Solahudin Konsep Kekekalan Neraka Menurut Imam al Tabari (studi tematik tafsir jami al bayan an Tawil al quran)

KONSEP KEKEKALAN NERAKA MENURUT IM ᾹM AL-ṬABARĪ

(Sudi Tematik dalam Tafs īr Jāmi’ al-Bayān ‘an ta`wīl al-Qur`ān)

Oleh: Solahudin NIM: 11.2.00.1.09.09.0063

Dosen Pembimbing: Dr. Muchlis Hanafi, M.A.

TAHUN AKADEMIK 2013 M

SURAT PERSETUJUAN

Tesis yang berjudul KONSEP KEKEKALAN NERAKA MENURUT IMAM AL- ṬABARĪ, yang ditulis saudara Solahudin dengan NIM: 11.2.00.1.09.09.0063 telah dinyatakan lulus pada hari Kamis, 13 Juni 2013 dan telah dirivisi sesuai dengan saran tim penguji serta layak dibawa pada Ujian Promosi Tesis.

TIM PENGUJI

1. Prof. Dr. SUWITO, M.A. (Ketua sidang/merangkap penguji)

(………………………)

2. Prof. Dr. SALMAN HARUN, M.A. (Penguji 1)

(………………………)

3. Dr. ASEP SAEPUDIN JAHAR, M.A. (Penguji 2)

(………………………)

4. Dr. Muchlis M. Hanafi, M.A. (Pembimbing/ merangkap penguji)

(………………………)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:

Pendek : A=`

Dipthong : Ay= اي; Aw= او Penulisan tashdīd dalam dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, dengan cara menggandakan huruf yang bertashdīd. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada huruf yang menerima tashdīd yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf shamsiyah, contohnya kata ريسفتلا tidak ditulis attafsīr akan tetapi al-tafsīr, demikian seterusnya.

ABSTRAK

Oleh : Solahudin (solah_2005@yahoo.com) NIM

: 11.2.00.1.09.09.0063 Judul : KONSEP KEKEKALAN NERAKA MENURUT IMAM AL- ṬABARĪ

Tesis ini mendiskusikan tentang kekekalan neraka yang terdapat dalam al-Qur`an. Neraka yang sering disifati Allah dengan khulūd ternyata menjadi sumber diskusi antar mufassirīn. Sebagian mereka menyatakan bahwa neraka bersifat kekal selama-lamanya, baik untuk orang-orang kafir maupun untuk orang-orang beriman yang berdosa besar, ini adalah pendapat al-Zakakhshari dari Mu’tazilah dan mereka yang sepakat dengannya. Sebagian yang lain menyatakan semua orang yang berada di dalamnya akan dikeluarkan baik orang kafir maupun orang beriman yang berdosa besar ini adalah pendapat sedikit dari kalangan ahl al-Sunnah dan yang sependapat dengan mereka di antaranya Mu ḥammad Rashīd Riḍā. Sedangkan Jumhūr mufassirīn serta ulama dari kalangan ahl al-Sunnah berpendapat bahwa neraka bersifat kekal untuk orang-orang kafir dan bersifat sementara untuk orang-orang beriman.

Tesis ini ingin membuktikan bahwa lafadz khulūd jika dinisbatkan untuk orang kafir maka bermakna kekal selama-lamanya, tanpa batas waktu, dan jika dinisbatkan pada orang beriman maka maknanya adalah waktu yang lama serta tidak kekal, hal ini berdasarkan qarīnah yang menunjukan bahwa orang-orang beriman yang berdosa besar akan dikeluarkan dari neraka karena adanya keimanan di dalam hati mereka seperti dalam sebuah hadīth yang diriwayatkan oleh al- Bukhāri.

Konsep al- Ṭabarī tentang kekekalan neraka berada pada posisi jumhūr, yaitu keyakinan bahwa neraka bagi orang kafir bersifat kekal abadi

dan bagi seorang muslim jika memasukinya karena dosa besar bersifat sementara. Hal ini diyakini al- Ṭabarī dan Jumhur berdasarkan istiqra mendalam pada ayat-ayat al-Qur`an dan al-Hadith sehingga menghantarkan pada istimbat tersebut.

Pendapat al- Ṭabarī ini didasarkan atas ayat-ayat khulūd dan ayat- ayat yang semakna dengan khulūd seperti adanya ayat yang menyatakan bahwa azab akhirat itu ashaddu wa abq ā (lebih dahsyat dan lebih kekal) sebagaimana dalam surat Ṭāhā[020]:127, adanya tambahan abadā setelah lafadz kh ālidīna fīhā seperti dalam surat al-Nisā[004]:169, adanya syarat mustahil bagi penghuni neraka untuk bisa keluar darinya yaitu ḥattā yalija al-Jamalu f ī sammil al-khiyāṭ (sampai seekor unta masuk ke lubang jarum) sebagimana dalam surat al- A’rāf[007]:40, kemudian adanya lafadz kullamā yang bermakna istimr ār seperti dalam surat al-Ḥajj[022]:22, dan adanya Pendapat al- Ṭabarī ini didasarkan atas ayat-ayat khulūd dan ayat- ayat yang semakna dengan khulūd seperti adanya ayat yang menyatakan bahwa azab akhirat itu ashaddu wa abq ā (lebih dahsyat dan lebih kekal) sebagaimana dalam surat Ṭāhā[020]:127, adanya tambahan abadā setelah lafadz kh ālidīna fīhā seperti dalam surat al-Nisā[004]:169, adanya syarat mustahil bagi penghuni neraka untuk bisa keluar darinya yaitu ḥattā yalija al-Jamalu f ī sammil al-khiyāṭ (sampai seekor unta masuk ke lubang jarum) sebagimana dalam surat al- A’rāf[007]:40, kemudian adanya lafadz kullamā yang bermakna istimr ār seperti dalam surat al-Ḥajj[022]:22, dan adanya

Pernyataan al- Ṭabarī ini menjadikan keyakinan teologis adanya yang kekal selain Allah yaitu neraka dan penghuninya, serta surga dan penghuninya dan makhluk lain yang dikehendaki kekekalannya oleh Allah. Hanya saja Allah bersifar kekal karena Dzatnya Yang Maha Kekal (li

dh ātihi), sedangkan yang lain bersifat dikekalkan oleh Allah (li gairihi).

(solah_2005@yahoo.com)

ABSTRACT (solah_2005@yahoo.com)

This thesis discusses eternity texts about the Hell contained in al-Qur `an. The Hell is often attributed by Alloh as the eternity becomes a source of discussion among mufassirin (Islamic commentators). Some of them stated that the Hell is eternal for ever, either to unbelievers and to believers who sinned greatly, it is the opinion of al-Zamakhshar ī from Mu'tazilah and those who agreed with him. The others stated all those who are in it will be issued both unbelievers and believers who sinned greatly, this is a bit of opinion among the ahl al-Sunnah and who agreed with them such as Mu ḥammad Rashid Rida. While jumhur mufassirin and scholars of the ahl al-Sunnah found the Hell is eternal for unbelievers and temporary for the believers.

