Lempung Bandung
B.2 Lempung Bandung
Lempung Bandung telah diteliti secara luas oleh berbagai penulis (Cook & Younger, 1991; Dam & Suparan, 1992; Hariyono, 1987; Helmi, 1987; Hendarsin, 1989; IRE, 1998 11 ; Jayaputra et al, 1990; Riyanto, 1988; Ryanto,
1988; Setionegoro, 1986; Setjadinigrat, 1988; Wilopo, 1988; Younger et al, 1990; Younger & Suratman, 1988, Younger, 1990; Younger, 1991; Younger et al, 1992).
Menurut Siregar & Hidayat (Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, March 1995, p6-11) lempung tersebut terbentuk sejak dari 44 000 sampai 2000 tahun yang lalu .
Mineralogi Lempung Danau Bandung telah diidentifikasi oleh Cook & Younger mengandung halloysit, albit (suatu seri dari feldspar) dan kristobalit (mineral amorf atau kriptokristalin) dengan hanya sejumlah kecil montmorillonit; silika mengandung diatomea, juga dilaporkan ada dalam jumlah yang signifikan. Allofan tidak diidentifikasi tetapi para penulis tersebut menilai mineral ini mungkin ada berdasarkan dari hasil-hasil pengujian indeks.
Analisis semi kuantitatif dari dua sampel yang diambil oleh IRE dari km27 pada Jalan Tol Bandung menegaskan kesimpulan umum tersebut seperti ditunjukkan pada Table B1.
Lubang Bor
BH101 PS8-3/1
BH101 PS 13-3
kedalaman(m)
oksida besi
tr
Table B1 Mineralogi lempung dari Lempung Bandung
1 Laporan tidak diterbitkan, lihat Panduan Geoteknik CD
Meskipun demikian pada perbatasan sebelah utara dari danau pada permukaan lempung memperlihatkan perilaku mengembang yang tinggi dan ini menunjukkan adanya perbedaan mineralogi .
Kehilangan akibat pembakaran berkisar antara 10-25% tetapi kandungan organik (dengan asumsi diuji dengan metoda karbon) sangat rendah. Kandungan karbonat hanya 1 sampai dengan 2% (IRE, 1998), sehingga ini bukan penyebab utama perbedaan. Younger (1991) menjelaskan perbedaan itu
sebagai suatu ukuran adanya bahan humus; Silfverberg (1955) 2 telah mengidentifikasi bahwa hanya bahan humus saja yang terbakar dalam tungku
pembakaran pada temperatur normal 450°C dan karenanya temperatur 800°C dibutuhkan untuk membuang zat-zat tumbuhan yang tidak busuk.
Sifat-sifat teknik Lempung Bandung adalah : • Permeabilitas yang tinggi
• Kekuatan yang tinggi • Kompresi sekunder yang tinggi.
Sifat-sifat ini dianggap berasal dari sifat dasar mineral-mineral lempung dan kehadiran silika yang mengandung diatomea.
Dari data penyelidikan tanah Jalan Tol Padalarang – Cileunyi yang melintasi Danau Bandung, indeks kompresi C c bervariasi mulai dari 2 sampai 4 dengan
C c /(1+e 0 ) antara 0.4 sampai 0.8. Kompresi sekunder, C á , didapati berkisar antara 0.02 sampai 0.025 pada
tegangan-tegangan di atas tekanan prakonsolidasi semu dan setelah perioda yang pendek (sekitar 10 hari) laju penurunan lebih tinggi.
2 Dikutip dari Landva, dkk (1993)
B .3 Pantai Utara Jawa dan Pantai Timur Sumatra
B.3.1 PENDAHULUAN
Lokasi tempat-tempat di mana data-data yang cukup berkualitas diperlihatkan pada Gambar B2.
Gambar B2 Tempat-tempat tanah lunak di Jawa dan Sumatra
Formasi lempung sepanjang Pantai Utara Jawa dan Sumatra Timur Laut kemungkinan agak sama. Seluruh pantai berada dibelakang gunung-gunung vulkanik, dan meskipun ada beberapa perbedaan mineralogi, mineral-mineral utama dan proses pelapukan akan sama.
Pantai Utara Jawa pada umumnya makin bertambah. Morrison et al (1984) mengutip penelitian oleh Verstappen yang mengidentifikasi laju pertambahan tahunan 9 sampai 12 m ekivalen dengan kenaikan level dasar laut tahunan sebesar 30 mm.
Laju pertambahan sebagian dari dataran pantai ini di Semarang telah diidentifikasi oleh Van Bemmelen (seperti dilaporkan oleh BGS, 1998) yang diperlihatkan pada Gambar B3.
Gambar B3 Garis pantai Semarang
Ada laporan (BGS, 1998) yang menunjukkan bahwa legenda lokal mempercayai bahwa kota Simongan, sekarang 5 km ke arah daratan, adalah suatu pelabuhan pada saat kunjungan duta Cina Sam Poo Kong pada 1460.
Demak, yang sekarang sekitar 12 kilometer ke arah daratan adalah sebuah pelabuhan pada abad ke enam belas (Turner et al., 1997). Data menunjukkan bahwa laju pertambahan kearah utara garis pantai satu kilometer atau lebih per seratus tahun.
B.3.2 JAKARTA
Data diperoleh dari IGMC1, studi lokasi karakterisasi tanah (IRE, 1998 masuk dalam Panduan Geoteknik CD) dan Marrison dkk. (1994) yang berisi data dari
0 Pelabuhan Tanjung Priok ( sekitar 106 0 53’E dan 6 07’S). Penyelidikan tanah Puslitbang Prasarana Jalan yang berlokasi pada Km. 24+500 Jakarta di Jalan
Tol Prof. DR. Sediyatmo, Jakarta (106° 7’E 6° 7’S).
