Strategi pengelolaan tanah di desa babakan Ciseeng Bogor

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

DIDIN NAJMUDIN NIM: 107046101895

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/ 2011 M


(2)

(3)

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Juni 2011


(5)

iii

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya skripsi yang berjudul

“Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan Ciseeng Bogor” ini dapat terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan

kata “iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, yang telah mencurahkan pengetahuan dan pengalamannya selama masa kuliah.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag.,MA., Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan tuntunan dan arahannya selama ini.

3. Ayahanda H. Tatang (alm) dan Ibunda Hj. Hamdanah yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta semua kasih sayang dan doanya dengan tulus. Adinda Lulu Luthfiyah yang telah memberikan keceriaan dalam proses penulisan skripsi ini.


(6)

iv

5. Para Nazhir di Desa Babakan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.

6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tidak pernah henti memberikan motivasi. Teristimewa untuk Dwi Rohmayanti yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dengan kasih sayang. Tidak lupa juga kepada Fitoy, Fahmi, Fairuz, serta teman-teman LiSENSi yang telah memberikan kehangatan persahabatan berbalutkan keceriaan dan ilmu pengetahuan selama kuliah.

8. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2007 kelas C. Saefudin, Burhan, Cahyo, Fikri, Hadi, Wahyu, Try, Shafitranata, Mukhlas, Asep, Awan, Inal, Zikril, Yusuf, Furqon, Aziz, Sanda, Muid, Haikal, Acha, Pewe, Afi, Maya, Atikah, Mae, Hilwa, Farah, Amel, Jaja, Opi, Ratna, Nur, semuanya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas telah membantu selama proses perkuliahan.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan kontribusi kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis.


(7)

v

Jakarta, 22 Juni 2011


(8)

v

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………1

B. Batasan dan Rumusan Masalah………...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...5

D. Objek Penelitian...6

E. Review Studi Terdahulu………...6

F. Metode penelitian………...9

G. Sistematika Penulisan………10

BAB II : KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA A. WAKAF...12

1. Pengertian Wakaf...12


(9)

vi

B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF...38

1. Pengertian Strategi...38

2. Manfaat Strategi...40

3. Strategi Pengelolaan Wakaf...40

BAB III : GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN A. Profil Desa Babakan………...52

B. Perekonomian Masyarakat Desa Babakan...54

C. Wakaf di Desa Babakan...56

BAB IV : STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN CISEENG BOGOR A. Strategi Pengelolaan Wakaf Di Desa Babakan...60


(10)

vii

DAFTAR PUSTAKA...75


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan kesenjangan di sebuah negara yang kaya akan sumber alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia merupakan suatu keprihatinan1. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2010 yang masih tinggi yakni berkisar di angka 31.023.400 atau 13,33% dari jumlah penduduk Indonesia, berikut datanya.

Tabel Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 20102

Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

Nangroe Aceh

Darussalam 173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98

Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31

Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50

Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65

Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34

Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47

Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30

Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94

Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51

Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05

DKI Jakarta 312.2 - 312.2 3.48 - 3.48

Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27

Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56

DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83

Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26

1

Mustafa Edwin Nasution & Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam,

(Jakarta. PSTTI-UI. 2006), hal. 17

2

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010”, Artikel diakses tgl 4 maret 2011 dari http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=4


(12)

Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16

Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88

Nusa Tenggara Barat 552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55

Nusa Tenggara

Timur 107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03

Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02

Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77

Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21

Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66

Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10

Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07

Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60

Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05

Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19

Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58

Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74

Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42

Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88

Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80

Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33 Sumber: bps.go.id

Jika melihat data di atas tentunya kebanyakan masyarakat miskin berdomisili di pedesaan, oleh karena itu perlu ada upaya yang lebih mendalam untuk mengatasi kemiskinan tersebut dari tingkat administrasi yang paling kecil yaitu desa. Hal ini berarti pemerintah harus berupaya lebih kreatif untuk membongkar masalah kemiskinan tersebut dari tingkat pedesaan.

Masalah distribusi yang tidak merata ditambah dengan krisis ekonomi global tentunya makin menambah penderitaan kaum miskin tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program nasional seperti BLT, KUR, CSR dan masih banyak lagi yang lainnya namun ternyata belum optimal dalam mengatasi masalah tersebut.


(13)

Di tengah permasalahan yang ada berkembanglah suatu perekonomian yang lebih adil yaitu sistem ekonomi syariah. Instrumen pengentasan kemiskinan yang dimiliki ekonomi syariah kini menjadi salah satu alternatif pengentasan kemiskinan yang sedang dilirik. Salah satu instrumen pengentasan kemiskinan tersebut adalah wakaf. Data yang diperoleh dari Departemen Agama RI menyebutkan bahwa jumlah luas tanah wakaf mencapai 2.686.536.656,68 meter persegi atau 268.653,67 Hektar yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.3

Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, seharusnya dengan harta wakaf yang begitu besar, bahkan terbesar di dunia, kemiskinan bukanlah menjadi masalah di Indonesia, asalkan harta wakaf yang ada dapat diberdayakan. Belum lagi potensi wakaf uang yang sangat besar yang tentunya akan sangat menjadi solusi yang riil bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun memang patut disayangkan ternyata pengelolaan wakaf masih banyak yang bersifat tradisional dan lebih menekankan pada aspek konsumtif seperti untuk membangun mesjid, mushola, sekolah, ponpes dan kuburan, dan masih jarang sekali harta wakaf yang dikelola untuk tujuan produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kaum-kaum yang membutuhkan, terutama fakir miskin.4

3

Sukuk Wakaf dan Pengentasan Kemiskinan”, Artikel diakses pada tanggal 4 Februari 2011 dari http://majalahekonomisyariah.com/index.php/web/news/index/4/2142311694

4

Depag RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 3


(14)

Salah satu contoh praktek wakaf yang ada, yaitu di Desa Babakan Ciseeng Bogor. Penulis memilih Desa Babakan sebagai objek penelitian karena berbagai alasan, yang paling utama adalah karena secara kuantitas tanah wakaf yang ada di Babakan bisa dibilang cukup besar, dari data yang penulis himpun sendiri, luas tanah wakaf yang ada yaitu sebanyak 64005 m2. Namun, memang dari jumlah tanah wakaf tersebut mayoritas tanah wakaf yang ada di Desa Babakan diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan dan belum banyak di produktifkan, hal ini dikarenakan kebanyakan wakif yang ada memang mengikrarkan hartanya untuk tujuan tersebut. Namun ada hal yang sangat menarik yang terjadi di Desa Babakan, tanah wakaf yang ada yang belum digunakan untuk kuburan, mesjid ataupun sekolah sekarang mulai diberdayakan untuk tujuan produktif.

Salah satu hal yang patut dicermati adalah ternyata secara geografis Desa Babakan bukanlah tempat yang strategis untuk mengembangkan harta wakaf secara modern seperti di kota kota besar yang tentunya dapat dibangun apartemen, real estate ataupun pertokoan. Namun ternyata para nazhir punya strategi lain untuk mensiasati hal tersebut agar wakaf tetap bisa produktif. Dan hal ini menjadi alasan penguat lainnya mengapa penulis memilih Desa Babakan.

Melihat fenomena yang ada akhirnya penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut dengan memberi judul “Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan Ciseeng Bogor”.


(15)

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Mengingat sangat luasnya pembahasan tentang wakaf maka penulis hanya membatasi pada permasalahan pengelolaan tanah wakaf saja dengan lokasi penelitian Di Desa Babakan kecamatan Ciseeng kabupaten Bogor.

Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan pokok-pokok masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan?

2. Apa strategi yang dilakukan nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan. 2. Untuk mengetahui kegiatan wakaf yang produktif di Desa Babakan

3. Untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Bagi penulis sendiri sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan ataupun pengetahuan tentang salah satu filantropi Islam yaitu wakaf.

