Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

PROSPEK KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
PEMBENIHAN IKAN LELE (Clarias sp.) DI DESA BABAKAN,
KECAMATAN CISEENG, KABUPATEN BOGOR

ASEP KORLAN DEDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Prospek Kelayakan dan
Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Asep Korlan Dedi
NIM P054114125

RINGKASAN
ASEP KORLAN DEDI. Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan
Pembenihan Ikan Lele
(Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan EKO RUDDY
CAHYADI.
Berdasarkan data lima tahun terakhir kebutuhan benih ikan lele selalu
meningkat, sedangkan produksi benih yang dihasilkan belum memenuhi
kebutuhan ditingkat Kabupaten maupun secara Nasional. Sehubungan dengan itu
perlu dilakukan penelitian Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan
Pembenihan Ikan Lele. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan informasi
kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, (2) Mengidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan
pembenihan ikan lele di Desa Babakan dan (3) Merumuskan strategi alternatif
pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan.

Kriteria analisis kelayakan yang digunakan untuk menganalisis kelayakan
usaha adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal
Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP) dan Payback Period (PBP).
Selanjutnya metode untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pengembangan usaha menggunakan matriks Internal Factor Evaluation
(IFE), matriks External Factor Evaluation (EFE), matriks Internal External (IE)
dan matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT),
sehingga pada tahap terakhir menghasilkan strategi alternatif pengembangan
menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).
Metode pengumpulan data dilakukan menggunakan metode purposive
sampling dengan jenis quota sampling. Jumlah responden sebanyak 7 orang yaitu
para pemilik usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor. Selain itu, di dukung data sekunder diambil dari buku literatur
dan observasi.
Berdasarkan analisis kelayakan non finansial, bahwa usaha pembenihan
ikan lele di Desa Babakan masih lemah pada seluruh aspek non finansial.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial dengan kriteria kelayakan dan
asumsi yang telah ditentukan, bahwa usaha pembenihan ikan lele dari 7 pembenih
di Desa Babakan menghasilkan layak 100%. Seluruh nilai NPV yang diperoleh
lebih besar dari nol, yaitu diantara Rp.3.395.841 - Rp.53.262.759. Seluruh nilai

IRR yang diperoleh lebih besar dari suku bunga (14%), yaitu 28,31% dan 45,25%.
Seluruh nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari 1, yaitu 1,30 dan 1,62.
Seluruh nilai PBP yang diperoleh lebih kecil dari tiga tahun, yaitu diantara 1,8
tahun dan 2,3 tahun. Berdasarkan hasil analisis IE maupun SWOT dari 7
pembenih di Desa Babakan, usaha pembenihan ikan lele ini perlu bertahan,
berkembang dan melakukan strategi progresif. Alternatif strategi pengembangan
usaha terbaik dari analisis QSPM adalah penerapan Cara Pembenihan Ikan yang
Baik (CPIB) meningkatkan produktivitas dan mutu benih, sehingga program
minapolitan tercapai.
Kata kunci: Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan
Lele

SUMMARY
ASEP KORLAN DEDI. Prospect Feasibility and Strategy for the Development of
Hatchery Catfish (Clarias sp.) in Babakan, Ciseeng, Bogor. Supervised by
SURYANI and EKO RUDDY CAHYADI.
The need of catfish seed tends to increase for last five years, meanwhile the
seed production unable to fulfill the demand at both regency and national level.
For this reason, it is necessary to carry out a research about Prospect Feasibility
and Strategy for the Development of Hatchery Catfish (Clarias sp.). The

objectives of research are as follows: (1) To obtain information on the feasibility
business of catfish hatchery in Babakan village, (2) To identify internal and
external factors that influence toward catfish hatchery development in Babakan
and (3) To provide the alternative strategy for catfish hatchery development in
Babakan.
The criteria of the business feasibility analysis used in this study are Net
Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return
(IRR), Break Even Point (BEP), and Payback Period (PBP). While the factors that
influence toward business development are identified using Internal Factor
Evaluation (IFE) matrix, External Factor Evaluation (EFE) matrix, Internal
External (IE) matrix, and Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats
(SWOT) matrix. Lastly the Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) is
applied to provide an alternative strategy of business development.
Data were collected using quota sampling methods as well as the secondary
data taken from literature and observation. A total of 7 respondents were chosen
randomly to provide of range of data related to their catfish hatchery business.
The results of the non-financial feasibility analysis showed that the catfish
hatchery business in Babakan is still weak on the whole non-financial aspects.
Based on the results of a financial feasibility analysis with the feasibility criteria
and assumptions which have been determined, it is known that the catfish

hatchery business of 7 fish farmers is feasible with 100%. The entire value of the
NPV is greater than zero between International Drawing Right (IDR) 3.395.841
and IDR 53.262.759. The entire value of IRR is greater than the interest rate
(14%) between 28,31% and 45,25%. The entire value of Net B/C is greater than 1
between 1.30 and 1.62. The entire value of the PBP is less than 3 years between
1.8 years and 2.3 years. Based on the result of both IE and SWOT analysis, of 7
fish farmers in Babakan that the catfish hatchery need to defend, develop and
undertake progressive strategies. The best alternative strategy of business
development business that recommended from QSPM analysis is the application
of Good Hatchery Practices (CPIB) to increase production and quality of seeds, so
that minapolitan program is reachable.
Key words: Feasibility and Strategy Development Prospects Hatchery Catfish

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PROSPEK KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
PEMBENIHAN IKAN LELE (Clarias sp.) DI DESA BABAKAN,
KECAMATAN CISEENG,KABUPATEN BOGOR

ASEP KORLAN DEDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir :
Prof.Dr.Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA

Judul Tesis : Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan
Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor
Nama
: Asep Korlan Dedi
NIM
: P054114125