This thesis proves that text eternity if attributed to the Gentiles so meaningful eternal forever, without a time limit, and if attributed to the faithful the meaning is a long time but is not eternal, it is based on clues that indicate that believers who great sin will be removed from the Hell because of the faith in their hearts, as in a hadith narrated by al-Bukh ārī.

Al- Ṭabarī concept of eternity in the Hell is jumhur (majority) position, namely the belief that the Hell for the infidels is eternal and for a Muslim if entered as major sins is temporary. It is believed al- Ṭabarī and Jumhur based on deep excavation in the verses of al-Qur'an and al-Hadith that deliver to that conclusion.

This Al- Ṭabarī opinion based on khulūd verses and the verses are the same with khulūd like the verse which punishment of the hereafter is ashaddu wa abqā (more powerfull and more enduring) as in chapter of Ṭāhā [20]: 127, the additional abadā after lafadz (sentence) khālidīna fīhā as in chapter of al- Nisā [004]: 169, the requirement is impossible for the inhabitants of hell to get out of it is ḥattā yalija al-Jamalu fī sammil al-khiyā ṭ (until a camel to enter the eye of a needle) as like in chapter of al- A’rāf [007]: 40, The existence of kullamā lafadz (sentence) its mean istimrār as like in chapter of al- Ḥajj [022]: 22, and a direct statement that the disbelievers will never be able to get out of hell as contained in the chapter of al-Tawbah [009]: 68.

Al- Ṭabarī's statement makes a theological conviction the existence of Allah is eternal than hell and its inhabitants, and heaven and its inhabitants and other creatures who desired immortality by Allah. Only Allah is eternal because subtance of Allah is the Eternal ( li dhātihi), while others are perpetuated by Allah (li gairihi).

مي ِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِهَّللا ِمْسِب KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Pencipta, Pengatur, Pemilik dan Raja seluruh alam semesta. Rasa syukur tak terhingga senantiasa penulis panjatkan untuk pemilik jiwa yang telah memberikan kenikmatan kepada penulis dan seluruh alam yang dicipta. Tiada Ilah yang berhak disembah di jagad raya ini kecuali Dia yang Maha Perkasa, dan Pemilik segalanya.

Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan atas Rasul al- Mus ṭafā Muhammad Ṣalallāhu’alaihi wasallam, keluarga, sahabat dan seluruh umatnya yang senantiasa menjaga sunnah-sunnahnya hingga yaumi al-Waf ā. Karena atas usaha beliau sampai saat ini banyak manusia yang menikmati indahnya syariat Islam yang sangat sesuai dengan jiwa-jiwa sehingga hidup tidak hampa.

Sebagai bentuk birru al- wālidain tidak lupa penulis bersyukur pada kedua orang tua yang dahulu selalu mendidik, menjaga dan menafkahi penulis. Penulis masih mengenang di tahun 1987 an ketika usia penulis baru menginjak tujuh tahun keduanya sangat memotifasi penulis untuk rajin beribadah. Semoga keduanya berada di dalam rahmat Allah, diluaskan kuburnya dan diselamatkan dari azab kubur serta azab akhirat. Penulis sangat ber ḥusnu al-ẓann pada Allah bahwa Dia akan mengampuni dosa keduanya karena penulis sangat tahu dan sangat meyakini bahwa Rahmat Allah begitu luas untuk hamba-hambanya yang beriman. Dan penulis yakin bahwa Allah telah berfirman dalam hadīth al-Qudsi “Anā ‘inda ẓanni ‘abdī bī” (Aku sesuai dengan prasangka hambaKu kepadaKu). Penulis ucapka untuk keduanya “Rabbī igfir lī wa li wālidayya wa irham huma kamā rabbayānī ṣagīrā”.

Tidak lupa penulis juga mengucapka terima kasih kepada istri yang senantiasa menemani dan membuatkan secangkir kopi di meja belajar, menghidangkan makanan yang ada dan selalu bersabar di saat kondisi menjepit dan bersyukur disaat kondisi meluas. Memang begitulah seharusnya sikap manusia yang percaya pada hari pembalasan. Kemudian anak-anak yang selalu memotifasi dengan tingkah laku dan kelakar kata-kata yang terkadang menghilangkan rasa kantuk penulis disaat-saat penyusunan tesis. Semoga Allah menghindarkan kalian semua dari api Jahannam dan Tidak lupa penulis juga mengucapka terima kasih kepada istri yang senantiasa menemani dan membuatkan secangkir kopi di meja belajar, menghidangkan makanan yang ada dan selalu bersabar di saat kondisi menjepit dan bersyukur disaat kondisi meluas. Memang begitulah seharusnya sikap manusia yang percaya pada hari pembalasan. Kemudian anak-anak yang selalu memotifasi dengan tingkah laku dan kelakar kata-kata yang terkadang menghilangkan rasa kantuk penulis disaat-saat penyusunan tesis. Semoga Allah menghindarkan kalian semua dari api Jahannam dan

Kemudian penulis ucapkan kepada Dr. Muchlis M. Hanafi, M.A. selaku dosen pembimbing, jazākallāh khaera al-Jazā atas bimbingan, arahan, masukan, rombakan outline dan kesabaran yang ditunjukan. Penulis memuji Allah bisa kenal dengan Dr. Muchlis, semoga Allah mensukseskan bapak di Akherat setelah Dia mensukseskan bapak di dunia ini.

Terima kasih juga penulis haturkan pada Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa full kepada penulis sehingga studi di Sekolah Pasca Sarjana bisa dilaksanakan dengan baik, tepat waktu dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Kepada seluruh petinggi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis ucapkan ribuan terima kasih, karena atas usaha dan kerja keras para petinggi ini pendidikan dan pengajaran dilingkungan kampus bisa terlaksana dengan baik. Terimakasi kepada Bapak Rektor Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Direktur Pascasarjana Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Deputi Akademik dan Kerjasama Prof. Dr. Suwito, M.A. Deputi Akademik dan Kemahasiswaan Dr. Yusuf Rahman, M.A., kepada Deputi Pengembangan Kelembagaan Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, dan Wakil Direktur Institue For Advanced Studies Dr. Fuad Jabali, M.A. semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua sehingga semakin banyak hamba-hamba Allah yang terhindar dari murkaNya dan masuk ke dalam surgaNya.

Tidak lupa kepada seluruh dosen SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelatihan, pengajaran dan pendidikan selama masa-masa kuliah. Mereka adalah Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawar, M.A, Prof. Dr. Ahmad Rodoni, M.A, Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, M.A, Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, M.A., Prof. Dr. Suwito, M.A., Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dr. Yusuf Rahman, M.A, dan dosen-dosen lainnya. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal jariyah yang akan terus mengalir walaupun ruh sudah meninggalkan jasad.

