Timbunan Jalan pada Tanah Lunak

Timbunan Jalan pada Tanah Lunak

Panduan Geoteknik 1

Proses Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak

Latar Belakang

Dari pertengahan tahun 1980-an hingga 1997 perekonomian Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan lebih dari 6% per tahun. Dengan tingkat pertumbuhan seperti ini, dibutuhkan akan adanya pengembangan sistem transportasi yang andal yang berbasis pada transportasi darat, utamanya jalan raya. Banyak daerah yang lebih mudah

dijangkau yang umumnya merupakan kawasan perkebunan dan industri, terletak pada dataran rendah dimana dijumpai tanah lunak, sehingga kebutuhan akan pengembangan suatu metode kons truksi yang andal membutuhkan pengembangan suatu teknik desain dan konstruksi yang baru. Tanah lunak ini diperkirakan meliputi sekitar 20 juta hektar atau sekitar 10 persen dari luas total daratan Indonesia dan ditemukan terutama di daerah sekitar pantai.

Pelapukan tanah yang terjadi pada kondisi tropis berbeda dengan yang terjadi pada daerah dengan iklim sedang, sehingga masing-masing tipe tanah dengan karakteristik yang berbeda tersebut membutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam mengatasi permasalahan konstruksi. Penerapan berbagai metode penanggulangan yang telah dikembangkan untuk daerah dengan iklim sedang tidak akan selalu cocok untuk diterapkan pada tanah beriklim tropis. Oleh karenanya perlu dilakukan suatu evaluasi terhadap teknologi yang telah dikembangkan untuk daerah dengan iklim sedang tersebut sebelum diterapkan di Indonesia dan untuk itu dikembangkan suatu teknologi yang lebih cocok melalui upaya -upaya penelitian setempat.

Panduan Geoteknik yang dibuat pada proyek Indonesian Geotechnical Materials and Construction (IGMC) ini dirancang sebagai sebuah studi terhadap tanah lunak dan tanah lapukan tropis Indonesia yang diharapkan dapat menghasilkan panduan geoteknik dan kontruksi yang cocok untuk kondisi di Indonesia. Diharapkan pula, dengan pengembangan sumber daya manusia dan peralatan yang tepat, dapat meningkatkan kemampuan penelitian dalam bidang geoteknik di Pusat Litbang Prasarana Transportasi. Proyek ini merupakan bagian dari kerangka penelitian pembangunan jalan di atas tanah lunak yang dimulai sejak permulaan tahun 1990.

Tujuan

Penerapan langsung mekanika tanah dan batuan “klasik” yang dikembangkan di daerah beriklim sedang akan tidak serta merta cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di daerah tropis. Sifat-sifat alami dari m aterial bumi daerah tropis memerlukan pengujian dan analisis yang berbeda dengan material di daerah beriklim sedang. Prinsip yang sama berlaku untuk teknik desain dan konstruksi. Oleh karenanya dibutuhkan fasilitas penelitian yang khusus untuk melakukan penyelidikan, bila praktek-praktek desain dan konstruksi yang ada ingin ditingkatkan agar jalan yang dibangun di atas tanah lunak dapat memberikan tingkat paelayanan yang disyaratkan.

Melanjutkan Tahap 1 dari proyek yang dilaksanakan pada tahun 1997-8, Tahap 2 mendapat tugas untuk mempersiapkan edisi pertama dari seri Panduan Geoteknik ini, yang berhubungan dengan tanah lunak.

Disadari bahwa masih banyak hal yang harus dipelajari dan dicapai mengenai tanah lunak Indonesia untuk dapat menghasilkan suatu des ain pembangunan jalan yang

lebih ekonomis. Oleh karenanya diharapkan berdasarkan pengalaman selama penggunaan edisi pertama Panduan Geoteknik ini, akan diperoleh suatu umpan balik yang berharga untuk meningkatkan dan memperluas panduan ini di masa mendatang.

Program kegiatan ini dilaksanakan oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi bersama Tim Konsultan. Proyek ini seluruhnya didanai oleh pinjaman Pemerintah Indonesia dari International Bank for Reconstruction and Development, Highway Sector Investment Programme 2 , Loan Number 3712-IND.

Sampul depan menunjukkan Peta Geologi Indonesia. Areal tanah lunak ditunjukkan dengan warna hitam.

Pusat Litbang Prasarana Transportasi

Panduan Geoteknik Indonesia Timbunan Jalan pada Tanah Lunak

Panduan Geoteknik 1

Proses Pembentukan dan Sifat-sifat Dasar Tanah Lunak

Edisi Pertama Bahasa Indonesia © Nopem ber 2001

WSP International

Pengantar

Tanah lunak yang dimaksudkan dalam Panduan Geoteknik ini meliputi lempung inorganik (lempung bukan organik), lempung organik dan gambut.

Tanah ini terdapat pada area lebih dari 20 juta hektar, lebih dari 10 % dari tanah daratan Indonesia.

Pada masa lalu, banyak proyek mengalami penundaan atau keterlambatan, memerlukan tambahan biaya yang beasar, membutuhkan biaya perawatan dan pemeliharaan yang lebih tinggi atau malahan mengalami kegagalan total, yang diakibatkan oleh adanya tanah lunak ini.

Untuk Siapa ‘Panduan’ ini dibuat ?

Panduan Geoteknik ini dan seri lainnya diperuntukkan para praktisi di lapangan dengan maksud memberikan pedoman dan petunjuk dalam disain dan pelaksaan konstruksi jalan di atas tanah lunak. Berbagai panduan yang dibuat, sangat cocok untuk diterapkan dalam disain berbagai tipe jalan, mulai dari Jalan Nasional hingga Jalan Kabupaten. Panduan-panduan disajikan untuk kelompok-kelompok praktisi, sbb:

Para Manajer Proyek

Termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam proses perencanaan, pembiayaan dan manajemen proyek.

‘Panduan’ ini ak an menjelask an k epada anda mengapa pada lok asi tanah lunak diperluk an investigasi k husus, wak tu untuk melak sanak n investigasi, dan pertimbangan terhadap pembiayaan secara k husus untuk melak sanak an investigasi yang memadai serta interpretasi yang tepat.

Para Desainer (Desaign Engineers)

‘Panduan’ ini ak an memberik an gambaran k epada anda, bagaimana lok asi tanah lunak harus diidentifik asi, prosedur-prosedur yang harus anda terapk an dalam investigasi tersebut, dan prosedur-prosedur desain dan pelak sanaan yang harus diik uti. ‘Panduan’ ini juga mengarahk an, k apan informasi yang didapatk an tersebut memerluk an masuk an dari spesialis/ ahli yang telah berpengalaman.

Ahli-ahli Geoteknik

Para ahli geotek nik yang berpengalaman dalam k onstruk si jalan di atas tanah lunak pun, dapat memanfaatk an ‘Panduan’ ini untuk mendapatk an rangk uman prosedur-prosedur yang bermanfaat yang dapat digunak an dan diterapk an pada proyek -proyek yang lebih k omplek s dimana merek a terlibat secara langsung.

Walaupun panduan-panduan ini ini hanya berkaitan dengan jalan di atas tanah lunak, namun para perekayasa yang menangani jalan pada tipe tanah lainpun, dan Walaupun panduan-panduan ini ini hanya berkaitan dengan jalan di atas tanah lunak, namun para perekayasa yang menangani jalan pada tipe tanah lainpun, dan

Maksud dan Tujuan dari Panduan

Panduan Geoteknik 1: Tanah Lunak Indonesia: Pembentukan dan Sifat-

sifat Dasar

Panduan ini memberikan informasi yang cukup kepada para pembaca untuk: • Memahami perbedaan tipe-tipe dari tanah yang akan ditemukan di Indonesia dan bagaimana hubungannya dengan konteks regional dan dunia. • Menentukan penilaian awal dari segala kemungkinan dimana tanah-tanah tersebut akan ditemukan pada lokasi-loksasi tertentu. • Mengidentifikasi keberadaan tanah lunak, sehingga prosedur-prosedur yang disebutkan dalam Panduan Geoteknik 2 hingga 4 perlu diterapkan dalam

proyek tersebut.

