Pengunaan Regresi Splines Adaptif Berganda untuk Peramalan Indeks ENSO dan Hujan Bulanan

PENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA
UNTUK PERAMALAN INDEKS ENS0
DAN HUJAN BULANAN

Oleh :
SUTIKNO

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
SUTCKNO. Penggunaan Regresi Splines Adaptif Berganda Untuk Peramalan
Indeks ENS0 dan Hujan Bulanan. Dibimbing oleh Aunuddin, Rizaldi Boer, dan
Aji Hamim Wigena.
Model-model statistik untuk tujuan peramalan iklim terus berkembang mulai
teknik analisis klasik sampai teknik analisis yang berbasis komputer intensif. Dalam
penelitian ini digunakan regresi splines adaptif berganda (RSAB), yang dikenal
dengm Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS). Pembentukan model
RSAB melalui proses bertatar (stepwise) berdasarkan recursive partitioning dengan
splines. Metode ini tidak ketat terhadap asumsi-asumsi seperti halnya metode klasik.

Dalan penelitian ini pula, dibahas metode Adaptive Splines Threshold
Autoregression (ASTAR) yaitu analisis deret waktu nonlinier yang berdasarkan
algoritma RSAB. Kedua metode ini digunakan untuk peramalan indeks ENS0 dan
hujar~bulanan. Hasil prediksi RSAB dibandingkan dengan metode kuadrat terkecil
dengixn kriteria R ~ R~-terkoreksi,
,
dan RMSE, sedangkan verifikasi dan validasi
model digunakan korelasi dan RMSE.
Hasil verifikasi dan validasi model, metode RSAB lebih baik dari metode
kuadl-at terkecil. Nilai korelasi antara ramalan dan data aktual metode ASTAR
mencapai 60 % hingga lebih 90 % dan diperkirakan mempunyai keakuratan yang
tinggi dalam kurun 3 bulan ke depan.
Kata kunci : ENSO, model regresi, recursive partitioning, regresi splines adaptif
berganda, adaptive splines threshold autoregression

SURAT PERNYATAAN

Dengan .ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang bejudul :
Penggunaan Regresi Splines Adaptif Berganda
Untuk Peramalan Indeks ENS0 dan Hujan Bulanan

adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber
data dan informasi telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2002

Sutikno
Nrp. 99153

P'ENGGUNAAN REGRESI SPLINES ADAPTIF BERGANDA
UNTUK PERAMALAN INDEKS ENS0
DAN HUJAN BULANAN

SUTIKNO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Pengunaan Regresi Splines Adaptif Berganda untuk

Peramalan Indeks ENS0 dan Hujan Bulanan
Nama

: Sutikno

NRP

: 99153

Program Studi

: Statistika


Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aunuddin, MSc
Ketua

Ir

Ir. Aii Harnim Wigena, M.Sc
Anggota

nggota

2. Ketua Program Studi Statistika

Tanggal Lulus : 17 April 2002

Mengetahui,


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Larnongan pada tanggal 13 Maret 1971 dari bapak
Boer~asah(alm) dan ibu Painten. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara
dan satu-satunya putra laki-laki.
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Jombang dan satu tahun
berikutnya melanjutkan ke Jurusan Statistika ITS Surabaya dan lulus tahun 1996.
Selarna mengikuti perkuliahan di ITS, penulis pernah menjadi asisten berbagai
matakuliah diantaranya matematika dasar, praktikurn analisa data, dan penggendalian
kualitas. Kemudian setelah lulus penulis menjadi staff pengajar di Jurusan Statistika

FMII'A ITS.
Tahun 1998 penulis memperistri Titik Indahyani dan satu tahun berikutnya
dikaruniai anak laki-laki Tino Ali Iqbal Mahmud.
Tahun 1999 penulis mempunyai kesempatan melanjutkan studi program
pascasarjana (S2) di program studi Statistika IPB dengan sponsor BPPS.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan.
Upaya pengembangan pemodelan iklim perlu terus dilakukan, sehingga

didapatkan model yang mempunyai keakuratan tinggi, dengan demikian antisipasi
dampak yang ditimbulkan iklim ekstrim dapat ketahui sedini mungkin.
Pengembangan model iklim terus berkembang mulai metode klasik hingga metode
yang berbasis komputer intensif. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan regresi
spline adaptif berganda untuk peramalan indeks ENS0 dan hujan bulanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Aunuddin, M.Sc, Bapak

Dr.11.. Rizaldi Boer, dan Bapak Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku pembimbing.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dan Stenberg Ph.D atas dijinkannya
menggunakan software MARS,

Mas Widyo (BPS) atas bantuan mendapatkan

sofi~rareItsMARS, Bapak Urip Haryoko atas bantuan memperoleh data, Bapak

Bambang Irawan dan teman-teman STK-99 yang banyak membantu penyelesaian
tesis ini. Di samping itu, penghargaan kepada Dra. A. Tuti Rumiati, M.Sc dan
temal-teman di P4D Lemlit ITS atas bantuan materiil maupun spirituil. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada istri, ibu, bapak, dan seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga hasil karya ini bermanfaat.
Bogor, 6 April 2002
Sutikno

DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN

................................................................

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................... 1
Permasalahan ...................................................................... 3
Tujuan .............................................................................. 4
TINJ AUAN PUSTAKA

Keragaman Iklim di Indonesia ...................................................
Analisis Regresi ...................................................................
Recursive Partitioning ............................................................
Modifikasi Friedman dan Regresi Splines Adaptif Berganda ...............
Model Deret Waktu Nonlinier dengan RSAB .................................

5
9
11
13
16

DATA DAN METODE
Peubah Respon dan Prediktor .................................................... 17
Metode Analisis ................................................................... 18
Verifikasi dan Validasi Model ................................................... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pernodelan Hubungan Indikator ENS0 dan Curah Hujan ...................
Pendugaan Model Regresi dengan RSAB .....................................
Peubah Prediktor yang Relatif Penting .......................................

Perbandingan Metode ............................................................
Pernodelan Indikator ENS0 .....................................................

22
26
29
33
36

KESI'MPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................ 39
Saran ................................................................................ 39
DAF'TAR PUSTAKA
LAMPIRAN

.................................................................... 40

..............................................................................

43


DAFTAR TABEL
Halaman
Komponen sidik ragam model curah hujan Tuban ........................... 27
Nilai rataan. simpangan baku. minimal. d m maksimal peubah prediktor
curah hujan Stasiun Tuban ...................................................... 29
Peringkat peubah prediktor yang relatif penting untuk model regresi di
Stasiun Tuban ..................................................................... 30
Tiga peubah prediktor yang relatif penting menurut stasiun ................. 31
Korelasi antara indikator ENS0 dan curah hujan menurut stasiun .........

