Analisis Usahatani Nenas (Ananas Comosus (l.) Merr) dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS USAHATANI NENAS (Ananas Comosus (l.) Merr)

DENGAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)

(KASUS : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor)

Oleh :

SITI FATIMAH DALIMUNTHE A14104689

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

ANALISIS USAHATANI NENAS (Ananas Comosus (L) Merr) DENGAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) (Kasus: Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor)

Oleh :

SITI FATIMAH DALIMUNTHE A14104689

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(3)

Judul Skripsi : ANALISIS USAHATANI NENAS (Ananas Comosus (l.) Merr) DENGAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor) Nama : Siti Fatimah Dalimunthe

NRP : A14104689

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Yayah K. Wagiono M.Ec NIP.130 350 044

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS USAHATANI NENAS (Ananas Comosus (l.) Merr) DENGAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2008

Siti Fatimah Dalimunthe A14104689


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan putri keempat dari pasangan Bapak H. Iskandar Dalimunthe (Alm) dan Ibu Hj. Wati yang lahir pada tanggal 08 September 1983 di Kota Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak Aisyah Bogor, dan pada tahun 1995 menamatkan pendidikan dasar di SDN Polisi IV Bogor. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN V Bogor serta menamatkan pendidikan SMU pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Cibinong pada tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis juga diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Jalur normal di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian pada Program diploma Manajemen Bisnis dan Koperasi angkatan 38. Pada tahun 2004 pula penulis melanjutkan kegiatan perkuliahan ke Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kasih dan sayang, melimpahkan berkah dan rahmat-Nya yang Maha luas dan tiada terbatas. Atas izin Allah SWT pula penulis dapat menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan. Skripsi yang ditulis mengambil topik mengenai “Analisis Usahatani Nenas (Ananas Comosus (l.) Merr) Dengan Standar Prosedur Operasional (Kasus: Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usahatani nenas Non SPO dan SPO serta melakukan perbandingan usahatani nenas mana yang layak untuk dikembangkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan serta dapat memperkaya khasanah pembaca. Penelitian ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis.

Bogor, Januari 2008

Siti Fatimah Dalimunthe A14104689


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Botani dan Varietas Nenas... 8

2.2 Manfaat Buah Nenas ... 10

2.3 Agroklimat ... 12

2.4 Teknologi Budidaya Nenas Non SPO ... 13

2.5 Teknologi Budidaya Nenas Dengan SPO... 14

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu... 20

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 23

3.1.1 Pengertian Usahatani... 23

3.1.2 Konsep Usahatani ... 25

3.1.3 Pemilihan Cabang Usahatani... 26

3.1.4 Analisis Pendapatan Usahatani... 27


(8)

BAB IV. METODE PENELITIAN ... 32

4.1...Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4.2...Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3...Metode Penarikan Sampel ... 32

4.4...Metode Analisis Data ... 33

4.4.1 Analisis Usahatani ... 33

4.4.2 Alternatif Terbaik ... 36

4.5 Asumsi Dasar ... 36

BAB V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 38

5.1 Karakteristik Wilayah Desa Cipelang ... 38

5.2 Karakteristik Petani Responden ... 40

5.2.1 Karakterristik Petani Responden Non SPO... 40

5.2.2 Karakteristik Petani Responden Dengan SPO... 41

5.2.3 Saluran Pemasaran Nenas Non SPO... 41

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

6.1 Kegiatan Cabang Usahatani Nenas ... 43

6.2 Analisis Usahatani Nenas Non SPO... 43

6.3 Analisis Usahatani Nenas Dengan SPO ... 47

6.4 Alternatif Terbaik Dari Analisis Nenas Non SPO dan SPO ... 53

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

7.1 Kesimpulan ... 57


(9)

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN ... 62

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 31 2. Saluran Pemasaran Nenas Non SPO ... 42


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Produksi Beberapa Buah Unggulan Indonesia

Tahun 1999-2004 ... 2 2. Perkembangan Ekspor Buah-buahan Indonesia Pada Tahun 2002-2004.. 3 3. Potensi Perkembangan Nenas Di Jawa Barat Tahun 2004 ... 4 4. Perkembangan Populasi dan Produksi Buah Nenas di

Kabupaten Bogor Tahun 2006 ... 5 5. Perkembangan Produksi Buah Nenas Di Kecamatan Cijeruk

Tahun 2001-2006 ... 5 6. Perbandingan Nutrisi Buah Nemas Dengan Buah Lainnya... 12 7. Pemanfaatan Lahan Desa Cipelang Tahun 2007 ... 39 8. Penyusutan Alat pertanian Usahatani Nenas Non SPO

Tahun 2007/2008 ... 42 9. Kebutuhan Sarana Produksi Pada Usahatani Nenas Non SPO

Tahun 2007/2008 ... 43 10. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Usahatani Nenas

Non SPO Tahun 2007/2008... 44 11. Pengeluaran Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008 ... 45 12. Pendapatan Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008 ... 46 13. Penyusutan Alat pertanian Usahatani Nenas Dengan SPO

Tahun 2007/2008 ... 48 14. Kebutuhan Sarana Produksi Pada Usahatani Nenas Dengan SPO

Tahun 2007/2008 ... 49 15. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Usahatani Nenas

Dengan SPO Tahun 2007/2008 ... 50 16. Pengeluaran Usahatani Nenas Dengan SPO Tahun 2007/2008 ... 51 17. Pendapatan Usahatani Nenas Dengan SPO Tahun 2007/2008... 52


(11)

18. Perbandingan Biaya Usahatani Nenas Non SPO dan SPO

Tahun 2007/2008 ... 53 19. Perbandingan Analisis Usahatani Nenas Non SPO dan SPO


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sektor pertanian yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu

penyumbang devisa negara yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif.

Komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat adalah buah-buahan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Pada tahun 1993 Indonesia baru berperan 0,4 persen dari total nilai impor dunia buah tropis. Bila pada tahun 1989 tingkat konsumsi buah-buahan perkapita penduduk Indonesia hanya mencapai 22,92 kg per tahun, maka untuk mencapai kecukupan gizi yang sesuai dengan anjuran FAO, yaitu menargetkan rata-rata 60 kg per kapita per tahun. Pada tahun 2005, Direktorat Jenderal hortikultura, Departemen Pertanian Republik Indonesia menargetkan konsumsi buah sebanyak 73 Kg per kapita per tahun. Angka tersebut

menunjukkan peningkatan konsumsi buah-buahan yang cukup besar1. Kontribusi peningkatan sub sektor hortikultura pada sektor pertanian adalah usaha peningkatan produksi, peningkatan teknologi pasca panen tanaman

1 Detty S. “belimbing” (

Averrhoa Carambola)”. http://warintek .progressio.or.id. Bogor, Agustus 1999


(13)

hortikultura khususnya buah-buahan. Produksi buah-buahan di Indonesia cukup tinggi dan menunjukkan kecenderungan untuk meningkat, terutama untuk jenis buah yang sangat baik pertumbuhannya di Indonesia dan merupakan buah-buahan unggulan Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Beberapa Buah Unggulan Indonesia Tahun 1999-2004

Produksi (Ton) Komoditas

1999 2000 2001 2002 2003

Pisang 3.375.851 3.746.962 4.300.422 4.384.384 4.177.155

Jeruk 449.552 644.052 691.433 968.132 1.441.680

Mangga 826.842 876.027 923.294 1.402.906 1.526.474

Pepaya 449.919 429.207 500.571 605.194 626.745

Nenas 316.749 393.299 494.968 555.588 677.089

Durian 194.359 236.794 347.118 525.064 741.831

Alpukat 126.480 145.795 141.703 238.182 255.957

Manggis 19.174 26.400 25.812 62.055 79.073

Sumber : Departemen Pertanian, 2004

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa buah-buahan unggulan Indonesia mengalami peningkatan produksi yang cukup beragam. Pisang, jeruk dan nenas pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan buah unggulan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi terus diupayakan dalam rangka memenuhi tingkat permintaan buah baik untuk kebutuhan konsumen dalam negeri.

Pada Tabel 2 berikut ini adalah perkembangan ekspor buah-buahan Indonesia. Buah nenas merupakan buah yang memiliki peningkatan produksi sedang diantara buah lainnya, walaupun demikian pada tahun 2004 nenas merupakan buah unggulan ekspor kedua setelah manggis. Dimana terjadi peningkatan volume ekspor nenas sebesar 64 persen dari tahun sebelumnya. Tingginya volume ekspor nenas tersebut menunjukkan bahwa buah nenas Indonesia


(14)

digemari oleh konsumen luar negeri dan merupakan peluang ekspor yang besar di pasar internasional. Sedangkan penurunan nilai ekspor nenas

dipengaruhi tidak stabilnya keadaan sosial politik di dalam negeri maupun luar negeri, sehingga berdampak terhadap kegiatan ekspor Indonesia. Kondisi yang terjadi pada tahun 2004 juga berdampak kepada perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar yang cenderung berfluktuasi.

Tabel 2. Perkembangan Ekspor Buah-buahan Indonesia Pada Tahun 2002-2004

Tahun

2002 2003 2004

Komoditas Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg) Manggis 6.512.423 6.956.915 9.304.511 9.306.042 3.045.379

Nenas 3.734.414 2.784.582 2.284.432 2.315.283 2.431.263

Mangga 1.572.634 2.671.995 559.224 460.674 1.879.664

Pisang 512.596 979.729 10.615 7.899 99.255

Pepaya 3.287 6.643 187.972 231.350 524.686

Rambutan 366.435 588.140 604.006 958.850 134.772

Jambu 32.052 28.859 47.871 49.843 106.274

Jeruk 156.437 75.320 85.290 22.026 632.996

Buah tropis lainnya

1.591.329 1.451.391 984.820 523.031 1.341.923 Sumber : Badan Pusat Statistik 2002-2004

Diantara komoditas buah-buahan tersebut nenas merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek pengembangan cukup baik. Tahun 2001 produksi nenas yang dihasilkan Indonesia sebesar 494.968 ton dari luas panen sebesar 7.960 hektar. Indonesia menduduki peringkat ke 12 sebagai pemasok utama nenas dunia. Produksi nenas terus mengalami peningkatan pada tahun 2006 hingga mencapai 822.775 ton dengan luas panen 7.698 hektar.