Panduan Geoteknik 2: Tanah Lunak Indonesia: Penyelidikan Lapangan dan Pengujian Setempat pada Tanah Lunak

Panduan ini menjelaskan prosedur-prosedur yang harus diterapkan dalam :

• Studi awal yang perlu dilakukan dalam pengumpulan segala informasi yang

ada • Informasi-informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan proyek jalan sebelum

merencanakan penyelidikan lapangan • Menentukan tipe-tipe penyelidikan lapangan serta pengujian laboratorium yang akan dilakukan. • Prosedur mendisain penyelidikan lapangan. • Persyaratan-persyaratan khusus untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

tertentu pada tanah lunak, sebagaimana juga telah dikemukakan pada manual- manual lainnya untuk keperluan pekerjaan penyelidikan lapangan rutin.

• Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk pelaporan dari hasil-hasil pekerjaan yang telah dilakukan.

• Daftar simak untuk meyakinkan bahwa prosedur-prosedur yang tercantum

dalam panduan ini telah diikuti • Prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan jika penyelidikan lapangan yang

dilakukan tidak mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh panduan ini.

Panduan Geoteknik 3: Tanah Lunak Indonesia: Pengujian Laboratorium untuk Keperluan Rekayasa Sipil

Panduan ini menjelaskan:

• Daftar simak untuk mengevaluasi kemanapun laboratorium geoteknik dan

kriteria pemilihan laboratorium. • Faktor-faktor yang berpengaruh pada perencanaan dan pengembangan program pengujian laboratorium.

• Rangkuman prosedur pengujian baku (standard) terutama acuan pengujian lempung organik lunak dan gambut serta interpretasi hasil pengujiannya. • Prosedur mengurangi sementara mungkin gangguan terhadap contoh selama

penanganan contoh dan penyiapan benda uji; interpretasi data pengujian untuk mengevaluasi kualitas contoh.

• Prosedur untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kemas & struktur tanah

(“soil fabric and structure”). • Persaratan-persaratan pelaporan.

Panduan Geoteknik 4: Tanah Lunak Indonesia: Disain dan Metode Konstruksi untuk Timbunan Jalan

Panduan ini menjelaskan: • Metoda-metoda yang harus diterapkan untuk menguji keabsahan data

penyelidikan. • Prosedur-prosedur untuk mendapatkan parameter-parameter. • Proses pengambilan keputusan dalam memilih teknik dan metoda yang

menghasilkan yang memuaskan. • Metoda-metoda yang akan digunakan dalam menganalisis stabilitas yang

diharapkan dan perilaku penurunan jalan • Persyaratan-persyaratan dalam penyusunan laporan disain, penyiapan

kesimpulan-kesimpulan dan bagaimana hal-hal tersebut dapat dicapai • Daftar simak untuk meyakinkan bahwa semua prosedur dalam panduan ini

telah dilaksanakan • Prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan jika rekomendasi-relomendasi

tidak dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diberikan dalam panduan ini

Panduan Geoteknik CD

Sebuah CD akan dilampirkan dalam Panduan Geoteknik 1 ini (Lampiran A) yang memberikan penjelasan tentang isi dari CD tersebut serta cara penggunaannya

Skala Mutu

Panduan ini mengasumsikan bahwa pada setiap pelaksanaan proyek jalan, seorang (Engineer) Perekayasa yang selanjutnya disebut Perekayasa Geoteknik yang Ditunjuk (PGD) akan ditunjuk untuk bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan geoteknik mulai dari tahapan penyelidikan, desain dan pelaksanaan konstruksi. Petunjuk ini dilakukan Ketua Tim (Team Leader), Ketua Tim Desain atau seseorang yang secara keseluruhan bertanggungjawab atas perkembangan teknik dari proyek. Pemimpin proyek mempunyai tanggung jawab menyakinkan PGD ada di pos selama proyek berlangsung.

Panduan ini menggambarkan bagaimana seorang PGD yang telah ditunjuk tersebut harus mencatat dan menandatangani setiap tahapan pekerjaan. Jika PGD tersebut suatu saat diganti, maka prosedur-prosedur yang telah ditetapkan tersebut harus diadopsi di dalam klausal serahterima, yang mana PGD-Baru tersebut akan melanjutkannya dengan tanggung jawab sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Panduan Geoteknik 4.

Latar belakang dan pengalaman dari PGD tersebut akan bervariasi berdasarkan kuantitas dan kompleksitas dari proyek yang bersangkutan. Untuk Jalan Kabupaten, Perekayasa yang ditunjuk harus memiliki kemampuan/latarbelakang keteknikan dasar yang cukup serta pengetahuan lokal yang memadai. Sedangkan untuk skala proyek yang lebih besar, Perekayasa dengan latar belakang khusus kegeoteknikan, umumnya menjadi persyaratan yang harus dipenuhi.

Untuk skala proyek Jalan Nasional, dimana permasalahan-permasalahan tanah lunak cukup banyak ditemui, PGD harus memiliki pengetahuan dan pengalaman kegeoteknikan yang luas. Bila dipandang perlu ia dapat di dukung oleh ahli geoteknik; walaupun demikian, PGD tersebut tetap bertanggungjawab secara keseluruhan dari skala Mutu, sebagaimana telah dijelaskan dalam Panduan ini.

1 Pendahuluan Panduan Geoteknik 1

1.1 RUANG LINGKUP

Tanah lunak yang dibicarakan pada Pedoman ini terdiri dari dua tipe, yang didasarkan atas bahan pembentuknya:

• Tanah inorganik yang berasal dari pelapukan batuan yang diikuti oleh transportasi dan proses-proses lainnya.

• Gambut yang berasal dari materi tumbuh-tumbuhan yang mengalami berbagai tingkat dekomposisi.

Tanah organik merupakan kombinasi tanah inorganik dan gambut atau materi organik lainnya.

Panduan Geoteknik 1 menjelaskan proses-proses umum pembentukan batuan, pelapukan dan pembentukan mineral-mineral lempung. Pengaruh dari lingkungan-lingkungan pengendapan yang berbeda dan proses-proses yang mengikutinya juga diterangkan.

Proses-proses pembentukan gambut dan tanah organik didiskusikan, tetapi untuk tinjauan yang lebih luas mengenai tanah-tanah tersebut pembaca dipersilakan merujuk ke Guideline on Road Construction on Peat and Organic Soil (IRE, 2001).

Panduan Geoteknik 1 juga menjelaskan bagaimana memprediksi keberadaan tanah-tanah lunak dari informasi yang terbatas.

Rujukan ini merupakan pengantar terhadap panduan yang lebih detail dan spesifik yang akan diberikan pada Panduan Geoteknik 2 sampai 4, yang berisi penyelidikan terhadap tanah-tanah lunak dan desain dan konstruksi timbunan- timbunan jalan pada tanah-tanah lunak tersebut.

Apakah panduan ini relevan untuk Perekayasa Geoteknik?

