4. Ansurance
Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap kriteria pelayanan
ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi,
kredibilitas, dan keamanan. Variabel ini perlu dikembangkan oleh pihak manajemen institusi pelayanan kesehatan dengan melakukan investasi, tidak
saja dalam bentuk uang melainkan keteladanan manajemen puncak, perubahan sikap dan kepribadian staf yang positif, dan perbaikan system
remunerasinya pembayaran upah. 5.
Emphaty empati Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada
setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin
memperoleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para
pengguna jasa pelayanan kesehatan Muninjaya, 2011.
2.2. Teknik Perawatan Luka Modern
2.2.1. Defenisi Teknik perawatan luka modern adalah mempertahankan isolasi lingkungan
luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk
Universitas Sumatera Utara
luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers”. Dan metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan
kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami Tarigan
Pemila, 2007. 2.2.2. Teknik Perawatan Luka Modern
Prosedur Tindakan Pada Perawatan Luka Kronis Dengan Menggunakan Metode Time Management:
A. Persiapan Alat Dan Bahan
1. Lembar pengkajian luka.
2. Lembar observasi dan catatan perkembangan.
3. Terapi topikal.
4. Sarung tangan gloves, wound dressing balutan luka, kassa, cutisorb,
calcium alginate dan lainnya. 5.
Antiseptic, hidrogel. 6.
Elastomul half, elastic verban, sabun pencuci luka. 7.
Nacl 0.9 , atau air bersih hangatdingin. 8.
Gunting dan pinset anatomis steril. 9.
Plester hipafix, kamera digital. 10.
Alat ukur luka penggaris. 11.
Alat pengecek kadar gula darah. B.
Prosedur Perawatan Luka Wound Bed Preparation Dengan Time Management:
Universitas Sumatera Utara
1. Mempersiapkan alat dan bahan, dan mempersiapkan pasien.
2. Menggunakan sarung tangan bersih.
3. Mencuci luka dengan sabun luka, Nacl 0.9 , atau air hangat.
4. Membuang jaringan yang sudah mati nekrosis dengan kassa dan pinset.
5. Mengeluarkan cairan pus jika ada didalam luka maupun area sekitar
luka, bila luka banyak eksudat pus. 6.
Membilas luka dengan Nacl 0.9 air hangat bersih. 7.
Mengeringkan luka dengan kassa dan memberikan antiseptik disekitar luka.
8. Meletakkan kaki ditempat yang bersih.
9. Mengganti sarung tangan yang bersih.
10. Melakukan pengkajian mengukur luas luka, observasi dan melihat
perkembangan luka. 11.
Mendokumentasikannya dengan kamera. 12.
Mengoleskan terapi topikal sesuai kebutuhan. 13.
Mengoleskan hidrogel pada jaringan nekrosis bila ada jaringan nekrosis. 14.
Membalut luka dengan balutan luka sesuai dengan kondisi dan kebutuhan agar luka dalam keadaan lembab.
15. Membalut luka dengan elostomul half dan elastic verban sesuai kebutuhan
Buku panduan perawatan luka, 2012. 2.2.3. Fisiologi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses yang dimaksudkan disini karena penyembuhan luka melalui
Universitas Sumatera Utara
beberapa fase. Fase tersebut meliputi koagulasi, inflamasi, proliferasi, dan remodeling.
1. Fase koagulasi
Pada fase koagulasi merupakan awal proses penyembuhan luka dengan melibatkan platelet. Awal pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokontriksi dan terjadi koagulasi. Proses ini adalah sebagai hemostasis dan mencegah perdarahan yang lebih luas. Pada tahapan ini terjadi adhesi,
agregasi, dan degranulasi pada sirkulasi platelet didalam pembentukan gumpalan fibrin. Kemudian suatu plethora mediator dan cytokin
dilepaskan seperti transforming growth factor beta TGFB, platelet derived growth factor PDGF, vaskular endothelial growth factor
VEGF, platelet activating factor PAF, dan insulinike growth factor-1 IGF-1, yang akan mempengaruhi edema jaringan dan awal inflamasi.
VEGF, suatu faktor permeabilitas vaskuler akan mempengaruhi extravasasi protein plasma untuk menciptakan struktur sebagai penyokong
yang tidak hanya mengaktifkan sel endotelial tetapi juga leukosit dan sel epiteltial. Untuk proses koagulasi ini ada manfaatnya, akan tetapi pada
perlukaan yang berat seperti luka bakar yang luas, akan berdampak negatif pada suplai darah yaitu bila terjadi koagulasi dapat mengakibatkan iskemik
pada jaringan. 2.
