuntungan lebih cepat. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur pangan yang dapat tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim sedang atau sejuk (Chazali et al, 2009).

Menurut Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (2007), sentra jamur tiram putih banyak dibudidayakan di wilayah Bandung, Bogor, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Sleman, Yogyakarta, dan Solo. Salah satu wilayah yang beriklim sejuk adalah wilayah Kabupaten Bogor. Usaha budidaya jamur tiram putih yang terdapat di Kabupaten Bogor masih dilakukan secara tradisional dan skala usahanya pun masih tergolong dalam usaha tani rakyat. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah penghasil jamur tiram. Adapun produksi jamur tiram putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.


(6)

6 Tabel 4. Jumlah Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten

Bogor Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah

(Log/thn)

Produksi (Kg/thn)

Produktifitas (Kg/log)

1 Tamansari 191.500 38.300 0,20

2 Pamijahan 61.700 8.638 0,18

3 Cisarua 780.000 173.250 0,17

4 Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15

5 Rancabungur 34.000 4.420 0,13

6 Cijeruk 17000 2040 0,12

7 Sukaraja 10000 1200 0,12

Rata-rata 0,15

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007

Jika dilihat pada Tabel 4, dari beberapa wilayah yang ada di Kecamatan Cisarua merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat produktivitas dan produksinya, hal ini cukup beralasan, mengingat wilayah Cisarua merupakan wilayah yang mempunyai iklim yang cukup sejuk karena berada di ketinggian. Wilayah berikutnya yang memiliki potensi pengembangan budidaya jamur tiram paling tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar adalah Kecamatan Tamansari sebanyak 38.300 kilogram per tahun dan Kecamatan Pamijahan.

Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu dari tiga Kecamatan di Kabupaten Bogor yang mempunyai tingkat potensi yang cukup tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar sebanyak 8.638 kilogram per tahun. Penelitian secara sengaja dilakukan di wilayah Kecamatan Pamijahan tepatnya di Yayasan Paguyuban Ikhlas Desa Cibening selain karena dekat dengan lokasi tinggal peneliti, wilayah tersebut juga merupakan salah satu wilayah Kecamatan penghasil jamur tiram terbesar di Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut juga mempertimbangkan alasan menghemat biaya penelitian, maka dipilihlah wilayah Kecamatan Pamijahan sebagai tempat untuk melakukan penelitian.


(7)

7

1.2Perumusan Masalah

Yayasan Paguyuban Ikhlas merupakan salah satu yayasan yang didirikan oleh beberapa orang yang bergerak dalam bidang agribisnis usaha budidaya jamur tiram putih dan baru menjalankan usaha budidaya jamur tiram putih pada awal tahun 2009. Usaha ini beroperasi dalam skala menengah dan pemilik bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua risiko. Budidaya ini dilakukan di Kecamatan Pamijahan yang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang didapat, Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu Kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor yang cukup tinggi memproduksi jamur tiram putih.

Salah satu sentra budidaya jamur tiram putih di wilayah tersebut adalah Yayasan Paguyuban Ikhlas. Yayasan Paguyuban Ikhlas memproduksi sendiri seluruh kebutuhan budidaya seperti media tanam yang biasa disebut log, peralatan-peralatan teknis, dan sumber daya manusia diambil dari masyarakat sekitar. Siklus produksi log dilakukan setiap satu bulan sekali, hal ini disesuaikan dengan kapasitas mesin produksi (steamer) yang hanya mampu memproduksi log sebanyak 1.200 log per hari dikali dengan 24 hari kerja, maka dalam satu bulan produksi Yayasan Paguyuban Ikhlas menghasilkan sekitar 28.800 log media tanam untuk jamur tiram putih.

Selama menjalankan bisnis usaha budidaya jamur tiram putih, Yayasan Paguyuban Ikhlas memperoleh produktivitas tertinggi untuk tanaman jamur tiram putih, yaitu sebesar 0,4 kilogram per log, sedangkan produktivitas terendah yang pernah dialami sebesar 0,15 kilogram per log. Berfluktuasinya produktivitas diakibatkan oleh berbagai macam masalah yang dihadapi selama melakukan proses pengusahaan jamur tiram putih. Produktivitas per log dapat menjadi indikator kemungkinan adanya risiko usaha yang mungkin dihadapi oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berikut dapat dilihat grafik produktivitas pada Gambar 1.


(8)

8 Gambar 1. Grafik Produktivitas Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas (Tahun 2009-2010)

Keterangan :

1 : Produktivitas Januari – April 2009 2 : Produktivitas Mei – Agustus 2009

3 : Produktivitas September – Desember 2009 4 : Produktivitas Januari – April 2010

5 : Produktivitas Mei – Agustus 2010 Sumber : Yayasan Paguyuban Ikhlas, 2010

Pada Gambar 1 dapat dilihat, grafik hasil produktivitas jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas berfluktuasi. Produktivitas log dalam menghasilkan jamur tiram tidak stabil di setiap siklus tanam, dalam satu tahun terdapat tiga masa siklus tanam, umur log memproduksi jamur tiram maksimal sekitar empat bulan, lama waktu tersebut dinamakan musim tanam, dimana pada setiap musim tanam tersebut kondisi produktivitas jamur tiram putih per log pernah menurun cukup signifikan, yaitu sampai dengan 0,15 kilogram per log, standar normal produksi yaitu 0,30 kilogram per log. Jika dilihat pada Gambar 1, penurunan terjadi pada musim tanam antara bulan Mei dan Agustus tahun 2009 yaitu pada plot nomor dua, dari informasi yang didapat dari supervisor yang menangani langsung proses budidaya, pada musim

Jumlah Produktivitas (kg/log)

0,40 4 0,35 1 0,30 5 0,25 3

0,20

0,15 2

0,10

0 ■ ■ ■ ■ ■ Musim Tanam Jan-April Mei-Agt Sept-Des Jan-April Mei-Agt

2009 2010


(9)

9 tanam tersebut sering terjadi serangan hama yaitu hama tikus, yang merusak log jamur sehingga mempengaruhi produktivitas jamur tiram putih.

Akibat produktivitas yang tidak stabil, Yayasan Paguyuban Ikhlas belum mampu memenuhi permintaan jamur tiram putih segar di pasaran. Permintaan Jamur tiram kurang lebih sebanyak satu ton per hari, permintaan tersebut didapat dari hasil wawancara dengan pihak supervisor Yayasan Paguyuban Ikhlas yaitu dengan Pak Gunawan. Pemasaran jamur tiram putih biasanya dijual ke para pedagang di wilayah Bogor, para pedagang pengumpul di pasar TU Kemang ataupun pedagang pengumpul lainnya seperti pasar Bogor, pasar Leuwiliang, dan pasar Anyar Merdeka. Saat ini Yayasan Paguyuban Ikhlas baru bisa memenuhi permintaan dari pasar TU Kemang, dikarenakan kurangnya sumber daya manusia serta kapasitas produksi yang masih belum bisa memenuhi permintaan. Permintaan yang tinggi artinya diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan tidak hanya sisi teknis pembudidayaannya namun juga diperlukan pengelolaan manajemen yang kuat.

Beberapa sumber-sumber risiko produksi yang didapat dari hasil identifiksi awal, belum bisa memberikan gambaran keseluruhan mengenai faktor-faktor apa saja yang bisa menjadi sumber risiko produksi. Menarik jika diadakan penelitian lebih lanjut untuk mencari dan mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang ada pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini. Identifikasi ini dilakukan dengan harapan dapat diterapkan, paling tidak dapat meminimalkan dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko.

Berdasarkan analisa tersebut timbul beberapa pertanyaan yang perlu dijawab, antara lain :

1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih ?

2. Bagaimana dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko tersebut ? 3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko yang tepat, sehingga dapat

dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi ?


(10)

10 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas.

2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan dari sumber-sumber risiko produksipada kegiatan budidaya jamur tiram putih Yayasan Paguyuban Ikhlas.