Untuk desain jalan-jalan di atas tanah lunak para Perekayasa Geoteknik hanya perlu memperkirakan stabilitas, yang membutuhkan pengetahuan mengenai kekuatan, dan penurunan, yang memerlukan pengetahuan mengenai perilaku konsolidasi. Persyaratan ketiga yang diperlukan adalah pengetahuan yang cukup mengenai kimia tanah untuk memprediksi potensi korosi terhadap bahan bangunan untuk konstruksi.

Oleh karena itu dinilai bahwa ada kebutuhan untuk menyelidiki dan mengetahui asal usul geologi dan faktor-faktor lainnya yang berkaitan dengan tanah-tanah lunak yang ada relevansinya dengan panduan ini.

Saat ini rekayasa geoteknik meliputi pengambilan contoh tanah yang sangat kecil dari massa tanah keseluruhan. Hal ini membutuhkan ekstrapolasi yang luas dibandingkan atas hasil-hasil tes untuk memperkirakan perilaku struktur dalam waktu yang lama.

Suatu pemahaman terhadap bagaimana suatu deposit tanah terbentuk, dan proses-proses apa yang telah dilaluinya, akan menolong dalam memahami perilaku rekayasa tanah dan selanjutnya membantu dalam membuat prediksi yang lebih akurat.

Dua contoh-contoh berikut ini menggambarkan manfaat-manfaatnya: "lempung pasiran coklat". Deskripsi dari suatu catatan lubang bor ini mungkin menggiring seorang

Perekayasa untuk mempercayai bahwa tanah lempung ini berasal dari proses pelapukan dalam lengkungan teroksidasi sehingga menghasilkan warna coklat, yang ditinjau dari kekuatan tanah menguntungkan. Adanya pasir juga mengindikasikan bahwa penurunan akan berlangsung cepat akibat permeabilitasnya tinggi.

Tetapi suatu studi mengenai sejarah geologi lokal memperlihatkan bahwa deposit ini merupakan lempung marin (lempung marin resen dari daerah pantai Utara Jawa). Pewarnaan coklat disebabkan oleh pelapukan debu vulkanis dan bukan akibat oksidasi, dan partikel-partikel berukuran pasir adalah koral. Kesimpulan sebelumnya (berdasarkan pencatatan lubang bor yang buruk dan ketidaktahuan terhadap lingkungan pengendapan) ternyata tidak tepat dan bisa menyebabkan terjadinya desain yang tidak tepat.

"lempung dengan kerikil". Deskripsi seperti ini pada suatu catatan lubang bor menyebabkan kebingunan karena lempung dan kerikil seharusnya tidak bersama-sama pada deposit sedimen alami. Apakah kerikil ini merupakan suatu lapisan yang tipis dan terendap selama periode iklim berbeda? Jika begitu mengapa tidak ditemui pasir?

Dalam hal ini kerikil tidak teridentifikasi secara benar sebagai kerikil koral, dan ini merupakan suatu endapan lempung marin berumurPleistosen. Bila hal ini diketahui sifat-sifat yang diharapkan bisa diprediksi dengan lebih tepat, dan mungkin bisa dihubungkan dengan sifat-sifat deposit yang sama di tempat lainnya pada daerah tersebut.

1.2 DEFINISI TANAH LUNAK

Dalam Panduan Geoteknik ini penggunaan istilah “tanah lunak” berkaitan dengan

tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat ditolerir; tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi.

Panduan Geoteknik digunakan untuk timbunan dengan ketinggian normal. Timbunan yang lebih tinggi memerlukan perhatian untuk mempertimbangkan stabilitas dan penurunan, walaupun dasar timbunan tidak lunak.

Tanah-tanah lunak ini dibagi dalam dua tipe: le mpung lunak, dan gambut.

Lempung Lunak

Tanah ini mengandung mineral-mineral lempung dan memiliki kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang rendah.

Dalam rekayasa geoteknik istilah 'lunak' dan 'sangat lunak' khusus didefinisikan untuk lempung dengan kuat geser seperti ditunjukkan pada Tabel 1-1.

Konsistensi

Kuat Geser kN/m2

Lunak

Sangat Lunak

Tabel 1-1 Definisi Kuat Geser Lempung Lunak

Sebagai indikasi dari kekuatan lempung-lempung tersebut prosedur identifikasi lapangan pada Tabel 1-2 memberikan beberapa petunjuk.

Konsistensi

Indikasi Lapangan

Lunak Bisa dibentuk dengan mudah dengan jari tangan Sangat Lunak

Keluar di antara jari tangan jika diremas dalam kepalan tangan

Tabel 1-2 Indikator Kuat geser tak terdrainase tanah-tanah lempung lunak

Gambut

Suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa tumbuhan. Tipe tanah yang ketiga yaitu, lempung organik, adalah suatu material transisi

antara lempung dan gambut, tergantung pada jenis dan kuantitas sisa-sisa tumbuhan mungkin berperilaku seperti lempung atau gambut.

Dalam rekayasa geoteknik, klasifikasi ketiga tipe tanah tersebut dibedakan berdasarkan kadar organiknya, sebagai berikut :

Jenis Tanah Kadar Organik

Lempung

<25

Lempung Organik

Tabel 1-3 Tipe tanah berdasarkan kadar organic

Pada dasarnya semua jenis tanah tersebut adalah "berumur resen" dalam istilah geologi, yaitu berumur kurang dari 10000 tahun. Periode geologi ini juga biasa dikenal sebagai Holosen. Penebaran endapan ini bisa dilihat pada Gambar 1.1. Pada gambar tersebut endapan-endapan Kwarter termasuk juga endapan alluvial yang berbutir kasar, akan tetapi sebagian besar daerah yang ditunjukkan terdiri dari tanah lunak.

Gambar 1-1 Lokasi Tanah Lunak di Indonesia

2 Geologi Indonesia

2.1 GEOLOGI UMUM

Sejarah pembentukan bumi dan peristiwa-peristiwa yang menyertainya ditunjukkan pada Gambar 2-1.

Mi ll io n Jutaan Tahun Ye a rs

Masa Era Jaman Pe ri od

Ep o ch Kala Pl e isto ce n e Holosen

Qu ate rn ary Kwarter

2.0 Pleistosen H ol o ce n e

5.1 n n e P li o ce ne Pliosen

Manusia

ik u o ic

N og e N Miosen

io g li a

24.6 n o z o n e rt ia ry e r ie rt

a Eo ce n e Eosen

65 P a le o ce n e Paleosen Punahnya dinosaurus

97.5 u r a p

Atas Up p e r

tace C re K

Bawah L o we r

Burung pertama

z o o s rass J u es ra u

Tengah M id

188 e M M J

Mamalia pertama

Bawah Earl y

Permulaan dinosaurus

T ri a s T ri ass

ic

Tumbuhan darat,

insekta, amfibi, ikan dan reptil

250 1. Pemisahan paparan Laurasia dan paparan Gondwana

2. Asia tenggara dan Kepulauan Indonesia lepas dari paparan Gondwana 3. Australia dan Papua berpisah dari benua Antartika dan menggeser kearah utara 4. Borneo utara dan Kalimantan selatan menyatu

5. Pembentukan plato dan kegiatan vulkanik mulai terbentuk di kepulauan Indonesia

6. Periode penurunan muka air laut dan pembentukan pulau-pulau pada paparan Sunda Gambar 2-1 Skala Waktu Geologi (menurut MacKinnon et al., 1996)

Bumi terdiri dari lapisan kerak bumi dan inti yang cair. Ada dua jenis lapisan kerak bumi : samudra dan kontinen.

Kerak samudra lautan biasanya berumur kurang dari 200 juta tahun. Ketebalannya 5-15 km dan terdiri dari batuan gabro dan sedimen pelagos. Kerak kontinen biasanya memiliki inti batuan berumur sampai 3500 juta tahun yang lebih tebal (20-50 km) dan kurang padat dibandingkan kerak samudra.

