MUATAN KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN, RENCANA DAN/ATAU PROGRAM (KRP)
3.3. MUATAN KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN, RENCANA DAN/ATAU PROGRAM (KRP)
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) memuat kajian antara lain:
1. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
2. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
3. kinerja layanan/jasa ekosistem;
4. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
5. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
6. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KERANGKA PROSES PELAKSANAAN
3.4. METODOLOGI
DAN
3.4.1. PENGUMPULAN DATA
Kegiatan pengumpulan data (survey) yang dilakukan mencakup 2 jenis kegiatan yang didasarkan pada jenis datanya, yaitu:
Survey Primer Survey primer ini dilakukan untuk mendapatkan data-data atau informasi
yang bersifat primer, yaitu data atau informasi yang didapat langsung dari lapangan. Teknik untuk mendapatkan data tersebut adalah dengan observasi, pengukuran, perhitungan serta wawancara. Kegiatan ini terutama bertujuan untuk memperoleh gambaran keadaan yang spesifik di wilayah studi.
Survey Sekunder Survey sekunder ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang
bersifat sekunder, yaitu data-data yang dihasilkan atau dikumpulkan oleh dinas- dinas maupun instansi sektoral yang terkait. Teknik pengumpulan data yang bersifat sekunder, yaitu data-data yang dihasilkan atau dikumpulkan oleh dinas- dinas maupun instansi sektoral yang terkait. Teknik pengumpulan data yang
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data untuk kegiatan penyusunan KLHS ini adalah:
Data dan informasi dapat diperoleh dari pemangku kepentingan seperti instansi pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga penelitian;
Data dan informasi dapat berupa data sekunder maupun primer; Data dan informasi yang dikumpulkan yang diperlukan saja, khususnya yang
terkait dengan isu strategis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati;
Verifikasi data dan informasi perlu dilakukan untuk menjamin keabsahannya;
Informasi sekunder dapat digabungkan dengan data primer yang dikumpulkan melalui diskusi dengan masyarakat lokal yang memahami wilayah studi, misalnya dengan cara observasi lapangan, wawancara langsung, diskusi dengan stakeholder atau diskusi kelompok terfokus (FGD) dan survey.
Kebutuhan data dalam Penyusunan KLHS Kabupaten Luwu Timur sebagai berikut :
Tabel 5. Kebutuhan Data
No Jenis data/informasi/dokumen Instansi Sumber Data
Dokumen perencanaan (RTRW, RPJM, Bappeda, DPU, Bapedalda, Dinas Tata
dll) Ruang Kabupaten Laporan Status Lingkungan Hidup
Bapedalda atau kantor statistik Daerah (SLHD)
3 Studi AMDAL yang pernah dilakukan
Bapedalda
4 Kecamatan Dalam Angka
BPS Perguruan Tinggi, Lembaga
5 Data hasil penelitian Pemerintah, LSM
6 Konsultasi dengan pihak berwenang Instansi pemerintah Wawancara melalui tanya jawab
Masyarakat, Dinas terkait, LSM, 7 langsung ataupun pelaksanaan praktisi, Perguruan Tinggi diskusi/FGD
Dokumen RTRW dan Peta Analisis dan Bappeda, DPU, Dinas Tata Ruang
Peta Rencana RTRW
Kabupaten
Data dan informasi yang diperoleh dari survei primer dan sekunder, biasanya masih bersifat kasar, yang mana masih diperlukan adanya pengolahan lebih lanjut sehingga data dan informasi yang disajikan lebih informatif serta mudah dibaca dan dipahami. Adapun teknik pengolahan dan penyusunan data didasarkan pada jenis dan sifat data bersangkutan, antara lain :
1. Data yang sifatnya kuantitatif, diolah dan disusun dengan tabulasi, yang dalam penyajian akhir berupa tabel-tabel, grafik maupun uraian.
2. Data yang bersifat kualitatif, diolah dan disusun secara diskriptif, yaitu berupa uraian yang menerangkan keadaan data tersebut.