3. Menganalisis alternatif strategi untuk mengatasi sumber-sumber risiko produksi usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan mampu memberikan manfaat bagi para petani jamur tiram putih, untuk penulis juga, para pembaca, dan masyarakat yang menggeluti pembudidayaan jamur tiram putih. Khususnya bagi para pembudidaya jamur tiram putih yang menjadi pengambil keputusan. Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam hal memberikan gambaran mengenai analisis risiko, mengukur risiko serta dapat mengambil tindakan alternatif yang bersifat strategis dalam menghadapi risiko bisnis atau kerugian yang mungkin saja muncul selama usaha budidaya berjalan.

Sedangkan untuk penulis memberikan hal baru dalam menganalisis dan mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah bisnis atau kegiatan usaha. Bagi masyarakat ataupun para pembaca diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan sumber informasi ataupun rujukan untuk dapat dijadikan acuan dalam memulai usaha budidaya jamur tiram putih, ataupun dapat dijadikan bahan rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.


(11)

11 II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Jamur Tiram Putih

Jamur disebut juga cendawan, supa, atau mushroom. Jamur merupakan salah satu jenis tumbuh-tumbuhan, yang tidak memiliki klorofil atau zat hijau daun, sehingga kebutuhan karbohidrat harus dipenuhi dari luar. Karena itu jamur hidup pada sisa mahluk hidup lain yang sudah mati (saprofitik) atau hidup pada jasad mahluk lain (parasitik) (Suriawiria, 2002).

Jamur tiram putih banyak ditemukan di alam bebas dan tumbuh pada pohon ataupun kayu yang sudah lapuk, tumpukan daun, ataupun organisme lain yang telah mati dan umumnya tumbuh secara bergerombol. Jamur mengambil zat-zat makanan yang berasal dari organisme lain untuk pertumbuhannya. Karena kondisi ketergantungan inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik dan harus hidup secara saprofitik atau secara parasitik. Menurut Suriawiria (2002) hidup saprofitik adalah hidup pada sisa mahluk lain yang sudah mati, misalnya pada tumpukan sampah, tumpukan kotoran hewan, serbuk gergajian kayu, ataupun pada batang kayu yang sudah lapuk. Kemudian hidup secara parasitik adalah hidup pada jasad mahluk lain, misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia yang masih hidup.

Menurut Chazali dan Pratiwi (2009), jamur sudah dikonsumsi dan dibudidayakan sejak 3000 tahun yang lalu, biasanya digunakan sebagai campuran makanan ataupun obat-obatan herbal. Jamur dahulu kala menjadi salah satu makanan mewah yang disantap oleh para raja-raja. Umumnya jamur konsumsi memiliki rasa yang lezat dan mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi kesehatan tubuh, contoh jamur konsumsi antara lain jamur tiram, jamur kuping, jamur shiitake, jamur

champignon, dan jamur merang.

Menurut Suriawiria (2002) komposisi zat-zat kimia yang terkandung di dalam jamur tergantung pada jenis dan tempat tumbuh jamur tersebut. Di samping mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin. Jamur juga mengandung beberapa


(12)

12 jenis senyawa berkhasiat obat. Dalam protein jamur terdapat 9 macam asam amino esensial dari 20 macam asam amino yang dikenal.

Kandungan protein di dalam jamur tiram putih berkisar antara 19 persen sampai 35 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada beras dan gandum, namun relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan protein pada susu dan kedelai. Kandungan protein pada beras adalah 7,3 persen, gandum 13,2 persen, kedelai 39,1 persen, dan air susu 25,2 persen (Suriawiria, 2002).

Pada awal tahun 1970-an, masyarakat Indonesia baru mulai mengenal jenis jamur tiram putih, yang bibitnya didatangkan langsung dari negara Taiwan (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih memiliki ciri fisik yang khas yaitu tudungnya menyerupai cangkang kerang dengan diameter kurang lebih antara 5 centimeter sampai 15 centimeter, dengan permukaan yang licin dan dalam kondisi lembab menjadi agak berminyak. Bagian tepi sedikit bergelombang dengan posisi tangkai berada di tengah tudung, tubuh buahnya berwarna putih dan tebal. Nama jamur tiram putih didasarkan pada warna tubuh buahnya (Suriawiria, 2002). Jamur tiram putih dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus ini, hidup sebagai saprofit di pohon inangnya dan tumbuh di alam secara liar di kawasan yang berdekatan dengan hutan, Biasanya menempel pada kayu atau dahan kering yang telah lapuk atau mati.

2.2 Budidaya Jamur Tiram Putih

Menurut Chazali (2009), proses produksi merupakan tahapan penting dalam budidaya jamur tiram, karena pada tahap ini siklus hidup jamur berlangsung. Oleh sebab itu dibutuhkan sarana pendukung yang baik. Dengan sarana yang memadai diharapkan tercipta lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan jamur tiram sehingga diperoleh produksi yang maksimal.

Berdasarkan hal tersebut hal-hal yang perlu dilakukan antara lain : 1. Persiapan Bangunan (Rumah kumbung)

Bangunan (Rumah kumbung) harus disesuaikan dengan kebutuhan, dan harus disesuaikan dengan log atau media tanam yang akan diproduksi. Selain itu untuk pembuatan rak, yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan log atau media


(13)

13 tanam sebaiknya dibuat dari bambu agar lebih kuat dan tidak cepat rusak. Jarak dan tinggi rak disesuaikan dengan tinggi ruang pemeliharaan.

2. Pemeliharaan Media Tanam

Media tanam merupakan media yang harus dipelihara dengan baik, karena media tanam merupakan tempat tumbuhnya miselium dan tubuh buah. Pemeliharaan ini berhubungan dengan menjaga lingkungan sekitar agar pertumbuhannya baik. Berikut beberapa faktor lingkungan yang harus dijaga :

a) Kandungan air di dalam log atau media tanam sebaiknya 35 sampai 45 persen, jika kelebihan air maka akan menyebabkan pertumbuhan jamur lain yang tidak diharapkan dan jamur bisa mengalami pembusukan terutama di bagian akar, dan jika kekurangan air maka miselium tidak dapat tumbuh dengan baik.

b) Intensitas cahaya, pertumbuhan miselium dan tubuh buah sangat dipengaruhi oleh adanya cahaya langsung. Tempat penyimpanan harus dibuat tetap dalam keadaan teduh dan meminimalisir cahaya yang masuk secara langsung ke dalam ruangan.

2.2.1 Media Tumbuh Jamur Tiram Putih

Media pertumbuhan jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam. Umumnya pembudidaya menggunakan log yang berisi serbuk kayu sebagai tempat pertumbuhan jamur tiram yang didalamnya sudah terdapat media dan nutrisi yang mendukung pertumbuhan jamur. Bahan baku yang digunakan untuk membuat media yaitu : (1) serbuk gergaji, (2) bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein, (3) kapur sebagai sumber mineral dan pengatur pH media, (4) gips sebagai bahan penambah mineral dan untuk mengokohkan media. Salah satu komposisi campuran media tumbuh jamur tiram adalah serbuk gergaji (80%), bekatul (16%), kapur (2%) dan gips (2%).

Kadar air di dalam media diatur antara 60 sampai 65 persen dengan cara menambahkan air bersih. Apabila air yang ditambahkan kurang maka penyerapan makanan oleh jamur menjadi kurang optimal, sehingga jamur menjadi kecil (kerdil).


(14)

14 Apabila air yang ditambahkan terlalu banyak maka mengakibatkan kebusukan pada akar jamur tiram. Tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram.

2.2.2 Syarat Tumbuh

Jamur tiram tumbuh dengan baik pada ketinggian 600 dpl (diatas permukaan laut), dengan suhu rata-rata 15 sampai 30 derajat celcius selain itu daerah tersebut paling tidak harus memiliki kelembaban 80 sampai 90 persen. Untuk pertumbuhan miselium sebaiknya kelembaban udara dipertahankan antara 90 persen sampai 100 persen Dalam pertumbuhannya jamur tiram tidak terlalu membutuhkan cahaya yang tinggi, intensitas cahaya lebih dibutuhkan pada saat pertumbuhan tubuh buah daripada saat pembentukan miselium.

