Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk Petis Di Kabupaten Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN KERUPUK
PETIS DI KABUPATEN KENDAL

DANI PRASETYA NUGRAHA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Pengolahan Kerupuk Petis di Kabupaten Kendal adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Dani Prasetya Nugraha
NIM H34110024

ABSTRAK
DANI PRASETYA NUGRAHA. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk
Petis di Kabupaten Kendal. Dibimbing oleh RITA NURMALINA
Kerupuk petis merupakan produk makanan tradisional khas Kendal dengan
tambahan bumbu petis ikan dan petis udang. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kelayakan usaha pengolahan kerupuk petis. Metode kualitatif
digunakan untuk menganalisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan
hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, dan aspek lingkungan. Metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis kriteria investasi seperti NPV, IRR, Net B/C, BEP,
Payback Period, analisis sensitivitas dan switching value. Seluruh aspek non
finansial menunjukkan bahwa usaha pengolahan kerupuk petis layak dijalanakan
kecuali aspek lingkungan dan aspek manajemen. Analisis finansial pada skenario
pertama menghasilkan NPV sebesar Rp 681 juta, Net B/C 2.62, IRR 33 persen,
PP selama 3.98 tahun dan BEP 54 183.3 kilogram. Pada skenario kedua
menghasilkan NPV sebesar Rp 1.47 milyar, Net B/C 5.24, IRR 73 persen, PP

selama 2.36 tahun dan BEP 45 140 kilogram. Hasil analisis finansial dapat
disimpulkan bahwa usaha pada skenario pertama dan skenario kedua layak
dijalankan sedangkan skenario ketiga tidak layak karena NPV kurang dari nol.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengolahan kerupuk petis
sensitif terhadap penurunan jumlah produksi kerupuk petis.
Kata kunci : IRR, kerupuk petis, NPV, sensitivitas, studi kelayakan.

ABSTRACT
DANI PRASETYA NUGRAHA. Feasibility Analysis of Kerupuk Petis
Processing Business In Kendal. Supervised by RITA NURMALINA
Kerupuk petis is a traditional snack from Kendal with additional of fish’
paste seasoning and shrimp’s paste. This research aims to analyze the feasibility
of kerupuk petis processing business. Qualitative method is used to analyze the
aspects of market, technical, management and legal, social, economy, culture and
environmental. Quantitative method is used to analyze the investment criteria such
as NPV, IRR, Net B/C, BEP, Payback Period, sensitivity analysis and switching
value. All aspects of non-financials show that business is feasible to operate
excepts environmental and management aspects. Financial analysis in the first
scenario results in NPV is for Rp 681 millions, Net B/C 2,62, IRR 33 percent, PP
is for 3,98 years and BEP is for 54 183,3 kilograms. In the second scenario results

NPV is for Rp 1,64 billions, Net B/C 5,42, IRR 73 percent, PP is for 2.36 years
and BEP is for 45 140 kilograms. From financial analysis can be concluded that
the business in the first scenario and the second scenario are feasible while the
third scenario is not feasible because NPV is less than zero. The results of the
sensitivity analysis shows that the business of kerupuk petis processing is
sensitive to the decreasing of production.
Keywords : Feasibility study, IRR, kerupuk petis, NPV, sensitivity.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN KERUPUK
PETIS DI KABUPATEN KENDAL

DANI PRASETYA NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
kelayakan usaha, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk
Petis di Kabupaten Kendal.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku
pembimbing, Dr Ir Wahyu Budi Pritna, M.Si selaku pembimbing akademik, Ir
Narni Farmayanti, M.Sc selaku penguji utama serta Dr Ir Netti Tinaprilla, MM
selaku penguji komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Edi Warjiyanto selaku pemilik Perusahaan Kerupuk
Petis Cap Abadi, Ibu Yani selaku Staf Dinas Perdagangan Kabupaten Kendal, dan
Bapak Rusyanto yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, kedua kakak, serta Dara atas
segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Dani Prasetya Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Investasi UMKM

6

Metode Penelitian Kelayakan

7

Struktur Biaya

8

Kelayakan UMKM Pengolahan Pangan


8

KERANGKA PEMIKIRAN

9

Studi Kelayakan Bisnis

9

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

10

Konsep Nilai Waktu Uang

13

Arus Kas (Cahsflow)


13

Analisis Laporan Laba Rugi

14

Break Even Point (BEP)

15

Analisis Kriteria Investasi

16

Analisis Sensitivitas dan Switching Value

17

Kerangka Pemikiran Operasional


18

METODE PENELITIAN

20

Lokasi dan Waktu Penelitian

20

Jenis dan Sumber Data

20

Metode Pengumpulan Data

20

Metode Pengolahan dan Analisis Data


20

Analisis Kelayakan Non Finansial

21

Analisis Kelayakan Finansial

22

Asumsi Dasar

25

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

26

Gambaran Lokasi dan Keadaan Umum

26

Sejarah Singkat dan Perkembangan Usaha

26

Sumber Daya Manusia

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

28

Analisis Aspek Non Finansial

28

Aspek Pasar

28

Hasil Analisis Aspek Pasar

33

Aspek Teknis

34

Hasil Analisis Aspek Teknis

37

Aspek Manajemen dan Hukum

37

Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Hukum

38

Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi

38

Hasil Analisis Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi

39

Aspek Lingkungan

39

Hasil Analisis Aspek Lingkungan

40

Analisis Aspek Finansial

40

Aliran Kas/Cashflow

41

Analisis Laba Rugi

49

Analisis Kelayakan Finansial

49

Analisis Sensitivitas dan Switching Value

52

SIMPULAN DAN SARAN

55

Simpulan

55

Saran

55

DAFTAR PUSTAKA

56

LAMPIRAN

58

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.