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA
Ketua

Dr Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Industri Kecil Menengah

Wakil Dekan
Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS DEA

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc

Tanggal Ujian: 20 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian ini ialah Prospek Kelayakan dan Strategi Pengembangan Pembenihan

Ikan Lele (Clarias sp.) di Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.
Tesis ini sebagai tugas akhir pada Program Studi Industri Kecil Menengah,
Sekolah Pasca Sarjana (SPS), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Ani Suryani, DEA dan
Bapak Dr Eko Ruddy Cahyadi, MM dan Prof Dr Ir Komar Sumantadinata, MSc
(Alm) selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,
DEA yang telah banyak memberi saran dan dorongan. Kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada para pembenih ikan lele yang ada di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dan Bapak Wagino, SP selaku Petugas
Penyuluh Lapangan (PPL) bidang Perikanan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten
Bogor, yang telah memberikan berbagai informasi dan masukan dalam
pengumpulan data. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibunda, Istri dan
kedua anak tercinta, serta seluruh keluarga, yang dengan tulus memberikan
dukungan dan do’a yang dipanjatkan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Asep Korlan Dedi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1

2
2
3

II TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Usaha Pembenihan Lele
Wadah Pada Usaha Pembenihan Lele
Tingkat Penerapan Teknologi Pembenihan
Kegiatan Usaha Pembenihan Lele yang Sesuai CPIB
Tingkat Penerapan Manajemen Mutu
Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan Usaha

3
3
4
4
5
6
6
10

III METODE PENELITIAN
Bahan
Pengolahan dan Analisis Data

16
16
17

IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Usaha Pembenihan Ikan Lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Analisis Kelayakan Non Finansial
Aspek Hukum
Aspek Pemasaran
Aspek Teknis
Aspek Manjemen
Aspek Sosial Ekonomi
Aspek Dampak Lingkungan
Analisis Kelayakan Finansial
Arus Masuk
Arus Keluar
Biaya Investasi
Biaya Operasional
Analisis Laba Rugi Usaha
Analisis Kelayakan Finansial dan Kriteria Kelayakan
Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha
Strategi Pengembangan Usaha
Analisis Matriks IFE
Analisis Matriks EFE
Analisis Matriks IE
Analisis Matriks SWOT

18
18
19
19
19
20
23
23
23
24
25
25
26
26
26
27
27
28
29
30
31
32

Analisis Matriks QSPM

33

V SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

35
35
36

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Matriks IFE
Matriks EFE
Matriks SWOT
Matriks QSPM
Harga benih ikan lele berdasarkan ukuran di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor
Matriks Analisis Non Finansial
Asumsi untuk analisis keuangan usaha pembenihan ikan lele di Desa
Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Arus masuk usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor
Arus keluar usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor
Laba rugi dan BEP usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Parameter kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Matriks IFE gabungan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Matriks EFE gabungan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Alternatif strategi pembenihan ikan lele di Desa Babakan, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor

10
11
12
15
20
24
25
25
26
27
28
30
31
35

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram SWOT
2 Matriks Internal Eksternal
3 Diagram alir pelaksanaan kegiatan penelitian Prospek Kelayakan dan
Strategi Pengembangan Pembenihan Ikan Lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
4 Analisis Matriks IE usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
5 Diagram SWOT usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
6 Grafik analisis QSPM usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan,
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

13
14

17
32
33
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Peta pengembangan perikanan di Kabupaten Bogor
Kuesioner
Analisis SWOT
Proyeksi produksi dan pendapatan kotor pembenih ke-1 (Iwan)

39
40
45
50

5 Komponen proyeksi produksi dan pendapatan kotor pembenih di Desa
Babakan
6 Proyeksi pendapatan kotor pembenih di Desa Babakan
7 Biaya investasi pembenih ke-1 (Iwan)
8 Komponen biaya investasi pembenih ikan lele di Desa Babakan
9 Biaya investasi pembenih ikan lele di Desa Babakan
10 Biaya variabel pembenih ke-1 (Iwan)
11 Komponen biaya varibel pembenih ikan lele di Desa Babakan
12 Biaya variabel dan tetap pembenih ikan lele di Desa Babakan
13 Biaya tetap pembenih ke-1 (Iwan)
14 Biaya panen pembenih ikan lele di Desa Babakan
15 Biaya produksi dan keuntungan pembenih di Desa Babakan
16 Proyeksi laba rugi pembenih di Desa Babakan
17 BEP(Rupiah) pembenih di Desa Babakan berdasarkan ukuran benih
18 Arus kas pembenih ke-1 (Iwan)
19 Analisis kelayakan usaha
20 Analisis sensitivitas kenaikan harga pakan 10%
21 Analisis sensitivitas kenaikan harga pakan 20%
22 Bobot untuk matriks IFE dan matriks EFE
23 Rating IFE
24 Rating EFE
25 Analisis SWOT
26 Rekap SWOT dan IE
27 Analisis Matriks QSPM
28 Dokumentasi penelitian