2. Bagi akademisi, untuk menambah literatur yang ada tentang teori serta strategi perwakafan.


(16)

3. Bagi masyarakat luas serta para stakeholder wakaf, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebenarnya wakaf itu, serta langkah kreatif dan apa strategi yang harus digunakan agar pengelolaan wakaf dapat maksimal.

D. Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian oleh penulis adalah Desa Babakan Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.

E. Tinjauan (Review) Kajian Kepustakaan

Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Skripsi Ikhsanuddin Fadhillah pada tahun 2007 dengan judul “Strategi

Penghimpunan, Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Majlis Wakaf & ZIS Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawamangun

Pulogadung”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan, pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang diterapkan oleh majlis wakaf dan ZIS pimpinan cabang Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung dapat dikatakan cukup baik dan dapat dikategorikan profesional. Strategi nadzir dalam penghimpunan harta wakaf melalui sosialisasi berjalan cukup lancar. Selanjutnya dana wakaf yang telah didapatkan dari wakaf tunai digunakan untuk membangun pertokoan serta merawat Islamic Center .


(17)

2. Skripsi Lili Zahriah pada tahun 2008 dengan judul “Analisis Strategi Pemberdayaan Wakaf Produktif Pendekatan Balance Scorecard (Studi Kasus Yayasan Wakaf Al-Muhajirin Jakapermai Bekasi)”. Hasil dari penelitian ini adalah dari segi pertambahan aset yang diperoleh yayasan wakaf al-Muhajirin Jakapermai Bekasi mengalami kenaikan setiap tahunnya mulai dari 2001-2006 yaitu total aset mencapai 60,503 milyar. Selain itu ditinjau dari pendekatan perspektif customer dan bisnis internal semuanya meningkat dengan baik.

3. Skripsi Ambia Dahlan Abdullah pada tahun 2010 dengan judul “Praktik Wakaf di Kecamatan Limo”. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar wakaf yang ada di kecamatan Limo sudah sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Namun ternyata pengelolaan wakaf masih bersifat tradisional, peruntukannya lebih banyak pada pembangunan sarana ibadah dan kuburan, belum ada yang bersifat produktif.

4. Skripsi Syaiful Amri tahun 2010 dengan judul “Penghimpunan dan pemberdayaan wakaf uang tunai model Dompet Dhuafa Republika sebelum dan sesudah berlaku UU no. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan dan pemberdayaan wakaf uang tunai oleh Dompet Dhuafa dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) yang terdiri atas dua jenis yaitu sertifikat wakaf uang atas nama dan atas unjuk. Pada tahun 2004 ada beberapa kegiatan yang telah berhasil


(18)

dibiayai Dompet Dhuafa antara lain peternakan domba dan supermarket, LKC dan lain-lain. Namun dalam menjalankan programnya ada bebrapa kendala antara lain kurangnya sumber daya manusia sehingga program belum terlaksana secara maksimal.

5. Skripsi Muhammad Apriadi tahun 2010 dengan judul “Efektifitas Penghimpunan dan Pengelolaan wakaf uang pada baitul maal muamalat (BMM)”. Hasil dari penelitian ini adalah penghimpunan wakaf uang pada Baitul Maal Muamalat kurang efektif. Faktanya kenaikan jumlah dana wakaf yang terhimpun tidak terjadi secara terus menerus bahkan cenderung menurun. Yakni pada tahun 2008 dana wakaf uang yang terhimpun sebesar Rp. 42.431.091,- dan tahun 2009 dana wakaf uang yang terhimpun hanya sebesar 13.129.595,- .

6. Skripsi M. Inderawan Sukma pada tahun 2010 dengan judul “Strategi

Penghimpunan Dana Wakaf Tunai Center (WATER) Di Mampang

Jakarta Selatan”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan dana wakaf tunai yang dulakukan oleh lembaga wakaf center sudah cukup baik, wakaf center telah melakukan beberapa kegiatan proses penghimpunan dananya seperti optimalisasi edukasi, proyek percontohan pilot project dan lain sebagainya.

Sedangkan skripsi penulis ini lebih mengarah pada strategi pengelolaan tanah wakaf dengan pendekatan pada pengelolaan yang dilakukan di pedesaan


(19)

oleh nazhir perseorangan, sehingga memiliki nilai distingsi dengan skripsi yang lainnya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang diamati tanpa menggunakan perhitungan angka-angka dan bertujuan menemukan teori atau kesimpulan dari data.

2. Pendekatan Penelitian

Secara metodologis penulis menggunakan pendekatan empiris. Yaitu dengan melihat fakta yang sebenarnya yang terjadi di lapangan kemudian mengambil kesimpulan dari fakta yang ada.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Penelitian Lapangan (field research) yaitu penelitian dilakukan dengan melihat langsung objek di lapangan, dalam hal ini adalah Desa Babakan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

1) Wawancara (interview), yaitu bertanya langsung kepada narasumber seputar permaslahan yang ada secara lebih mendalam.

2) Dokumentasi, yaitu melihat data melalui dokumen-dokumen yang ada. b. Studi Kepustakaan (library research), yaitu studi buku-buku di perpustakaan dengan pengumpulan data dari buku-buku yang relevan


(20)

dengan studi ini. Dan juga dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan laporan yang terkait dengan masalah penelitian ini.

Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN: terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek Penelitian, Metodologi Penelitian, Review Studi Terdahulu serta Sistematika Penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI PENGELOLAANNYA: terdiri dari Wakaf dan terbagi atas Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat-syarat Wakaf, Macam-macam Wakaf, Tujuan dan Manfaat Wakaf. Serta Strategi Pengelolaan Wakaf yang terbagi atas Pengertian Strategi, Manfaat Strategi dan Strategi Pengelolaan Wakaf.

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN: terdiri dari Profil Desa Babakan, Perekonomian Masyarakat Desa Babakan, Wakaf di Desa Babakan.


(21)

BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN CISEENG BOGOR: terdiri dari Strategi Pengelolaan Wakaf di Desa Babakan.


(22)

12

A. WAKAF

1. Pengertian Wakaf

Kata wakaf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti berhenti1 atau menahan atau diam di tempat, atau tetap berdiri.2 Untuk menyatakan terminologi wakaf para ahli fiqih menggunakan dua kata yaitu habas dan

wakaf, karena itu sering digunakan kata seperti habasa atau ahbasa dan auqafa

untuk menyatakan kata kerjanya. Sedangkan wakaf dan habas adalah kata benda dan jamaknya adalah awqaf, ahbas dan mahbus. Namun intinya al habsu maupun al waqf sama-sama mengandung makna al imsak (menahan),

al man‟u (mencegah) dan at-tamakkust (diam). Disebut menahan karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf.3

Sedangkan untuk makna wakaf secara isilah ulama berbeda pendapat, mereka mendefinisikan wakaf dengan beragam sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman atau

1

Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Cet IV, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hal. 1576

2

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam

Depag RI, 2006), hal. 1

3

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta: Khalifa, 2004), hal. 44


(23)

ketidaklazimannya. Syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu perbedaan juga terjadi dalam tata cara pelaksanaan wakaf.

Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para

Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam lainnya. Maka yang terlintas di benak penulis setelah membaca definisi-definisi yang mereka buat seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka, padahal kenyataanya tidak demikian. Karena definisi-definisi tersebut hanyalah karangan ahli fiqih yang datang sesudah mereka. Sebagai aplikasi dari kaidah-kaidah umum masing-masing imam mazhab yang mereka anut, sehingga setiap definisi sangat sesuai dengan kaidah masing-masing imam mazhab.4

a. Menurut Mazhab Syafi’i5

Para ahli fikih Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan beragam definisi yang diringkas sebagai berikut:

1) Imam Nawawi dari kalangan Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan “menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya, sementara benda tersebut tetap ada dan digunakan manfaatnya

untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip

oleh Al-Munawi dalam bukunya Al-Taisir.