Volume produksi nasional komoditas perikanan 2009-2014
Produk olahan hasil perikanan tahun 2010-2014
Data potensi produk unggulan daerah Kabupaten Kendal
Proyeksi daftar harga kerupuk petis ikan dan kerupuk petis udang pada
Perusahaan kerupuk petis Periode Februari 2015
5. Proyeksi penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis pada Perusahaan
kerupuk petis tahun 2015 pada skenario I (pengusahaan kerupuk petis
ikan dan kerupuk petis udang 50%:50%)
6. Proyeksi penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis tahun 2016-2024
pada skenario I (pengusahaan kerupuk petis ikan dan kerupuk petis
udang 50%:50%)
7. Proyeksi penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis udang pada tahun
2015 pada skenario II (pengusahaan 100% kerupuk petis udang)
8. Proyeksi penerimaan usaha pengoalahn kerupuk petis udang pada tahun
2016-2024 pada skenario II (pengusahaan 100% kerupuk petis udang)
9. Proyeksi penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis udang pada
tahun 2015 pada skenario III (pengusahaan 100% kerupuk petis ikan)
10. Proyeksi penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis udang pada tahun
2016-2024 pada skenario III (pengusahaan 100% kerupuk petis ikan)
11. Biaya investasi pada usaha pengolahan kerupuk petis.
12. Rincian pembelian bumbu dapur usaha pengolahan kerupuk petis untuk
setiap 1500 kilogram produksi
13. Laba bersih usaha pengolahan kerupuk petis
14. Hasil perhitungan kriteria investasi
15. Hasil analisis titik impas usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario
I
16. Hasil analisis BEP total usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario I
17. Hasil analisis titik impas usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario
I, II dan III
18. Analisis sensitivitas skenario I
19. Analisis sensitivitas pada skenario II
20. Hasil switching value skenario I, II, dan III

1
2
3
32

41

42
42
43
43
44
45
46
49
49
51
51
52
53
53
54

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Break Even Point (BEP)
Hubungan antara NPV dengan IRR
Alur kerangka operasional
Bangunan pabrik pengolahan kerupuk petis.
Bentuk kerupuk petis berdasarkan bahan baku
Jenis kerupuk berdasarkan kualitas produk
Saluran Pemasaran Kerupuk Petis Kabupaten Kendal
Tempat pembuangan limbah cair

15
17
19
26
30
31
32
40

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Diagram alur proses pengolahan kerupuk petis
Layout usaha pengolahan kerupuk petis
Komponen penerimaan usaha pengolahan kerupuk petis
Komponen biaya investasi, umur ekonomis, dan nilai penyusutan
Biaya variabel usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario I
Biaya variabel usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario II
Biaya variabel usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario III
Biaya tetap usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario I, skenario II,
dan skenario III
9. Cashflow usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario I
10. Laporan laba rugi usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario I
11. Switching value usaha pengolahan kerupuk petis terhadap penurunan
jumlah produksi kerupuk petis udang dan kerupuk petis ikan pada
skenario I
12. Analisis sensitivitas penurunan kerupuk petis udang dan kerupuk petis
ikan sebesar 20 %
13. Analisis sensitivitas peningkatan harga tepung tapioka sebesar 7,46 %
pada skenario I
14. Switching value usaha pengolahan kerupuk petis terhadap peningkatan
harga tepung tapioka pada skenario I
15. Cashflow usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario II
16. Laporan laba rugi usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario II
17. Analisis sensitivitas penurunan kerupuk petis udang sebesar 20 % pada
skenario II
18. Analisis sensitivitas peningkatan harga tepung tapioka sebesar 7.46%
pada skenario II
19. Switching value usaha pengolahan kerupuk petis terhadap penurunan
jumlah produksi kerupuk petis udang pada skenario II
20. Switching value usaha pengolahan kerupuk petis terhadap peningkatan
harga tepung tapioka pada skenario II
21. Cashflow usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario III
22. Laporan laba rugi usaha pengolahan kerupuk petis pada skenario III
23. Analisis Switching value peningkatan jumlah produksi kerupuk petis
ikan pada skenario III

58
59
60
61
62
63
64
65
66
67

68
69
70
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perikanan merupakan sektor agribinis yang memberikan kontribusi yang
sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Menurut Kementrian Kelautan dan
Perikanan (2014), pada tahun 2013 produksi perikanan Indonesia mencapai 19.5
juta ton dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 15.5 juta ton. Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai negara produsen komoditas perikanan terbesar kedua di dunia
setelah China 1. Kontribusi perikanan budidaya memiliki potensi yang cukup besar
bagi produksi perikanan Indonesia dibandingkan potensi perikanan tangkap. Ratarata kontribusi perikanan budidaya mengalami peningkatan sejak tahun 2009
hingga 2013 sebesar 9.34 persen sedangkan perikanan tangkap mengalami
penurunan sebesar 11.75 persen. Komoditas perikanan nasional yang banyak
dihasilkan adalah ikan dan udang. Volume total produksi nasional komoditas
perikanan dapat didapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Volume produksi nasional komoditas perikanan 2009-2014
Tahun (ton)

Jenis ikan
Ikan
Udang
Binatang
berkulit keras
lainnya
Rumput laut
Lainnya

2009

2010

2011

2012

2103

2014*

6 753 504
574 930
65 731

7 804 879
608 298
75 218

8 740 729
661 003
83 026

7 300 988
678 735
74 407

8 115 236
897 298
87 365

8 309 748
847 629
87 000

2 963 556
376 201

3 915 017
546 325

5 170 201
633 377

6 514 854
542 200

9 298 474
609 545

10 234 357
822 605

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan (2014) diolah
* Angka sementara

Namun, komoditas perikanan tersebut merupakan produk pangan yang
mudah sekali rusak (perishable) dan tidak tahan lama. Kerusakan tersebut terjadi
karena adanya kegiatan bakteri, enzimatis, dan oksidasi yang umumnya
menimbulkan bau tidak sedap sehingga tidak dapat lagi diolah apalagi di
konsumsi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlunya kegiatan pengolahan
udang untuk dapat memperlama masa penggunaannya serta memberikan nilai
tambah produk. Banyak cara pengolahan dan pengawetan produk perikanan yang
bertujuan untuk mengurangi kadar air yang tinggi baik secara tradisional maupun
modern sehingga dapat dimanfaatkan lebih lama. Usaha pengawetan ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu dengan penggaraman, pengeringan,
pengasapan, pemindangan, dan pendinginan. Usaha pengawetan juga tidak hanya
sebatas pada pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan atau udang
saja melainkan pengolahan untuk menjadi bentuk lain setelah dicampur dengan
bahan-bahan lain seperti kerupuk (Tresnaprihandini 2006).