3. Data yang sifatnya menunjukkan letak, diolah dan disusun dengan menggunakan peta data
4. Data yang sifatnya menunjukkan suasana, diolah serta disusun yang berupa foto- foto serta uraian-uraian
Gambar 32. Kerangka Pikir Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
3.4.2. METODE ANALISIS
Secara umum analisis yang digunakan dalam Penyusunan KLHS RTRW Kabupaten Luwu Timur dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode ini digunakan untuk menganalisa data yang berbentuk non numerik atau data yang tidak dapat diterjemahkan dalam bentuk angka-angka, misalnya data mengenai keadaan sosial masyarakat, politik, kebijaksanaan, budaya dan kondisi fisik alam khususnya yang terkait dengan isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan. Metode ini digunakan karena dianggap praktis dan mudah dipahami. Kekurangan metode ini kurang mampu menerangkan secara nyata dan sifatnya kadang-kadang terlalu umum bagi sebagian masalah. Metode ini dapat bersifat:
1) Deskriptif. Analisa yang memberikan gambaran pengertian dan penjelasan terhadap kondisi wilayah studi.
2) Normatif. Analisa mengenai keadaan yang seharusnya menurut pedoman ideal atau norma-norma tertentu. Pedoman atau norma ini dapat berbentuk standar- standar, landasan hukum, batasan-batasan yang dikeluarkan oleh instansi tertentu
3) Asumtif. Analisa dengan menggunakan asumsi-asumsi atau anggapan- anggapan tertentu yang dibuat berdasarkan kondisi tertentu dan diperkirakan dapat terjadi dalam waktu yang relatif lama pada wilayah studi, asumsi ini harus layak dan dapat diterima secara umum
4) Komparatif. Melakukan perbandingan antara berbagai kondisi dan permasalahan untuk mendapatkan suatu karakteristik struktur wilayah studi. Misalnya membandingkan suatu masalah dengan masalah lain atau suatu kondisi dengan kondisi lain yang memiliki kesamaan sehingga dapat diperoleh karakteristik struktur wilayah yang jelas
2. Metode Kuantitatif
Metode ini digunakan untuk memprediksi serta analisa lain yang sifatnya kuantitatif. Teknik yang digunakan, yaitu:
1) Proyektif; menganalisa bahwa kebijakan, rencana dan/atau program bukanlah sekedar untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa
depan, melainkan juga untuk merencanakan dan mengendalikan langkah- langkah yang diperlukan sehingga menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan
2) Ekonomi; menganalisa potensi dan masalah sektor ekonomi yang terdapat di wilayah studi yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau program, misalnya dampak sosial ekonomi yang mungkin ditimbulkan dari KRP tersebut.
3) Super-impose; menganalisis dengan melakukan overlay dari data, misalnya untuk mengetahui kemampuan lahan, dilakukan dengan melakukan overlay peta.
4) Skoring/Pembobotan, analisis pembobotan digunakan untuk memberikan penilaian/ bobot terhadap suatu faktor/parameter untuk menghasilkan nilai suatu kelas. Analisis skoring/pembobotan ini digunakan dalam pengkajian pengaruh KRP terhadap dampak atau resiko lingkungan hidup dari KRP yang dihasilkan produk RTRW Kabupaten Luwu Timur
3.4.3. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) wajib menggunakan Informasi Geospasial (IG), sebagaimana diamanatkan dala Permen PU No 16/2010. Salah satu sistem untuk itu adalah Geographic Information Systems (GIS). GIS adalah suatu sistem berbasis komputer yang berperan untuk menangkap (capture), menyimpan (store), memanggil kembali (retrieve), menganalisis, dan mendisplay/menyajikan data spasial secara efektif dan efisien sehingga dapat digunakan sebagai sistem penunjang keputusan spasial (Spatial Decision Support System). Ada lima elemen dasar (sub-sistem) yang harus selalu dipunyai oleh suatu GIS: (i) akuisisi data (data acquisition); (ii) pemrosesan awal (preprocessing); (iii) managemen data (data management); (iv) manipulasi dan analisis data (data manipulation and analysis), dan (v) penyajian hasil akhir (product generation). Dengan demikian, GIS sangat diperlukan dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Produksi akhir GIS dapat berupa: (i) laporan-laporan statistik, (ii) peta- peta; dan (iii) user interface, yang menyediakan fasilitas interaktif bagi pengguna informasi melalui suatu sistem komputer. Sehubungan dengan penyusunan KLHS, GIS pada dasarnya memiliki dua jenis data: (i) geografik; dan (ii) deskriptif. Data geografik menggambarkan lokasi obyek yang dipetakan, sedangkan data deskriptif menjelaskan tentang fenomena-fenomena pada setiap lokasi dalam basis data.
