IDENTIFIKASI AYAT-AYAT MUSIBAH DALAM AL-QURÁN

BAB III IDENTIFIKASI AYAT-AYAT MUSIBAH DALAM AL-QURÁN

A. Term Langsung Musibah Al-Qur'an mengungkapkan musibah yang menimpa manusia

dengan menggunakan kata shawaba ( ﺏﻮـﺻ) yang diikutkan wazan (timbangan kata) af á la ( ﹶﻞـﻌﹾﻓﹶﺃ) yakni ashâba ( ﺏﺎ ـ ﺻ ﹶﺍ ) dan kata-kata jadiannya. Bentuk-bentuk kata yang dipakai adalah bentuk fi'il mâdhi

ashâba 78 ( ﺏﺎ ـ ﺻ ﹶﺍ ) yang tercatat 33 kali, dalam bentuk fi'il mudhâri'

yushîbu 79 ( ﺐﻴﺼﻳ ) terulang 31 kali, bentuk isim masdâr mushîbah ( ﺔﺒﻴﺼﻣ ) terulang sampai 10 80 kali, dan masing-masing sekali dalam bentuk

isim fa'il ٨١ mushîbu ( ﺐﻴﺼﻣ ) , isim madar dari fi'il mâdhi shâba ( ﺏﺎﺻ )

shawaba ٨٣ ( ﺏﺍﻮﺻ ) dan shayyib ( ﺐ ﻴﺻ )

Al-Qur'an menggunakan kata musibah dan kata-kata jadiannya untuk menjelaskan berbagai hal yang menimpa kehidupan umat manusia. Hal yang menimpa tersebut dapat berupa keburukan yakni sesuatu yang tidak menyenangkan atau sebaliknya. Dan dapat juga menunjuk makna kedua-duanya. Acuan pengelompokkannya dengan melalui kata-kata atau tema pokok yang terdapat pada setiap ayat. Kemudian jika terdapat kesulitan dengan dua acuan tersebut, maka ditempuh dengan jalan teori munasabah antara ayat sebelum, sesudah atau kedua-duanya. Selanjutnya penelusuran pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para mufassir dengan maksud untuk

78 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam al-Mufahras li Al-fâzh al-Qur'an al-Karim , (Bandung: Maktabah Dahlan, tt), hlm. 527.

79 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... hlm. 527 - 528 80 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... hlm. 527. 81 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... ibid 82 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... ibid 83 Lihat Surah al-Baqarah [2]:19 79 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... hlm. 527 - 528 80 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... hlm. 527. 81 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... ibid 82 Muhammad Fu'ad 'Abd. Al-Bâqi, al-Mu'jam ... ibid 83 Lihat Surah al-Baqarah [2]:19

1. Suatu Keburukan yang Tidak Menyenangkan bagi Jiwa yang Ditimpanya.

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji`ûn "

Musibah dalam surah al-Baqarah [2]: 156 tersebut di atas

ditafsirkan dengan menghubungkan ayat sebelumnya yang menjelaskan ujian hidup manusia yang diberikan oleh Allah swt. yakni ujian berupa bencana ketakutan, kelaparan, kekurangan harta,

oleh

Imam

Al-Baghâwi

berkurangnya jiwa dan buah-buahan. 84 Siapa saja yang bersabar dalam menghadapinya, maka ia termasuk golongan

orang-orang yang beruntung dan mendapatkan petunjuk yang benar, yaitu orang-orang yang ketika ditimpa musibah mereka mengucapkan , "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji`ûn " (Sesungguhnya kami milik Allah swt. hamba yang dimiliki dan sesungguhnya kami pasti akan kembali di akhirat".

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).

84 Al-Baghâwi, Ma’âlim al-Tanz î l Juz I, (Bairut: Dar al-Ma'rifah, 1987) cet. Ke 2 hlm 130.

Kata wâbil/ ٌﻞ ِﺑاَو diambil dari akar kata wabla/ َﻞ ْﺑَو yang berarti hujan lebat. 85 Dalam surah al-Baqarah [2]: 264 tersebut

di atas, hujan lebat itu mengakibatkan hilangnya debu atau tanah yang ada di atas batu yang licin. Hal ini adalah gambaran amal seseorang yang memamerkan kepada orang lain (ria) dalam bersedekah lagi menyakiti hati orang yang diberinya akan

menjadi sia-sia. Kesia-sian tersebut digambarkan dengan batu licin yang di atasnya ada tanah,

kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu jadilah tanah yang ada di atas batu itu bersih tanpa bekas apapun. 86

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai- sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah- buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah.

Demikian juga masa tua seseorang yang membuatnya tidak lagi berdaya untuk bekerja menafkahi keluarganya dan datangnya bencana angin kencang yang mengandung api yang membakar kebun yang dimilikinya sebagai hasil kerja di waktu ia masih muda itu dapat memusnahkan semua miliknya. juga menjadi gambaran orang yang beramal karena ria.

85 Ibn Manzhûr, Lisan... JuzXI, hlm. 718 ., Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân min Ta'wîl Ayi Al-Qur'an Juz III, (Bairut:Dar Al-Fikr, 1405 H),, hlm. 69 86 Al-Qurthubi, Al-Jâm'i li Ahkâm al-Qur'an Juz III, (Kairo: Dar al-Nasyr, 1372H) cet. Ke 2 hlm 313

Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya.

Harta orang-orang kafir yang dinafkahkan di dunia ini adalah sia-sia belaka. Karena pada hakikatnya mereka

menganiaya diri mereka sendiri, sebab infak dan amal saleh seharusnya hanya karena Allah swt. dan untuk mendekatkan

diri kepada-Nya sementara mereka mengingkari keesaan-Nya, mereka juga mendustakan apa yang disampaikan oleh Nabi

Muhammad. 87 Karena itu gambaran amal mereka di dunia seperti anging yang mengandung hawa dingin, yang menimpa

tanaman mereka, lalu angin itu merusaknya. Harta dan anak- anak mereka tidak akan dapat menghalangi mereka dari siksa Allah, dan tidak layak menjadi penebus dari mereka dari azab,

serta tidak akan menyelamatkan mereka dari neraka. 88

Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya.

Kata sayyiah/ ٌﺔَﺌﱢﯿ َﺳ dalam surah Âli Imrân [3]: 120

tersebut di atas ditafsirkan dengan bencana perpecahan di

87 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân ... hlm. 58 88 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qurán Jilid II, Edisi terjemahan Asád Yasin dkk,

(Depok: Gema Insani, 2006) cet. Ke-3, hlm. 132 (Depok: Gema Insani, 2006) cet. Ke-3, hlm. 132

ٌﺔَﺌﱢﯿ َﺳmenjadi fa'il (pelaku) dari kata tushîbu/ ﺐﻴِﺼــﺗ maka penafsiran musibah dalam ayat ini adalah perpecahan yang

menimpa kaum muslimin. Orang-orang kafir akan merasa senang dan bangga jika hal tersebut terjadi. Akan tetapi bagi umat Islam ditegaskan dalam sambungan ayat ini bahwa jika orang-orang Islam dapat bersabar dan selalu menjaga ketakwaan kepada Allah swt. perpecahan yang mereka buat itu tidak akan ada pengaruhnya dan tidak akan dapat

mencelakakan bagi umat Islam.

Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah,

Ma/ ﺎــﻣ (sesuatu) yang menimpa orang-orang yang bertakwa yang dimaksud dalam surah Âli Imrân [3]: 146

tersebut di atas adalah syahid di dalam jihad fi sabîlillah. Kematian bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. bukanlah sesuatu yang ditakutkan karena mereka mengetahui bahwa kematian itu adalah suatu kepastian yang tidak dapat ditawar dan ditunda kedatangannya kalaupun

hanya sekejap. 91 Bahkan bagi mereka kematian di jalan Allah swt. menjadi harapan hidupnya. Mereka yakin kematian di

jalan Allah swt. akan mempercepat dirinya lepas dari penderitaan menuju kenikmatan yang abadi. Sebab itu sama

89 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz IV, hlm. 68 . Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an al- 'Azhim Juz IV, (Bairut: Dar al-Fikr, 1401 H), hlm. 183

90 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an …. Juz IV hlm. 183 91 Lihat surah Âli Imrân [3]: 185, An-Nisâ' [4]: 78, 100, Al-Anbiyâ', [21]: 35, Al-

Ankabût [29]:57, dan Al-Jumu'ah [62]:8 Ankabût [29]:57, dan Al-Jumu'ah [62]:8

(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorangpun, sedang Rasul yang berada di antara kawan- kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada

kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ma/ ﺎـﻣ (sesuatu) dalam surah Âli Imrân [3]: 153 tesebut di atas adalah musibah yang menimpa kaum muslimin dalam

perang Uhud yaitu dua kesedihan; pertama hilangnya harta rampasan perang dan kedua adalah kekalahan dari orang-orang

kafir. 92 Semua itu dijelaskan pada ayat sesudahnya sebagai ujian dari Allah swt. terhadap keimanan yang ada dalam hati

mereka dan untuk membersihkan hati mereka dari urusan- urusan yang sifatnya menjerumuskan pada kehinaan yakni urusan duniawi.

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: "Dari mana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari

92 Al-Qurthubi, Al-Jâm'ili Ahkâm al-Qurán Juz IV, (Kairo: Dar al-Sya'bi: 1372 H), cet. Ke-2, hlm. 241.

(kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Musibah dalam Surah Âli Imrân [3]: 165 di atas ditafsirkan dengan kekalahan kaum muslimin pada perang

Uhud. 93 Al-Maraghiy menjelaskan tentang penyebab kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud adalah kedurhakaan

mereka orang-orang munafik terhadap Rasulnya, yakni: pertama , sesungguhnya Rasulullah saw. sebelumnya pernah mengatakan, mashlahat hanyalah tetap diam di madinah. Untuk itu janganlah kalian keluar ke Uhud akan tetapi kalian tetap membangkang dan bersikeras untuk keluar dari madinah menuju Uhud. Menurut pendapat Rasulluh saw. kaum muslimin hendaknya tetap diam di Madinah. Apabila kaum musyrikin memasuki Madinah kaum muslimin baru memeranginya di jalan-jalan di mulut gang, dan di sudut-sudut kota Madinah. Kemudian kaum wanita dan anak-anak melempari kaum musyrikin dari atas rumah dengan batu Kedua , sesungguhnya kalian merasa prustasi dan lemah dalam berpendapat. Ketiga, sesungguhnya kalian saling bertentangan dan telah terjadi perang mulut antar kalian sebelum perang Uhud meletus. Keempat, sesungguhnya kalian telah menentang Rasulullah saw. dan kalian berani meninggalkan posisi yang telah diperintahkan agar kalian tetap di dalamnya, dalam kondisi bagaimanapun, untuk menjaga punggung kaum

muslimin dengan anak panah 94 .

93 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an ...., hlm. 425 94 Al-Maraghi, Tafsir al-Qur'an ... Juz 5, hlm. 221

Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah.

Kata idzn/ِنْذِإ terambil dari kata adzina/ ﹶﻥَِﺫﹶﺃ yang bermakna mengetahui. 95 Sementara kata ma/ ﺎﻣ (sesuatu) adalah

hal yang menimpa kaum muslimin dalam perang Uhud yaitu musibah kekalahan. Dan kekalahan tersebut ada dalam pengetahuan Allah swt. dimana dalam lanjutan ayat ini dan ayat sesudahnya menegaska bahwa semua itu bertujuan untuk mengetahui siapa orang-orang yang beriman dan siapa orang- orang yang munafik di antara kaum muslimin.

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu mushibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".

Musibah dalam surah al-Nisâ' [4]: 62 di atas adalah rasa ketakutan dan keresahan hati yang mencekam yang menimpa

hati orang-orang munafik. 96 Ketakutan dan keresahan tersebut disebabkan oleh ulah mereka sendiri yang memilih hukum

selain kitab Allah dan Rasul-Nya dan enggan untuk berhakim kepada Rasulullah saw. seperti dijelaskan dalam ayat-ayat sebelumnya. Dimana pada akhirnya mereka harus melakukan

95 Ibn Manzhûr, Lisan al-Arabi, Fashl ﻥ bab ﺃ, Juz XIII, hlm, 9 . 96 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz V, hlm. 155 95 Ibn Manzhûr, Lisan al-Arabi, Fashl ﻥ bab ﺃ, Juz XIII, hlm, 9 . 96 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz V, hlm. 155

Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu

ditimpa mushibah ia berkata: "Sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan ni`mat kepada saya karena saya tidak ikut

berperang bersama mereka".