31

Korelasi antara indikator ENS0 dan curah hujan pada tahun .
tahun
ekstrim menurut stasiun ..........................................................

32

Nilai R ~R*

. terkoreltsi. dan MSE model curah hujan menurut tipe hujan
berdasarkan Metode Kuadrat Terkecil d m RSAB ............................

33

Deskripsi indikator ENS0 ...................................................... 36
Nilai RMSE. Nilai korelasi dugaan dan ramalan indikator ENS0
dengan metode ASTAR dan TSA ........................................ 38
Nilai korelasi antara data aktual dan ramalan peubah prediktor menurut
jumlah pengamatan dan metode validasi ...................................... 38

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Wilayah Indonesia berdasakan pola hujan .....................................

6

Skema Prosedur RP ( X k peubah prediktor. X*k knot) ......................

12

Diagram alur metodologi penelitian ........................................ 20
Matrik plot antara curah hujan rata-rata bulan dan indikator ENS0
meliputi Stasiun Tuban. Ambon. dan Pontianak ............................. 23
Pemeriksaan asumsi residual : tipe hujan monsoon. tipe hujan lokal. dan
tipe hujan equatorial .............................................................. 25
Plot antara korelasi dan banyaknya data hasil simulasi data tipe hujan
moonson ............................................................................ 34
Plot antara RMSE dan banyaknya data hasil simulasi data tipe hujan
moonson ............................................................................

34

DAPTAR LAMPIRAN
Halaman
Matrik plot antara curah hujan dengan peubah indikator ENS0
Meliputi : Sandakan. Ampenan. Medan. dan Pekanbaru ...................
Tabel sidik ragam model regresi linier

.......................................

Pendugaan model regresi dengan regresi splines adaptif berganda .......
Validasi model curah hujan dengan RSAB meliputi : Tuban. Sandakan.
Ampenan. Pekanbaru. Medan. Pontianak. dan Ambon ....................

.............
Verifikasi model indikator ENS0 dengan metode ASTAR ................
Pendugaan model indikator ENS0 dengan metode ASTAR

Validasi model ASTAR : ex ante forecast dan expost forecast
indikator ENS0 ..................................................................

....................
Matrik plot curah hujan dan indikator ENS0 hasil simulasi ...............
Tahun terjadinya iklim ekstrim (La-Nina dan El-Nino)

.
effective parameter.
Jumlah knot. jumlah basis fungsi. R ~~~terkoreksi.
dan Piecewise linier GCV model hasil simulasi berdasarkan panjang
data menurut stasiun ............................................................

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kegagalan produksi pertanian di Indonesia, seringkali berkaitan dengan
kejaclian ENS0 (El-Nino Southerm Oscillation).

Pada tahun-tahun El-Nino

umulnnya Indonesia akan mengalami kekeringan yang panjang karena terjadinya
penurunan curah hujan jauh di bawah normal, sebaliknya pada tahun La-Nina.
Pengamatan tahun El-Nino 1994 dan 1997 menunjukkan bahwa kumulatif luas sawah
yang mengalami kekeringan dari bulan Mei sampai Agustus melebihi 400 ribu ha
sementara pada tahun-tahun normal d m La-Nina kurang dari 75 ribu ha. Selanjutnya
pada tahun La-Nina 1995, kumulatif luas banjir dari bulan Oktober sampai Desember
mencapai 250 ribu ha sementara pada tahun-tahun normal dan tahun El-Nino
umurnnya kurang dari 100 ribu ha (Boer 2000a). Kehilangan produksi padi akibat
kejadian kekeringan dan banjir khususnya pada tahun-tahun iklim ekstrim dapat
mencapai 2 juta ton (Boer 2001).
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini
ialah melalui pendekatan taktis.

Pendekatan taktis merupakan upaya antisipasi

melalui pengembangan metode d m teknik ramalan musim yang lebih handal dan
melalui penerapan berbagai model dan ragam data (Peragi dan Perhimpi 1994). Saat
ini teknologi peramalan musim dan iklim sudah mulai dikembangkan di Indonesia.
Pada umumnya model untuk peramalan cuaca banyak menggunakan pendekatan
deterrninistik sedangkan model untuk peramalan musim dan iklim (misalnya kejadian
ENS0 atau hujan bulanan) lebih sering menggunakan pendekatan stokastik atau

modt:l-model statistik (Gooddard et al. 2000). Beberapa model stokastik yang sudah
dikernbangkan di Indonesia diantaranya model time series (ARIMA, winter-additive,
fungsi tranfer), fourier regression,fractal analysis, trend surface analysis, dan neural
network (e.g. Dupe 1999; Haryanto 1999; Boer et al. 2000b; Haryoko 1997; Zifwen
1999; Andriansyah 1998), sedangkan penggunaan model deterministik (dynamic)
baru pada taraf pengujian model.
Model-model statistik yang berkembang saat ini untuk tujuan peramalan iklim
belurn memberikan hasil yang memuaskan, sehingga upaya untuk meningkatkan
keakurasian peramalan masih terus dilakukan baik melalui perbaikan metode
peran~alanmaupun pengembangan model. Metode regresi splines adaptif berganda
(RSA.B), yang dikenal dengan Multivariate Adaptive Regression Splines (MARS),
diper.kirakan dapat meningkatkan tingkat ketepatan dalam memperkirakan sifat hujan
(curaln hujan) bulanan.
RSAB merupakan hasil modifikasi Friedman (199 1) untuk mengatasi
keterl~atasanyang dimiliki metode recursive partitioning regression. Dalam metode
RSAl3, pembentukan model regresi dilakukan melalui dua tahap yaitu: (1) model
dibangun dengan menambahkan fungsi basis spline (pengaruh utama, knots, atau
interaksi) hingga diperoleh model yang jenuh. (2) dari model yang diperoleh dari
tahap pertarna, di keluarkan fungsi basis spline yang paling kecil kontribusinya
samprii diperoleh model yang sesuai melalui validasi silang (cross validation).

Metc~deini mampu menganalisis data yang besar (50 I N I 1000), dengan jumlah
peubah prediktor (3 I p 1 20) (Friedman 1991)
Algoritma metode RSAB digunakan juga dalam pemodelan non linier deret
waktu yang dikenal dengan Adaptive Splines Theshold Autoregression (ASTAR),
dimana peubah prediktornya berupa nilai lag deret waktu (Lewis & Stevens 1991).