Dalam pekerjaan penyusunan KLHS Kabupaten Luwu Timur, digunakan GIS dalam berbagai analisis data keruangan hingga pada pemetaan hasil-hasil analisis. Peta-peta yang disajikan dalam laporan ini adalah berbasis GIS, sehingga proses pemutakhiran (updating) dapat dengan mudah dilakukan. Data spasial tersimpan dengan format standard, sehingga menjadi sistem basis data Kabupaten Luwu Timur.
3.4.4. METODE PERHITUNGAN KOMPONEN LINGKUNGAN
A. Analisis Spasial Penggunaan Lahan Eksisting Analisis penggunaan lahan wilayah kabupaten Luwu Timur dilakukan dengan
metode interpretasi citra satelit Landsat ETM+ resolusi 30 meter. Analisis ini dilakukan dengan teknik interaktif dalam sistem informasi geografis (GIS), melalui intepretasi citra komposit tiga band. Analisis ini secara ruang mengidentifikasi jenis-jenis penggunaan/tutupan lahan yang ada di Kabupaten Luwu Timur. Dalam analisis ini, tingkat ketelitian yang digunakan adalah pada skala
1 : 50.000 sampai 1 : 100.000 , mengenai tingkat ketelitian peta pada KLHS Kabupaten. Hasilnya disajikan dalam bentuk peta penggunaan lahan.
Gambar 33. Metode Pengolahan Citra Satelit
B. Daya Dukung Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengetahui
kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup. Besarnya kapasitas tersebut disuatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan karakteristik sumberdaya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity) (Gambar 2.8). Telaahan daya dukung lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitandengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhanakan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan,ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan
3 (tiga) pendekatan, yaitu:
1) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang;
2) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan;
3) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Kualitas Hidup
Hasil
Kegiatan Pembangunan
Masukan
Limbah Residu
Sumber Daya Alam
Lingkungan
Kapasitas Penyediaan
Kapasitas
Tampung Limbah
Sumber Daya Alam
Daya Dukung
(Supportive Capacity)
(Carrying Capacity)
Gambar 34. Daya Dukung Lingkungan sebagai Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan aspek
1. Perhitungan Daya Dukung
1.1. Metode Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan Metode ini digunakan untuk mengetahui daya dukung lahan berdasarkan
perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di suatu wilayah. Dengan metode ini dapat diketahui gambaran umum apakah daya dukung lahan suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat di suatu wilayah masih dapat mencukupi kebutuhan akan produksihayati di wilayah tersebut, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan akan produksi hayati di wilayah tersebut. Hasil perhitungan dengan metode ini dapat dijadikan bahan masukan/pertimbangan dalam penyusunan rencana tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang, terkait dengan penyediaan produk hayati secara berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan ruang yang menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
a. Pendekatan Perhitungan
Penentuan daya dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan lahan seperti digambarkan dalam diagram di bawah ini.
Gambar 35. Diagram penentuan daya dukung lahan
Ketersediaan lahan ditentukan berdasarkan data total produksi aktual setempat dari setiap komoditas di suatu wilayah, dengan menjumlahkan produk dari semua komoditas yang ada di wilayah tersebut. Untuk penjumlahan ini digunakan harga sebagai faktor konversi karena setiap komoditas memiliki satuan yang beragam. Sementara itu, kebutuhan lahan dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak.
b. Cara Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penghitungan Ketersediaan (Supply) Lahan
Keterangan : 𝑆 𝐿 : Ketersediaan lahan (Ha) 𝑃 𝑖
: Produksi aktualtiap jenis komoditi (satuan tergantung dari jenis komoditas), komoditas yang diperhitungan meliputi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan
𝐻 𝑖 : Harga satuan tiap jenis komoditas (Rp/satuan) ditingkat produsen 𝐻𝑏
: Harga satuan beras (Rp/Kg) ditingkat produsen 𝑃𝑡𝑣 𝑏 : Produktivitas beras (Kg/Ha)
Dalam penghitungan ini, faktor konversi yang digunakan untuk menyetarakan produk non beras dengan beras adalah harga.