Kerak bumi terbentuk dari serangkaian lempeng yang terpisah yang mengapung pada bahan cair pembentuk inti yang terdapat dibawahnya.

Arus-arus berpusar yang bergolak keatas didalam suatu planet yang intinya berbentuk cairan batuan mengangkat lempeng-lempeng kontinen dan samudra, menimbulkan zona-zona yang lemah serta gangguan dipermukaan. Jika dua lempeng bergerak saling menjauhi, batuan cair mengalir keatas mengisi celah. Jika dua lempeng bertabrakan, satu akan menunjam ke bawah lempeng yang lain, atau bersubduksi. Aktivitas ini, disebut sebagai tektonik lempeng, pembentukan palung-palung yang dalam dan deretan gunung-gunung.

Pergerakan lempeng sangat lambat, dengan kecepatan hanya beberapa centimeter/tahun. Proses ini masih berlangsung hingga kini dan beberapa lempeng di Indonesia bergerak sebesar 7-11 cm per tahun.

Kepulaun Indonesia mulai terbentuk pada akhir kala Paleocene, 60 juta tahun yang lalu yaitu pada permulaan jaman Tersier.

Selama jaman Tersier pertengahan atau Oligocene sekitar 30 juta tahun yang lalu, Kalimantan Selatan dan Borneo Utara bersatu. Pergerakan bertahap pada kala Miosen akhir, sekitar 10 juta tahun yang lalu yang merupakan kegiatan geologi yang dramatis terjadi di Indonesia, ditandai dengan pengangkatan batuan sedimen dari dasar laut dan pembentukan pulau-pulau vulkanik baru. Selama jaman Tersier akhir, erosi terjadi pada deretan pegunungan tersebut menghasilkan endapan sedimen yang tebal.

Lempeng-lempeng utama dan paparan, atau lempeng-lempeng yang stabil, diperlihatkan pada Gambar 2-2 bersama dengan arah pergerakannya pada saat ini. Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara and Papua berada pada perbatasan lempeng dan biasanya terpengaruh oleh gempa bumi dan letusan gunung api yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng.

Gambar 2-2 Penampakan Neotektonik Kepulauan Indonesia (Simandjuntak, 1993)

Berdasarkan konsep tektonik lempeng kepulauan Indonesia pada jaman neogene ditunjukkan oleh 6 tipe orogen sebagai berikut (lihat gambar 2-3).

JAWA SEA S

SUNDA OROGENY INDIAN OCEAN

JAWA

Forearc

Volcanic Arc

Sunda Shelf

0 Roo Rise

Jawa Trench

Ridge

Basin

Kendeng Thrust N

Mesozoic Accretionary Complexes

SUNDALAND

km INDIAN OCEAN CRATON PLATE

EURASIAN PLATE 50

(a) BARISAN OROGENY INDIAN OCEAN

MALACCA STRAIT SW

NIAS

BARISAN MOUNTAINS

Forearc

Barisan Fault

Nicobar Fan Sunda Trench

Ridge

Basin

Toba Caldera NE 0 Backarc Basin

Mesozoic Accretionary Complexes

SUNDALAND

km CRATON INDIAN OCEAN PLATE

EURASIAN PLATE (b) 50 TALAUD OROGENY

MOLUCCA SEA

HALMAHERA

W SULAWESI SEA NORTH SULAWESI Sangihe Arc thrust

Talaud Ridge

Arc

Halmahera-Waigeo PACIFIC OCEAN

Mayu

thrust

Ophiolite Terrane E

Imbricated ophiolite km

SULAWESI SEA PLATE

MOLUCCA SEA

PHILIPPINE SEA PLATE

50 PLATE

(c) SULAWESI OROGENY W MAKASAR STRAIT

CENTRAL SULAWESI EAST ARM SULAWESI

thrust belt Magnetic Arc

Metamorphic Belt Ophiolite Belt Palu-Koro Fault

BANGGAI SULA E

Batui Thrust

km BANGGAI-SULA MICROCONTINENT EURASIAN PLATE

SUNDALAND

50 (d) BANDA OROGENY

VOLCANIC ARC

S TIMOR SEA

BANDA SEA Sahul Shelf

TIMOR RIDGE

(inactive)

Timor Trough

Kaisar Thrust Wetar Thrust Gunung Api N

km AUSTRALIAN CRATON BANDA SEA PLATE 50

(e) MELANESIAN OROGENY

S Merauke Olatform Dolak

thrust belt

CENTRAL RANGES Palaeogene Arc

Sorong Fault Zone PACIFIC OCEAN

Foreland Basin

Asmat Thrust

Meervlakte Basin New Guinea Trench N

km AUSTRALIAN CRATON CAROLINE PLATE

Gambar 2-3 Interpretasi Penampang Geologi Jalur Orogenese Neogen di Indonesia (Simandjuntak & Barber, 1996)

a) Orogen Sunda. Tumbukan antara lempeng samudra Hindia dan lempeng Eurasia adalah tegak lurus terhadap parit penunjaman. Sistem tumbukan ini menimbulkan perkembangan yang kompleks, cekungan busur depan, busur gunung api dan busur belakang.

b) Orogen Barisan. Tumbukan menyudut antara lempeng Samudra Hindia dan lempeng Eurosia. Sistem tumbukan merupakan modifikasi pengembangan lempeng Samudra Hindia.

c) Orogen Talaud. Lempeng Laut Maluku menunjam diantara Sangihe dan busur depan Halmahera yang saling mendekat. Sesar naik busur depan Sangihe terhadap busur depan Halmahera membentuk gunung Talaud. Penunjaman lempeng laut Sulawesi terjadi pada akhir-akhir ini.

d) Orogen Sulawesi. Mikrokontinen Banggai-Sulawesi bertumbukan dengan ofiolit di sayap Timur Sulawesi. Tumbukan ini menyebabkan perpindahan menjurus (strike slip) sepanjang Sesar Pulau – Koro dan sesar-sungkup di Selat Makassar.

e) Orogen Banda. Benua Australia menunjam di bawah pertumbuhan dan tumbukan kompleks di Pegunungan Timor. Pegunungan ini terdiri dari pertumbuhan sedimen batas kontinen Australia dan tumbukan mikrokontinen sebelumnya. Penunjaman terhenti di bagian dari zona tumbukan, tetapi kompleks tumbukan didorong melewati busur volkanik, yang selanjutnya didorong melewati lempeng laut Banda kearah utara, yang sebelumnya arah penunjaman berbalik.

f) Orogen Melanesia. Benua Australia menunjam dibawah busur volkanik Paleogen dengan daerah lipatan dan jalur sesar naik pada sedimen di bagian atasnya. Ofiolit dan busur volkanik dipusat pegunungan menunjukkan atap (bagian atas) dari zona penunjaman . Sistem ini bersifat berlawanan dengan penunjaman lempeng Laut Carolina, tetapi terpotong oleh pergerakan daerah sesar menjurus akibat pergerakan lempeng laut Carolina.

2.2 PERUBAHAN IKLIM DAN PERMUKAAN AIR LAUT

Selama jaman Tersier dan Kwarter, kepulauan Indonesia mengalami periode penurunan permukaan air laut dan iklim yang sering berubah dibandingkan saat ini. Pleistosen (sekitar 2 juta tahun yang lalu), adalah suatu perioda di mana dilaporkan terjadi selang seling antara perioda es dan antar perioda es. Penurunan muka air laut maksimum sekitar 200 m, yang bisa jadi menyebabkan paparan Sunda dan Sahul muncul ke permukaan. Verstappen (1975) mengidentifikasi bahwa alur-alur pada kedua paparan menunjukkan arah dari sungai-sungai pada waktu dataran-dataran tersebut di atas muka air laut. Gambar 2-4 memperlihatkan rekonstruksi paleogeografis umum daerah Sunda- Sahul selama jaman Kwarter.

