BRIEFING KEBIJAKAN PERLUASAN PEMANFAATAN ALAT TES CEPAT MOLEKULER (TCM) TUBERKULOSIS UNTUK PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HIV
BRIEFING KEBIJAKAN PERLUASAN PEMANFAATAN ALAT TES CEPAT MOLEKULER (TCM) TUBERKULOSIS UNTUK PEMERIKSAAN VIRAL LOAD HIV
Ringkasan
Sejak ditemukannya kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali di Indonesia pada tahun 1987, epidemi HIV di Indonesia terus meningkat. Pemeriksaan viral load HIV penting untuk menilai efektivitas terapi antiretroviral (ART), tetapi pemeriksaan ini belum umum dilakukan di Indonesia. Baku emas pemeriksaan viral load HIV menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) harus dilakukan oleh tenaga laboratorium terlatih di ruangan khusus karena cara pengerjaannya cukup rumit dan memakan waktu lama. Tes Cepat Molekuler (TCM) merupakan revolusi dari uji molekuler berbasis PCR. Dibandingkan PCR, TCM ini lebih kompak, tidak membutuhkan ruangan tersendiri dan tenaga laboratorium khusus. Sistem modul dan kartrid individual tidak membutuhkan kuota minimal untuk pemeriksaan, meminimalisir efek kontaminasi silang dengan sampel lainnya, meningkatkan akurasi, dan jenis kartrid untuk pemeriksaan berbeda pun dapat dikerjakan bersamaan.TCM sangat cocok digunakan di berbagai tipe fasilitas kesehatan (faskes), terutama faskes yang minim sumber daya (resource limited).
Alat TCM tersedia di 76 RS dan 6 laboratorium di 34 propinsi di Indonesia untuk diagnosis cepat kasus tuberkulosis (TB) resistan Rifampisin dengan kartrid khusus MTB/Rif. Untuk pemeriksaan viral load HIV, kartrid HIV-1 viral loadsudah tersedia di pasaran mulai Februari 2015dan telah mendapat perijinan dari WHO. Integrasi kartrid HIV-1 viral load dengan TCM- MTB/Rif dapat mudah dilakukan karena menggunakan sistem pengoperasian yang serupa. Hasil penelitian tinjauan sistematik menunjukkan pemeriksaan viral load HIV dengan TCM HIV-1 berkorelasi baik dengan PCR sebagai baku emasnya, serta hasil kedua pemeriksaan tersebut saling bersesuaian atau komparabel/ekuivalen.
Kebijakan terkait merekomendasikan kolaborasi layanan TB-HIV dan pemeriksaan viral load HIV bagi ODHA, namun belum spesifik menyarankan integrasi pemeriksaan TCM MTB/Rif dengan HIV-1 viral load. Oleh karena itu diperlukan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat kolaborasi Program TB dan HIV dalam rangka menurunkan beban HIV pada pasien TB dan beban TB pada orang dengan HIV AIDS (ODHA).
Pengantar
Perkembangan uji molekuler berbasis deteksi dan amplifikasi asam nukleat (Polymerase Chain Reaction/PCR) begitu pesat dalam merespon kebutuhan medis dan kesehatan masyarakat. Untuk penyakit infeksi dengan beban mortalitas dan morbiditas tinggi, dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang cepat dan dapat dilakukan di semua tipe fasilitas kesehatan (faskes), terutama faskes yang minim sumber daya (resource limited). Dengan demikian, tata laksana tepat dapat lebih cepat diberikan untuk menurunkan beban penyakit dan risiko penularan. Tes cepat molekuler (TCM) merupakan revolusi dari uji molekuler berbasis PCR. Selain untuk mendeteksi tuberkulosis resistan rifampisin, saat ini TCM sudah dapat digunakan untuk menilai jumlah virus (viral load) Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Hasil Penelitian Epidemi HIV di Indonesia
Tiga dekade telah berlalu sejak ditemukannya kasus infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali di Indonesia pada tahun 1987 dan selama itu, epidemi HIV di Indonesia
terus meningkat (1) .Peningkatan ini terlihat dari estimasi tingkat prevalensi HIV penduduk Indonesia berusia 15-49 tahun dari 0,1% di tahun 2001 menjadi 0,4% tahun 2016 (2, 3) .Pada
tahun 2016, diperkirakan terdapat 620.000 orang dengan HIVAIDS (ODHA). Dari jumlah tersebut,sekitar 217.000 (35%) orang mengetahui status HIV-nya atau terdiagnosis.Dari
yang terdiagnosis, sekitar 77.700 (13%)ODHA mendapat terapi antiretroviral (ART) (4) . Akan tetapi, belum ada data berapa banyak ODHA yang mendapat ART tersebut yang berhasil
mencapai status supresiviral load.