1

http://bisnis.liputan6.com/read/2069570/ironi-ri-jadi-produsen-ikan-terbesar-tapi-kalah-ekspordari-cina

2
Dalam proses pengolahan ikan atau udang diperlukan adanya industri
pengolahan produk perikanan karena dengan adanya industri pengolahan tersebut
produksi perikanan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Industri pengolahan
ikan atau udang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah
ikan dan udang dan penyimpanan produk olahan menjadi lebih tahan lama serta
mendiversifikasikan komoditas perikanan tersebut. Selain itu, industri pengolahan
juga merupakan salah satu dari prioritas dalam pembangunan nasional di sektor
perindustrian.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil produk
olahan hasil perikanan cukup tinggi di pulau Jawa. Pada tahun 2013, Kabupaten
Jawa Tengah menempati urutan kedua terbesar penghasil produk olahan perikanan
setelah provinsi Jawa Timur. Berbagai macam produk olahan perikanan seperti
bandeng presto, terasi, kerupuk ikan, kerupuk udang, lumpia udang, abon ikan,
petis, dan lain-lain.
Tabel 2 Produk olahan hasil perikanan tahun 2010-2014
Provinsi

Tahun (ton)

2010
2011
2012
2013
DKI Jakarta
45 622
424 032
512 967
544 796
Jawa Barat
364 376
187 150
161 076
181 299
Jawa Tengah
199 178
751 726
749 895
732 789
DI Yogyakarta
15 412
53 502
33 725
5 813
Jawa Timur
214 908
597 690
1 484 695
1 465 526
Banten
42 616
519 489
23 040
28 458
Sumber : Kelautan dan Perikanan dalam angka (2014) diolah

2014*
530 000
185 670
786 540
9 860
1 481 370
40 000

*Angka sementara

Salah satu pengolahan produk hasil perikanan di Jawa Tengah adalah petis.
Petis merupakan produk sampingan olahan makanan yang tekstrunya hampir
mirip dengan kecap, tetapi umumnya lebih kental. Pembuatan petis sebagian dari
pemanfaatan limbah kepala udang dari industri pengolahan udang. Produk petis
ini merupakan bahan makanan (bumbu masak) yang sedap, bergizi dan
mempunyai nilai yang lebih tinggi 2. Selain itu, produk petis juga dapat digunakan
sebagai bumbu tambahan produk makanan ringan seperti kerupuk petis.
Kabupaten Kendal merupakan daerah penghasil kerupuk petis. Kerupuk
petis yang dihasilkan terdiri atas kerupuk petis ikan dan kerupuk petis udang.
Kerupuk petis ikan/udang ini memiliki perbedaan dengan kerupuk ikan/udang
yaitu pada kerupuk petis ikan/udang pembuatannya hanya merendamkan kerupuk
dengan bumbu yang telah dicampur petis ikan/udang sedangkan kerupuk
ikan/udang pada proses pengolahannya mencapurkan daging ikan/udang yang
masih segar. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pihak Dinas Koperasi dan
UMKM Kabupaten Kendal merupakan satu-satunya wilayah Jawa Tengah yang
menghasilkan kerupuk petis. Kerupuk petis juga merupakan salah satu produk

2

http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Terasi%20dan%20petis.pdf

3
UMKM unggulan daerah yang sedang dikembangkan 3 . Berbagai jenis produk
unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Kendal dapat dilihat pada Tabel 3.
Upaya pengembangan produk olahan kerupuk petis tersebut dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Kendal dengan cara pendekatan one village one product
(OVOP) guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan juga
meningkatkan potensi dari UMKM untuk menghasilkan produk yang unggul. Hal
ini bertujuan untuk menjadikan kerupuk petis sebagai salah satu makanan khas
daerah Kendal. Maka dengan pendekatan one village one product, pemerintah
Kabupeten Kendal menetapkan Kecamatan Kendal tepatnya di Desa Sijeruk
sebagai sentra industri penghasil kerupuk.
Tabel 3 Data potensi produk unggulan daerah Kabupaten Kendal
Lokasi (kecamatan)
Kaliwungu
Cepiring
Boja
Patebon
Pegandon
Kendal
Patean
Plantungan
Limbangan

Produk
Momoh jeroan dan sumpil
Terasi
Pisang raja bulu
Sawo
Kerupuk Rambak
Kerupuk petis dan bandeng tanpa duri
Jambu biji getas merah
Cengkeh
Gula aren

Sumber : www.birohumas.jatengprov.go.id (2014) diolah

Upaya peningkatan nilai tambah produk perikanan tersebut mebutuhkan
investasi yang cukup besar baik mendirikan ataupun mengembangkan usaha
pengolahan kerupuk petis. investasi yang terlibat pun tidak hanya uang saja tetapi
juga memerlukan sumber daya yang lainnya. Selain itu, adanya upaya dari
Pemerintah Kabupaten Kendal untuk meningkatkan potensi produk unggulan
seperti kerupuk petis ini yang dijadikan sebagai makanan khas Kabupaten Kendal.
Hal ini menjadikan pentingnya dilakukan analisis kelayakan terhadap usaha
pengolahan kerupuk petis di Kabupaten Kendal karena pada pendirian atau
pengembangan usaha ini memerlukan analisis yang dapat menghindari atau
menanggulangi risiko yang mungkin terjadi di masa yang akan datang
Perumusan Masalah
Kabupaten Kendal salah satu daerah pengrajin pengolah produk perikanan
seperti industri pengolahan kerupuk petis. Umumnya industri pengolahan kerupuk
petis tergolong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemasaran produk
ini sudah mencapai ke beberapa wilayah seperti Yogyakarta, Semarang, Magelang,
Jepara, Pati, Kudus Pekalongan serta sudah mencapai ekspor ke negara Taiwan.
Rata rata penjualan pada masing-masing perusahaan setiap harinya mencapai 3
hingga 5 kwintal setiap harinya. Apabila memasuki bulan ramadhan, penjualan
meningkat hingga mencapai 1.5 ton per harinya.
3

https://kendalkab.go.id/detail/berita/seputar_pemkab_kendal/id/20140522002/fasilitasi_kegiatan_
wirausaha_kendal_bentuk_plut