Tafsiran makna musibah surah al-Nisâ' [4]: 62 tersebut di atas adalah sesuatu yang tidak diharapkan dalam menjalankan perang seperti kematian, kekalahan dan lain-

lainnya. 97 Sesuatu yang sangat ditakuti oleh orang-orang munafik, sehingga ketika mereka diperintahkan untuk

berperang di jalan Allah swt. mereka selalu berusaha berlambat-lambat. Dan ketika musibah itu menimpa kaum muslimin yang berperang mereka justru berbahagia dan beranggapan hal tersebut sebagai karunia dari Tuhan dan kecerdikannya memprediksi

sesuatu sehingga mereka memutuskan untuk tidak ikut berperang.

97 Al-Maraghiy, Tafsir al-Qur'an ... Juz V. hlm 144. , Al-Thabâri, Jâm'i al- Bayân... Juz V, hlm. 165

Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah swt.), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.

Musibah dalam surah al-Mâidah [5]: 49 di atas adalah azab dunia atau siksaan yang disegerakan. 98 Azab dunia atau

siksaan yang disegerakan tersebut ditimpakan kepada mereka disebabkan perbuatan dosa yang mereka perbuat yakni berpaling dari hukum Allah swt. dan Rasulnya.

Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana".

Kata dâirah/ ٌةَﺮ ِﺋاَد dalam surah al-Maidah [5]: 52 di atas

bermakna diliputi bencana, dalam hal ini orang-orang munafik khawatir kalau terjadi masa paceklik mereka orang-orang Yahudi tidak mau membagi makanan atas mereka, jika

melepas kesetiaannya dari mereka kepada Rasulullah saw. 99 Dari teks ayat tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa musibah

yang di maksud adalah musibah yang bersifat semu yang bersumber dari manusia. Dimana dijelaskan dalam sambungan ayat tersebut sebenarnya jika mereka berpihak dan mengikat janji setia kepada Rasulullah saw. justru mereka tidak akan mendapatkan musibah tersebut sebaliknya mereka akan

98 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz VI, hlm. 273 99 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz IV, hlm.279. Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz VI, hlm. 217 98 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz VI, hlm. 273 99 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz IV, hlm.279. Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz VI, hlm. 217

jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.

Musibah dalam teks surah al-Maidah [5]: 106 di atas adalah musibah datangnya sakârat al-maut. Musibah kematian ini merupakan ujian berat baik dirinya sendiri maupun bagi

orang yang ditinggalkannya. Saat-saat sakârat al-maut 100 bagi seseorang

artinya dalam mempertahankan Iman dan Islam sehingga ia dapat menghembuskan

dengan khusnul khâtimah 101 . Sedang bagi orang yang ditinggalkannya menjadi

nafas

terakhirnya

ujian apakah ia dapat bersabar atau sebaliknya melakukan kesalahan seperti meratapi kematian kerabatnya tersebut. 102

100 Lihat Shahih Bukhari hadis no. 6029 yang menjelaskan bahwa setiap kematian ada sakaratnya. Dan bagamana kondisi sakarat tersebut. Juga dalam saunan al-Turmuzdiy

hadis no. 900 , sunan Ibn Majah hadis no. 1612, Musnad Imam Ahmad hadis no 23220. ketiganya menjelaskan beratnya sakarat al-maut sehingga kita perlu untuk berdoa supaya dimudahkan darinya.

101 Suatu kondisi kematian seseorang yang ketika meninggalkan dunia fana ini ditutup dengan syahadah tauhid. Maka ia dijamin masuk surga. Lihat Shahih Muslim hadis no. 127. berikut:

َلﺎ َﻗ ُﮫ َﺛﱠﺪَﺣ ﱟرَذ ﺎ َﺑَأ ﱠنَأ ُﮫ َﺛﱠﺪَﺣ ﱠﻲِﻠﯾﱢﺪ ﻟا ِدَﻮ ْﺳَﺄْﻟا ﺎ َﺑَأ ﱠنَأ ُﮫ َﺛﱠﺪَﺣ َﺮَﻤْﻌ َﯾ َﻦْﺑ ﻰَﯿْﺤَﯾ ﱠنَأ َةَﺪْﯾَﺮُﺑ ِﻦْﺑا ْنَ َلﺎَﻘَﻓ ِﮫْﯿَﻟِإ ُﺖْﺴَﻠَﺠَﻓ َﻆَﻘْﯿَﺘ ْﺳا ْﺪَﻗَو ُﮫُﺘْﯿَﺗَأ ﱠﻢُﺛ ٌﻢِﺋﺎَﻧ َﻮُھ اَذِﺈَﻓ ُﮫُﺘْﯿَﺗَأ ﱠﻢُﺛ ُﺾَﯿْﺑَأ ٌبْﻮَﺛ ِﮫْﯿَﻠَﻋ ٌﻢِﺋﺎَﻧ َﻮُھَو َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﮫﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ﱠﻲِﺒﱠﻨﻟا ُﺖْﯿَﺗَأ َﺔﱠﻨَﺠْﻟا َﻞَﺧَد ﺎﱠﻟِإ َﻚِﻟَذ ﻰَﻠَﻋ َتﺎَﻣ ﱠﻢُﺛ ُﮫﱠﻠﻟا ﺎﱠﻟِإ َﮫَﻟِإ ﺎَﻟ َلﺎَﻗ ٍﺪْﺒَﻋ ْﻦِﻣ ﺎَﻣ . 102 Meratapi kematian orang yang dicintai merupakan larangan seperti yang

ditegaskan oleh Rasulullah saw. karena ratapan mereka justru menyebabkan tidak diterimanya jiwa orang yang meninggal di hadapan Allah swt.

Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.

Kata shaghâr/ 103 ﺭﺎﻐــﺻ asalnya bermakna yang kecil. Dalam surah al-An'âm [6]: 124 tersebut di atas ditafsirkan

dengan kehinaan. 104 Sehingga musibah dalam ini difahami sebagai sesuatu yang menimpa orang-orang yang banyak

berbuat dosa. Dihadapan Allah swt. mereka ditimpakan kedudukan yang sangat hina dan siksaan yang sangat keras.

Demikian disebabkan perbuatan mereka yang selalu mengadakan tipu daya.

Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa- dosanya;

Dalam kontek musibah, jarang sekali redaksi al-Qurán yang mendudukkan Allah swt. sebagai subyeknya. 105 Dalam

surah al-'Arâf [7]: 100 tersebut di atas, Allah swt. mengandaikan kalau Dia menghendaki bisa saja menimpakan hukuman kepada penduduk suatu kaum di muka bumi ini sebab perbuatan dosanya. Seperti perbuatan dosa yang telah

103 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz IV, hlm. 458. 104 Al-Qurthubi, Al-Jâm'ili Ahkâm... Juz VII, hlm . 80.

105 Berdasarkan penelitian penulis setiap konteks musibah yang memposisikan Allah swt. sebagai subyeknya, mayoritas maknanya menunjuk pada makna azab atau

hukuman. Lihat surah al-Maidah [5]:

49, al-Áraf [7]:156, 49, al-Áraf [7]:156,

Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.

Musibah dalam al-'Arâf [7]: 100 tersebut di atas, dimaknai sebagai kesusahan hidup yakni kemarau panjang yang menyebabkan masa paceklik sehingga makanan menjadi

107 langka. Demikian dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Dalam

kesulitan tersebut biasanya orang berusaha menyalahkan pihak lain yang menjadi lawannya tidak terkecuali dalam ayat ini juga Nabi Musa dipersalahkan oleh orang-orang yang tidak percaya kerasulannya. Dijelaskan dalam ayat sesudahnya bahwa mereka menyangka itu semua adalah sihir Musa as. padahal sesungguhnya adalah azab dari Allah swt. yang disebabkan oleh dosa-dosa mereka.

Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.

Surah al-'Arâf [7]: 156 tersebut di atas, menunjukkan kemutlakan kehendak Allah swt. mengenai hal musibah. Musibah dalam ayat ini berupa azab-Nya. Dia mempunyai kemutlakan untuk menimpakan azab dan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki tentunya dengan adil dan benar.

106 Lihat surah Âli Imrân [3]: 11, al-Anám [6]: 6, dan al-Mukmin [40]: 21 107 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an ... Juz II, hlm. 240

Karena adil juga merupakan salah satu sifat-Nya yang Maha Luhur. Maka musibah hukuman-Nya itu akan ditimpakan kepada orang yang menurut-Nya layak dihukum sebaliknya rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu juga akan diberikan

kepada orang yang pantas untuk mendapatkannya. 108

Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan

ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

Kata fitnah/ ﺔ ﻨﺘﻓ diambil dari akar kata fatana ( ﻦﺘ ﻓ yang ) semula bermakna membakar perak dan emas dengan api untuk

membedakan yang jelek dari yang baik. 109 Selanjutnya fitnah dapat bermakna ujian, huru hara, harta, anak-anak, kekafiran,

perbedaan pendapat antara sesama manusia, membakar dengan api, dan al-zhulm/kemusyrikan 110 . Dalam surah al-Anfâl [8]:

25 di atas fitnah berarti azab atau siksaan. Azab atau siksaan tersebut tidak hanya menimpa orang-orang yang berbuat kezhaliman tetapi juga menimpa orang-orang yang beriman. Sayyid Quthb menjelaskan bahwa sebab terjadinya siksaan yang juga menimpa orang-orang yang beriman tersebut adalah karena mereka tidak lagi melakukan amar makrûf nahi

mungkar 111 yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim.

108 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid IV, hlm. 133 - 134 109 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz XIII, hlm. 317

110 Ibn Manzur, Lisan... Juz XIII., hlm. 317, Raghib Al-Asfahani, op.cit. hlm. 385 111 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid V, hlm. 172

Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (azab) dengan tangan kami.

Menurut Syyid Quthb, surah al-Taubah [9]: 52 tersebut di atas membicarakan tentang hal ihwal azab Allah swt. di dunia. Persangkaan orang-orang munafik yang mengira bahwa azab Allah swt. akan datang kepada kaum muslimin tidaklah

benar. Kaum kaum mukmininlah yang menunggu-nunggu kaum munafik diazab oleh Allah swt. atau dihukum dengan

dibunuh dan dikalahkan oleh kaum muslimin dalam perang. Menurutnya suatu yang menimpa kaum muslimin dalam perang fî sabîlillah, menang atau kalah, keduanya adalah kebaikan. Kemenagan dalam perang merupakan balasan awal baginya di dunia sedang mati mati syahid di jalan yang benar

merupakan derajat tertinggi di sisi Allah swt. 112

Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa azab yang pedih.

Dalam beberapa riwayat yang ditulis oleh Ibn Jarir berkenaan dengan surah al-Taubah [9]: 90 tersebut di atas menunjukkan bahwa mereka orang-orang yang akan mendapatkan azab yang pedih adalah mereka orang-orang yang meminta idzin kepada Rasulullah saw. dengan alasan 'udzur (tidak punya kemampuan) padahal sebenarnya karena

112 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid V, hlm. 364 112 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid V, hlm. 364

dibolehkan tidak ikut berperang, yaitu orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak akan memperoleh apa yang mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah swt. dan Rasul-Nya.

Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah.

Ibn Katsir menjelaskan bahwa yang dimaksud mereka dalam surah al-Taubah [9]: 120 tersebut di atas adalah orang- orang Madinah dan sekitarnya yang mengikuti Rasulullah saw. ketika perang Tabuk. Mereka tidak ditimpa musibah kehausan, kepayahan, dan kelaparan dalam perjuangan di jalan Allah

swt. 114 Demikian adalah kemenangan dan karunia Allah swt. di dunia.

Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka

Dia yang di maksud dalam surah Hûd [11]: 81 tersebut di atas adalah istri Nabi Luth as. yang ditimpa azab bersama dengan mereka yang kaum Nabi Luth yang kafir. Sementara Nabi Luth as. dan pengikut-pengikutnya diselamatkan oleh

Allah swt. 115 Karena sebelum azab Allah swt. membinasakan mereka, Nabi Luth as dan pengikut-pengikutnya terlebih

113 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz X, hlm. 210

114 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an ... Juz II, hlm. 401

115 Lihat surah al-Áraf [7]: 83 115 Lihat surah al-Áraf [7]: 83

mereka, sedang mereka meminta ampun. 116

Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu

ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Huud atau kaum Shaleh,

Surah Hûd [11]: 89 adalah menceriterakan tentang kaum Nabi Syuáib as. Dalam hal musibah Nabi Suáib as. mengkhawatirkan kalau akan ada azab yang menimpa kaumnya sebagaimana yang telah menimpa kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hûd dan kaum Nabi Shalih as. Dan azab tersebut diturunkan kepada mereka disebabkan oleh perbuatan jahat mereka, yakni karena pertentangan mereka kepada Nabi Syuáib dimana mereka kufur terhadap Allah swt. , menyembah berhala, mengurangi timbangan dan ukuran dalam transaksi dengan orang lain. Mereka juga tidak mau kembali bertaubat

ke jalan yang benar. 117

Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah

116 Lihat surah al-Anfâl [8]: 33 117 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XII, hlm. 104 116 Lihat surah al-Anfâl [8]: 33 117 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XII, hlm. 104

Halilintar yang dilepaskan oleh Allah swt. dan menyambar siapa yang Dia kehendaki yang dimaksud dalam surah al-Ra'du [13]: 13 di atas adalah azab Allah swt. Menurut Ibn Jarir dengan berdasarkan beberapa riwayat penyebabnya adalah perdebatan yang dilakukan oleh orang Yahudi yang menanyakan tentang hakekat Allah swt. kepada Rasulullah saw. dari materi apa Tuhanmu? Apa Dia permata

atau intan? 118 Kehendak Allah swt. melepaskan petir merupakan keagungan sifat-Nya yang mutlak, di sisi lain

keadilan-Nya juga merupakan keagungan sifat-Nya yang didasarkan pada Kemahatahuan-Nya yang menyeluruh. Sehingga menurut Sayyid Quthb dikatakan bahwa kehendak Allah swt. mengazab seseorang pastilah tepat sasaran kepada

orang yang sepantasnya mendapatkan azab itu. 119

Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah.

Kata qâri á h/ ٌﺔ َﻋِرﺎَﻗ diambil dari akar kata qara á / ﻉﺮــﹶﻗ

yang asalnya berari memukul. Pada perkembangan makna kata ini kemudian dapat dimaknai bencana yang sangat dahsyat

118 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XIII, hlm. 125 119 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid IV, hlm. 133 - 134 118 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XIII, hlm. 125 119 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid IV, hlm. 133 - 134

bencana yang akan silih berganti yang ditimpakan kepada orang-orang yang mengingkari Allah swt. disebabkan mereka tidak mau menerima petunjuk kebenaran al-Qur'an. Musiabah

itu juga akan ditimpakan pada tempat sekitar mereka. 121 Tentunya jika sudah tidak ada lagi sekelompok orang yang

beriman dan menyerukan kebenaran di lingkungan tersebut.

Maka mereka ditimpa oleh (akibat) kejahatan perbuatan mereka dan mereka diliputi oleh azab yang selalu mereka perolok-olokkan.

Kata sayyiât/ُتﺎَﺌﱢﯿ َﺳ (keburukan-keburukan) adalah

jamak dari kata kata sayyiah/ ٌ ﺔَﺌﱢﯿ َﺳ (keburukan). Keburukan-

keburukan yang dimaksud dalam surah al-Nahl [16]: 34 di atas adalah azab yang menimpa mereka, yakni orang-orang kafir akibat dari perbuatan jahatnya. Dijelaskan dalam ayat sebelumnya (al-Nahl:33 dan 34) bahwa azab Allah swt. tersebut bukan berarti Allah swt. menganiaya mereka akan tetapi pada dasarnya mereka yang menganiaya diri mereka sendiri.

orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka,

120 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz VIII, hlm.265. 121 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid VII, hlm. 53 -54, Al-Thabâri, Jâm'i al-

Bayân... Juz XIII, hlm. 131

Surah al-Hajj [22]: 35 di atas menjelaskan bahwa orang yang bersabar atas musibah yang menimpanya berupa kesulitan-kesulitan dalam mentaati perintah Allah swt. dan juga menghidari apa yang dibenci-Nya adalah termasuk golongan orang-orang yang taat dan akan mendapatkan

balasan kebaikan yang tidak terhingga. 122 Juga seperti difirmankan oleh Allah swt. "Hai hamba-hamba-Ku yang

beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi

Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas .

(Q.S. al-Zumar [39]:10)

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Surah al-Nûr [24]: 63 di atas adalah bagian dari ayat- ayat yang menjelaskan tentang adab pergaulan orang-orang yang beriman terhadap Rasulullah saw. dimana banyak diantara

itu yang tidak menghiaraukan panggilan Raulullah saw. dan mereka dengan diam-diam banyak pula yang meninggalkan barisan beliau tanpa seizinnya dengan berlindung kepada kawannya. Padahal Allah swt. mengetahui semuanya itu. Sebab itu hendaknya tidak melakukan perbuatan tersebut karena jika Allah swt.

122 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XVII, hlm. 162.

menghendaki Dia dapat menimpakan fitnah yang menjadi ujian berat atau bahkan mengazabnya dengan azab yang pedih.

Dan agar mereka tidak mengatakan ketika azab menimpa mereka disebabkan apa yang mereka kerjakan: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan jadilah kami termasuk orang-orang mu'min"

Musibah dalam surah al-Qashash [28]: 47 tersebut di atas ditafsirkan dengan siksaan dan azab. 123 Musibah tersebut

ditimpakan kepada orang-orang kafir yang disebabkan oleh apa yang mereka kerjakan sewaktu hidup di dunia seperti

kemusyrikan 124 dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya. Musibah dalam arti azab tersebut akan terjadi di akhirat

dimana pengaduan mereka sudah tidak ada lagi gunanya.

Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.

Surah al-Rûm [30] ayat 36 di atas menjelaskan tentang sifat dasar buruk manusia yang bila ditimpa suatu bencana atau musibah yang sebenarnya juga akibat kesalahan perbuatan sendiri mereka mudah berputus asa seakan mereka melepas

123 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XX, hlm. 82 124 Al-Baghâwi, Ma’âlim ... Juz III, hlm. 448, Al-Syaukâni, Fath al-Qadîr al-

Jâm'i Baina al-Riwayah wa al-Dirayah fi 'Ilmi al-TafsirJuz IV , (Bairut: Dar al-Fikr, tt) Hlm. 176,. Ibn Katsir, ibid dan al-Qurthubiy, op.cit Juz IIIX, hlm. 292.

dari tanggung jawabnya. Sementara ketika mereka terlepas dari bencana tersebut dan mendapatkan rahmat Allah swt. mereka bergembira dan tidak mau bersyukur kepada Dzat yang Maha Memberi.

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang

diwajibkan (oleh Allah).

Surah Lukman [31]: 17 di atas adalah bagian dari cerita tentang

anaknya. Beliau memprediksikan bahwa orang yang mendirikan shalat dan melakukan amar ma'rûf nahi munkar akan ditimpa penderitaan berupa cercaan dan perlawanan dari oang-orang kafir yang

tidak senang dengan pekerjaan tersebut. 125 Sebab itu Lukman setelah menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat dan amar

ma'rûf nahi munkar beliau juga menyuruh anaknya untuk bersabar dalam menghadapi cercaan dan perlawanan mereka. Karena kesabaran juga merupakan kewajiban dari Allah swt.

Maka mereka ditimpa akibat buruk dari apa yang mereka usahakan. Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri.

125 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XXI, hlm. 72, Al-Qurthubi, Al-Jâm'ili Ahkâm... Juz IVX, hlm. 68

Surah al-Zumar [39]: 31 tersebut di atas menegaskan bahwa perbuatan buruk akan dibalas oleh Allah swt. dengan keburukan pula yakni dengan ditimpakan fitnah dunia di kalangan mereka. Dan orang-orang yang berbuat aniaya diantara mereka juga akan ditimpakan kepada mereka azab dunia yang mereka tidak dapat mengelak darinya sebagaimana

telah ditimpakan azab kepada umat-umat sebelum kita. 126

Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu".

Surah al-Mukmin [40]: 28 di atas adalah bagian dari kisah Nabi Musa as., dan Fir'aun. Dimana ada seorang laki- laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan keimanannya. Dia datang menemui Fir'aun dengan bertanya, "Apakah kamu akan membunuh seorang laki- laki karena dia menyatakan Tuhanku adalah Allah, padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan- keterangan sebagai bukti dari Tuhanmu?" Selanjutnya seorang yang beriman tadi menyatakan " Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu"

126 Al-Syaukâni, Fath al-Qadîr... hlm.469

Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

Musibah yang dimaksud dalam suarah al-Syûrâ [42]: 30 tersebut di atas adalah bencana yang menimpa manusia berupa penyakit, hukuman, atau ujian di dunia ini adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri yakni perbuatan dosa dan aniaya yang telah dilakukan. Dan Allah swt. memaafkan

sebagian besar dari kesalahan-kesalahan mereka di dunia setelah mereka ditimpa musibah itu. 127

Ikrimah ra. Menegaskan, "Bencana apapun yang menimpa seorang hamba itu disebabkan oleh perbuatan dosanya. Dan Allah swt. hendak menganpuninya melalui musibah itu, atau Dia hendak mengangkat derajatnya dengan musibah itu, dan dengan musibah itulah seorang hamba dapat

memperoleh ampunan dari dosa-dosanya" 128

Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.

Musibah yang dimaksud dalam suarah al-Syûrâ [42]: 39 di atas adalah tindak penganiayaan yang menimpa sekelompok manusia. Seperti dijelaskan ayat sesudahnya bahwa mereka yang dianiaya diperbolehkan untuk membalas tindak penganiayaan tersebut kepada pelakunya dengan catatan

127 Al-Baghâwi, Ma’âlim ... Juz IV, hlm. 128 128 Al-Baghâwi, Ma’âlim ... Juz IV, hlm. 128 127 Al-Baghâwi, Ma’âlim ... Juz IV, hlm. 128 128 Al-Baghâwi, Ma’âlim ... Juz IV, hlm. 128

Dan jika mereka ditimpa kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena

sesungguhnya manusia itu amat ingkar (kepada ni`mat).

Musibah dalam surah al-Syûrâ [42]: 48 di atas adalah kesulitan hidup seperti kemiskinan dan kefakiran. 129 Ayat ini

sebelumya menjelaskan sifat manusia yang bila dikaruniai nikmat mereka bergembira ria tetapi sebaliknya jika ditimpakan musibah mereka mengingkarinya, padahal musiabah tersebut adalah juga akibat perbuatan mereka sendiri.

Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mu'min dan perempuan-perempuan yang mu'min yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka).

Kata maá rrah/ ٌةﱠﺮ َﻌَﻣ terambil dari akar kata árara/ َرَﺮ َﻋ yang semula bermakna jarb/ بﺮ ﺟ (kudis). Adapun kata maárrah/

ٌةﱠﺮ َﻌَﻣadalah kata benda yang menunjuk makna tempat yakni

129 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XXV, hlm. 44 129 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XXV, hlm. 44

luka bacokan pedang yang terdapat pada badan manusia. 130 Menurut Sayyid Quthb surah al-Fath [48]: 25 tersebut di atas

menegaskan bahwa Allah swt. menahan kaum muslimin memerangi orang-orang kafir Qurasy pada tahun terjadinya perjanjian Hudaibiyah adalah karena masih banyak kaum muslimin yang belum ikut berhijrah ke Madinah dan mereka tetap ada di kota Mekkah dengan tidak memperlihatkan

keislamannya demi memelihara keselamatan diri di tengah- tengah kaum musyrikin. Jika perang terjadi dan kaum

muslimin menyerang Makkah, sedang mereka tidak mengetahui individu mana yang muslim, mungkin mereka akan

atau bahkan membunuhnya. 131 Umat Islam akan tertimpa luka atau

menginjaknya,

mencelakakannya

terbunuh oleh saudaranya sendiri. Demikian Allah swt. menghendaki untuk tidak menimpakan malapetaka kepada kaum muslimim supaya Dia mereka masuk dalam lingkungan rahmat-Nya. Dalam lanjutan ayat tersebut kemudian Dia tegaskan sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Dia akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu

130 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz IV, hlm. 456 131 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid , hlm. 398 130 Ibn Manzhûr, Lisan... Juz IV, hlm. 456 131 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil… Jilid , hlm. 398

Suatu pekerjaan yang mengakibatkan penyesalan tentunya adalah pekerjaan yang tidak benar. Pada surah al- Hujurat [49]; 6 tersebut di atas ditegaskan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk dapat melakukan klarifikasi informasi yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Karena informasi yang salah dipastikan dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang salah pula dan tindakan yang

berdasarkan keputusan tersebut akan menyebabkan masalah baru

yang akhirnya mengakibatkan penyesalan yang sebenarnya tidak berguna lagi.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Al-Syaukâni menafsirkan musibah dalam surah al-Hadîd [57]: 22 tersebut di atas sebagai sesuatu keburukan yang menimpa hamba-hamba Allah. Musibah tersebut sudah dicatat lebih dahulu dan sudah tetap dalam Umm al-Kitab (Lauh al- Mahfûzd ). Kemudian beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa musibah ada dua kategori; pertama musibah yang terjadi di bumi seperti kemarau panjang, banjir, gempa dan agin ribut dan lain-lain, kedua musibah yang ada dalam diri manusia itu Al-Syaukâni menafsirkan musibah dalam surah al-Hadîd [57]: 22 tersebut di atas sebagai sesuatu keburukan yang menimpa hamba-hamba Allah. Musibah tersebut sudah dicatat lebih dahulu dan sudah tetap dalam Umm al-Kitab (Lauh al- Mahfûzd ). Kemudian beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa musibah ada dua kategori; pertama musibah yang terjadi di bumi seperti kemarau panjang, banjir, gempa dan agin ribut dan lain-lain, kedua musibah yang ada dalam diri manusia itu

2. Suatu Kebaikan

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai).