Menurut Suriawiria (2009), syarat tumbuh jamur meliputi beberapa parameter, terutama temperatur, kelembapan relatif, waktu, kandungan CO2 dan cahaya. Paparan cahaya matahari langsung bisa menghambat pertumbuhan miselium atau merusak tubuh buah yang sudah terbentuk. Pada dasarnya cahaya yang menyebar merupakan cahaya yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tiram dapat berkembang pada media yang memiliki pH masam dengan kadar pH 5,5 sampai 7, lingkungan yang terlalu asam atau terlalu basa tidak dapat mendukung pertumbuhan jamur. Pertumbuhan jamur tiram membutuhkan kelembaban serta suhu yang relatif sejuk yaitu pada saat pertumbuhan miselium dibutuhkan suhu 23 sampai 28derajat celcius dengan suhu optimum 25derajat celcius, sedangkan untuk membentuk tubuh buah sebaiknya pada suhu 17 sampai 23derajat celcius.

2.2.3 Panen dan Pascapanen

Menurut Chazali (2009) Jamur tiram termasuk jenis tanaman budidaya yang memiliki masa panen cukup cepat. Panen jamur tiram dapat dilakukan dalam jangka waktu 37 sampai 40 hari setelah pembibitan atau setelah tubuh buah berkembang maksimal, yaitu sekitar 2 sampai 3 minggu setelah tubuh buah terbentuk. Selama musim tanam jamur tiram kegiatan panen dapat dilakukan antara 4 sampai 8 kali


(15)

15 tergantung pada kandungan substrat media tanam, bibit jamur dan lingkungan selama dilakukannya pemeliharaan.

1. Panen

Panen dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur tiram sudah memenuhi persyaratan, dengan diameter rata-rata antara 5 sampai 10 centimeter dengan kondisi fisik belum mekar penuh atau pecah. Jamur tiram dengan kondisi ini tidak mudah rusak jika dipanen. Waktu yang paling baik untuk memanen jamur tiram adalah pagi hari karena kondisi jamur tiram dalam keadaan masih segar, cara melakukan pemanenan yang baik adalah dengan mencabutnya dan menyertakan tubuh buah bersama akarnya. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada bagian jamur tiram yang tertinggal yang bisa mengakibatkan kebusukan.

2. Pasca Panen

Penanganan yang dilakukan setelah pemanenan bertujuan untuk menciptakan hasil yang berkualitas sehingga dapat sesuai dengan permintaan pasar. Kegiatan yang dilakukan yaitu melalui penyortiran, pengemasan dan kegiatan lainnya seperti pengeringan. Dalam kegiatan penyortiran jamur tiram harus segera dipisahkan dari pangkalnya agar bersih, selain itu dipisahkan juga berdasarkan bentuk dan ukurannya hal ini bertujuan agar diperoleh hasil yang seragam. Untuk pengemasan jamur umumnya dikemas menggunakan plastik kedap udara, penyimpanan di dalam plastik bisa mempertahankan kesegaran jamur selama 2 sampai 4 hari.

2.3 Penelitian Terdahulu Mengenai Risiko

Penelitian mengenai risiko di suatu usaha telah banyak dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Hal tersebut memberikan maksud bahwa risiko merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji lebih lanjut, terlebih dikaji dengan maksud untuk melindungi suatu usaha dari suatu kerugian. Tentunya yang berkaitan dengan dampak dan strategi penanganan risiko tersebut. Permasalahan produksi dalam hal ini produktivitas ditemui juga pada budidaya jamur tiram yang dimiliki oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Dimana produktivitas jamur tiram mengalami fluktuasi bahkan terlihat pada musim panen pada bulan tertentu fluktuasinya cukup signifikan, dengan


(16)

16 demikian perlu dikaji lebih lanjut pada aspek produksinya. Untuk alat analisis dasar yang digunakan oleh kebanyakan para peneliti sebelumnya juga akan menjadi alat analisis dasar untuk mengetahui kemungkinan atau probabilitas terjadinya risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas ini. Selain dari alat analisis dasar yang digunakan yaitu variance, standard deviation, dan

coefficient variance. Ada beberapa alat analisis lain yang sering juga digunakan untuk

menganalisis risiko dan mengetahui probabilitas dampak dari suatu risiko, hal tersebut dapat terlihat dari beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

Wisdya (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor penyebab risiko produksi pada produksi anggrek phalaeonopsis. Ditemukkan bahwa anggrek yang tidak layak jual (reject) terdiri dari kontaminasi dalam pembibitan dengan teknik kultur jaringan, serangan hama penyakit, virus, mutan, stagnan dan kerusakkan mekanis pada tanaman yang sulit diprediksi.Peluang untuk kondisi tertinggi, normal dan terendah diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali perusahaan mencapai presentase keberhasilan produksi dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah selama periode siklus berlangsung, selain itu Wisdya (2009) juga mengemukakan bahwa strategi penanganan risiko produksi anggrek phalaeonopsis pada PT. EGF dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada. Alat analisis yang digunakan z-score dan VaR (Value at Risk) utnuk menganalisis dampak dari terjadinya risiko pada usaha yang sedang diteliti. VaR adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksi dengan tingkat kepercayaan tertentu. Pengukuran dampak dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan. Penggunaan alat analisis ini tentunya bertujuan untuk memperkaya kajian dari penelitian yang akan dilakukan sehingga nantinya hasil dari penelitian yang dilakukan ini, tidak hanya sekedar menghitung besarnya probabilitas terjadinya risiko pada suatu usaha, tetapi juga mengukur dampak yang ditimbulkan risiko tersebut bagi perusahaan. Jika dihubungkan dengan penelitian yang akan dilakukan, alat analisis ini juga akan digunakan untuk menilai dampak dan besarnya sumber risiko terhadap perkembangan Yayasan Paguyuban Ikhlas.


(17)

17 Jamilah (2010) meneliti tentang analisis risiko produksi wortel dan bawang daun. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis tingkat risiko produksi wortel dan bawang daun, serta menganalisis alternatif penanganan risiko produksi dari kedua jenis komoditas tersebut. Penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat risiko menggunakan analisis dasar yang sering digunakan untuk mengukur risiko yaitu variance, standard

deviation, dan coefficient variation. Alat analisis dasar tersebut juga akan digunakan

penulis untuk menghitung risiko produksi jamur tiram putih.

Berbeda dengan Jamilah (2010) penelitian yang dilakukan Lubis (2009) meneliti tentang manajemen risiko produksi padi. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha padi semi organik, serta menganalisis dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi. Dari konsep tujuan penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, dimana identifikasi sumber-sumber risiko menjadi tolak ukur awal dalam menjawab kemungkinan-kemungkinan risiko yang bisa saja terjadi pada usaha manajemen risiko padi semi organik. Alat analisis yang digunakan untuk menghitung terjadinya risiko yaitu menggunakan analisis dasar

variance, standard deviation, coefficient variation, dan expected return. Lubis (2009)

juga menambahkan analisisnya yaitu menghitung dampak risiko juga dengan menggunakan nilai z–score dan VaR (Value at Risk). Alat analisis ini juga dipergunakan oleh Wisdya (2009) untuk mengetahui dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan.

Penambahan analisis ini dapat juga diterapkan dan menjadi bahan referensi pada penelitian yang akan dilakukan. Kemudian Sembiring (2010) meneliti tentang analisis risiko produksi sayuran organik, penelitian ini meneliti tentang perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian organik. Menurut penelitian yang telah dilakukan risiko produksi dapat disebabkan oleh kondisi cuaca yaitu curah hujan yang terlalu tinggi, serangan hama, penyakit. Selain itu teknologi yang digunakan juga menjadi hal yang dapat mempengaruhi hasil produksi. Risiko produksi tersebut juga memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, dimana


(18)

18 sumber-sumber risiko tersebut dapat mempengaruhi produktivitas dari jamur tiram. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan Sembiring yaitu menganalisis risiko produksi sayur organik yang dihadapi perusahaan dan strategi penanganan apa yang dapat diterapkanuntuk menangani risiko produksi tersebut. Tujuan dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamilah dan Siregar. Sedangkan alat analisis yang digunakan masih sama dengan penelitian risiko sebelumnya tetap menggunakan analisis dasar risiko yaitu meggunakan variance, standard deviation,

coefficient variation, dan expected return. Dimana alat analisis dasar ini memang

selalu menjadi alat analisis untuk mengetahui nilai risiko suatu usaha.