50
50
51
52
52
53
53
54
54
54
55
55
56
57
58
58
58
59
60
60
61
62
62
63

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang cukup
digemari masyarakat Indonesia, selain harga yang relatif murah, mudah
dibudidayakan dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kebutuhan ikan lele di Indonesia setiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini
sebagai gambaran bahwa pertumbuhan Industri Kecil Menengah (IKM) dalam
pemanfaatan ikan lele semakin berkembang, sehingga mampu menumbuhkan
wirausahawan-wirausahawan baru bidang perikanan. Para wirausahawan adalah
pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara (Adelina 2011).
Konsumsi ikan lele masih didominasi wilayah Jawa 250 ton per hari. Selain
Jakarta konsumsi lele terbanyak berada di Yogyakarta (KKP 2012). Beberapa
wilayah yang ada di Kabupaten Bogor merupakan sentra produksi lele diantaranya
Ciseeng, Parung, Gunung Sindur dan Gadog. Kabupaten Bogor mempunyai lokasi
berdekatan dengan pusat pasar domestik yaitu kawasan Jabodetabek dengan
kebutuhan pasokan lele 150 ton per hari (Ditjen P2HP 2010). Sedangkan
kebutuhan lele di Bogor sudah menembus 30 ton per hari (Wibowo 2011).
Dalam rangka peningkatan produksi perikanan budidaya 353% (KKP 2011),
peranan bidang pembenihan menjadi sangat penting untuk menghasilkan benih
bermutu baik dan produksi yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan benih untuk
pembesaran.
Ketersediaan benih lele di Kabupaten Bogor pada dua tahun terakhir
(2011-2012) 54.684.000 ekor (5,25% dari ketersediaan benih lele di Provinsi Jawa
Barat) dan 175.582.800 ekor (1,89% dari ketersediaan benih lele di Provinsi Jawa
Barat) (Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bogor 2010,
2012). Hasil produksi benih lele secara Nasional mengalami peningkatan terutama
pada tahun 2011. Sedangkan ditingkat Provinsi Jawa Barat produksi benih lele
berfluktuasi, meningkat pada tahun 2011 dan menurun pada tahun 2012. Produksi
benih di Kabupaten Bogor tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup nyata.
Dengan demikian dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan benih ikan
lele setiap tahunnya meningkat.
Kekurangan pasokan benih lele berkaitan erat dengan kegiatan usaha
pembesaran yang semakin meningkat. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar
domestik, pada kegiatan pembenihan perlu dilakukan perbaikan. Perbaikan dapat
dilakukan pada aspek teknis dan non teknis. Dengan perbaikan pada kedua aspek
tersebut diharapkan peningkatkan mutu dan produktivitas benih dapat tercapai,
baik ditingkat Kabupaten maupun secara Nasional.
Bentuk dukungan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) dalam meningkatkan produktifitas usaha budidaya ikan lele
dengan Program Minapolitan. Bogor merupakan salah satu yang ditetapkan
menjadi kawasan minapolitan dengan komoditi unggulan ikan lele. Bentuk
dukungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupa Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Jawa Barat yang menganggarkan bantuan terhadap kelompok
budidaya perikanan. Dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor berupa

2

penetapan lokasi kawasan minapolitan. Daerah pengembangan kawasan
minapolitan tergambar dalam Lampiran 1 (Pemerintah Kabupaten Bogor 2012).
Pemerintah melalui Ditjen Perikanan Budidaya saat ini sedang melakukan
sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Sertifikasi CPIB dilakukan
kepada Unit Pembenih Rakyat (UPR) dan usaha pembenihan di seluruh Indonesia.
Kegiatan tersebut penting dilakukan, agar produktifitas meningkat dan
menghasilkan mutu yang baik. Mutu benih merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan usaha budidaya. Penggunaan mutu benih lele yang baik dapat
menurunkan kegagalan dan risiko usaha, meningkatkan produktivitas usaha dan
pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan pendapatan para pembenih lele.
Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor merupakan kawasan
potensial pembenihan ikan lele, kegiatan pembenihan ikan lele sudah cukup lama
dilakukan dan merupakan salah satu sentra produksi pembenihan ikan lele di
Kabupaten Bogor.
Berdasarkan data dan informasi tersebut, diperlukan kegiatan penelitian
pada usaha pembenihan ikan lele. Penelitian dilakukan bertujuan menguatkan
penelitian sebelumnya untuk melihat potensi, aspek pendukung, aspek
penghambat dan pola usaha yang dilakukan pada kegiatan usaha pembenihan ikan
lele di Desa Babakan.

Perumusan Masalah
1.

2.

3.

Bagaimana kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa Babakan
Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor dari aspek non finansial dan aspek
finansial ?
Faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang mempengaruhi
pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor ?
Bagaimana strategi alternatif pengembangan pembenihan ikan lele di Desa
Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor ?

Tujuan Penelitian
1.
2.

3.

Mendapatkan informasi tentang kelayakan usaha pembenihan ikan lele di
Desa Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh
terhadap pengembangan pembenihan ikan lele di Desa Babakan Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor
Merumuskan strategi alternatif pengembangan pembenihan ikan lele di Desa
Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor

3

Manfaat Penelitian
1.
2.

3.

Memberikan informasi kondisi kelayakan usaha pembenihan ikan lele di Desa
Babakan Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor.
Menjadi bahan pertimbangan bagi para pengusaha pembenihan ikan lele dan
Pemerintah Daerah setempat dalam upaya pengembangan pembenihan ikan
lele.
Memberikan alternatif usaha bagi masyarakat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Usaha Pembenihan Lele
Perkembangan usaha budidaya lele semakin meningkat setelah lele dumbo
masuk ke Indonesia pada tahun 1986. Ikan lele dumbo merupakan hasil
perkawinan silang jenis bastar (hibrida) dari induk jantan Clarias gariepinus yang
berasal dari Afrika dengan induk betina Clarias Fuscus yang berasal dari Taiwan
(Hernowo dan Rachmatun 2011). Awalnya petani enggan membudidayakan lele
dumbo, karena lele dumbo memiliki struktur dagingnya rapuh dan ketika digoreng
mudah hancur. Menurut sebagian orang lele dumbo rasanya tidak se enak lele
lokal, sehingga dianggap tidak laku dipasaran. Pada saat itu teknik pemijahan
masih dianggap sulit, pemijahan harus dilakukan dengan kawin suntik (induced
breeding). Dengan waktu yang tidak terlalu lama lele dumbo dapat diterima
masyarakat, pemijahan dapat disiasati secara alami dan lele dumbo berkembang
pesat di Indonesia.
Pada tahun 2000, Pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan
Perikanan (sekarang Kementerian Kelautan dan Perikanan) melalui Balai
Budidaya Air Tawar atau BBAT (sekarang Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar atau BBPBAT) Sukabumi, melakukan program perbaikan kualitas lele
dumbo dengan melakukan teknik perkawinan silang balik. Teknik perkawinan
tersebut yaitu induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi ke 6
(F6) lele dumbo (Khairuman dan Amri 2012).
Seiring perkembangan dan tingkat keberhasilan usaha budidaya lele dari
hasil penggunaan lele hasil silang balik tersebut maka pada tahun 2000-2004
dilakukan sosialisasi serta diseminasi induk dan benih lele silang balik tersebut.
Dengan dasar tersebut maka tahun 2004 lele sangkuriang resmi dirilis sebagai
komoditas baru ikan lele unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan No. KP. 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.
Lele sangkuriang memiliki beberapa keunggulan dibanding lele dumbo,
kemampuan bertelur induk lele sangkuriang lebih besar dua kali lipat dibanding
lele dumbo, derajat penetasan telur lebih tinggi, nilai FCR (Feeding Convertion
Rate) berada pada kisaran 0,8 - 3,1, sementara lele dumbo nilai FCR-nya lebih
dari satu, masa panen lebih cepat baik ditingkat pembenih maupun pembesaran
dan lele sangkuriang lebih tahan terhadap penyakit (Wahyu S dan Agung M
2012).