2. Perhitungan Kebutuhan (Demand) Lahan
Rumus:
Keterangan : 𝐷 𝐿 : Total kebutuhan lahan setara beras (Ha)
: Jumlah penduduk (Orang)
𝐾𝐻𝐿 𝐿 : Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per penduduk
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL) . Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.
1.2. Metode Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Air Metode ini digunakan untuk mengetahui daya dukung air di suatu wilayah,
dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan akan sumber daya air bagi penduduk yang hidup di wilayah itu. Dengan metode ini, dapat diketahui secara umum apakah sumber daya air di suatu wilayah dalam keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan air di suatu wilayah tercukupi, sedangkan keadaan defisit menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan air. Guna memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan.
Gambar 36. Diagram penentuan daya dukung air
Ketersediaan air ditentukan dengan menggunakan metode koefisien limpasan berdasarkan informasi penggunaan lahan serta data curah hujan tahunan. Sementara itu, kebutuhan air dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak.
a. Cara Perhitungan
Perhitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penghitungan Ketersediaan (Supply) Air
Rumus:
Keterangan : 𝑆 3 𝐴 : Ketersediaan air (m /tahun)
𝐶 : Koefisien limpasan tertimbang 𝑐 𝑖 : Koefisien limpasan penggunaan lahan i
𝐴 𝑖 : luas penggunaan lahan i (Ha) dari data BPS atau daerah dalam angka, atau dari data Badan Pertanahan Nasional (BPN)
𝑅 : Rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah (mm/tahunan) dari data BPS atau BMG atau dinas terkait setempat. 𝑅 𝑖 : Curah hujan tahunan pada stasiun i
𝑚 : Jumlah stasiun pengamatan curah hujan 𝐴
: Luas wilayah (Ha)
10 3 : Faktor konversi dari mm.ha menjadi m
2. Perhitungan Kebutuhan (Demand) Air
Rumus:
Keterangan : 𝐷 3 𝐴 : Total kebutuhan air (m /tahun)
𝑁 : Jumlah penduduk (orang) 𝐾𝐻𝐿 𝐴 : Kebutuhan air untuk hidu layak : 1600 m3 air/kapita/tahun : 2 x 800 m3 air/kapita/tahun merupakan kebutuhan air untuk keperluan domestik dan untuk menghasilkan pangan (lihat tabel 2.. total kebutuhan air dan Tabel 2.1 tentang “Air virtual” (kebutuhan air untuk menghasilkan satu satuan produk).
Catatan: Kriteria WHO untuk kebutuhan air total sebesar 1000 –2000 m3/orang/tahun
Tabel 6. Contoh Perhitungan Koefisien Limpasan Tertimbang
No. Deskripsi Permukaan 𝑪 𝒊 Luas Lahan
1. Kota, jalan aspal, atap genteng
- 2. Kawasan industri
- 3. Pemukiman multi unit,
- pertokoan 4. Kompleks perumahan
- 6. Taman, pemakaman
- 7. Pekarangan tanah berat: a. > 7%
- 8. Pekarangan tanah ringan:
a. > 7%
2 – 7% - 0,10 − 0,15 c. < 2%
b. -
- 9. Lahan Berat
- 10. Padang rumput
- 11. Lahan budidaya pertanian
- 12. Hutan Produksi
∑(𝐶 𝑖 𝑋𝐴 𝑖 ) C (koefisien limpasan
Tabel 7. Jenis dan Sumber Data Jenis Data
Sumber data
Pusat
Provinsi
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (N) Data hasil susenas atau sensus penduduk BPS dalam Buku Daerah Dalam
Angka
Produksi padi/beras BPS Pusat:
Daerah
Dalam Untuk Kabupaten:
(padi/beras)
Subdit Statistik
Angka (DDA)
DDA
Tanaman Pangan
Untuk Kota:
Direktorat
Dinas terkait
Statistik Pertanian
Produksi non padi Statistik sektoral: Data hortikultura di dinas pertanian
(non padi)
Daerah dalam
setempat
angka
Data perkebunan di dinas terkait
Statistik
setempat
pertanian Statistik
perkebunan
Statistik
Perikanan Statistik
Peternakan Statistik Kehutanan
Harga beras (H b )
Statistik
harga Statistik harga produsen (harga di tingkat
Produsen
petani atau di lokasi sumber komoditas)
Harga: (H i )
Statistik
harga Statistik harga Di Kabupaten:
produsen
(secara produsen
Statistik Harga
prinsip menggunakan
Produsen di BPS
data harga produsen,
setempat
tergantung pada jenis
Di Kota:
komoditi lokal
Statistik dinas terkait lokal jika tidak ada data harga produsen wilayah tersebut, bisa digunakan harga produsen wilayah di dekatnya, atau bisa didekati dengan harga pedagang besar.