4

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 40

5


(24)

2) Al-Syarbani Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf

dengan “menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan”.

3)Ibn Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikan wakaf

dengan “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang

tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”.

4)Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi mendefinisikannya dengan “menahan harta untuk dimanfaatkan dalam hal-hal yang dibolehkan dengan

menjaga keutuhan harta tersebut”.

b. Menurut Mazhab Hanafi6

Ulama Mazhab Hanafi berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf. Perbedaan wakaf ini bersumber dari masalah-masalah yang mereka pertentangkan. Para ulama Hanafiyah ketika berbicara tentang definisi wakaf mereka memisahkan antara definisi yang diutarakan oleh Imam Abu Hanifah sendiri dengan dua pengikutnya (Abu Yusuf dan Muhammad. ed). Terlebih dahulu akan dibahas definisi wakaf menurut Abu Hanifah.

1)Menurut Imam Abu Hanifah

6


(25)

a) Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf dengan “habsul mamluk an

al-tamlik min al-ghair” yang berarti Menahan harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain. Maksud kata mamluk adalah kata untuk memberikan pembatasan harta yang tidak biasa dianggap sebagai milik. Sedangkan kata an al-tamlik min al-ghair berarti bahwa harta yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan wakif. Seperti halnya untuk jual beli, hibah atau untuk jaminan. Sedangkan kata al-habsu berarti untuk mengecualikan harta-harta yang tidak masuk dalam harta wakaf. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wakaf menurut Imam Syarkhasi adalah menahan harta dari kepemilikan orang lain dan menjaga keutuhan harta tersebut dan harta tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan wakif.

b) Al-Murghinany memberikan definisi wakaf menurut Imam Abu Hanifah sebagai berikut. Wakaf menurut Abu Hanifah adalah

Habsul „aini ala milki al-wakif wa tashaduq bi al-manfa‟ah

(menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah). Istilah seperti ini juga dipakai oleh pengarang kitab Al-Tanwir7 dan pengarang kitab Al-Kanz8.

7

Pengarangnya adalah Tamartasy. Nama lengkap Tamartasy adalah Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-Kahtib Al-Umry Al-Tamartasy Al-Ghazy, meninggal tahun 1004 H.


(26)

c) Pengarang Kitab Al-Durr Al-Mukhtar memberikan definisi wakaf menurut versi Imam Abu Hanifah sebagaimana berikut. Habs al

„aini ala hukmi milki al-waqif, wa tashaduq bi al-manfa‟ah wa lau bi al-jumlah. (Penahanan harta dengan memberikan legalitas hukum milik pada wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meski tidak terperinci).

2)Menurut Dua Pengikut Imam Abu Hanifah

Ulama Hanafiyah mendefinisikan wakaf sebagaimana dua pengikut Imam Abu Hanifah (yaitu penulis kitab Tanwir al- Abshar dan penulis Al-Dur Al-Mukhtar) dengan pengertian yang berlainan. Namun pengertian tersebut tidak keluar dari kandungan makna yang diberikan oleh pengarang Tanwir Al-Abshar dalam uraiannya berikut, menurut keduanya wakaf ditahan sebagai milik Allah, dan manfaatnya diberikan kepada mereka yang dikehendaki.

c. Menurut Mazhab Malikiyah9

Ibnu Arafah mendefinisikan bahwa wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya bersamaan tetapnya

8

Pengarang Al-Kanz adalah Al-Nusfi. Nama lengkapnya Abdullah bin ahmad bin Mahmud Al-Nusfy. Meninggal tahun 710 H.

9

Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 54


(27)

wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan (pengandaian).

d.Menurut Ulama Zahidiyah10

Para ulama Zaidiyah memberikan definisi wakaf dengan definisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:

1) Definisi pengarang Al-Syifa sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Miftah yaitu pemilikan khusus dengan cara yang khusus dan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.

2) Definisi Ahmad bin Qasim Al-Anisy bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah dengan keutuhan harta tersebut.

e. Menurut Hanabilah, Syi’ah dan Ja’fariyah11

Ulama Hanbilah, Syi’ah dan Ja’fariyah mendefinisikan wakaf

sebagai berikut:

1) Definisi Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah, wakaf yaitu menahan yang asal dan memberikan hasilnya

2) Syamsudin Al-Maqdasy, wakaf yaitu menahan yang asal dan memberikan manfaatnya.

3) Al-Muhaqiq Al-Huly dari kalangan Ja’fariyah, wakaf yaitu akad yang hasilnya adalah menahan yang asal dan memberikan manfaatnya.

10

Ibid, hal. 57

11


(28)

4) Muhammad Al-Husny, wakaf adalah menahan barang dan memberikan hasilnya.

Definisi-definisi di atas adalah pernyataan definisi dari para kalangan Mazhab masing-masing. Sedangkan definisi wakaf menurut hukum positif yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut. “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.12

Sedangkan menurut rangkuman dari penulis sendiri setelah melihat berbagai definisi yang ada, maka penulis mendefinisikan wakaf dengan menahan harta yang asalnya milik wakif yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan menjaga keutuhan harta tersebut dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

12


(29)

2. Dasar Hukum Wakaf

Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

a. Surat Al-Hajj ayat 77 yang berbunyi:





































































)

جحل

:

۷۷

(

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah

Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat

kemenangan.”(Q.S Al-Hajj:77)

b. Surat Ali imran ayat 92 yang berbunyi:





















































)

ر ع ل

:

۲۹


(30)

Artinya :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum

kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang

kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali Imran:92)

c. Surat Al- Baqarah ayat 261 yang berbunyi:





























































































)

ةرقبلا

:

۲١٦

(

Artinya:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:261)

Selain itu juga ada beberapa sumber hukum yang berasal dari hadits yang berkaitan dengan wakaf, diantaranya adalah sebagai berikut:


(31)

a. Hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin Al-Khatab ketika memperoleh tanah di Khaibar13. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

ر ع ع

:

ل قف ، ف ر أ س ل أف ،ر ً ضرأ صأ ط ل ر ع أ

:

؟ ر أ ف ، ع س أ طق ًا صأ ل ر ً ضرأ صأ إ ه ل سر

ل ق

:

ق ص صأ س ح ش إ

ل ق ،

:

ا ،ع ا ع ا أ ،ر ع ص ف

ل ق ،

ا أ ر

:

،ه ل س ف ، قرل ف ، رقل ف ،ء رق ل ف ر ع ص ف

ر غ ً ق ص عط أ ،ف رع ل لكأ أ ل ع ح ج ا ،ف عضل ل سل

ف ل

(

س ر

)

Artinya:

“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya

untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar

menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang

13

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, Cet. XXVII, Diterjemahkan oleh A. Hassan, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2006), hal. 410


(32)

musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”(H.R. Muslim)

b. Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nash hadis tersebut adalah14:

ع

أ

ر ر

أ

ل

ل ق

:

إ

آ

عطق

ع

اإ

اث

:

ق ص

، ر ج

أ

ع

ع

،

أ

ل

حـل ص

(

ر

س

)

Artinya:

“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.” (H.R. Muslim)

14

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtassar Shahih Muslim, Cet I. Diterjemahkan oleh KMCP & Imron Rosadi, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI, 2003), hal. 701


(33)

3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi empat rukun wakaf, rukun-rukun tersebut adalah sebagai berikut:15

1. Orang yang berwakaf (al-waqif).

2. Benda yang diwakafkan (al-mauqufbih).

3. Pihak yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf „alaihi).16 4. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).