Gambar 2-4 Rekonstruksi paleografis umum daerah Sunda-Sahul selama Salah Satu Glasial Maksimum pada perioda Kwarter (Morley dan Flensley, 1987).

Selanjutnya, pada kala Holocene (sekitar 6 ribu tahun yang lalu), muka air laut sedikit di atas level saat ini (2-3, m). Perioda penurunan muka air laut pada periode sebelum ini menciptakan hubungan darat dari dataran utama Asia Tenggara ke pulau-pulau pada paparan Sunda (12.000 tahun yang lalu) dan sistem-sistem sungai pada masa lalu dan sekarang seperti diperlihatkan pada Gambar 2-5

garis pantai sekarang (garis batas pulau) Paparan Sunda yang tersingkap pada masa muka air laut terendah (warna lebih gelap)

Gambar 2-5 Paparan Sunda selama masa es terakhir sekitar 12000 tahun yang lalu (Tjia 1980, yang dilaporkan oleh Mackinnon dkk, 1996).

Perubahan-perubahan pada muka air laut di Asia Tenggara telah diinterpretasi seperti diperlihatkan pada Gambar 2-6

Gambar 2-6 Perubahan muka air laut pada masa Recent (menurut Cox, 1970)

Variasi muka air laut selama jaman Kwarter memiliki pengaruh yang besar pada pengendapan dan perubahan yang terjadi pada beberapa tanah lunak. Deskripsi lebih jauh mengenai perubahan muka air laut diberikan oleh Situmorang (1998) yang termasuk di dalam Panduan Geoteknik CD.

Tjia (1970, 1972) dikutip oleh Brand & Brenner, 1981 telah mengidentifikasi bahwa bumi mengalami pengangkatan 30m selama 10.000 tahun belakangan ini. Heath dan Saroso (komunikasi personal) mengidentifikasikan muka air laut sebelumnya sekitar 40 m diatas muka tanah saat di daerah Bandung Timur. Hal ini sanngat memperbesar bukti adanya pengaruh pergerakan muka air laut.

2.3 BENTANG ALAM PERIODA KWARTER DI INDONESIA

Daerah Asia Tenggara terdiri dari dua bentang alam utama: dataran tinggi pegunungan muda, dan dataran rendah delta yang datar.

Proses pembentukan pegunungan aktif bersama dengan iklim lembab yang hangat dan curah hujan yang tinggi menyebabkan proses erosi yang cepat, pelapukan dan pelindihan dari masa tanah. Pelapukan ini menghasilkan tanah residu dan tanah angkutan.Bentang alam dan struktur pulau-pulau di Indonesia memiliki karakter tersendiri. Sebagai contoh untuk pulau Jawa ditunjukan pada Gambar 2-7.

Gambar 2-7 Peta Fisiografis Jawa (von Bemmelen, 1949)

Batuan-batuan vulkanik pada sebagian daerah menghasilkan tanah-tanah yang sangat berbeda dengan daerah lain di mana tidak ada aktivitas vulkanik. Tanah residu yang ditemukan di semenanjung Asia Tenggara (Myanmar, Thailand, Vietnam dan Malaysia) memiliki karakterisitik yang berbeda dengan yang ditemui pada kepulauan Indonesia dan Philipina. Perbedaan-perbedaan ini akan didiskusikan pada Bab. 3.

Tanah residu di Indonesia terbagi menjadi dua golongan (Wesley, 1973). Tanah yang sedikit mengalami pelapukan yang ditemukan pada dataran yang lebih tinggi berwarna antara abu-abu tua sampai dengan hitam pada permukaan sebagai akibat dari kandungan organik yang tinggi dan di bawahnya terdapat lempung coklat kekuning-kuningan dengan ketebalan sampai dengan 50 m. Tanah-tanah tersebut dinamakan andosol dan mineral lempung yang dominan adalah allophane. Mineral-mineral lempung dijelaskan pada Bab 3.

Pada ketinggian yang lebih rendah, material lapukan lanjut jauh, latosol, ditemukan. Lempung merah ini biasanya memiliki ketebalan hanya sampai dengan 10 m dan dominan mengandung halloysit.

Gambar 2-8 Distribusi jenis tanah vulkanik residual di Jawa (Wesley, 1973)

Endapan pantai berasal dari material yang terbawa oleh sungai-sungai yang besar membentuk delta dan mempunayi penyebaran lateral yang luas dissekitar mulut sungai. Suatu contoh pembentukan dataran pantai diperlihatkan pada Gambar 2-9. Endapan-endapan ini biasanya merupakan lempung lanau abu-abu lunak yang memiliki kedalaman bervariasi dari 10 sampai dengan 30 m pada garis pantai. Kedalaman dari deposit ini berkurang dengan cepat menjauh dari pantai. Mereka mengandung 3 sampai 5% kandungan organik. Kerang-kerang sering ditemukan di seluruh profil tanah. Lanau dan pasir biasanya terdapat pada lapisan-lapisan yang berbeda atau lensa, terutama pada daerah-daerah di mana iklim tropis basah dan kering menyebabkan variasi yang besar pada aliran sungai dan sedimen. [Tanah biasanya menjadi lebih kelanauan dan lebih kepasiran dengan bertambahnya kedalaman.??]

Profil tanah khas pada dataran delta di Asia Tenggara mulai dengan lapisan keras yang mengalami pelapukan pada permukaan, yang memiliki ketebalan mencapai 3 sampai 6 m di pedalaman dan kurang tebal atau tidak ada sama sekali di daerah dekat pantai.

Kobayashi et al (1990) berpendapat bahwa lempung marin di Asia Tenggara terdiri dari lapisan lempung marin lunak atas dan bawah. Biasanya ditemukan 2 sampai 5 m lapisan lempung menengah yang lebih keras pada kedalaman sekitar 15 m di bawah muka air laut rata-rata, terletak di antara lapisan lempung marin atas dan bawah membentuk ketidakselarasan pada kedua lapisan tersebut. Hal itu terbentuk akibat pelapukan pada lempung marin yang tersingkap selama penurunan muka air laut. Keberadaan dan distribusi yang luas lapisan lempung keras menengah sebagai ketidakselarasan pada daerah ini mempertegas pengaruh penyusutan muka air laut di seluruh dunia sekitar 10.000 tahun yang lalu di saat muka air laut turun sekitar 20 m di bawah level sekarang.

Namun, seperti dijelaskan pada Bab 2.2, pergerakan vertikal kerak bumi bisa jadi mempunyai pengaruh yang besar pada lempeng-lempeng aktif di Indonesia.

Gambar 2-9 Tanah lunak Jakarta

3 Pembentukan Tanah Lunak

3.1 ASAL – USUL TANAH

3.1.4 Pendahuluan

Bagi insinyur sipil, kata "tanah" merujuk ke material yang tidak membatu, tidak termasuk batuan dasar, yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang memiliki ikatan yang lemah serta memiliki bentuk dan ukuran, bahan organik, air dan gas yang bervariasi. Jadi tanah meliputi gambut, tanah organik, lempung, lanau, pasir dan kerikil atau campurannya.