Pemeriksaan Viral Load HIV untuk Menilai Efektivitas Terapi Antiretroviral
Penilaian klinis dan uji laboratorium berperan penting dalam menilai respon pengobatan setelah pemberian ART pada ODHA. Kegagalan terapi ART dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria virologis, imunologis, dan klinis. Kriteria terbaik adalah kriteria virologis, yaitu pemeriksaan viral load HIV yang dilakukan setiap 6 bulan.
Baku emas pemeriksaan viral load HIV adalahuji molekuler berbasis deteksi dan amplifikasi asam nukleat (polymerase chain reaction/PCR) (5) . Pemeriksaan ini mendeteksi target
molekul asam nukleat HIV pada sampel darah pasien dan mengamplifikasi rantai asam nukleat menjadi berkali-kali lipat. Akan tetapi, teknik PCR ini harus dilakukan oleh tenaga laboratorium terlatih karena cara pengerjaannya cukup rumit, memakan waktu lama dan molekul asam nukleat HIV pada sampel darah pasien dan mengamplifikasi rantai asam nukleat menjadi berkali-kali lipat. Akan tetapi, teknik PCR ini harus dilakukan oleh tenaga laboratorium terlatih karena cara pengerjaannya cukup rumit, memakan waktu lama dan
Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM)
GeneXpert atau disebut juga Tes Cepat Molekuler (TCM) merupakan revolusi dari uji molekuler berbasis PCR (7) . Dibandingkan PCR, GeneXpert atau TCM ini lebih kompak, tidak
membutuhkan ruangan tersendiri, dan tidak membutuhkan tenaga laboratorium khusus (8, 9) . Alat ini menggunakan sistem modul berpasangan dengan kartrid (cartridge)khusus sekali
pakai, dimana sistem yang terkecil terdiri dari satu modul dan terbesar sampai dengan 80 modul (Gambar 1). Masing-masing modul dapat bekerja individual mengikuti jenis kartrid yang digunakan dantanpa menunggu seluruh kapasitas modul terisi penuh.Artinya tidak ada kuota minimal untuk pemeriksaan, meminimalisir efek kontaminasi silang dengan sampel lainnya, meningkatkan akurasi, dan jenis kartrid untuk pemeriksaan berbeda pun dapat
dikerjakan bersamaan (7) . Oleh karena itu, TCM sangat cocok digunakan di berbagai tipe fasilitas kesehatan (faskes), terutama faskes yang minim sumber daya (resource limited).
Gambar 1. (dari kiri ke kanan) Alat tes cepat molekuler (TCM) terkecil satu modul, dua, empat, enam belas, dan terbesar delapan puluh modul
Gambar 2. Alat tes cepat molekuler (TCM) empat modul yang tersedia di RS di Indonesia
Tes Cepat Molekuler MTB/Rif untuk Deteksi Tuberkulosis Resistan Rifampisin
Alat TCM pertama kali digunakan untuk diagnosis cepat kasus tuberkulosis (TB) resistan Rifampisin dengan kartrid khusus yang disebut MTB/Rif (10) . Dibandingkan denganPCR, cara
pengerjaan TCM-MTB/Riflebih sederhana, yaitu dengan mencampur sampel dahak pasien dengan reagen yang disediakan di dalam kartrid MTB/Rif, kemudian kartrid dimasukkan ke
dalam alat TCM (11) . Hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu kurang lebih dua jam . Sensitifitas TCM-MTB/Rif dalam mendeteksi TB dapat disamakan dengan biakan metode
cair, dimana biakan merupakan pemeriksaan baku emas untuk diagnosis TB (11) . Alat TCM-
MTB/Rif sistem empat modul (Gambar 2) sudah tersebar luas di 76 RS dan 6 laboratorium di 34 propinsi Indonesia (12) .