Litologi di lokasi jalan tol diperlihatkan pada Table B2.
Relative Depositional
Thicknes Age
Facies and Lithology
Environment s (M)
Modern alluvium: clay, silt and sand (undifferentiated);
10 floodplain, overbank, backswamp, levees deposits,
usually constitutes the top sequence Fluviatil
Channel deposits: sand often silty on the top. 7 Beach ridge sand: grey to dark grey medium
sands
1 up to 3 Marsh deposits: humic clay/silt, peaty clay, peat
(thin layer), and soft clay, interpreted as 7
interfingering with marine deposits.
Coastal Plain
Sand, loose, abundant shells and foraminifera. 1-3 Clay, silt, locally thin intercalation of sand, soft to
very soft, containing shells and foraminifera, HOLOCENE
DELTAIC
intercalated with grey-white and grey liminae at 8
places. Clay, bluish-grey, stiff, sticky, rare broken shells
Marine
(transition horizon).
(Shallow)
Clay, tuffaceous, gravely, stiff, distinct reddish-brown >6
mottling.
TOCENE
Alluvial Fan
HOLOCENE) LATE PLEIS
(PART OF EARLY
Table B2 Stratigrafi Endapan Pantai Utara Jawa Barat
Dua analisis mineralogi telah dilakukan seperti terlihat pada Table B3.
Lubang bor
BH301-11A
BH301-33.1
Kedalaman (m)
Oksida besi
tr
tr
Table B3 Analisis mineralogi lempung Jakarta (dalam %)
Batas angka Atterberg diperlihatkan pada Gambar B4.
0.00 Plastic Limit Liquid Limit
Gambar B4 Batas-batas Atterberg Lempung Jakarta (Puslitbang Jalan, 1998)
Gambar B5 Atterberg Limits (Morison et al., 1984)
Specific Gravity
Gambar B6 Berat Jenis Lempung Jakarta
Berat Jenis biasanya berkisar antara 2.45-2.75 tanpa kecenderungan yang jelas terhadap kedalaman, seperti ditunjukkan pada Gambar B6.
Kandungan karbonat bervariasi antara 10 dan 17% dan hal ini membutuhkan koreksi, sebesar 4 sampai 8%, terhadap nilai dari uji kehilangan berat akibat pembakaran untuk memperoleh kandungan organik, nilai-nilai setelah koreksi ditunjukkan setelah koreksi pada Gambar B7.
Organic Content
Gambar B7 Kandungan organik Lempung Jakarta
Morrison et al (1984) mengidentifikasi kompresibilitas dari sejumlah investigasi seperti ditunjukkan pada Gambar B8. Mereka melaporkan kompresi sekunder
C á hanya bernilai 0.02, berdasarkan pengujian konsolidasi laboratorium yang diperpanjang pada sampel-sampel yang diambil dengan piston sampler.
Gambar B8 Kompresibilitas Lempung Jakarta
Hasil-hasil tes lapangan dan laboratorium mengindikasikan bahwa hubungan permeabilitas bervariasi terhadap angka pori adalah sbb:
sec
Hasil-hasil ini dibandingkan dengan data tanah ditempat-tempat yang lain, dapat dilihat pada Gambar B9.
Gambar B9 Permeabilitas tanah (berdasarkan Lambe & Whitman, 1969).
B.3.3 BELAWAN
Sejumlah besar data diambil dari pembangunan Pelabuhan Belawan dan juga sebagian dari penyelidikan yang dilaksanakan untuk Jalan Tol Belawan – Medan. Pekerjaan ini dilaksanakan dari 1978 sampai 1981.
Pelabuhan Belawan terletak pada 3°48’N 98°41’E. Data-data yang digunakan untuk karakterisasi daerah ini berasal dari laporan-laporan penyelidikan tanah yang tidak dipublikasikan (Barry, komunikasi pribadi).
Di pelabuhan Belawan lempung marin yang berumur Holosen memiliki ketebalan sekitar 15 m. Di bawah ini terdapat lapisan pasir tufa dan kemudian lempung Pleistosen yang lebih kenyal. Lempung marin membaji ke arah daratan dan menjadi berseling-seling dengan pasir alluvial sebagai lensa dan lapisan- lapisan. Kondisi geologi endapan resen pada daerah ini ditunjukkan pada Gambar B10.
Gambar B10 Penampang melintang dari Belawan kearah Medan
Lempung marin memiliki plastisitas yang tinggi dengan setempat-setempat lanau dan ditemukan pasir halus.
Gambar B11 Kandungan pasir – lanau – lempung dari Lempung Belawan
Batas cair biasanya berkisar antara 70% sampai 110% meskipun kadang-kadang nilai-nilai yang lebih tinggi ditemui. Seperti diperlihatkan pada Gambar B12 batas-batas Atterberg terletak pada atau persis di bawah garis A. Analisis mineralogi tidak dilakukan pada lempung-lempung ini.
Gambar B12 Batas-batas Atterberg Lempung Belawan
Salinitas air pori tidak diukur langsung, tetapi nilai-nilainya diperoleh dari tekanan air pori statis, seperti terlihat pada Gambar B13.
Gambar B13 Tekanan air pori statis dan Berat Jenis air pori dugaan (inferred) untuk Lempung Belawan
Karena tekanan artesis pada lapisan pasir di bagian bawah diabaikan, tekanan air pori lebih disebabkan oleh salinitas air pori, meskipun hal ini masih berupa dugaan.
Doddy & Sirejar (1992) melaporkan hasil penetapan umur lempung bagian atas dengan metode “carbon dating seperti terlihat pada Gambar B14.