Kata wabil/ ٌﻞ ِﺑاَو diambil dari akar kata wabla/ َﻞ ْﺑَو yang berarti hujan deras. 133 Sementara kata thall/ ﱞﻞ َﻃ terambil adari

kata thalala/َﻞ َﻠَﻃ yang berarti hujan gerimis yang terus menerus. 134 Dengan demikian kata ashaba/ َبﺎ َﺻَأ dalam surah

al-Baqrah [2]: 265 tersebut di atas secara tekstual dapat dimaknai sesuatu yang menimpa yakni hujan yang deras maupun hujan gerimis yang terus menimpa kebun-kebun itu menyebabkan hasilnya berlipat ganda. Tetapi secara kontektual lebih tepat diterjemahkan hujan yang deras maupun hujan gerimis yang terus mengguyur kebun-kebun itu menyebabkan hasilnya berlipat ganda.

Gambaran tersebut di atas adalah gambaran bagi amal perbuatan orang yang ikhlas yang hanya mengharap ridha Allah swt. Dengan keikhlasannya itu pahala amalnya akan

132 Al-Syaukâni, Fath al-Qadîr.... Juz V, hlm 176. 133 Ibn Manzhûr, Lisan... JuzXI, hlm. 718 ., Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz III,

hlm. 69

134 Ibn Manzhûr, Lisan... JuzXI, hlm. 405 .

dilipat gandakan baik di dunia maupun kelak di akhirat sebagai karunia dan rahmat-Nya 135

Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia.

Kata fadhl/ ٌﻞْﻀ َﻓ semula bermakna lebih. Selanjutnya

kata ini dapat berarti kelebihan, derajat yang mulia, juga

karunia. 136 Kata fadhl/ ٌﻞْﻀ َﻓ yang terdapat dalam surah al-Nisâ'

[4]: 73 tersebut di atas dapat diterjemahkan karunia atau kemenangan. Dengan demikian musibah atau sesuatu yang menimpa kaum muslimin adalah sesuatu yang positif yakni kemenangan dalam berperang sekaligus harta rampasan perang

yang tidak sedikit. 137

Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya

Dhamir (kata ganti) bihi/ ِﮫ ِﺑ pada surah Yunus [10]: 107 di atas kembali pada kata khair/ٍﺮ ْﯿَﺧ (kebaikan). Dengan demikian musibah pada ayat tersebut adalah sesuatu yang

135 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz III, hlm. 69 136 Ibn Manzhûr, Lisan... JuzXI, hlm. 524 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... JuzV, hlm. 166 137 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... JuzV, hlm. 166 135 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz III, hlm. 69 136 Ibn Manzhûr, Lisan... JuzXI, hlm. 524 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... JuzV, hlm. 166 137 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... JuzV, hlm. 166

bencana dan kesulitan hidup. 138 Semuanya berasal dari Allah swt. yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki tentunya

kepada siapa yang pantas untuk mendapatkannya berdasarkan pengetahuan-Nya yang Maha Luas dan keadilan-Nya yang Maha Adil.

Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang- orang yang berbuat baik.

Kasih sayang Kami (Allah swt.) yang Dia timpakan kepada yang dikehendaki-Nya seperti disebutkan dalam surah Yusuf [12]: 56 di atas adalah sesuatu yang diharapkan oleh setiap hamba-Nya. Musibah dalam hal ini adalah musibah dalam bentuk kebaikan yang menjadi amanat bagi Yusuf as. yakni diselamatkannya dari penjara dan didudukkan menjadi perdana mentri. Demikian adalah balasan kebaikan bagi orang-

orang yang berbuat baik. 139

3. Suatu Kebaikan juga Keburukan

138 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XI, hlm. 177 139 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an ... Juz IX, hlm. 217 138 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz XI, hlm. 177 139 Ibu Katsir, Tafsir al-Qur'an ... Juz IX, hlm. 217

Kata hasanah/ ٌﺔَﻨَﺴ َﺣ (kebaikan) dan kata sayyiah/ ٌ ﺔَﺌﱢﯿ َﺳ

(keburukan) dalam surah al-Nisâ' [4]: 78 di atas masing- masing menjadi fa'il (pelaku) dari kata tushibu/ ﺐﯿﺼ ﺗ. Hal ini dapat menunjukkan bahwa musibah yang menimpa manusia dapat berarti kebaikan juga keburukan. Hanya saja ketika

musibah itu disambungkan dengan kebaikan maka musibah itu ditafsirkan dengan mendapatkan bukan ditimpakan. Al- Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini sangat terkait dengan sikap orang-orang munafik yang yang apabila mereka mendapatkan nikmat, maka mereka mengatakan ini dari Allah swt. dan kalau mendapatkan keburukan dan kesulitan mereka menimpakan kesalahan kepada Nabi Muhammad saw. dan

kaum muslimin. 140

Apa saja ni`mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.

Surah al-Nisâ' [4]: 79 di atas adalah bantahan terhadap anggapan orang-orang munafik yang menuduh musibah keburukan yang menimpa mereka adalah sebab kesalahan Nabi dan umat Islam. Dalam ayat ini Allah swt. menegaskab

140 Al-Qurthubi, Al-Jâm'ili Ahkâm... Juz V, hlm. 284.

bahwa musibah kebaikan berupa kenikmatan yang semuanya bersumber dari-Nya. Sedang musibah keburukan yang menimpa kaum munafik adalah sebab dari kesalahan mereka

sendiri. 141

Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)" dan mereka berpaling dengan rasa gembira.

Seperti yang terdapat dalam surah al-Nisâ' [4]: 78 dan

79, surah al-Taubah [9]: 50 di atas juga menjelaskan tentang sifat orang-orang munafik ketika ditimpa musibah. Mereka jika kaum muslimin mendapat sesuatu kebaikan (musibah baik) berupa kemenangan, harta pampasan perang (ghanimah)

dan segala sesuatu keberuntungan 142 , maka menjadi tidak senang karenanya. Merka dengki dan tidak suka dengan

keberhasilan pada setiap keberhadilan kaum muslimin. Sebaliknya jika kaum muslimin ditimpa oleh sesuatu musibah berupa malapetaka kekalahan dan diantara kamu banyak yang

terbunuh seperti yang terjadi dalam perang Uhud 143 , mereka berkata: Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan

urusan kami dengan memprediksikan akan kalah berperang sehingga kami berlambat-lambat dan tidak ikut berperang

141 Al-Qurthubi, Al-Jâm'ili Ahkâm... Juz V, hlm. 285 142 Al-Syaukani, Fath al-Qadîr... Juz II. hlm. 368, Al-Baghâwi, op.cit. Juz II hlm

299. Ibn Katsir, op.cit Juz II, hlm. 363 143 Al-Syaukani, Fath al-Qadîr... Ibid, al-Baghâwi, Ibid, Al-Baidhawi, Juz III.

Hlm 150, Al-Qurtubi, op.cit. juz VIII. Hlm. 158.

bersama mereka orang-orang beriman sehingga kami tidak terkena kekalahan dan segala konsekuensinya seperti kematian

dan kehilangan harta benda 144 dan mereka berpaling dengan rasa gembira sebab kamu memperoleh kekalahan itu 145

Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang

beriman harus bertawakkal."

Kata ma/ ﺎﻣ pada surah al-Taubah [9]: 51 di atas adalah ma/ ﺎﻣ ismiyah nakirah (sesuatu/apa) yang selalu dibarengi dengan sifatnya. 146 Artinya sesuatu yang ditetapkan Allah swt.

yang menjadi musibah bagi kaum muslimin itu masih bersifat umum yakni dapat berupa kebaikan juga bisa berupa keburukan.

Ayat tersebut di atas ditujukan kepada orang-orang yang beriman sebagai bantahan terhadap prediksi orang-orang munafik yang mengatakan: "Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)" sebab menurut mereka orang Islam akan kalah. Kemudian ditegaskan oleh Allah swt. supaya orang orang Islam itu menjawab dengan jawababan: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi

144 Al-Baidhawi, ibid., Al-Baghâwi, ibid., Al-Syaukâni, Fath al-Qadîr..., Ibid,. Ibn Katsir, ibid dan al-Qurthubi, ibid.

145 Lihat foot note sebelumnya 146 Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi Ulum al-Qurán Juz IV, (Bairut: Dar al-Ma'rifah,

1391 H), hlm. 398 1391 H), hlm. 398

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang.

Fa'il (pelaku) dari kata ashâba/ َبﺎ َﺻَأ dalam surah al-

Hajj [22]: 11 tersebut di atas pertama adalah kata khair/ ٌﺮ ْﯿَﺧ(kebaikan) kedua fitnah/ ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ . Hal tersebut menunjukkan

bahwa secara umum musibah dapat dimaknai kebaikan dan juga keburukan.

Bagi mereka yang menyembah Allah dengan berada di tepi; yakni mereka yang berada dalam keraguan dan kemunafikan maka jika ia memperoleh kebajikan berupa kelapangan dalam urusan-urusan dunianya setelah memeluk agama Islam, tetaplah ia dalam keadaan itu yakni dalam agama Islam, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana berupa kesulitan dalam urusan dunia dan segala sesuatu yang dapat menyebabkan penderitaan dunia, berbaliklah ia ke belakang yakni keluar dari agama Islam. Mereka beranggapan bahwa setelah memeluk agama Islam hidup mereka di dunia selalu

mendapatkan berbagai macam kesulitan dan penderitaan 147

147 Ibid. Ibn Katsir, op.cit. hlm. 21.

Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Gaya bahasa yang menggunakan Adât al-Hashr dalam surah al-Taghâbun [64] tersebut di atas menunjukkan bahwa semua musibah tanpa kecuali adalah atas sepengetahuan Allah yakni Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin (pengetahuan) Allah. Kejadian apapun

yang menimpa manusia di dunia ini adalah merupakan urusan- Nya yaitu ketentuan-ketentuan dan kehendak-Nya semua

terjadi atas pengetahuannya. 148 Semua hal yang menimpa manusia bisa berupa kebaikan juga keburukan.

B. Term Lain yang Bermakna Musibah Term-term lain yang memiliki makna yang hampir sama dengan kata musibah ( ﺔﺒﯿﺼ ﻣ) antara lain adalah kata balâ' ( ءﻼ ﺑ) dan kata fitnah ( ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ). Balâ' ( ءﻼ ﺑ) yang berasal dari akar kata balawa atau

baliya ( َﻲ ِﻠَﺑ / ﻮ َﻠَﺑ ) dalam berbagai bentuknya diulang pengungkapannya oleh al-Qur'an sebanyak tiga puluh delapan kali dan enam kali dalam bentuk masdar, yakni balâ' ( ءﻼ ﺑ). Sedang kata fitnah ( ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ) yang diambil dari akar kata fatana ( ﻦﺘ ﻓ dalam berbagai bentuknya ) terulang sampai enam puluh kali, tiga puluh empat kali dalam bentuk mashdar, yakni fitnah ( ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ). Dalam tulisan ini sebagaimana yang sudah ditentukan dalam pendahuluan, penelusuran ayat akan dibatasi hanya pada ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kata balâ' ( ءﻼ ﺑ) dan kata fitnah (ٌﺔَﻨْﺘِﻓ) dalam bentuk mashdar (invinitif).

148 Ibn Katsir, op.cit., hlm. 376

1. Kata balâ' (ءﻼ ﺑ), yang diulang enam kali dalam al-Qurán semua bermakana ujian, yakni ujian baik bentuk kebaikan maupun keburukan. Lengkapnya dapat dilihat dalam ayat-ayat berikut:

(Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir`aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak- anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu) .

(Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir`aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak- anak lelakimu dan membiarkan hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cobaan yang besar dari Tuhanmu".)