Adapun untuk memperjelas syarat syarat rukun di atas akan dijabarkan sebagai berikut:

a.Syarat Wakif (orang yang berwakaf)17

Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria, yaitu sebagai berikut: 1)Merdeka

Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai hak milik , dirinya dan apa yang dimiliki adalah

15

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 21

16“Pengertian Wakaf”

, Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html

17

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam


(34)

kepunyaaan tuannya. Namun demikian Abu Zahrah mengatakan bahwa para fuqaha sepakat, budak itu boleh mewakafkan hartanya bila ada izin dari tuannya, karena ia sebagai wakil darinya. Bahkan Adz-Dzahiri (pengikut Daud Adz-Adz-Dzahiri) menetapkan bahwa budak dapat memiliki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau tabarru’. Bila ia dapat memiliki sesuatu berarti ia dapat pula membelanjakan miliknya itu.

2)Berakal sehat

Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad serta tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot), berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk menggugurkan hak miliknya.

3)Dewasa (Baligh)

Wakaf yang dilakukan oleh anak belum dewasa (baligh) hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.

4)Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)

Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk berbuat kebaikan (tabarru‟), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah. Tetapi berdasarkan istihsan, wakaf orang yang berada di


(35)

bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selam hidupnya hukumnya sah. Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain.

b. Syarat Mauquf bih (harta yang diwakafkan)18

Menurut harta yang diwakafkan, syarat wakaf terbagi menjadi dua, yaitu tentang syarat sahnya harta yang diwakafkan dan tentang kadar harta yang diwakafkan.

1)Syarat sahnya harta wakaf

Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) Harta yang diwakafkan harus Mutaqawwim19

Pengertian harta yang mutaqawwim (al-mal al-mutaqawwim) menurut Mazhab Hanafi adalah segala sesuatu yang dapat disimpan dan halal digunakan dalam keadaan darurat. Karena itu mazhab ini memandang tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan harta, seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan untuk ditempati. Serta tidak sah mewakafkan harta yang tidak mutaqawwim seperti alat-alat musik yang tidak halal digunakan atau buku-buku anti islam, karena dapat merusak islam itu sendiri. Latar belakang syarat

18

Ibid, hal. 26

19


(36)

ini lebih karena ditinjau dari aspek tujuan wakaf itu sendiri, yaitu agar wakif mendapatkan pahala dan mauquf alaih memperoleh manfaat. Tujuan ini dapat tercapai jika yang diwakafkan itu dapat dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan tetapi dilarang oleh islam.

b) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan20

Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin (ainun

ma‟lumun), sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan. Karena itu tidak sah mewakafkan yang tidak jelas seperti “satu dari

dua rumah”. Pernyataan wakaf yang berbunyi “saya mewakafkan

sebagian dari tanah saya kepada orang-orang kafir dikampung

saya”, begitu pula tidak sah. Latar belakang syarat ini ialah karena hak yang diberi wakaf terkait dengan harta yang diwakafkan kepadanya. Seandainya harta yang diwakafkan kepadanya tidak jelas, tentu akan menimbulkan sengketa. Selanjutnya sengketa ini akan menghambat pemenuhan haknya. Para fakih tidak mensyaratkan agar benda tidak bergerak harus dijelaskan batas-batasnya atau luasnya, jika batas-batas-batasnya dan luasnya diketahui dengan jelas. Seperti pernyataan berikut : “saya wakafkan tanah

saya yang terletak di...”. sementara itu wakif tidak mempunyai tanah lain selain tempat itu, maka menurut fiqh sudah sah.

20


(37)

c) Milik wakif21

Alangkah baiknya harta yang akan diwakafkan itu milik penuh

wakif dan mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu tidak sah mewakafkan harta yang bukan milik wakif. Karena wakaf mengandung kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan. Keduanya hanya dapat terwujud pada benda yang dimiliki.

d) Terpisah, bukan milik bersama (musya‟)22

Milik bersama itu adakalanya dapat dibagi dan adakalanya juga tidak dapat dibagi. Hukum wakaf benda milik bersama (musya‟) adalah sebagai berikut:

1)A mewakafkan sebagian dari musya‟ untuk dijadikan masjid atau pemakaman, tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum, kecuali apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan ditetapkan batas-batasnya.

2)A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian dari

musya‟ yang terdapat pada harta yang dapat dibagi. Muhammad berpendapat wakaf ini tidak boleh kecuali setelah dibagi dan diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena menurutnya kesempurnaan wakaf mengharuskan penyerahan harta wakaf kepada yang diberi wakaf, artinya yang diberi wakaf

21

Ibid, hal. 28

22


(38)

menerimanya. Abu Yusuf berpendapat wakaf ini boleh meskipun belum dibagi dan diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena menurutnya kesempurnaan wakaf tidak menuntut penyerahan harta wakaf kepada yang diberi wakaf.

3)A mewakafkan sebagian dari musya‟ yang terdapat pada harta yang tidak dapat dibagi bukan untuk dijadikan masjid atau pemakaman umum. Abu Yusuf dan Muhammad sepakat bahwa wakaf ini sah, karena kalau harta tersebut dipisah akan merusaknya, sehingga tidak mungkin memnfaatkannya menurut yang dimaksud. Demi menghindari segi negatif ini, mereka berpendapat boleh mewakafkannya tanpa merubah statusnya sebagai harta milik bersama, sedangkan cara pemafaatannya disesuaikan dengan kondisinya.

2)Kadar harta yang di wakafkan23

Sebelum Undang-undang wakaf diterapkan, Mesir masih menggunakan pendapatnya mazhab Hanafi tentang kadar harta yang akan diwakafkan. Yaitu harta yang akan diwakafkan seseorang tidak dibatasi dalam jumlah tertentu sebagai upaya menghargai keinginan wakif, berapa saja yang ingin diwakafkannya. Sehingga dengan penerapan pendapat yang demikian bisa menimbulkan penyelewengan

23


(39)

sebagian wakif, seperti mewakafkan semua harta pusakanya kepada pihak kebajikan dan lain-lain tanpa memperhitungkan derita atas keluarganya yang ditinggalkan.

Kehadiran UUWM di Mesir, salah satunya berisi pembatasan kadar harta yang ingin diwakafkan sebagai upaya menanggulangi penyimpanan tersebut. Dalam hal ini, UUWM tidak menghargai sepenuhnya atas keinginan wakif untuk mewakafkan seluruh hartanya, kecuali jika wakif ketika wafat tidak mempunyai ahli waris dari keturunannya, ayah ibunya, isteri-isterinya.

Pembatasan kadar harta yang diwakafkan juga cukup relevan diterapkan di Indonesia, yaitu tidak melebihi sepertiga harta wakif untuk kepentingan kesejahteraan anggota keluarganya. Konsep pembatasan harta yang ingin diwakafkan oleh seorang wakif selaras dengan peraturan perundangan dalam Intruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab wasiat, pasal 201.

Dari pemaparan diatas berikut ini adalah contoh-contoh Harta yang dapat diwakafkan:

Benda Wakaf Tidak Bergerak:24

a) Tanah b) Bangunan

24


(40)

c) Pohon untuk diambil buahnya d) Sumur untuk diambil airnya

Benda Wakaf Bergerak:25

a) Hewan

b) Perlengkapan rumah ibadah c) Senjata

d) Pakaian e) Buku f) Mushaf

g) Uang, saham atau surat berharga lainnya c. Syarat Mauquf Alaih26

Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada dasarnya wakaf merupakan amal untuk mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT. Karena itu mauquf alaih haruslah kebajikan. Para faqih sepakat berpendapat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan manusia kepada Tuhan-Nya.

25

Ibid, hal. 42

26


(41)

d. Syarat Shighat27

Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku fiqih ialah tentang shighat wakaf. Sebelum menjelaskan syarat-syaratnya, maka akan dijelaskan lebih dahulu pengertian, status dan dasar shighat. 1)Pengertian Shighat

Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan kehendakdan menjelaskan apa yang diinginkannya. Namun shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf alaih. Begitu juga qabul tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali pada wakaf yang tidak tertentu. Ini menurut pendapat sebagian mazhab.