Sedangkan pada tahun 2001 produktivitas nenas menunjukkan peningkatan dari 62.18 ton per hektar menjadi 106.88 ton pada tahun 2006.


(15)

Hasil survei Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura (2005) menunjukkan bahwa daerah yang cukup potensial untuk pengembangan buah nenas di Jawa Barat adalah Subang, Sumedang, Ciamis dan Bogor. Daerah tersebut dipilih dari sentra-sentra produksi yang sudah ada maupun

pembukaan daerah baru yang agroklimatnya sesuai serta didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai. Pada Tabel 3 dapat dilihat Potensi pengembangan nenas di Jawa Barat tahun 2004.

Tabel 3. Potensi Pengembangan Nenas di Jawa Barat Tahun 2004

Prioritas Kabupaten Luas (Ha)

Pertama 1. Subang 102.500

Kedua 1.Sumedang

2.Ciamis 3. Bogor

43.875 43.063 39.094 Sumber : Departemen Pertanian, 2005

Sentra produksi nenas di Provinsi Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Bogor. Varietas yang biasa digunakan dalam usahatani nenas di Kabupaten Bogor sebagian besar adalah varietas nenas queen. Daerah sentra produksi buah nenas queen di Kabupaten Bogor tersebar di lima kecamatan, yaitu Parung Panjang, Taman Sari, Cijeruk, Cigombong dan Cibinong. Pada Tabel 4 berikut ini adalah populasi dan produksi nenas di Kabupaten Bogor.

Tabel 4. Perkembangan Populasi dan Produksi Buah Nenas di Kabupaten Bogor Tahun 2006

No Kecamatan Populasi (Rumpun) Produksi (Ton)

1 Parung Panjang 4.500 14

2 Taman Sari 78.940 87

3 Cijeruk 112.444 245

4 Cigombong 8.407 18

5 Cibinong 5.500 37

Jumlah 209.791 401


(16)

Berdasarkan Tabel 4 populasi tanaman nenas yang paling banyak di

Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Cijeruk yaitu seluas 112.444 rumpun dengan produksi sekitar 245 ton. Hal ini disebabkan karena daerah Cijeruk merupakan daerah yang berpotensial untuk ditamani nenas.

Tabel 5. Perkembangan Produksi Buah Nenas di Kecamatan Cijeruk Tahun 2001-2006

Tahun Produksi (Kuintal)

2001 15.600

2002 38.420

2003 33.149

2004 154.620

2005 109.120

2006 142.812

Sumber : Departemen Pertanian Kabupaten Bogor, 2007

Produksi nenas di Kecamatan Cijeruk dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006 mengalami fluktuasi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan penurunan produksi terbesar terjadi pada tahun 2005 sebesar 109.120 kuintal. Hal ini dikarenakan petani masih menggunakan teknik bercocok tanam secara tradisional, sehingga produksi nenas belum optimal.

Penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang telah ditentukan Dirjen Hortikultura diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta kualitas hasil yang akan meningkatkan nilai jual bagi petani. SPO itu sendiri meliputi varietas bibit apa yang digunakan, tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan pengolahan lahan sampai dengan pasca panen.

1.2 Perumusan Masalah

Pada mulanya nenas dikembangkan di Indonesia hanya sebagai tanaman pekarangan. Kemudian tanaman ini mulai meluas dan dibudidayakan di lahan


(17)

kering (tegalan), namun masih bersifat subsisten atau semi subsisten. Sekarang tanaman ini mulai dikembangkan sebagai produk yang berorientasi pasar. Bogor adalah salah satu sentra produksi nenas yang ada, dimana kandungan air pada nenas Bogor lebih sedikit dan seratnya lebih halus2.

Permintaan buah nenas sampai tahun 2010 diperkirakan terus meningkat, tingginya permintaan pasar buah nenas, baik untuk dikonsumsi segar maupun untuk bahan baku industri menjadikan potensi lahan yang dimiliki oleh petani layak untuk dikembangkan. Potensi yang ada di Kabupaten Bogor sebaiknya menjadi motivasi bagi petani dalam meningkatkan hasil usahatani nenas.

Masalah yang dihadapi oleh petani nenas adalah penyakit layu nenas (Pineapple Melybug Wilt / PMW). Penyebab penyakit ini adalah kutu putih jenis Dysmicoccus brevipes (Db). Penyakit layu nenas merupakan salah satu penyakit yang dihadapi oleh para petani dan pelaku agribisnis nenas, dimana penyakit layu nenas bisa menurunkan hasil produksi nenas sampai 40 persen3

Salah satu peningkatan usaha petani adalah melalui pendekatan penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) dan pemuliaan tanaman. Dimana produk pertanian yang dapat memasuki pasar modern termasuk diantaranya adalah nenas harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang telah ditentukan Dirjen Hortikultura. Pada umumnya petani nenas masih memiliki keterbatasan informasi mengenai Standar Prosedur Operasional (SPO). SPO meliputi varietas bibit apa yang akan digunakan, tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan pengolahan lahan sampai dengan pengiriman dan pemasaran. Melalui penerapan SPO yang sesuai dengan alur proses tahapan budidaya serta

2 Staf ahli peneliti nenas Pusat Kajian Buah Tropika, Institut Pertanian Bogor, 16 Mei 2005 3http://www.pustakatani.org, Kutu Putih Penyebab Layu Nenas, Senin, july 31,2006.


(18)

penanganan pasca panen yang tepat akan meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil sehingga akan meningkatkan nilai jual produk dan pendapatan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana analisis usahatani buah nenas berdasarkan non SPO dan SPO? 2. Bagaimana perbandingan hasil usahatani buah nenas berdasarkan non SPO

dan SPO?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menghitung pendapatan usahatani buah nenas berdasarkan non SPO dan dengan SPO.

2. Membandingkan pendapatan usahatani buah nenas berdasarkan non SPO dan dengan SPO.

1.4 Kegunaan Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan, yaitu memberi motivasi kepada petani untuk meningkatkan usahatani buah nenas. Selain itu bagi peneliti, mahasiswa dan pihak-pihak yang memerlukan informasi mengenai usahatani nenas.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Dan Varietas Nenas

Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas Comosus. Klasifikasi tanaman nenas adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup) Ordo : Farinosae (Bromeliales) Famili : Bromiliaceae

Genus : Ananas

Species : Ananas Comosus (L.) Merr

Kerabat dekat spesies nenas cukup banyak, terutama nenas liar yang biasa dijadikan tanaman hias, misalnya A. Braceteatus (lindl) Schultes, A. Fritzmuelleri, A. erectifolius, L.B. Smith, dan A. Ananassoides (Bak) L.B. Smith4.

Tumbuhan ini memiliki 30 atau lebih daun yang panjang, berserat dan berduri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal. Kulit buah bersisik dan bermata banyak. Nenas biasanya berwarna hijau sebelum masak dan menjadi hijau kekuningan apabila telah masak5.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal empat jenis nenas sebagai berikut : Cayenne (daun halus, tidak berduri dan kalau berduri hanya terdapat pada ujung daun dan buah berukuran besar bentuknya

4 RUSNAS Pengembangan Buah Unggulan Indonesia, Database Nenas. www.Rusnasbuah.or.id 8 september 2007


(20)

silindris), Queen (daun pendek, berduri tajam dan buah bentuknya lonjong mirip kerucut), Spanyol/spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar), Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas kultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah Cayennedan Queen. Golongan spanish di kembangkan di kepulauan India Barat, Puerto Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan abacaxi banyak ditanam di Brazil. Dewasa ini ragam varietas yang dikategorikan unggul adalah nenas Subang, Bogor, dan Palembang6.

Tanaman nenas berbentuk semak dan tumbuhnya bersifat tahunan. Susunan tubuh tanaman nenas terdiri dari bagian utama yang meliputi : akar, batang, daun, bunga, buah dan tunas-tunas. Sistem perakaran tanaman nenas sebagian tumbuh di dalam tanah dan sebagian lagi menyebar di permukaan tanah. Akar-akar melekat pada pangkal batang dan termasuk berakar serabut (monocotlyedonae) biji nenas berkeping tunggal.

Bentuk batang tanaman nenas mirip gada, berukuran cukup panjang antara 20 -25 centimeter, tebal dengan diameter 2,0 – 3,5 centimeter, beruas-ruas pendek. Batang berfungsi sebagai tempat melekat akar, daun, bunga, tunas, dan buah sehingga secara visual batang tersebut tidak nampak karena disekelilingnya tertutup oleh daun. Tangkai bunga atau buah merupakan perpanjangan dari batang. Daun nenas tumbuh memanjang sekitar 130 – 150 centimeter, lebar antara 3 – 5 centimeter atau lebih, pinggir daun ada yang berduri dan ada tanpa duri, permukaan daun sebelah atas halus mengkilap berwarna hijau tua atau merah tua bergaris atau coklat kemerah-merahan. Permukaan daun bagian bawah berwarna

6 RUSNAS Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia, Nenas : Riwayat Mu Doeloe.


(21)

keputih-putihan atau keperak-perakkan. Jumlah daun tiap batang tanaman bervariasi antara 70 – 80 helai yang letaknya seperti spiral yaitu mengelilingi batang mulai dari bawah ke atas arah kanan dan kiri.