Purwanti (2011) meneliti tentang analisis risiko produksi sayuran hidroponik. Pada penelitian ini difokuskan pada analisis risiko produksi dan hubungannya dengan pendapatan yang diharapkan. Komoditas yang diteliti adalah lollorossa (selada keriting merah) yang menjadi komoditas unggulan di perusahaan tersebut, tujuan dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jamilah, Siregar dan Sembiring yaitu menganalisis sumber-sumber risiko produksi, mengetahui besarnya risiko produksi dan menganalisis alternatif strategi untuk mengatasi risiko produksi tersebut.

Dari analisis yang dilakukan sumber-sumber risiko yang ada yaitu kondisi cuaca, iklim, ketrampilan SDM, hama dan penyakit, kerusakan sistem pengairan. Jika dilihat dari sumber-sumber risiko tersebut memang usaha di bidang agribisnis tidak jauh berbeda antara risiko yang dihadapi, beberapa sumber-sumber risiko tersebut juga terdapat pada usaha budidaya jamur tiram. Alat analisis yang digunakan untuk menilai risiko pun masih tetap sama menggunakan analisis dasar variance, standard

deviation, coefficient variation. Analisis risiko produksi ini dilakukan sebagai akibat

dari hasil produktivitas lollorosa yang berfluktuasi di setiap bulannya yang mungkin akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Dari penelitian yang dilakukan Purwanti (2011) cukup berkaitan dengan apa yang akan diteliti yaitu analisis produksi jamur tiram putih.

Hasil tinjauan penelitian-penelitian terdahulu mengenai risiko, dapat ditarik satu pengertian bahwa seluruh usaha yang berbasis agribisnis secara umum tidak


(19)

19 terlepas dari risiko bisnis. Metode analisis dasar yang digunakan tidak hanya untuk mengukur besaran risiko saja tetapi juga harus diukur peluang terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkannya bagi usaha agribisnis yang dijalankan. Penelitian ini secara umum juga akan menggunakan alat-alat analisis yang tersedia yang sebelumnya sudah dilakukan, dengan jamur tiram putih sebagai komoditas yang akan diteliti. Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai Analisis risiko produksi.

Tabel 5. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Risiko

No Nama Topik (Analisis Risiko) Metode

1. Wisdya (2009) Analisis Risiko Anggrek

Phalaenopsis Pada PT. Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat Variance, standard deviation, coefficient variation, Z-score, VaR

2. Jamilah (2010) Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat

Variance, standard deviation,

coefficient variation

3. Lubis (2009) Analisis Manajemen Produksi dan Penerimaan Padi Semi Organik di Desa Ciburuy Kecamatan

Cigombong, Kabupaten Bogor

Variance, standard deviation,

coefficient

variation, Z-score, VaR

4. Sembiring (2010) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood

Organik Farm di Kabupaten Bogor

Variance, standard deviation,

coefficient variation

5 Purwanti (2010) Analisis Risiko Produksi Sayuran Hidroponik pada PT. Momenta Agrikultura (amazing farm) Lembang Kabupaten Bandung

Variance, standard deviation,

coefficient variation


(20)

20 2.4 Penelitian Terdahulu Mengenai Jamur Tiram Putih

Penelitian terdahulu mengenai jamur tiram putih, khususnya yang membahas tentang aspek produksi dan produktivitas jamur tiram putih sudah cukup banyak dilakukan. Tinjauan Pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk dapat memberikan pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi jamur tiram yang tentunya disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.

Penelitian yang dilakukan Ginting (2009) yaitu menganalisis risiko produksi jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengelolaan budidaya jamur tiram putih, serta risiko produksinya. Karena jamur mudah sekali rusak maka perlu penanganan khusus dalam proses produksinya, dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pertama jamur sangat terpengaruh oleh perubahan cuaca terutama cuaca saat ini yang sulit diprediksi. Kedua adalah serangan hama dan penyakit yang sulit dikendalikan karena karakteristik jamur tiram rentan terhadap hama dan penyakit seperti ulat, Ketiga kurangnya ketersediaan tenaga kerja terampil yang memadai dan selanjutnya adalah teknologi yang digunakan masih kurang baik. Dari risiko yang dihadapi diatas cuaca merupakan faktor dominan yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih, karena jamur tiram sangat sensitif terhadap perubahan suhu yang ekstrem akibat perubahan cuaca yang tiba-tiba.

Penelitian yang dilakukan oleh Rosmayanti (2010) yaitu analisis usaha tani jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui budidaya jamur tiram putih di kelompok tani tersebut. Untuk menghindari risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram, menurut peneliti terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, yaitu : 1) Pemilihan lokasi, dalam hal ini lokasi yang tepat adalah pada ketinggian 600 sampai 1200 meter dibawah permukaan laut, suhu udara sekitar 20 sampai 30 derajat celcius, lahan produksi dekat dengan sumber bahan baku media tanam, dan terdapat sumber air bersih, 2) Rumah pemeliharaan jamur atau rumah kumbung sebaiknya terbuat dari bilik bambu agar bilik bambu memiliki pori-pori agar ruangan kumbung lebih sejuk, selain itu kuat dan dapat menghemat biaya (cost).


(21)

21 Media tanam jamur tiram adalah log yang umumnya berisi serbuk kayu gergaji, berikut adalah tahapan membuat log : 1) pengayakan, pencampuran, proses fermentasi, pengisian media ke dalam kantung plastik, proses sterilisasi log, pendinginan, inokulasi bibit, inkubasi, produksi, penyiraman, pengaturan suhu ruangan, dan panen. Masing-masing tahap tersebut memiliki risiko produksi, jika salah satu proses tersebut mengalami masalah maka akan mempengaruhi hasil panen jamur tiram, baik itu dari segi kualitas dan kuantitasnya.

Penelitian mengenai jamur tiram putih juga pernah dilakukan oleh Vivandri (2010) yang meneliti tentang pengembangan usaha jamur tiram putih, dari penelitian yang dilakukan tidak jauh berbeda yaitu melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembudidayaan jamur tiram putih. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) media tanam atau tumbuh, pengaturan proporsi air yang tepat perlu diperhatikan karena apabila kadar air terlalu rendah atau terlalu tinggi, dapat menghambat pertumbuhan jamur, 2) kondisi lingkungan, dari kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan sirkulasi udara. Dari penelitian ini dapat diperoleh informasi adalah bahwa faktor lingkungan menjadi faktor yang sangat berpengaruh cukup besar karena jamur sangat rentan terhadap perubahan suhu yang ekstrim, pengaturan suhu ruangan tempat pemeliharaan jamur dapat disiasati dengan melakukan penyemprotan air bersih yang cukup atau proses pengkabutan, kegiatan ini dilakukan untuk menjaga suhu ruangan kumbung tetap sejuk dan dilakukan apabila suhu didalam kumbung diatas 30 derajat celcius.

Penelitian tentang jamur tiram juga dilakukan oleh Halim (2011), yang meneliti tentang strategi pengembangan usaha jamur tiram putih. Usaha budidaya jamur tiram ini dalam sehari memproduksi 500 sampai 600 log, dan alat sterilisasi log masih menggunakan dua drum besar dengan kapasitas yang tidak besar, penggunaan teknologi sterilisasi log sangat pentingan untuk diperhatikan karena jika proses ini tidak dilakukan dengan baik maka kemungkinan tumbuhnya jamur lain yang tidak diharapkan bisa saja terjadi, indikasi tumbuhnya jamur lain dapat dilihat secara kasat mata yaitu munculnya warna hitam atau hijau di dalam log, jamur tersebut menghambat pertumbuhan miselium atau bakal jamur tiram. Log yang


(22)

22 terkontaminasi harus langsung dipisahkan lalu dimusnahkan agar tidak menular ke log yang lain. Alat sterilisasi sebaiknya menggunakan autoklaf, alat ini mampu melakukan proses sterilisasi dengan baik dan jumlah kerusakan log pun dapat diminimalisir.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih, khusus nya proses produksi, dapat disimpulkan bahwa proses jamur tiram putih memerlukan perlakuan khusus dalam budidayanya dimana faktor lingkungan seperti kebersihan kumbung, suhu udara, cahaya yang cukup mempengaruhi tumbuhnya jamur secara optimal. Sedangkan untuk faktor cuaca yang merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan, terutama jika musim kemarau agar suhu didalam ruang pemeliharaan dijaga tetap sejuk dapat disiasati dengan proses pengabutan. Secara umum budidaya jamur tiram sangat rentan terhadap risiko kerusakan sebagai akibat dari beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Penelitian yang akan dilakukan juga mengambil informasi dasar mengenai proses produksi jamur tiram putih dari penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga dapat diketahui kaitan risiko dengan proses produksi jamur tiram putih. Tabel 6 menunjukkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai jamur tiram putih.