Tanah-tanah mineral terutama terbentuk dari batuan. Proses pembentukan tanah terdiri dari:

• penguraian batuan ole h cara-cara kimia, fisika dan biologi • transportasi dan pengendapan • perubahan berikutnya yang disebabkan oleh tegangan-tegangan akibat

timbunan yang bertambah, kimia atau faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, untuk memahami berbagai jenis lempung yang ditemui pada

pekerjaan-pekerjaan rekayasa sipil, dan alasan-alasan mengapa mereka memiliki perilaku teknik yang berbeda, menjadi perlu untuk mengerti bagaimana lempung-lempung terbentuk. Hal ini oleh karenanya membutuhkan pemahaman

a) pembentukan batu-batuan secara geologi

b) mineralogi batu-batuan asal

c) proses penguraian batu-batuan

d) mekanisme tranportasi dan pengaruh-pengaruhnya

e) mineralogi lempung

f) perubahan-perubahan setelah pengendapan Bagian-bagian dari bab ini menjelaskan topik-topik tersebut secara singkat,

dengan menunjuk ke bacaan lebih lanjut untuk pemahaman yang lebih mendalam.

3.1.5 Klasifikasi Batuan

Ada tiga jenis batuan yang utama: (a) batuan beku, (b) batuan metamorfosis dan (c) batuan sedimen, yang masing-masing diklasifikasikan pada Tabel 3-1, Tabel 3-2 & Tabel 3-3.

Kwarsa Kwarsit

Batuan

Mineral gelap Beku

Granit kaya Kwarsa

Diorit, Gabbro, atau Anorthosit

Alkali Feldspar Syenit

Granit

Granodiorit

20% Alkali Diorite kwarsa, 20%

Feldspar Syenit Syenit Kwarsa

Monsonit Kwarsa

Monzodiorit-Kwarsa

atau

gabro kwarsa, atau anorthosit

Kwarsa Monzogabro-Kwarsa kwarsa Syenit

Monzogabbro Feldspar Alkali Monzodiorite or

90% Feldspar Plagioklas

Andesit Basalt Trachyt

Trachyt

Latit

Basalt kwarsa

alkali Trachyt Kwarsa

Latit Kwarsa

Andesit

Alkali Trachyt Rhyolit Alkali

Rhyolit

Dasit

Batuan Beku Luar

Mineral gelap < 90%

Kwarsa

Tabel 3-1 Klasifikasi Batuan Beku

Tekstur Nama Batuan Ciri-ciri

BERBUTIR

Hornfel, Kwarsit

Berbutir halus, terutama terdiri partikel-partikel kwarsa

Marmer

Partikel berbutir halus sampai kasar dari kalisit atau dolomit

GNEISIK

Gneis

Butiran mineral memanjang sampai pipih bersusun bergantian

SEKIS

Sekis, Serpentinit,Batu

Batuan berlapis-lapis tipis

Sakak,Filit

dengan porsi fillosilikat yang tinggi

Tabel 3-2 Klasifikasi Batuan Metamorfosis (Attewel, 1976)

Kwarsa dominan

Feldspar + Mineral lempung dominan

SEDIMEN KASAR

Batupasir dan

Grauywacke Arkose

HALUS

Kwarsit

Serpih klorit dan Serpih/batu serpih mika

lumpur SEDIMEN

Batu gamping,

KIMIAWI

dolomit, evaporit, Rijang

Tabel 3-3 Klasifikasi Batuan Sedimen (Attewell, 1976)

3.1.6 Mineral-mineral Pembentuk Batuan

Kebanyakan batuan terdiri dari kumpulan butir mineral yang terikat secara mekanis.

Mineral yang paling utama adalah kelompok silikat yang membentuk 99% dari kerak bumi. Mineral-mineral yang lain dapat digolongkan kedalam feldspar, silika, olivin, proksin, amfibol dan mika. Klorit, magnetit, ilmenit dan apatit biasanya ditemui dalam jumlah yang kecil.

Mineral utama dan rumus kimiawi diperlihatkan pada Tabel 3-4.

Mineral Utama

Grup Mineral

Formula Kimia

Ortoklas

KAlSi 3 O 8

FELDPARS Albit

NaAlSi 3 O 8

Anorthit

CaAlSi 3 O 8

Olivin

(Mg,Fe) 2 SiO 4

OLVIN Forsterit

PIROKSIN Hipersten

(MgFe) 2 Si 2 O 6

Augit (CaMgFeAl) 2 (SiAl) 2 O Antofilit

(Mg,Fe) 7 (Si 8 O 22 )(OH) 2 AMFIBOL

Hornblenda (Ca,Mg,Fe,Na,Al) 3-4 (Al l Si) 4 O 11 (OH) Tremolile

Ca 2 Mg 5 (Si 4 O 11 ) 2 (OH) 2 MICA

Muskovit K 2 Al 4 (Al 2 Si 6 )O 20 (OH) 4 Biotit

K 2 (MgFe) 6 (Al 2 Si 6 )O 20 (OH) 4 KLORIT,

Chlorit (SiAl) 8 (MgFe) 6 (OH) 4 O 20 SERPENTIN

Serpentin

Mg 6 Si 4 (OH) 8

Kaolinit

(OH) 8 Si 4 Al 4 O 10

Halloysit (OH) 8 Si 4 Al 4 O 10 .4H 2 0 Montmorillonit

(OH) 4 Al 4 Si 8 O 20 .nH 2 0 LEMPUNG

Illit (OH) 4 Al 4 K 2 (Si 6 Al 2 )O 20 Allofan

(Al 2 O 3 .xSiO 2 .nH 2 O) Chlorit

(OH) 4 (SiAl) 8 (Mg.Fe) 6 O 20 Vermikulit

(OH) 4 (Mg.Ca) x (Si 8-x Al x )(MgFe) 6 O 20 YH 20 Antapulgit

(OH 2 ) 4 (OH) 2 Mg 5 Si 8 O 20 .4H 2O

Tabel 3-4 Formula kimia beberapa mineral penting (Attewell et al, 1976)

3.1.7 Mineral-mineral Lempung

Siklus mineral lempung telah diterangkan dengan jelas oleh Brenner et al (1981) sebagai berikut:

Tanah lempung adalah kumpulan dari partikel-partikel mineral lempung dan bukan lempung, yang memiliki sifat-sifat yang sebagian besar, walaupun tidak secara keseluruhan, ditentukan oleh mineral-mineral lempung.

Mineral-mineral lempung pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K, Ca, Na dan Fe. Mereka bisa digolongkan ke dalam empat golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan chlorite. Mineral-mineral lempung biasanya adalah produk pelapukan batuan. Mereka terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya, dan selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.

Jenis-jenis dan jumlah mineral-mineral lempung yang terbentuk sebagian besar merupakan pengaruh dari iklim, material asal, pola drainase (topografi) dan vegetasi. Iklim dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Perpindahan produk-produk pelapukan bisa berlangsung dalam bentuk partikel-partikel (detrital) atau dalam bentuk ion-ion, yang telah lepas dari batu-batuan akibat perkolasi air.

Partikel-partikel lempung dalam sedimen bisa berasal dari tiga jenis asal-usul. Asal-usul yang paling umum adalah "inheritance", yang berarti akumulasi partikel dari mineral-mineral le mpung yang terbentuk sebelumnya, yang menjadi sedimen tanpa perubahan sedikitpun. Kemungkinan yang kedua adalah tranformasi, di mana partikel-partikel lempung yang terbentuk sebelumnya mengalami perubahan mengikuti perubahan geokimiawi dalam suatu lingkungan. Dua tipe transformasi bisa dibedakan, sebagai:

degradasi , dalam hal ini pelepasan ion-ion dari kerangka mineral lempung aggradasi , dalam hal ini penambahan ion-ion.