Kepada seluruh fungsionaris SPS UIN Syarif Hidayatullah yang senantiasa sibuk membantu, menyiapkan media pendidikan dan merapihkan berkas-berkas dosen dan mahasiswa, penulis ucapkan juga terimakahih yang sangat tinggi, atas jasa kalian kegiatan di kampus menjadi lancar dan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Kepada seluruh teman-teman yang menjadi pemicu semangat penulis dalam menyelesaikan tulisan ini, ust. Aceng Zakariya, Saef al-Rahim, Nanang Bandung, Setio al-Jawi thumma al-Batawi, dan lain-lain. Juga seluruh teman-teman diskusi di kelas, semoga saya, dan antum sekalian bisa berjumpa di taman-taman surga, sambil bernostalgia terhadap pusingnya penyusunan tesis.

Kepada Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam al-Hidayah Bogor, Bapak M. Hidayat Ginanjar M.Pd.I, semoga Allah memudahkan penuntasan pendidikan doktor bapak, kemudian dosen-dosen STAI yang sangat penulis kagumi, Fachri Fakhruddin, S.H.I, M.E.I, dan dosen-dosen lainnya yang tidak mungkin disebut. Semoga antum semua mampu menjadikan kampus STAIA sebagai kampus bersyariat yang diidam-idamkan.

Kemudian terima kasih tak terhingga setalah terimakasih pada Allah, saya sampaikan pada para Murabbi penulis, pembuka dan perantara hidayah Allah yang sampai saat ini bersemayam dan terus berkobar pada diri penulis, Ust. Abu Muhammad ‘Abd al-Karīm al-Kāthirī, Ust. Dr. Muḥammad Sarbini, Ali Maulida, S.Sos., M.Pd.I, Hudan Dimyati Ahmad, M.Pd.I, Habibullaah, Lc dan semua Anggota Majlis Pimpinan Pusat Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami, semoga Allah membalas kabaikan- kabaikan kalian dalam menyinari umat dengan pencerahan-pencerahan yang ditebar, semoga Allah merealisasikan cita-cita kita semua dalam merealisasikan Masyarakat Islami di bumi Indonesia, masyarakat yang tentram, nyaman dan aman di bawah naungan syariat.

Ucapan terimakasih saya tujukan juga untuk Mudir Program Beasiswa al-Hidayah, Ust. Rahendra Maya, S.Th.I., M.Pd.I., dan juga seluruh guru pengajar di Progra m Beasiswa ini, semoga pengkaderan da’i- da’i yang antum bentuk menjadi manusia muslim yang bermanfaat untuk

semua umat terkhusus di Indonesia ini. Kemudian untuk sahabat dan teman- teman sema’had di al-Akhawain dulu Ust. Herman Saptaji, S.Th.I. yang sekarang menjadi direktur Radio Fajri 99.3 Fm, Ust. Muslim dan Ust Ade Abdul Qahhar, dan semua kaum muslimin. Penulis ucapkan terima kasih dan selamat berjuang.

Dan terakhir kepada teman-teman di Marwah Indo Media yang sudah bersedia membantu mencetak tesis ini sehingga menjadi buku, al-Akh Deni, Idong alias Nasruddin, terutama pimpinan MIM, semoga kita semua mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akherat. Amin.

Demikian ucapan terimakasih ini dubuat oleh penulis, semoga tulisan ini bermanfaat untuk dunia dan akherat penulis, hanya Allah yang bisa mengabulkan ini dan hanya pada Allah penulis panjatkan doa.

DAFTAR ISI

Pedoman Translitasi ....................................................................... iii Abstrak .............................................................................................

iv Kata Pengantar ...............................................................................

viii Daftar Isi ..........................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN .........................................................

A. Latar belakang Masalah .........................................

B. Identifikasi Masalah ................................................

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................

D. Kajian Pustaka ........................................................

E. Urgensi dan Manfaat penelitian .............................

F. Tujuan Penelitian ....................................................

G. Metodologi Penelitian .............................................

11

H. Sistematika Penulisan .............................................

BAB II NERAKA DALAM AL-QUR`AN DAN DALAM PANDANGAN PARA SARJANA MUSLIM ............

15

15

A. Neraka Dalam al-Qur`an ........................................

19

1. Nama-Nama Neraka Dalam al-Qur`an .................

34

2. Ayat-Ayat Yang Berbicara Tentang Neraka ........

3. Makna Suatu Lafadz Bergantung Pada Qarīnahnya ............................................................

30

53

B. Neraka Dalam Pandangan Para Sarjana Muslim .

53

1. Neraka dalam Pandangan Teolog Muslim.............

55

2. Neraka dalam Pandangan Muhadithīn ...................

58

3. Neraka dalam Pandangan Mufassirīn ....................

BAB III IBN JARĪR AL- Ṭ ABARI DAN TAFSIRNYA .................. 63

63

A. Biografi Ibn Jarīr al-Ṭabari (Wafat: 310 H) ........

B. 66

68

C. Kedudukan Tafsīr al-Ṭabari atas tafsīr lainnya ...

BAB IV UNGKAPAN AL-QUR`AN TENTANG KEKEKALAN NERAKA ...............................................................................

71

71

A. Penggunaan Kata Khulūd .......................................

B. Penggunaan Kata Lain Yang Semakna Dengan Khulūd ......................................................................

83

C. Pendekatan Mengenai Konsep Neraka Sebagai Tempat, Tingkatan dan Kualitas Penderitaan .....

103

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

mempelajari al-Qur`an sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Ṣalallāhu’alaihi wasallam. Jika mereka sedang membaca sepuluh ayat al-Qur`an, mereka tidak akan melanjutkan pada ayat berikutnya sebelum mengetahui kandungan yang menyangkut keimanan, ilmu dan amal. Berikutnya mereka menghubungkannya dengan kondisi dan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, mengimani semua doktrin akidah dan informasinya, serta meneliti mana ayat perintah dan larangan lalu menerapkannya pada semua peristiwa dan problema

yang ada di sekitarnya. 1 Al-Qur`an diturunkan oleh Allah Ta’ālā untuk menjelaskan

ajaran-ajaran yang dapat mendatangkan keridaan Allah bagi mereka yang mentaati-Nya sekaligus menjelaskan gambaran kemurkaan Allah bagi mereka yang berbuat maksiat kepada-Nya.

Untuk mendapatkan penjelasan al-Qur`an secara utuh dan benar, maka setiap kaum muslimin secara umum harus berusaha memahami pesan-pesan yang terdapat dalam al-Qur`an dengan mempelajari makna-maknanya. Adapun kalangan ulama maka mereka dituntut untuk menafsirkan ayat-ayat yang samar dan memberikan penjelasan kepada keumuman kaum muslimin sehingga

sempurna pendataburan mereka terhadap Kitab Suci tersebut. 2 Tadabbur al-Qur`an yang dilakukan dengan cara mengamati

makna-maknanya, menganalisa serta mempelajari kaidah-kaidahnya adalah perintah Allah pada semua orang yang beriman. Tadabur seperti ini akan mendatangkan ilmu pengetahuan, membuka seluruh pintu kebaikan, dan akar iman dalam hatipun akan semakin

menghujam ke dalam. 3 Jika al-Qur`an tidak ditadaburi, maka hikmah-hikmah yang

terkandung di dalamnya akan hilang, tidak akan tersisa darinya kecuali hanya lafadz yang tidak mempunyai pengaruh apapun bagi kehidupan manusia. Untuk itu Allah Ta’ālā memerintahkan kaum muslimin untuk terus mentadaburi al-Qur`an dan mencela orang-

1 Abd al- Raḥmān Nāsir al-Sa’dī (W: 1376 H), 70 Kaidah Penafsiran al- Qur` ān (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001 M), 3-4.