Fase inflamasi Fase inflamasi mulainya dalam beberapa menit setelah luka dan kemudian
dapat berlangsung sampai beberapa hari. Selama fase ini, sel-sel
Universitas Sumatera Utara
inflammatory terkait dalam luka dan aktif melakukan penggerakan dengan lekosites polymorphonuclear leukocytes atau neutrophii. Yang pertama
kali muncul dalam luka adalah neutrofil. Mengapa neutrofil, karena densitasnya lebih tinggi dalam bloodstrem. Kemudian neutrofil akan
mempagosit bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan untuk jaringan baru. Kemudian dalam waktu yang singkat mensekresi mediator
vasodilatasi dan cytokin yang mengaktifkan fibroblast dan keratinucytes dan mengikat macrophag ke dalam luka. Kemudian macrophag
mempagosit pathogen, dan sekresi cytokin, dan growth factor seperti fibroblast growth factor FGF, edpidermal growth factors EGF,
vascular endothelial growth factors VEGF, tumor necrosis factor TNF- alpa, interferon gamma IFN-gamma, dan interleukin-1 IL-1, kimia ini
juga akan merangsang infiltrasi, proliferasi dan migrasi fibroblast dan sel endotelial. Angiogenesis adalah suatu proses dimana pembuluh-pembuluh
kapiler darah yang baru mulai tumbuh dalam luka setelah injury dan sangat penting perannya dalam fase proliferasi. Fibroblast dan sel
endotelial mengubah oksigen molecular dan larut dengan superoxide yang merupakan senyawa penting dalam resistensi terhadap infeksi maupun
pemberian isyarat oxidative dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut. Dalam proses inflammatory adalah suatu perlawanan terhadap
infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan untuk pertumbuhan sel-sel baru.
Universitas Sumatera Utara
3. Fase proliferasi
Apabila tidak ada infeksi dan kontaminasi pada fase inflamasi, maka akan cepat terjadi fase proliferasi. Pada fase proliferasi ini terjadi proses
granulasi dan kontraksi. Fase proliferasi ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam luka, pada fase ini macrophag dan lymphocytes
masih ikut berperan, tipe sel predominan mengalami proliferasi dan migrasi termasuk sel epitelial, fibroblast, dan sel endotelial. Proses ini
tergantung pada metabolik, konsentrasi oksigen, dan faktor pertumbuhan. Dalam beberapa jam setalah injury, terjadi epitelisasi dimana epidermal
yang mencakup sebagian besar keratinocytes mulai bermigrasi dan mengalami stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi
barrier epidermis. Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi extraseluler matrik promotes-extracelluler matrix
atau disingkat ECM growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan seperti keratinocytes growth factor KGF.
Pada fase proliferasi fibroblast adalah merupakan elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang
digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblast menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblast biasanya akan
tampak pada sekeliling luka. Pada fase ini juga terjadi angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh
atau pembentukan jaringan baru granulation tissue. Secara klinis akkan tampak kemerahan pada luka. Kemudian pada fase kontraksi luka,
Universitas Sumatera Utara
kontraksi disini adalah berfungsi dalam memfasilitasi penutupan luka. Menurut Hunt dan Dunphy 1969 kontraksi adalah merupakan peristiwa
fisiologi yang menyebabkan terjadinya penutupan luka pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi
akan tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.
4. Fase remodeling
Pada fase remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama
perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap
dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada matrik.
Serabut kolagen mnyebar dengan saling terikat dan menyatu dan berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling kolagen
selama pembentukan akar tergantung pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus menerus Suriadi, 2004.
2.2.4. Klasifikasi Luka
Berdasarkan waktu atau lamanya proses penyembuhan luka, luka diklasifikasikan menjadi luka akut dan luka kronis. Luka akut adalah luka yang
sembuh sesuai dengan waktu proses penyembuhan luka fisiologis, sedangkan luka kronis adalah luka yang sulit sembuh dan fase penyembuhan lukanya
mengalami perpanjangan.
Universitas Sumatera Utara
Jenis luka akut luka baru diantaranya luka operasi, luka kecelakaan, dan luka bakar jika penaganan betul dan luka menutup dalam 21 hari maka dikatakan
luka akut, jika tidak maka akan jatuh pada luka kronis luka yang sulit sembuh. Contoh luka akut adalah luka operasi yang setelah kurang dari 21 hari sudah
menutup, atau luka bakar yang sembuh selama perawatan 21 hari. Luka dikatakan luka kronis misalkan pada luka kecelakaan, luka baru akan mengalami proses
inflamasi hingga 5 hari, jika ditemukan tanda-tanda inflamasi pada hari ke-7 kemungkinan bukan lagi inflamasi namun infeksi, dan ini sudah dapat dikatakan
dengan luka kronis. Dikatakan luka kronis karena proses inflamasi yang memanjang tidak sesuai dengan fisiologis waktu penyembuhan luka. Contoh luka
kronis lainnya pada luka dengan dasar luka merah sudah satu bulan 21 hari tidak mau menutup, maka dapat disebut juga sebagai luka kronis.