Gambar B14 Geologi dan Penentuan umur dengan Metoda Karbon 14 dari endapan Belawan Resen
Potongan ini merupakan gabungan data titik-titik data sekitar daerah pedalaman Belawan. Hal ini menandakan sekitar enam sampai tujuh meter lempung telah terendapkan sejak level muka air laut terakhir berada 6000 tahun yang lalu; hal ini bisa dibandingkan dengan perubahan salinitas yang terlihat pada kedalaman
10 m seperti terlihat pada Gambar B13. Kompresibilitas Cc/ 1+e0 berkisar antara 0,25 sampai 0,35 dan kompresi sekunder
C α = 0.04. Variasi koefisien kompresibilitas terhadap tekanan yang bertambah
diperlihatkan pada Gambar B15.
Gambar B15 Kisaran Koefisien Kompressibilitas cv untuk Lempung Belawan
Wood telah menganalisis data-data tanah Belawan dalam parameter-parameter kondisi kritis seperti terlihat pada Gambar B16.
Gambar B16 Perbandingan nilai-nilai indeks kompresi yang diukur dan diprediksi untuk lempung Belawan (Woods, komunikasi pribadi)
B.3.4 SEMARANG.
Data berasal dari laporan-laporan penyelidikan tanah untuk pelabuhan (Rachlan, komunikasi pribadi) dan untuk Semarang By Pass dan proyek-proyek konstruksi jalan lainnya (Barry, komunikasi pribadi; Rachlan, komunikasi pribadi). Tempat-tempat yang disebutkan diperlihatkan pada Gambar B17.
Juga dimasukkan beberapa data awal dari timbunan percobaan Pustrans di tempat percobaan Kaliwungu. Informasi yang lengkap tersedia di Panduan CD. Informasi lebih jauh dari penelitian ini diharapkan tersedia selama 2002.
Lubang-lubang bor sepanjang pantai menandakan urutan geologi yang sangat mirip, sebagai berikut
Endapan Alluvial Resen yang terdiri dari pasir dan kerikil sepanjang sungai- sungai utama.
Formasi Holosen: lempung abu-abu yang sangat lunak mengandung kerang- kerang, berlapis berganti dan berbentuk lensa pasir ke arah daratan yang lebih tinggi ke arah selatan. Kadang-kadang ditemukan alur-alur kecil terdiri dari pasir alluvium yang terkubur.
Di dasar dari lapisan ini sering ditemukan lapisan humus yang memiliki ketebalan sekitar dua meter, hal ini menandakan suatu transisi dari lingkungan rawa dangkal ke lingkungan marin yang lebih dalam. Transisi ini ditemukan pada 15 sampai 30 m di bawah level muka air laut saat ini. Inspeksi detail yang terbatas terhadap lapisan ini memperlihatkan bahwa dia terdiri dari fragmen- fragmen kayu dan oleh karenanya tidak lebih kompresibel dibandingkan lapisan lempung di atasnya.
Gambar B17 Lokasi tempat-tempat di daerah Semarang Di atas zona transisi ini tidak di dapati bahan organik, yang diketemukan adalah
kepungan (inclusions) berupa fragmen-fragmen koral yang berukuran kerikil. Di Demak 5 sampai 8 m strata sebelah atas mengalami pelapukan menja di
berwarna coklat dan memiliki konsistensi lunak sampai dengan teguh. Cox (1970) menyebutkan lapisan kerak lapuk setebal 3 sampai 6 m sering ditemui menjauh dari pantai dan hal ini menjelaskan kehadiran kerak ini di Demak dan tidak di temukan di tempat la in .
Peta geologi Kwarter (GRDC, 1996) mengidentifikasi tiga fasies utama lempung Holosen di daerah Semarang: • lapisan permukaan berupa endapan dataran banjir setebal 2 sampai 3m
• lapisan tengah berupa endapan pasang surut setebal 2 sampai 3m • lapisan bawah berupa endapan dekat pantai, yang terbukti setebal 8m
Potongan geologi melalui endapan ini berdasarkan studi kemas (fabric) dan analisis palynologi terlihat pada Gambar B18.
Gambar B18 Potongan geologi Kwarter Kaliwungu Bagian Timur
Analisis kemas terbatas yang telah dilakukan sampai saat ini pada lokasi uji coba timbunan tidak menunjukkan variasi kemas yang menegaskan pembagian ini, meskipun demikian warna mungkin menunjukkan beberapa hubungan; sampel-sampel yang baru saja dibuka berwarna abu-abu kecoklatan pada 8 m bagian atas dan abu-abu tua di bawahnya.
Alasan-alasan mengapa perbedaan tidak ditemui pada studi saat ini bisa jadi disebabkan oleh • contoh terlalu terganggu, atau tidak diperlakukan sebagai mana semestinya
untuk keperluan identifikasi kemas. • struktur yang ada selama pengendapan telah dihancurkan oleh bioturbasi
yang terjadi setelahnya pada deposit-deposit dekat permukaan Di lokasi uji coba timbunan horison penanda yang jelas pada dasar Holosen
nampaknya hilang atau bercampur. Pada daerah Kaliwungu biasanya level permukaan di lapangan sekitar +0.5 m
dari muka air laut rata-rata. Lubang-lubang bor yang berada sekitar 5 km ke arah daratan tidak mengidentifikasi adanya suatu kerak. Bukti lain tentang adanya zona pelapukan ini tidak ditemui baik di Kaliwungu maupun di Semarang.
Di bawah zona pelapukan, jika ada, lempungnya adalah kelanauan abu-abu tua sangat lunak sampai dengan lunak yang jarang mengandung pasir halus, dengan fragmen-fragmen kerang dan koral.