Pern~asalahan

Secara umum Indonesia mempunyai dua musim yaitu penghujan dan
kemarau. Namun bila dikaji lebih jauh, kondisi peubah iklim (misal curah hujan)
sangat bervariasi antar daerah dan waktu (musim) sehingga Indonesia mempunyai 3
(tiga) tipe hujan yaitu monsoon, equatorial dan lokal. Karena wilayah Indonesia
masuk ke dalam pengaruh kawasan laut pasifik sehingga menjadi pertemuan sirkulasi
meritfional dan sirkulasi zonal. Kondisi ini sangat mempengaruhi keragaman iklim
Indonesia.
Untuk kepentingan peramalan iklim secara umum yang berlaku di seluruh
wilajrah Indonesia diperlukan satu atau beberapa peubah prediktor (terutama
indikator ENSO) yang sangat berpengaruh terhadap pola curah hujan. Sehingga bila
terjacli penyimpangan iklim (curah hujan) dapat terdeteksi melalui indikatornya. Satu
ha1 yang mendukung penggunaan indikator ini yaitu tidak semua daerah di Indonesia
tersetlia data curah hujan, sehingga bila akan dilakukan peramalan iklim mengalami

kendala jumlah data yang tidak memadai. Idealnya suatu peramalan cuaca dan iklim
membutuhkan data paling sedikit 30 tahun (Tjasyono dan Lestari 2001)
Pemodelan hubungan curah hujan dan prediktornya dengan menggunakan
metode regresi linier membutuhkan asumsi yang sangat ketat, diantaranya : kurva
regresi harus diketahui, kenormalan sisaan, dan kehomogenan ragam sisaan.
Pelariggaran terhadap asumsi berakibat ketidaksahihan kesimpulan. Berdasarkan
pengalaman, sering kali data iklim melanggar asumsi tersebut terutarna bentuk kwva
regresinya tidak diketahui. Sehingga dengan pertimbangan tersebut di atas diperlukan
suatu metode yang tidak terlalu ketat asumsi yaitu rnetode RSAB ( non pararnetrik).

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Membuat model hubungan indikator ENS0 dengan curah hujan bulanan
dengan metode RSAB di tiga tipe wilayah hujan (tipe monsoon, equatorial
dan lokal).
2. Membandingkan metode RSAB dan metode kuadrat terkecil (MKT)

3. Menerapkan algoritma RSAB (ASTAR) wtuk meramalkan indeks ENS0

TINJAUAN PUSTAKA
Keraigaman IMim di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan masuk
ke drilam pengaruh kawasan laut pasifik. Posisi ini menjadikan Indonesia sebagai
daerelh pertemuan sirkulasi meridional (Hadley) dan sirkulasi zonal (Walker), dua
sirkulasi yang sangat mempengaruhi keragaman iklim Indonesia. Selain itu karena
posisi matahari perpindah dari 23.5 LS ke 23.5 sepanjang tahun, aktifitas moonson
juga ikut berperanan dalam mempengaruhi keragaman iklim. Karena Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan bentuk topografi yang sangat beragam maka
sistern golakan lokal juga cukup dominan dan pengaruhnya terhadap keragaman iklim
di Indonesia tidak dapat diabaikan. Faktor lain yang diperkirakan ikut berpengaruh
terhaldap kergaman iklim Indonesia ialah gangguan siklon tropis. Semua aktifitas dan
sistern ini berlangsung secara bersamaan sepanjang tahun.
Secara klimatologis pola iklim di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga yaitu
pola moonson, pola equatorial dan pola lokal. Pola moonson dicirikan oleh bentuk
pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan). Selma enarn bulan
curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya
rendah (bisanya disebut musim kemarau).

Secara umurn musim kemarau

berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sarnpai
Mare t. Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal (dua puncak
hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober yaitu pada saat

6
rnatah(3riberada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal
(satu puncak hujan) tapi bentuknyq berlawanan dengan pola hujan pada tipe
moonson. Garnbar 1 menunjukkan bahwa wilayah Indonesia disepanjang garis
khatulistiwa sebagian besar mempunypi pola hujan equatorial, sedangkan pola hujan
moonson terdapat di pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian Sumatera.

Information series 2002, Depqtment of Primary Industries,
Queensland Government.

Gambar 1. Wilayah Indonesia berdasarkan pola hujm.

Salah satu penyebab terjadinya gangguan pada sirkulasi Walker ialah
fenomena ENSO. ENS0 merupakan isfilah yang mendeskripsikan sacara keseluruhan
osilasi selatan (fenomena atrnosfer) beserta peningkatan suhu muka laut dan juga
penurunan suhu muka laut (fenomena lautan). Namun seringkali istilah ini digunakan
oleh banyak pakar untuk merujuk kepqda kejadian El-Nino (warm event) saja, yaitu

meningkatnya suhu muka laut di kawasan tengah dan timur ekuator laut pasifik.
Osilasi selatan (southern oscillation) adalah osilasi tekanan atmosfer kawasan laut
pasifik dan atmosfer laut Indonesia-Australia. Untuk memonitor osilasi selatan ini
dibuatkan indeks osilasi selatan (SOI) yaitu nilai perbedaan antara tekanan atmosfer
di at(3s permukaan laut di Darwin (Australia) dan Tahiti (Pasifik Selatan), dimana
semakin negatif nilai SO1 berarti semakin kuat kejadian panas (warm event atau ElNino) dan sebaliknya semakin positif nilai SO1 semakin kuat kejadian dingin (cold
even1 atau La-Nina) (Boer 1999).
Menurut LAPAN (1998) dalam Zifwen (1999) terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi curah hujan di wilayah Indonesia dalam berbagai skala yaitu :
(1) faktor global skala besar interannual, (2) faktor regional skala sedang seasonal

dan ( 3 ) faktor lokal skala kecil intraseasonal. ENSO merupakan salah satu faktor
globa.1 sehingga pola iklim (curah hujan)

di wilayah Indonesia tidak

semua

terpeiigaruh langsung oleh fenomena ini.
Dalam dua dasawarsa ini, penggunaan metode statistik untuk peramalan
iklim (curah hujan) di Indonesia terus berkembang, seiring dengan perkembangan
teknologi informasi. Secara umum metode peramalan iklim dikembangkan dengan
dua pendekatan yaitu melibatkan peubah prediktor dan tidak menggunakan peubah
predi ktor. Peramalan dengan melibatkan prediktor yang sering dipakai adalah analisis
regresi (Gunawan et al. 2001; Tjasyono dan Lestari 2001; Zifwen 1999).
Penggunaan analisis regresi klasik

- pendugaan parameter dengan metode kuadrat

terkecil - menjanjikan kemudahan dalam perhitungan, namun analisis ini mempunyai

asurnlsi yang ketat. Untuk mengatasi keterbatasan metode klasik ini, berkembang
.