Bunga atau buah nenas muncul pada ujung tanaman, bunga nenas tersusun dalam tangkai yang berukuran relatif panjang antara 7 – 15 centimeter atau lebih. Tiap tangkai bunga terdiri dari 100 – 200 kuntum bunga yang melekat saling berhimpitan. Cara pembungaan nenas melalui penyerbukan silang dan buah nenas dapat diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan tunas-tunasnya.

2.2 Manfaat Buah Nenas

Buah nenas terdapat di Indonesia sepanjang tahun bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya, buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman. Seperti selai, dodol dan buah dalam sirop. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar sehingga banyak disukai oleh masyarakat. Belum banyak orang yang mengetahui bahwa buah sumber vitamin c ini selain memiliki rasa asam manis yang menyegarkan ternyata juga memiliki banyak sekali manfaat. Nenas mengandung berbagai senyawa yang berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan.

Buah nenas sangat baik dikonsumsi oleh penderita darah tinggi karena dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan mengurangi kadar kolesterol darah sehingga dapat mencegah stroke. Enzim bromelain yang terkandung dalam nenas dapat menghambat pertumbuhan tumor. Enzim bromelain juga mengandung enzim protease atau peptide, sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini pun sering dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi keluarga berencana.


(22)

Efek diuretic dan respiration-induction yang dimiliki nenas dapat mengurangi demam dan mempercepat pengeluaran racun dari dalam tubuh. Skin debridementpropertis dalam nenas berperan mepercepat penyembuhan luka. Parutan nenas dapat digunakan untuk membuang kulit mati sehingga kulit tampak lebih lembut dan halus.

Nenas juga mengandung vitamin A yang membantu untuk menjaga kesehatan mata. Nenas merupakan sumber antioksidan alami yang membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan konsentrasi darah putih (leukosit). Buah nenas juga bermanfaat sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diolesi dengan sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi disektrasi cairan untuk pakan ternak.

Rasa buah nenas manis-asam, rendah serat dan berair serta memiliki aroma yang khas. Selain itu buah nenas mengandung nutrisi (gizi) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan buah lainnya seperti apel, mangga dan pear. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat dan vitamin C dalam nenas paling tinggi bila dibandingkan apel, mangga dan pear. Kandungan protein, fosfor dan zat besi dalam nenas juga tinggi. Buah nenas segar yang sudah masak selain bisa langsung dikonsumsi dapat juga diolah menjadi sari buah, sirup, dodol, selai dan buah kalengan.


(23)

Tabel 6. Perbandingan Nutrisi Nenas dengan Buah Lainnya Jenis Buah Nutrisi

Apel Mangga Pear Nenas

Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg)

58 0,3 0,04 14,9 6 10 0,3 1,2 5 0,64 46 0,4 0,2 11,9 15 9 0,1 1200 0,08 6 59 0,4 0,4 15,1 11 11 0,2 20 0,02 4 52 0,4 0,2 16 7 11 0,3 130 0,08 24 Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)

2.3 Agroklimat

Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1200 meter diatas permukaan laut (m dpl), didaerah dengan iklim basah maupun kering dan dibudidayakan di daerah antara 25 0 LU – 25 0 LS (Verheij dan coronel, 1997). Menurut Hutabarat (2003) semua jenis tanah cocok untuk budidaya tanaman nenas tapi dengan aerasi dan drainase yang harus diperhatikan. Tanah berpasir dengan kandungan bahan organik yang tinggi serta tingkat keasaman (pH) sekitar 4,5 – 6,5 merupakan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas.

Temperatur adalah faktor terpenting dalam pembudidayaan nenas. Temperatur minimum untuk pertanaman nenas antara 15 0 C – 20 0 C, sedangkan temperatur maksimumnya berkisar antara 25 0 C – 32 0 C. Temperatur optimum yang cocok untuk pertanaman nenas adalah 30 0 C di siang hari dan 20 0 C pada malam hari. Tanaman tidak toleran terhadap suhu yang terlalu dingin dan hujan salju, sedangkan buahnya sangat sensitif terhadap sinar matahari. Oleh karena itu pada saat berbuah sebaiknya tanaman diberi naungan. Pada musim dingin atau


(24)

suhu yang terlalu dingin pertumbuhan tanaman nenas dapat tertunda daunnya menjadi sempit, memendek, dan kaku. Jumlah tunas buah (slip) meningkat namun ukuran buahnya mengecil dan rasa buahnya lebih asam serta kadar gulanya rendah (Nakasone dan Paul, 1997).

2.4 Teknologi Budidaya Nenas Non SPO

Budidaya nenas non SPO yang dilakukan di daerah penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Pembibitan

Pembibitan dilakukan secara langsung, yaitu pembibitan yang langsung menggunakan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti mahkota, anakan, tunas tungkai, tunas dasar buah dan batang bermata.

2. Persiapan lahan

Sebelum menanam, tanah perlu diolah agar tanah menjadi gembur. Memiliki struktur tanah yang baik serta memperbaiki aerasi tanah. Pengolahan tanah secara tradisional menggunakan alat berupa cangkul dan garpu. Setelah itu tanah diberi pupuk kandang sebanyak 5000 kilogram per hektar.

3. Penanaman

Pada umumnya penanaman nenas dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu sederhana berupa kored dan ajir. Pola tanam yang digunakan satu baris tanaman, dua baris perbedeng, atau tiga baris perbedeng. Jarak tanaman, yaitu 40 centimeter (jarak antar baris) x 25 centimeter (jarak dalam baris) dan jarak antar bedeng 120 centimeter.


(25)

4. Pengendalian gulma

Gulma pada lahan pertanaman dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Pengendalian gulma yang biasa dilakukan oleh petani sekitar adalah secara manual, yaitu gulma dicabut atau dibabat dengan menggunakan alat tradisional seperti, sabit, kored dan cangkul.

5. Pemupukan

Disamping pupuk organik, tanaman nenas memerlukan pupuk anorganik. Dosis pupuk yang diberikan adalah 300 kilogram pupuk urea dan 70 kilogram TSP. Pupuk tersebut ditaburkan kedalam parit dengan kedalaman 10 – 15 centimeter di sekeliling tanaman atau di antara larikan dalam tanaman, setelah itu parit ditutup kembali dengan menggunakan tanah.

6. Panen

Waktu panen nenas berbeda-beda, karena petani tidak melakukan perangsangan pembungaan yang menyebabkan buah nenas tidak panen secara serentak. Pemanenan manual dilakukan dengan menggunakan alat pemotong seperti sabit dan pisau yang panjang.

2.5Teknologi Budidaya Nenas Dengan SPO

Produk pertanian yang dapat memasuki pasar modern termasuk diantaranya nanas harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang telah ditentukan Dirjen Hortikultura. Pada umumnya petani nenas masih memiliki keterbatasan informasi mengenai Standar Prosedur Operasional (SPO). SPO meliputi varietas bibit apa yang akan digunakan, tata cara budidaya yang


(26)

dilakukan dimulai dari persiapan dan pengolahan lahan sampai dengan pengiriman dan pemasaran.

Standar Prosedur Operasional merupakan syarat suatu produk bisa memasuki pasar modern seperti supermarket dan hypermarket yang berperan sebagai retail buah dengan keuntungan yang sangat menjanjikan.selain itu petani masih tidak memahami bagaimana menjalin kontrak kerjasama dengan retail buah yang besar dalam memenuhi pasokan atau volume buah yang pengirimannya bersifat kontinyu dan tepat waktu. Kondisi yang sering terjadi adalah, pasokan buah hanya terpenuhi untuk beberapa kali pengiriman namun kemudian terhenti karena petani tidak dapat memenuhi pasokan buah untuk periode pengiriman selanjutnya.

Besarnya volume permintaan pada setiap segmen pasar seharusnya menjadi acuan bagi petani dalam merencanakan jenis varietas dan banyaknya produksi yang harus dihasilkan menurut kualitasnya. Sehingga petani dalam merencanakan produksi nenas membutuhkan informasi mengenai segmen pasar yang menyangkut komoditas, lokasi pasar, volume permintaan dan kualifikasi mutu yang dibutuhkan konsumen. Berikut adalah proses budidaya nenas SPO : 1. Pemilihan lokasi

Pemilihan lokasi dilakukan untuk mendapatkan lahan yang bebas dari penyakit endemis, lapisan top soil tanah yang cukup tebal dan subur serta banyak mengandung humus.

2. Persiapan lahan

Sebelum menanam tanah perlu diolah agar tanah menjadi gembur. Tanah harus memiliki struktur yang baik serta memperbaiki aerasi tanah. Pengolahan


(27)

tanah dilakukan dengan menggunakan alat berupa cangkul atau garpu tanah. Setelah itu tanah diberi pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Setelah tanah selesai diolah tanah diratakan dan dibuat bedengan.

3. Pemilihan bibit

Pembibitan dapat dilakukan melalui perbanyakan nenas yang berasal dari organ perbanyakan vegetatif. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan melalui tunas batang (sucker), tunas akar yang disebut anakan (ratoon), mahkota buah (crown), potongan daun dan potongan batang. Adapun langkah pemilihan bibit dan penyediaan bibit adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan pohon induk yang benar dan anakannya dapat dijadikan bibit yang sehat, berkualitas dan mempunyai daya tumbuh yang baik serta mampu berproduksi tinggi.

b. Perbanyakan bibit yaitu dengan memilih mahkota nenas yang merupakan bibit yang sehat dapat berproduksi tinggi dalam jumlah banyak.

c. Pengkelasan bibit asal anakan untuk memperoleh bibit yang seragam

d. Sanitasi bibit (pencelupan) yaitu mendapatkan bibit yang berkualitas bebas hama dan penyakit.

e. Transportasi bibit yaitu mendapatkan bibit yang baik dan tepat menjelang penanaman.