Kadang-kadang kata balâ' ( ءﻼ ﺑ) bermakna nikmat yang banyak dan kadang-kadang maknanya adalah musibah yang

sangat berat yang menimpa manusia. 149 Begitu juga balâ' ( ءﻼ ﺑ) dalam Surah al-Baqarah [2]: 49 dan surah al-'Arâf [7]: 141 di

atas, ia mempunyai dua pemahaman; pertama balâ' difahami sebagai sebagai fitnah jika isyarahnya menunjuk pada kekejaman dan kesewenang-wenangan Firáun yang membunuh

149 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz I, hlm. 270 149 Al-Thabâri, Jâm'i al-Bayân... Juz I, hlm. 270

Adapun perbedaan redaksi yang terdapat dalam dua tempat tersebut adalah; dalam surat al-Baqarah [2]: 49

digunakan kata ( ْﻢُﻛﺎ َﻨْﯿﱠﺠَﻧ) najjan ā kum sementara dalam surat al- 'Arâf [7]:141 di atas digunakan kata (ْﻢُﻛﺎ َﻨْﯿَﺠْﻧَأ) anjain ā kum . Keduanya dapat diterjemahkan kami menyelamatkan kamu. Akan tetapi menurut M. Quraish Shihab perbedaan redaksi ini memberikan isyarah makna berbeda. Dimana redaksi yang digunakan dalam surah al-Baqarah [2]: 49 mengandung makna pemberian keselamatan saat turunnya siksa, sehingga mereka terhindar dari siksa itu. Sedangkan redaksi dalam surah al- 'Arâf ayat 141 berarti pemberian keselamatan dengan cara

menjauhkan siksa tersebut secara keseluruhan 150 .

(Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik.

150 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 223

Sesungguhnya

Mendengar lagi Maha Mengetahui).

Allah

Maha

Menurut pendapat yang masyhur surah al-Anfâl [8]: 17 tersebut di atas diturunkan berkenaan dengan perang Badar 151 .

Dimana para sahabat yang ikut dalam perang Badar setelah kembali berperang masing-masing menceriterakan apa yang telah mereka lakukan dalam perang. Setiap mereka berkata "Aku membunuh musuh seperti ini, aku kerjakan seperti ini dan seterusnya" sebab itu mereka saling membanggakan

dirinya. Adapun huruf lam pada kata َﻲ ِﻠْﺒُﯿِﻟ adalah lam al-Aqîbah

yang mengandung pengertian hasil, kesudahan atau akibat 152 . Kata ini pada mulanya berarti ujian kemudian digunakan untuk

menjadikan sesuatu yang sangat berkesan bagi yang memperolehnya. Biasanya dipakai untuk sesuatu yang negatif, tetapi juga bisa digunakan untuk hal yang positif dan menyenangkan. Seperati firman Allah; "Kami menguji kamu

dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan" 153 . Adapun ujian yang dimaksud dalam ayat ini adalah ujian terjun dalam

peperangan. Dan ( ﺎًﻨَﺴ َﺣ ًءﺎ َﻠَﺑ ) balâan hasanan/ujian yang baik dalam peperangan adalah memperoleh kemenangan dan rampasan perang yang banyak sebagai bentuk karunia dan nikmat dari Allah. Kemenangan tersebut pada hakekatnya adalah bersumber dari Allah, hal ini diindikasikan dari dhamir kata ﮫﻨﻣ (minhu) yang berarti dari-Nya.

151 Ibn Katsir, op.cit Juz II, hlm. 296, Al-Syuyuti, Asbab al-Nuzul, (Bairut:Dar al- Rusyd, tt), hlm.225, al-Qurthubiy, op.cit. hlm. 384. al-Baidhawiy, Tafsir al-Baidhawiy juz

III , (Bairut: Dar al-Fikr, 1996), hlm. 96,. 152 Ibid.

153 Surah al-Anbiyâ' (21):35

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata).

Surah al-Shaffat [37]: 106 di atas merupakan bagian dari cerita pengorbanan yang sangat berat bagi Nabi Ibrahim as.

dalam melaksanakan perintah Allah. Kata al-balâ al-mubin/

ُﻦﯿ ِﺒُﻤْﻟا ُءَﻼَﺒ ْﻟا dalam ayat tersebut di atas adalah ujian berat yang ditujukkan kepada Nabi Ibrahim as. dan putranya Nabi Isma'il

as. yaitu berupa perintah kepada Nabi Ibrahim untuk

menyembelih anaknya seperti dijelaskan dalam ayat-ayat sebelumnya ; (Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda- tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat ni`mat yang nyata).

Surah al-Dukhkhān[44]: 33 tersebut di atas merupakan bagian dari rangkaian yang menceriterakan tentang Bani Isra'il dan ujian yang mereka hadapi yang berupa penyelamatan dari siksaan yang menghinakan Fir`aun penguasa Mesir pada masa mereka. Penyelamatan itu berupa mukjizat-mukjizat yang telah Allah berikan kepada Nabi Musa as. Dan juga diturunkannya makanan surga Manna dan Salwâ yang menjadi hidangan bagi Surah al-Dukhkhān[44]: 33 tersebut di atas merupakan bagian dari rangkaian yang menceriterakan tentang Bani Isra'il dan ujian yang mereka hadapi yang berupa penyelamatan dari siksaan yang menghinakan Fir`aun penguasa Mesir pada masa mereka. Penyelamatan itu berupa mukjizat-mukjizat yang telah Allah berikan kepada Nabi Musa as. Dan juga diturunkannya makanan surga Manna dan Salwâ yang menjadi hidangan bagi

kata lain balâ' ( ءﻼ ﺑ) dalam ayat ini dapat berarti ujian baik berupa karunia dan nikmat atau juga ujian buruk berupa musibah dan malapetaka.

2. Kata fitnah ( ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ), kata ini diulang tiga puluh empat kali dalam dalam al-Qurán. Dalam berbagai redaksinya kata ini mayoritas bermakna cobaan atau ujian. Cobaan atau ujian tersebut semua menunjukkan pada sesuatu yang tidak menyenangkan bagi orang yang tertimpanya. Secara terinci dapat dilihat sebagai berikut:

a. Bermakna Ujian

sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".

Fitnah dalam surah Al-Baqarah [2]:102 tersebut di atas bermakna cobaan atau ujian. Dimana kedua malaikat mengajarkan bagi manusia karena suatu hikmah yang gaib. Sebab itu mereka selalu menasehati siapapun yang mempelajari sihir itu dari mereka bahwa yang diajarkannya itu hanyalah cobaan bagi manusia. Cobaan itu bertujuan untuk dapat membedakan siapa yang taat dan siapa yang durhaka, serta untuk membedakan bahwa sihir berbeda dengan

154 Katsir, op.cit. juz IV, hlm. 144.

mukjizat. Karena itu para penyihir itu bulanlah nabi, jangan gunakan sihir, sebab ia dapat menyesatkan dan merugikan

siapa saja yang mempelajari dan menggunakannya. 155 Bahkan untuk menunjukkan nasehat keras kepada setiap orang yang

hendak mempelajari sihir ini dikaitkan dengan sikap kekafiran.

Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki.

Surah Al-Árāf [7]:155 tersebut di atas merupakan kisah Nabi Musa as. dengan Bani Isra'il yang berkaitan dengan pelanggaran yang mereka perbuat. Menurut sebagian ulama menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh kaumnya

adalah menyembah anak lembu. 156 Pelanggaran tersebut dikatakan oleh Nabi Musa sebagai fitnah dari Allah, yakni cobaan terhadap umat Nabi Musa as. apakah mereka dapat tetap mentauhidkan Allah atau justru mereka mengikuti Musa Samiri menyembah Anak Sapi. Dan juga cobaan bagi Nabi Musa as. dan umatnya yang tetap dalam ketauhidannya untuk

dapat mengembalikan merereka yang sesat itu 157

155 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 1 (Jakarta: Lentera Hati, 2000). Cet. 1, hlm. 267

156 M. Quraish Shihab, op.cit. hlm 252 157 M. Quraish Shihab, op.cit. hlm.262

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Fitnah dalam surah Al-Anfâl [8]:28 tersebut di atas berarati cobaan atau ujian. Sebab itu harta dan anak-anak yang shālih atau thālih bagi orang-orang yang beriman menjadi instrumen untuk menguji kesungguhan mereka apakah mereka dapat mensyukuri nikmat Allah swt. dan tetap bersabar dalam memenuhi panggilan Rasul atau sebaliknya. Harta dan anak

juga menjadi ujian bagi mereka untuk melihat kesungguhan mereka memelihara amanat yang dititipkan kepadnya. Jangan

sampai sampai anak dan harta tersebut menjadikan mereka melanggar ajaran-ajaran Allah swt., sehingga mereka

mendapat siksa. 158

Lalu mereka berkata: "Kepada Allah-lah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim,

Fitnah dalam surah Yûnus [10]:85 tersebut di atas adalah ujian yang berupa siksaan dan penganiayaan yang menimpa

pengikut-pengikut Musa as. yang dilakukan oleh rezim Fir'aun yang berlaku sewenang-wenang terhadap mereka. Dengan ujian tersebut ada diantara mereka yang tidak lulus sehingga

mereka menajadi hina derajatnya. 159

158 M. Quraish Shihab, opcit. Hlm. 406 - 407 159 Quraish Shihab, op.cit. hlm, 141,

Dan (ingatlah), ketika

wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia". Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.

Kami

Fitnah Surah Al-Isrâ'[17]:60 tersebut di atas berarti ujian. Ada dua ujian yaitu: pertama mimpi Rasulullah saw. yang

menjadi ujian keimanan bagi manusia agar menjadi jelas di alam nyata siapa yang percaya dan siapa yang tidak percaya. Kedua pohon kayu yang terkutuk dalam Al Qur'an, apakah mereka percaya atau sebaiknya mereka tidak percaya dan mengejek bahwa mana mungkin ada pohon yang tumbuh di tengah nyala api neraka. Dengan mimpi Nabi dan pokon kayu terkutuk itu Allah mengukuhkan iman siapa yang cenderung jiwanya untuk beriman. Dan menakut-nakuti mereka yang durhaka melalui peringatan dan tidak membinasakan mereka

secara total agar mereka sadar dan percaya. 160

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.

160 Quraish Shihab, op.cit. hlm 498

Surah Al-Anbiyâ'[21]:35 tersebut di atas mengisyarahkan tentang kepastian yang akan dialami oleh setiap jiwa yang hidup di dunia ini bahwa mereka akan merasakan pengalaman mati. Dan akan diuji dengan ujian yang menyenangkan dan memberatkannya. Kedua-duanya merupakan fitnah, yakni

ujian yang sangat berat. 161 Dengan membawa hasil ujian selama hidup di dunia itu. Lalu disampaikan penilaian Allah

disertai balasan dan ganjaran sesuai dengan amalan mereka. Karena itu hendaknya mereka bersiap-siaplah menghadapi

kematian dan apa yang terjadi sesudahnya. 162

Dan aku tiada mengetahui boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu dan kesenangan sampai kepada suatu waktu.

Surah Al-Anbiyâ'[21]:111 tersebut di atas mengabarkan kepada orang-orang yang beriman bahwa ada rahasia hikmah dibalik penangguhan hukuman terhadap orang-orang yang

berbuat kejahatan. Fitnah dalam ayat ini adalah ujian berupa

kehendak Allah mengenai penangguhan hukuman terhadap orang-orang yang berbuat kejahatan. Tujuannya adalah supaya manusia sadar dan bertaubat sebelum ajal menjemputmu dan pemberian kesenangan sementara sampai kepada suatu waktu

yang ditentukan-Nya. 163 Menurut Sayyid Quthb ketidaktahuan akan kepastian terjadinya azab itu merupakan serangan yang

sangat kuat terhadap orang-orang kafir sehingga mereka mereka-reka sendiri setiap kemungkinan yang dapat terjadi

161 Al-Tabari, ibid, Quraiss Shihab, op.cit hlm 451. Ibn Katsir, op.cit, hlm. 179. Sayyid Quthub, op.cit. hlm. 18

162 M. Quraish Shiahab. Loc.cit. 163 Ibid 162 M. Quraish Shiahab. Loc.cit. 163 Ibid

bertaubat 164

agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada

penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang- orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat.