4

Wadah Pada Usaha Pembenihan Lele
Wadah yang digunakan pada usaha pembenihan lele bisa memanfaatkan
fasilitas yang ada, sehingga dengan tidak mengeluarkan modal yang banyak, telah
mampu melakukan kegiatan usaha pembenihan lele. Menurut Wibowo (2011),
wadah yang digunakan untuk pembenihan ikan lele bisa berupa styrofoam, bak
fiber, aquarium, toren, drum dan terpal.
Kegiatan usaha pembenihan ikan lele dapat dilakukan di dalam ruangan atau
di luar ruangan. Jika di luar ruangan bisa dipertimbangkan menggunakan bak
terpal, dengan alasan selain murah, praktis dalam pembuatannya serta fleksibel.
Secara umum pembenihan ikan lele menggunakan tiga jenis wadah yaitu :
kolam induk, kolam pemijahan dan kolam penetasan telur dan pemeliharaan
benih.

Tingkat Penerapan Teknologi Pembenihan
Penerapan teknologi pembenihan mengalami perkembangan pesat, dimulai
dari teknik pemijahan yaitu ada 3 (tiga) metode. Pertama menggunakan metode
alami sesuai dengan tingkat pemahaman dan penguasaan yang baik terhadap
pemijahan ikan lele. Pemijahan dengan metode alami tidak memaksakan induk
untuk mengeluarkan telurnya, hal penting yang perlu diperhatikan kesiapan induk
untuk memijah (Mahyudin 2013). Kedua metode semi alami dengan
menggunakan hormon kelenjar hipofisa yang diambil dari ikan donor dapat
berasal dari lele dumbo, ikan mas, atau lele lokal, hormon tersebut digunakan
untuk merangsang lele dumbo agar mau memijah atau penyuntikan dengan
hormon buatan (Ovaprim) (Hernowo dan Rachmatun 2011). Ketiga metode
buatan, pada teknik ini proses pemijahan dilakukan dengan metode stripping atau
pengurutan perut induk untuk diambil telurnya. Sementara lele jantan dilakukan
pembedahan untuk diambil kantung spermanya. Proses pembuahan dengan cara
mencampurkan telur dengan sperma di dalam satu wadah yang telah disiapkan
(Wibowo 2011).
Penerapan teknologi lain, yaitu penerapan teknologi pemuliaan telah mampu
diterapkan sebagai upaya peningkatan efisiensi, peningkatan produksi dan nilai
tambah. Inovási tersebut antara lain: (1) Dalam menghasilkan induk dan benih
unggul telah dilakukan melalui proses seleksi. Upaya tersebut telah menghasilkan
induk ikan unggul seperti Lele Sangkuriang, (2) Untuk lebih mempercepat
pertumbuhan benih ikan unggul tersebut, dilengkapi dengan perlakuan vaksinasi
dan perendaman growth stimulator; (3) Untuk menjaga kualitas air pada
pengelolaan media budidaya menggunakan perlakuan probiotik yang dilengkapi
dengan sistem bioflok, (4) Penggunaan pakan buatan dilengkapi dengan enzim
dalam upaya efisiensi pemanfaatan pakan, selain bioflok yang juga berfungsi
sebagai pakan alami. Upaya-upaya tersebut telah secara nyata
mampu meningkatkan produksi, produktivitas yang berdaya saing
(http://www.djpb.kkp.go.id/).
Penerapan bioflok pada proses produksi ikan lele berguna untuk mengurangi
limbah budidaya secara langsung, mereduksi bahan organik dan senyawa beracun.

5

Selain itu, hal tersebut dapat menjadi pakan alami serta mampu meningkatkan
efisiensi pakan dengan Feed Convertion Ratio (FCR) mencapai 0,8 FCR.