Tabel6. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Jamur Tiram Putih

No Nama Topik (Analisis Risiko) Bahasan

1. Ginting (2009) Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih Pada Usaha Cempaka Baru, kab Bogor

Pengelolaan, dan risiko produksi jamur tiram putih 2. Rosmayanti (2010) Analisis Usaha Tani Jamur Tiram

Putih Kasus Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Taman Sari

Budidaya jamur tiram putih 3. Vivandri (2010) Startegi Pengembangan Usaha Jamur

Tiram Putih Pada Trisno Insan Mandiri Mushroom (TIMMUSH)

Pengembangan budidaya jamur tiram putih 4. Halim (2011) Strategi Pengembangan Usaha Jamur

Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada Perusahaan Agrojamur, Cianjur

Pengembangan budidaya jamur tiram putih


(23)

23 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu penalaran dari peneliti yang didasarkan atas pengetahuan, teori dan dalil dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Pengetahuan diperoleh dari ilmu-ilmu yang dipelajari sebelumnya dari sumber bacaan-bacaan dari buku teks, jurnal, skripsi dan logika peneliti yang telah terbangun dari pengalaman penelitian sebelumnya.

3.1.1 Konsep Risiko

Robison dan Barry (1987), memberikan arti pada risiko (risk) adalah sebuah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian, risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan dengan demikian adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko.

Risiko adalah akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perubahan atau tindakan, pada umumnya risiko didefinisikan dalam pengertian ketidakpastian (Redja, 2001). Menurut Ghozali (2007) risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome, yang umumnya berapa nilai dari suatu aktiva atau hutang perusahaan dalam aktivitasnya menghadapi dua jenis risiko yaitu risiko usaha dan risiko non usaha. Risiko usaha adalah semua risiko yang berkaitan dengan usaha perusahaan untuk menciptakan keunggulan bersaing dan memberikan nilai bagi pemegang saham.

Risiko dalam suatu usaha berhubungan dengan produk seperti inovasi teknologi, desain produk, dan pemasaran produk. Perluasan operasi yang berhubungan dengan besarnya tingkat biaya tetap dan biaya variabel juga merupakan bagian dari risiko usaha. Risiko usaha bagi perusahaan merupakan risiko yang dapat dikendalikan. Sedangkan risiko lainnya yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dikategorikan sebagai risiko non usaha, salah satu dari risiko non usaha


(24)

24 adalah risiko strategik sebagai akibat dari perubahan lingkungan, ekonomi dan politik.

Tampubolon (2004) mendefinisikan risiko sebagai bentuk-bentuk peristiwa yang mempunyai pengaruh terhadap kemampuan seseorang atau sebuah intitusi untuk mencapai tujuannya. Djohanputro (2004) mengemukakan pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya yang telah diketahui tingkat probabilitasnya dan kejadiannya.

Menurut Darmawi (2005), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Penggunaan kata “kemungkinan” tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti timbul karena berbagai macam hal, antara lain : 1. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir.

Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya. 2. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan.

3. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain sebagainya.

Menurut Kountur (2008) terdapat tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi maka akan menimbulkan kerugian.

3.1.2 Klasifikasi Risiko

Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu :

1. Risiko produksi

Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca, kesalahan sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.


(25)

25 2. Risiko Pasar atau Harga

Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga dapat naik akibat dari inflasi.

3. Risiko Kelembagaan

Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.

4. Risiko Kebijakan

Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan antara lain adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang keluar dari dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan pemerintah yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha. Dalam artian kebijakan tersebut membatasi gerak dari usaha tersebut. Contohnya adalah kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko Finansial

Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun akibat dari krisis ekonomi dan sebagainya.

Risiko dapat juga diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan, dan sudut pandang kejadian yang terjadi (Kountur, 2008) :

1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab

Risiko jika diklasifikasikan dalam sudut pandang penyebab terjadinya risiko dapat dibedakan menjadi dua yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan. Faktor-faktor non keuangan tersebut yaitu manusia, teknologi, dan alam.


(26)

26 2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Risiko dari sudut pandang akibat dapat dibagi menjadi dua kategori risiko yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian yang dapat berakibat merugikan saja, atau dapat juga berakibat merugikan atau menguntungkan. Apabila suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja dan tidak memungkinkan adanya keuntungan maka risiko tersebut disebut risiko murni. Risiko spekulatif adalah risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga memungkinkan terjadinya keuntungan.

3. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas

Risiko ini menyangkut dengan aktivitas yang dapat menimbulkan risiko, misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank risikonya disebut dengan risiko kredit. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas sebanyak jumlah aktivitas yang ada. 4. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian

Risiko ini menyatakan bahwa suatu risiko berdasarkan kejadiannya, misalnya kejadian kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Perlu diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.

3.1.3 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah bagian penting atau titik sentral manajemen strategis suatu organisasi. Manajemen risiko adalah suatu proses dengan metode-metode tertentu agar suatu organisasi atau perusahaan mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan yang dilakukan organisasi dalam mencapai tujuannya. Fokus dari manajemen risiko adalah mengenal dengan tepat risiko dan mengambil keputusan atau tindakan yang tepat dan bersifat strategis terhadap risiko yang dihadapi, tujuannya adalah dengan secara kontinyu menciptakan atau menambah nilai maksimum kepada semua organisasi (Siahaan, 2009).

Manajemen risiko sebagai suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kerugian perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi perusahaan yang lebih tinggi (Darmawi, 2004).


(27)

27 Manajemen risiko juga dapat diartikan sebagai kemampuan seorang manajer untuk menata kemungkinan variabilitas pendapatan dengan menekan sekecil mungkin tingkat kerugian, yang diakibatkan oleh keputusan yang diambil dalam menyelesaikan suatu situasi yang tidak pasti (Sofyan, 2005).

Thornhill dalam Tampubolon (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai sebuah disiplin pengelolaan yang tujuannya adalah memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi dan pembiayaan melalui asuransi atau cara lain atas kemungkinan rugi besar karena bencana alam, kelalaian manusia atau karena keputusan pengadilan dalam prakteknya proses ini mencakup langkah-langkah logis seperti pengidentifikasian risiko, pengukuran dan penilaian atas ancaman yang telah diidentifikasi, pengendalian ancaman tersebut melalui eliminasi atau pengurangan dan pembiayaan ancaman yang tersisa agar apabila kerugian tetap terjadi, organisasi dapat terus menjalankan usahanya tanpa terganggu stabilitas keuangannya.

Manajemen risiko adalah bagian penting atau titik sentral manajemen strategis dalam suatu organisasi, merupakan suatu proses metode tertentu agar suatu organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam mencapai tujuan ataupun risiko-risiko dari sebuah portofolio. Fokus dari manajemen risiko adalah mengenal dengan pasti risiko dan mengambil sebuah keputusan yang tepat terhadap suatu risiko dengan tujuan, yang dilakukan secara terus-menerus menciptakan atau menambah nilai maksimum pada semua kegiatan yang dilakukan, dan harus menciptakan nilai tambah bagi organisasi.

Menurut Darmawi (2008), manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan atau suatu usaha dari kegagalan. Sebagian kerugian seperti hancurnya fasilitas produksi mungkin dapat menyebabkan perusahaan atau suatu usaha harus ditutup, jika sebelumnya tidak ada kesiapsediaan menghadapui musibah seperti itu. Dengan manajemen risiko tersebut perusahaan dapat terhindar dari kehancuran.