metode - metode yang tidak ketat terhadap asumsi. Salah satunya adalah metode
jaringan sel saraf tiruan (artijicial neural networks) (Liong et al. 2001). Metode ini
berlandaskan logika samarljaringan sel saraf tiruan. Di samping itu metode ini
men~~yaratkanadanya pengetahuan kualitatif mengenai sistem yang ditinjau,
kemudian disusun bentuk kaidah samarlarsitektur jaringan sel saraf tiruan yang
pararneternya dapat menyesuaikan diri melalui proses belajar. Dalam proses
pemhelajaran tentunya memerlukan jumlah data yang cukup banyak yang akan
dikelompokkan dalam data untuk proses belajar dan data untuk validasi.
Metode peramalan iklim yang tidak melibatkan peubah prediktor sering
disebut analisis deret waktu. Pada awalnya metode deret waktu yang sangat populer
adalah ARIMA. Metode ARIMA lebih bisa mengikuti fluktuasi data bila
dibar~dingkanmetode regresi (Gunawan 2001). Di sarnping itu digunakan pula model
fungs,itranfer (Haryoko 1997; Gunawan 2001), metode winter- additive, geostatistics,
trend surface analysis (TSA) (Andriansyah 1998; Zifwen 1999) untuk meramal
iklim. Penggunaan metode ARIMA tersebut di atas mensyaratkan data

hams

dibangkitkan dari distribusi normal. Demikian juga model fungsi transfer
memlmtuhkan pengalaman dalam mencermati data, terutama pada penentuan input
model. Dalam perkembangannya metode - metode tersebut di atas diklasifikasikan
sebagai metode klasik karena telah berkembang metode - metode lain yang berbasis
teknilc tinggi (komputer intensif). Salah satunya, Ratag (2001) menggunakan model

deret waktu yang berbasis tranformasi wavelet. Hasil validasi model cukup
menjanjikan, narnun lebih bersifat lokal dan perlu pengembangan lebih lanjut.
Di samping beberapa metode statistik di atas, Badan Meteorologi dan
Geofisika

menggunakan metode probabilitas, metode deret harmonis, metode

analc~giuntuk meramalkan iklim di Indonesia (Gunawan 2001).
Metode lain yang berbasis pada komputer intensif adalah metode regresi
adatif splines berganda. Metode ini mulai digunakan untuk peramalan iklim
(Finizio dan Palmieri

1997). Namun di Indonesia metode ini belurn pernah

dico'oakan. Dari metode ini pula dikembangkan untuk peramalan deret waktu yaitu
AST,4R (Lewis dan Ray 1997; Campbell et al. 1999 ).

Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan analisis statistika yang digunakan untuk melihat
hubungan antara

peubah respon dengan satu atau beberapa peubah penjelas

(prediktor). Hubungan tersebut dinyatakan dalam model stokastik yang linier atau
non linier. Pemilihan bentuk model berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya atau
melalui proses eksplorasi ( misal pemulusan).
Misalkan Y lllenunjukkan peubah respon tunggal tergantung pada p peubah
prediktor X, dimana X

=

(XI, X2, ......., X,,), maka Y dapat digambarkan dengan

mode1 regresi sebagai berikut :

dengan daerah asal (domain) D c RY Peubah acak
rataan (mean) no1 dan ragam

02, . Jika

E

diasumsikan mempunyai

bentuk kurva f(X) diketahui atau diasumsikan

diketahui, maka dapat digunakan regresi parametrik untuk menduga koefisien
pararneternya. Agar dapat membuat asumsi

terhadap bentuk kurva regresi

pararnetrik, diperlukan pengalaman masa lalu atau terdapat sumber-sumber lain yang
tersedia dan dapat memberikan informasi detail tentang proses penyelidikan. Salah
satu keuntungan yang didapat dengan pendekatan parametrik adalah cara
perhitungannya lebih mudah yaitu dengan metode kuadrat terkecil untuk menduga
pararneter regresi. Apabila bentuk kurva regresi tidak diketahui, tetapi pendekatan
pararnetrik tetap digunakan, maka asumsi inferensi seringkali tak terpenuhi.
Apabila informasi yang tersedia tentang kurva regresi terbatas dan sulit
membuat asumsi terhadap bentuk kurva regresi, maka bagian t&rbesar informasi
terletak pada pola data (data driven). Oleh karena itu, untuk menduga kurva regresi
dapal. digunakan pendekatan regresi non parametrik. Pada dekade terakhir, regresi
non parametrik dikembangkan untuk memperoleh fleksibilitas dalam persoalan
regresi untuk analisis data. Perkembangan ini didukung oleh kecanggihan teknologi
komputer yang berkembang cepat. Beberapa estimator regresi non parametrik yang
bany,3k dikembangkan ole11 para penulis adalah estimator histogram (Hardle 1990,
1991), Kernel (Rosenblatt 1956, 1971), Spline (Craven dan Wahba 1979; Speckrnan
1985; Oehlert 1992; Cox dan O'Sullivan 1996; Subanar, Budiantba, dan Soejoeti
1997) dalam Budiantara (200 1).

Recu~rsivePartitioning
I

Asal mula recursive partitioning regression

muncul

iigunakan dalam

progl.am AID (automatic interaction detection) oleh Morgan dan Sonquist di awal
tahun 1960-an. Kemudian digunakan oleh Breiman, Friedman, ~jlshen,
dan Stone
I
I

I

(1984) dalam bukunya "Classification and Regression Trees". R e c u F partitioning

~

(RP) merupakan pendekatan dari fungsi f ( ' yang tidak diketahui dengan
I

menggunakan pengembangan basis fungsi.
Dari persamaan (I), misalkan terdapat N contoh dari Y dan

*

=(XI, X2, ., Xp),

I

I

dinarnakan fy,,x,}Z, . Ambil

R

/=I

' s merupakan himpunan bigian (subregion)

yang saling lepas dari daerah asal D, sehingga D = US=,R,

.

RP/ menduga fimgsi

f(X) yang tidak diketahui dengan :

dimana , B,(x) = I[X E R,], I

[.I

menunjukkan fungsi indikator tang mempunyai

nilai 1 (satu) jika pernyataan benar (x

E

R, ) dan 0 (nol) jika salah, c,(x) merupakan

koefisien (konstanta) yang ditentukan dalam subregion. penenturn nilai cJ(x) setiap
I

i

subregion berdasarkan ketidaklayakan dugaan (badness of fit), d mana nilai cJ(x)
dipilih yang memberikan komponen jumlah kuadrat sisaan terkecil. Setiap fungsi
indik(3tormerupakan perkalian fungsi peubah tunggal (univariate stepfunction; H[q])

yang menggambarkan setiap subregion R,. Jadi B,(X) merupakan basis fungsi yang
mempunyai nilai 1 (satu) jika x merupakan anggota subregion Rj darri D.
1, untuk q 2 0

Hill1 =

{

0, untuk lainnya

Secara umum, prosedur RP mempunyai 2 (dua) tahap yang dimulai dari
subregion pertama R,

=D

(Gambar 2). Tahap pertama, atau forward, memilah secara

iteratif daerah asal D menjadi himpunan bagian (subregion) yang saling lepas

{R,)':~, untuk M t S, dimana M ditentukan sembarang.