Kegiatan Usaha Pembenihan Lele yang Sesuai CPIB
Saat ini Pemerintah mendorong para pelaku usaha pembenihan ikan,
khususnya ikan lele agar melakukan sertifikasi CPIB. Sertifikasi CPIB dilakukan
supaya benih yang dihasilkan memiliki kualitas baik dan dapat meningkatkan
daya saing produk. CPIB membantu dalam proses pembenihan ikan lele dapat
lebih efektif, efisien, memperkecil resiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan
pelanggan, menjamin kesempatan ekspor dan ramah lingkungan. Hal tersebut
sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02/MEN/2007
tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
Dalam penerapan CPIB ada 4 (empat) aspek yang harus diperhatikan, yaitu
aspek teknis, aspek manajemen, aspek keamanan pangan dan aspek lingkungan.
Aspek Teknis meliputi, lokasi harus bebas banjir dan bebas cemaran, sumber
air juga harus diperiksa laboratorium untuk mengetahui kandungan logam berat
dan bakteri coliform. Fasilitas juga harus sesuai, diantaranya terdapat gudang
pakan dan gudang peralatan yang layak, sarana pengemasan dsb. Proses produksi/
pemeliharaan sebaiknya mengacu pada Standard Nasional Indonesia (SNI) dari
pemeliharaan sampai pengemasan. Benih ikan harus berasal dari unit pembenihan
yang bersertifikasi CPIB, dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal (SKA) Benih
Ikan. Induk Ikan harus berasal dari lembaga yang berwenang memproduksi Induk
Ikan, dibuktikan dengan Surat Keterangan Asal (SKA) Induk Ikan. Penerapan
biosecurity adalah sebuah upaya agar tempat budidaya/pembenihan tidak
terkontaminasi zat-zat atau organisme berbahaya yang dapat mengganggu proses
pemeliharaan. Diantaranya adalah dengan membuat pagar keliling, foot bath,
sebelum memasuki ruang pembenihan, pencuci roda mobil/motor di pintu gerbang
dan sebagainya.
Aspek manajemen meliputi struktur organisasi dan manajemen serta
pengolahan data untuk dokumentasi dan rekaman. Dokumentasi dalam hal ini
adalah Standard Operasional Prosedur (SOP) atau Instruksi Kerja, merupakan
pedoman dalam melaksanakan kegiatan yang dilengkapi dengan formulir isian,
untuk mengumpulkan data yang diperlukan selama proses pemeliharaan.
Rekaman data merupakan bukti obyektif untuk menunjukkan efektivitas
penerapan CPIB. Contoh rekaman diantaranya adalah pembelian pakan,
pengolahan kolam, data kematian, pemberian pakan, pemeriksaan kualitas air dan
sebagainya.
Aspek keamanan pangan merupakan sebuah ketentuan yang dipersyaratkan
oleh pemerintah melalui Ditjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan
Perikanan. Dalam suatu kegiatan usaha pembudidayaan ikan dilarang
menggunakan obat-obatan, bahan kimia, bahan biologi terlarang yang bisa
menyebabkan residu termasuk antibiotik. Penggunaan obat-obat perikanan
disyaratkan yang telah disertifikasi KKP. Begitu juga dengan penggunan pakan,
pakan yang boleh digunakan adalah pakan yang sudah disertifikasi KKP. Apabila
pembudidaya/ pembenih menggunakan pakan buatan sendiri, maka pembudidaya
harus bisa menjelasakan tentang bahan, formula yang dibuat agar diketahui tidak

6

menggunakan bahan yang dilarang, untuk digunakan sebagai bahan campuran
pakan ikan.
Aspek
lingkungan
adalah
sebuah
jaminan
bahwa
kegiatan
budidaya/pembenihan ikan, tidak mencemari lingkungan sekitar. Ini dapat
dilakukan dengan cara mengendapkan air buangan dari proses
budidaya/pembenihan ikan di kolam pengendapan atau diproses terlebih dahulu,
sehingga air yang mengalir ke keperairan umum sudah normal tidak mencemari
lingkungan.

Tingkat Penerapan Manajemen Mutu
Penerapan manajemen mutu pada usaha pembenihan ikan lele oleh KKP
melalui Ditjen Perikanan Budidaya, dengan melakukan sertifikasi (CPIB), dimana
benih yang dihasilkan akan terjamin mutunya.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh sertifikat CPIB sebagai
berikut :
a. Surat keterangan dari Desa
b. Lokasi bebas banjir dan cemaran
c. Air tersedia sepanjang tahun dan tidak tercemar (dibuktikan dengan hasil
analisis laboratorium)
d. Fasilitas unit lengkap (ada gudang, tempat pengemasan dsb)
e. Menerapkan biosecurity
f. Pakan bersertifikat, atau melampirkan bahan/formula dan menyerahkan
sampel apabila menggunakan pakan buatan sendiri
g. Induk memiliki Surat Keterangan Asal (SKA)
h. Mempunyai Standard Operasional Prosedur (SOP) dari pengolahan kolam,
pengadaan induk, pemeriksaan kesehatan ikan, pemeriksaan kualitas air,
sampai dengan panen dan pengemasan
i. Mempunyai data rekaman selama proses produksi
j. Didampingi satu orang bersertifikat Manager Pengendali Mutu (MPM)
Perbenihan.
(KKP 2008).
Sertifikasi CPIB diharapkan mampu menjawab tantangan kedepan. Dengan
memiliki kualitas produk yang baik, akan mampu memproteksi produk lokal
khususnya perikanan. Penerapan CPIB memberi peluang untuk melakukan ekspor
perikanan dalam memenuhi kebutuhan pasar luar negeri, dengan standar kualitas
yang dimiliki sejajar kualitas standar Internasional.