Mekanisme ketiga dari asal-usul lempung pada sedimen adalah neoformasi atau "authigenesis", yang merupakan suatu proses yang agak langka dan melibatkan kristalisasi mineral-mineral lempung baru di tempat dari ion-ion yang ada pada lingkungan pengendapan. Mineral lempung tipikal, yang dapat terbentuk secara neoformasi, adalah glauconit, tetapi montmorillonit juga mungkin.

Setelah pengendapan pada lingkungan tertentu, sedimen-sedimen lempung kemungkinan mengalami berbagai perubahan diagenetik tergantung pada tekanan dan suhu lingkungan. Sedimen-sedimen muda, seperti lempung lunak, telah mengalami sedikit diagenesis pada saat muncul ke permukaan akibat pengangkatan isostatis atau penurunan lautan, sementara sedimen-sedimen yang terkena beban akibat berat sendiri di atasnya, terkonsolidasi dan terdehidrasi, dan partikel-partikelnya menjadi tersementasi. Kenaikan temperatur lebih lanjut menyebabkan mineral-mineral mengalami kerusakan dan mineral-mineral baru (mica dan feldspars) terbentuk. Proses-proses tektonik atau aktivitas vulkanik Setelah pengendapan pada lingkungan tertentu, sedimen-sedimen lempung kemungkinan mengalami berbagai perubahan diagenetik tergantung pada tekanan dan suhu lingkungan. Sedimen-sedimen muda, seperti lempung lunak, telah mengalami sedikit diagenesis pada saat muncul ke permukaan akibat pengangkatan isostatis atau penurunan lautan, sementara sedimen-sedimen yang terkena beban akibat berat sendiri di atasnya, terkonsolidasi dan terdehidrasi, dan partikel-partikelnya menjadi tersementasi. Kenaikan temperatur lebih lanjut menyebabkan mineral-mineral mengalami kerusakan dan mineral-mineral baru (mica dan feldspars) terbentuk. Proses-proses tektonik atau aktivitas vulkanik

Sillika membentuk struktur tetrahedral atom-atom Si dan O yang memberikan susunan mantap dan oleh karenanya sangat stabil. Bentuk-bentuk lembaran juga dihasilkan.

Mineral-mineral lempung terbentuk dari atom-atom aluminium, magnesium, besi yang dikelilingi oleh oksigen atau hidroksil. Struktur rhombohedral memiliki susunan yang sangat padat dan struktur yang stabil.

Ciri-ciri dari golongan-golongan utama mineral lempung ditunjukkan Gambar 3-1.

Gambar 3-1 Ciri-Ciri utama mineral lempung (Lambe and Whitman, 1969)

Kaolinit

Di alam, partikel-partikel kaolinit tidak terbentuk secara baik dan ikatan hidrogen di antara unit-unit kristalnya lemah. Hal ini mengakibatkan penyerapan air dan dispersi sedikit demi sedikit sepanjang belahan unit kristal. Kaolinite juga memiliki kapasitas penggantian kation yang rendah.

Halloysit

Halloysit memiliki struktur mineral yang sama seperti kaolinit tetapi terdapat air pada strukturnya dan berbentuk gulungan sementara kaolinit berbentuk lapisan/lembaran.

Gambar 3-2 Perbandingan partikel-partikel Kaolinit dan Halloysit

Kristal-kristal halloysit biasanya terdapat dalam bentuk batangan-batangan (rod) berongga yang kemungkinan disebabkan lemahnya ikatan antar lapisan-lapisan. Hal ini menegaskan sedikit beda pada lengkungan lembaran-lembaran dari gibbsit dan silicat.

Air yang terkandung dalam halloysit menyebabkan adanya sifat-sifat yang khusus yang akan didiskusikan kemudian.

Montmorillonit

Struktur atom montmorillonit berbentuk sebagai lapisan gibbsit ditengah yang dihimpit di antara dua lapisan silikat, dan kristalnya sendiri terbentuk oleh susunan lapisan-lapisan yang terhimpun oleh ikatan yang sangat lemah di antara atom-atom oksigen yang bersebelahan. Konfigurasi struktur ini membuat celah tersebut sangat rentan terhadap penetrasi air dan molekul-molekul kutub lainnya. Montmorillonit juga memiliki pertukaran kation yang tinggi.

Ruang antar kristal-kristal montmorillonit tergantung pada ion-ionnya. Kation- kation ini tidak permanen tetapi bisa digantikan dengan yang lainnya, yang ditentukan oleh kapasitas pertukaran kation. Jadi sebuah montmorillonit kalsium bisa mengembang jika terjadi pertukaran oleh ion sodium.

Illit

Ilit adalah adalah suatu montmorillonit yang khusus kecuali beberapa dari silikonnya digantikan dengan aluminium, dan ion-ion potassium terdapat di antara lapisan-lapisan unit kristal.

Kristal-kristal illit memiliki kekurangan muatan pada permukaannya sehingga ikatan lebih kuat, dan pengeluaran kationnya jadi lebih sulit dan ikatan yang kuat itu mencegah pengembangan, dan juga pertumbuhan kristal.

Sebagai akibatnya illit jauh lebih stabil dibandingkan montmorillonit.

Campuran Mineral-Mineral

Mineral-mineral sejenis jarang ditemui di alam. Umumnya mineral yang ditemukan dalam lapisan bercampur, dimana dua atau lebih mineral ditemukan dalam lapisan berselang seling, sebagaimana contohnya terlihat pada Gambar 3-3.

Gambar 3-3 Struktur selang – seling mineral illit dan klorit

Mineral-mineral Lain

Di samping silikat mineral-mineral lempung, tanah-tanah tropis mungkin mengandung mineral-mineral non silikat, atau mineral-mineral oksida, terutama gibbsit dan goethit, bentuk hidrasi dari aluminium dan oksida besi. Mineral- mineral ini biasanya tidak aktif / inaktif.

Pengenalan Mineral-mineral Lempung

Mineral-mineral lempung bisa diidentifikasi dengan sejumlah metoda di laboratorium. Dalam rekayasa sipil pengujian-pengujian ini biasanya terbatas untuk penelitian.

Mineral-mineral kumpulan polymineralic berbutir halus, bisa diidentifikasi dengan cepat dengan menggunakan metode difraksi sinar X, karena ukuran- ukuran kristal individu sering di luar jangkauan kemampuan penglihatan mikroskop optik. Pada tingkat yang paling sederhana pengujian ini memberikan indikasi adanya kwarsa dalam suatu lempung dan indikasi dari jenis mineral lempungnya.

Tes difraksi sinar X yang komprehensif akan memberikan identifikasi kuantitatif semua mineral yang bisa dikenali secara lengkap.

Metode thermal juga bisa digunakan untuk membedakan mineral-mineral dengan menggunakan hubungan-hubungan yang telah diketahui dalam suatu bentuk yang diperlihatkan seperti pada Gambar 3-4.

Gambar 3-4 Pengaruh suhu pada mineral-mineral lempung Berat jenis mineral-mineral utama dalam tanah lempung beserta nilai-nilainya

untuk mineral-mineral utama pembentuk batuan ditunjukan pada Tabel 3-5.

Mineral

Berat Jenis

2.61(a) 2.64+/-0.02

2.84(a) 2.60-2.86

Montmorillonit

2.74(a) 2.75-2.78

Antapulgit

(a) dihitung dari struktur kristal Tabel 3-5 Berat Jenis beberapa mineral (Lambe & Whitman, 1969)

Pemahaman lebih lanjut mengenai tanah bisa didapat dengan menggunakan mikroskop elektron. Gambar-gambar yang diperoleh dengan cara ini untuk sejumlah mineral di Indonesia diperlihatkan pada Pelat 1 sampai 4.