Pada satu sampai dua meter bagian dasar lempung Holosen biasanya ditandai oleh kandungan humus, yang pada lubang bor yang diamati adalah gambut Pada satu sampai dua meter bagian dasar lempung Holosen biasanya ditandai oleh kandungan humus, yang pada lubang bor yang diamati adalah gambut
Sebagai akibat penurunan regional di daerah Semarang datum level permukaan tanah agaknya tidak bisa diandalkan dan perbedaan sebesar lebih dari satu meter telah dilaporkan. Meskipun demikian tempat uji coba di Kaliwungu dan Bypass Kaliwungu Sebelah Utara diperkirakan memiliki level permukaan asli sekitar 0.5 m di atas rata-rata muka air laut.
Beberapa lempung marin diketahui mengandung gas yang dihasilkan oleh zat- zat yang mengalami dekomposisi. Hal ini bisa mempengaruhi contoh uji laboratorium dan membuat interpretasi agak sulit. Tidak ada bukti bahwa kandungan gas ditemui pada pencatatan pemboran (Logging) yang dilaksanakan. Satu kejadian di mana terbentuknya gas methan dari suatu lubang bor yang sedang ditimbun dilaporkan dari daerah Demak. Data mengenai ini agak jarang dan ada kemungkinan methan tersebut berasal dari endapan dibawahnya.
Kehadiran lapisan pasir telah dilaporkan ada pada lempung Holosen. Sesungguhnya ada laporan-laporan mengenai sumur-sumur dangkal di daerah perkotaan Semarang. Sampai saat ini tidak ada bukti lapisan-lapisan seperti itu telah ditemui. Suatu gambaran detail dari lubang bor pada Jembatan Kenceng, Kaliwungu, diperlihatkan pada Tabel B4. Lubang bor ini dibuat menembus suatu timbunan dan selanjutnya lapisan-lapisan tanah asli diperlihatkan pada Tabel B4.
Perlu dicatat bahwa dasar dari lempung Holosen adalah suatu lapisan setebal sekitar 0.5 m yang mengandung materi daun-daunan dan kayu. Hal ini adalah suatu pertanda fase transisi dari endapan rawa dekat pantai pada akhir penurunan muka air laut.
Kehadiran lensa-lensa pasir pada endapan lapisan bagian atas telah dipelajari menggunakan serangkaian pencatatan sinar gamma ("gamma logs") yang dilakukan pada 1996 (BPPT, 1996). Meskipun demikian hasilnya tidak dapat dikorelasikan dengan baik dengan data dari lubang bor, dan pada lempung marin hasil-hasilnya kemungkinan bercampur dengan lapisan kerang dan tidak bisa diandalkan.
Kedalaman unit ini telah diidentifikasi di Semarang sebagai antara 20 dan 24 m di bawah level permukaan tanah. Di Demak dasar dari unit ini ditemukan pada 30m berdasarkan lapisan penanda humus walaupun transisi ke Alluvium Tua tidak begitu jelas. Di Kaliwungu kedalaman bervariasi, hilang dekat bukit pada Jembatan Kereta Api, antara 18 sampai 23 m pada Bypass Sebelah Utara dan tempat uji coba timbunan di Kaliwungu.
Kedalaman
Terambil Sampel (m)
Penjelasan
6-7 0-0.25 Firm reddish brown clayey sandy SILT with some coarse 0.5 (50%) gravel
(FILL) --------------------------------------- 0.25-0.5 Very soft grey green with occasional dark green horizontal
laminations silty CLAY with trace of roots at 0.25 (UPPER CLAY)
7.5-7.95 Ditto SPT 7.95-9.00
Very soft grey green silty CLAY with a trace of grey silt (?) laminations 0.7 (65%) and a trace of fine roots.
9-9.5 Ditto with a trace of shell and coarse gravel size siltstone at 0.2 0.5(100%) 9.5-10.0
Ditto UDS 10.5-12.0
Very soft (disturbed) grey silty CLAY with 8cm layer of 1 to 3mm shell 0.55 (20%) fragments in clay matrix at
12.0-12.5 Ditto but grey green CLAY UDS 12.0-12.95
Ditto containing shell fragments SPT 12.95-14.0
Very soft grey green CLAY with 1cm whole shell layers at 0.3, 0.5,0.7 0.7 (75%) 14.0-14.5
Very soft grey, with a trace of dark grey mottling from 0-0.1, CLAY with 1cm shell layer at base
14.5-15.0 Very soft grey CLAY UDS 15.0-15.45
Soft grey CLAY SPT 15.45-16.0
(Very disturbed) Very soft grey CLAY with a trace of shells 0.5 (100%+)
16.0-17.0 Very soft grey silty CLAY with a little fine gravel sized siltstone at 0.33, 0.85 (85%) 5mm thick black decayed wood and sand at 0.48, occasional shell fragments
17.0-17.5 Ditto UDS 17.95-19.0
(Disturbed) Very soft grey CLAY with a trace of shell fragments and a 0.85(80%) trace of light brown fine gravel size weakly cemented silt
19.0-19.5 0-0.15 Ditto 0.5 (100%) 0.15-0.4 Very soft dark gtey silty CLAY with some 1-2mm shell
fragments and abundant decayed wood fragments 0.4-0.5
Very soft thinly laminated grey and yellow brown silty CLAY
19.5-20.0 Soft dark grey CLAY UDS 20.0-20.45
Ditto with 1-2mm shell fragments SPT 20.45-21.00
Soft to firm grey becoming dark grey silty CLAY with some light brown 0.45(90%) leaf or timber fibres and 0.5 to 1cm layers peat and decomposed wood at 0.15, 0.3
21.0-22.0 0-0.55
0.7 (70%) trace of decayed wood
Soft dark grey with occasional brown mottling silty CLAY with
0.55-0.7 Firm mottled blue grey and brown slightly sandy fine gravelly CLAY
Tabel B4 Pencatatan kemas pada lubang bor di Kaliwungu
Analisis mineral atau penentuan umur dengan carbon dating tidak dilakukan pada lempung di daerah Semarang.