4
Berdasarkan hasil wawancara kepada seluruh pengrajin (delapan
pengrajin) kerupuk petis di daerah Sentra Industri Kerupuk Kendal (SIKAL)
tersebut bahwa harga bahan baku seperti tepung tapioka yang berfluktuasi bahkan
cenderung mengalami kenaikan cukup mengkhawatirkan karena kenaikan harga
tepung tapioka sebagai bahan baku pembuat kerupuk dapat mempengaruhi
kelangsungan usaha mereka. Adanya kejadian tersebut membuat para pengrajin
kerupuk mulai melakukan penyesuaian seperti mempertahankan harga yang sama
namun menurunkan sedikit kualitas rasa atau meningkatkan harga jual kerupuk
petis.
Ketergantungan terhadap cuaca khususnya saat masa penjemuran kerupuk
menjadikan kualitas dari kerupuk itu menurun dan banyak cacat produk yang
menjadikan produksi kurang efisien. Selain itu, adanya persaingan yang ketat
mengakibatkan perolehan margin keuntungan menjadi kecil sehingga ada juga
perusahaan yang tutup karena tidak mampu menutupi biaya variabel. Hal ini
terbukti dengan adanya data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang
menyatakan bahwa pada awal tahun 2010 masih terdapat 10 perusahaan
pengolahan kerupuk petis dan pada tahun 2014 sekarang ini masih tersisa 8
perusahaan yang masih bertahan dalam usaha pengolahan kerupuk petis.
Sebelum merealisasikan investasi tersebut, maka penting untuk dilakukan
analisis kelayakan usaha untuk mengetahui lebih awal tingkat keuntungan yang
akan diperoleh dari perencanaan usaha kerupuk petis ini. aspek yang diperlukan
dala menganalisis kelayakan usaha kerupuk petis ini adalah aspek finansial dan
aspek non finansial. Aspek finansial memiliki berbagai kriteria seperti Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cos Ratio (Net B/C), dan
Payback Period (PP). Sedangkan aspek non finansial terdiri dari aspek pasar,
aspek teknis, aspek manajemen dan hukum serta aspek sosial, lingkungan dan
ekonomi. Selain itu, penggunaan analisis sensitivitas dan switching value
digunakan untuk melihat kepekaan usaha pengolahan kerupuk petis dari adanya
kemungkinan perubahan-perubahan pada variable input dan output produksi
terutama pada jumlah produksi kerupuk petis serta harga tepung tapioka.
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditemukan permasalahan diantaranya sebagai
berikut :
a.
Bagaimana kelayakan usaha pengolahan kerupuk petis berdasarkan analisis
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum serta aspek sosial,
lingkungan dan ekonomi?
b.
Bagaimana kelayakan usaha pengolahan kerupuk petis jika dilihat dari
aspek finansial?
c.
Bagaimana tingkat kepekaan usaha pengolahan kerupuk petis berdasarkan
analisis sensitivitas dan switching value pada perubahan produksi kerupuk
petis dan perubahan harga tepung tapioka?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan beberapa permasalahan yang diuraikan
sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah :

5
1.

2.
3.

Menganalisis kelayakan usaha pengolahan kerupuk petis dilihat dari aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan.
Menganalisis kelayakan finansial usaha pengolahan kerupuk petis.
Menganalisis tingkat kepekaan usaha pengolahan kerupuk petis terhadap
adanya perubahan produksi kerupuk petis dan perubahan harga bahan baku
kerupuk seperti tepung tapioka.

Manfaat Penelitian
1.
2.
3.
4.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya :
Pemilik perusahaan, penelitian ini diharapakan menjadi acuan yang
bermanfaat dalam menentukan keberlanjutan usaha kerupuk petis.
Bagi investor, penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam perencanaan
usaha kerupuk petis.
Penulis, perusaahaan yang diteliti merupakan salah satu sarana untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di perkuliahan.
Pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan pembaca dan
dijadikan acuan atau perbandingan dalam melakukan studi lanjutan,
khususnya di bidang studi kelayakan bisnis.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bukan berfokus pada evaluasi dari Perusahaan Kerupuk Petis
Cap Abadi melainkan sebagai pengambilan data dasar perusahaan untuk dijadikan
gambaran untuk mendirikan usaha pengolahan kerupuk petis. Pemilihan
Perusahaan Kerupuk Petis Cap Abadi karena perusahaan tersebut merupakan
perusahaan yang paling besar di kawasan sentra industri pengolahan kerupuk petis.
Aspek yang dikaji meliputi aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, Payback Period
dan Break Even Point) dan aspek non-finansial yang meliputi aspek pasar, aspek
teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek
lingkungan. Analisis sensitivitas dan switching value yang digunakan untuk
melihat adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada variable input dan
output produksi terutama pada jumlah produksi kerupuk petis serta harga tepung
tapioka

TINJAUAN PUSTAKA
Kerupuk petis merupakan produk makanan ringan dengan tekstur yang
sedikit kasar dengan penambahan bumbu petis yang berasal dari komoditas
perikanan seperti ikan ataupun udang. Penelitian Ningsih et al. (2012)
menjelaskan bahwa kerupuk ikan atau udang adalah produk makanan yang berasal
dari ikan atau udang yang dicampur dengan tepung tapioka atau tepung terigu
serta bahan baku penunjang yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan atau