Tahap kedua, atau

backward, pada tahap ini berlawanan dengan langkah pertama yaitu menghilangkan

u

I

Domain D

X I XI'

Subregion 1

Subregion 3

+

1

Subregion 2

- (XI - XI')+

...*(-1)(X2 - X2*)+

Level o

(X1

- XI*)+

Subregion 4

..*(X2 - X2')+

Gambar 2. Skema Prosedur RP ( Xk peubah prediktor, X*k kbot)

I

atau memangkas (M-S) subregion dari model dengan dua kriter

I

yaitu evaluasi

dugaan model dan jurnlah subregion dalam model. Kedua tahap tersebut
menclapatkan sekumpulan subregion yang tidak saling tumpang indih, sehingga
duga,sn ?(X)mendekati f (X) untuk setiap subregion daerah asal.
RP merupakan metode yang menjanjikan, meskipun demik m secara urnum

RP terdapat kekurangan dalam pemodelan regresi diantaranya

(1) Model RP

meng;hasilkan subregion yang saling lepas dan diskontinu pada )atas subregion,
(2) F'!P tidak cukup mampu dalam menduga fungsi f (X) linier atau aditif, dan

(3) 13entuk model RP pada persamaan 2 mengalami kesulitan jika ~eubahprediktor
banyak.

Modiifikasi Friedman dan Regresi Splines Adaptif Berganda
Regresi splines adaptif berganda (RSAB), yang dikenal dengan metode
MARS merupakan metode yang dikembangkan oleh Friedrnan pa s tahun 1991.
Metode ini menggunakan algoritma RP yang dimodifikasi.
Beberapa inovasi dilakukan oleh Friedman untuk men] ltasi kelemahan
metode RP. Untuk mengatasi kelemahan

RP dalam mengidentifi asi fungsi linier

dan a.ditif, Friedman mengusulkan bahwa tidak menghapus indul (parent) region
selama pemilahan subregion berlangsung. Jadi pada iterasi berik [nya parent dan
pilahs~n subregion dapat dipilah lebih lanjut, sehingga diperolel subregion yang
saling, tumpang tindih. Dengan modifikasi ini RP dapat menghasi ;an model linier

dengan pemilahan berulang pada peubah prediktor yang berbeda. Di samping itu
dihasilkan model yang lebih fleksibel.
Modifikasi tersebut di atas masih belum bisa mengatasi adanya diskontinu
pada titik knotnya yang disebabkan perkalian fungsi peubah tunggal H[q]. Oleh
sebat) itu, Friedman mengusulkan untuk mengganti H[q] dengm regresi linier

splines (ordo satu) dengan sisi kiri (-) dan sisi kanan (+) truncated splines.

dimana s, jumlah pilahan subregion ke - j dari domain D, x*~(,~,
merupakan knot dari
peubiih prediktor Xk(,j), dan s, nilainya +1 atau -1 jika knotnya terletak di kanan
atau kiri subregion. Sebagai contoh, dari Garnbar 2 basis fungsi dari subregion 4,

B4(X)diperoleh :

(xl*- xI)+(x2- x2*)+, jika X I x2*
B4 (x) =
0, untuk yang lain

Algoritma RSAB, khususnya tahap forward digunakan untuk mendapatkan
subregion - subregion agar dapat menentukan basis fungsi. Penentuan titik pemilah
(knot) dan koefisien sangatlah penting agar mendapatkan model terbaik. Sedangkan

f

tahap backward, mengeluarkan suku model (basis fungsi) y g kontribusinya
terhadap nilai dugaan respon kecil.

I

Ukuran kontribusi yang digunakan tahap backward adalah 4odifikasi kriteria
I

validasi silang (generalized cross validation , GCV) Craven d& Wahba (1979)

~

I

dalani Lewis (199 1) yakni :
--

GCV * ( M ) =

I

)r

(1 N ) C L ~[yi - jV
(xi
[I - (c(M) *)/ N12

ia.

Pemtdlang persamaan 4 adalah rataan jumlah kuadrat galat (avera e sum square of
residtral, ASR), s jumlah subregion yang ditentukan pada tah p forward, dan

1

penycbutnya merupakan penalti fungsi model kompleks. C( )* adalah nilai
kompleksitas model yang terdiri atas M basis fungsi. Model terbai jika nilai GCV*
minirnum.

Modifikasi dalam algoritma RP menghasilkan perSamad

model RSAB

I

sebagai berikut :

~

dimarla c, adalah koefisien konstanta dari basis fungsi Bo. 4oefisien
I

ditentukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.

~

I

Model Deret Waktu Nonlinier dengan RSAB
Analisis Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Box-Jenkins
serin,g kali digunakan dalam penelitian data deret waktu. Anali~isini sesuai jika
diterapkan pada data-data yang berpola linier. Banyak fenomena di lapangan yang
tidak linier, seperti data curah hujan, iklim, arus sungai dan sebagainya. Penerapan
ARIIYIA Box-Jenkins tidak sesuai untuk data deret waktu yang nonlinier, sehingga
munc:ul metode untuk mengatasi data deret waktu nonlinier.
Salah satu metode yang dikembangkan untuk data deret waktu nonlinier
adalah Threshold Autoregressive (TAR) (Tong 1983 dalarn Lewis dan Steven 1991).
Pemtmngunan model TAR berdasarkan piecewise linier yaitu adanya perubahan
pararneter model autoregressive menurut perubahan data observasi. Metode ini lebih
menj anjikan daripada metode ARIMA untuk kasus data nonlinier. Narnun demikian
metode ini terdapat kelemahan yaitu adanya subregion yang dhkontinyu. Untuk
mengatasi kelemahan ini, Lewis dan Steven (1991) menggunakm metode RSAB
dengim peubah prediktor nilai lag data deret waktu. Metode hadil modifikasi ini
disebut dengan Adaptive Splines Threshold Autoregression (ASTAR). Salah satu
contclh model ASTAR adalah :

dimana, c adalah nilai konstanta, tl,

t2

masing-masing nilai knot dari peubah

dan 2:t-d2, dl, dZmerupakan nilai lag 1 dan 2.