Lempung Pleistosen biasanya lempung abu-abu kenyal sampai dengan keras tetapi kadang-kadang teguh menjadi kenyal makin kedalam. Persis ke arah barat Semarang lapisan-lapisan terdiri dari terutama pasir kelanauan atau lanau kepasiran. Lapisa-lapisan ini dapat disamakan dengan Alluvium tua yang ditemukan di semenanjung Malaysia.
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa lempung yang lebih kenyal pada lapisan-lapisan ini ditemukan pada kedalaman yang dangkal, dan oleh karenanya menandakan lempung ini naik di atas muka air laut selama beberapa waktu sementara lempung yang lebih dalam tidak.
Pasir, Kerikil dan Lempung Pleistosen: di bawah kedalaman sekitar 60 m; lapisan ini merupakan akifer utama dataran pantai yang dapat dikembangkan untuk suplai air. Terjadi penurunan muka air tanah yang besar di daerah Semarang; pengukuran terakhir menunjukkan penurunan maksimum sebesar 27 m.
Akifer tersebut ditemukan pada berbagai kedalaman antara 60 dan 100 m di bawah muka air laut. Pemboran di tempat uji coba timbunan di Kaliwungu pasir ditemukan pada kedalaman 62 m.
Formasi Damar: konglomerat dan breksi, tersingkap ke arah selatan dan tidak ditemukan sepanjang garis pantai, dengan kedalaman lebih dari 300 m.
Menjauhi dataran pantai daratan naik dengan cepat dengan formasi vulkanik dan volcano-sedimen yang terbentang luas sepanjang pulau Jawa. Oleh karena itu sedimen-sedimen marin dan dekat pantai keseluruhannya berasal dari batuan vulkanik. Lempung Pleistosen biasanya mengandung bulatan-bulatan ("hodules") coklat berukuran kerikil dan lanau hitam dari abu vulkanik.
B.3.4.1 Hidrogeologi
Daerah banjir sering terendam dan muka air banjir diatur untuk irigasi sawah dan peternakan ikan. Menurut Whitten et al. (1997), permukaan air untuk peternakan ikan diatur pada ketinggian antara pertengahan pasang dan air surut terjadi.
Salinitas air laut di Laut Jawa lebih rendah dibandingkan dengan salinitas yang biasanya ditemui di seluruh dunia karena kombinasi laut yang sangat dangkal (hanya 50 m pada pantai Jawa sebelah utara) dan air hujan yang tawar dalam jumlah yang besar.
Di tempat uji coba timbunan di Kaliwungu permukaan piezometrik akifer bagian bawah, telah diukur selama enam bulan dan didapati 6,2 sampai 6,4 m di bawah permukaan tanah.
B.3.4.2 Sifat-sifat Tanah
Nilai-nilai batas Atterberg untuk keempat tempat ditunjukkan Gambar B19.
Casagrande Chart Kenceng Bridge, Kaliwungu
Casagrande Chart
Kayu Lapis Bridge, Kaliwungu Marine Clay
50 Inorganic clays
plasticity of high
40 Inorganic clays
30 Inorganic
clays of
40 Inorganic
plasticity of high
20 plasticity Inorganic silts medium
10 of high compressibiloity and organic clays
20 Inorganic clays clays of
Inorganic silts
Plasticity Index PI %
0 Cohesionles Plasticity Index PI %
0 Cohesionles
of low plasticity medium
of high compressibiloity Inorganic silts of medium and organic clays
Liquid Limit LL % compressibility and organic silts
0 10 20 plasticity 30 40 50 60 70 80 90 100
Liquid Limit LL %
Casagrande Chart Semarang Marine Clay
Casagrande Chart
Demak Marine Clay
50 of high Inorganic clays 40 40 of high Inorganic plasticity
50 Inorganic clays
30 Inorganic
plasticity
30 clays of
20 Inorganic silts medium
of high compressibiloity Inorganic silts
clays of
20 medium
of high compressibiloity
Plasticity Index PI %
10 Cohesionless
plasticity
and organic clays
Plasticity Index PI %
10 Cohesionles
plasticity
and organic clays
Liquid Limit LL %
Liquid Limit LL %
Gambar B19 Batas-batas Atterberg untuk lempung-lempung di daerah Semarang
Di Demak beberapa hasil pengujian memperlihatkan bahwa lempung memiliki plastisitas medium, tetapi plot batas cair terhadap kedalaman memperlihatkan ini merupakan lempung bagian atas yang mengalami pelapukan, seperti terlihat pada Gambar B20. Reduksi plastisitas semacam itu konsisten dengan proses pelapukan. Menarik untuk disimak bahwa tanda-tanda pelapukan bisa dilihat sampai dengan kedalaman 10 m.
Demak Marine Clay
Liquid Limit
Depth (m) 30
Gambar B20 Batas cair Lempung Demak
Nilai-nilai berat jenis diperlihatkan pada Gambar B21.
Kaliwungu Trial Embankment
Depth (m)
Gambar B21 Specific Gravity Di tempat Uji Timbunan di Kaliwungu
Mereka bervariasi pada kisaran yang sangat sempit yaitu 2.55 sampai 2.65 yang merupakan suatu kisaran yang sangat kecil dibandingkan dengan data lain di daerah Semarang; biasanya nilai-nilai terendah sekitar 2,2 pernah terukur.
Mempertimbangkan kandungan organik yang diharapkan rendah, maka data dari tes komersil rutin yang menghasilkan nilai-nilai yang rendah ini mencurigakan.
Batas -batas Atterberg pada Lokasi Uji Coba Timbunan di Kaliwungu
Batas-batas cair diperlihatkan untuk kedua lubang bor pada gambar di bawah ini. Ada kecocokan yang baik di antara kedua lubang bor tersebut. Ada beberapa bukti adanya jalur-jalur material yang memiliki plasitisitas yang lebih tinggi dan lebih rendah harus diperhatikan, karena adanya fase-fase rawa hulu/rawa/estuarin dari lempung marin Holosen.
