Penentuan Lokasi Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi

4.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota di Kecamatan Banyuwangi

4.2.1 Kriteria Pemilihan Lokasi Hutan Kota

Kawasan hutan kota yang ada di Indonesia saat ini sebagian besar tidak dibangun dari “nol” melainkan dengan mekanisme penunjukan suatu kawasan tertentu yang telah memiliki tegakan pohon. Hal tersebut dikarenakan hutan kota merupakan ilmu yang baru di Indonesia sehingga panduan teknis untuk pembangunan hutan kota masih belum ada di Indonesia. Dasar kebijakan yang berkaitan dengan hutan kota sebenarnya sudah dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, namun dalam peraturan pemerintah tersebut tidak terdapat ketentuan teknis untuk membangun kawasan/lokasi hutan kota. Hal tersebut berbeda, misalnya dalam penentuan kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan pariwisata, pertanian, kawasan pertambangan, kawasan perdagangan & jasa dan kawasan hutan produksi dimana kriteria teknisnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya atau seperti dalam Keppres Nomor

32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan Lindung yang memuat kriteria teknis penentuan kawasan lindung. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Banyuwangi mengasumsikan bahwa di daerah tersebut belum terdapat/dibangun hutan kota dan daerah tersebut ingin membangun suatu hutan kota dari “nol” yang diawali dengan penentuan lokasi hutan kota. Kriteria penentuan lokasi hutan kota dibuat dari turunan fungsi- fungsi yang dihasilkan oleh hutan kota sehingga nantinya manfaat dari hutan kota dapat dirasakan secara optimal. Penelitian mengasumsikan bahwa hutan kota merupakan suatu kawasan hutan yang berada pada suatu kawasan perkotaan, artinya hutan kota akan memiliki interaksi yang intensif dengan keberadaan manusia. Pembangunan hutan kota sebaiknya menampilkan fungsi yang dapat dirasakan oleh manusia atau fungsi yang dilihat dari sudut pandang manusia sedangkan fungsi ekologi merupakan fungsi ikutan yang melekat pada hutan kota. PP No.63 Tahun 2002 tentang hutan kota menyatakan bahwa “rencana pembangunan hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat”.

Penelitian dilakukan dengan menetapkan beberapa kriteria untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi, antara lain : suhu permukaan, jenis tanah, kemiringan lahan (slope) dan jarak dari pemukiman (buffer pemukiman). Setiap kriteria tersebut nantinya akan dibagi lagi menjadi beberapa kelas dan setiap kelas nantinya akan diberi bobot skor tertentu. Kombinasi dari beberapa kelas akan menghasilkan nilai maksimal dan nilai minimal, nilai tersebut nantinya akan digunakan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi.

4.2.1.1 Suhu Permukaan

Salah satu fungsi hutan kota adalah menstabilkan suhu permukaan bumi sehingga suhu permukaan bumi menjadi nyaman. Pengertian suhu nyaman yang digunakan dalam penelitian adalah standar suhu nyaman bagi manusia. Oleh karena itu, penelitian mengklasifikasikan suhu permukaan Kecamatan Banyuwangi sesuai dengan standar yang digunakan Indonesia (standar

ANSI/ASHRAE 55-1992) yang merekomendasikan suhu nyaman 22.5 o -26 C,

atau disederhanakan menjadi 24 o C±2 C, atau rentang 22 C-26 C.

C tersebut dijadikan acuan dalam menentukan lokasi hutan kota. Analisis Citra Landsat 7 ETM di Kecamatan Banyuwangi mengkalsifikasikan suhu permukaan menjadi 3

Standar suhu nyaman yang berkisar antara 22 o C hingga 26

kelas, antara lain: dibawah nyaman (< 22 o C), nyaman (22 C-26

C) dan diatas nyaman (> 26 o C). Dalam penentuan lokasi hutan kota, areal yang memiliki suhu

tidak nyaman (< 22 o C atau > 26

C) merupakan areal yang lebih diutamakan untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota dibandingkan areal yang telah

memiliki suhu yang nyaman (22 o C-26 C). Asumsi penentuan lokasi tersebut adalah kawasan hutan kota diharapkan mampu merubah area yang memiliki suhu

tidak nyaman menjadi area yang memiliki suhu yang nyaman.