DATA DAN METODE
Peublah Respon dan Prediktor
Peubah yang digunakan dalarn penelitian adalah rata

-

ata curah hujan

bular~andari 3 (tiga) tipe hujan yaitu : (a) tipe monsoon meliputi TI Ian (1958-1984),
Sandkan (1958- 1996), dan Rembiga-Ampenan (1958- 1990), (b) tipe hujan
equatorial meliputi Pekanbaru (1953- 1997), Pontianak (1947- 1' )7), dan Medan
(1948-1997), dan (c) tipe hujan lokal : Ambon (1961-1997).
Peubah prediktor meliputi : (a) Tekanan permukaan lau di Tahiti (1951200 1), (b) Tekanan permukaan laut di Darwin (195 1-2001), (c) Sul 1 perrnukaan laut
(sea mrface temperature : SST) terdiri dari Nino 1.2, Nino 3, Nir I 4, dan Nino 3.4
dari ltahun 1950-1997, (d) Indeks osilasi selatan (southern oscil2 tion index: SOI)
Tahiti-Darwin, yaitu nilai perbedaan antara tekanan atmosfer di at

; permukaan

laut

di Tahiti (Pasifik Selatan) dan Darwin (Australia) dibagi dengar simpangan baku
selisih antara tekanan Tahiti dan tekanan Darwin dari tahun 1950 1997, (e) Indeks
osilasi Jakarta-Darwin (IOJD) dari tahun 1958-2001, yaitu nilai lerbedaan antara
tekanan atmosfer di atas permukaan laut di Jakarta dan Darwin 4ustralia) dibagi
dengan simpangan baku selisih antara tekanan Jakarta dan tekanan I arwin.

Metode Analisis
Untuk mencapai tujuan penelitian, dilakukan analisis dat dengan bantuan
piranti MARS for windows versi 2.0 dan ItsMARS versi 2.0.1: dengan langkah
sebagai berikut:

1. Langkah awal untuk membangun model regresi membuat pl

antara perubah

respon (curah hujan) dan peubah prediktor (indikator ENSO). ari plot tersebut
akan terdeteksi pola hubungan, pengamatan pencilan at;

penyimpangan

kelinieran.

2. Pembentukan model regresi dengan menggunakan metode :uadrat terkecil,
akan diperoleh model regresi,

sidik ragam, R ~ ~, ~ t e r k o :si,
r dan peubah

prediktor yang nyata. Kemudian dilanjutkan dengan penguj n asumsi sisaan
model. Untuk asumsi kenormalan digunakan plot kuantil-I anti1 (QQ-plot).
Bila hasil plot ini mempunyai pola linier, maka .asumsi E lorrnalan sisaan
terpenuhi. Asumsi kehomogenan ragam digunakan plot si: in dengan nilai
dugaan. Jika hasil plot ini menunjukkan pola acak di sekiQ garis nol, maka
asumsi kehomogen ragam terpenuhi. Asumsi independ t (bebas antar
pengamatan) digunakan plot antara sisaan dan pengarnatan.
3. Pembentukan model regresi dengan menggunakan metodt RSAB.
regresi yang diperoleh :

Model

dimana Y merupakan peubah respon, BO adalah konstaa, BI, B2, .....Bk
merupakan koefisien basis fungsi spline ke-1,2,....k, dan BFl, BF2....BFk
merupakan basis fungsi ke-1, 2

... k.

Pendugaan parameter terlebih dahulu

menentukan maksimum basis fungsi, maksimum jumlah inaeraksi, minimum
jumlah pengamatan diantara knot. Untuk mengoptimalis$si jumlah knot
ditentukan lebih dulu derajat bebasnya. Friedman (1991) merflyarankan derajat
bebas knot antara 2 sampai 5, itupun tergantung dari jumlah pengamatan dan
peubahnya. Semakin

kecil derajat bebas semakin komplkks fungsi yang

didapatkan, demikian sebaliknya. Di samping model regregi, diperoleh juga

R ~ ~~terkoreksi,
,
dan peubah prediktor yang terpenting. Penentuan peubah
terpenting berdasarkan seberapa besar peubah tersebut memberikan kontribusi
terhadap model. Kriteria penentuan peubah prediktor yang relatif penting adalah

GCV. Semakin kecil nilai GCV suatu peubah semakin penting peubah tersebut
terhadap model yang dibangun.

4. Pembentukan model deret waktu dengan menggunakan metode ASTAR dari
peubah yang terpenting. Untuk membangun model ini terlebih dahulu
menentukan maksimum jumlah interkasi, maksimum jumllah basis fungsi,
minimum jumlah pengamatan antar knot, derajat bebas, nilai embedding, dan
kriteria pemilihan model yaitu GCV.

Lang kah - langkah metode analisis selengkapnya tercantum dalarn Qambar 3.

Eksplorasi data
(matrik plot peubah repon dan
prediktor)

Pembentukan model

Pemeriksaan asumsi
sisaan model

Pembentukan model regresi
RSAB
Input : maks. BF, maks interak
Minspan, DF

Bandingkan kedua metode
dgn kriteria

Penentuan peubah prediktor
indikator ENS0 terpenting : nilai
GCV terkecil

Pembentukan model deret waktu
dgn metode ASTAR
Input : maks BF, maks interaksi,
Minspan, DF, embedding

Gambar 3. Diagram alur metodologi penelitian

Verijfikasi dan Validasi Model

Verifikasi model digunakan untuk mengetahui kemampdan model dalam
menjelaskan keragaman data. Validasi model digunakan untuk melihat keterandalan
modt:l tersebut dalam peramalan, yang biasanya digunakan data bebhs. Verifikasi dan
validasi model menggunakan analisis korelasi dan root mean square,error (RMSE).
Validasi peramalan dengan bantuan perangkat lunak ItsMarb terdapat 2 (dua)
metode pendekatan yaitu iterasi dan langsung. Kedua istilah ini d a l w beberapa buku
deret waktu sering disebut peramalan ex post forecast dan ex ante forecast
(Makridakis et al. 1998). Pada metode iterasi, validasi ranpalan mendatang
menggunakan nilai hasil dugaan sebelurnnya. Sebagai ilustrasi, qisalkan diketahui
modal X(t) =X(t- 1) dan diinginkan untuk meramal periode t
maka X'(100)

=

X(99), kemudian X'(101)

=

=

10d sampai t

=

110,

X'(100), dan seteruspya dimana X'(t)

adalah nilai hasil dugaan dan X(t) nilai aktual. Metode validasi perwalan ini hampir
sama dengan metode pendekatan tradisional model autoregressive, Sedangkan pada
metode langsung, validasi peramalannya untuk setiap nilai dugam digunakan nilai
aktual. Sebagai contoh, seperti model di atas, X(t) = X(t-1), maka vblidasi peramalan
X'(100)

= X(99),

X'(101)

= X(l OO), dan

seterusnya.