6
udang berupa gula, garam, telur, air, mono sodium glutamate (MSG), dan bumbubumbu.
Kerupuk juga merupakan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat
secara luas baik penduduk dengan pendapatan rendah, pendapatan menengah
maupun penduduk dengan pendapatan tinggi (Tresnaprihandini 2006). Selain itu,
potensi yang dimiliki kerupuk udang dan ikan menurut Deperindag Pusat (2005)
dalam Tresnaprihandini (2006) merupakan komoditas ekspor yang mana negara
tujuan ekspor kerupuk Indonesia meliputi Belanda, Perancis, Amerika Serikat,
Arab Saudi, Kanada, Taiwan, Cina, Jepang, Belgia, Malaysia, Korea Selatan,
Inggris, Singapura, Selandia Baru, Srilangka dan Brunei Darussalam.
Para pelaku usaha pengolahan kerupuk olahan udang memiliki cara yang
berbeda-beda dalam memasarkan hasil produknya baik secara hasil penelitian
Tresnaprihandini (2006) bahwa para pengrajin kerupuk udang dan ikan
melakukan kerjasama dengan Disperindag Propinsi Jawa Barat agar produk
diikutsertakan dalam berbagai pameran baik skala lokal, regional, maupun
internasional (ke Negara Arab Saudi). Namun ada juga yang hanya menjual
produknya di pasar dalam negeri seperti Kalimantan, Sumatra, dan wilayah di
pulau konsumen dapat datang langsung ke lokasi pengolahan kerupuk atau pelaku
usaha menyetor produk ke pasar atau pelanggan (Kusrina 2011). Sedangkan hasil
penelitian Prasetyo dan Mukson (2003) pelaku usaha memasarkan produk
kerupuk petis hanya pada tingkat kecamatan yang ada di wilayah Kendal dan
Kabupaten yang berbatasan dengan wilayah Kendal.

Investasi UMKM
Perkembangan jumlah UMKM selama periode 2003 sampai 2005
menunjukkan pertumbuhan rata-rata 5.41 persen atau tumbuh 1.15 juta unit setiap
tahunnya, yakni dari 42.40 juta unit menjadi 43.71 juta unit dan terus meningkat
menjadi 44.69 juta unit pada tahun 2005 (Rafinaldy 2006). Menurut Rafinaldy
(2006) perkembangan tersebut jumlah UMKM berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan investasi UMKM pertahunnya. Pertumbuhan investasi pada skala
usaha mikro dan kecil sebesar 45.33 persen dan pada skala usaha menengah
sebesar 45.96 persen setiap tahunnya. Hal ini menjadikan perkembangan investasi
memberi harapan yang baik pada skala usaha mikro, kecil, dan menengah.
Secara umum, UMKM sendiri memiliki akses yang terbatas pada berbagai
sumberdaya seperti modal, teknologi, informasi, serta pasar. Dalam hal pendanaan,
produk jasa lembaha keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja,
sedangkan untuk kresit investasi sangat terbatas (Rafinaldy 2006). Hal ini
menjadikan UMKM sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun
mengembangkan produk-produk yang bersaing karena perbankan sendiri memiliki
persyaratan pinjaman yang tidak mudah meskipun usaha tersbut tergolong layak
karena menurut pandangan pihak perbankan bahwa investasi pada UMKM masih
berisiko tinggi.
Menurut Marcellina et al. (2012) solusi yang dapat digunakan untuk usaha
berskala mikro, kecil dan menengah adalah memalui kredit mikro melalui
koperasi. Hasil menunjukkan bahwa adanya penelitian mengenai perkembangan
sebuah usaha mikro antara sebelum dan sesudah memperoleh kredit mikro dari

7
Koperasi Enkas Mulia di Kota Semarang mengalami peningkatan sebesar 108
persen. Kemudahan dalam permohonan kredit serta pemberia dana pinjaman dari
koperasi tersebut menjadikan perkembangan usaha mikro meningkat jumlahnya.

Metode Penelitian Kelayakan
Metode pemilihan lokasi penelitian analisis kelayakan yang dilakukan oleh
penelitian sebelumnya Oktafiyani (2009), Kusrina (2011), Tresnaprihandini
(2006) adalah secara sengaja (purposive). Jenis dan sumber data yang digunakan
oleh seluruh peneliti tersebut merupakan data primer dan sekunder.
Penelitian yang dilakukan mengenai analisis kelayakan usaha sangatlah
penting dilakukan karena biaya investasi yang besar dan selalu berkaitan dengan
adanya risiko yang dihadapi sehingga sebelum menjalankan usaha perlu
dilakukannya kajian apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk dijalankan.
Penelitian analisis kelayakan usaha menggunakan analisis aspek non finansial dan
aspek finansial serta analisis risiko dalam bisnis. Dalam aspek finansial diperlukan
adanya analisis keriteria investasi yakni : 1) NPV, 2) Net Benefit-Cost Ratio, 3)
Internal Rate of Return, 4) Payback Period. Sedangkan untuk analisis risiko
bisnis menurut Nurmalina et al. (2014) dapat digunakan berbagai cara yakni
analisis sensitivatas, analisis nilai pengganti (switching value), dan analisis
skenario. Pada Septiani (2009) dan Kusrina (2011) menggunakan NPV, Net B/C,
IRR, dan Payback Period untuk menganalisis aspek finansial. Hasil penelitian
Sarwanto (2011) memberikan penambahan dalam analisis finansial berupa Harga
Pokok Produksi (HPP) dan Break Even Point (BEP).
Perbedaan terletak pada penggunaan alat analisis risiko dalam bisnis. Pada
penelitian Oktafiyani (2009) menggunakan dua analisis yaitu analisis sensitivitas
dan analisis nilai pengganti. Pada penelitian Sarwanto (2011) hanya menggunakan
analisis nilai pengganti. Kusrina (2011) dan Septiani (2009) hanya menggunakan
analisis sensitivitas.
Pada penelitian aspek non finansial mengkaji dari beberapa aspek mulai dari
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi,
dan budaya serta aspek lingkungan. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil
penelitian Kusrina (2011). Sedangkan pada hasil penelitan Septiani (2009) tidak
ada aspek hukum, aspek ekonomi dan budaya.
Beberapa peneliti yang mengkaji mengenai analisis kelayakan usaha
kerupuk diantaranya ialah Kusrina (2011), Oktafiyani (2009), Widyastono (2006),
dan Permana (2010). Penelitan mengenai aspek pasar umumnya mengkaji tentang
bauran pemasaran (marketing mix) kerupuk yaitu product, place, price, dan
promotion. Penelitian aspek teknis mengkaji mengenai lokasi usaha, skala usaha,
layout, pengadaan input, serta proses produksi kerupuk. Aspek manajemen dan
hukum meliputi bentuk badan usaha, perizinan, struktur organisasi, sistem upah,
serta deskripsi kerja. Aspek sosial, ekonomi, dan budaya mengkaji mengenai
dampak terhadap lingkungan sekitar atau hubungan dengan masyarakat sekitar
usaha pengolahan kerupuk. Aspek lingkungan mengkaji tentang dampak terhadap
lingkungan alam akibat adanya usaha yang dijalankan.