Hasil penelitian yang pernah dilakukan di Pusat Kajian Buah Tropika, Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa penggunaan bibit asal anakan ukuran kurang dari 50 centimeter lebih cepat berproduksi (1,5 – 2 bulan). Pertumbuhan tanaman (tinggi, panjang helai daun, dan lebar helai daun) terlihat lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan ukuran bibit lainnya.


(28)

4. Penanaman

Penanaman nenas dilakukan secara manual dengan menggunakan alat bantu sederhana seperti kored, tali ajir dan bambu. Lubang tanam dibuat dengan kedalaman minimal 10 centimeter dan jarak antar tanaman 30 x 50 centimeter. Setelah bibit nenas ditanam, tekan atau padatkan tanah disekitar pangkal batang bibit nenas agar tidak mudah roboh dan akar tanaman dapat kontak langsung dengan air tanah.

5. Pengendalian gulma

Gulma pada lahan pertanaman dapat mengganggu pertumbuhan tanaman oleh karena itu gulma perlu dikendalikan. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencabut atau membersihkan rumput-rumput tersebut dengan tangan, kored atau cangkul. Pengendalian gulma juga dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menyemprotkan herbisida pada tanaman nenas Bersamaan dengan pengendalian gulma dilakukan juga kegiatan pembumbunan yaitu tanah diangkat dan ditarik kearah batang pangkal tanaman nenas dan tanah ditekan dan sedikit dipadatkan.

6. Irigasi (pengairan)

Tanaman nenas adalah tanaman yang tahan dengan kekeringan, tetapi untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang maksimal membutuhkan air yang memadai. Pada fase awal pertumbuhan keadaan tanah harus cukup basah. Pengairan atau penyiraman dapat dilakukan 1 -2 kali dalam satu minggu atau tergantung pada keadaan cuaca. Waktu pengairan atau penyiraman yang paling baik dilakukan adalah pagi atau sore hari.


(29)

7. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk buatan dan pupuk organik. Pupuk buatan dilakukan pada saat persiapan lahan. Pupuk kimia dilakukan pada saat tanaman nenas berusia tiga bulan dengan dosis urea 300 kilogram per hektar, SP-36 100 kilogram per hektar dan KCl 100 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kedua dilakukan saat tanaman nenas berusia 10 bulan, dengan dosis urea 150 kilogram per hektar, SP – 36 30 kilogram per hektar dan KCl 300 kilogram per hektar. Pupuk ditaburkan kedalam larikan dengan kedalaman 5 – 10 centimeter di sekeliling tanaman, kemudian ditutup kembali dengan tanah.

8. Pengendalian OPT

Pengendalian OPT dilakukan dengan tujuan untuk (1) Mengetahui jenis hama dan penyakit yang mempunyai potensi merusak tanaman; (2) Meningkatkan kualitas produk; (3) Melindungi tanaman dari serangan OPT. Obat-obatan yang digunakan untuk pengendalian OPT adalah fungisida dan bakterisida. Penyakit utama pada nenas adalah penyakit layu yang disebarkan oleh kutu putih, serangan penyakit ini dapat menurunkan hasil produksi buah nenas7. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan enam bulan setelah pemupukan pertama dilakukan.

9. Pengaturan pembungaan (Forcing)

Tujuan dari pengaturan pembungaan adalah untuk mengtur pembungaan atau pembuahan pada waktu yang dikehendaki dan meningkatkan ukuran dan bobot buah. Pengaturan pembuahan dilakukan dengan menggunakan urea

7 Kajian Bioecology Kutu Putih (

dysmiciccus brevipes) pada tanaman nenas, Pusat Kajian Buah Tropika, 2006


(30)

sebanyak 30 gram yang dilarutkan kedalam satu liter air, kemudian dicampur dengan 0,6 mililiter ethrel. Penyemprotan ini dilakukan pada tanaman yang sudah berumur 11 bulan keatas atau minimal tanaman yang sudah memiliki 25 – 30 helai daun. Penyemprotan dilakukan dengan menyiramkan pada titik tumbuh (pucuk tanaman) dan tanaman akan berbuah 45 hari setelah pengaplikasian.

10. Panen

Panen dilakukan untuk mendapatkan buah nenas segar yang berkualitas dan bermutu. Nenas memiliki tingkat kematangan dengan ciri-ciri : (1) tahap 1 adalah buah siap dipanen (semua mata berwarna hijau, belum ada kulit yang berwarna kuning); (2) tahap 2 buah untuk dipanen (5 – 20 persen mata buah menguning); (3) Tahap 3 buah ideal untuk dipajang ( 30 – 50 persen kulit buah menguning); (4) buah ideal untuk dipajang dan di konsumsi (60 – 80 persen kulit buah telah menguning); (5) terlalu matang (20 – 90 persen kulit buah kuning kecoklatan).

11. Pasca Panen

Pasca panen dilakukan untuk mendapatkan buah nenas dalam kondisi yang prima dan berkualitas setelah melalui proses (a) transportasi, yaitu mendapatkan kondisi buah tetap baik pada waktu dan tempat yang tepat; (b) sortasi, yaitu memilih buah nenas sesuai standar mutu yang baik dengan memisahkan buah yang rusak dan sehingga diperoleh buah yang seragam dan berkualitas; (c) pengemasan, yaitu melindungi buah nenas dari kerusakan dan memudahkan pengangkutan.


(31)

2.5 Tinjauan Studi Terdahulu 2.5.1 Studi Tentang Buah Nenas

Optimalisasi Produksi Nenas Kaleng di PT INNI Pioneer Food Industry, Karawang, Jawa Barat. Penelitian dilakukan oleh Asiyah (2001),berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa tingkat produksi aktual nenas kaleng di PT INNI Pioneer Food Industry lebih tinggi dan bervariasi daripada tingkat produksi optimalnya. Pada kondisi aktual nenas kaleng diproduksi sebesar 1.199.420 kaleng dan 20 jenis nenas kaleng. Berdasarkan hasil olahan program linier dengan tingkat sumberdaya yang ada, nenas kaleng yang dihasilkan sebesar 868.350 kaleng dengan memproduksi 16 jenis kaleng. Pada tingkat optimal nilai fungsi tujuan (keuntungan) yang diperoleh sebesar Rp 1.532.879.000,00.

Analisis Nilai Tambah dan Bauran Pemasaran Nanas Kaleng di PT Great Giant Pineapple Co, dilakukan oleh Ibnu (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah yang didapat oleh PT Great Giant Pineapple Co dari setiap kilogram nanas segar yang diolah menjadi nenas kaleng pada periode Juli 1996 – Juni 1997 adalah Rp 159,90 per kilogram dan meningkat pada periode Juli !997 – Desember !998 menjadi Rp 579,45 per kilogram. Pada tahun 1999, nilai tambah yang diperoleh adalah Rp 515,16 per koligram. Pada tahun 2000, terjadi peningkatan nilai tambah sebesar 16,47 persen atau menjadi Rp 599,99 per kilogram. Strategi bauran pemasaran perusahaan meliputi produk, promosi, distribusi dan harga. Strategi bauran produk mencakup keputusan tentang kemasan, merek dagang, label dan atribut lain produk. Untuk merek pesanan (lisensi) penyaluran produk ditangani sendiri oleh pembeli (importir asing) yang bersangkutan. Kegiatan promosi yang paling sering dilakukan oleh perusahaan


(32)

tersebut adalah melalui pameran dagang, baik di dalam maupun di luar negeri. Harga produk perusahaan ditetapkan dengan metode the cost plus pricing method.

2.5.2 Studi Tentang Analisis Usahatani

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Subang dilakukan oleh Dumaria (2003) tentang Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalancagak Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis efisiensi ekonomi. Berdasarkan model fungsi produksi yang terbentuk, menunjukkan bahwa jumlah nilai elastisitas produksi sebesar 1,3040. Dari nilai tersebut menunjukkan bahwa skala usaha berada pada kondisi yang meningkat. Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) yang harus sama dengan satu. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggunaan luas lahan, bibit, pupuk urea, dan ethrel masih belum efisien. Petani perlu menambah penggunaan faktor-faktor produksi untuk mencapai keuntungan maksimum. Penggunaan pupuk kandang, pupuk TSP dan pupuk Kcl sudah tidak efisien. Petani perlu mengurangi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut untuk mencapai nilai maksimum.

Menurut Lisa Ekawati (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bahwa masalah yang dihadapi oleh petani nenas di Desa Sukaharja adalah keterbatasan lahan, modal, teknologi dan gangguan hama dan penyakit tanaman. Dari hasil analisa faktor produksi diketahui bahwa diantaranya : bibit, tenaga kerja dan pengalaman, variabel bibit dengan nilai


(33)

koefisien regresi sebesar 1,03 persen adalah faktor produksi yang paling berpengaruh signifikan terhadap produksi nenas.

Analisis pendapatan usahatani nenas Bogor di Desa Sukaharja memiliki tingkat produktivitas yang sangat rendah sebesar 22,67 ton per hektar. Petani di Desa Sukaharja menerima harga rata-rata sebesar Rp. 565,83 per buah atau 707,29 per kilogram. Dengan demikian penerimaan usahatani nenas petani responden adalah rata sebesar Rp 16.031.848,11 per hektar untuk periode dua tahun kedepan. Atau jika kepemilikan luas lahan adalah 0,435 hektar maka penerimaan rata-rata petani nenas di Desa Sukaharja yaitu sebesar Rp 7.262.208,33 per petani per dua tahun, sehingga masih memberikan kontribusi sebesar 47,95 persen.

