Masjid Al-Mashun Medan Masuknya Islam di Sumatera Utara

dimana beliau mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia yang diploklamirkan Merdeka pada tahun 1945. Sejak saat itu kedaulatan Sultan-Sultan Deli selanjutnya menjadi penguasa tertinggi Adat Istiadat dan kebudayaan Melayu Deli. Selanjutnya pergantian penguasaan tertinggi Adat berpindah kepada Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, setelah wafatnya Sultan Amaluddin. Berikutnya berganti kembali penguasa Adat kepada Sultan Azmi Perkasa Alam, lalu Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam, dan yang terakhir Sultan Mahmud Lamantjiji Perkasa Alam pada tahun 2005 sampai saat ini tahun penelitian ini dilaksanakan 2014.

2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan

Gambar…….Masjid Al-Mashun Medan koleksi pribadi Berdirinya Istana Maimun maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888, setelah pusat Ibukota Kesultanan Deli kembali ke Medan. Istana Maimun ditempati pada tanggal 18 Mei 1891 M. Kemudian Gedung Kerapatan Tinggi sebagai Mahkamah Keadilan Pemerintahan Sultan didirikan pada tahun 1906 M. Universitas Sumatera Utara Berikutnya didirikanlah Masjid Al-Mashun atau yang dikenal dengan masjid Raya Medan pada tanggal 21 Agustus 1906 M sebagai masjid kerajaan. Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam semenjak dahulu selalu dikaitkan dengan masjid. Istana Maimun merupakan bentuk kejayaan budaya Melayu Deli yang beragama Islam, maka masjid didirikan dalam kawasan istana, berjarak dari istana lebih kurang dua ratus meter, sebagai kepentingan ibadah sekaligus sebagai identitas budaya. Kembalinya pusat pemerintahan Deli dari Labuhan Deli ke Medan maka segala fasilitas prasarana kesultanan dibangun. Yang memerintah kesultanan pada saat itu adalah Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah 1873-1924. Kerajaan Deli semakin maju pesat dalam perdagangan tembakau, pada saat inilah Deli pada puncak kejayaannya. Setelah berdiri Istana Maimun tanggal 26 Agustus 1888 M dan ditempati pada tanggal 18 Mei 1891 M dan bangunan-bangunan fasilitas kesultanan lainnya, setelahnya dibangun pulalah masjid megah dalam wilayah lingkungan istana. Sebelum masjid dibangun terlebih dahulu dibangun kolam Raja yang berjarak lebih kurang dua ratus meter dari istana Maimun dan lebih kurang lima puluh meter dari masjid Al-Mashun. Letaknya sebelah utara dari masjid. Penggalian tanah kolam diangkut untuk menjadi timbunan dasar tanah masjid yang berikutnya akan dibangun. Strategis dari tiga bangunan yang fundamental ini menunjukkan adanya nilai-nilai sejarah citra seorang bangsawan yang dapat membaur dengan masyarakatnya serta menjunjung tinggi kedaulatan. Alasan tersebut melihat area yang terpisah antara Istana Maimun, masjid Al-Mashun dan Universitas Sumatera Utara Kolam Raja. Strategis setiap bangunan ini memiliki kepentingan fungsi yang berbeda. Istana Maimun merupakan tempat pusat Pemerintahan Kesultanan sekaligus tempat tinggal Sultan yang merupakan adanya ruang lingkup antara pejabat kerajaan, cukup pada wilayah Pemerintah saja. Sedangkan kolam raja adalah tempat rileksasi Sultan beserta keluarganya dan tamu kehormatan ketika mengadakan acara tertentu bahkan menurut nara sumber sering juga Sultan mengadakan undangan kepada masyarakat dan melaksanakannya diareal kolam tersebut. Sementara kedudukan masjid Al-Mashun juga bukanlah bangunan yang hanya dikhususkan sebagai fasilitas Kesultanan semata. Masjid dibangun justru memperkuat strategis hubungan kesultanan dengan petinggi agama Islam dan masyarakat. Komunikasi ini dijalin untuk membentuk interpensi masyarakat dengan Pemerintahan Kesultan terjalin lebih dekat dan erat. Konsep ini dibentuk sebagai gambaran bahwa Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memiliki kedaulatan yang kuat, bersahabat, bijaksana dan agamais. Gambar……Area lingkungan Kesultanan sket ulang dari Ratih,hal 38 Universitas Sumatera Utara T.H. Van Erp, salah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL adalah yang merancang dan mengerjakan masjid Al-Mashun, setelah mengerjakan Istana Maimun. Ketika itu belum ada perancang lokal yang mampu membuat bangunan- bangunan megah. Karena hubungan diplomatik dan dagang dengan Belanda terjalin yang disebut sebagai “Politik Kontrak Panjang” Lange Politiek Contract, kemudahannya kesultanan harus mencari desainer dari belanda. Selanjutnya prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman, ketika itu Van Erp dipanggil ke Jawa dari pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi Candi Borobudur. Pada tanggal 26 Agustus 1906 maka didirikanlah masjid Al-Mashun Medan dan diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1990 M. Van Ronkel dalam artikelnya di majalah NION menyebutkan Medan Kota Raja terkenal dengan kekayaan dan keindahan masjidnya dengan judul “moskeen Van Batavia” Ratih, dari husny 1975, 2012:26 MENARA PINTU GERBANG PERKUBURAN MASJID AL-MASHUN TEMPAT WUDHU U Gambar……denah area masjid Al-Mashun sket ulang dari ratih:hal 40 Universitas Sumatera Utara Pembiayaan pembangunan fasilitas kerajaan Deli ini diambil dari kas perbendaharaan kerajaan lanschapskas dan tidak darimana pun. Tetapi catatan ada menyebutkan sumbangan dana sepertiga diperoleh dari Tjong A Fie yang berhubungan baik degan kesultanan. Wajar saja demikian karena Tjong A Fie dipercayakan Sultan Untuk memenuhi mobiler petani tembakau serta kebutuhan pangan yang diperkerjakan oleh sultan diwilayah Deli. Barang-barang tersebut didatangkan dari cina. Tjong A fie juga membangun masjid Petisah, dan ada beberapa masjid didaerah Spirok Tapanuli Selatan dan juga di Sumatera Barat. Beliau adalah tokoh Cina perantauan, diangkat sebagai Kapten Cina oleh Kolonial Belanda Ratih,dari sinar, 2012:27. Tempat tinggal Tjong A Fie lebih kurang dua kilo meter dari istana Maimun arah lintang barat. Nama masjid Raya Al-Mashun diartikan sebagai masjid yang dipelihara Allah SWT. Dalam rangka peresmiannya untuk pertama dilaksanakan shalat Jumat oleh kesultanan Deli serta para pembesar-pembesar dari Langkat dan Negeri Serdang. Masjid ini di kenal dengan Masjid Raya Medan. Sekarang persisnya antara jalan sisingamangaraja, jalan masjid raya dan jalan mahkamah. Keagungan masjid Al-Mashun ini menjadikan Sumatera Utara memiliki ikon sebagai kota budaya Melayu Islam dan merupakan salah satu peninggalan budaya yang masih hidup dan difungsikan living monument.

2.1.3 Budaya dan Agama