Menurut Djohanputro (2004), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap sesuai Gambar 2, sebagai berikut :


(28)

28 Keterangan :

= Hubungan langsung = Hubungan tidak langsung

Gambar 2. Siklus Manajemen Risiko (Djohanputro, 2004) Tahap 1. Identifikasi risiko

Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang berkepentingan (stakeholder).

Tahap 2. Pengukuran risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai atau eksposur yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya. Menurut Darmawi (2004) sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya.

Tahap 3. Pemetaan risiko

Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal

Evaluasi pihak yang berkepentingan

Identifikasi Risiko Pengukuran risiko

Pemetaan Risiko Model pengelolaan

risiko Pengawasan dan


(29)

29 menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampak.

Tahap 4. Model pengelolaan risiko

Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur organisasi pengelolaan dan lain-lain.

Tahap 5. Monitor dan pengendalian

Monitor dan pengendalian penting karena :

a) Manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai rencana.

b) Manajemen juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif

c) Monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko perubahan ini berdampak pada pergeseran data risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.

Dengan manajemen risiko dapat diungkapkan pemahaman mengenai adanya potensi risiko, dengan segala faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan organisasi. Manajemen risiko dapat meningkatkan probabilitas keberhasilan dan pencapaian yang baik dari suatu organisasi, dan juga dapat mengurangi probabilitas kegagalan dan ketidakpastian dari suatu pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Menurut Siahaan (2009) manajemen risiko harus dilakukan secara terus menerus dan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada strategi yang kemudian diikuti dengan implementasi strategi, dalam prosesnya harus diungkapkan semua risiko kegiatan-kegiatan organisasi pada masa lampau, sekarang dan terutama yang akan datang.

3.1.4 Konsep Penanganan Risiko

Menurut Kountur (2008), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua strategi penanganan risiko, yaitu :


(30)

30 1. Preventif

Preventif dilakukan sedemikian rupa sehingga risiko tidak terjadi, preventif dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : (1) Membuat atau memperbaiki sistem, (2) Mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.

2. Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah :

a. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset atau harta di beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menhabiskan semua aset yang dimiliki.

b. Penggabungan

Penggabungan (merger) adalah salah satu cara atau pola penanganan risiko yaitu dengan cara penggabungan dengan pihak atau perusahaan lain.Strategi ini adalah dengan melakukan penggabungan atau dengan cara melakukan akuisisi.

c. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko merupakan cara untuk mengurangi dampak risiko yaitu dengan cara mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Maksud dari pengalihan risiko ini adalah mengalihkan risiko kepihak lain sehingga jika terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugian. Ada beberapa cara untuk mengalihkan risiko ke pihak lain antara lain : leasing, outsourcing, hedging dan asuransi.

Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan, tetapi kepemilikannya ada

pada pihak lain. Jika terjadi sesuatu hal pada aset yang dijaminkan tersebut, maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut. Outsourcing adalah cara lain untuk mentransfer kerugian kepihak lain jika terjadi risiko, dimana pekerjaan diberikan kepihak lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga pemilik barang tidak menanggung kerugian.


(31)

31

Hedging adalah cara pengurangan dampak risiko yaitu dengan cara

pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian. Sedangkan asuransi juga merupakan salah satu cara untuk mengalihkan risiko yaitu dengan cara mengasuransikan harta-harta perusahaan yang dampak risikonya besar,yang artinya jika terjadi risiko pada harta tersebut maka pihak asuransi akan menanggung risiko tersebut.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Yayasan Paguyuban ikhlas memiliki cabang usaha lain dari kegiatan-kegiatan usaha yang dimiliki. Rata-rata usahanya bergerak dibidang sosial dan kemasyarakatan. Yayasan Paguyuban Ikhlas mendirikan unit bisnis jamur tiram putih yang berlokasi di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data yang didapat wilayah Pamijahan Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi jamur tiram putih ke tiga setelah Cisarua dan Taman sari. Permintaan di pasar lokal wilayah Bogor saja untuk jamur tiram juga cukup tinggi dari informasi dan wawancara yang dilakukan langsung dengan Pak Gunawan selaku supervisor diketahui, dari satu pasar saja permintaan mencapai satu ton, yaitu pasar TU Kemang. Karena saat ini Yayasan Paguyuban Ikhlas baru bisa memenuhi permintaan dari pasar tersebut, dan untuk memenuhi permintaan pasar-pasar lain masih sangat potensial sehingga dpt menjadi sebuah peluang.

Peluang yang ada dalam usaha budidaya jamur tiram tentunya menjadi hal yang menjadikan usaha ini menjanjikan. Tetapi para pelaku usaha ini tidak terbebas dari risiko-risiko sebagaimana usaha-usaha lainnya. Selama usahanya berjalan, pemilik juga telah mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit, secara umum risiko utama yang sering terjadi pada usaha budidaya jamur tiram adalah dalam bentuk risiko produksi. Dengan adanya risiko produksi tersebut dapat menimbulkan hambatan yang untuk menghasilkan jamur tiram putih dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Sumber utama yang menjadi faktor penyebab terjadinya risiko produksi antara lain adalah hama penganggu ataupun penyakit, kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi diluar dari kemampuan petani. Dimana pertanian jamur tiram putih


(32)

32 sangat sensitif terhadap perubahan suhu udara. Faktor lain dari risiko produksi yaitu tingkat keterampilan tenaga kerja yang masih belum terpenuhi dalam hal ini pengetahuan dalam kegiatan proses produksi, khususnya penanganan pada saat proses inokulasi bibit induk ke media tanam log yang telah di sterilisasi.

Kesalahan penanganan dapat menimbulkan kerugian bagi petani antara lain dapat menurunkan kualitas dan jumlah hasil panen, karena banyak log substrat yang terkontaminasi. Penurunan produksi dapat langsung dirasakan petani yaitu menurunnya pendapatan. Dengan adanya kejadian tersebut diperlukan usaha untuk mengatasi adanya risiko produksi. Salah satu cara atau strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko produksi adalah dengan menerapkan manajemen risiko produksi, yaitu sebagai salah satu cara pengambilan keputusan yang bersifat strategis dengan cara mengetahui potensi risiko dengan segala faktor-faktor yang dapat mempengaruhi organisasi, yang bertujuan untuk menghindari terjadinya suatu risiko. Dari sumber-sumber risiko produksi yang telah disebutkan sebelumnya, belum dapat dipastikan menggambarkan keseluruhan sumber risiko produksi yang mungkin masih terdapat sumber risiko lain, dalam usaha budidaya jamur tiram putih yang dijalankan Yayasan Paguyuban Ikhlas. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi tersebut.

Langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan identifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang dihadapi dari usaha budidaya tersebut. Selain itu, dilakukan juga analisis dengan mengidentifikasi upaya dari penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan supervisor dan anggota Yayasan Paguyuban Ikhlas mengenai upaya penanganan risiko produksi yang diterapkan selama ini.

Analisis yang selanjutnya dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi budidaya jamur tiram putih yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dilakukan dengan metode nilai standar atau z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data


(33)

33 produksi budidaya jamur tiram putih dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2010. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi selanjutnya dipetakan pada peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko produksi untuk kemudian ditentukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut. Penelitian ini hanya dilakukan sebatas pada pemetaan risiko. Kerangka pemikiran operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas

Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek

Produksi

Identifikasi Dampak dari Sumber-sumber

Risiko Produksi (Metode Value at Risk)

Identifikasi Probabilitas dari Sumber-sumber

Risiko Produksi Menggunakan Metode

Nilai Standar

Strategi Penanganan Risiko Produksi yang Dapat Dilakukan Yayasan Paguyuban Ikhlas

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Pemetaan Risiko

dari Hasil Perhitungan Identifikasi Probabilitas dan Identifikasi Dampak

Fluktuasi Produksi pada Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Yayasan Paguyuban Ikhlas Kecamatan


(34)

34 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih yang dimiliki oleh usaha Yayasan Paguyuban Ikhlas yang berada di Jl. Thamrin No 1 Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan sengaja, dimana di wilayah tersebut ada beberapa pertanian budidaya jamur tiram yang dikembangkan bersama masyarakat sekitar. Pemilihan tempat dan lokasi ini dilakukan karena dari hasil panen jamur tiram putih diperoleh hasil yang bervariasi dalam hal jumlah produksi. Perbedaan variasi jumlah setiap panen ini dapat saja berimbas pada produktivitas jamur tiram putih, yang jika diteruskan maka dapat memberikan kerugian bagi para petani. Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data dilakukan dari mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Januari 2011, namun peneliti terkadang melakukan kunjungan beberapa kali ke lokasi penelitian, diluar waktu tersebut untuk melihat perkembangan baru apa saja yang terjadi di lapang.