Kelayakan Usaha
Untuk melakukan pengembangan suatu usaha, maka perlu adanya studi
kelayakan terhadap suatu usaha. Studi kelayakan dilakukan untuk menilai
bagaimana investasi yang akan ditanamkan pada suatu usaha bisa
menguntungkan. Studi Kelayakan bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2012)
adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha
atau bisnis yang akan dijalankan, untuk menentukan layak atau tidak usaha

7

tersebut dijalankan. Studi kelayakan bertujuan untuk menilai kelayakan suatu
gagasan usaha.
Menurut Ibrahim (2009), studi kelayakan bisnis adalah kegiatan untuk
menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu
kegiatan usaha.
Tujuan studi kelayakan usaha menurut Kasmir dan Jakfar (2012) adalah :
a. Menghindari risiko kerugian
Risiko kerugian untuk masa yang akan datang yang penuh dengan
ketidak pastian, dalam hal ini fungsi studi kelayakan untuk meminimalkan
resiko baik yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan.
b. Memudahkan Perencanaan
Perencanaan meliputi berapa jumlah dana yang diperlukan, kapan usaha
akan dijalankan, dimana, bagaimana pelaksanaannya, berapa besar
keuntungan yang akan diperoleh serta bagaimana mengawasinya jika terjadi
penyimpangan.
c. Memudahkan Pelaksanaan Pekerjaan
Dengan rencana yang telah tersusun maka sangat memudahkan
pelaksanaan bisnis, pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik.
d. Memudahkan Pengawasan
Dengan melaksanakan usaha sesuai rencana maka memudahkan untuk
melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha.
e. Memudahkan Pengendalian
Jika dapat diawasi maka jika terjadi penyimpangan akan mudah
terdeteksi, sehingga mudah untuk mengendalikan penyimpangan tersebut.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2012) aspek studi kelayakan usaha dibagi
menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu :
1. Aspek Hukum
Dalam aspek ini yang dibahas adalah masalah kelengkapan dan
keabsahan dokumen usaha pembenihan, mulai dari bentuk badan usaha
sampai izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen
merupakan dasar hukum yang harus dipegang. Keabsahan dan kesempurnaan
dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau
mengeluarkan dokumen tersebut.
2. Aspek Pasar dan Pemasaran
Untuk menilai apakah perusahaaan yang akan melakukan investasi
ditinjau dari segi pasar dan pemasaran memiliki peluang pasar yang
diinginkan atau tidak. Atau dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar
yang ada untuk produk yang ditawarkan dan seberapa besar market share
yang dikuasai oleh para pesaing dewasa ini. Kemudian bagaimana strategi
pemasaran yang akan dijalankan, untuk menangkap peluang pasar yang ada.
Untuk menentukan pasar yang nyata dan potensi pasar yang ada, maka perlu
dilakukan riset pasar.
3. Aspek keuangan
Dalam aspek ini dilakukan untuk menilai biaya–biaya apa saja yang
akan dikeluarkan dan seberapa besar biaya–biaya yang akan dikeluarkan.
Kemudian juga meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika
usaha jadi dijalankan.

8

4.

Aspek Teknis
Dalam aspek ini yang akan diteliti adalah mengenai lokasi usaha, baik
kantor pusat, cabang, pabrik, atau gudang. Kemudian penentuan layout
gedung dan peralatan serta layout ruangan sampai kepada usaha perluasan.
Penelitian mengenai lokasi meliputi berbagai pertimbangan, apakah harus
dekat dengan pasar, dekat dengan bahan baku, dengan tenaga kerja, atau
pertimbangan lainnya. Kemudian mengenai penggunaan teknologi apakah
padat karya atau padat modal.
5. Aspek Manajemen
Yang dinilai dalam aspek ini adalah para pengelola usaha dan struktur
organisasi yang ada. Usaha yang dijalankan akan berhasil jika dijalankan oleh
orang-orang yang profesional. Demikian pula dengan struktur organisasi yang
dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan usahanya.
6. Aspek sosial ekonomi
Penelitian dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar
pengaruh yang ditimbulkan jika usaha ini dijalankan. Pengaruh ini terutama
terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap masyarakat
secara keseluruhan.
7. Aspek dampak lingkungan
Merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap
usaha yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan di
sekitarnya.
Metoda analisis yang dapat digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha
adalah metoda nilai bersih sekarang (Net Present Value/NPV), rasio manfaat
biaya (Net Benefit Cost Ratio/ Net B/C), tingkat pengembalian hasil internal
(Internal Rate of Return/IRR), analisis Break Even Point (BEP), serta metoda
Payback Period (PBP).
1. Metoda Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value/NPV)
Net Present Value merupakan selisih antara manfaat dan biaya atau
disebut dengan arus kas bersih. Suatu bisnis dapat disebut layak jika jumlah
seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Suatu
bisnis dikatakan layak jika nilai NPV lebih besar dari nol (NPV>0), yang
memiliki arti bahwa bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat.
Apabila suatu bisnis memiliki nilai NPV lebih kecil dari nol, maka bisnis
tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Nurmalina et al. 2009). Rumus NPV
adalah:
n

NPV =
t=1

Bt − Ct
(1 + i)t

Keterangan:
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga
2.

t = Tahun
n = Jumlah tahun

Rasio Manfaat Biaya (Net Benefit Cost Ratio/ Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio merupakan rasio antara manfaaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau disebut juga
manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap

9

satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau bisnis
bisa dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dapat dikatakan
tidak layak jika Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al. 2009). Rumus
yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah:
n
Bt − Ct
Untuk Bt – Ct > 0
t
Untuk Bt – Ct < 0
t=1 (1 + i)
Net B/C =
n
Bt − Ct
(1
+ i)t
t=1
Keterangan:
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga

t = Tahun
n = Jumlah tahun

3.

Tingkat Pengembalian Hasil Internal (Internal Rate of Return/IRR)
Kelayakan suatu bisnis dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian
bisnis terhadap investasi yang ditanamkan, yang dapat ditunjukkan dengan
mengukur besarnya Internal Rate of Return (Nurmalina et al. 2009). Internal
Rate of Return merupakan suatu tingkat discount rate (DR) yang
menghasilkan net present value sama dengan nol. Jika hasil perhitungan IRR
lebih besar dari tingkat suku bunga dapat dikatakan bahwa usaha tersebut
layak. Jika IRR sama dengan tingkat suku bunga maka usaha tidak untung
maupun rugi dan jika IRR di bawah nilai tingkat suku bunga maka usaha
tersebut tidak layak (Ibrahim 2009). Rumus IRR adalah:
NPV1
IRR = i1 +
x( i2 − i1 )
NPV1 − NPV2
Keterangan:
i1
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif
i2
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif

4.