Luka yang sudah pasti dikatakan luka kronis diantaranya adalah luka tekan dekubitus, luka karena diabetes, luka karena pembuluh darah vena maupun
arteri, luka kanker, luka dehiscence dan abses. Salah satu yang menjadi ciri khas dari luka kronis adalah adanya jaringan
nekrosis jaringan mati baik yang berwarna kuning maupun berwarna hitam. Ciri khas lainnya dari luka kronis adalah adanya penyulit sistemik yang menghambat
penyembuhan luka. Sehingga manajemen luka kronis menjadi sedikit berbeda dengan manajemen luka akut. Pada dasarnya luka akut yang fisiologis dapat
sembuh dengan sendirinya, selama tidak ada faktor penyulit yang sering ditemukan pada luka kronis. Salah satu metode yang dikembangkan adalah
manajemen luka kronis Arisanty, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Manajemen modern dressing meliputi:
a. Pencucian Luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan, dan sisa metabolik tubuh pada
cairan luka. Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Cairan yang digunakan untuk membersihkan luka adalah cairan normal salinNaCl 0,9 atau air yang steril sangat dianjurkan untuk
membersihkan luka. Bahan cairan rumah tangga juga dapat digunakan seperti penggunaan rebusan air jambu biji. Formulasinya adalah lima
lembar daun jambu biji dan satu liter air direbus hingga menjadi setengah liter. Teknik pencucian luka diantaranya adalah swabbing dan scrubbing,
teknik ini tidak terlalu dianjurkan pada pencucian luka karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan epithelium, juga
membuat bakteri berdistribusi ke area luka. Teknik showering irigasi, whirlpool, dan bathing. Teknik yang paling sering digunakan karena
dengan teknik tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma.
b. Debridemen
Autolisis debrideman adalah suatu cara peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama, lingkungan luka harus
dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzyme secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak,
Universitas Sumatera Utara
jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau mekanikal debridemen.
c. Bahan Topical Therapy
Tujuan dari pemilihan balutan adalah membuang jaringan mati, balutan dapat mengontrol kejadian infeksi, mempertahankan kelembaban,
mempercepat proses penyembuhan luka, dapat mengabsorbsi cairan yang berlebihan, membuang jaringan mati, nyaman digunakan, steril, dan cost
effective. Beberapa topical therapy yang biasa digunakan dalam modern dressing adalah Calcium Alginate, Hydrocoloid, Hydrofobik,
Semipermiable Film Dressing, Hydrofobier, Hydroactive Gel, Gamge, Polyuretane Foam, Metcovazin, dan Silver Dressing Putri, 2012.
2.2.6. Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor sistemik : 1.
Usia Pada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama dibandingkan
dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan adanya proses degenarasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya
kekebalan, dan menurunnya sirkulasi. 2.
Nutrisi Faktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Pada pasien
yang mengalami penurunan tingkat diantaranya serum albumin, total limposit dan transferin adalah merupakan resiko terhambatnya proses
penyembuhan luka. Selain protein, vitamin A, E dan C juga
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka. Kekurangan vitamin A menyebabkan berkurangnya produksi makrofag yang konsekuensinya
rentan terhadap infeksi, retardasi epitelialisasi, dan sintesis kolagen. Defisiensi vitamin E mempengaruhi pada produksi kolagen. Sedangkan
defisiensi vitamin C menyebabkan kegagalan fibroblast untuk memproduksi kolagen, mudahnya terjadi ruptur pada kapiler dan rentan
terjadi infeksi. 3.
Insufisiensi vaskular Insufisiensi vaskular jua merupakan faktor penghambat pada proses
penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka ekstremitas bawah seperti luka diabetik, dan pembuluh arteri dan atau vena kemudian decubitus
karena faktor tekanan yang semuanya akan berdampak pada penurunan atau gangguan sirkulasi darah.
4. Obat-obatan
Terutama sekali pada pasien yang menggunakan terapi steroid, kemoterapi dan imunosupresi.
Faktor lokal: 1.
Suplai darah 2.
Infeksi Infeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyembuhan luka.
3. Nekrosis
Luka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskar akan dapat menjadi faktor penghambat untuk perbaikan luka.
Universitas Sumatera Utara
4. Adanya benda asing pada luka Suriadi, 2004.
2.2.7. Metode Pembersihan Luka
1. Pengangkatan jaringan nekrotik dan krusta
Metode untuk mengangkat jaringan nekrotik, seperti jaringan parut keras yang hitam dan kering serta krusta yang tebal, dalam luka kronik.