2 A ḥmad Muḥammad Shākir, ‘Umdah al-Tafsīr (al-Iskandariyyah: Dār al- Wafā, 1425), 40.

3 Abd al-Ra ḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taysīr al-Karīm al-Raḥmān fī tafsīr al-kalām al-Mannān (Riyāḍ: Dāru al-Ibn Ḥazm, 2003), 170.

orang yang tidak mentadaburinya dengan menutup hatinya dari kebenaran. 4

Nabi Mu ḥammad Ṣalallāhu’alaihi Wasallam (W: 11 H) sebagai seorang Rasul adalah orang pertama kali yang mengajarkan al-Qur`an, selain karena al-Qur`an diturunkan kepadanya beliaupun mempunyai tugas ( tilāwah) untuk membacakan al-Qur`an itu dan menjelaskan kandungan-kandungannya kepada umatnya, juga mengikuti makna-makna kandungan al-Qur`an serta mengikutinya

dengan pengikutan yang benar. 5 Materi tentang Neraka dan penghuninya yang terdapat dalam

al-Qur`an menjadi sangat penting diungkap di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan keimanan yang benar terhadap eksistensi neraka termasuk ke dalam rukun iman yang terkandung

dalam iman pada hari akhir. 6 Ḥāfidz Ibn Aḥmad al-Ḥakamī (W: 1377

H) memaknai keimanan terhadap neraka ini dengan keyakinan yang mantap tanpa dilandasi keraguan sedikitpun tentang eksistensi neraka

pada saat ini serta bersifat kekal karena dikekalkan oleh Allah. 7

Kedahsyatan siksa neraka menjadi gambaran yang sangat mengerikan dalam al-Qur`an. Gambaran seperti ini dimaksudkan agar manusia terpanggil kesadarannya untuk lekas kembali pada ajaran Allah serta beristiq āmah di dalamnya. Sebagai contoh akan kedahsyatan neraka, bahwa apinya digambarkan 70 kali lipat lebih

panas dari api yang kita kenal di dunia ini. 8 Gambaran neraka seperti ini bukanlah gambaran yang bersifat khayal bagi manusia yang

4 Muḥammad Ṣālih al-Uthaimīn (W: 1421 H), Uṣūl Fī al-Tafsīr (Dammām: Dār Ibn Qayyim, 1408 H), 25.

5 M. Sarbini, Studi Standar Mutu Ulama dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Umat, (Jurnal Ilmiah al-Hidayah) (Bogor: STAI al-Hidayah, 2009 M),

18-19. 6 Ḥāfidz Ibn Aḥmad al-Ḥakamī (W: 1377 H), ‘Alām al-Sunnah al-Manshūrah

li ‘itikādi al-Tāifah al-Nājiyah al-Manṣūrah (Riāḍ: Maktabah Rushd, 1418), 110. 7 Ḥāfidz Ibn Aḥmad al-Ḥakamī, ‘Alām al-Sunnah al-Manṣūrah li ‘itikādi al- Tāifah al-Nājiyah al-Manṣūrah (Riyāḍ: Maktabah Rushd, 1418), 135. 8 Maktabah Shāmilah (Ṣahīh al-Bukhāri)

Dari Abu Hurairah ra ḍiallāhu’anhu, bahwa Rasulullāh ṣallallāhu’alaihi wa sallam bersabda: “Api kalian (di dunia) adalah satu bagian dari 70 bagian api Neraka Jahannam ”. Dikatakan kepadanya “Wahai Rasulullāh seandainya seperti itu saja niscaya cukup (untuk menjadi media siksa), Rasulullāh berkata: “Bahkan api neraka itu dilipat gandakan panasnya sebanyak 69 kali lipat dan setiap lipat panasnya seperti api di dunia”.

beriman 9 , karena hal itu dikabarkan langsung oleh Allah dalam banyak ayat dan oleh Rasulullah dalam banyak ḥadīth nya.

Tentang ancaman neraka di atas, jika dilihat dari sisi kekal dan tidaknya terdapat perbedaan pendapat yang cukup signifikan, perbedaan pendapat ini telah diringkas oleh Ab ū al ‘Izz al-Dimashqī (W: 792 H) dalam kitabnya Shar ḥ ‘Aqīdah Ṭaḥāwiyah. Di antara pendapat itu adalah Allah akan mengeluarkan dari neraka siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagaimana yang terdapat dalam al-Sunnah, kemudian menetapkan sebagiannya berdasarkan kehendak-Nya lalu melenyapkannya, dan ada juga yang menyatakan bahwa Allah akan mengeluarkan siapa saja yang dikehendaki-Nya dari neraka sebagaimana yang terdapat dalam al-Sunnah, dan mengekalkan

orang-orang kafir tanpa batas. 10 Ibn Jar īr al-Ṭabarī (W: 310 H) menginterpretasikan ayat-ayat

neraka untuk kalangan non muslim sebagai ancaman kekekalan selama-lamanya, bahkan orang-orang kafir sama sekali tidak akan mendapatkan keringanan sedikitpun ketika mendapatkan azab dari Allah. Ibn Jar īr (W: 310 H) mencoba menguatkan pendapatnya

11 dengan mengutip Surat al-F 12 ātir[035]:36 dan Surat al- Nisā[004]:56 yang memberi penegasan bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah

mati dalam siksaan neraka itu, dan setiap kali kulit orang kafir hangus

9 Abd al- Karīm Zaidān, Uṣūl al-Da’wah (Bairūt: Muassasah al-Risālah Nash irūn, 2006), 325.

10 ‘Ali ibn ‘Ali ibn Muḥammad ibn Abī al-Izz al-Dimashqī (W: 792 H), Sharḥ al-Aq īdah al-Ṭaḥāwiyah (Beirūt: Muassasah al-Risālah, 1415), 625-626.

11 al- Fātir[035]:36                   

Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahannam. mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas Setiap orang yang sangat kafir.

12 al- Nisā[004]:56                     

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

karena terbakar api maka akan digantikan lagi oleh Allah dengan kulit yang baru agar mereka merasakan azab. 13

Pendapat al- Ṭabarī (W: 310 H) ini ternyata banyak didukung dan dikuatkan oleh para ulama tafsir di antaranya Abd al-Ra ḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H) dalam tafsirnya Taisīr al-Karīm al- Ra ḥmān fī tafsīr al-kalām al-Mannān, Wahbah al-Zuḥailī dalam tafsirnya al- Tafsīr al-Munīr fī al-Sharīah wa al-Aqīdah wa al- Manhaj , Mu ḥammad Sayyid Ṭantāwi, al-Tafsīr al-Wasīṭ li al-Qur`ān al-Kar īm, Abū Bakr Jābir al-Jazāiri, dalam tafsirnya Aisar al-Tafāsir li Kalām al-‘Aliy al-Kabīr dan mufasir lainnya.