8
Struktur Biaya
Setiap kegiatan produksi yang dijalankan oleh perusahaan tidak terlepas
dari biaya. biaya yang dikeluarkan tidaklah sama melainkan kebutuhan biaya
tersebut bergantung pada jenis usaha yang dijalankan. Keuntungan yang didapat
sebuah perusahaan akan diketahui apabila analisis biaya dilakukan dengan tepat
dan akurat. Secara umum, biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
mengurangi tujuan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2014) komponen biaya
tersebut pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya
tak terduga, serta sunk cost . Namun, dalam penyusunan ke dalam arus kas, biaya
digolongkan menjadi biaya investasi, biaya operasional (terdiri dari biaya variabel
dan biaya tetap), pembayaran bunga dan modal pinjaman, serta pajak.
Pada usaha kerupuk rambak kulit sapi dan kulit kerbau merupakan usaha
perorangan yang modalnya berasal dari modal sendiri sehingga dalam penyusunan
arus kas tidak mencantumkan bunga dan modal pinjaman (Oktafiyani 2009).
Selain itu pada pengembangan usaha kerupuk perusahaan Ichtiar juga
menggunakan modal sendiri (Permana 2010). Pada kedua penelitian tersebut
memiliki struktur biaya yang sama yakni terdapat biaya investasi, biaya
operasional, serta pembayaran pajak. Pajak sendiri memiliki kebijakan yang
berbeda tergantung pada daerah penelitan masing-masing. Menurut
Prodjosoehardjo dalam Tresnaprihandini (2006) menyatakan bahwa perusahaan
perorangan umumnya modal perusahaan merupaka modal sendiri namun tidak
menutup kemungkinan menggunakan modal pinjaman. Tidak adanya pemisah
antara modal bunga dan upah tenaga karena dalam kasus perusahaan perorangan
ini pemimpin juga sebagai pemilik sendiri jadi tidak dapat diterapkan berapa gaji
sebagai pemimpin dan berapa bunga modal yang digunakan.
Menurut Mulyadi (1993) biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak
mengalami perubahan dalam kisaran volume kegiatan. Banyak atau sedikit jumlah
produksi atau penjualan yang dilakukan oleh perusahaan tidak akan
mempengaruhi jumlah biaya dalam periode tertentu (Nurmalina et al. 2014).
Contoh biaya tetap adalah premi asuransi, gaji dan jaminan sosial, serta biaya
overhead (telepon, listrik, air, alat tulis, pajak, biaya reparasi).

Kelayakan UMKM Pengolahan Pangan
Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha pengolahan kerupuk
walaupun dengan permasalahan yang berbeda cenderung menunjukkan hasil yang
meyatakan bahwa usaha pengolahan kerupuk layak untuk dijalankan. Penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bahwa analisis kelayakan usaha pengolahan
kerupuk Perusahaan Kerupuk Cap Dua Gajah Indramayu layak untuk dijalankan
(Kusrina 2011), penelitian lainnya menyatakan analisis kelayakan pembuatan
kerupuk rambak kulit sapi dan kulit kerbau layak untuk dijalankan (Oktafiyani
2009), dan penelitian mengenai analisis kelayakan pengembangan usaha kerupuk
Perusahaan Ichtiar juga layak untuk dijalankan. (Permana 2010) .
Hasil dari analisis sensitivitas secara keseluruhan mengarah pada
perubahan harga bahan baku, volume produksi serta perubahan untuk usaha
pengolahan kerupuk . Pada penelitian Kusrina (2011), analisis sensitivitas

9
digunakan untuk melihat sensitivitas perubahan variabel maksimum dalam
pendirian usaha pengolahan kerupuk pada perusahaan Cap Dua Gajah seperti
perubahan harga tepung tapioka, perubahan harga ikan/udang. Sedangkan pada
penelitian Permana (2010) variabel yang digunakan bukan hanya satu variabel
bahan baku melainkan seluruh bahan baku.
Dari ke-7 penelitian terdahulu memberikan gambaran pada penelitian
penulis yang berjudul analisis kelayakan usaha pengolahan kerupuk petis di
Kabupaten Kendal. Analisis tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi biaya yang
dikeluarkan serta manfaat yang diterima selama usaha tersebut berjalan. Hasil
tersebut diolah kembali untuk mendapatkan hasil analisis laba rugi. Selanjutnya
akan dianalisis kembali pada bagian cashflow untuk memperlihatkan seluruh
investasi yang diperlukan dalam mendirikan usaha pengolahan kerupuk petis.
Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah
penggunaan alat analisis mengenai kriteria investasi sepert Net Present Value, Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point
(BEP), dan Payback Period. Selain itu, digunakannya analisis switching value
untuk mengukur risiko yang dihadapi perusahaan. Kelayakan non finansial
menganalisis dari segi aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosialekonomi-budaya, serta lingkungan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Studi Kelayakan Bisnis
Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut
dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan
memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang akan
dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar 2003). Bisnis adalah suatu kegiatan yang
mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil/benefit dan
secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan,
pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit (Nurmalina et al. 2014). Sehingga
studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau
tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir dan Jakfar 2003).
Gittinger (1986) mengungkapkan bahwa kegiatan pertanian merupakan
suatu kegiatan investasi uang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barangbarang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaatmanfaat setelah beberapa periode waktu. Senada hal itu, Gray et al (1992)
menyatakan kegiatan investasi sebagai kegiatan yang dapat direncanakan dan
dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber tersebut dapat berbentuk barangbarang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga
kerja dan waktu. Sedangkan benefit dapat berbentuk tingkat konsumsi yang lebih
besar, penambahan kesempatan kerja, perbaikan tingkat pendidikan atau
kesehatan dan perubahan/perbaikan suatu sistem atau struktur.