Kaliwungu Trial Embankment
Liquid Limit (%)
Depth (m)
Gambar B22 Hasil-hasil batas cair pada tempat percobaan Kaliwungu Plot titik-titik tersebut terdapat persis di atas garis A pada Diagram Casagrande
seperti terlihat pada Gambar B23. Mereka biasanya sedikit lebih plastis di bandingkan tanah-tanah lain di dataran Jawa sekitar Semarang
Casagrande Chart
Inorganic clays
60 of high 50 plasticity 40 Inorganic clays of
30 medium
Inorganic silts
of high compressibiloity Plasticity Index PI % 20
plasticity
and organic clays 10 Cohesionless
soils
Liquid Limit LL %
Gambar B23 Batas-batas Atterberg dari tempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu
Hasil-hasil ini menandakan kandungan organik yang rendah, tetapi seperti terlihat di bawah nilai-nilai sebesar 10% ditemui (berdasarkan Kandungan Organik = 1-Kehilangan akibat Pembakaran). Penentuan kandungan karbonat belum dilaksanakan.
Horizon penunjuk organik pada lapisan bawah dari lempung Holosen yang dikenali di tempat lain belum teridentifikasi dari pengujian-pengujian ini.
Kaliwunggu Trial Embankment
Organic Content (%)
Depth (m)
Gambar B24 Kandungan Organik di Tempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu
Kandungan lempung berkorelasi dengan baik dengan indeks plastisitas seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. Aktifitas, A berada dalam kisaran yang sedikit di bawah 1 sampai 1,5 seperti terlihat pada Gambar B25.
Kaliwungu Trial Embankment
Clay Content (%)
Gambar B25 Aktifitas Lempung di Tempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu
Kuat Geser Lempung Marin
Untuk lapisan lempung terkonsolidasi normal tanpa tersemen atau pengaruh prakonsolidasi semu yang bervariasi kuat geser bisa diharapkan naik secara linear dengan nilai yang sangat kecil pada permukaan. Laju kenaikan biasanya disebutkan berhubungan dengan tegangan efektif vertikal, p, seperti nilai cu/p.
Nilai cu/p tersebut dihubungkan dengan indeks plastisitas oleh Bjerrum (1973) yang memberikan kurva untuk lempung muda dan untuk lempung tua (atau nampak sudah terkonsolidasi ) seperti ditunjukkan pada Gambar B26. Data untuk lempung tropis lunak telah dimasukkan pada gambar ini (Cox, 1970; Hussein et al., 1996; Choa et al., 1996; Kobayashi et al., 1990; Abdullah & Chandra, 1987).
Adalah menarik untuk menghubungkan data-data di bawah kurva Lempung Muda sebagai lempung terkonsolidasi kurang, atau mungkin beberapa teknik interpretasi lainnya. Namun dalam menganalisis data-data ini penting untuk memperhitungkan berbagai variabel yang berkaitan, terutama metoda pengujian lapangan, atau metoda pengambilan contoh, penyimpanan dan pengelolaan contoh, dan metoda pengujian laboratorium.
Penyelidikan yang baru dilakukan di tempat pengujian uji coba timbunan di Kaliwungu, sekitar 20 km sebelah barat Semarang dan sekitar 4 km dari pantai kearah daratan. Pengujian di lapangan menggunakan vane Geonor memberikan hasil-hasil seperti yang ditunjukkan pada Gambar B27.
Bisa terlihat bahwa 5 m lapisan atas meniliki nilai-nilai kuat geser puncak yang lebih tinggi dari yang diduga kemungkinan dikarenakan pelindian lempung oleh Bisa terlihat bahwa 5 m lapisan atas meniliki nilai-nilai kuat geser puncak yang lebih tinggi dari yang diduga kemungkinan dikarenakan pelindian lempung oleh
Metoda untuk mendapatkan kuat geser juga perlu diperhatikan. Faktor koreksi baling-baling biasanya diterapkan. Untuk hasil-hasil yang diperoleh dari laboratorium gangguan terhadap sampel perlu diperhitungkan. Sensitifitas lempung adalah penting seperti terlihat pada Gambar B28 dan Gambar B29. Untuk hasil penyajian kuat geser baling remasan nilai cu/p sebesar 0.2 diperoleh, nilai ini berdekatan dengan nilai kuat geser di Semarang yang dilaporkan sebelumnya.
cu/p relationship
0.7 Bjerrum’s Aged Clay
Bjerrum’s Young Clay
Plasticity Index
Gambar B26 Hubungan cu/p untuk beberapa lempung
Peak Vane Shear Strength (kN/m2) 0 20 40 60 80 100
10 Depth (m)
Gambar B27 Kuat geser di Tempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu.
Remoulded Vane Shear Strength (kN/m2)
10 Depth (m)
Gambar B28 Kuat geser baling remasan di Kaliwungu
Sensitivty 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0
10 Depth (m) 12
Gambar B29 Sensitifitas dari uji geser baling Nilai-nilai kuat geser tidak terdrainase yang diperoleh dari indeks cair
menggunakan hubungan yang diberikan oleh Wood diperlihatkan pada Gambar B30 yang dibandingkan dengan uji kuat geser baling terganggu.
Shear Strength (kN/m2) Comparison of Remoulded Vane &
Derived Values
Depth (m)
15 IA Derived (LI)
Gambar B30 Nilai-nilai kuat geser pada Tempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu Nilai-nilai yang dihitung sekitar setengah dari nilai-nilai remasan yang diukur,
hal ini masih membutuhkan beberapa studi lebih lanjut
Pengujian Triaksial Tidak Terkonsolidasi Tanpa Drainase
Pengujian dilakukan pada dua atau lebih benda uji pada berbagai tekanan terkekang (confining pressure). Hasil-hasilnya telah diinterpretasi ulang, dengan alasan bahwa contoh-contoh tersebut diuji pada tegangan pembatas yang rendah yang mungkin memberikan hasil yang salah.