Pelat 1 Lempung “Smectite-chlorite” (S-C) dengan beberapa kaolinite (K) pada pojok kanan bawah

dan fragment (Fr). Lokasi: Riau (foto oleh Wikanda & Hermes, sampel oleh Hermes, GRDC).

Pelat 2 Kaolinite (K) & sejumlah kecil smectite (S) pada kanan atas. Lokasi: South Kalimantan (foto Wikanda & Hermes, sampel oleh Hermes, GRDC).

Plate 3 “Vermiculite” (V) lempung kaolinite. Lokasi: Riau (foto oleh Wikanda & Hermes, sampel oleh Hermes, GRDC).

Pelat 4 “Smectite-illite” (S-i) lempung yang agak rapat. Lokasi: Sumatra Selatan (foto oleh Wikanda & Hermes, sampel oleh Hermes, GRDC).

3.1.8 Sistem Lempung-Air

Berat sebuah partikel lempung jauh lebih kecil dibandingkan gaya-gaya muatan listrik yang bekerja pada permukaannya. Oleh karena itu muatan-muatan ini mengontrol perilaku tekniknya .

Air pada permukaan partikel-partikel lempung dipengaruhi oleh muatan-muatan listrik ini. Air yang ada pada lempung ditemui dalam tiga bentuk:

• pada permukaan partikel-partikel lempung • di dalam struktur kristal (contohnya montmorillonit, halloysit) • pada rongga-rongga yang terbentuk dari agregasi partikel

Molekul-molekul air bisa dianggap sebagai sebuah dipole seperti ditunjukkan pada Gambar 3-. Semakin tinggi tumpukan molekul-molekul air, semakin berkurang pengaruh muatan lempung.

Lapisan air yang langsung berdekatan dengan lempung pada hakekatnya terikat dengan lempung dan bisa dianggap sebagai bahan cairan. Seiring dengan semakin jauh jaraknya dari lempung tersebut air semakin kurang terpengaruh.

Jadi sebuah lempung dengan kadar air yang rendah, sekitar batas plastis, hanya mengandung air yang bukan cairan. Seraya dengan naiknya kadar air, tambahan air yang berbentuk cairan di antara partikel-partikel lempung meningkatkan mobilitas dan selanjutnya menyebabkan hilangnya kekuatan dari lempung.

Gambar 3-5 Molekul-molekul air pada interface lempung

Batas cair yang terisi Na montmorillonit dapat dijelaskan oleh adanya lapisan air yang sangat tebal antara yang bukan cairan dan tidak cairan dan cair seperti diperlihatkan pada Gambar 3-6.

Gambar 3-6 Lapisan air pada sebuah partikel Montmorillonit

3.1.9 Kemas (Fabric)

Kemas Mikro suatu lempung dipengaruhi oleh bentuk dari partikel-partikelnya, elektrolit air pori dan konsentrasinya, dan pengaruh pada saat dan setelah pengendapan.

Berbagai macam kemas yang ditemui pada lempung ditunjukkan pada Gambar 3-. Meskipun demikian lempung-lempung alami biasanya ditemui memiliki kemas yang heterogen.

Lempung-lempung marin memiliki orientasi tertentu yang kecenderungannya bertambah seiring dengan pertambahan beban, struktur yang semula flocculated berubah menjadi dispersed. Hal ini berlaku umum tetapi ada beberapa kesulitan sebagai berikut: Pada tes oedometer orientasi yang diinginkan adalah mendatar tetapi drainase yang terjadi adalah vertikal pada arah permeabilitas yang lebih rendah. Hal ini menyerupai yang terjadi di lapangan pada lapisan lempung yang tebal.

Gambar 3-7 Jenis-jenis struktur microfabric lempung

Partikel-partikel lempung membentuk kelompok agregat yang tersemen, sering terjadi pada partikel lanau, tersemen bersama oleh kalsium karbonat atau bahan organik. Agregat-agregat ini prakstis berkelakuan sebagai bahan yang berukuran lanau.

3.1.10 Sifat Teknik Yang Signifikan

Mineralogi lempung, elektrolit air pori dan kemasmikro berpengaruh terhadap nilai-nilai indeks dan sifat-sifat teknik.

Nilai-nilai Indeks

Pada umumnya, batas cair suatu lempung berkurang berurutan dari montmorillonit, attapulgit, illit, halloysit, kaolinit seperti diperlihatkan pada Tabel 3-6.

Mineral Ion yang dapat

Batas ditukar

Kaolinit Li

Ca 26-36

Fe 35-37

(2H2O) K

Halloysit Li 47 49 Na

(4H2O) K

Montmorillonit Li

Ca 63-81

Fe 73-75

Ca 36-45

Fe 46-49

Tabel 3-6 Plastisitas mineral-mineral lempung (Attewel, 1976; Lambe & Whitman, 1969)

Kadar air yang tinggi pada halloysit, yang terdapat pada pipa-pipanya tidak berpengaruh pada sifat-sifat teknisnya tetapi menghasilkan batas cair semu yang tinggi. Nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan kaolinit pada Gambar 3-8.

Gambar 3-8 Batas-batas Atterberg Kaolinit dan Halloysit

Batas cair yang tinggi pada montmorillonit adalah sebagai akibat dari banyaknya lapisan-lapisan air di antara partikel-partikel lempung. Batas-batas cair illit dan montmorillonit dibandingkan pada Gambar 3-9.

Gambar 3-9 Batas cair illit dan montmorillonit

Mineral-mineral tersebut juga terpengaruh oleh sifat-sifat kimia air pori. Contohnya ion-ion yang berbeda pada air pori montmorillonit memiliki pengaruh yang besar seperti terlihat pada Gambar 3-10.

Gambar 3-10 Batas cair Ca – Na Sodium

Jadi suatu sedimen yang terendapkan pada suatu lingkungan marin didaerah batu gamping, maka kandungan kation montmorillonit dapat berubah dari Na ke Ca dan pada kadar iar yang tidak berubah yang semula mendekati batas plastis setelah mengalami perubahan kation mendekati batas cair.

Aktifitas suatu lempung, A didefinisikan sebagai

A = Indeks plastisitas/Kadar lempung dan penetapan aktifitas dapat dilihat pada Tabel 3-7

Perilaku Aktifitas, A

Tidak aktif

Normal 0.75-1.25 Aktif

Tabel 3-7 Aktifitas lempung

Aktifitas memberikan suatu ukuran perilaku lempung alami berdasarkan mineraloginya. Tabel 3-8 menyajikan aktifitas tipikal untuk berbagai jenis mineral.

Mineral

Aktifitas, A

Perilaku

Kwarsa 0 Tidak aktif Kalsit

0.2 Tidak aktif Kaolinit

0.4 Tidak aktif Illit, chlorites dan campuran

0.9 Normal mineral-mineral

Ca montmorillonit

1.5 Aktif

Na montmorillonit

Aktif

Tabel 3-8 Aktifitas berbagai jenis lempung

Nilai aktifitas yang tinggi menunjukkan : • Kapasitas penyimpanan air lebih tinggi • Kesempatan lebih besar untuk mengembang atau menyusut

• Konsolidasi lebih besar • Kapasitas penggantian kation lebih tinggi • Thixotropy lebih tinggi • Permeabilitas lebih rendah • Kekuatan lebih rendah

Perilaku Pengembangan

Lempung aktif memiliki kapasitas pengembangan yang lebih besar seperti ditunjukkan pada Gambar 3-11.