4.2 Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan yaitu data yang bersifat kualitatif dan data yang bersifat kuantitatif, data kualitatif yaitu data-data yang bukan angka (non numerik) berupa keterangan-keterangan tentang perkembangan dari usaha jamur tiram putih ini, jenis-jenis peralatan yang digunakan, keadaan usaha,dan faktor lain yang berhubungan dengan penelitian. Kemudian data kuantitatif yaitu data angka atau numerik contohnya data penjualan, jumlah bahan-bahan baku, jumlah produksi, harga-harga yang menyangkut dengan keterangan-keterangan yang berupa numerik atau angka-angka.

Data diperoleh penulis berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dapat diperoleh langsung dari sumber atau objek yang diteliti cara mendapatkan data tersebut yaitu dengan : 1) Pengamatan langsung dilapangan seperti kondisi usaha, proses pengolahan ataupun cara penangan produksi jamur tiram putih, pengamatan ini bersifat mengidentifikasi atau mengkaji risiko-risiko yang


(35)

35 mungkin ada di dalam suatu usaha, kemudian 2) data dapat diperoleh dengan wawancara langsung dengan pihak pengelola usaha, dalam hal ini pihak manajemen guna mengetahui apa saja kendala-kendala atau permasalahan yang dihadapi selama ini, contohnya antara lain apa saja penyebab kegagalan usaha jamur tiram putih ini, faktor-faktor apa saja yang menjadi perhatian pihak manajemen dalam mengelola.

Data sekunder adalah data yang sudah ada atau yang sudah tertulis, yaitu dapat berupa manajemen risiko serta penanganannya. Untuk memperkaya data dapat diperoleh juga dari literatur-literatur mengenai jamur tiram putih, buku-buku artikel, skripsi, jurnal, disertasi dan berbagai informasi publikasi lainnya. Selain itu data-data juga dapat diperoleh dari Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura dan Departemen Pertanian, yang berkenaan mengenai data-data produksi ataupun konsumsi jamur tiram putih.

4.3 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data pada penelitian yang akan dilakukan dengan cara : 1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan dengan melihat

dan mengamati langsung proses pembudidayaan jamur tiram yang dilakukan Yayasan Paguyuban Ikhlas.

2. Melakukan wawancara dan diskusi langsung untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, sehingga data yang digunakan menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan, khususnya data mengenai hal yang menyangkut dengan sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram.

3. Melakukan pencatatan data-data yang dibutuhkan, yang berkaitan dengan penelitian.

4.4 Metode Analisis Data

Metode untuk mengolah data dalam penelitian ini terdiri atas analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif, analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran keadaan umum lokasi penelitian, manajemen risiko yang diterapkan, dan alternatif strategi untuk


(36)

36 mengurangi risiko produksi. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan melalui analisis risiko yang meliputi nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation.

4.4.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan sebuah metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas.

4.4.2 Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko

Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko yang akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi budidaya jamur tiram. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko adalah :

1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko Adapun rumus yang digunakan : 

nii

1 n

Dimana:

X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko Xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko n = Jumlah data


(37)

37 2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko

n

 

i i

S

1 n - 1 Dimana:

S = Standar deviasi dari kejadian berisiko.

Xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko. X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko. n = Jumlah data

3. Menghitung z-score

i

S Dimana:

Z = Nilai z-score dari kejadian berisiko.

Xi = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal. X = Nilai rata-rata kejadian berisiko.

S = Standar deviasi dari kejadian berisiko.

Jika hasil z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai

z-score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi normal z

4. Nilai Probabilitas terjadinya risiko produksi.

Setelah nilai z-score didapat dari produksi jamur tiram, selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi z (normal) sehingga diketahui persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana produksi jamur tiram mendatangkan kerugian.

4.4.3 Analisis Dampak Risiko

Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi budidaya jamur tiram putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi


(38)

38 sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2008) value

at risk (VaR), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

VaR = Z

 

S

n Dimana :

VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko

Z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen S = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko

n = Banyaknya kejadian berisiko 4.4.4 Pemetaan Risiko

Menurut Kountur (2008) peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horizontal menggambarkan dampaknya, berikut adalah contoh layout peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4

Probabilitas (%)

Besar Kuadran 1 Kuadran 2 Kecil Kuadran 3 Kuadran 4

Dampak (Rp) Kecil Besar Gambar 4. Peta Risiko

Sumber: Kountur (2008)

Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Demikian juga dampak risiko dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecilnya terjadinya risiko ditentukan oleh manajemen, namun pada umumnya risiko-risiko yang probabilitas terjadinya 20 persen atau lebih besar dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008).


(39)

39 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas

Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah satu cabang usaha dari kegiatan-kegiatan usaha yang dimiliki Yayasan Paguyuban Ikhlas, dimana seluruh kegiatan usaha yang dilakukan bergerak dibidang sosial dan kemasyarakatan. Seluruh kegiatan Yayasan Paguyuban Ikhlas berpusat di Jakarta. Yayasan Paguyuban Ikhlas ini mempunyai lahan di Desa Cibening yang belum termanfaatkan, kemudian Yayasan bekerjasama dengan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan lahan tersebut dengan melakukan kegiatan budidaya ikan gurame. Namun, seiring berjalannya waktu kegiatan budidaya ikan gurame tersebut pailit yang disebabkan oleh tingginya biaya variabel dan serangan hama serta penyakit.

Pada tahun 2007, Yayasan Paguyuban Ikhlas memanfaatkan lahan yang belum termanfaatkan dalam kegiatan sebelumnya untuk budidaya jamur tiram putih. Pada akhir tahun 2007, Yayasan Paguyuban Ikhlas menggunakan pola kemitraan bagi petani yang sebelumnya diberikan pelatihan dan fasilitas selama proses produksi jamur tiram putih. Pada akhir tahun 2008 kemitraan yang terjalin dengan petani tidak diperpanjang, hal ini dikarenakan tujuan serta visi dan misi dari pola kemitraan dengan petani dari kegiatan yang dilakukan tidak sesuai.

Kemudian Yayasan Paguyuban Ikhlas membuat berbagai persiapan bangunan untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih. Investasi yang dikeluarkan dalam usaha ini meliputi pembangunan, peralatan kantor, peralatan produksi dan perlengkapan penunjang lainnya. Semua komponen tersebut sangat mendukung berjalannya pengusahaan jamur tiram putih ini. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp.406.525.000, dengan pengeluaran terbesar adalah untuk pembangunan kumbung selama lima tahun dan pembelian peralatan produksi. Keseluruhan modal investasi awal usaha ini berasal dari modal milik pemilik sendiri.

Yayasan Paguyuban Ikhlas ini mempunyai tujuan untuk kegiatan sosial masyarakat dan memanfaatkan lahan yang ada dengan berbagai potensi baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang melimpah guna mendapat


(40)

40 keuntungan baik secara finansial maupun sosial atas kegiatan yang dilakukan serta memanfaatkan peluang pasar yang tinggi setiap tahunnya terhadap permintaan jamur tiram putih. Selain itu, Yayasan Paguyuban Ikhlas mempunyai misi dan visi yaitu pemberdayaan masyarakat sekitar melalui peningkatan jiwa kewirausahaan.

5.2 Lokasi Yayasan Paguyuban Ikhlas

Yayasan Paguyuban Ikhlas berlokasi di Jl. Thamrin No 1 Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Luas lahan yang dimiliki Yayasan Paguyuban Ikhlas yaitu kurang lebih 1,4 hektar, namun dari keseluruhan lahan tersebut hanya 4000 meter persegi yang termanfaatkan untuk usaha jamur tiram putih yaitu berupa kumbung dan bangunan penunjang lainnya. Kapasitas dari masing-masing bangunan yang ada dalam usaha ini adalah kumbung perawatan yaitu 48.000 log, ruang inkubasi yaitu 60.000 log, ruang produksi yaitu 10 orang dan ruang inokulasi yaitu tiga orang.