Hasil penelitian tentang buah nenas yang dilakukan di Kabupaten Bogor memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis usahatani nenas. Sedangkan perbedaannya terletak pada perbandingan antara penerapan teknologi budidaya usahatani nenas non SPO dan SPO.


(34)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Usahatani

Usahatani adalah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pada dasarnya unsur-unsur pokok usahatani terdiri atas lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Keempat unsur tersebut mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan usahatani (Rivai dalam Soeharjo dan Patong, 1973).

Mubyarto (1984) usahatani adalah sebagai himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah tersebut, sinar matahari dan bangunan-bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut. Tujuan dari setiap petani dalam menjalankan usahataninya berbeda-beda. Apabila motif usahatani ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa melalui peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani mencukupi kebutuhan keluarga (subsistence farm). Bila motif usahatani didorong oleh keinginan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersil (comercial farm). Soekartawi (1986) menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah (1) adopsi terhadap inovasi cepat, (2) mobilitas pencarian informasi cepat, (3) berani menanggung resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup. Sedangkan ciri petani subsisten adalah kebalikannya, tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi dan kemajuan


(35)

pembangunan yang sudah menyentuh wilayah pedesaan, banyak dijumpai masyarakat pedesaan para petani semi-subsisten atau semi komersil.

Menurut Hernanto (1989) dalam usahatani ada empat unsur pokok dalam usahatani atau faktor-faktor produksi, yaitu :

1. Tanah

Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Dalam teknis perhitungan dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (hkp); 1 wanita = 0,8 hkp; 1 ternak = 2 hkp; dan 1 anak = 0,5 hkp (Tjakrawiralaksana, 1987).

3. Modal

Unsur lainnya yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari : milik pribadi, pinjaman atau kredit (kredit dari bank), warisan, usaha lain ataupun dari kontrak sewa.


(36)

4. Pengelolaan atau manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Untuk menjadi pengelola yang baik, maka perlu pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomis menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknik meliputi : a. Perilaku cabang usaha yang diputuskan; b. Perkembangan teknologi; c Tingkat teknologi yang dikuasai; d. Daya dukung faktor produksi yang dikuasai; dan e. Cara budidaya atau alternatif cara lain berdasarkan pengalaman oranglain. Sedangkan pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis antara lain : a. Penentuan perkembangan harga; b. Kombinasi cabang usaha; c. Pemasaran hasil; d. Pembiayaan usahatani; e. Penggolongan modal dan pendapatan; serta f. Ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. Paduan penerapan kedua prinsip itu tercermin dari keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan si pengelola. Kesediaan menerima resiko akan sangat bergantung kepada a. Tersedianya modal; b. Status petani; c. Umur; d. Lingkungan sosial; e. Perubahan posisi; f. Pendidikan dan pengalaman petani.

3.1.2 Konsep Usahatani

Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua yaitu usahatani subsisten dan komersial. Usahatani subsisten merupakan usahatani dengan tujuan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga, sedangkan usahatani


(37)

komersil adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam hal ini bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan.

Berkaitan dengan pendapatan dan keuntungan, Soekartawi, dkk (1986) mengemukakan beberapa definisi :

a. Penerimaan tunai usahatani : nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.

b. Pengeluaran tunai usahatani : jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

c. Pendapatan tunai usahatani : produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

d. Penerimaan total usahatani : nilai semua masukan yang habis terpakai/ dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan.

3.1.3 Pemilihan Cabang Usahatani

Salah satu tujuan petani atau pengusaha dalam menjalankan usahataninya adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang harus dikeluarkannya. Dengan demikian untuk memperbesar keuntugan bisa ditempuh dengan cara meningkatkan penerimaan atau menurunkan biaya. Petani atau pengusaha harus memilih komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan membutuhkan biaya yang sedikit atau usahatani yang menghasilkan penerimaan lebih besar dibandingkan biayanya.

Dalam memilih cabang usahatani yang akan diusahakan, selain harus disesuaikan dengan kondisi lahan dan iklim, juga harus mempertimbangkan


(38)

besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang diperolehnya. Oleh karena itu cabang usahatani (komoditas) akan dipertimbangkan dalam perencanaan usahataninya selama sumbangan yang akan diberikan terhadap pendapatan bersih usahatani lebih besar dari biaya yang diluangkannya (soekartawi et. al, 1986). Artinya nilai produksi yang diperoleh lebih besar dari biaya produksi yang dikeluarkannya selama proses produksi.

Ada beberapa bentuk pengujian atau analisis keberhasilan suatu cabang usahatani yang sering dipakai atau dilakukan, yaitu :

1. analisis biaya per satuan hasil (unit cost of production)

2. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (cost and return ratio atau R/C ratio)

3. Analisis pendapatan atau keuntungan cabang usaha (enterprise net income atau profit)

4. Analisis imbangan manfaat-biaya tambahan (benefit cost ratio atau B/C ratio) Analisis satu seringkali dipakai untuk menghitung harga pokok produksi. Analisis 2 dan 3 biasanya dipakai untuk pengujian keuntungan suatu cabang usaha. Dan analisis 4 biasa dipakai untuk pengujian penggantian teknologi yang berpengaruh pada penggunaan biaya atau untuk membandingkan cabang usahatani yang ada.

3.1.4 Analisis Pendapatan Usahatani

Merupakan selisih antara pengeluaran dan penerimaan (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurutnya, tujuan utama dari analisis pendapatan usahatani


(39)

adalah 1) menggambarkan tingkat keberhasilan kegiatan usahatani 2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanan yang dibuat.

Analisis usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditentukan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yaitu hasil kali antara jumlah fisik output yang dihasilkan dengan harga yang berlaku. Sedangkan pengeluaran biaya adalah semua pengorbanan sumber daya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi.

Perbedaan usahatani yang dilakukan oleh petani responden akan dilihat dari penggunaan sarana produksi, tenaga kerja, produksi serta pendapatan dari masing-masing cabang usahatani. Besarnya penerimaan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Adapun yang termasuk biaya dalam penelitian ini yaitu pengeluaran usahatani berupa biaya yang dikeluarkan untuk bibit atau benih, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, penyusutan alat, pajak serta sewa lahan.

Berhasil tidak usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani atau pengusaha dalam mengelola suatu usahatani. Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Bagi petani atau pengusaha, analisis ini membantu mereka dalam mengukur apakah kegiatan usahatani mereka pada saat ini berhasil atau tidak.


(40)

3.3Kerangka Pemikiran Operasional

Petani nenas di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya menerapkan SPO. Walaupun pemerintah sudah menjelaskan mengenai SPO dan

keuntungan-keuntungannya. Sampai saat ini petani masih menggunakan cara bercocok tanam secara tradisional. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, yaitu pola pikir petani yang masih tradisional, modal dan kurangnya praktek penyuluhan pertanian.

Perbedaan analisis usahatani Non SPO dengan SPO terletak pada jumlah pupuk, pestisida, peralatan dan bibit. Sedangkan cara analisisnya masih tetap sama dengan analisis non SPO. Analisis usaha tani dilakukan terhadap metode non SPO dan SPO, setelah itu dibandingkan untuk mencari metode yang terbaik dan menguntungkan untuk petani nenas di Bogor.

Analisis usahatani dalam penelitian ini yaitu mencari penerimaan dan biaya-biaya yang terdiri dari biaya tunai, biaya yang diperhitungkan dan biaya biaya total. Biaya tunai terdiri dari sarana produksi seperti bahan-bahan, pupuk dan pestisida. Biaya yang diperhitungkan hanya terdiri dari penyusutan alat-alat. Sedangkan biaya total adalah hasil penjumlahan dari total biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Dari biaya-biaya tersebut diklasifikasikan lagi kedalam biaya tetap total dan biaya variabel total. Biaya tetap ialah biaya yang terus menerus dipakai baik ada atau tidak adanya proses produksi atau biaya yang tidak habis dipakai dalam satu kali proses produksi. Adapun komponen biaya tetap adalah sewa lahan, biaya listrik dan biaya penyusutan alat-alat produksi. Biaya variabel adalah biaya yang habis dipakai dalam satu produksi.


(41)

Biaya variabel ini adalah biaya bahan baku produksi, biaya tenaga kerja dan perlengkapan.

Setelah mendapatkan hasil dari data diatas maka dilakukan

perhitungan-perhitungan untuk mengetahui pendapatan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C). Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak untuk dikembangkan. Analisis pendapatan usahatani adalah untuk mengetahui berapa tingkat keuntungan yang diperoleh petani. Pandapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan atas biaya tunai adalah hasil dari pengurangan jumlah total penerimaan dengan total biaya tunai, sedangkan pendapatan total adalah hasil dari pengurangan jumlah total penerimaan dengan total biaya.

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) adalah total biaya dibagi biaya langsung atau penerimaan total dibagi dengan biaya total. Analisis ini terdiri dari R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total. Perhitungan untuk R/C biaya tunai adalah penerimaan total (TR) dibagi dengan biaya tunai (TC). Sedangkan perhitungan untuk R/C biaya total adalah penerimaan total (TR) dibagi biaya total (TC). Dimana jika hasil R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, jika R/C < dari 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan sedngkan jika R/C = 1 (trade off) maka usahatani tersebut menguntungkan atau tidak untuk

diusahakan.

Hasil dari semua perhitungan diatas maka dapat diketahui pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) setelah itu dilakukan


(42)

perbandingan untuk mengetahui urutan alternatif yang terbaik dari nenas Bogor. Apabila semua hasil menguntungkan maka ada peluang untuk kedepannya merencanakan pengembangan usaha agar dapat memenuhi permintaan yang masih tinggi. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian disajikan dalam Gambar 1.