Tes Cepat Molekuler HIV-1 Viral Loaduntuk Pemeriksaan Viral Load HIV
Selain MTB/Rif, kartrid untuk pemeriksaan viral loadHIV-1sudah tersedia di pasaran mulai Februari 2015 dan telah mendapat perijinan dari WHO dan CE ( Conformité
Européene) (7, 13) untuk diagnostik in vitro (IVD) .KartridHIV-1 viral loadini dapat mendeteksi minimal 40 dan maksimal 10.000.000 kopivirus HIV-1dalam 1 mL plasma (7, 8) . Waktu pemrosesan sejak diterimanya sampel hanya 92 menit (7, 8) .Karena menggunakan sistem
pengoperasian yang sama, kartrid HIV-1 viral loaddapat dengan mudah diintegrasikan dengan TCM-MTB/Rif yang sudah ada (14) .
Perbandingan Pemeriksaan Viral Load HIV dengan TCM dan PCR
Untuk membandingkan kinerja, sensitivitas, dan spesifisitas TCM HIV-1 viral loaddengan metode PCR yang menjadi baku emas pemeriksaan, dilakukan tinjauan sistematik terhadap artikel hasil penelitian. Penelusuran artikel dimulai tanggal 1-23 Oktober 2017 pada database elektronik Pubmed . Kata kunci yang digunakan adalah “(xpert OR genexpert) AND (hiv OR hiv- 1) NOT mtb/rif NOT (qual OR qualitative)”.
Judul dan abstrak diskrining oleh dua reviewer secara terpisah. Hasil skrining dicari naskah lengkapnya dan dinilai kembali oleh kedua reviewer tersebut secara terpisah. Hasil penilaian didiskusikan sampai didapat persetujuan bersama mengenai artikel yang relevan (Tabel 1).
Tabel 1. Perbandingan kinerja, sensitivitas dan spesifisitas TCM HIV-1 dan PCR untuk pemeriksaan viral load HIV
Perbandingan dengan TCM HIV-1 viral load Peneliti
Tahun Korelasi
Tipe Alat Jumlah Sensitivitas Spesifisitas
Uji Bland- Pearson
Altman (r)
0.9 cp/mL
Mor, dkk.
cp/mL 0.05 Log
0.97 cp/mL
(274) cp/mL
cp/mL
Gous,
Roche
92.9 96.9 0.03 TD
Perbandingan dengan TCM HIV-1 viral load Peneliti
Tahun Tipe Alat Jumlah Sensitivitas Spesifisitas Uji Bland- Korelasi Pearson
Altman (r)
dkk. (18) TaqMan
cp/mL
cp/mL
cp/mL 0.985
cp/mL
cp/mL 0.16 ± 0.19
SD Log10
TaqMan
(254) cp/mL
cp/mL TD: Tidak Ditentukan
M2000
Hasil tinjauan sistematik menunjukkan pemeriksaan viral load HIV dengan TCM HIV-1 berkorelasi baik dengan PCR, serta hasil kedua pemeriksaan tersebut saling bersesuaian atau komparabel/ekuivalen.
Konteks Kebijakan Terkait Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis
Peningkatan kolaborasi Program TB dan HIV diperlukan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB, dalam rangka menuju eliminasi nasional TB.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral
Sejak tahun 2013, WHO merekomendasikan pemeriksaan viral load HIV pada ODHA sebelum mulai ART dan setiap 6 bulan (26) . Indonesia, melalui Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral, mengadopsi dan merekomendasikan pemeriksaan viral load sebagai kriteria terbaik, dibanding kriteria Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral, mengadopsi dan merekomendasikan pemeriksaan viral load sebagai kriteria terbaik, dibanding kriteria
Surat Edaran Menkes 129/2013 ttg Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan IMS
Melalui surat edaran Menkes 129/2013 tentang Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS dan IMS merekomendasikan kepada pemerintah daerah/rumah sakit untuk membebaskan biaya untuk pemeriksaan laboratorium seperti viral load untuk memudahkan akses ODHA ke
pengobatan ARV (28) .
Penerapan Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan 2012
Implementasi layanan komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan telah diinisiasi sejak tahun 2004 dan diperbaharui untuk memperkuat aspek penguatan jejaring dan rujukan di tahun 2012. Layanan komprehensif berkesinambungan menyarankan adanya akses pemeriksaan viral load di puskesmas rujukan selain di pusat rujukan laboratorium provinsi sebagai
layanan tes laboratorium di tempat (point of care laboratory test) yang disederhanakan (27) .