2)Status Shighat

Status shighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf, wakaf tidak sah tanpa shighat.

3)Dasar Shighat

Dasar dalil perlunya shighat ialah karena wakaf adalah melepaskan hak milik dan benda dan manfaat atau dari manfaat saja dan kepemilikan kepada orang lain. Maksud tujuan melepaskan dan memilikkan adalah urusan hati. Tidak ada yang menyelami isi hati

27


(42)

orang lain secara jelas, kecuali melalui pernyataan sendiri. Karena itu penyataanlah jalan untuk mengetahui maksud tujuan seseorang. Ijab wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan atau isyarat.

Sedangkan syaratnya adalah Ketika hendak mewakafkan harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf (nazhir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini minimal harus memuat pewakaf dan nazhir, data harta yang diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.28

4. Macam-macam Wakaf

Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

28“Wakaf”,

Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari http://hukumpedia.com/index.php?title=Wakaf


(43)

a. Wakaf Ahli

Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini disebut juga wakaf dzurri.29

Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf sejenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ’alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.

Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum kerabatnya. Di ujung hadits tersebut yang artinya dinyatakan sebagai berikut:

Dari Anas bin Malik: ”Aku telah mendengar ucapanmu tentang hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga dan anak-anak pamannya.”(H.R. Bukhari dan Muslim)

29

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam


(44)

Dalam satu segi, wakaf ahli ini baik sekali, karena si wakif akan mendapatkan dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, seperti bagaimana kalau cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi? Atau siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang sedemikian rupa sehingga menyulitkan bagaimana cara meratakan pembagian hasil harta wakaf.

Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak cucu, kepada fakir miskin. Sehingga bila suatu ketika ahli kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi, maka wakaf itu bisa langsung diberikan kepada fakir miskin. Namun untuk kasus anak cucu yang menerima wakaf ternyata berkembang sedemikian banyak kemungkinan akan menemukan kesulitan dalam pembagiannya secara adil dan merata.

Berdasarkan pengalaman, wakaf ahli setelah melampaui ratusan tahun mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan wakaf yang sesungguhnya yakni memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, selain itu sering terjadi pula kekaburan dalam pengelolaan dan


(45)

pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahkan harta wakaf, terlebih bila turunannya yang dimaksud telah berkembang dengan sedemikian rupa.30 Berdasarkan hal ini Di Mesir wakaf ahli dihapuskan dengan Undang-undang No.180 Tahun 1952. Selain itu di negara-negara lain juga seperti Turki, Maroko dan Al-jazair, wakaf untu keluarga (ahli) pun telah dihapuskan, karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak produktif.

b. Wakaf Khairi31

Wakaf Khairi yaitu wakaf yang secara tegas diperuntukan bagi kepentingan agama atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf yang diserahkan untk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan hadits Nabi Muhammad SAW yang menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khatab. Beliau memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabililllah, para tamu dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia

30

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 245

31

Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 16


(46)

pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain sebagainya.

Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak manfaatnya dibanding dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaaat. Dan jenis wakaf inilah yang sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wakif boleh saja ada disana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat Usman bin Affan.

Secara substansi, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari cara membelanjakan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat dari manfaatnya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan dan sebagainya. Dengan demikian benda wakaf tersebut benar-benar terasa menfaatnya untuk kepentingan manusia secara umum, tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.


(47)

5. Tujuan dan Manfaat Wakaf

Fungsi wakaf telah disebutkan secara jelas dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 216 yang berbunyi bahwa fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Melihat hal tersebut, tentunya saat ini manfaat wakaf sudah banyak yang dinikmati oleh masyarakat, baik itu di bidang peribadatan, pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya dengan tetap menjada kekekalan nilainya. Oleh karena itu fungsi utama dari wakaf yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum32.

Dalam tujuan wakaf setidaknya disyaratkan beberapa hal berikut, tentunya tujuannya juga harus baik dan sesuai dengan syariah, hal ini agar tujuan wakaf yang sebenarnya dapat tercapai, tujuan-tujuan tersebut adalah:33

a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profesi, yayasan islam, perpustakaan umum atau khusus.

b. Membantu pelajar dan mahasiswa untuk belajar didalam dan luar negeri. c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.

d. Memelihara anak yatim, janda dan orang-orang lemah.

32

Aries Mufti & Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, Konsep Sistem Ekonomi Syariah, (Jakarta: MES, 2009), hal. 213

33

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta: Khalifa, 2004), hal. 159-160


(48)

e. Memelihara orang tua jompo dan yayasan yang memberi pelayanan kepada mereka.

f. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan pas-pasan.

g. Memberikan pelayanan umum berupa air dan listrik, pelayanan kesehatan, penyeberangan dan lainnya baik di kota maupun di desa tempat tinggal. h. Membangun masjid dan memberi perlengkapannya, serta mengisinya

dengan mushaf Al-Qur’an dan Kitab-kitab, juga berinfak untuk keperluan masjid34.

i. Memberi bantuan keuangan dengan syarat yang ringan kepada pengusaha kecil yang memerlukan tambahan modal.

B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF 1. Pengertian Strategi

Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai35.

34

Amelia Fauzia dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Studi Tentang Potensi, dan Pemanfaatan Filantropi islam di Indonesia, (Jakarta: CSRC, 2006), hal. 73

35

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet IV edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1092


(49)

Sedangkan para tokoh manajemen strategi mendefinisikan beragam tentang definisi dari stretegi36. Menurut Fred R. David strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang37.

Sedangkan menurut Wheelen dan Hunger strategi adalah program perencanaan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalisasi kelemahan.

Menurut Porter strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing.

Menurut Argrys, Mintzberg, Steiner dan Miner Strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.

Namun bila disimpulkan secara garis besar dari berbagai macam definisi strategi dapat diambil kesimpulan bahwa strategi merupakan cara untuk mencapai tujuan agar lebih maksimal dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada.

36“Manajemen strategi”

, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://www.docstoc.com/docs/22002771/Manajemen-Strategi

37

Fred R. David, Manajemen Strategis Konsep, Edisi 10, Penerjemah Ichsan Setiyo Budi, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hal. 16


(50)

2. Manfaat Strategi

Menurut Greenley, beberapa manfaat strategi adalah sebagai berikut:38 a. Memungkinkan alokasi waktu dan sumberdaya yang lebih efektif untuk

peluang yang telah teridentifikasi.

b. Mendorong pemikiran kepada masa depan. c. Memberikan tingkat disiplin

Adapun manfaat manfaat lain dari strategi adalah sebagai berikut.39 a. Efesiensi dan aktivitas kerja

b. Meningkat kreativitas kerja

c. Tanggung jawab lebih meningkat kepada perusahaan atau diri sendiri d. Rencana perusahaan lebih jelas

e. Pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya alam yang dimiliki secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen agar berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien.40

3. Strategi Pengelolaan Wakaf

Jika kita melihat perkembangan wakaf yang ada Di Indonesia, setidaknya perkembangan pengelolaan wakaf dapat dibagi menjadi tiga macam pengelolaan, yakni sebagai berikut41:

38

Ibid, hal. 22-23

39

“Manfaat dan Proses Manajemen Strategi”, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari http://syukai.blogspot.com/2009/06/manfaat-dan-proses-manajemen-strategi.html

40

Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hal. 184


(51)

a. Periode Tradisional

Dalam periode ini, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukan dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, seperti mesjid, mushalla, pesantren, kuburan, yayasan dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi sosial yang luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.