Break Even Point (BEP)
BEP merupakan suatu analisis yang memberikan informasi tentang
berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak menderita
kerugian dan tidak memperoleh laba. Selain itu Breakeven Point (BEP) juga
dapat digunakan untuk melihat seberapa jauhkah berkurangnya penjualan
yang masih dapat ditoleransi agar perusahaan tidak menderita rugi dan juga
untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh (Jumingan 2008). Rumus yang
digunakan untuk menghitung BEP adalah:
Total Biaya Tetap
BEP (unit) =
Harga Jual/unit – Biaya Peubah/unit

5.

Payback Period (PBP)
Payback Period merupakan jangka waktu tertentu yang menunjukkan
terjadinya arus penerimaan secara kumulatif sama dengan jumlah investasi
dalam bentuk present value. Analisis ini perlu ditampilkan dalam studi
kelayakan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dikerjakan baru dapat

10

mengembalikan investasi (Ibrahim 2009). Menurut (Nurmalina et al. 2009),
PBP merupakan suatu analisis yang mengukur seberapa cepat suatu investasi
bisa kembali. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat
pengembaliannya, memiliki kemungkinan untuk dipilih. Rumus yang
digunakan untuk menghitung PBP adalah:
Investasi
PBP PP = Kas Bersih/ Tahun × 1 Tahun
Strategi Pengembangan Usaha
Menurut Marimin (2008), proses yang harus dilakukan dalam membuat
perumusan strategi agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui
berbagai tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan pengambilan data yaitu matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
dan matriks External Factor Evaluation (EFE).
2. Tahapan analisis yaitu pembuatan matriks IE dan matriks SWOT.
3. Tahapan pengambilan keputusan yaitu Quantitative Strategic Planning
Matrix (QSPM).
Pada tahap pengambilan data dapat menggunakan matriks IFE dan EFE.
Matriks IFE adalah merupakan alat analisis untuk meringkas dan mengevaluasi
kekuatan dan kelemahan kunci dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha
pembenihan. Sedangakan matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi peluang
dan ancaman usaha pembenihan.
Tabel 1 Matriks IFE
Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor Terbobot
Kekuatan:
1.
2.
dst.
Total Kekuatan
Kelemahan
Bobot
Rating
Skor Terbobot
1.
2.
dst.
Total Kelemahan
Total Kekuatan - Total Kelemahan = S - W = x
Sumber: Rangkuti, 2009
Dalam mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal usaha
pembenihan dapat dilakukan dengan wawancara dan memberikan kuesioner pada
pihak yang berkompeten. Pada tahapan ini, matriks IFE dan EFE bertujuan
menyiapkan strategi untuk mengkuantifikasi secara objektif. Matriks IFE
mengklasifikasikan menjadi kekuatan dan kelemahan bagi usaha pembenihan
(Tabel 1). Sedangkan matriks EFE mengklasifikasikan menjadi peluang dan
ancaman (Tabel 2).

11

1.
2.

3.

4.

5.

Langkah-langkah dalam menyusun matriks IFE dan EFE, yaitu:
Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman usaha pembenihan (kolom 1).
Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Bobot didapatkan dari
hasil perbandingan berganda dengan membandingkan antara faktor yang satu
dengan yang lain.
Memberikan rating 1 sampai dengan 4 pada setiap kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki oleh usaha pembenihan. Nilai skala untuk kekuatan adalah
1 = tidak kuat, 2 = cukup kuat, 3 = kuat dan 4 = sangat kuat. Nilai skala untuk
kelemahan adalah 1 = lebih lemah, 2 = sedang, 3 = tidak lemah dan
4 = sangat tidak lemah. Dan berikan rating 1 sampai dengan 4 pada setiap
peluang dan ancaman untuk mengindikasikan seberapa efektif usaha
pembenihan merespon peluang atau ancaman yang bersangkutan. Nilai skala
untuk peluang adalah 1 = respon di bawah rataan, 2 = respon rataan,
3 = respon di atas rataan dan 4 = respon sangat superior. Nilai skala untuk
kelemahan adalah 1 = respon sangat superior, 2 = respon di atas rataan,
3 = respon rataan dan 4 = respon di bawah rataan.
Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh
faktor pembobotan pada kolom 4. Skor pembobotan nilainya bervariasi mulai
dari 1,0 (poor) sampai dengan 4,0 (outstanding).
Jumlah skor pembobotan (kolom 4) untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi usaha pembenihan tersebut. Total skor terbobot berkisar antara 1 sampai
dengan 4. Nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan situasi internal usaha
pembenihan sangat buruk. Nilai 4 pada matriks IFE menunjukkan situasi
internal usaha pembenihan sangat baik. Sedangkan nilai 2,5 pada matriks IFE
dan EFE menunjukkan situasi internal usaha pembenihan berada pada tingkat
rataan. Pada matriks EFE, nilai 1 menunjukkan usaha pembenihan tidak dapat
memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Nilai 4 menunjukkan
usaha pembenihan merespon peluang dan ancaman dengan baik.
Tabel 2 Matriks EFE
Faktor Eksternal
Peluang:
1.
2.
dst.
Total Peluang
Ancaman:
1.
2.
dst.
Total Ancaman