Rekomendasi kebijakan
1. Pemeriksaan viral load HIV merupakan kriteria terbaik dalam menentukan efektivitas ART dan menilai supresi virus. Pemeriksaan viral load HIV menggunakan TCM HIV-1 viral load sama baiknya dengan PCR, plus ada beberapa kelebihan TCM yaitu alat lebih kompak, tidak membutuhkan ruangan tersendiri, tidak ada kuota minimal untuk pemeriksaan, tidak membutuhkan tenaga laboratorium khusus, dan hasil pemeriksaan diperoleh lebih cepat.
2. Kolaborasi Program dan layanan TB-HIV harus diperkuat untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB dan beban TB pada ODHA, salah satunya dengan integrasi pemeriksaan TCM MTB/Rif dengan HIV-1 viral load. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mendukung kebijakan ini diantaranya: Koordinasi internal antara Program TB dan Program HIV untuk mengintegrasi
perencanaan dan anggaran kegiatan yang diperlukan, demikian juga koordinasi dan sosialisasi dengan Pemerintah Daerah.
Pemetaan RS di Indonesia menurut infrastruktur dan sumber daya yang tersedia, misalnya ketersediaan dan kecukupan ruangan, kelistrikan, sistem rujukan pemeriksaan spesimen, akses pengobatan, tenaga kesehatan terkait, persyaratan biosafety, dll. Pengadaan TCM sebaiknya diprioritaskan untuk RS dengan sumber daya terbatas (resource limited).
Penilaian beban kerja TCM MTB/Rif yang tersedia untuk menghindari overload jika TCM ditambahkan pemeriksaan HIV-1 viral load. Untuk daerah dengan beban penyakit TB dan HIV tinggi, prioritas dapat diberikan untuk populasi tertentu yang lebih membutuhkan pemeriksaan viral load HIV, seperti pasien ko-infeksi TB-HIV, ibu hamil terinfeksi HIV, dll.
3. Surveilans/penelitian viral load HIV berkesinambungan untuk mendapatkan data nasional supresi virus.
Daftar Kepustakaan
1. Rao JVRP. INDONESIA on Fast-Track to end the AIDS epidemic by 2030: unaidsp; 2015 [Available from: https://unaids-ap.org/2015/12/01/indonesia-on-a-fast-track-to-end- the-aids-epidemic-by-2030/ .
2. UNAIDS. Global report: UNAIDS report on the global AIDS epidemic 2013: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS); 2013.
3. UNAIDS. Country factsheets Indonesia 2016.
4. UNAIDS. Ending AIDS-Progress Towards the 90-90-90 Targets: Global AIDS Update 2017. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS); 2017.
5. Wu G, Zaman MH. Low-cost tools for diagnosing and monitoring HIV infection in low- resource settings. Bulletin of the World Health Organization. 2012;90(12):914-20.
6. Lo YMD, Chan KCA. Setting Up a Polymerase Chain Reaction Laboratory. In: Lo YMD, Chiu RWK, Chan KCA, editors. Clinical Applications of PCR. 1. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2006. p. 11-8.
7. WHO. WHO Prequalification of In Vitro Diagnostics. PUBLIC REPORT. Sweden; 2017.
8. Kulkarni S, Jadhav S, Khopkar P, Sane S, Londhe R, Chimanpure V, et al. GeneXpert HIV-1 quant assay, a new tool for scale up of viral load monitoring in the success of ART programme in India. BMC Infectious Diseases. 2017;17:506.
9. Ceffa S, Luhanga R, Andreotti M, Brambilla D, Erba F, Jere H, et al. Comparison of the Cepheid GeneXpert and Abbott M2000 HIV-1 real time molecular assays for monitoring HIV-1 viral load and detecting HIV-1 infection. Journal of Virological Methods. 2016;229(Supplement C):35-9.
10. Nash M, Ramapuram J, Kaiya R, Huddart S, Pai M, Baliga S. Use of the GeneXpert tuberculosis system for HIV viral load testing in India. The Lancet Global health. 2017;5(8):e754-e5.
11. Steingart KR, Schiller I, Horne DJ, Pai M, Boehme CC, Dendukuri N. Xpert® Mtb/Rif assay for pulmonary tuberculosis and rifampicin resistance in adults. The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2014(1):1-166.