Dukungan Abd al-Ra ḥmān al-Sa’dī (W: 1376 H) pada pandangan al- Ṭabarī (W: 310 H) diungkapkan dengan mengatakan bahwa azab yang akan diterima oleh orang-orang kafir di neraka

nanti bersifat kontinyu, keras dan terus-menerus tanpa henti. 14 Dan pernyataan-pernyataan yang senada dengan ini bisa didapatkan dalam

banyak ayat terutama ketika beliau menafsirkan ayat-ayat tentang azab bagi non muslim.

Sepertinya pandangan ini juga ditopang oleh sosok mufasir kontemporer al-Zu ḥailī yang mengatakan dalam tafsirnya “al-Tafsīr al-Mun īr fī al-Sharīah wa al-Aqīdah wa al-Manhaj” bahwa orang kafir akan kekal dalam neraka Jahannam , mereka kekal dalam la’nat dan hal itu akan tetap melekat pada mereka, mereka terusir dari rahmat Allah, dan sesungguhnya azab mereka akan berlangsung terus-menerus tanpa henti dan tanpa keringanan, mereka tidak diberi

tangguh 15 sedikitpun dalam merasakan azab” Makna Kh ālidīna Fīhā adalah kekal selamanya dan terkadang

bermakna waktu yang sangat lama, akan tetapi jika disandarkan pada orang-orang kafir maka maknanya adalah kekal selamanya. Pendapat ini dikemukakan oleh Mu ḥammad Sayyid Ṭanṭāwī ketika menafsirkan Surat al-Baqarah[002]:162, 16 beliau mengatakan Khul ūd

artinya kekal tanpa batas, dan terkadang mempunyai arti waktu yang sangat lama, dan apabila kata “khulūd” dijadikan sifat untuk azab

13 Abu Ja’far Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān Fī Ta ’wil al-Qur`ān (Bairūt: Dār al-Kutb al-‘Ilmiyyah, 1420 H), 63.

14 Abd al- Raḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taisīr al-Karīm al-Rahmān fi tafsīr al-kalām al-Mannān (Riyāḍ: Dār Ibnu Ḥazm, 2003), 74.

15 Wahbah al- Zuḥailī, al-Tafsīr al-Munīr fī al-Sharīah wa al-Aqīdah wa al- Manhaj ( Bairūt: Dār al-Fikr al-Mu’āṣir, 1418 H), 62.

16 al-Baqarah[002]:162          

Mereka kekal di dalam la'nat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.

seorang kafir maka maksudnya adalah makna yang pertama yaitu kekal selamanya. Sedangkan ḍamīr (kata ganti) dalam kata “Fihā” secara dzahir kembali pada “laknat” karena ini yang tersebut dalam kalimat itu, dan ada juga yang berpendapat bahwa ḍamīr di atas kembali pada “neraka” karena laknat artinya jauh dari rahmat dan

menyebabkan azab, sedangkan azab terjadi di neraka. 17 Pendapat ini juga kembali mendapat dukungan dari seorang

penasehat di Masjid al-Nabawi Ab ū Bakr Jābir al-Jazāirī, dia mengomentari al-Qur`an surat al-Baqarah[002]:162 dengan perkataannya: “Allah Ta’āla mengabarkan bahwa sesungguhnya orang-orang kafir terhadap Nabi dan agamanya baik dari kalangan Alh al-Kit āb ataupun selainnya, kemudian mereka mati dalam keadaan belum bertaubat maka mereka akan mendapat laknat dari All āh, para malaikat dan seluruh manusia, karena itu mereka terusir dan jauh dari rahmat Allah yaitu surga-Nya, mereka kekal di dalam Jahannam dengan siksaan yang tidak pernah diringankan dan juga

tidak diberi tangguh walau sedetik 18 ” . Dalam perkataannya ini terdapat indikasi bahwa rahmat Allah yang begitu besar sedikitpun

tidak akan diberikan kepada orang-orang yang mati dalam kekufuran sehingga mereka tidak akan pernah keluar dari neraka dan akan kekal selamanya.

Semua kaum muslimin meyakini adanya neraka dan kepedihan siksaan di dalamnya. Sehingga hal ini menjadikan orang- orang yang meyakininya harus berhati-hati di dalam kehidupan dunia, karena dunia ini adalah tempat singgah sementara dan ada kehidupan yang abadi setelah kematian. Kehidupan dunia adalah jalan untuk menentukan arah hidup selanjutnya, oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam bersikap dan mengambil suatu keputusan

hidup yang berdampak pada kehidupan selanjutnya. 19 Pembahasan neraka dan siksa yang ada di dalamnya

hendaknya menjadi pemicu semangat setiap orang yang meyakininya untuk menjauhi segala sebab yang akan mendekatkan pada neraka tersebut. Tumbuhnya sifat khawatir akan ancaman neraka ini akan membimbing mereka yang percaya pada kehidupan yang hati-hati dalam tindak-tanduk di dunia ini, sehingga dia akan menjadi individu yang berusaha senantiasa bersih dari dosa-dosa.

17 Muḥammad Sayyid Ṭanṭawi, al-Tafsīr al-Wasīṭ li al-Qur`ān al-Karīm (Kāhira: Dār al-Nahḍah, 1997), 327.

18 Abū Bakr Jābir al-Jazāirī, Aisar al-Tafāsir li Kalām al-‘Aliy al-Kabīr (Jaddah : Maktabah Adwā al-Manār, 1419), 68.

19 Arief Aulia Rahman, Akulturasi Islam dan Budaya Masyarakat Lerang Merapi Yogyakarta (Ciputat: Jurnal Indo-Islamika, 2012 M) 173.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas diketahui beberapa permasalahan yang penting diungkap, sehingga diketahui oleh kaum muslimin secara umum terutama para akademisi pendidikan, yang pernyataan dan pendapat-pendapatnya sering dijadikan rujukan oleh masyarakat luas dan juga sebagai wahana untuk mengembangkan tafsir tematik yang berkenaan dengan eskatologi islami.

Permasalahan inti terfokus pada pernyataan dan pembelaan al- Ṭabarī pada pandangan kekekalan neraka untuk orang-orang kafir. Al- Ṭabarī (W: 310 H) menguatkan pandangannya dengan dzahir ayat-ayat al-Qur`an dan ḥadīth yang mayoritasnya selalu

menggunakan kata khul ūd untuk menggambarkan kekekalan neraka penghuninya dari kalangan non muslim.