5.3 Kegiatan Yayasan Paguyuban Ikhlas

Yayasan Paguyuban Ikhlas beroperasi pada hari senin sampai sabtu mulai pukul 07.30 sampai 16.00 WIB. Yayasan Paguyuban Ikhlas mulai beroperasi pada pagi hari. Yayasan Paguyuban Ikhlas memiliki empat divisi usaha, meliputi supervisor, divisi produksi, divisi pengantongan, divisi perawatan dan pemasaran. Supervisor yang bertugas sebagai pengawas dan bertanggung jawab penuh di Yayasan Paguyuban Ikhlas dengan dibawah pengawasan Direktur Utama. Divisi produksi bertugas persiapan dan pencampuran bahan baku dalam membuat log, divisi ini merupakan bagian terpenting dalam menentukan kualitas dan kuantitas jamur tiram putih segar yang akan dihasilkan. Divisi pengantogan bertugas melakukan pengisian dan pemadatan media yang telah dipersiapkan oleh divisi produksi ke dalam plastik tahan panas dengan berat 1,2 kilogram. Divisi perawatan bertugas merawat log selama masa pertumbuhan tubuh buah jamur tiram putih (fruit body) sampai pemanenan dan pemasaran jamur tiram putih ke pasar TU kemang.


(1)

76 Lampiran 4. Data Log yang Rusak Akibat Penyakit

Bulan Jumlah Log yang rusak/bln

Tahun 2009

Januari 500

February 900

Maret 1000

April 1000

Total 3400

Mei 1000

Juni 1000

Juli 1000

Agustus 1500

Total 4500

September 800

Oktober 800

November 800

Desember 900

Total 3300

Tahun 2010

Januari 900

February 800

Maret 1000

April 1000

Total 3700

Mei 800

Juni 700

Juli 700

Agustus 800


(2)

77 Lampiran 5. Perhitungan masing-masing Sumber Risiko

Sumber-sumber Risiko Batas nilai

rata-rata St Dev Z-score Peluang Persentase Baglog yang rusak akibat

kesalahan Sterilisasi 4000 4200 1600.987 -0.12 0.4522 45.2% Baglog yang rusak akibat

Hama 3000 4000 2423.351 -0.41 0.3409 34.0%

Jumlah Produksi

(dipengaruhi oleh suhu) 4000 2200 1123.345 1.60 0.0548 5.4% Baglog yang rusak akibat


(3)

78 Lampiran 6. Rumah Kumbung


(4)

79 Lampiran 7. Tempat Pembuangan Log yang Terkontaminasi


(5)

ii RINGKASAN

HENDY HERMAWAN PARENGKUAN. Analisis Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Yayasan Paguyuban Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Komoditas sayuran adalah salah satu komoditas yang memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia. Selain sebagai salah satu komoditas yang bernilai ekonomis, dan mudah dibudidayakan komoditas sayuran juga memiliki keunggulan sebagai salah satu sumber serat makanan, vitamin dan mineral yang penting untuk pembangunan kesehatan masyarakat. Potensi pasar yang cukup besar dapat memposisikan sayur-sayuran sebagai komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Jamur merupakan salah jenis makanan yang termasuk dalam kategori sayur-sayuran, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengkonsumsi sayuran saat ini terus meningkat, mengingat sayuran merupakan bahan makanan yang kandungan seratnya tinggi dibanding sumber makanan lain.

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Pengusahaan jamur tiram memiliki beberapa keunggulan antara lain bahan baku mudah diperoleh, tidak memerlukan lahan yang luas dan siklus masa tanam yaitu sekitar empat bulan. Panen dapat dilakukan setiap hari secara terus menerus. Kondisi tersebut memberikan kesempatan bagi para petani untuk memutar modalnya dan otomatis dapat memberikan keuntungan lebih cepat. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur pangan yang dapat tumbuh dengan baik di tempat yang beriklim sedang atau sejuk. Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu dari tiga Kecamatan di Kota Bogor yang mempunyai tingkat potensi produksi jamur tiram yang cukup tinggi dengan jumlah produksi jamur tiram putih segar sebanyak 8.638 kilogram per tahun. Yayasan Paguyuban Ikhlas merupakan salah satu yayasan yang didirikan oleh beberapa orang yang bergerak dalam bidang agribisnis usaha budidaya jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Yayasan Paguyuban Ikhlas dalam melakukan kegiatan budidaya jamur tiram putih menghadapi tantangan dalam bentuk risiko produksi. Beberapa faktor yang teridentifikasi sebagai sumber risiko produksi antara lain : kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, perubahan suhu udara, serangan hama, dan penyakit pada log jamur. Sumber-sumber risiko tersebut dapat menyebabkan penurunan produktivitas jamur tiram, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi Yayasan Paguyuban Ikhlas. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuik mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas dalam kegiatan produksinya, menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan sumber-sumber risiko tersebut, dan menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut.

Penelitian dilakukan pada budidaya jamur tiram putih yang dimiliki oleh usaha Yayasan Paguyuban Ikhlas yang berada di Jl. Thamrin No 1 di Desa Cibening,


(6)

iii Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengumpulan data dilakukan dari mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas dengan melakukan pengamatan, wawancara, serta diskusi. Sedangkan analisis yang bersifat kuantitatif dilakukan untuk menghitung probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi dengan menggunakan alat perhitungan yang sesuai, yaitu metode nilai standar (z-score) untuk menghitung probabilitas risiko dan value at risk (VaR) untuk menghitung dampak dari risiko.

Hasil penelitian mengukur empat faktor sumber risiko produksi pada usaha budidaya jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas antara lain kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log, perubahan suhu udara, serangan hama, dan penyakit pada log jamur tiram. Berdasarkan hasil analisis probabilitas dan dampak risiko diperoleh hasil bahwa probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai sebesar 45,2 persen, sedangkan perubahan suhu udara merupakan merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp.17.053.516. Berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa kesalahan pada saat proses sterilisasi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh akibat gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit.

Pemetaan yang dilakukan berdasarkan dari analisis probabilitas dan dampak risiko, dimana sumber-sumber risiko ditempatkan di dalam kuadran-kuadran. Pada kuadran 1 dengan probabilitas besar dan dampak kecil ditempati sumber risiko kesalahan proses sterilisasi, hama dan penyakit. Kuadran 4 dengan probabilitas kecil dan dampak besar ditempati sumber risiko perubahan suhu udara, sedangkan untuk kuadran 2 dengan probabilitas besar dan dampak besar tidak ditempati satu sumber risiko pun. Begitu pula dengan kuadran 3 dengan probabilitas kecil dan dampak kecil tidak ditempati oleh satu sumber risiko produksi apapun. Strategi yang bisa diterapkan dengan melihat hasil probabilitas, nilai Value at Risk, status risiko, dan pemetaaan risiko antara lain kontrol dan disiplin dalam proses produksi harus ditingkatkan. Mulai dari proses produksi awal seperti memuat log di dalam alat sterilisasi (steamer), proses inokulasi, tahap inkubasi, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk mencegah hama atau mikroorganisme yang mungkin merusak log jamur, dapat digunakan kapur anti serangga yang ditaburkan di area kumbung, dan selalu rutin membersihkan area kumbung.

Pengecekan suhu udara juga perlu dilakukan dan diperhatikan, tujuannya agar jamur dapat tumbuh optimal. Biasanya untuk mempermudah pengontrolan temperatur dan kelembaban, dapat dipasang alat pengukur suhu ruangan yang biasa disebut termometer atau hygrometer. Pemasangan alat ini wajib dipasang di setiap kumbung, terutama kumbung pemeliharaan dan kumbung inkubasi. Frekuensi penyiraman atau pengkabutan ruangan kumbung lebih ditingkatkan, terlebih jika datang musim kemarau. Tujuannya agar ruang kumbung dijaga tetap dalam keadaan lembab dan sejuk. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia, dapat diberikan pelatihan serta keterampilan secara kontinyu.