Surah Al-Hajj [22]:53 tersebut di atas menjelaskan tentang adanya usaha-usaha syaithan yang membisikkan kebatilan dalam rangka menyesatkan manusia. Lalu Allah swt. menghapuskan bisikan-bisikan syaithan kemudian menetapkan ayat-ayatnya supaya Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu berkenaan dengan angan-angan dan ucapan Nabi saw. yang menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan-tuhan itu sejenis burung yang tinggi dan sesungguhnya syafaatnya sangat diharapkan adalah fitnah yakni cobaan bagi orang- orang yang di dalam hatinya ada penyakit kemunafikan dan orang-orang yang kasar hatinya dalam menentang agama Allah

swt. 165 . Sayyid Quthb mencermati ayat tersebut di atas dengan

mengutip dari Tafsir Ibn Katsiar dengan sebuah pertanyaan,

164 Sayyid Quthub, loc.cit. 165 Al-Thabâri, op.cit. hlm. 123 - 124.

"Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi sedang Rasullah adalah seorang yang ma'shûm?" Ibn Katsir kemudian menjawab, bahwa hal itu dibisikan oleh syaithan kepada pendengaran

Sehingga mereka menyangka bahwa hal itu keluar dari mulut Rasulullah. Padahal bukan demikian halnya. Sesungguhnya itu adalah buatan syaithan dan bisikan yang dirasukkannya kepada orang-

orang-orang

musyrik.

orang munafik. Ini sama sekali bukan dari Rasulullah saw. 166

maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Surah Al-Nûr [24]:63 tersebut di atas menjelaskan tentang adab dalam bergaul dan menghadapi utusan Allah swt. Orang-orang lemah imannya banyak yang melakukan pelanggaran tersebut. Sebab itu mereka hendaklah takut jangan sampai dijatuhi hukuman oleh Allah swt. sehingga ditimpa fitnah kepadanya yakni cobaan berat di dunia ini dengan tertutup hatinya untuk melihat kebenaran hakiki sehingga muncullah kekufuran, kemunafikan atau bid'ah atau ditimpa azab yang pedih dengan datangnya hukuman Allah swt. berupa kekacauan dalam berbagai urusan dan hancurnya sistem kemasyarakatan. Sehingga mereka tidak akan merasa aman

atas dirinya sendiri. 167

166 Sayyid Quthub op.cit. hlm. 35 167 Ibid

Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar- pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.

Fitnah dalam surah Al-Furqân [25]:20 tersebut di atas adalah ujian berupa keberadaan suatu kelompok bagi

sebahagian kelompok yang lain. Yang miskin menjadi cobaan bagi yang kaya, yang bodoh menjadi cobaan bagi yang pandai

begitu juga sebaliknya; Nabi menjadi cobaan bagi umatnya, demikian juga sebaliknya; kaum musyrikin menjadi cobaan bagi orang yang beriman, begitu juga sebaliknya, begitu

seterusnya. 168

Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya ni`mat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi ni`mat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.

Surah Al-Zumar [39]:49 tersebut di atas menjelaskan bahwa manusia memiliki watak kengingkari nikmat Allah swt. Manusia apabila ditimpa bahaya atau bencana ia menyeru Allah padahal sebelumnya dia menjauh dan membencinya, tetapi apabila Allah berikan kepadanya ni`mat, ia berkata:

168 Ibid

"Sesungguhnya aku diberi ni`mat itu hanyalah karena pengetahuan dan kepintaranku yang luar biasa dalam mengelola urusan." Sungguh bodoh dan durhaka si pengucap itu. Karena sebenarnya tidak seperti yang dia duga; Yakni nikmat yang Allah anugerahkan itu adalah fitnah berupa ujian baginya apakah ia akan bersyukur atau tidak, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui bahwa itu adalah nikmat yang harus disyukuri sebagi ujian berupa kebaikan dari

Allah. 169

Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi mereka, maka tunggulah (tindakan) mereka dan bersabarlah.

Fitnah dalam surah Al-Qamar [54]:27 tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai ujian untuk meyakini tentang ayat- ayat Allah swt.. Dalam hal ini kaum Tsamud yakni umat Nabi Shalih as. dikirim unta betina seperti yang mereka usulkan sebagai mukjizat yang menjadi bukti kebenaran Nabinya. Mukjizat tersebut sebagai bukti tanda-tanda kebesaran Allah swt. yang di berikan kepada Nabi Shalih as. itu menjadi ujian bagi mereka. Apakah mereka dapat memperlakukan unta betina tersebut sesuai dengan tuntunan yang diberikan atau sebaliknya mereka berbuat semena-mena. Dan ternyata mereka tidak berhasil menjalani ujian tersebut, mereka bahkan

membunuh unta betina tersebut. 170

169 M. Quraish Shihab, loc.cit. 170 Ibid., hlm. 469, Al-Thabâri, loc.cit. 101

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.

Fitnah dalam surah Al-Taghâbun [64] :15 tersebut di atas dapat difahami sebagai cobaan atau ujian yang berbentuk amanat yang harus dipikul oleh manusia. Amanat tersebut harus dijalankan sesuai dengan kehendak hakekat yang memberikannya yakni Allah swt. Dzat Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana. Jika manusia dapat menggunakan amanat dengan benar maka balasan yang besar akan didapatkannya di

akhirat. 171

Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir,

Fitnah dalam surah Al-Mudatstsir [74]:31 tersebut di atas adalah suatu ujian atau cobaan yang berupa informasi tentang

hal yang ghaib. 172 Informasi Al-Qur'an yang menyatakan bahwa neraka dijaga oleh sembilan belas malaikat penjaga

sebagai ujian bagi anak cucu Adam membuat implikasi dua kemungkinan. Ada golongan yang bertambah keimananya yaitu orang-orang yang mendapat petunjuk dan disisi lain ada

171 M. Quraish Shihab, op.cit. hlm. 279 172 Ibid 171 M. Quraish Shihab, op.cit. hlm. 279 172 Ibid

b. Berarti Bencana

Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak,

kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi).

Surah al-Mâidah [5]: 71 di atas adalah menjelaskan tentang sikap Bani Isra'il yang mengira bahwa perbuatannya – jika tidak suka kepada Rasul-rasul Allah swt. yang dikirimkan kepada mereka - sebagian selalu mendustakan rasul-rasul

Allah swt. dan sebagian yang lain membunuhnya 174 . Mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu fitnah yakni bencana

yang dahsyat. Fitnah dalam bentuk bencana tersebut bisa jadi merupakan peringatan keras bagi Bani Isra'il sebab dosa yang

mereka lakukan dengan medustakan dan membunuh nabi-nabi yang diutus untuk mereka 175 .

Menurut Al-Thabari terks di atas dapat difahami bahwa mereka orang-orang Bani Israil itu buta dan tuli dari melihat dan mendengar kebenaran dan nilai-nilai kebaikannya jika mereka mau menepati janji yang telah mereka buat, yakni dengan ikhlas mereka melaksanakan ibadah kepada Allah swt., menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjahui larangan-

173 Ibid, Al-Thabâri, loc.cit. 174 Lihat ayat sebelumnya, surah Al-Ma'idah [5]:70, dan al-Baqarah [2]:87 175 Al-Thabâri, lock.cit. lihat Quraish Shihab, op. cit. hlm 147 173 Ibid, Al-Thabâri, loc.cit. 174 Lihat ayat sebelumnya, surah Al-Ma'idah [5]:70, dan al-Baqarah [2]:87 175 Al-Thabâri, lock.cit. lihat Quraish Shihab, op. cit. hlm 147

kembali tertutup mata dan pendengarannya dari kebenaran. 176

Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan

ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

Fitnah yang menimpa orang-oang yang berbuat aniaya dalam surah Al-Anfâl [8]:25 tersebut di atas adalah bala bencana yang mungkin sudah merupakan azab dari Allah yang bila ia datang tidak khusus menimpa orang-orang yang melanggar dan enggan memperkenankan perintah Rasul saja di

antara kaum muslimin yang taat. 177 Sebab itu orang-orang yang beriman hendaknya selalu

dapat mengontrol sendi-sendi bangunan masyarakat agar lingkungan masyarakatnya tetap berada dalam satu tatanan yang benar. Sebagai contoh terjadinya kecelakaan di jalan itu tidak selalu menimpa pengendara kendaraan yang ceroboh yang tidak mentaati lalu-lintas, tetapi bisa jadi karena orang yang taat aturan lalu lintas itu ditabrak oleh orang yang

melanggarnya. 178

176 Al-Tahabari, lock.cit. 177 M. Quraish Shihab, ibid

178 Sayyid Quthub, op.cit Juz IX. hlm

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.

Surah Al-Hajj [22]:11 tersebut di atas menjelaskan tentang gambaran keimanan palsu bagi orang yang

mementingkan kepentingan duniawinya. Mereka jika ditimpa fitnah yakni kesulitan dalam urusan dunia dan segala sesuatu yang dapat menyebabkan penderitaan dunia, maka ia akan berbalik ke belakang yakni keluar dari agama Islam. Mereka beranggapan bahwa setelah memeluk agama Islam hidup mereka di dunia selalu mendapatkan berbagai macam kesulitan

dan penderitaan 179

Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.

tersebut di atas mengiformasikan tentang makanan ahli neraka. Pohon zaqqum yakni suatu tumbuhan yang tumbuh di dasar neraka Jahim itu sebagai fitnah yakni ujian atau siksaan bagi orang-orang yang

Surah

Al-Shâffât

zālim. 180 Fitnah di sini dimaknai ujian karena ketika turun ayat yang berbicara tentang pohon Zaqqûm ini, informasinya

179 Ibid. Ibn Katsir, op.cit. hlm. 21. 180 Ibn Katsir, op.cit Juz IV, hlm. 14 179 Ibid. Ibn Katsir, op.cit. hlm. 21. 180 Ibn Katsir, op.cit Juz IV, hlm. 14

itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air

yang sangat panas. 181

(Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dahulu kamu minta supaya disegerakan".

Surah Al-Dzariyât [51]:14 tersebut di atas menjelaskan tentang kebenaran siksaan bagi para pendusta dan orang-orang yang tenggelam dalam kebodohan dan kelalaian. Dikatakan kepada mereka para pendusta itu "Rasakanlah fitnah yakni siksaan yang ditimpakan kepada kamu itu. Inilah siksaan yang dahulu ketika hidup di dunia kamu minta supaya disegerakan". Atau dapat difahami dengan ungkapan Rasakanlah pembalasan yang diakibatkan oleh fitnah yakni kebohongan dan kedurhakaan kamu ketika hidup di dunia yang meminta

disegerakannya pembalasan itu. 182

181 M. Quraish Shihab, loc.cit. 182 M. Quraish Shihab, loc.cit.

c. Berarati Penganiayaan

ُﺔ َﻨْﺘِﻔْﻟاَو ْﻢُﻛﻮُﺟَﺮْﺧَأ ُﺚْﯿَﺣ ْﻦِﻣ ْﻢُھﻮُﺟِﺮْﺧَأَو ْﻢُھﻮُﻤُﺘْﻔِﻘَﺛ ُﺚْﯿَﺣ ْﻢُھﻮُﻠُﺘْﻗاَو ِﮫﯿِﻓ ْﻢُﻛﻮُﻠِﺗﺎَﻘُﯾ ﻰﱠﺘَﺣ ِماَﺮَﺤْﻟا ِﺪِﺠْﺴَﻤْﻟا َﺪْﻨِﻋ ْﻢُھﻮُﻠِﺗﺎَﻘُﺗ ﺎَﻟَو ِﻞْﺘَﻘْﻟا َﻦِﻣ ﱡﺪَﺷَأ َﮫ ﱠﻠﻟا ﱠنِﺈ َﻓ اْﻮ َﮭَﺘْﻧا ِنِﺈ َﻓ . َﻦﯾِﺮ ِﻓﺎَﻜْﻟا ُءاَﺰَﺟ َﻚِﻟَﺬَﻛ ْﻢُھﻮُﻠُﺘْﻗﺎَﻓ ْﻢُﻛﻮُﻠَﺗﺎَﻗ ْنِﺈَﻓ ِنِﺈ َﻓ ِﮫ ﱠﻠِﻟ ُﻦﯾﱢﺪ ﻟا َنﻮ ُﻜَﯾَو ٌﺔ َﻨْﺘِﻓ َنﻮ ُﻜَﺗ ﺎَﻟ ﻰﱠﺘَﺣ ْﻢُھﻮُﻠِﺗﺎَﻗَو . ٌﻢﯿِﺣَر ٌرﻮُﻔَﻏ ( ١٩٣ - ١٩١ : ةﺮﻘﺒﻟا ) َﻦﯿِﻤِﻟﺎﱠﻈﻟا ﻰَﻠَﻋ ﺎﱠﻟِإ َناَوْﺪُﻋ ﺎَﻠَﻓ اْﻮَﮭَﺘْﻧا

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang- orang yang zalim.