(43)

Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Berpikir Petani Nenas Kabupaten Bogor

- R/C Tunai - R/C Total

1.Pemerintah sudah menjelaskan SPO nenas tetapi petani belum menerapkan SPO tersebut

2.Petani lebih banyak menggunakan cara bertani non SPO dibandingkan cara bertani SPO

Analisis Usahatani Nenas

1. Menganalisis usahatani buah nenas berdasarkan non SPO dan SPO. 2. Menganalisis perbandingan hasil usahatani buah nenas berdasarkan

non SPO dan SPO.

Nenas Non SPO

Perbandingan Usahatani Nenas Non SPO dan SPO Nenas SPO

Biaya : 1.Tunai

2.Diperhitungkan 3.Total

Penerimaan Biaya :

1. Tunai

2. Diperhitungkan 3. Total

Penerimaan

- R/C Tunai - R/C Total


(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan sentra produksi nenas di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani nenas non SPO dan petani nenas SPO yang disertai dengan penduan kuesioner yang dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga atau instansi yang terkait yaitu Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik, Perpustakaan LSI IPB, dan lembaga lainnya.

4.3 Metode Penarikan Sampel

Pemilihan sampel petani nenas dilakukan dengan metode simple random sampling. Metode simple random sampling adalah metode pemilihan sampel yang dilakukan secara acak dari jumlah populasi. Pengumpulan data yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usahatani nenas dilakukan dengan mewawancarai


(45)

petani responden sebanyak enam orang petani yang terdiri dari tiga orang petani nenas non SPO dan tiga orang petani nenas SPO.

4.4 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi serta diuraikan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan analisis dalam kerangka teoritis.

4.4.1 Analisis Usahatani Nenas

Profitabilitas usahatani nenas akan dikaji dalam dua indikator yaitu pendapatan usahatani dan biaya imbangan R/C rasio. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dan pendapatan atas biaya total dimana input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Rasio penerimaan atas biaya (R/C) menunjukkan berapa besar penerimaan kotor yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produk usahatani.

a. Pendapatan Total

Biaya-biaya yang terdapat dalam analisis usahatani terdiri dari biaya tunai, biaya yang diperhitungkan dan biaya total. Biaya tunai terdiri dari bahan-bahan berupa pupuk dan pestisida. Sedangkan biaya yang diperhitungkan terdiri dari penyusutan alat-alat, tenaga kerja, sewa lahan dan kebutuhan bibit. Biaya total terdiri dari hasil penjumlahan dari semua biaya tunai dan biaya yang


(46)

diperhitungkan. Untuk memperoleh analisis usahatani maka dapat digunakan rumus berikut ini :

(1) Total Biaya (TC)

TC = TFC + TVC Dimana : TC = Total Biaya / Rp

TFC = Total Biaya Tetap / Rp TVC = Total Biaya Variabel / Rp (2) Total Reveniew (TR)

TR = Y x P

Dimana : Y = Produksi /Kg

P = Harga Produk /Kg

(3) Pendapatan Total ( ) = TR – TC

Dimana : ( ) = Pendapatan (Rp)

TR = Penerimaan Total (hasil kali jumlah fisik dengan harga dalam Rp)

TC = Biaya Total /Rp b. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) adalah total biaya dibagi biaya langsung atau penerimaan total dibagi biaya total, dan dapat dinyatakan dengan :

R/C rasio atas biaya tunai = Penerimaan Total (TR) Biaya Tunai (TC) R/C rasio atas biaya total = Penerimaan Total (TR)

Biaya total (TC)


(47)

Jika R/C > 1 maka usahatani tersebut menguntungkan untuk diusahakan Jika R/C < 1 maka usahatani tersebut tidak menguntungkan untuk

diusahakan

Jika R/C = 1 maka usahatani tersebut menguntungkan atau tidak menguntungkan untuk diusahakan

R/C rasio menunjukan apakah penambahan biaya dalam usahatani masih menguntungkan atau tidak untuk dilakukan, dan untuk mengetahui efisiensi dalam suatu usahatani. R/C rasio lebih besar atau sama dengan satu adalah menguntungkan, berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Sedangkan pendapatan usahatani adalah terdiri dari pendapatan total dan pendapatan tunai.

(1) Pendapatan total ialah jumlah total penerimaan dikurangi dengan jumlah total biaya.

(2) Pendapatan tunai ialah jumlah total penerimaan dikurangi dengan jumlah biaya tunai.

Sedangkan untuk mencari perhitungan penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi nilai pembelian yang dikalikan dengan jumlahnya dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu diasumsikan nilai sisa dianggap nol. Rumus yang digunakan adalah :

D = ( Nb –Ns) n

Dimana : D = Depresiasi (penyusutan) NA = Nilai pembelian (Rp)


(48)

NS = Nilai Sisa (Rp)

UE = Umur Ekonomis (tahun)

4.4.2. Alternatif Terbaik

Untuk menganalisis alternatif usahatani terbaik, maka dapat dilihat dari hasil perhitungan total penerimaan usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C), yaitu :

1. Total penerimaan usahatani yaitu perhitungan hasil kali jumlah fisik dengan harga dalam Rp.

2. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) yaitu hasil pembagian dan penerimaan total dengan biaya total.

Kedua perhitungan ini dipakai untuk mengetahui perbandingan dari usahatani nenas queen non SPO atau dengan menggunakan Metode SPO yang menjadi alternatif terbaik dan mempunyai peluang untuk dikembangkan dan menguntungkan. Asumsi ini digunakan karena total penerimaan menunjukkan hasil yang diperoleh oleh produsen dalam memenuhi permintaan pasar, sedangkan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) digunakan untuk mengukur efisiensi suatu cabang usahatani.

4.5Asumsi Dasar

Analisis usahatani nenas non SPO dan SPO menggunakan beberapa asumsi, yaitu :

1. Luas lahan yang digunakan dalam usahatani nenas non SPO dan SPO diasumsikan sama yaitu seluas 1 hektar.


(49)

2. Metode perhitungan penyusutan usahatani nenas non SPO dan SPO menggunakan metode garis lurus.

3. Harga yang berlaku untuk input dan output pada penelitian ini disesuaikan dengan harga di pasaran pada bulan November tahun 2007, diasumsikan sama untuk usahatani nenas non SPO dan SPO.

4. Sewa lahan yang digunakan dalam penelitian usahatani nenas Non SPO dan SPO sebesar Rp 3.000.000,-.

5. Jumlah produksi untuk usahatani nenas SPO di Desa Cipelang diperoleh dari perbandingan usahatani nenas SPO yang dilakukan di Kecamatan Jalancagak, dimana rata-rata produksi yang panen di Kecamatan Jalancagak adalah 75 persen dari jumlah pohon nenas yang ditanam. 6. Penentuan mutu buah nenas dengan SPO di Kecamatan Jalancagak terdiri

dari : grade A (diatas satu kilogram) sebanyak 45 persen dengan harga Rp 2000,- per buah, grade B (satu kilogram) sebanyak 30 persendengan harga Rp 1.500,- per buah dan grade C (dibawah satu kilogram) sebanyak 25 persen dengan harga Rp 1.000,- perbuah.


(50)

BAB V

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Karakteristik Wilayah Desa Cipelang

Desa Cipelang merupakan ibukota Kecamatan yang terletak di wilayah Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Jarak dari desa ke ibukota Kecamatan adalah 0,3 kilometer, yang dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dan jarak ke ibukota Kabupaten adalah 22 kilometer yang dapat ditempuh 1,5 jam perjalanan. Sarana transportasi untuk mencapai Desa Cipelang sudah baik namun lalu lintas pada beberapa daerah cukup padat sehingga waktu tempuh untuk mencapai desa tersebut relatif lebih lama. Batas-batas wilayah Desa Cipelang adalah :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Cipicung. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibalung.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cijeruk dan Desa Warung Menteng.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun salak.

Luas wilayah Desa Cipelang adalah 645,5 hektar. Pemanfaatan lahan dan penggunaan lahan yang ada di Desa Cipelang lebih banyak digunakan untuk tanah persawahan dan perkebunan rakyat dan selebihnya digunkan untuk jalan, lapangan, bangunan sekolah, pemakaman dan kolam. Pemanfaatan lahan Desa Cipelang secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.


(51)

Tabel 7. Pemanfaatan Lahan Desa Cipelang, Tahun 2007

Fungsi Lahan Luas Lahan

(Ha)

Persentase (%)

Perumahan, pemukiman, pekarangan 41,0 6,35

Tanah sawah 124,0 19,20

Perkebunan rakyat dan swasta 436,67 67.64

Kolam 8,00 1,23

Sungai 19,00 2,94

Jalan kabupaten 4,80 0,74

Pemakaman umum 1,18 0,18

Perkantoran 0,02 3,09

Lapangan olahraga 0,50 0,07

Tanah peribadatan 0,80 0,12

Tanah bangunan pendidikan 0,60 0,09

Total 645,5 100

Sumber : Laporan Tahunan Desa Cipelang. 2007

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan Desa Cipelang sebagian besar diperuntukkan bagi Perkebunan rakyat dan swasta, yakni sebesar 67,64 persen. Penggunaan lahan yang terbesar kedua adalah untuk tanah sawah sebanyak 19,20 persen. Jenis pertanian sawah yang terdapat di Desa Cipelang terdiri dari sawah pengairan teknis, sawah pengairan setengah teknis, sawah irigasi pedesaan dan sawah tadah hujan.