Hasil-hasilnya dibandingkan dengan hasil kuat geser baling (lihat Gambar B31). Hal tersebut menunjukkan korelasi yang sangat baik di antara keduanya sampai dengan kedalaman 10 m, yang kemudian di bawahnya lebih kecil dibandingkan dengan hasil-hasil pengujian geser baling, yang mungkin menandakan bertambahnya gangguan terhadap kedalaman.
Kaliwungu Trial Embankment Comparison of Vane Shear and Lab UU Tests
Shear Strength (kN/m2)
IV IB 10 IIA
Depth (m)
IA UU Tests
Gambar B31 Perbandingan Pengujian Kuat Geser
Parameter-parameter Kuat Geser Efektif
Hasil-hasil dari pengujian triaksial dan geser langsung diperlihatkan di bawah. Tidak ada indikator bahwa terdapat suatu hubungan antara c' dan φ ', dan kedua
nilai kadang-kadang lebih tinggi dibandingkan lempung marin yang normal.
20 Direct Shear
phi'
Triaxial CUp 15
Gambar B32 Parameter-parameter Kuat Geser Efektif diTempat Uji Coba Timbunan di Kaliwungu
Jika hasilnya dikonversi ke kuat geser tidak terdrainase ekivalen, mengambil tegangan efektif vertikal dari berat isi total dan mengasumsikan nilai k 0 = 0,5, kemudian hasilnya ditunjukkan di bawah (lihat Gambar B33) dibandingkan dengan data pengujian kuat geser baling puncak.
Comparison of Peak Vane Shear Strength and
Triaxial CUp test results (kN/m2)
4 IA Derived from c' phi'
10 Depth (m)
Gambar B33 Kuat geser tak terdrainase yang dibandingkan Pada enam meter bagian atas data triaksial agak lebih rendah dibandingkan data
kuat geser baling, dengan suatu faktor katakanlah 2. Tetapi lapisan di bawahnya terdapat kesesuaian yang beralasan.
Kompresibilitas
Jika kita menghitung tegangan vertikal efektif menggunakan berat isi total yang dilaporkan, dan muka air tanah 0,5 m di bawah permukaan tanah, kemudian ini dibandingkan dengan tekanan prakonsolidasi yang diperoleh dari pengujian konsolidasi, sebagai berikut : • Tegangan efektif yang dihitung untuk kedua lubang bor agak konsisten.
• Tekanan prekonsolidasi memperlihatkan konsistensi yang lumayan, kecuali dua nilai di BH101 contoh 002. • Perbandingan konsolidasi lebih ("the Overconsolidation Ratio") (OCR) berkurang dari nilai yang tinggi di permukaan ke suatu nilai yang tidak lebih besar dari satu pada kedalaman 3 m. Hal ini cenderung mendukung interpretasi Puslitbang Geologi yang menyatakan adanya endapan dataran • Tekanan prekonsolidasi memperlihatkan konsistensi yang lumayan, kecuali dua nilai di BH101 contoh 002. • Perbandingan konsolidasi lebih ("the Overconsolidation Ratio") (OCR) berkurang dari nilai yang tinggi di permukaan ke suatu nilai yang tidak lebih besar dari satu pada kedalaman 3 m. Hal ini cenderung mendukung interpretasi Puslitbang Geologi yang menyatakan adanya endapan dataran
Kaliwungu Trial Embankment p' kN/m2
BH101 p'
Depth (m)
BH101 pc
BH102 p' BH102 pc
20 Gambar B34 Tegangan vertikal efektif dan tekanan prekonsolidasi diLokasi Uji Coba Timbunan di
Kaliwungu.
Konsolidasi Kurang (Underconsolidation) Lempung Marin Semarang
Cox (1970), memberikan suatu hubungan antara laju pengendapan dan derajat konsolidasi berdasarkan penelitian oleh Morgenstern terhadap lapisan lempung setebal 15 m, yang memperlihatkan dataran pantai Indonesia mengalami 70 sampai 80% konsolidasi seperti terlihat pada Gambar B35.
Gambar B35 Hubungan antara laju pengendapan dan derajat konsolidasi.
Penambahan pantai berlangsung pada kecepatan sekitar 1 km setiap 100 tahun pada masa resen seperti terlihat pada Gambar B36.
Untuk kemiringan lereng permukaan 1:1000-1:2000, merupakan laju pengendapan 0,5 sampai 1 m per 100 tahun atau 5 sampai 10 mm/tahun. Untuk ketebalan lempung Holosen 20 m laju rata-rata pengendapan selama keseluruhan periode Holosen adalah 20 mm/tahun. Laju pengendapan di masa resen biasanya lebih rendah dari rata-rata selama keseluruhan perioda pengendapan. Meskipun nilai-nilai yang dihitung konsisten dengan data-data yang diberikan oleh Cox dan oleh karenanya bisa kita harapkan lempung- lempung pantai Jawa sebelah utara tidak terlalu underconsolidated.
Skempton (1970) mengidentifikasi suatu hubungan antara batas cair dan kadar air untuk lempung-lempung yang terkonsolidasi akibat pemadatan gravitasi. Mengambil satu set data di mana lempung Holosen sekitar sedalam 30 m hubungan antara kadar air prediksi dan sesungguhnya menurut Skempton diperlihatkan pada Gambar B36 dan Gambar B37.
Moisture Content (%) 0 50 100
Depth (,m) 30
Actual Predicted
Gambar B36 Kadar air prediksi dan sesungguhnya.