Bobot

Rating

Skor Terbobot

Bobot

Rating

Skor Terbobot

Total Peluang - Total Ancaman= O - T = y

Sumber: Rangkuti, 2009

12

Setelah melakukan pengambilan data selanjutnya adalah tahap analisis. Pada
tahap ini dapat menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu cara
untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka
merumuskan strategi usaha pembenihan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan tantangan (threats)
(Rangkuti 2009). Analisis SWOT digunakan untuk membandingkan faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman,
sedangkan faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan.
Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu:
a. Pendekatan Kualitatif Matriks SWOT
Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh
Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor
internal (Kekuatan dan Kelemahan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah
faktor eksternal (Peluang dan Tantangan). Empat kotak lainnya merupakan
kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara
faktor-faktor internal dan eksternal (Tabel 3).
Tabel 3 Matriks SWOT
Faktor internal
Faktor eksternal
Opportunities (O)
Daftar peluang
eksternal

Treats (T)
Daftar ancaman
eksternal

Strength (S)
Daftar faktor kekuatan
internal

Weakness (W)
Daftar faktor
kelemahan internal

Strategi SO
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi ST
Ciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi
ancaman

Strategi WO
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan untuk
mendapatkan peluang
Strategi WT
Ciptakan strategi yang
meminimalkan
kelemahan
menghindari ancaman

Sumber: Rangkuti, 2009
Keterangan:
1.) Strategi SO: Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran usaha
pembenihan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
merebut dan manfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2.) Strategi WO: Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang
yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada.
3.) Strategi ST: Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki usaha
pembenihan untuk mengatasi ancaman.
4.) Strategi WT: Strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat
defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta
menghindari ancaman.

13

b.

Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT
Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitatif
melalui perhitungan Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan
Robinson (2008) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1.) Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah
total perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;
Menghitung skor (a) masing-masing point faktor dilakukan secara saling
bebas (penilaian terhadap sebuah point faktor tidak boleh dipengaruhi
atau mempengeruhi penilaian terhadap point faktor lainnya. Pilihan
rentang besaran skor sangat menentukan akurasi penilaian namun yang
lazim digunakan adalah dari 1 sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti
skor yang paling rendah dan 10 berarti skor yang paling tinggi.
Perhitungan bobot (b) masing-masing point faktor dilaksanakan secara
saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor
adalah dengan membandingkan tingkat kepentingannya dengan point
faktor lainnya. Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang
telah didapat (rentang nilainya sama dengan banyaknya point faktor)
dibagi dengan banyaknya jumlah point faktor).
2.) Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan
faktor O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai
atau titik pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya
menjadi nilai atau titik pada sumbu Y;
3.) Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran
SWOT (Gambar 1).

Gambar 1 Diagram SWOT
Sumber: David, 2009
Keterangan:
1. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan
berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif,
artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat

14

2.

3.

4.

dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar
pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun
menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap
namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda
organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya
bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karena itu, organisasi
disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.
Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi,
artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya.
Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap
peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan
menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada
pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk
menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar
tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus
berupaya membenahi diri.
Total Skot Terbobot IFE

3,0-4,0
Medium
2,0-2,99
Lemah
1,0-1,99

Medium

Lemah

3,0-4,0

2,0-2,99

1,0-1,99

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX

Total Skor Terbobot EFE

Kuat

Kuat

Gambar 2 Matriks Internal Eksternal
Sumber: David, 2009
Pada tahap analisis, selain menggunakan matriks SWOT dapat juga dengan
matriks Internal Eksternal (IE). Matriks IE digunakan untuk melihat strategi mana
yang tepat untuk diterapkan oleh usaha pembenihan yang memiliki unit-unit
bisnis. Pada matriks IE (Gambar 2), total skor terbobot IFE sebagai nilai sumbu X
dan total skor terbobot EFE sebagai nilai sumbu Y. Matriks IE dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu (David 2009):

15

1.

2.

3.

Divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat disebut tumbuh dan
membangun. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, atau
pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi
ke depan, integrasi horizontal) mungkin paling tepat untuk divisi-divisi
tersebut.
Divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII, paling baik dikelola dengan
strategi pertahankan
dan pelihara; strategi
penetrasi pasar dan
pengembangan produk merupakan dua strategi yang umum digunakan
untuk jenis-jenis divisi ini.
Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX, paling baik dikelola
dengan strategi panen atau divestasi.
Tabel 4 Matriks QSPM
Strategi-Strategi Alternatif
Faktor Kunci

Bobot

Strategi 1
AS

TAS

Strategi 2

Strategi 3

AS

AS

TAS

TAS

Faktor Internal:
Kekuatan
Kelemahan
Faktor Eksternal:
Peluang
Ancaman

Sumber: Rangkuti, 2009
Setelah melakukan tahap masukan dan tahapan pencocokan, dilanjukan
dengan tahap keputusan. Salah satu analisis yang dapat dilakukan yaitu
Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) seperti pada Tabel 4. Teknik ini
secara objektif menunjukkan strategi alternatif yang paling baik didasarkan atas
faktor-faktor keberhasilan kritis internal dan eksternal yang telah dikenali lebih
dahulu (Dewanti 2008). Menurut Dewanti (2008), 6 langkah untuk
mengembangkan QSPM antara lain adalah:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman usaha pembenihan (kolom 1). Buatlah daftar peluang, kelemahan,
peluang dan ancaman. Informasi ini dari matriks IFE dan EFE.
2. Berilah bobot pada setiap faktor eksternal dan internal. Bobot sama dengan
yang ada pada IFE dan EFE.
3. Periksalah matriks pencocokan di tahap sebelumnya dan kenali strategi
alternatif yang harus dipertimbangkan.
4. Tentukan nilai daya tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang
menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian
strategi tertentu. Nilai AS adalah: 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 =
wajar menarik dan 4 = sangat menarik.
5. Hitunglah total nilai daya tarik (TAS) didefinisikan sebagai hasil mengalikan
bobot (langkah 2) dengan nilai AS di masing-masing baris (langkah 4). Nilai

16

TAS menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi alternatif,
semakin tinggi nilai TAS semakin menarik strategi alternatif tersebut