10
Suliyanto (2010) studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilakasanakan
atau tidak. Sebuah ide bisnis dikatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut
mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stakeholeder)
dibandingkan dampak negative yang ditimbulkan. Dalam arti sempit, keberhasilan
ini ditafsirkan sebagai manfaat ekonomis. Jika penelitian dari investasi yang
dilakukan memberikan manfaat bagi pelaku investasi maka pelaku akan
menjalankan kegiatan investasi tersebut. Sebaliknya, jika kerugian yang
dihasilkan dari investasi ini, maka kegiatan ini akan ditinggalkan (Husnan dan
Muhammad 2000). Tujuan dilakukannya analisis usaha adalah 1) untuk
mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu usaha,
2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari
pelaksanaan usaha yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap
peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif usaha yang
paling menguntungkan, 4) menentukan prioritas investasi (Husnan dan
Muhammad 2000).

Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis
Menurut Nurmalina et al. (2014) secara umum aspek-aspek yang diteliti
dalam studi kelayakan proyek meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek ekonomi, sosial, dan budaya, aspek lingkungan
serta aspek finansial (keuangan). Setiap aspek untuk dikatakan layak harus
memiliki suatu standar tertentu dan penilaian tidak hanya dilakukan hanya pada
satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada
seluruh aspek yang akan dinilai. Dengan kata lain, masing-masing aspek tidak
berdiri sendiri tetapi saling ebrkaitan satu sama lain. Bila suatu bisnis ada salah
satu aspek yang kurang memenuhi kriteria maka perlu diberikan beberapa saran
perbaikan sehingga memenuhi kriteria yang layak. Selain menganalisis kriteria
investasi yang telah disebutkan di atas, dalam pengeloalaan bisnis juga dianalisis
mengenai kriteria tambahan. Kriteria tersebut yaitu Break Even Point (BEP) dan
analisis switching value.
a.
Aspek pasar
Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek
yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh
proyek tersebut dan jika pasar yang dituju tidak jelas, prospek usaha ke depan pun
tidak jelas, maka risiko kegagalan usaha menjadi besar. Menurut Nurmalina et al.
(2014) aspek pasar mempelajari tentang:
1.
Permintaan
Permintaan adalah keinginan yang didukung oleh daya beli atau akses untuk
membeli (Husein 2005). Hal ini berarti bahwa permintaan akan terjadi
apabila didukung oleh daya kemampuan yang dimiliki konsumen untuk
membeli serta adanya akses untuk memperoleh barang dan jasa yang
ditawarkan. Dalam permintaan juga perlu merinci secara total mengenai
daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai serta memperkirakan
tentang proyeksi permintaan tersebut (Nurmalina et al. 2014).

11
2.

Penawaran
Secara umum, penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan
produsen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Faktor
yang dapat mempengaruhi penawaran suatu barang atau jasa antara lain
harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan
substitusi atau komplementer, teknologi, harga input, tujuan perusahaan,
atau akses (Husein 2005).
3.
Harga
Harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk
mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian
jasa (Suliyanto 2010). Menurut Nurmalina et al. (2014) menjelaskan bahwa
perlu dilakukannya perbandingan dengan barang-barang impor, produksi
dalam negeri lainnya sehingga dapat terlihat adanya kecenderungan pola
perubahan harga dan bentuk polanya.
4.
Program pemasaran
Program pemasaran meliputi empat aspek bauran pemasaran (marketing
mix) yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi
(promotion). Selain itu, adanya identifikasi siklus kehidupan produk
(product life cycle) sehingga perusahaan dapat mengetahui pada tahap apa
produk yang akan dibuat (Nurmalina et al. 2014).
5.
Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan.
Pangsa pasar (market share) merupakan proporsi dari keseluruhan pasar
potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan.
Pasar potensial adalah keseluruhan jumlah produk atau sekelompok produk
yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu pada suatu periode tertentu.
Dalam hal ini, meliputi variabel yang dapat dikontrol oleh calon investor,
yaitu marketing mix, dan kemampuan manajemen lainnya, serta variabel
yang tidak dapat dikontrol oleh calon investor (Husnan dan Muhammad
2000).
b.
Aspek Teknis
Analisis secara teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang dan jasa. Kerangka kerja proyek harus dibuat secara
jelas agar analisis secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain
dari analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat
dilakukan (Gittinger 1986). Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan
dengan pembangunan bisnis secara teknis dan pengorganisasiannya setelah bisnis
tersebut selesai dibangun (Nurmalina et al. 2014). Aspek ini bertujuan untuk
meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi perencanaan yang telah
dilakukan dapat dilaksanakan secara layak atau tidak (Husnan dan Muhammad,
2000). Adapun beberapa faktor yang diperlukan dalam menilai aspek teknis ini
yaitu lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, tata letak (layout) (Nurmalina
et al. 2014)
Lokasi usaha untuk perusahaan indsutri mencakup dua pengertian yakni
lokasi dan lahan pabrik serta lokasi untuk bukan pabrik. Pengertian kedua
menunjuk pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan
dengan proses produksi, yakni meliputi lokasi bangunan administrasi perkantoran
dan pemasaran. Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi
untuk mencapai keuntungan yang optimal. Penentuan luas produksi sangatlah