Tabel 8. Total Kebutuhan Air
Kebutuhan Setara Air Beras 3 120 kg/th 324.00 m / th
Konsumsi
Jumlah
Air minum dan rumah 3 120 l/h 43.20 m / th
tangga
Telor 3 1 kg berisi 16 telor; 1 105.75 m / th
butir/hari
Buah 3 1 kg jeruk = 5 buah; 3.84 m / th
1/5 kg tiap 3 hari Daging 3 1 / 10 kg/5 hari 20.16 m / th
Salad 3 5.40 m / th Kedelai 3 276.00 m / th
Total 3 778.35 m / th
Tabel 9. Air Virtual (kebutuhan air untuk menghasilkan satuan produk)
Produk Kebutuhan air
1 kg padi
2700 – 4000 liter
1 kg daging sapi
1900 – 16000 liter
1 kg daging unggas (ayam)
2800 liter
1 kg telur
4700 liter
1 kg kentang
160 liter
1 kg kedelai
2300 liter
1 kg gandum
1200 liter
1 bongkah roti
170 liter
1 kaleng soda
90 liter
Air minum dan RT
120 liter/hari/kapita
Tabel 10. Jenis dan Sumber Data
Jenis Data
Sumber Data
Kabupaten/Kota Jumlah
Pusat
Provinsi
Data Hasil Susenas atau Sensus Penduduk BPS Dalam
Penduduk (N)
Buku Daerah Dalam Angka
Curah Hujan (R) Statistik Indonesia DDA DDA atau DInas BMKG setempat bila tidak ada dapat BMKG, data dapat
diperoleh dari dinas terkaitu local seperti Dinas Pertanian
atau dinas lainnya
Luas
wilayah BPS
(A) Luas guna lahan
a. DDA
(A i )
b. Buku Statistik Luas Guna Lahan
c. Data BPN
d. Data RTRW Bappeda Provinsi/Kabupaten/Kota
C. EROSI DAN SEDIMENTASI
1.1. Menduga Erosi (USLE) Dalam Kegiatan ini, pendugaan erosi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan USLE (Universal Soil Loss Equation) (Wischmeier and Smith, 1978). USLE telah banyak diterapkan di berbagai negara dengan kondisi lingkungan fisik yang berbeda-beda, dengan penyesuaian dan/atau modifikasi faktor erosivitas hujan (faktor R). Di Indonesia, USLE telah populer digunakan untuk membantu dalam pengelolaan DAS baik perdesaan maupun perkotaan. Persamaan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut:
A = R x K x LS x CP
dimana:
A = besarnya erosi yang terjadi (ton/ha/tahun) R = faktor erosivitas hujan (erosivitas hujan) (KJ/ha) K = faktor erodibilitas tanah (erodibilitas tanah) LS = faktor panjang lereng (L) dan kecuraman lereng (S)
C = faktor pengelolaan tanaman(vegetasi) P = faktor indakan konservasi
Metode penghitungan erosivitas hujan (R) berdasarkan indeks agresivitas hujan (rainfall aggresivity index, EI30), yang disarankan untuk digunakan di Indonesia oleh Bols (1974) sedangkan nilai Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah Arsyad (2010).
a. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Faktor Erosivitas Hujan (R) adalah satuan indeks erosi hujan yang merupakan fungsi dari energi hujan (E) dengan intensitas maksimum 30 menit (El30).