Ciri-ciri dari pengelolaan wakaf secara tradisional adalah sebagai berikut:42

1)Kepemimpinan. Corak kepemimpinan dalam lembaga kenazhiran masih sentralistik-otoriter dan tidak ada sistem kontrol yang memadai.

2)Rekruitmen SDM kenazhiran. Banyak nazhir wakaf yang hanya didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz dan lain-lain, bukan aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola.

3)Operasionalisasi pemberdayaan. Pola yang digunakan lebih kepada sistem yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena lemahnya SDM, visi dan misi pemberdayaan, dukungan political will pemerintah yang belum maksimal dan masih menggunakan sistem ribawi.

41

Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya

Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. V

42

Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan


(52)

4)Pola pemenfaatan hasil. Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil wakaf masih banyak yang bersifat konsumtif-statis sehingga kurang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.

5)Sistem kontrol dan pertanggungjawaban. Sebagai resiko dari pola kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya operasionalisasi pemeberdayaan mengakibatkan kepada lemahnya sistem kontrol, baik yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan.

b. Periode Semi Profesional43

Periode semi profesional adalah masa dimana pengelolaan wakaf secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan mesjid-mesjid yang letaknya strategis dengan menambah bangunan gedung untuk pertemuan, pernikahan, seminar dan acara lainnya seperti Mesjid Sunda Kelapa, Mesjid Pondok Indah, Mesjid At- Taqwa Pasar Minggu, Mesjid Ni’matul Ittihad Pondok Pinang (semua di Jakarta) dan lain-lain.

Selain hal tersebut juga sudah mulai dikembangkannya pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian usaha-usaha kecil seperti toko-toko ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha-usaha bengkel dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di

43

Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. v


(53)

bidang pendidikan (Pondok Pesantren), meskipun pola pengelolaannya masih dikatakan tradisional. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor, Ponorogo. Adapun secara khusus mengembangkan wakaf untuk kesehatan dan pendidikan seperti dilakukan oleh Yayasan Wakaf Sultan Agung, Semarang. Ada lagi yang memberdayakan dengan pola pengkajian dan penelitian secara intensif terhadap pengembangan wacana pemikiran islam modern seperti yang dilakukan oleh yayasan wakaf Paramadina, dan sebagainya.

c. Periode Profesional44

Periode pengelolaan wakaf secara profesional ditandai dengan pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan yang dilakukan meliputi aspek manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf bergerak seperti uang, saham dan surat berharga lainnya, dukungan political will pemerintah secara penuh salah satunya lahirnya Undang-undang wakaf.

Dalam periode ini, isu yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan wakaf secara profesional adalah munculnya gagasan wakaf tunai yang digulirkan oleh tokoh ekonomi asal Bangladesh, Prof. M.A. Mannan. Kemudian muncul pula gagasan wakaf investasi, yang di Indonesia sudah

44


(54)

dimulai oleh Tazkia Consulting dan Dompet Dhuafa Republika bekerja sama dengan BTS Capital beberapa waktu lalu.

Semangat pemberdayaan potensi wakaf secara profesional produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini masih dalam keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik dibidang pendidikan, kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya. Sekarang ini sudah memasuki periodisasi pemberdayaan wakaf secara total melibatkan seluruh potensi keummatan dengan dukungan penuh, yaitu UU No. 41 tentang wakaf, peran UU Otonomi Daerah, peran Perda, kebijakan moneter nasional, UU perpajakan dan lain sebagainya.

Landasan yang digunakan untuk langkah-langkah tersebut adalah pemberdayaan wakaf yang sudah dilakukan oelh negara-negara muslim Timur Tengah secara produktif, seperti Mesir, Turki, Arab Saudi, Yordania, Qatar, Kuwait, Marroko, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan lain sebagainya. Bahkan disekitar Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi saat ini yang notabene dulu adalah tanah wakaf terdapat beberapa tempat usaha sebagai mesin ekonomi yang maha dahsyat, seperti hotel, restauran, apartemen, pusat-pusat perniagaan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa tanah-tanah wakaf harus diberdayakan untuk menggali potensi ekonominya dalam rangka kesejahteraan masyarakat banyak. Potret nyata tersebut sudah tidak bisa dibantah lagi bahwa


(55)

tanah-yanah wakaf yang memiliki posisi strategis harus diberdayakan ekonominya secara maksimal, untuk kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan kesejahteraan umum.

Dalam mengelola wakaf secara profesional paling tidak ada tiga filosofi dasar yang harus ditekankan ketika kita hendak memberdayakan wakaf secara produktif. Pertama, pola manajemennya harus dalam bingkai proyek yang terintegrasi, bukan bagian-bagian dari biaya yang terpisah-pisah. Dengan bingkai proyek, sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang terangkum didalamnya.45

Kedua, asas kesejahteraan nazhir. Sudah terlalu lama nazhir seringkali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta‟ala. Oleh karena itu sudah saatnya menjadikan nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada lulusan terbaik ummat dan profesi yang memberikan kesejahteraan, bukan saja di akhirat, tetapi juga di dunia. Di Turki misalnya, badan pengelola wakaf mendapatkan alokasi lima persen (5 %) dari net income wakaf. Angka yang sama juga diterima Kantor Administrasi Wakaf Bangladesh. Sementara itu, The Central Waqf Council India mendapatkan 6 % dari net income pengelolaan dana wakaf. Dan alhamdulillah di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazhir

45


(56)

berhak mendapatkan 10 % dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.46

Ketiga, asas transparansi dan accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan proses pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report

termasuk kewajaran dari masing-masing pos biayanya.47

Melihat hal-hal seperti yang terjadi diatas tentunya diperlukan strategi yang lebih tepat agar pengelolaan wakaf dapat lebih maksimal, beberapa yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:

1)Membenahi Aspek Manajemen, yang terdiri dari48: a) Kelembagaan

Untuk mengelola benda-benda wakaf agar lebih produktif yang pertama harus dilakukan adalah membentuk suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf dan bersifat nasional, dalam hal ini Indonesia telah memilikinya dengan nama Badan Wakaf Indonesia (BWI). Tugas BWI adalah membina nazhir yang sudah ada di seluruh Indonesia. BWI bersama Kementrian Agama mengawasi pengelolaan wakaf diseluruh Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nazhir

46

Ibid, hal. viii

47

Ibid, hal. viii

48

Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 106


(57)

sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung jawabnya secara produktif.

Selain BWI yang menjadi pioner pengelolaan wakaf, lembaga-lembaga nazhir yang sudah ada selama ini harus ditata sedemikian rupa agar bisa melaksanakan tugas-tugas kenazhiran secara lebih maksimal.

b)Pengelolaan Operasional49

Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang disebut dengan pengelolaan operasional adalah proses-proses pengambilan keputusan berkenaan dengan fungsi operasi. Pengelolaan ini sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya manajemen pengelolaan secara umum. Adapun standar operasional itu meliputi seluruh rangkaian program kerja yang dapat menghasilkan sebuah produk (barang atau jasa).

Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam operasi kelembagaan nazhir yang ingin mengelola secara produktif. Keputusan yang dimaksud disini berkenaan dengan lima fungsi utama

49


(58)

manajemen operasional, yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory), tenaga kerja dan mutu.

c) Kehumasan50

Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi penting. Fungsi dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk:

1) Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf yang dikelola oleh nazhir profesional betul-betul dapat dikembangkan dan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat banyak.

2) Meyakinkan kepada calon wakif yang masih ragu-ragu apakah benda-benda yang ingin diwakafkan dapat dikelola secara baik atau tidak. Dan juga dapat menarik para wakif baru.