2. Membersihkan eksudat kering dan keropeng
Dengan menganggap bahwa luka tidak tertutup oleh jaringan nekrotik ataupun krusta yang tebal, kira-kira larutan mana yang dapat digunakan
membersihkan eksudat kering dan keropeng. Untuk luka yang tidak terlalu terkontaminasi, air steril atau larutan garam
0.9 adalah agens pembersih pilihan. Larutan sederhana tersebut, ataupun larutan yang mirip dengan itu. Pada keadaan dimana terdapat resiko tinggi
terhadap infeksi luka, misalnya pada luka traumatis yang terkontaminasi dan luka bakar, pada pasien yang sangat lemah, atau pada keadaan dimana
lukanya terletak sedemikian rupa sehingga luka tersebut sangat mungkin terkontaminasi oleh bahan urine atau feses, maka keadaan tersebut
merupakan indikasi untuk penggunaan larutan antiseptik Morison, 2003. 2.2.8.
Membersihkan luka setiap kali mengganti balutan Jika luka sangat terkontaminasi oleh bahan-bahan asing, krusta atau
jaringan nekrotik, pembersihan luka diperlukan setiap kali mengganti balutan untuk mencegah perlambatan penyembuhan. Meskipun demikian, jika lukanya
bersih, hanya terdapat sedikit eksudat, dan bergranulasi sehat, pembersihan yang berulang dapat lebih membahayakan dibanding keuntungannya, pembersihan
Universitas Sumatera Utara
berulang dapat mengakibatkan trauma pada jaringan halus yang baru terbentuk, mengurangi suhu permukaan luka, dan mengangkat eksudat yang mempunyai
sifat bakterisida Morison, 2003. 2.2.9.
Keuntungan dari permukaan luka yang lembab 1.
Mengurangi pembentukan jaringan parut 2.
Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan 3.
Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan devitalisasiyang mati
4. Menambah pertahanan immun permukaan luka
5. Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast
6. Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan
air yang tipis 7.
Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi
penggantian balutan dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya yang dibutuhkan Tarigan Pemila, 2007.
2.2.10 Optimalisasi Perawatan Pada Luka 1.
Mengurangi dehidrasi dan kematian sel Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan luka bahwa sel-sel seperti
neutropil dan magrofag membentuk fibroblast dan perisit. Dan sel-sel ini tidak dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.
Universitas Sumatera Utara
2. Meningkatkan angiogenesis
Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga dibutuhkan lingkungan yang lembab tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan
oksigen rendah, balutan ”occlusive” dapat merangsang proses angiogenesis ini.
3. Meningkatkan debridement autolisis
Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka yang memungkinkan
mengurangimenghilangkan rasa nyeri saat debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin yang memproduksi faktor yang
merangsang makrofag untuk mengeluarkan faktor pertumbuhan ke dasar luka.
4. Meningkatkan re-epitelisasi
Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai
darah dan nutrisi. Krusta yang kering pada luka menekanmenghalangi suplai tersebut dan memberikan barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang
lambat. 5.
Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi Balutan oklusif membalut dengan baik dapat memberikan barier terhadap
migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang dibalut dengan
Universitas Sumatera Utara
pembalut oklusif menunjukkan kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut konvensional tersebut.
6. Mengurangi nyeri
Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga mengurangi nyeri Tarigan Pemila, 2007.
2.2.11. Waktu Ganti Balutan Pada luka infeksi dianjurkan menggantu balutan setiap 1-2 hari sekali,
tidak dianjurkan lebih lama dari 2 hari untuk mempercepat proses pengurangan jumlah bakteri yang berkembangbiak. Gunakan balutan sekunder sesuai dengan
jumlah cairan sehingga balutan dapat dipertahankan maksimal 2 hari. Pada luka noninfeksi, ganti balutan jika sudah terlihat adanya rembesan ditengah balutan
bukan dari samping. Karena cairan yang sudah merembes dari samping menandakan balutan tidak cukup mampu menampung cairan luka yang dapat
menyebabkan maserasi dan iritasi pada sekitar luka. Balutan dapat dipertahankan lebih dari lima hari pada dasar luka merah dengan cairan luka sedang banyak.
Tentunya balutan yangdipilih adalah balutan yang dapat menampung eksudat hingga banyak.
Balutan menjadi efektif dalam biaya jika digunakan dengan tepat. Luka kering tidak dianjurkan menggunakan balutan yang dapat menyerap eksudat
hingga banyak karena menjadi tidak efektif dalam biaya, gunakan balutan yang cukup menyerap eksudat sedikit sedang Arisanty, 2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Penelitian