R ΣEl 30
Di dalam penelitian ini, nilai R ditentukan dengan menggunakan rumus Bols (Arsyad, 2010), yakni :
El30 = 6,119 (RAIN)1,21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53, dimana :
El30 = Indeks erosi bulanan RAIN = curah hujan rata-rata bulanan dalam sentimeter DAYS = jumlah hari hujan rata-rata per bulan MAXP = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
100 K = 1,292 [2,1 M1,41 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)] yang mana M adalah persentase pasir yang sangat halus dan debu, a adalah
persentase bahan organik; b adalah kode struktur tanah yang digunakan; c adalah kelas permeabilitas.
c. Faktor Panjang dan Kecuraman Lereng (LS)
𝐿 = (𝑙/22,1) 𝑚
0,43+0,30𝑠+0,043𝑠 2
𝐴= 6,613 𝐿𝑆 = √𝑥 (0,0138 + 0,00965𝑠 + 0,00138𝑠 2
Yang mana x adalah panjang lereng dalam meter; s adalah kecuraman lereng dalam persen; L adalah panjang kemiringan lereng (m); m angka eksponen dengan nilai rata-rata 0,5.
1.2. Menduga Sedimen Sedimen terkait erat dengan erosi. Erosi menyebabkan atau menghasilkan
sedimen. Dalam penelitian ini, hasil sedimen dihitung dari nilai total erosi (yang telah dihitung di atas) dan rasio penghantaran sedimen (sediment delivery ratio), dengan persamaan yang disajikan pada Tabel 5 berikut :
Tabel 11. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap nisbah pelepasan sedimen (NLS)
Luas DAS/Kawasan SDR (%)
Tabel 12 . Klasifikasi tingkat sedimentasi
Sedimentasi(ton/ha/thn)
Persamaan empirik untuk menghitung
SDR = 0,14 A -0,3
Yang menyatakan A adalah Luas DAS
Sedimentasi Potensial = Erosi Tertimbang x SDR
yang mana SDR adalah nisbah antara jumlah sedimen yang terangkut ke dalam sungai terhadap jumlah erosi yang terjadi di dalam DAS.
3.4.5. ANALISIS PRIORITAS
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis prioritas permasalahn pada lingkungan hidup wilayah Kabupaten Luwu timur adalah pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan bagian dari metode Multiple Criteria Decision Making (MCDM) atau Pengambilan Keputusan Berkriteria Ganda yang didasari oleh pemikiran tiga prinsip yaitu: prinsip menyusun hierarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis (Saaty, 1986).
AHP menggunakan struktur hierarki, matriks, dan algebra linier dalam memformulasikan prosedur pengambilan keputusan. Disamping itu, AHP juga menggunakan prinsip-prinsip eigenvector dan eigenvalue dalam proses pembobotan. Tahap-tahap prosedur yang digunakan dalam analisis sangat bergantung pada jenis aplikasi, namun pada dasarnya, prosedur AHP meliputi hal- hal sebagai berikut:
Mendefinisikan struktur hierarkhi masalah yang akan dipecahkan: Sasaran (goal) Kriteria atau tujuan khusus (max atau min) Alternatif Keterkaitan secara hierarkis antara tiga elemen di atas
Melakukan pembobotan elemen-elemen pada setiap level dari hierarkhi Menghitung prioritas terbobot (weighted priority) dan konsistensi
pembobotan Menampilkan
alternatif-alternatif yang dipertimbangkan.
urutan/ranking
dari
Prosedur AHP menghandalkan tehnik pembobotan untuk menghasilkan faktor bobot. Faktor bobot ini menggambarkan ukuran relatif tentang pentingnya suatu elemen dibanding yang lainnya. Saaty (1990) telah membuat suatu standar pembobotan dengan skala berkisar dari 1 (dua aktivitas sama pentingnya) hingga
9 (satu aktivitas sangat jauh lebih penting dari yang lain) untuk digunakan dalam matriks dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix).
Tabel 13. Skala Perbandingan Berpasangan
1 O i dan O j sama penting 3 O i sedikit lebih penting daripada O j 5 O i kuat tingkat kepentingannya daripada O j 7 O i sangat kuat tingkat kepentingannya daripada O j 9 O i mutlak lebih penting daripada O j
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang beredekatan Kebalikan (½,
Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan ¼,…, dst)
dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i