3) Memperkenal aspek wakaf yang tidak hanya berorientasi pada pahala oriented, tapi memberikan bukti juga bahwa ajaran islamn sangat menonjolkan aspek kesejahteraan bagi umat manusia lain, khususnya bagi kalangan yang kurang mampu.

d)Sistem Keuangan51

Penerapan sistem keuangan yang baik dalam sebuah proses pengelolaan manajemen lembaga kenazhiran sangat terkait dengan:

50

Ibid, hal. 110

51


(59)

Akuntansi, dengan adanya pencatatan tentang laporan keuangan wakaf secara akuntansi maka administrasi keuangan akan lebih tertata dengan rapi, serta memudahkan dalam pengelolaan.

Auditing,dengan adanya audit baik dari internal maupun eksternal maka akan menambah kepercayaan para wakif dan juga masyarakat luas terhadap pengelolaan wakaf. Dengan demikian diharapkan tujuan dari wakaf untuk mensejahterakan masyarakat dapat tercapai.

2) Regulasi Perwakafan52

Sepanjang sejarah islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan agama. Di Indonesia, perwakafan diatur dalam PP No.28 tahun 1977 sebelum lahir UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tentang Perwakafan Tanah milik dan sedikit disinggung dalam UU No.5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Namun peraturan perundang-undangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tak bergerak, dan peruntukannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdah, seperti masjid, mushala, pesantren, kuburan dan lain-lain.

52

Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. 89


(60)

Karena keterbatasan cakupannya, kedua peraturan perundang-undangan tersebut belum memberikan peluang yang maksimal bagi tumbuhnya pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan profesional. Akhirnya pada tanggal 27 okober 2004 UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf diundangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan adanya UU tersebut diharapkan akselerasi perkembangan wakaf menjadi lebih cepat karena memiliki payung hukum yang jelas.

3) Pembentukan Kemitraan Usaha53

Untuk lebih mengefektifkan harta wakaf dalam rangka menyejahterakan masyarakat, maka wakaf perlu didorong ke arah model pemanfaatan dana tersebut untuk sektor usaha yang produktif (terutama wakaf tunai). Sedangkan untuk benda-benda wakaf yang tidak bergerak yang belum terberdayakan seperti tanah dan yang lain-lain, nazhir perlu didorong untuk lebih kreatif memberdayakan tanah wakaf tersebut. Karena menurut Dirjen Bimas Islam Nasaruddin Umar sejatinya permasalahan umat di Indonesia bukanlah masalah dana tetapi masalah kreasi54. Oleh karena itu nazhir perlu dibina secara terus menerus agar mampu mengeluarkan ide dan kreasi baru dalam hal pengelolaan tanah wakaf.

53

Ibid, hal. 102

54 “Menag: Jangan Jadikan Agama Sebagai Beban”, Artikel diakses tanggal 18 april 2011


(61)

Untuk dana wakaf tunai sendiri pemanfaatan dana wakaf bisa bekerja sama dengan perusahaan modal ventura, dimana nanti penggunaan dana bisa memakai skim akad yang ada yang


(62)

52

A. Profil Desa Babakan 1. Letak Geografis

Babakan adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Ciseeng kabupaten Bogor dengan luas desa sebesar 456,442 Ha1. Mayoritas daerah Babakan adalah kolam empang atau balong. Dengan ketinggian tanah 100 meter diatas permukaan laut (dpl) menyebabkan kelembaban udara yang ada disini berkisar pada 27-320 Celcius. Sebagai desa yang bertempat di kota hujan, curah hujan yang tinggi sering menyebabkan banjir tiap tahunnya, yaitu sebanyak 24.533 mm/tahun2.

Adapun batas-batas desa Babakan adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Berbatasan dengan desa Parigi Mekar/ desa Ciseeng kecamatan Ciseeng

Sebelah selatan : Berbatasan dengan desa Tegal kec. Kemang/ desa Cibeuteng Udik kec. Ciseeng

Sebelah barat : Berbatasan dengan desa Putat Nutug/ desa Cibeuteung Muara kec. Ciseeng

1

Laporan Bulanan Desa Babakan Tahun 2010.

2


(63)

Sebelah timur : Berbatasan dengan desa Iwul kec. Parung/ desa Jampang kec. Kemang

Bentuk wilayah dataran rendah/ berbukit/ bergunung-gunung memiliki kemiringan sekitar 200. Namun letak desa ini memiliki letak yang lebih dekat ke ibukota negara Indonesia yaitu berjarak 45 km dibanding ke Ibukota Propinsi Jawa Barat yaitu sekitar 120 km.

2. Keadaan Demografis3

Dengan wilayah yang cukup luas, wilayah administratif desa Babakan terdiri dari 6 dusun 14 Rw dan 46 Rt. Jumlah penduduk desa Babakan yaitu sebanyak 13.041 jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.787 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 6.254 jiwa, dan terbagi menjadi 3.442 KK. Jumlah penduduk ini merupakan yang terbesar di kecamatan Ciseeng.

Mayoritas penduduk desa Babakan adalah pemeluk agama islam dengan jumlah 12.978 orang, sedangkan agama katolik 7 orang, protestan 17 orang, serta pemeluk budha sebanyak 39 orang. Melihat data diatas tentunya sangat potensial dalam pengembangan ekonomi syariah di desa ini.

Penduduk desa Babakan paling banyak hanya berpendidikan lulusan SLTP/ sederajat sebanyak 1.772 orang, sedangkan yang berpendidikan tamat SMU/ sederajat sebanyak 851, sedangkan yang tamat D2 sebanyak 57 orang,

3


(64)

D3 3 orang, S1 57 orang dan S2 4 orang. Artinya masih banyak sekali masyarakat desa Babakan yang belum mengenyang pendidikan yang tinggi. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah setempat, karena mayoritas anak-anak desa Babakan terutama anak-anak perempuan, ketika mereka lulus dari Sekolah Dasar banyak yang bekerja di pabrik- pabrik menjadi pengrajin ataupun menikah. Hal ini terjadi karena memang pemahaman para orang tua tentang kesetaraan gender di desa Babakan belum terlalu baik, akhirnya yang terjadi adalah hal yang seperti diceritakan diatas.

B. Perekonomian Desa Babakan4

Denyut utama perekonomian desa Babakan adalah pertanian, hampir seluruhnya masyarakat desa Babakan adalah petani ikan, bahkan desa Babakan sangat terkenal sebagai sentra komoditas unggulan benih ikan lele. Hal ini dapat dimengerti karena memang mayoritas petani memilih ikan lele sebagai komoditas utama, tetapi ikan lele juga bukan satu-satunya komoditas yang ditawarkan oleh desa Babakan, diantaranya adalah ikan bawal, patin, dan berbagai macam jenis ikan hias seperti ikan cupang, ikan mas koki dan masih banyak lagi yang lainnya.

Lahan pertanian yang banyak yaitu sekitar 167 Hektar memang menjadi tempat mata pencaharian utama masyarakat Babakan. Namun lahan sebesar itu pun tidak dimiliki oleh semua masyarakat Babakan, hanya sekitar 20 orang yang

4


(65)

memiliki tanah/ empang tersebut, sedangkan petani penggarap sebanyak 43 orang dan sisanya 674 orang berprofesi sebagai buruh tani.

Belum lagi luas ladang yang berjumlah sebesar 109, 27 hektar yang juga menjadi urat nadi perekonomian desa Babakan, sehingga banyak masyarakat yang juga berprofesi sebagai petani kebun, karena memang dianugerahi tanah yang cukup subur, banyak sekali tanaman yang dapat ditanam dan dijual dengan harga yang bagus, seperti tanaman untuk keperluan bumbu dapur seperti cabai, jahe, serai, salam dan lain-lain, serta tanaman kebutuhan pokok seperti padi, jagung, sayur mayur dan sebagainya.