Dari beberapa pandangan ini maka peneliti membuat identifikasi permasalahan yang tertuang dalam pertanyaan berikut:

1. Apa sebenarnya makna “Khulūd” yang terdapat dalam al- Qur` ān?

2. Bagaimana perspektif al- Ṭabarī (W: 310 H) tentang makna khulūd di dalam neraka?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam tesis ini, pembahasan tema akan difokuskan pada penafsiran ayat-ayat khulūd (kekekalan) yang terdapat dalam al- Qur`an dengan metode tafsīr mauḍūi’ perspektif mufassir Ibn Jarīr al- Ṭabarī dalam tafsirnya “Jāmi’u al-Bayān Fī Ta`wīlīl al-Qur`ān”. Maksud tafsīr mauḍū’i adalah metode mempelajari al-Qur`an, dengan langkah garis besarnya sebagai berikut: Merumuskan tema masalah yang akan dibahas, menghimpun-menyusun-menelaah ayat-ayat al- Qur`an dan melengkapinya dengan ḥadīth yang relevan, dan menyusun kesimpulan sebagai jawaban al-Qur`an atas masalah yang

dibahas. 20 Berdasarkan batasan masalah di atas maka dapat dirumuskan

masalah berikut: “Apa makna khulūd yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur`an perspektif al- Ṭabarī (W: 310 H)?”

D. Kajian Pustaka

Karya-karya ilmiyah yang mengkaji tentang neraka banyak dijumpai dalam bentuk artikel atau buku-buku. Akan tetapi sepengatahuan penulis pembahasan mereka adalah pembahasan tentang neraka secara global tidak fokus membahas “Kekekalan

20 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 265.

penghuni neraka”. Apalagi yang menggunakan metode “tafsīr mau ḍū’i” dengan menfokuskan pada tafsīr Ṭabarī (W: 310 H) dalam

pembahasannya, menurut pengetahuan penulis belum ada. M āhir Aḥmad, dalam kitabnya Al-Nāru Ahwāluhā wa ‘Adhābuhā, 21 membahas tentang kedahsyatan neraka secara umum

yang mencakup: kondisi orang-orang munafik dan para pelaku maksiat, sifat-sifat neraka, penderitaan penduduk neraka, macam- macam siksaan dalam neraka, kondisi penduduk neraka, siksaan bagi Ahl al-Tau ḥīd yang bermaksiat dan melakukan dosa besar, dan renungan tentang alam neraka. Dalam kitab inipun dibahas tentang kekekalan neraka akan tetapi terlalu singkat dan langsung menuju pada inti pembahasan sehingga terlihat pembahasannya tentang kekekalan neraka tidak komprehensif.

Ibn Rajab al- Ḥambalī (W:795 H) dalam kitabnya al-Takhwīf min al- 22 Nār wa al-T’arīf bi Ḥāl Dār al-Bawār membicarkan tentang

kedahsyatan neraka, di antaranya mencakup: ancaman neraka, penyebab terjerumusnya seseorang ke dalam neraka, sifat siksaan neraka, sifat penduduk neraka, ragam siksaan neraka, penjaga neraka, dan tentang Ahl al-Tau ḥīd yang dikeluarkan dari neraka. Di dalam kitab ini Ibn Rajab al- Ḥambalī juga tidak membahas kekekalan neraka secara khusus, karena memang tujuan penyusunan bukunya adalah pembahasan neraka secara global, walaupun bisa diketahui dari pembahasannya itu bahwa beliau termasuk ulama yang mendukung pandangan kekalnya neraka.

‘Ali ibn ‘Ali ibn Muḥammad ibn Abī al-Izz al-Dimashqī(W: 792 H) 23 , dalam kitabnya Shar ḥ al-Aqīdah al- Ṭaḥāwiyah juga

membahas masalah neraka dan penghuninya secara global tidak fokus pada pembahasan tersebut. Hal ini dikarenakan beliau hanya menjelaskan kitab yang dikenal dengan kitab al-Aq īdah al- Ṭaḥāwiyah karya Al-Imām Abū Ja’far Aḥmad ibn Muḥammad al- Ṭahāwiy (W: 322 H) 24 . Sehingga beliau secara sengaja tidak

membahas khusus tentang neraka.

21 Kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh saudara Wafi Marzuqi Amar dengan judul “Misteri Kedahsyatan Neraka” dan diterbitkan

setebal 580 halaman oleh Sukses Publishing, tahun 2009. 22 Kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Widyan

Wahyudi dengan judul “Dahsyatnya Neraka” dan diterbitkan setebal 361 halaman oleh Pustaka al-Tazkiya, tahun 2008.

23 ‘Ali ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn ‘Abī al-Izz al-Dimashqī (W: 792 H), Shar ḥ al-Aqīdah al- Ṭaḥāwiyah (Riyāḍ: Dār ‘Alam al-Kutb, 1418 H) Tahun wafat

beliau terdapat di depan kafer depan. 24 ‘Ali ibn ‘Ali ibn Muḥammad ibn Abdi al-Izz al- Dimashqī, Sharḥ al-Aqīdah

al- Ṭaḥāwiyah (Riyāḍ: Dār Alam al-Kutub, 1418 H), 9.

E. Urgensi dan Manfaat Penelitian

Penelitian kekekalan penghuni neraka dalam al-Qur`an akan sangat merangsang sifat khauf 25 bagi siapa saja yang mentadabburi

dan mengimaninya, akan tetapi tidak semua orang bisa menela’ah dan memahami langsung dalil-dalil tentang kekekalan neraka tersebut dalam al-Qur`an, apalagi bagi orang-orang a’jam (non Arab). Selain informasi tentang kekekalan neraka berpencar tidak di satu ayat atau surat saja, juga bahasa arab terkadang tidak difahami oleh mayoritas mereka. Sehingga untuk mempermudah pentadaburan perlu dibuat karya ilmiyah yang memberikan informasi secara rinci dan konprehensif tentang kekal atau fananya neraka berdasarkan pemahaman para sarjana muslim yang mu’tabar (dipercaya) sehingga bisa dijadikan rujukan untuk umat.

Urgensi dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian tentang tafsir tematik seperti kekekalan Neraka ini termasuk wahana tadabbur al- Qur‛an yang yang diperintahkan oleh Allah Ta’ālā.

2. Melanjutkan estafet dakwah Rasulallah ṣ allallāhu’alaihi Wasallam yang mana salah satunya mengunakan metode “indhār” (ancaman).

3. Penelitian ini diharapkan akan menumbuhkan sifat khawf (takut) pada Allah yang dipuji oleh agama, sehingga pembacanya akan menghindari sejauh-jauhnya dari ucapan dan amalan yang akan mendekatkan dirinya pada neraka.

4. Mengembangkan kajian Tafsīr al-Qur`ān bi al-Sunnah.

5. Makna satu ayat bergantung pada qarīnahnya.

F. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang kekekalan neraka ini diadakan untuk tujuan-tujuan berikut:

1. Mendeteksi ayat-ayat al-Qur‛ān yang menunjukan kekekalan

Neraka menurut al- Ṭabarī dalam kitab tafsirnya.

2. Mendeteksi ḥadith-ḥadith ṣaḥīḥ yang menunjukan kekekalan Neraka sehingga bisa dijadikan penguat dalam pendalilan.

3. Mengungkap penafsiran al- Ṭabarī (W: 310 H) tentang ayat- ayat yang menunjukan kekekalan neraka dalam kitab tafsirnya.

25 Dalam Q.S al- Raḥmān[55]:46 dinyatakan bahwa siapa saja yang memiliki rasa khawf (takut) pada kedudukan Allah maka dia akan mendapatkan dua surga.