4.2.1.2 Kemiringan Lereng (Slope)

Setiap peruntukan kawasan memiliki kriteria teknis tertentu yang berkaitan dengan kemiringan lereng. Kriteria kemiringan lereng tersebut berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lain, biasanya tergantung dari fungsi yang ingin diperoleh dari kawasan tersebut. Kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan

hutan lindung menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih. Kriteria kelerengan lahan untuk kawasan hutan lindung tersebut berbeda apabila kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan terbangun, Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menyatakan bahwa kesesuaian kemiringan lereng untuk bangunan diklasifikasikan menjadi 3, yaitu : baik (0-8%), sedang (8-15%) dan buruk (>15%).

Hutan kota merupakan suatu kawasan hutan yang berada di wilayah perkotaan. Fungsi konservasi dan fungsi lindung merupakan fungsi yang ingin didapatkan dari pembangunan hutan kota, tetapi karena lokasi hutan kota berada di perkotaan maka kesesuaian, kemudahan pembangunan serta fungsi yang berkaitan dengan manusia juga harus dipertimbangkan. Kriteria kemiringan lereng untuk penentuan lokasi hutan kota yang digunakan dalam melakukan penelitian di Kecamatan Banyuwangi didasarkan atas penyesuaian antara kriteria kemirinagan lereng untuk kawasan lindung dan kriteria kemiringan lereng untuk bangunan. Penyesuaian kriteria kemiringan lereng tersebut bertujuan agar tapak mudah untuk diolah (dimanipulasi) namun tapak tetap memiliki fungsi lindung

Klasifikasi kemiringan lereng untuk membangun hutan kota di Kecamatan Banyuwangi dibagi menjadi tiga, antara lain : lokasi dengan kemiringan lereng > 15% merupakan lokasi yang sangat direkomendasikan untuk dibangun hutan kota, lokasi dengan kemiringan lereng 8-15% merupakan prioritas kedua dalam pembangunan hutan kota dan lokasi dengan kemiringan lereng 0-8% merupakan lokasi yang kurang direkomendasikan untuk dibangun hutan kota.

4.2.1.3 Jarak dari Pemukiman

Indonesia sebenarnya tidak memiliki standar untuk menentukan lokasi hutan kota berdasarkan jarak dari pemukiman. Atas berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya pada pembuatan peta jarak dari pemukiman, maka parameter jarak dari pemukiman digunakan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian dilakuakan dengan mengkalsifikasikan j arak dari pemukiman di Kecamatan Banyuwangi menjadi 3 kelas, yaitu : jarak 0-400 m dari pemukiman, jarak 400-800 m dari pemukiman

dan > 800 m dari pemukiman. Penelitian mengasumsikan bahwa interaksi

masyarakat perkotaan dengan hutan kota kemungkinan akan tinggi apabila lokasi hutan kota yang dibangun mudah dijangkau atau diakses oleh masyarakat perkotaan atau dengan kata lain, semakin dekat jarak hutan kota dengan pemukiman maka manfaat hutan kota akan semakin dirasakan oleh masyarakat perkotaan. Lokasi yang memiliki jarak 0-400 m dari pemukiman merupakan lokasi yang menjadi prioritas utama untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi. Lokasi yang memiliki jarak 400-800 m dari pemukiman merupakan prioritas kedua untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi, sedangkan lokasi yang memiliki jarak > 800 m dari pemukiman merupakan prioritas terakhir untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi.

4.2.1.4 Jenis Tanah

Hutan kota adalah sebuah kawasan hutan yang berada di wilayah perkotaan, sehingga fungsi konservasi dan fungsi lindung merupakan fungsi yang ingin didapatkan dari pembangunan hutan kota. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyatakan bahwa kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah.

Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990, maka salah satu fungsi lindung tersebut berkaitan dengan jenis tanah. Jenis tanah merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penelitian untuk menentukan lokasi hutan kota terutama yang berkaitan dengan sifat tanah. Sifat tanah yang dipertimbangkan dalam penelitian yang dilakukan di Kecamatan Banyuwangi adalah sifat tanah yang berkaitan dengan kestabilan tanah terhadap erosi dan kemampuan drainase tanah. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriterian Teknis Kawasan Budi Daya mengelompokkan jenis tanah berdasarkan tingkat kepekaan terhadap erosi menjadi 5 kelas tanah, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jenis tanah berdasarkan tingkat kepekaan terhadap erosi

Kelas

Kepekaan tanah

Kelompok jenis tanah

terhadap erosi 1 Aluvial, tanah glei, planossol, hidromorf kelabu, literite air tanah

Tidak peka 2 Latosol

Agak peka 3 Brown forest soil, non calcic

Kurang peka 4 Andosol, laterictic gromusol, podsolik

Peka 5 Regosol, litosol, organosol, renzine

Sangat peka

Sedangkan kemampuan drainase tanah dapat dilihat dari warna tanah. Tabel 10 menjelaskan beberapa arti warna tanah terhadap sifat tanah (Rachim & Suwardi 2002). Tabel 10 Arti warna terhadap sifat tanah

Warna Tanah

Sifat Tanah Ca-karbonat, gypsum, garam, turunan bahan induk marl/batuan

Putih

putih lain

Kelabu Putih Kuarsa, kaolin, karbonat, gypsum, garam, besi fero Kelabu pucat

Besi dan bahan organik rendah; tanah pasir cenderung kuarsa Kelabu kebiruan/kehijauan

Gleisasi, drainase buruk-sangat buruk, air tergenang, besi fero Kelabu

Jenuh air dominan, drainase buruk, besi fero

Coklat-coklat pucat- Variasi proporsi bahan organik dan besi oksida, drainase baik coklat hitam

Besi oksida hidrat, Al oksida, kelambaban relative tinggi, lereng Kuning agak cembung, drainase baik,fisiografi pengangkatan baru

Besi oksida anhidrat, kelembaban relative rendah, drainase dan Merah

aerasi baik, lereng relatif cembung, bahan induk basik-ultra basik, fisiografi pengangkatan tua Bahan induk ultrabasik, besi oksida anhidrat (hematite dan

Merah gelap magnetit), drainase dan aerasi baik, struktur granular, kesuburan sangat rendah Bahan organik tinggi, senyawa Mn, magnetit, arang, struktur

Gelap-hitam

granular, relative subur

Penelitian mengasumsikan bahwa pembangunan hutan kota dapat meningkatkan kualitas tanah di kawasan tersebut sehingga tanah menjadi lebih tahan terhadap erosi dan kemampuan tanah dalam menyerap air meningkat (meningkatkan kemampuan drainase tanah). Jika kestabilan tanah terhadap erosi dan kemampuan drainase tanah merupakan pertimbangan utama dalam menentukan lokasi

hutan kota, maka kawasan yang memiliki jenis tanah yang mudah tererosi dan memliki drainase buruk merupakan kawasan yang menjadi prioritas utama dalam pembangunan hutan kota karena diharapkan dengan adanya hutan kota maka kondisi tanah di daerah tersebut lebih stabil. Kecamatan Banyuwangi memiliki 4 jenis tanah, antara lain

:asosiasi aluvial, asosiasi latosol, latosol coklat kemerahan dan (kompleks brown forest soil, litosol mediteran). Kawasan yang memiliki jenis tanah Komplek brown forest soil ,litosol mediteran merupakan kawasan yang paling diutamakan dalam pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi karena jenis tanah tersebut memiliki kemampuan drainase yang buruk dan lebih mudah tererosi apabila dibandingkan dengan jenis tanah lainnya ( asosiasi aluvial, asosiasi latosol dan latosol coklat kemerahan) .