Karakteristik geografis Desa Cipelang yaitu berada pada ketinggian 800 meter diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata harian berkisar 25 0 C. Dan rata-rata hujan 1500 mm pertahun. Dengan melihat kondisi yang demikian Desa Cipelang merupakan lokasi yang cocok untuk mengembangkan bududaya nenas Bogor. Tanaman nenas akan tumbuh baik disana karena jika dilihat dari syarat tumbuh nenas, Desa cipelang telah memenuhi syarat.

Syarat tumbuh nenas itu sendiri antara lain yaitu tanaman nenas tumbuh baik pada daerah-daerah yang memiliki kelembaban udara yang tinggi, namun cukup toleran terhadap kekeringan. Ketinggian tempat yang paling baik untuk


(52)

pertumbuhan dan perkembangan nenas adalah daerah dengan ketinggian 100 – 800 meter diatas permukaan laut. Temperatur optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman nenas di daerah tropis berkisar antara 21 – 27 0 C dengan kisaran suhu minimum 10 – 16 0C. Curah hujan optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 1000 – 1500 mm pertahun. Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok untuk tanaman nenas. Meskipun demikian tanaman nenas lebih cocok pada jenis tanah yang mengandung pasir, subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik serta kandungan kapurnya rendah.

5.2 Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden akan dibagi menjadi dua, yaitu petani responden untuk usahatani nenas non SPO dan petani responden untuk usahatani nenas SPO.

5.2.1 Karakteristik Petani Responden Non SPO

Dari hasil wawancara diperoleh data yang menunjukkan sebaran umur petani contoh di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk adalah 40, 52 dan 60 tahun. Pengalaman petani contoh dalam usahatani nenas non SPO cukup lama, dimana ketiga petani responden sudah menggeluti usahatani nenas selama lebih dari 20, 27 dan 35 tahun. Ketiga petani contoh tersebut masih dalam satu kelompok tani.

Pendidikan dari ketiga responden rata-rata berpendidikan SD, maka dapat dikatakan bahwa ketiga petani responden pernah merasakan pendidikan formal. Ketiga responden mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani. Semua


(53)

petani responden telah berkeluarga dan rata-rata tanggungan keluarga petani tersebut adalah 3-4 orang.

Ketiga petani responden memiliki usahatani nenas yang berbeda-beda, namun tetap menggunakan teknologi yang sama dalam kegiatan usaha tani nenas. Usahatani tersebut dibedakan berdasarkan luas lahan, bibit dan jarak tanam.

5.2.2 Karakteristik Petani Responden SPO

Dari hasil wawancara diperoleh data yang menunjukkan sebaran umur petani contoh di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk adalah 31, 47 dan 56 tahun. Pengalaman petani contoh dalam usahatani nenas non SPO cukup lama dan untuk usaha tani nenas SPO baru diadakan pada bulan April 2007. Ketiga petani responden sudah menggeluti usahatani nenas selama lebih dari 20, 27 dan 35 tahun. Ketiga petani contoh tersebut masih dalam satu kelompok tani.

Pendidikan dari ketiga responden rata-rata berpendidikan SD dan SMP. Ketiga responden mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani. Semua petani responden telah berkeluarga dan rata-rata tanggungan keluarga petani tersebut adalah 3-4 orang.

Ketiga petani responden memiliki memiliki lahan sendiri dan bersama-sama menggarap lahan untuk usahatani SPO. Teknologi yang digunakan dalam usahatani ini sudah disediakan oleh penyuluh.

5.2.3 Saluran Pemasaran Nenas Non SPO

Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan


(54)

inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 1990). Berdasarkan wawancara langsung dengan petani di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, sebagian petani nenas dapat memanfaatkan hasil panennya menjadi nenas olahan, seperti dodol nenas, permen nenas, dan minuman kemasan dari sari nenas. Kesulitan dana menyebabkan usaha sampingan yang dilakukan petani belum bisa berkembang. Selain di buat nenas olahan, sebagian besar petani langsung menjual buah nenas ke pedagang pengumpul sehingga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya transportasi. saluran pemasaran nenas queen non SOP adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Saluran pemasaran Nenas Queen Non SPO

Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengecer Konsumen Nenas queen Non SPO


(55)

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Kegiatan Cabang Usahatani Nenas

Usahatani nenas merupakan tanaman yang telah lama diusahakan di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dan merupakan usaha turun temurun. Pada awal usahatani nenas masih ditanam dilahan sekitar pekarangan rumah dan masih bersifat tradisional dengan pemeliharaan yang seadanya. Saat ini tanaman nenas telah beralih fungsi menjadi sumber mata pencarian utama bagi petani.

Tanaman nenas mulai dapat menghasilkan setelah umur tanaman mencapai 13 bulan. Setiap kali pemanenan hasil yang diproduksi sekitar 60 – 90 persen. Tanaman yang sudah berumur lebih dari empat tahun perlu diremajakan kembali, karena selain pertumbuhannnya cenderung lambat akibat kesuburan tanah menurun, juga buahnya kecil-kecil. Peremajaan dilakukan dengan membongkar seluruh tanaman nenas untuk diganti dengan bibit yang baru.

6.2 Analisis Usahatani Nenas Non SPO

Jenis Peralatan yang digunakan untuk mengelola usahatani nenas non SPO terdiri dari cangkul, garpu, kored, golok dan parang atau arit. Usahatani nenas di daerah penelitian ditanam secara monokultur sehingga perhitungan penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dimana peralatan tradisional petani rata-rata berumur teknis empat tahun. Penyusutan alat pertanian usahatani nenasnon SPO dapat disajikan pada Tabel 8.


(56)

Tabel 8. Penyusutan Alat Pertanian Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008

No Jenis

Harga (Rp)

Jumlah Harga

Umur Teknis

(Tahun) Penyusutan

1 Cangkul @ 3 buah 35.000 105.000 4 26.250

2 Garpu @ 1 buah 50.000 50.000 4 12.500

3 Arit @ 2 buah 25.000 50.000 4 12.500

4 Kored @ 2 buah 25.000 50.000 4 12.500

5 Golok @ 1 buah 25.000 25.000 4 6.250

6 Keranjang @ 2 Buah 20.000 40.000 4 10.000

Jumlah 320000 80.000

Sumber : Data Primer (diolah)

Biaya Variabel usahatani nenas non SPO yang digunakan terdiri dari bibit, pupuk kandang dan pupuk buatan (urea dan TSP). Bibit yang digunakan oleh petani responden adalah bibit yang berasal dari tunas akar buah itu sendiri, sehingga biaya bibit yang digunakan dimasukkan kedalam biaya diperhitungkan karena petani tidak mengeluarkan uang tunai untuk memperoleh bibit. Rata-rata harga bibit yang dijual didaerah penelitian sebesar Rp 150,- per pohon. Bibit yang digunakan oleh petani per satu hektar lahan adalah 40000 pohon per hektar.

Pemberian pupuk yang dilakukan oleh petani non SPO hanya satu kali pada saat pemeliharaan. Adapun dosis yang diberikan dengan lahan satu hektar adalah pupuk kandang 5000 kilogram, pupuk urea 300 kilogram dan pupuk TSP 100 kilogram. Adapun kebutuhan sarana produksi pada usahatani nenas non SPO dapat dilihat pada Tabel 9.


(57)

Tabel 9. Kebutuhan Sarana Produksi Pada Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008

No Sarana Produksi Jumlah

Harga

(Rp) Nilai total

persentase (%)

1 Sarung tangan (bh) 5 5.000 25.000 0,33

2 Masker ( bh) 5 5.000 25.000 0,33

3 Ember ( bh) 5 5.000 25.000 0,33

4 Pupuk Urea (Kg) 300 1.500 450.000 5,98

5 Pupuk TSP (Kg) 100 2.500 250.000 3,32

6 Pupuk Kandang (kg) 5000 150 750.000 9,97

7 Bibit 40000 150 6.000.000 79,73

Jumlah 7.525.000 100

Sumber : Data primer (diolah)

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nenas non SPO dilakukan oleh laki-laki dan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Kegiatan yang dilakukan yaitu, persiapan lahan, penanaman, penyiangan gulma, pemupukan dan panen. Upah tenaga kerja di daerah penelitian sebesar Rp 12.500,- per hari kerja dengan jam kerja dari jam 07.00 pagi sampai dengan jam 15.00 sore. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga untuk usahatani nenas non SPO dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008

Kebutuhan Tenaga Kerja

No Kegiatan Jumlah

Hari Kerja (hari) Jumlah HOK Nilai Jumlah (Rp)

1 Persiapan lahan 20 4 80 12.500 1.000.000

2 Penanaman 12 2 24 12.500 300.000

3 Penyiangan Gulma 3 6 18 12.500 225.000

4 Pemupukan 4 1 4 12.500 50.000

5 Panen 4 2 8 12.500 100.000

Jumlah 134 1.675.000

Sumber : Data primer (diolah)

Lahan yang digunakan oleh petani adalah lahan milik PT Perhutani jadi petani tidak dibebankan untuk membayar sewa lahan. Sewa lahan di daerah


(58)

penelitian sebesar Rp. 3.000.000,- dengan pajak lahan sudah ditanggung oleh pihak PT Perhutani. Jumlah pengeluaran usahatani nenas non SPO dapat dilihat pada Tabel 11 total pengeluaran untuk usahatani nenas non SPO sebesar Rp 12.235.000,-. Untuk pengeluaran tunai sebesar Rp 1.480.000,-, sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan sebesar Rp 10.755.000,-. Dalam usahatani nenas Non SPO pengeluaran terbesar yang dikeluarkan digunakan untuk bibit sebesar 49,04 persen dari total pengeluaran dan pengeluaran terkecil digunakan untuk perlengkapan sebesar 0,31 persen.