Rasa takut yang terpuji adalah rasa takut yang menjadikan seorang hamba menta’ati perintah Allah dan menjauhi larangannya.

G. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Metode Kualitatif yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang cocok digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiyah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) tehnik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif yang mana hasilnya lebih menekankan

makna dari pada generalisasi. 26 Penelitian ini juga menggunakan metode pustaka (Library

resech ) yaitu mencari dan mengumpulkan data-data ilmiyah yang relevan dengan tema yang dibahas terutama yang terdapat dalam kitab-kitab tafs īr, kitab-kitab ḥadīth dan kitab-kitab akidah karena penelitian ini sangat erat kaitannya dengan pembahasan ketiga jenis kitab tersebut.

Adapun sumber primer yang digunakan penulis adalah kitab tafs īr Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīli al-Qur`ān karya Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H) yang menjadi titik sentral pembahasan dalam penelitian ini.

Dalam penulisan penelitian ini digunakan dua model pendekatan yaitu pendekatan tekstual dan pendekatan semantik. Pendekatan tekstual yaitu pendekatan yang mengacu pada teks-teks yang terdapat dalam al-Qur`an dan al- Ḥadīth dengan tujuan melahirkan akurasi konsep yang akan menjauhkan peneliti dari kesalahan interpretasi sebagai akibat dari pergeseran makna yang terjadi dalam proses perkembangan bahasa. Sedangkan pendekatan semantik, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan berusaha menggali makna yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan bahasa

al-Qur`an dan al- 27 Ḥadīth. Adapun sumber-sumber sekunder yang akan dijadikan

rujukan oleh penulis dalam penelitian dan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Kitab-kitab tafsir selain al- Ṭabarī (W: 310 H) yang biasanya mencakup pembahasan tentang neraka dan makna

khul 28 ūd di dalamnya.

26 Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2009 M), 9.

27 http://www.referensimakalah.com/2011/08/tipologi-pendekatan-penelitian- tafsir_4764.html, diakses pada 06-09-2012.

28 Di antara kitab tafsir yang dijadikan rujukan adalah: al- Tafsīr bi al- Ma`thūr karya Abd al-Raḥmān Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (W: 327), Baḥr al-‘Ulūm

karya Abū Laith Naṣr Ibn Muḥammad al-Samarqandī (W: 373 H), al-Kashhāf ‘an Haqāiq Gawāmiḍ al-Tanzīl wa ‘Uyūn al-Aqawīl fī Wujūh al-Ta`wīl Jār Allāh Maḥmūd Ibn ‘Umar Ibn Muḥammad al-Zamakhsharī (W: 538 H), Mafātih al-Gaib

2. Kitab Mu’jam (Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qur‛ān al- Karīm) karya Muḥammad Fuād ‘Abd al-Bāqī, kitab ini digunakan penulis untuk mempermudah pelacakan kata-kata dan ayat-ayat dalam al-Qur`an yang hendak dikutip atau dijadikan sebagai pendalilan.

3. 29 Buku-Buku Ilmu al-Qur`an.

4. Buku-buku aqidah yang berbicara tentang neraka, di antaranya:. 30

karya Muḥammad Ibn ‘Umar Fakhr al-Dīn al-Rāzī (W: 606 H), Tafsīr al-Qur`ān al- Aẓīm karya Ismā’īl Ibn ‘Umar Ibn Kathīr al-Quraishi al-Dimashqī (W: 774 H), ‘Umdah al-Tafsīr karya Aḥmad Muḥammad Shākir, al-Lubāb fī ‘Ulūm al-Kitāb karya Umar Ibn ‘Ali al-Ḥambalī (w: 880 H), al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr al- Ma`thūr karya ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Bakar al-Suyūṭī (w: 911 H), Fath al-Qādīr Muḥammad Ibn ‘Ali al-Shaukānī (W:1250 H), Rūh al-Ma’ānī Maḥmūd al-Alūsī al- Bagdādī (W: 1270 H), Taysīr al-Karīm al-Raḥmān fī tafsīr al-kalām al-Mannān karya Abd al-Ra ḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), al-Tafsīr al-Munīr fī al-Sharīah wa al- Aqīdah wa al-Manhaj karya Wahbah al-Zuḥailī, al-Tafsīr al-Wasīṭ li al- Qur`ān al-Karīm karya Muḥammad Sayyid Ṭanṭawī, , Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm karya Muḥammad Ṣāliḥ al-Uthaimīn (W: 1421 H), Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm, Juz ‘Amma karya Muḥammad Ṣālih al-Uthaimīn (W: 1421 H), Aisar al-Tafāsir Li Kalām al-‘Aliy al-Kabīr karya Abū Bakar Jābir al-Jazāirī, Aḍwā al-Bayān fī Iḍāhi al- Qur`ān bi al-Qur`ān Muḥammad Amīn al-Shinqiṭī, Ṣafwah al-Bayān Li Ma’āni al- Qur`ān karya Khālid Ibn ‘Abd al-Raḥmān al-‘Ak, Nafḥah al-‘Abīr Min Zubdah al- Tafsīr karya Muḥammad Sulaimān al-Ashqar, Tafsir al-Azhar karya Hamka (Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah) (W: 1981 M), Tafsīr al-Tahrīr wa al- Tanwīr karya Muḥammad al-Ṭāhir Ibn ‘Ᾱshūr (W: 1972 M), Jāmi’ al-Tafāsīr Min Kutub al- Aḥādīth karya Khālid Ibn ‘Abd al-Qādir Ᾱli ‘Aqdah, Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Qāsimī al-Musammā Maḥāsin al-Ta`wīl karya Muḥammad Jamāl al-Dīn al-Qāsimī (W: 1332 H), al-Tafsīr al-Wasīṭ lī al-Qur`ān al- Karīm karya Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwī, , al-Asās fī Tafsīr karya Sa’īd Ḥawwā, , Fī Ẓilāl al-Qur`ān karya Sayyid Quṭb, Tafsīr al-Qur`ān al-Ḥakīm al- Mashhūr bi Tafsīr al-Manār karya Muḥammad Rashīd Riḍā (W: 1354 H), dan lai-

lain.

29 Selain buku di atas, buku-buku tentang ilmu-ilmu al-Qur`an yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut: Mabāhith fī Ulūm al-Qur‛ān karya

Mann ā’ al-Qaṭān, Manāhīj al-Mufasirūn karya Muḥammad Abū Zaid, Uṣūl fī al- Tafsīr karya Muḥammād Ṣālih al-Uthaimīn (W: 1421 H), Al- Ṭibyān fī Ᾱdābi Ḥamlati al-Qur‛ān karya al-Nawāwi, Ilmu-Ilmu al-Qur`an karya Muhammad Ḥasbi al-Ṣidqi, Ibn Jarīr al-Ṭabarī Manhajuhu fī al-Tafsīr karya Muḥammad Bakr Ismā’il, Ta’rīf al-Darisīn bi Manāhij al-Mufassirīn karya Ṣalāḥ Abd al-Fattāḥ al- Kh ālidī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn karya Muḥammad Ḥusein al-Ḍahabī, Sejarah dan Ulūm al-Qur`ān karya M. Quraish Shihab dkk, Manāhij fī al-Tafsīr karya Musṭafā al-Ṣāwi al-Juwainī, Ilmu Tafsīr karya Rosihon Anwar, Manāhij al- Mufassirīn muhktasar al-Tafsīr wa al-Mufassirūn karya Muhammad Abū Zaid Abū Zaid, Metode Tafsir al-Maud ūi’ karya Abd al-Ḥay al-Farmāwī, Muqaddimah fī U ṣūli al-Tafsīr karya Ibn Taimiyah, Metodologi Tafsir al-Qur`an karya Thameem Ushama, dan lainnya.