Thabathaba'i menegaskan bahwa fitnah dalam Surah Al- Baqarah[2]:191 – 193 tersebut di atas muthlak pengertiannya yakni sebuah ujian yang diterima oleh manusia yang berupa penyiksaan yang sangat keras yang bertujuan untuk menyesatkan dari jalan yang benar dan memusyrikannya dari i'tiqad tauhid. Fitnah yang demikian dosanya lebih besar dari dosa membunuh. Dengan argumen bahwa membunuh hanya memutuskan satu kehidupan yakni kehidupan dunia. Sementara fitnah dalam pengertian seperti tersebut di atas Thabathaba'i menegaskan bahwa fitnah dalam Surah Al- Baqarah[2]:191 – 193 tersebut di atas muthlak pengertiannya yakni sebuah ujian yang diterima oleh manusia yang berupa penyiksaan yang sangat keras yang bertujuan untuk menyesatkan dari jalan yang benar dan memusyrikannya dari i'tiqad tauhid. Fitnah yang demikian dosanya lebih besar dari dosa membunuh. Dengan argumen bahwa membunuh hanya memutuskan satu kehidupan yakni kehidupan dunia. Sementara fitnah dalam pengertian seperti tersebut di atas

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan .

Surah Al-Anfâl [8]:39 tersebut di atas adalah serupa

dengan surah al-Baqarah [2]: 193. berkenaan dengan perintah memerangi orang-orang yang membuat fitnah yang dimaknai sebagai kekacauan, penindasan dan penganiayaan yang dapat

menyebabkan kemusyrikan dan kekafiran. 184 . Perbedaan yang terdapat dalam ayat ini dengan surah al-

Baqarah [2]:193 adalah pada kata ﮫ ﻠﻛ /kulluhu, semuanya. Menurut Sayyid Quthub hal ini adalah mengisyaratkan keharusan membasmi semua batas-batas material yang tercermin dalam kekuasaan tirani dan kondisi kedzaliman yang merajalela, sehingga semuanya kembali kepada kekuasaan Allah swt. mereka melakukan peribadatan dan ketaatan hanya

kepada-Nya. 185 Sementara Quraish Shihab kata ﮫ ﻠﻛ/kulluhu mengisyaratkan bahwa ketundukan kepada Allah swt. yang

dimaksud dalam surah Al-Anfâl [2]: 39 tersebut di atas harus menyeluruh jangan ragu dan jangan puas hanya dengan kepatuhan sebagian. Hal ini berdasarkan bahwa suarah al- Anfâl turun lebih dulu dari pada surah al-Baqarah. Sebab itu

183 Muhammad bin Husain Al-Thabathaba'iy, Al-Mizan Tafsir Al-ur'an, Juz Ī, (Bairut-Libanon: Muassasah al-'Amal, 1983), hlm 61

184 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 421 185 Sayyid Quthb, 184 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 421 185 Sayyid Quthb,

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.

Dari segi sosioligi surah Al-Anfâl [8]:73 tersebut di atas menurut Sayyid Quthub menjelaskan bahwa masyarakat

jahiliyah tidak bergerak secara perorangan tetapi ia bergerak sebagai seorang anggota membela anggotanya yang lain dengan karakter keberadaan bangunan masyarakatnya untuk mempertahankan eksistensinya. Sebab itu mereka merupakan

sebagian yang lain. 187 Sebab itu Jika kaum muslimin tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah swt. itu,

yang antara adalah jika sesama kaum muslimin tidak saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan atau bahkan sebaliknya yakni mereka membantu masyarakat Jahiliyah dalam urusan keburukan dan kekufuran niscaya akan terjadi fitnah yakni kekacauan yang dahsyat di muka bumi dan aneka kerusakan yang besar. Dan perlu dicatat bahwa larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai auliya adalah terhadap mereka yang bermaksud memadamkan ajaran Islam yang

186 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 423 187 Sayyid Quthub, op.cit. juz VI Surah al-Anfal, hlm 148.

memusuhi kaum muslimin dan bermaksud untuk merugikan kaum muslimin seperti tindakan orang-orang kafir Quraisy. 188

Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya

kami adalah besertamu." Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?

tersebut di atas menginformasikan

Surah Al-Ankabût

karakteristik kaum yang mendustakan agama, yakni orang-orang yang menyerukan keimanannya melalui lisannya sementara dalam hatinya belum ada iman. Sayyid Quthb menjelaskan tentang sikap gamang mereka yang menduga bahwa tindakan aniaya yang mereka terima di dunia atas keimanannya adalah seperti azab Allah swt. di akhirat, itu disebabkan karena mereka mencampur adukkan antara aniaya yang dapat dilakukan oleh orang biasa dengan azab Allah swt. yang tidak seorang pun mengetahui

tentang

kepedihannya. 189 Dengan demikian fitnah dalam ayat ini adalah cobaan dalam bentuk penganiayaan yang menimpa

orang-orang yang menyatakan keimanannya secara terbuka. Bagi orang-orang yang mengikrarkan keimannannya hanya dilidahnya saja maka ketika tekanan dan tindakan penganiayaan menimpanya, maka ia akan murtad dari

188 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 484 - 485 189 Sayyid Quthub, op.cit. juz X, surah al-Ankabût, hlm. 9 188 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 484 - 485 189 Sayyid Quthub, op.cit. juz X, surah al-Ankabût, hlm. 9

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Fitnah dalam surah Al-Mumtahanah [60] :5 tersebut di atas fitnah dapat difahami sebagai ujian yang berupa tindakan- tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh kaum yang kuat terhadap kaum yang lebih lemah. Tindakan-tindakan penganiayaan tersebut dapat mempengarui keyakianan kepada Allah swt. dan memalingkan suatu kaum dari jalan yang benar

apalagi bagi mereka yang lemah keimanannya. 190

d. Bermakna Kekafiran/Kemusyrikan

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)

190 Al-Thabâri, ibid.

di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.

Fitnah dalam surah al-Baqarah [2]:217 di atas berarti mengingkari Allah dan menentang jalan-Nya dengan menyulut permusuhan dan mengusir orang-orang yang beriman dari tanah kelahirannya. Di mata Allah fitnah semacam ini dosanya lebih besar dari dosa membunuh. Karena dapat mengakibatkan hilangnya kenikmatan dunia dan akhirat. Ancaman yang Allah swt. sampaikan kepada mereka yang tidak mampu

mempertahankan keimanannya itu tidak tanggung-tanggung, yaitu kesia-siaan amal perbuatannya baik di dunia maupun di akhirat dan kelak di akhirat mereka akan kekal dalam siksaan api neraka. Demikian jika kemurtadan atau kekafiran mereka dibawa sampai mati.

Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman daripada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya.

Surah Al-Nisâ'[4]:91 tersebut di atas tentang fitnah yang menimpa pada orang-orang yang tidak mempunyai akidah

yang kokoh. Mereka setiap diajak kembali kepada fitnah yakni

menyembah kepada selain Allah (syirik), dengan mudah akan kembali dan menjadi musyrik seperti semula. Mereka bertujuan agar aman ketika ada dalam golongan yang kaum

muslimin dan juga aman dalam golongan yang lain 191 Sebab

utama mudahnya mereka terfitnah yakni kembali pada keyakinan semula berupa kekafiran dan kemusyrikan adalah

191 Ibid.

karena mereka lebih mementingkan pribadi ketimbang

kepentingan agamanya .

Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat.

Surah Al-Ahzâb [33]:14 tersebut di atas menggambarkan tentang lemahnya iman sebagian ahli Yasrib yang dengan

alasan rumahnya terbuka dan tidak ada yang jaga ingin pergi dari barisan kaum muslimin dan pulang ke rumah. Isi hati mereka dibuka oleh Allah swt. dengan menyatakan; Kalau misalnya kota mereka yakni Yatsrib atau rumah-rumah mereka diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka suatu fitnah yakni mereka diminta untuk membantu musuh dengan kembali pada kekufuran atau menyerah kalah kepada musuh, niscaya mereka mengerjakannya dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat. Yakni mereka tidak perlu berfikir panjang cukup

sekedar untuk menjawab ya dari permintaan tersebut. 192

Menurut Ibn 'ASyûr sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam tafsirnya bahwa kata fitnah yang terdapat dalam ayat tersebut di atas bukan berarti murtad dari agama Allah swt. atau menyerah tetapi berarti menyebarkan isu yang dapat melemahkan umat Islam. Menurutnya ayat itu seakan mengatakan; "Seandainya tentara kualisi itu menyerang kota

192 Al-Thabâri, op.cit. juz XX. hlm. 132

Madinah, dan tentara kaum muslimin tetap berada di luar kota, lalu tentara kualisi itu meminta kepada mereka – yang meminta izin pulang – supaya mereka menaburkan isu dan melemahkan semangat kaum muslimin, niscaya mereka akan

segera mengabulkannya". 193

e. Bermakna Kekacauan

ُﻢُﻜَﻧﻮ ُﻐْﺒَﯾ ْﻢُﻜَﻟﺎ َﻠِﺧ اﻮُﻌ َﺿْوَﺄَﻟَو ﺎ ًﻟﺎَﺒَﺧ ﺎ ﱠﻟِإ ْﻢُﻛوُداَز ﺎَﻣ ْﻢُﻜﯿِﻓ اﻮُﺟَﺮَﺧ ْﻮَﻟ اُﻮ َﻐَﺘْﺑا ِﺪ َﻘَﻟ . َﻦﯿِﻤِﻟﺎ ﱠﻈﻟﺎِﺑ ٌﻢﯿ ِﻠَﻋ ُﮫ ﱠﻠﻟاَو ْﻢ ُﮭَﻟ َنﻮُﻋﺎﱠﻤ َﺳ ْﻢُﻜﯿ ِﻓَو َﺔ َﻨْﺘِﻔْﻟا ِﮫ ﱠﻠﻟا ُﺮ ْﻣَأ َﺮ َﮭَﻇَو ﱡﻖَﺤ ْﻟا َءﺎَﺟ ﻰﱠﺘَﺣ َرﻮُﻣُﺄْﻟا َﻚَﻟ اﻮُﺒﱠﻠَﻗَو ُﻞْﺒَﻗ ْﻦِﻣ َﺔَﻨْﺘِﻔْﻟا ِﺔ َﻨْﺘِﻔْﻟا ﻲ ِﻓ ﺎ َﻟَأ ﻲﱢﻨِﺘْﻔَﺗ ﺎَﻟَو ﻲِﻟ ْنَﺬْﺋا ُلﻮُﻘَﯾ ْﻦَﻣ ْﻢُﮭْﻨِﻣَو . َنﻮُھِرﺎَﻛ ْﻢُھَو ( ٤٩ - ٤٧ : ﺔﺑﻮﺘﻟا ) َﻦﯾِﺮِﻓﺎَﻜْﻟﺎِﺑ ٌﺔَﻄﯿِﺤُﻤَﻟ َﻢﱠﻨَﮭَﺟ ﱠنِإَو اﻮُﻄَﻘَﺳ

Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan) mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah), dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah". Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.

Surah Al-Taubah [9]: 47 – 49 tersebut di atas fitnah terdapat dalam tiga tempat adalah sebagai berikut: Pada ayat

47 dan 48 ia bermakna kekacauan. Yakni upaya-upaya yang

193 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 235 193 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 235

f. Bermakna Kekacauan Berfikir

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari- cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami."

Kata ٌﻎ ْﯾَز/zaighun, diambil dari kata ﻎـﻳﺰﻳ – ﻍﺍﺯ yang berarti mail 194 / ﻞــﻴﻣ (kecenderungan) . Kemudian ia sering dimaknai

berpaling dari kebenaran, dari hidayah, atau juga dikatakan sebagai ahli syak (keraguan) yakni orang yang hatinya sakit 195 .

Dalam surah Âli Imrân [3]:7 tersebut di atas orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya. Yakni

194 Ibn Manzdur, Juz VIII, op. cit, hlm. 432, Raghib Al-Asfahani, op.cit. hlm. 223 195 Al-Thabâri, op.cit. hlm. 176 194 Ibn Manzdur, Juz VIII, op. cit, hlm. 432, Raghib Al-Asfahani, op.cit. hlm. 223 195 Al-Thabâri, op.cit. hlm. 176

rujukan dalam memahami atau menetapkan artinya. 196 Seperti mereka mengatakan, "Allah swt. mempunyai tangan sama

dengan makhluk" karena ada ayat yang mengatakan tangan Allah swt. di atas tangan mereka (QS. Al-Fath [48]:10) dengan tanpa mengkaitkan ayat yang lain yakni "Tidak ada yang serupa dangan Allah swt. " (QS. Al-Syûrâ [42]: 11).