4.2.2 Skoring untuk Menentukan Lokasi Hutan Kota

Skoring merupakan kegiatan pemberian nilai tertentu terhadap kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Pemberian nilai pada masing-masing kelas

43

yang dibuat berbeda antara satu kelas dengan kelas yang lainnya. Skoring merupakan tahapan sebelum melakukan proses overlay. Proses overlay akan menghasilkan prioritas lokasi untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi. Nilai dari setiap kriteria disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai untuk setiap kriteria penentuan lokasi hutan kota

No. Kriteria

Kelas

Skor

1. Suhu > 26 o C3 < 22 o C2

22 o C-26 o C1 2. Kemiringan lahan (slope)

3. Jarak dari pemukiman

0-400 m

400-800 m

> 800 m

4. Jenis tanah

Kompleks brown forest soil, litosol mediteran

Asosiasi latosol

Latosol coklat kemerahan

Asosiasi alluvial

Kombinasi dari kelima kriteria tersebut akan menghasikan skor maksimal sebesar 13 dan skor minimal sebesar 4. Nilai maksimal dan minimal akan dibagi menjadi 3 selang, yaitu : antara skor ≥ 4 sampai skor < 7, antara skor ≥ 7 sampai < 10 dan antara skor ≥ 10 sampai skor 13.

Skor tersebut dijadikan acuan untuk menentukan lokasi hutan kota di Kecamatan Banyuwangi. Berdasarkan tingkat prioritas lokasi untuk pembangunan area hutan kota, Kecamatan Banyuwangi akan dibagi menjadi tiga kelas tingkat prioritas lokasi, yaitu: prioritas pertama (area dengan skor antara ≥ 10 sampai 13), prioritas kedua (area dengan skor antara ≥ 7 sampai < 10), dan prioritas ketiga (area dengan skor antara ≥ 4 sampai < 7). Hasil proses overlay peta menunjukkan bahwa 5,494% wilayah Kecamatan Banyuwangi memiliki kelas prioritas pertama untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan kota. Proses overlay peta menghasilkan data yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Kelas prioritas lokasi untuk pengembangan kawasan hutan kota

No. Kelas Kesesuaian Lahan

Luas area (Ha)

Persen area (%)

1 Prioritas pertama

303,466

5,494

2 Prioritas kedua

2.527,465

45,762

3 Prioritas ketiga

2.692,175

48,744

Total 5.523,106 100%

45

4.2.3 Kriteria Tambahan untuk Menentukan Lokasi Hutan Kota

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian dilakukan dengan mengkalsifikasikan penutupan lahan di Kecamatan Banyuwangi menjadi 5 kelas tutupan lahan, yaitu: areal terbangun/pemukiman, persawahan, perkebunan, lahan terbuka dan tambak. Areal tidak terbangun merupakan lokasi yang lebih direkomendasikan untuk membangun hutan kota dibandingkan areal terbangun. Lahan terbuka merupakan kelas tutupan lahan yang paling direkomendasikan untuk pembangunan hutan kota. Pemilihan areal tidak terbangun sebagai lokasi yang direkomendasikan sebagai areal pembangunan hutan kota didasarkan atas pertimbangan bahwa jika ingin membangun hutan kota dari “nol” maka areal terbangun membutuhkan manipulasi lanskap (misalnya menghilangkan bangunan yang telah ada) sehingga memerlukan biaya ekstra bila dibandingkan dengan areal tidak terbangun.

Prioritas tutupan lahan utama untuk pembangunan hutan kota di Kecamatan Banyuwangi adalah kelas berupa lahan terbuka, sedangkan areal terbangun merupakan prioritas terakhir dalam pembangunan hutan kota. Kelas tutupan lahan tersebut diberi skor sebelum kembali di overlay dengan peta prioritas lahan yang telah dibuat sebelumnya agar mempermudah proses analisis. Skor untuk kelas tutupan lahan, antara lain : lahan terbuka (skor 5), persawahan

(skor 4), perkebunan (skor 3), tambak (skor 2) dan pemukiman (skor 1).