12
penting apabila perusahaan menghasilkan berbagai macam produk dan
berproduksi untuk pasar. Sementara untuk perusahaan yang terbakukan produk
karena peralatan dan mesin menjadi tidak penting dalam penentuan luas produksi.
Tata letak (layout) atau disebut juga tata ruang merupakan keseluruhan proses
penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu
perusahaan yang mencangkup layout site (layout lahan lokasi bisnis), layout
pabrik, layout bangunan bukan pabrik, dan fasilitas-fasilitasnya. Proses produksi
memiliki tiga jenis proses yaitu 1) proses produksi yang terputus-putus, 2) kontinu,
dan 3) kombinasi (Nurmalina et al. 2014).
c.
Aspek Manajemen dan Hukum
Husnan dan Muhammad (2000) menyebutkan pengkajian aspek manajeman
pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan struktur organisasi yang ada.
Bisnis yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang
profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan
mengendalikannya agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan
struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya.
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan
bisnis dan manajemen dalam masa operasi (Nurmalina et al. 2014).
1.
Manajemen dalam Masa Pembangunan Bisnis
Manajemen bisnis harus dapat menyusun rencana pelaksanaan proyek
dengan mengkoordinasikan berbagai aktivitas atau kegiatan proyek dan
penggunaan sumberdaya agar secara fisik proyek dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen masa
pembangunan proyek, yaitu pelaksana bisnis tersebut, jadwal penyelesaian
bisnis, dan pihak yang melakukan studi masing-masing aspek.
2.
Manajemen dalam Operasi
Manajemen ini meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih,
struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, anggota direksi, dan
tenaga kunci serta jumlah tenaga kerja yang akan digunakan.
d.
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar
bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat
keseluruhan (Nurmalina et al. 2014). Pada aspek sosial yang dipelajari adalah
penambahan kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran.
Berkaitan dengan hal tersebut, Husein (2005) menyatakan hendaknya usaha juga
memiliki manfaat seperti melaksanakan alih teknologi, meningkatkan mutu hidup,
dan pengaruh positif terhadap masyarakat sekitar.
Sementara dari aspek ekonomi suatu usaha dapat memberikan peluang
peningkatan pendapatan masyarakat sekitar, pendapatan asli daerah (PAD),
pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Perubahan dalam
teknologi atau peralatan mekanis dalam usaha dapat secara budaya mengubah
jenis pekerjaan yang dilakukan masyarakat (Nurmalina et al. 2014).
e.
Aspek Lingkungan
Aspek ini memepertimbangkan tentang dampak yang terjadi terhadap
lingkungan sekitar apabila adanya suatu bisnis. Analisis terhadap aspek
lingkungan berkenaan dengan
implikasi yang lebih luas, apakah usaha
menciptakan lingkungan yang semakin baik atau semakin rusak (Nurmalina et al.
2014).

13
Husein (2005) studi aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan
apakah secara lingkungan hidup, misalnya dari sisi udara, dan air, rencana usaha
diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. Misalnya adanya
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) agar kualitas lingkungan
tidak rusak dengan berdirinya sebuah usaha.
f.
Aspek Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya
dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama
umur proyek (Husnan dan Muhammad 2000). Penelitian dalam aspek finansial
dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dihitung dan berapa besar
biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Kemudian juga meneliti seberapa besar
pendapatan yang akan diterima jika proyek dijalankan. Penelitian ini meliputi
lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan proyek, dan
tingkat suku bunga yang berlaku.
Menurut Husein (2005), analisis aspek keuangan bertujuan untuk
menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti
halnya ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar
kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan, dan menilai apakah
proyek akan dapat berkembang terus. Dalam pengkajian aspek finansial
diperhitungkan besarnya dana yang diperlukan, sumber pendanaan keuntungan
yang didapatkan dan dampaknya bagi perekonomian (Nurmalina et al. 2014).

Konsep Nilai Waktu Uang
Studi kelayakan bisnis bukan hanya menjelaskan mengenai perbedaan
jumlah dari biaya dan manfaat, tetapi waktu dibayarkan dan diterima juga bisa
berbeda selama umur bisnis (Nurmalina et al. 2014). Membandingkan besar biaya
dan manfaat sama pentingkknya dengan menilai waktu terdjainya biaya yang
dikeluarkan dan manfaat yang diterima karena adanya pengaruh waktu terhadap
nilai uang (time value of money). Tidak hanya berlaku pada investasi melainkan
segala tindakan yang melibatkan suatu nilai uang. Menurut Nurmalina et al.
(2014) alasan mengenai adanya konsep nilai waktu uang adalah adanya inflasi,
konsumsi, dan produktivitas. Konsep ini diterapkan pada perhitungan diskonto
yang artinya bahwa pada teknik ini dapat menurunkan manfaat yang diperoleh
pada masa yang akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa biaya
sekarang (Gittinger 1986)

Arus Kas (Cahsflow)
Aliran kas (cash flow) merupakan istilah dari aliran penerimaan dan
pengeluaran dalam usaha . Menurut Nurmalina et al. (2014) aliran kas (cash flow)
yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi posisi/kondisi kas pada suatu
periode tertentu dan cash flow menjadi bagian penting yang harus diperhatikan
oleh manajemen, investor, konsultan, dan stakeholder
lainnya untuk
memperhitungkan kelayakan berdasarkan kriteria kelayakan investasi. Laporan ini

14
juga menyediakan dasar untuk menilai kemapuan perushaan membayar utangnya
yang jatuh tempo (Carl et al. 2006). Menurut Carl et al. (2006) laporan arus kas
melaporkan arus kas melalui tiga jenis aktivitas, yakni :
1.
Arus kas dari aktivitas operasi
Arus kas dari transaksi yang mempengaruhi laba bersih. Contoh-contoh
semacam itu mencakup pembelian dan penjualan barang dagangan oleh
pengecer.
2.
Arus kas dari aktivitas investasi
Arus kas dari transaksi yang mempengaruhi investasi dalam aktiva tidak
lancar. Contoh-contoh transaksi meliputi penjualan dan pembelian aktiva
tetap, seperti peralatan dan bangunan.
3.
Arus kas dari aktivitas pendanaan
Arus kas dari transaksi yang mempengaruhi ekuitas dan utang perusahaan.
Contoh-contoh transaksi seperti itu meliputi penerbitan atau penarikan
sekuritas atau efek ekuitas dan utang.
Suatu arus kas menurut Nurmalina et al. (2014) terdiri atas beberapa unsur,
yakni :
1.
Inflow atau arus penerimaan, dimasukkan setiap komponen yang merupakan
pemasukan dalam usaha . Komponen tersebut t=yang masuk ke dalam
inflow terdiri dari a) Nilai produksi total, b) Penerimaan pinjaman, c) Grants
(Bantuan-bantuan), d) Nilai sewa, dan e) Salvage value.
2.
Outflow merupakan aliran yang menunjukkan pengurangan kas, akibat
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha baik pada
saat di awal pendirian maupun pada saat tahun berjalan. Komponenkomponen yang terdapat dalam outflow, diantaranya adalah: biaya investasi,
biaya produksi, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, tanah, bahan-bahan,
debt service (bunga dan pinjaman pokok), dan pajak.
3.
Manfaat bersih merupakan selisih antara nilai inflow dengan outflow.

Analisis Laporan Laba Rugi
Menurut Nurmalina et al. (2014) laporan laba rugi merupakan gambaran
kinerja perusahaan dengan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode
tertentu. Lapora