Mereka berjalan di belakang yang mutasyābihāt itu karena mereka merasa mendapat peluang untuk menimbulkan

fitnah yakni mereka berusaha menggoncang akidah dan membuat pertentangan-pertentangan pemahaman agama dalam masyarakat kaum muslimin. Mereka mencari-cari ta'wil ayat- ayat mutasyābihāt itu dengan sumber dengan keraguan sebagai akibat dari kesalahan mereka memasuki lapangan

pikiran yang tidak seharusnya mereka menta'wilkannya 197 . Karena yang mengetahui hakekat ayat-ayat mutasyabihat

adalah Allah.

g. Bermakna Kesesatan

Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Mereka beroleh

196 Ibid. hlm. 14 197 Sayyid Quthub, op.cit. Juz II, hlm. 24 196 Ibid. hlm. 14 197 Sayyid Quthub, op.cit. Juz II, hlm. 24

Fitnah yang dimaksud dalam surah al-Mâidah [5]: 41 adalah kesesatannya dari jalan yang benar setelah yang

bersangkutan bertekad untuk enggan beriman 198 , manusia tidak akan mampu menolak sesuatu pun yang datang

ketetapannya dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka dari kesesatan dengan iman yang benar disebabkan karena kehendak mereka

sendiri. Sehingga pada akhirnya Mereka beroleh kehinaan di dunia dengan terbongkarnya kedok mereka dan terklahkannya mereka dari umat Islam dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

h. Bermakna Kebohongan

Kemudian tiadalah fitnah mereka, kecuali mengatakan: "Demi Allah, Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah".

Surah Al-An'âm (6):23 tersebut di atas adalah menjelaskan tentang keadaan orang-orang musyrik kelak di padang mashsyar, ketika ditanya "Di manakah sembahan- sembahan kamu yang dahulu kamu katakan (sekutu-sekutu

Kami)?" 199 . Mereka ternyata masih sempat menjawab dengan bohong, meskipun pada hari itu telah terbuka segala tabir dan

tersingkap segala kebohongan. Hal ini dikarenakan pada waktu

198 Quraish Shihab. Op.cit. hlm. 91 199 Lihat ayat sebelumnya surah Al- An'ām (6):22, Al-Qashash [28]: 62 dan 74 198 Quraish Shihab. Op.cit. hlm. 91 199 Lihat ayat sebelumnya surah Al- An'ām (6):22, Al-Qashash [28]: 62 dan 74

mempersekutukan-Nya. 200 Sayyid Quthb memberikan penafsiran yang berbeda

dengan kebanyakan para mufassir, beliau menjelaskan ayat ini dengan mengkaitkan fitrah manusia yang dapat menemukan

kembali kesadarannya setelah ia membebaskan diri dari kotoran dunia yang menutupinya. Sebab itu maka sekutu- sekutu Allah swt. yang mereka sembah sewaktu di dunia lenyap dari ingatannya. Sehingga jawaban ketika ditanya mengenai Tuhan-tuhan yang mereka sekutukan merekapun dengan lantang menjawab "Demi Allah swt. , Tuhan kami,

Tiadalah kami mensekutukan Allah swt." 201

C. Hubungan Musibah dengan Bala dan Fitnah

1. Hubungan Musibah dengan Bala

Untuk melihat adanya hubungan antara kata musibah dan kata bala secara garis besarnya dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi persamaan dan perbedaan. Dari kedua sisi ini, kemudian dikembangkan dalam sisi-sisi yang lainnya yang antara lain, sisi materi, sasaran, tujuan dan asal atau sumber utama dari keduanya. Dari sisi sasarannya Al-Qur'an kelihatannya

200 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 52 201 Sayyid Quthub, op.cit Juz V. hlm 75 200 Quraish Shihab, op.cit. hlm. 52 201 Sayyid Quthub, op.cit Juz V. hlm 75

pada sasaran manusia. Sedikit hal yang membedakan adalah kepada siapa musibah dan bala itu ditimpakan. Musibah

diberikan kepada manusia secara umum sedang bala lebih khusus untuk ornag-orang yang beriman. 202 Demikian karena

bala lebih khusus fungsinya yakni untuk memberikan ujian. Dan hanya orang-orang yang berimanlah yang akan diuji oleh

Allah 203 . Dari sisi materinya, kata musibah dan kata-kata

bentukannya libih banyak menunjuk pada makna sesuatu yang jelas tidak disukai jiwa (keburukan). 204 Dan hanya sekitar lima

prosen dari keseluruhan ayat-ayat musibah yang tercatat dalam

202 Dari 6 ayat dalam surah dan ayat yang berbeda, 4 tempat dengan sasaran kaum Nabi Musa yakni Bani Isra'il (lihat surah al-Baqarah[2]: 49, al-'Arâf [7]:141, Ibrahim

[14]:6, dan al-Dukhkhan [44]:33, sekali dengan sasaran Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il as. (lihat surah al-Shaffat [37]: 106) dan sekali lagi dengan sasaran kaum mukminin yakni umat Islam (lihat surah al-Anfâl [8]:17).

203 Lihat surah Muhammad [48]: 31 204 Ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kata musibah dan kata-kata bentukannya

yang dengan jelas menunjuk makna keburukan atau sesuatu yang tidak disenangi kejadiannya oleh jiwa tercatat terulang sampai 41 kali dari 77 kali, Atau sekitar 51 prosen.

al-Qur'an yang menunjuk makna sesuatu yang baik. 205 Sehingga secara umum musibah dapat dijelaskan sebagai

sesuatu keburukan yang menimpa umat manusia. Berbeda dengan kata bala, pemaknaannya sangat bergantung pada indikator yang menyertai yang terdapat pada ayat itu sendiri atau ayat sebelum dan sesudahnya. Kata bala ini, sejauh penelitian penulis berimbang pemaknaannya antara kebaikan atau keburukan. Bisa bermakna nikmat atau karunia dapat juga bermakna bala bencana.

Dari segi tujuan, kata musibah dapat mengandung

beberapa makna, yakni untuk menguji, 207 mengingatkan dan mungkin juga untuk menghukum perbuatan dosa manusia. 208

Sementara bala lebih mengarah hanya untuk menguji manusia khususnya orang-orang yang beriman. Seperti bala yang menimpa kaum bani Isra'il umat Nabi Musa as. dari kekejaman dan kezhaliman penguasa Fir'aun sekaligus diselamatkannya

205 Bisa dilihat dalam surah al-Baqarah [2]: 265, an-Nisâ' [4]:73, Yunus [10]:107, dan Yusuf [12]: 56. Selebihnya kurang lebih 44 prosen, kata musibah ditegaskan untuk

menunjuk makna yang netral bisa berupa kebaikan dan bisa juga keburukan. 206 Surat Al-Maidah (6):106 dalam ayat ini Allah awt., mengungkapkan kata musibah disambungkan dengan kematian (   .). sementara dalam berbagai

ayat yang lain Allah mengungkapkan bahwa kehidupan dan kematian adalah bagian dari cobaan atau ujian yang diberikan kepada umat manusia untuk mengetahui siapa diantara mereka yang terbaik amalnya. Lihat surat al-Baqarah(2) :156 -157

207 Surat Syûrâ ayat 30 (  kata   menunjukkan bahwa sesuatu yang menimpa kepada diri mereka itu adalah ada sebabnya

yang tidak lain adalah perbuatan-perbuatan dosa atau maksiat kepada Allah. Sebab itu musibah dalam hal ini dapat dipandang sebagai peringatan yang jika manusia yang tertimpa musibah ini diiringi dengan iman maka mereka akan mendapat petunjuk dan akan kembali kepada kebenaran. Lihat juga surat al-Taghâbun(64): 11.

208 Surah al-Qashash(28): 47 (  ) Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mau

menerima kebenaran. Sehingga jika sampai mereka diazab oleh Allah mereka tidak dapat lagi membuat alasan-alasan yang tidak dapat diterima oleh akal.

mereka oleh Allah swt. 209 bala yang diberikan kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya Nabi Isma'il as. 210 dan

bala yang berupa kemenangan dalam peperangan dan memperoleh harta rampasan perang yang banyak bagi kaum

muslimin. 211 Sementara dari sumber asalnya atau penyebabnya,

musibah meskipun dinyatakan hakekatnya dari Allah swt., tetapi juga manusia memiliki andil dalam hal sebab terjadinya. Terutama dalam hal musibah yang terkait dengan

pengampunan dan penghapusan dosa. 212 Berbeda dengan bala yang murni datangnya dari Allah sebab ujian itu tidak terkait

dengan perbuatan dosa manusia. Dapat dilihat dalam kontek bala yang menimpa kaum bani Isra'il yang dianiaya dan disiksa oleh rezim kekuasaan Fir'aun, lalu bala yang diberikan kepada Nabi Ibrahim as. untuk mengorbankan putra kesayangannya Nabi Isma'il as. dan bala kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar. Semuanya baik bala dalam bentuk kebaikan maupun bala dalam bentuk keburukan bukan disebabkan oleh kesalahan atau perbuatan dosa mereka.

2. Hubungan Musibah dengan Fitnah Seperti telah dijelaskan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan musibah dengan bala, juga Hubungan musibah dengan fitnah. Dari segi sasarannya antara musibah dan fitnah dalam al-Qur'an tidak dibedakan, baik musibah maupun fitnah

209 lihat surah al-Baqarah[2]: 49, al-'Arâf [7]:141, Ibrahim [14]:6, dan al- Dukhkhan [44]:33. 210 lihat surah al-Shaffat [37]: 106. 211 lihat surah al-Anfâl [8]:17. 212 Lihat surah Syûrâ ayat 30, dan al-Taghâbun(64): 11.

sama-sama menimpa umat manusia, beriman atau kafir sekalipun 213 .

Dari segi materinya, seperti dijelaskan sebelumnya dalam hubungannya dengan bala, musibah adalah sesuatu yang kecenderungan materinya berupa hal yang kurang baik atau sesuatu yang tidak disukai oleh jiwa (keburukan), dengan tidak

menafikan ada yang berupa kebaikan. 214 Berbeda dengan fitnah, semua menunjuk pada keburukan, bahkan tidak sedikit

yang digambarkan dengan sesuatu yang lebih buruk dari kematian atau pembunuhan. 215 Karena keburukan dari fitnah

itu dapat mencabut kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat sekali gus. 216

Dari sisi tujuan, seperti dijelaskan dalam sub bab hubungan musibah dengan bala bahwa musibah ditimpakan kepada manusia itu memiliki tiga tujuan, yaitu; untuk menguji, mengingatkan dan mungkin juga untuk menghukum perbuatan

dosa manusia. 217 Demikian juga fitnah. Sebagian besar dari ayat-ayat yang membicarakan fitnah menunjukkan bahwa

terjadinya menimpa manusia adalah sebagai ujian bagi mereka. 218 Dan fitnahpun bertujuan untuk mengingatkan umat

manusia untuk kembali ke jalan yang lurus, khushusnya bagi

213 Lihat Surah al-Anfâl [8]:25, al-Ambiya' [21]:35 214 Lihat foot note 128 - 130.

215 Muhammad bin Husain Al-Thabathaba'iy, Al-Mizan Tafsir Al-ur'an, Juz Ī, (Bairut-Libanon: Muassasah al-'Amal, 1983), hlm 6

216 Lihat foot note no. 130 - 132 217 Surah al-Qashash(28): 47 (  ) Ibn Katsir dalam

tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran. Sehingga jika sampai mereka diazab oleh Allah mereka tidak dapat lagi membuat alasan-alasan yang tidak dapat diterima oleh akal.

218 Lihat sub bab Term-term lain musibah poin no. 2 a (makna fitnah) 218 Lihat sub bab Term-term lain musibah poin no. 2 a (makna fitnah)

berbuat dosa atau kafir. 220 Dari segi hakekat asalnya dan sebab musababnya,

musibah seperti dijelaskan sebelumnya hakekatnya adalah dari Allah swt., akan tetapi juga manusia memiliki andil dalam hal sebab terjadinya. Terutama dalam hal musibah yang terkait

dengan pengampunan dan penghapusan dosa. 221 Demikian juga fitnah, hanya saja tampaknya fitnah lebih dominan

disebabkan oleh kesalahan-kesalahan manusia. Bagi orang yang beriman fitnah adalah musibah terbesar, yakni musibah

yang jika mereka tidak sanggup dan tidak mampu bersabar akan menyeretnya pada penderitaan dunia akhirat.

219 Lihat surah al-Anfâl [8]: 25 220 Lihat sub bab Term-term lain musibah poin no. 2 b (makna fitnah)

221 Surah al-Syûrâ ayat 30, dan al-Taghâbun(64): 11.