Mata pencaharian yang cukup besar selanjutnya adalah profesi pedagang, ada sekitar 815 orang yang berprofesi sebagai pedagang, baik itu pedagang ikan maupun pedagang yang menjual hasil kebun yang diproduksi di desa Babakan. Selain itu juga masih ada masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pengrajin sebanyak 200 orang, buruh industry sebanyak 317 orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 191 orang, serta TNI/ POLRI sebanyak 6 orang.

Dalam beberapa tahun terakhir memang perekonomian di desa Babakan terlihat berkembang dengan baik, jargon sebagai desa penghasil komoditas unggulan benih ikan lele kini semakin digencarkan dengan berbagai dukungan dari pemerintah desa dan juga kabupaten, nemun meski begitu justru kesulitan sering terjadi pada petani ikan lele tersebut. Minimnya bantuan modal baik dari pemerintah dan lembaga keuangan masih menjadi permasalahan klasik yang


(66)

belum terpecahkan. Selain itu musim ataupun cuaca yang ekstrim akhir-akhir ini juga sangat mengganggu hasil produksi ikan di desa Babakan pada saat ini, sehingga banyak petani yang gagal panen dan hanya meraup kerugian.

C. Wakaf Di Desa Babakan

Perwakafan di desa Babakan telah berlangsung sejak lama. Ada sekitar 14 tanah wakaf dan telah diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan, pendidikan dan lain-lain. Berikut adalah daftar tanah wakaf yang ada di desa Babakan:

Daftar Tanah Wakaf Desa Babakan Beserta Peruntukannya

No Wakif Luas Peruntukan

1

H. Maiun (alm), H.Usa (alm) &

Sinot Endeng

(alm) 12.370 m2

Makam (Astana Giri Bangun)

2

Bpk. Ahman

Sopian (alm) 2.700 m2 Makam (Astana Giri Abadi)

3

Bpk. Kiai Mukim

(alm) 16.500 m2 Makam (Cilangkap)


(67)

(alm) dan Bpk. Barun

Babakan 03)

5

Bpk. H. Usa

(alm) 3500 m2 Makam (Tembok)

6 Ibu Ennok (alm) 500 m2 Masjid (Al Hasan)

7

Bpk. H. Usa

(alm) 1200 m2

Masjid (Al-Husna) dan Majlis

Ta’lim

8

Bpk. H. Maiun

(alm) 1000 m2 Masjid (Al-Hasanah)

9

Bpk. H. Usa

(alm) 5000 m2 Masjid (Nurul Huda)

10

Bpk. Acep

Sutisna 1035 m2 Masjid (Darrussalam)

11

Bpk. H. Miftahuddin

Isnan 2400 m2 Sekolah (MI dan MTs. Nurul Iman)

12

Bpk. Ust. Toha

(alm) 800 m2 Sekolah (Nurul Islamiyah)

13

Bpk. H. Syamsuddin


(68)

14

Bpk. H. Saferi

(alm) 2000 m2

Pesantren (Riyadlul Irfan), kemudian menjadi Kebun (wakaf

mutlak)

Sumber: Hasil survei pribadi penulis

Jika melihat data di atas dapat dilihat betapa cukup banyak tanah wakaf yang ada di desa Babakan yang akan sangat lebih bermanfaat jika dikelola dengan lebih professional lagi. Tanah wakaf yang ada diatas mayoritas adalah tanah wakaf yang sudah ada sejak lama, sedangkan untuk tahun-tahun sekarang praktis belum muncul lagi tanah wakaf yang baru.

Tentu saja hal ini menimbulkan 2 pertanyaan, pertama apakah jiwa berderma masyarakat Babakan sudah semakin menurun atau yang kedua, kegiatan ekonomi yang terjadi sekarang sedang mengalami masa sulit. Namun meski begitu pengembangan wakaf terus dilakukan oleh para tokoh yang ada di desa Babakan, seperti yang terjadi di Rt 003 Rw 004. Para tokoh masyarakat disana berusaha menggerakan penggalangan dana wakaf dengan cara wakaf tunai. Setiap penduduk yang ingin berwakaf difasilitasi dengan baik dengan nominal minimal 100.000 rupiah, hasilnya cukup baik dan terkumpul dana yang cukup besar. Namun dana tersebut hanya digunakan untuk membeli atau menambah tanah wakaf lama yang sudah ada.


(69)

Meski begitu kegiatan tersebut perlu diapresiasi mengingat kegiatan tersebut kembali berusaha untuk membangkitkan semangat perwakafan. Kalau pada saat ini orang tidak bisa berwakaf dengan tanahnya, maka saat ini telah ada alternative baru dengan wakaf uang yang dapat dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat.


(70)

60

A. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan

Seperti sudah diketahui sebelumnya, bahwa memang persoalan wakaf di Indonesia sangat kompleks, dari mulai masalah regulasi, hingga masalah ketidak profesionalan nazhir dalam mengelola wakaf selalu menjadi masalah selama ini. Oleh karena itu butuh keseriusan lebih dalam mengelola wakaf ini agar bisa menjadi alat untuk memangkas kemiskinan di negeri kita.

Selama ini yang paling sering mendapat sorotan dalam pengelolaan wakaf adalah ketidak profesionalan nazhir dalam mengelola wakaf itu sendiri. Bahkan kadang tidak jarang ada nazhir yang frustasi dalam mengelola tanah wakaf karena berbagai masalah yang akhirnya menyebabkan tanah wakaf itu terbengkalai tak terawat. Oleh karena itu dibutuhkan kreasi-kreasi baru dalam mengelola wakaf tersebut agar tanah wakaf tersebut bisa terus produktif.

Dari berbagai pengamatan yang telah dilakukan penulis, selama ini pengelolaan wakaf di wilayah perkotaan memiliki berbagai macam kelebihan yang menguntungkan serta mempunyai dampak positif terhadap pengelolaan wakaf tersebut untuk terus bergerak kearah pengelolaan yang profesional. Hal ini agak sedikit berbanding terbalik jika penulis melihat pengelolaan wakaf yang ada di wilayah pedesaan yang mempunyai banyak kesulitan dalam pengembangannya.


(71)

Hal ini disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya yang paling berpengaruh adalah kurang strategisnya lokasi wakaf yang berakibat pada sulitnya mengembangkan asset wakaf itu sendiri untuk dikelola secara professional dan lebih modern. Di perkotaan sangat memungkinkan tanah wakaf tersebut dibangun untuk apartemen, ataupun membuat hotel, real estate, pertokoan dan sebagainya yang tentunya hasilnya tidak sedikit. Dan model pengelolaan seperti itu sangat memungkinkan jika wilayah tanah wakaf tersebut berada di tempat yang strategis dalam hal ini adalah perkotaan. Namun jika wilayah tanah wakaf tersebut berada ditempat yang kurang strategis maka para nazhir harus memutar otak untuk memikirkan cara apa yang harus ditempuh agar tanah wakaf tersebut bisa terus produktif.

Dalam hal pengembangan wakaf di pedesaan seperti yang dijelaskan diatas, desa Babakan dapat dijadikan contoh. Wilayah tanah wakaf yang kurang strategis terus diupayakan untuk bisa produktif oleh para nazhirnya, satu hal yang patut di apresiasi tentunya. Pendekatan pengelolaan yang dipakai adalah dengan cara agribisnis. Para nazhir yang juga kebanyakan bisa bercocok tanam mencoba menggunakan cara tersebut untuk memproduktifkan tanah wakaf yang ada. Kegiatan agribisnis menjadi pilihan para nazhir untuk mengembangkan harta wakaf memiliki banyak alasan, salah satu yang paling utama adalah hasil dari kegiatan agribisnis tersebut yang dapat menghasilkan omset ratusan juta rupiah per panennya. Dari berbagai macam kegiatan agribisnis yang ada, budidaya menanam pohon sengon lah yang dipilih. Alasan mengapa budidaya pohon


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)