5. Buku-buku induk ḥadīth yang relevan.

6. Kamus-kamus berbahasa arab yang digunakan untuk mengecek kebenaran dalam bahasa Arab. 31

7. Buku-buku/ Jurnal lainnya yang berkaitan dengan tema tesis yang diteliti.

8. Maktabah Shāmilah, biasanya media ini digunakan oleh penulis untuk melacak satu ayat atau ḥadīth untuk kemudian dirujuk ke kitab aslinya. Jika dirasa kesulitan dalam merujuk pada kitab asli, maka penulis menjadikan maktabah shamilah sebagai rujukan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah proses penulisan dan untuk keakuratan serta penulisan yang sistematis, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama pendahuluan. Dalam pendahuluan ini penulis menuangkan Sembilan pembahasan turunan, pendahuluan disusun untuk menjelaskan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Kajian Pustaka, Urgensi dan Manfaat penelitian, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Dalam latar belakang masalah terdapat alasan-alasan mengapa penulis memilih tema dalam penelitian ini, kemudian identifikasi

30 Kitab-Kitab Aq īdah yang digunakan peneliti selain yang disebut di atas adalah: Irsyād Dhawi al-Baṣāir ilā Ma’rifat al-Kabāir karya Abū Ubaidah Usāmah

ibn Muḥammad al-Jammāl, Fitnat al-Khawārij karya Muḥammad ‘Abd Allāh ‘Ali al- Ḥakamī, Aqīdah al-Mu’min karya Abū Bakr Jābir al-Jazāiri, Ta’lik Mukhtaṣor ‘Alā Kitāb Lum’ah al-Itikād al-Hādi Ilā Sabīl al-Rashād karya Muḥammad ṣālih al- Uthaimīn (W: 1421 H), Aḍwā ‘alā Rukn min al-Tauhīd karya ‘Abd al-Azīz ibn

Ḥāmid, Nawāqid al-Imān al-Qauliyah wa al-‘Amaliyah karya ‘Abd Azīz ibn Muḥammad ibn ‘Ali al-Abd al-Latīf, Tamasya ke Negeri Akherat (terjemahan dari kitab Riḥlah ilā al-Dār al-Akhirah) karya Maḥmūd al-Miṣri, Hal-hal yang Wajib Diketahui Oleh Setiap Muslim karya ‘Abd Allāh ibn Ibrāhim al-Qar’āwī, Aqīdah Muslim Dalam Tinjauan al- Qur`ān dan al-Sunnah karya Muḥammad Ṣālih al- Uthaimīn (W: 1421 H), Kitāb Tauhīd karya Ṣāliḥ ibn Fauzān ibn ‘Abd Allāh al- Fauzān, Kehidupan Sesudah Mati karya Al-Gazālī, 1001 Wajah Manusia di Padang Mahshar karya Abd Raḥmān Al-Wasiṭī dan Abū fātiah Al-Adnānī, , Dosa- dosa Besar karya al-Dhahab ī, Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat-Ayat Tahlil karya M. Quraish Shihab, Sharḥ al-Aqīdah al-Wasiṭiyah karya Ṣāliḥ ibn Fauzān ibn Abdullāh al-Fauzān, Sharḥ al-Aqīdah al- Ṭaḥāwiyah karya al- Qāḍi Ali ibn Ali ibn Muḥammad ibn ‘Abd al-Izz al-Dimashqī, dan yang lainnya.

31 Di antara kamus yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Mukhtār al- Ṣhhāh karya Muḥammad ibn Abū Bakr al-Qādir dan al-Munjid fi al-Lughah wa al-

A’lām karya Louis Ma`luf.

masalah, yaitu menelaah permasalahan yang akan dibahas dan dibuat secara sistematis oleh penulis dengan bentuk pertanyaan. Kemudian dalam pembatasan dan perumusan masalah dilakukan pemokusan permasalahan yang akan diteliti sehingga pembahasan tidak melebar ke pembicaraan lain yang tidak berkaitan secara signifikan dengan tema yang ada. Kemudian dalam kajian pustaka, penulis mencoba mencari reverensi dan menjelaskan sisi perbedaan dan persamaan antara penelitian yang sudah ada dengan tesis yang akan disusun. Adapun dalam pembahasan urgensi dan manfaat penelitian penulis mencoba menuangkan kegunaan dan buah yang diharapkan dari penelitian yang akan dilakukan. Kemudian dalam pembahasan tujuan penelitian, penulis mengungkapkan tiga tujuan penting yang akan dihasilkan setelah penulisan bisa diselesaikan dengan baik. Kemudian dalam metodologi penelitian, penulis mencantumkan buku-buku dari para ilmuan yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian baik yang bersifat primer maupun skunder. Kemudian langkah-langkah penelitian, yaitu cara yang akan ditempuh penulis dalam menyelesaikan tesis dengan baik dan terakhir sistematika penulisan yaitu penjelasan tentang bab-bab yang ada dalam tesis ini.

Dalam bab ke dua penulis akan membahas siksaan neraka dalam al-Qur` ān dan dalam pandangan para sarjana muslim. Pembahasan siksaan neraka dalam al-Qur` ān meliputi nama-nama neraka, dan ayat-ayat yang berbicara tentang neraka. Sedangkan pembahasan siksa neraka dalam pandangan para sarjana muslim meliputi neraka dalam pandangan para mutakallim īn, neraka dalam pandangan mu ḥadithīn dan neraka dalam pandangan mufassirīn.

Dalam bab ke tiga penulis akan mengurai secara ringkas tentang Imam al- Ṭabarī (W: 310 H) dan kitab tafsirnya yang mana tafsirnya tersebut dijadikan objek sentral dalam penelitian ini. Uraian dalam bab ini meliputi: Biografi Imam al- Ṭabarī (W: 310 H) yang mencakup tempat tanggal lahir, manhaj akidah, akhlak dan prilaku, guru dan murid-muridnya, statmen-statmen penting yang pernah diungkapkan olehnya, serta karya ilmiyah yang dibuat olehnya. Lalu penulis juga akan berbicara tentang tafsir Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīli al- Qur‛ān yang mencakup metode penafsiran serta corak tafsir yang digunakan di dalamnya. Dan yang terakhir penulis juga akan menjelaskan kedudukan tafsir al- Ṭabarī di hadapan tafsir-tafsir yang lainnya menurut.