Depth (m) 30
Gambar B37 Rasio antara Kadar Air Sesungguhnya dan Prediksi.
Didapati hasil yang agak terpencar-pencar tetapi garis rata-rata pada lempung Pleistosen mendekati hubungan terkonsolidasi normal. Dengan mengambil semua data dan mencocokan kurva rata-rata seperti yang diperlihatkan memberikan beberapa bukti underconsolidation pada lempung Holosen.
Meskipun begitu jika nilai-nilai ektrim diabaikan data-data untuk lempung Holosen agak konsisten dengan endapan yang terkonsolidasi normal.
OCR – terhitung diperlihatkan pada Gambar B38
Kaliwungu Trial Embankment
Depth (m)
Gambar B38 OCR dari Pengujian Konsolidasi
Plot nilai (pc-p’) seperti diperlihatkan pada Gambar B40 memberikan suatu kecenderungan yang agak konsisten (mengabaikan BH101 S002): Suatu
konsolidasi lebih, sekitar 25 kN/m 2 pada permukaan berkurang menjadi 10-15 kN/m 2 pada kedalaman 5m.
Kaliwungu Trial Embankment pc-p' (kN/m2)
BH101 15 BH102
Depth (m)
Gambar B39 Konsolidasi Lebih dari Pengujian Konsolidasi
Pengujian Kimiawi
Hasil pengujian pH menunjukkan kondisi netral sampai asam, seperti diperlihatkan pada Gambar B40.
Kaliwungu Trial Embankment
pH
BH101 15 BH102
Depth (m) 20
Gambar B40 pH dari Lempung Holosen
Tidak ada data pengujian kimia yang lain.
B.3.5 PAITON
Data diperoleh dari makalah yang dibuat oleh Brenner dkk (1987). Paiton terletak kurang lebih 113º32'E, 7º42'S.
Topografi pada daerah ini sangat berbeda dengan dataran pantai Jawa Utara pada umumnya. Kerucut vulkanik dan aliran lava berada dekat dengan laut, dan lempung marin tertutup oleh endapan alluvial. Ketebalan lempung marin bertambah dari nol pada 250 m ke arah pantai dekat dengan naiknya permukaan tanah, sampai dengan 15 m pada 500 m ke arah laut.
Serangkaian analisis mineral lempung menunjukkan tidak diketemukan halloysit dan allophan dan bahwa mineral-mineral lempung terdiri dari smektit dan kaolinit, tetapi data kuantitatif tidak tersedia. Brenner dkk menghubungkan kuat geser dan permeabilitas yang tinggi ini dengan mineraloginya.
Aktifitas lempung marina didapati bernilai 1,5 sampai 2 dengan batas cair naik dari 70% sampai 100% terhadap kedalaman.
Penyiapan Panduan Geoteknik ini dilakukan oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi, Bandung melalui Kontrak Proyek Tahap 2 Indonesian Geotechnical Materials and Construction Guides.
Pekerjaan tersebut dilaksanakan antara bulan Nopember 1999 dan Oktober 2001.
Tim Pusat Litbang Prasarana Transportasi:
Dr. Ir. Hedy Rahadian,MSc., Ir. GJW Fernandez, Dayat, B.E., Lanalyawati, B.E., Iyus Rusmana, B.E., Drs. Bambang Purwadi, Ir. Saroso B.S., Ir. Suhaimi Daud, Drs. Suherman, Ir. Benny Moestofa, Ir. Rudy Febrijanto, M.T., Rakhman Taufik, S.T., Ir. Djoko Oetomo, Dian Asri, S.T., Slamet Prabudi, S.T., Endang Suwanda, Ahmad Rusdi, Ir. Haliena Armela, Irdam Buyung Adik, Wachjoe Poernama, Sumarno, Silvester Fransisko, Ahmad Jaenudin, Hartiti Rochkyatun, Yayah Rokayah, Maman Suherman, Purbo Santoso, Wagiman, Deni Hidayat.
Konsultan Proyek terdiri atas WSP International bekerja sama dengan PT Virama Karya dan PT Trikarla Cipta
Staf Konsultan: Michael Ellis, Alan Rachlan, MSc., Jeremy Burto n,
Dr. Jim McElvaney, Tony Barry, Ir. Suprapto, Ir. A. E. Sulistiadi, Ir. Tata Peryoga, M.T., Ir. Budi Satriyo, Sugeng Parwoto, Susilowati, Renny Susanty.
Pengkaji eksternal Panduan Geoteknik, oleh: Abdul Aziz Djajaputra, Prof. Dr. Ir.
(ITB – Bandung ) Bigman Hutapea, Dr. Ir.
(HATTI-Jakarta) Damrizal Damoerin, Ir.
(UI – Jakarta) Masyhur Irsyam, Dr. Ir.
(ITB – Bandung ) Paulus P Rahardjo, Prof. Dr. Ir.
(UNPAR – Bandung) Richard Langford Johnson
(Proyek PMU SURIP) Sudaryono, M.M. Dr. Ir.
(HPJI – Jakarta ) Yun Yunus Kusumahbrata, Dr.
(Puslitbang Geologi-Bandung)
Para penyusun Panduan ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan oleh:
Ir. Frankie Tayu, Mantan Kepala Pusat Litbang Prasarana Transportasi
Ir. Hendro Ryanto, MEngSc. Kepala Pusat Litbang Prasarana Transportasi
Dr. Ir. Hikmat Iskandar, Kepala Bidang Tata Operasional, Pusat Litbang Prasarana Transportasi
dan Bambang Dwiyanto, M.Sc. Kepala Puslitbang Geologi atas dukungan serta ijin penggunaan peta geologi Indonesia.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi Jl Raya Timur 264 Bandung 40294 Indonesia