12. P2PL. Rencana Aksi Nasional Penanggulangan TB Melalui Penguatan Laboratorium TB 2016-2020. Indonesia2016.
13. Cepheid and FIND Announce European Approval of Xpert HIV-1 Viral Load [press release]. Sunnyvale, California and Geneva: Cision PR Newswire, Dec 29, 2014 2014.
14. Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Tuberkulosis Menggunakan Alat Genexpert [press release]. Indonesia: Kementrian Kesehatan RI2015.
15. Mor O, Gozlan Y, Wax M, Mileguir F, Rakovsky A, Noy B, et al. Evaluation of the RealTime HIV-1, Xpert HIV-1, and Aptima HIV-1 Quant Dx Assays in Comparison to the
NucliSens EasyQ HIV-1 v2.0 Assay for Quantification of HIV-1 Viral Load. Journal of clinical microbiology. 2015;53(11):3458-65.
16. Ceffa S, Luhanga R, Andreotti M, Brambilla D, Erba F, Jere H, et al. Comparison of the Cepheid GeneXpert and Abbott M2000 HIV-1 real time molecular assays for monitoring HIV-1 viral load and detecting HIV-1 infection. J Virol Methods. 2016;229:35-9.
17. Garrett NJ, Drain PK, Werner L, Samsunder N, Abdool Karim SS. Diagnostic Accuracy of the Point-of-Care Xpert HIV-1 Viral Load Assay in a South African HIV Clinic. J Acquir Immune Defic Syndr. 2016;72(2):e45-8.
18. Gous N, Scott L, Berrie L, Stevens W. Options to Expand HIV Viral Load Testing in South Africa: Evaluation of the GeneXpert(R) HIV-1 Viral Load Assay. PLoS One. 2016;11(12):e0168244.
19. Gueudin M, Baron A, Alessandri-Gradt E, Lemee V, Mourez T, Etienne M, et al. Performance Evaluation of the New HIV-1 Quantification Assay, Xpert HIV-1 Viral Load, on a Wide Panel of HIV-1 Variants. J Acquir Immune Defic Syndr. 2016;72(5):521-6.
20. Jordan JA, Plantier JC, Templeton K, Wu AH. Multi-site clinical evaluation of the Xpert((R)) HIV-1 viral load assay. Journal of clinical virology : the official publication of the Pan American Society for Clinical Virology. 2016;80:27-32.
21. Moyo S, Mohammed T, Wirth KE, Prague M, Bennett K, Holme MP, et al. Point-of-Care Cepheid Xpert HIV-1 Viral Load Test in Rural African Communities Is Feasible and Reliable. Journal of clinical microbiology. 2016;54(12):3050-5.
22. Avidor B, Matus N, Girshengorn S, Achsanov S, Gielman S, Zeldis I, et al. Comparison between Roche and Xpert in HIV-1 RNA quantitation: A high concordance between the two techniques except for a CRF02_AG subtype variant with high viral load titters detected by Roche but undetected by Xpert. J Clin Virol. 2017;93:15-9.
23. Bruzzone B, Caligiuri P, Nigro N, Arcuri C, Delucis S, Di Biagio A, et al. Xpert HIV-1 Viral Load Assay and VERSANT HIV-1 RNA 1.5 Assay: A Performance Comparison. J Acquir Immune Defic Syndr. 2017;74(3):e86-e8.
24. Kulkarni S, Jadhav S, Khopkar P, Sane S, Londhe R, Chimanpure V, et al. GeneXpert HIV-1 quant assay, a new tool for scale up of viral load monitoring in the success of ART programme in India. BMC Infect Dis. 2017;17(1):506.
25. Swathirajan CR, Vignesh R, Boobalan J, Solomon SS, Saravanan S, Balakrishnan P. Performance of point-of-care Xpert HIV-1 plasma viral load assay at a tertiary HIV care centre in Southern India. Journal of medical microbiology. 2017;66(10):1379-82.
26. WHO. Consolidated Guidelines on The Use of Antriretroviral Drugs for Treating and Preventing HIV Infection. Clinical Guidelines: Antiretroviral Therapy. Switzerland: WHO Press; 2016.
27. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral [press release]. 2014.
28. Pelaksanaan Pengendalian HIV-AIDS Dan Infeksi Menular Seksual (IMS) [press release]. Jakarta2013.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Dona Arlinda, M. Helmi Aziz, M. Karyana [email protected]
BRIEFING KEBIJAKAN