Tabel 11. Pengeluaran Usahatani Nenas Queen Non SPO Tahun 2007/2008

Nenas Queen Bogor

No Uraian Tunai Dipt *

Total Persentase

(%)

1 Biaya Tetap

a) Penyusutan alat-alat 80.000 0,65

b) Sewa lahan 3.000.000 24,52

2 Biaya tetap Total 3.080.000

3 Biaya Variabel

a) Bibit 6.000.000 49,04

b) Kebutuhan pupuk 1.405.000 11,48

c) Tenaga Kerja (TKDK) 1.675.000 13,69

d) Perlengkapan 75.000 0,61

4 Biaya Variabel Total 1.480.000 7.675.000 9.155.000

5 Total Biaya (TC) 10.755.000 12.235.000 100

Sumber : Data primer (diolah) * Dipt = Diperhitungkan

Produksi rata-rata yang dihasilkan untuk satu kali panen nenas adalah 60 persen per hektar. Dalam pemanenan ini tidak dilakukan grading karena petani tidak membeda-bedakan bobot untuk masing-masing buah nenas, karena jika petani melakukan grading buah yang bobotnya kecil tidak dapat dijual. Adapun cara pengemasan buah nenas yang akan dijual adalah dengan menggabungkan buah nenas dengan bobot diatas 0,8 kilogram dengan bobot yang sedang dan kecil dibawah 0,6 kilogram. Rata-rata buah yang akan dipasarkan diikat dalam satu tali


(59)

berjumlah 20 – 25 buah per ikat. Sehingga penerimaan usahatani nenas diperoleh dari rata-rata produksi yang dihasilkan oleh petani yaitu sebesar 24.000 buah. Harga nenas perbuah adalah Rp 800,-, sehingga dari keseluruhan biaya dan hasil produksi usahatani nenas dalam lahan seluas satu hektar dapat dihitung pendapatan usahatani pada Tabel 12.

Tabel 12. Pendapatan Usahatani Nenas Non SPO Tahun 2007/2008

No Uraian Perhitungan Jumlah

1 Produksi (Y) 24000

2 Harga per buah (Rp) (P) 800

3 Total Penerimaan ((TR) Y x P 19.200.000

4 Biaya/Pengeluaran (Rp)

a) Tunai 1.480.000

b) Diperhitungkan 10.755.000

c) Total (a + b) 12.235.000

5 Pendapatan (Rp)

I) Tunai TR - 4a 17.720.000

II) Diperhitungkan TR - 4b 8.445.000

III) Total (I + II) 26.165.000

6 Keuntungan Usahatani (I) TR - TC 8.445.000

7 R/C Tunai TR / 4a 12,97

8 R/C Total TR / 4c 1,57

Sumber : Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa untuk usahatani nenas non SPO pendapatan atas biaya tunainya sebesar Rp 17.720.000,- dan pendapatan atas biaya totalnya yaitu sebesar Rp 26.165.000,-. nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) tunai untuk usahatani nenas sebesar 12,97 yang berarti petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 12,97 untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp 1,-. Sedangkan R/C rasio total untuk usahatani nenas sebesar 1,57 yang artinya setiap biaya yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 1,- maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57,-. dalam usahatani nenas ini


(1)

Privat sebesar Rp 156,05 per kiogram nenas. Penurunan produksi nenas sebesar 40% menyebabkan nilai PCR menjadi 0,79. Nilai PCR kurang dari satu (PCR < 1) menunjukkan bahwa jika terjadi penurunan produksi nenas sebesar 40%, maka pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan kompetitif.

Penurunan jumlah produksi nenas sebesar 40% hanya menyebabkan nilai Keuntungan Sosial (KS) dan nilai Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) menurun, tetapi tidak mengakibatkan kerugian. Nilai KS setelah terjadi penurunan produksi menjadi RP 2.402,49 per kilogram nenas, berarti walaupun produksi turun 40% pengusahaan neas tetap memperoleh Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 2.402,49 per kilogram nenas. Sedangkan nilai DRC turun menjadi 0,18, berarti walaupun terjadi penurunan produksi sebanyak 40% pengusahaan nenas tetap memiliki keunggulan komparatif. Berarti walaupun terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 40%, nenas subang tetap memiliki dayasaing.

7.2.5. Analisis Sensitivitas Gabungan

Analisis Sensitivitas yang terakhir adalah analisis sensitivitas gabungan dari tiga perubahan variabel yaitu: meningkatnya harga input sebesar 15 persen, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Rp 8.500/US$, dan menurunnya produksi nenas sebesar 40 persen dengan asumsi faktor-faktor yang lain tetap (ceteris paribus). Hasil analisis sensitivitas gabungan ini bisa dilihat pada Tabel 30.


(2)

Tabel 30. Analisis Sensitivitas Gabungan Pengusahaan Nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang

Indikator Sebelum

Perubahan

Setelah Perubahan

Keuntungan Privat (KP) 202,56 148,63

Rasio Biaya Privat (PCR) 0,80 0,80

Keuntungan Sosial (KS) 2.335,03 2.183,45

Rasio Sumberdaya Domestik (DRC) 0,23 0,19

Jika terjadi perubahan tiga variabel bersamaan, hasil analisis menunjukkan bahwa Keuntungan Privat (KP) turun menjadi Rp 148,63 per kilogram nenas. Keuntungan Sosial (KS) sebesar Rp 2.183,45 per kilogram nenas. Artinya baik secara finansial maupun secara sosial pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Bogor layak untuk diusahakan.

Hasil analisis menunjukkan jika terjadi perubahan tiga variabel tersebut pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang memiliki keunggulan kompetitif, hal ini ditunjukkan oleh nilai PCR yang kurang dari satu (PCR < 1) yaitu sebesar 0,80. Pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak masih memiliki keunggulan komparatif, hal ini ditunjukkan oleh nilai DRC yang kurang dari satu (DRC < 1). Nilai DRC 0,38 menunjukkan bahwa pengusahaan nenas di Kecamatan Jalan Cagak tetap memiliki keunggulan komparatif walaupun terjadi perubahan tiga variabel.


(3)

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dalam usahatani nenas berdasarkan non SPO, petani masih kurang dalam cara pemeliharaannya. Usahatani dilakukan secara sederhana, tidak menggunakan teknologi yang tepat. Menurut mereka, asalkan tanaman tersebut berbuah saja itu dianggap sudah menguntungkan. Pemerintah melalui Dirjen Hortikultura memberikan arahan mengenai Penerapan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang telah ditentukan Dirjen Hortikultura diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas serta kualitas hasil yang akan meningkatkan nilai jual bagi petani.

Nilai imbangan penerimaan dan pengeluaran atau R/C ratio untuk analisis usahatani nenas non SPO diperoleh nilai pendapatan atas biaya tunainya sebesar Rp 17.720.000,- dan pendapatan atas biaya totalnya yaitu sebesar Rp 26.165.000,-. Nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) tunai untuk usahatani nenas sebesar 12,97, sedangkan R/C rasio total untuk usahatani nenas sebesar 1,57. Analisis usahatani dengan SPO diperoleh nilai pendapatan berdasarkan atas biaya total dan atas biaya tunai. Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani nenas dengan SPO yaitu sebesar Rp 22.635.500,- dan pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp. 36.400.500. Nilai imbangan penerimaan dan biaya (R/C) tunai untuk usahatani nenas sebesar 7,79, sedangkan R/C rasio total untuk usahatani nenas sebesar 1,67.

Perbandingan analisis biaya dan pendapatan usahatani nenas non SPO dan dengan SPO diperoleh hasil bahwa analisis usahatani nenas dengan SPO lebih


(4)

layak diusahakan karena memiliki perencanaan yang jelas sedangkan pada usahatani nenas non SPO pemeliharaan yang dilakukan masih secara sederhana dan belum menganggarkan dana yang jelas, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan dan tentunya dengan kualitas yang berbeda.

6.2 Saran

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang dapat diajukan diantaranya :

1. Pemerintah sebaiknya dapat memberikan modal kepada petani agar dapat menerapkan analisis usahatani dengan SPO dan kontinue memberikan penyuluhan tentang arti pentingnya usahatani nenas dengan SPO.

2. Sebaiknya para petani yang ada di Desa Cipelang dapat menggunakan metode analisis usahatani nenas dengan SPO, karena dapat meningkatkan pendapatan serta meningkatkan hasil produksi dan kualitas dibandingkan dengan metode analisis non SPO.

3. Melalui penerapan analisis usahatani nenas dengan SPO diharapkan petani dapat menaikkan harga nenas dan dapat melakukan saluran pemasaran tidak hanya ke pasar tradisional, tetapi dapat juga menyalurkan buah nenas ke pasar swalayan atau kios buah..


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, N. 2001. Optimalisasi Produksi Nenas Kaleng, di PT INNI Pioner Food Industry, Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2005. Perkembangan Ekspor Buah-buahan Indonesia. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2005. Perkembangan Produksi Buah-buahan Unggulan Indonesia

Departemen Pertanian. 2005. Potensi Perkembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat.

Departemen Pertanian. Kabupaten Bogor.2007. Laporan Tahunan Kabupaten Bogor.

Dumaria, E. 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ekawati, L. Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor di Desa Sukaharja,

Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Husen, A. Hana. 2006. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi. Kasus : Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ibnu, M. 2001. Analisis Nilai Tambah Bauran Pemasaran Nenas Kaleng, Studi Kasus : Pada PT Great Pineapple. Co. Lampung. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Prestiani, I. 2004. Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah-buahan Unggulan di Kabupaten Serang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rukmana, R. 1995. Budidaya dan Pascapanen Nenas. Penerbit KANISIUS. Yogyakarta.


(6)

Sobir, et. al. 2007. Acuan Standar Operasional Produksi. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB

Soekartawi, et. al 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI. Jakarta.

Soeharjo A, Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjakrawiralaksana, A. 1987. Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.