Kedua metode validasi tersebut di atas dapat memberikan hdsil yang berbeda.
Hal tersebut tergantung pada relatif besarnya ragarn dari sisaan dah tergantung dari
pola fungsi non-linier yang dibentuk (Baldwin dan La11 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pernodelan Hubungan Indikator ENS0 dan Curah Hujan
Langkah awal untuk melihat hubungan indikator ENS0 dan curah hujan yaitu
dengim memeriksa pola data antara peubah respon dan prediktor. Dari plot tersebut
diperoleh gambaran adanya suatu hubungan, penyimpangan kelinieran atau adanya
pengimatan pencilan. Plot antara curah hujan rata-rata bulanan dM indikator ENS0
untuk masing - masing daerah tipe hujan monsoon (Tuban, Sandakan, dan
Ampenan), equatorial (Pekanbaru, Medan, dan Pontianak) dan lokhl (Arnbon) dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 memberi gambaran bahwa masing-masing dberah tipe hujan
mempunyai pola hubungan yang berbeda. Pada daerah tipe hujan $onsoon (Gambar
4a) nlenunjukkan bahwa tekanan Darwin, dan tekanan Tahiti mempunyai pola yang
lebih jelas terhadap curah hujan daripada peubah prediktor lainnyg. Di samping itu
ada indikasi multikolinieritas yang serius antara Nino 1.2 dan Nioo 3, Nino 3 dan
Nino 3.4, Nino 4 dan Nino 3.4. Untuk daerah tipe hujan equatorial (Gambar 4b)
hampir semua prediktor tidak menampakkan pola hubungan yhng jelas (acak)
dengim peubah respon.

Seperti halnya tipe monsoon, terdapat

indikasi

multikolinieritas pada peubah prediktor suhu perrnukaan laut. Demikian juga pada
daerah tipe hujan lokal (Gambar 4c) menunjukkan pola hubungan y@g acak antara
peubah respon dan peubah prediktor. Matrik plot antara peubah respon dan prediktor
selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

23

Matrik plot.curahhujan Tuban
*$9+ *eQ+*
*9p6*$++
*g 0 6&*d ST

Matrik plot curl
@
#,

.
b
3

.@,G

*?$$.#?

hujan Pontianak

544 e9-P d 9

46
stzs
mu
1.115

-zed
U7

110

am
2 I z

zm
m n
amz
ZYL

am
zs4
W
a7

enk

Matrik plot curah hujan Ambon
%*%@

@d

@@lt

*4@
$@$P.B"
d o
,

@+,?.P

Gambar 4. Matrik plot antara curah hujan rata-rata bulan
meliputi Stasiun Tuban (a), Pontianak (b), da

n indikator ENS0

h b o n (c).

I4

Secara umum, wilayah dengan tipe hujan monsoon dipeng

i oleh pola dan

kejadlian ENSO. Sedangkan untuk wilayah dengan tipe hujan eq atorial dan lokal
masili belum nampak jelas pengaruhnya. Hal ini disebabkan

arena pengaruh

sirkulasi meridional sangat kuat di daerah sekitar equator, meskip

terjadi El-Nino

dampaknya tidak terasa. Demikian juga daerah tipe hujan loka, pengaruh lokal
(kontlisi geografi) cukup dominan bila dibandingkan pengaruh lobal. Hasil ini
menclukung penelitian yang dilakukan oleh Tjasyono (1997) dalam oer (2000a).
Berdasarkan uji t secara parsial, hasil pendugaan deng

metode kuadrat

terkel~iluntuk daerah tipe hujan monsoon ternyata peubah tekan

Darwin (Stasiun

j

Tuban), tekanan Darwin, tekanan Tahiti dan SO1 (Stasiun Sandakan ,tekanan Darwin

a

dan IOJD(Stasiun Ampenan) nyata pada a = 5 %. Untuk tipe hujan equatorial peubah
prediktor tekanan Darwin (Stasiun Pontianak), tekanan Darwin,

dan Nino 1.2

(Stasiun Pekanbaru), Nino 1.2 (Stasiun Medan) tlyata pada a = 5 %. Sedangkan
untuk. daerah tipe hujan lokal peubah tekanan Darwin, tekanan Ta iti, Nino 3, Nino
1.2, loJDdan SO1 nyata pada a
dilihat pada Lampiran 2.

=

5 %. Tabel sidik ragam se engkapnya dapat

Hasil pemeriksaan sisaan terhadap model curah hujan tip hujan monsoon
(Garrtbar 5a, b, dan c) menunjukkan adanya ragam yang tidak omogen. Hal ini
terlihat plot antara sisaan dan dugaan respon yang membentu

pola corong.

Demikian juga dengan model tipe hujan lokal (Gambar 4d) me unjukkan adanya
ragani yang tidak homogen. Berbeda dengan model tipe hujan eq atorial (Gambar

Pemeriksaan Residual Model CH Arnpenan

--

.
5

Pemeriksaan Residual ~ o d eCH
l Sandakan

i
.

2

- 1 0 1
Normal Score

2

3

Realdual

1

Normal Score

ObrerntionNurnbsr

OblewUien Numbar

Fit

Flt

lb)

Pemer~ksaanResidual Model CH Tuban
15 1

I

Pemeriksaan ~esiddalModel CH Ambon

100

I
1: :8, . : ] ;
.I00
4w
.3

Normal Score

Obrervatlon Number

.2

.1
0 1 2
Normal S c o n

3

O b s @ ~ l aNumber
n
2

Residual

(1)

Fit

R*'ldu*

Pemeriksaan Residual Model C H Pontianak
YO

I

Fit

Perneriksaan ~ e s i d u a l ~ o dCH
e l Pekan Baru

YY)

uo
YO

3 ;:
J

0

Q

.,I:

210
YO

s,

4

2

1
0
1
2
Normal Soore

dM

3

0

1
W
2
Obsewabon Number

W

~

~

~

-

Normal Score

Jb0.2b0-lw
Residual

0 1m

Xa

1m

Residual

Flt

~~~

~~

Obserntion Number

&
l

&.a

Fit

Pemeriksaan Residual Model CH Medan
lo@>

I

1000

I

I

Gambar 5. ~emerigsaanasurnsi sisaan :
tipe huj n monsoon (a,b,c)
tipe huj lokal (d), dan
tipe h u j b equatorial (e,f,g)

L

5e, f. dan g) menunjukkan adanya ragam yang homogen. Hal ini ditunjukkan adanya
pola acak disekitar garis no1 plot antara sisaan dan dugaan respop. Adanya ragam
yang tidak homogen, khususnya pada curah hujan tipe moonson, Zifwen (1999)
menggunakan metode kuadrat terkecil terboboti. Namun hasil predbksinyapun masih
belurn memuaskan.
Adanya keterbatasan informasi bentuk fungsi dan hasil eksplorasi data yang
menzmpakkan pola hubungan yang tidak jelas kelinierannya antara peubah respon
dan peubah prediktor, serta terdapat kasus heteroskedastisitas, multikolinieritas dan
kemungkinanan autokorelasi, maka dengan pertimbangan ini dllakukan metode
regresi splines adaptif berganda - pendekatan non parametrik

-

untuk pendugaan

modc:l regresi. Namun demikian untuk langkah awal dilakukan oendugaan model
deng;m metode kuadrat terkecil - pendekatan parametrik - sebagai laonfirmasi.

Pendugaan Model Regresi dengan RSAB
Pendugaan model regresi dengan menggunakan metode regrqsi splines adaptif
bergainda dari 7 (tujuh) stasiun dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagai ilustrasi
dipilih Stasiun Tuban untuk dibahas secara detail.
Model curah hujan Stasiun Tuban dibentuk dengan kriteria input : Minspan
(minimal banyaknya pengamatan setiap knot) = 10, maksimum intefaksi (MI) = 3,
dan nlaksimum basis fungsi sebesar 40. Komponen sidik ragamnya disajikan pada
Tabei 1.

Tabel 1. Komponen sidik ragam model curah hujan Tuban
B;ds
Fungsi

Koefisien

Parameter

Konstanta
max(0, DARWIN - 10.500)
max(0, 10.500 DARWIN )
inax(0, NIN03 - 24.490) * BF2
max(0,24.490 - NIN03 ) * BF2
max(0, SO1 - 6.900) * BF2
max(0,6.900 - SO1 ) * BF2
max(0, TAHITI - 13.300) * BF2
max(0, 13.300 - TAHITI ) * BF2
max(0, IOJD+ 3.600) * BF7
max(0, NINOI2 - 26.8 10)
max(0,26.8 10 - NINO 12 )
max(0, IOJD+ 2.500) * BFl 1
max(0, -2.500 - IOm) * BF11
max(0, NIN034 - 24.580) * BF7
max(0, TAHITI - 13.200) * BF5
max(0,26.030 - NIN034 ) * BF12
max(0, 8.900 - DARWIN ) * BFl 1
max(0, - 8.300 - SO1 ) * BF20
max(0, SO1 - 3.100) * BF8
max(0, NINO12 - 22.690) * BF3
max(0,22.690 - NIN012 ) * BF3
2,9
max(0, NINO12 - 23.250) * BF3
115.125
32.13
3.583
F-statistic = 36.286
S.E. of Regression = 84.458
= 0.000
Residual Sum of Squares = 2161344.2p9
P-kalue
Regression Sum of Squares = 5 176698.1833
[MDF,NDF] = [ 20,303 ]
R-5,auared= 0.705
Adi R-sauared = 0.686

-

0.000

Model regresi yang diperoleh ialah :
Y

=

62.806 - 13.993

*

BF1

*

- 42.970

+

BF4

50.772

-

5.263

*
*

BF2
BF5

+
+

*

54.127
3.795

*

BF3
BF6

+ 3 1 4 . 3 5 6 * BF7 - 1 3 . 0 2 8 * BF8 - 3 9 4 . 2 7 6 * BF9

+

63.470

+

17.563

- 5.093

*
*
*

- 159.053

BFlO - 3 2 . 3 6 8

+

BF15
BF22

*

+

BF28

17.631
3.118

+

*

*
*

BF13
BF18

BF23

115.125

*

-

+
+

*

19.280

113.484

BF29

*

361.017

*

BF14
BF20

BF27

Model regresi tersebut di atas terdiri atas satu intersep d
meli1)uti : 3 interaksi level pertarna, 8 interakasi level dua, dan 9
Jumlah nilai knot atau theshold sebanyak 16 di antaranya :

1

rn

20 basis fungsi,
level tiga.

Nino 3, 2 nilai untuk peubah tekanan Darwin, tekanan Tahiti, N no 3.4, dan IOJD,
3 nilai untuk peubah Nino 1.2 dan 4 nilai untuk peubah SOI.

ilai ragam sisaan

(mean square error : MSE) sebesar 7133, R2 sebesar 70,5 % dan R2terkoreksi
sebesiar 68.6 %. Peubah SO1 mempunyai nilai knot terbanyak k ena mempunyai
keragaman terbesar di antara peubah prediktor lainya. Dua peub

prediktor lainya

yang mempunyai nilai keragaman tertinggi berturut-turut adalah te anan Darwin dan
Nino 1.2, masing - masing 6.73, dan 5.05. Deskripsi peubah predi tor untuk stasiun
Tuban selengkapnya disajikan pada Tabel 2.

I

Interpretasi model RSAB terletak pada komponen sidik ragam. Tabel 1
menunjukkan komponen basis fungsi yang membentuk model re resi curah hujan
Tuban baik interaksi level pertama maupun interaksi antar peubah.
atas memberikan gambaran bahwa kontribusi

peubah tekand Darwin (BF1)

terha~japmodel sebesar -13.993 bila nilai peubah tersebut > 10.
nilai tekanan Darwin < 10.5. Sedang untuk interaksi tingkat 2
tekanan Darwin (BF 3) memberikan arti bahwa basis fungsi
kontribusi sebesar 54.169 bila nilai Nino 3 > 24.49, nilai
-42.967 bila nilai Nino 3 < 24.49 dan nilai tekanan
dengim

interaksi tingkat 3 seperti

ode1 tersebut di

BF 28, basis

‘I

kontribusi sebesar -1 59.053 bila nilai Nino 1.2 < 22.69, Nino 3 > 2 .49, dan tekanan
Darwin < 10.5.

Tabel 2.

Nilai rataan, simpangan baku, minimal, dan maksimal p
prediktor curah hujan Stasiun Tuban

I-

lBeubah

Tek. Darwin
I Tek. Tahiti

Rataan

Simpangan
baku

Minimal

2.594
1.690

4.000
7.400

9.842
12.565

Maksimal

1

15.500
16.600 1

Peubah Prediktor yang Relatif Penting
Peubah prediktor yang relatif penting untuk Stasiun Tuba1 adalah tekanan
Darwin. Hal ini ditunjukkan pada nilai GCV terkecil (terbesa- untuk GCV-')
diantaa peubah lainnya. Pendeteksian awal peubah prediktor yaig relatif penting
ditentukan dari besarnya nilai simpangan bakunya (Tabel 2 koloni 3) (Finizio dan
.

Palmieri 1998). Seperti halnya pada prosedur regresi bertatar, setiap peubah
dikeluarkan satu per satu dari model kemudian dihitung kebaikan model (goodness of
fit).

l'eubah yang relatif penting jika mempunyai pengaruh yang .:erbesar terhadap

. Urutan

keba:ikan model dan sebaliknya untuk peubah yang tidak

peubah

yang relatif penting untuk Stasiun Tuban selengkapnya

d

Tabel 3. Peringkat peubah prediktor yang relatif penting untuk mo el regresi
di Stasiun Tuban
Peringkat

1
2
3
4
5
6
7
8

Peubah

Tekanan Darwin
IOJD
Tekanan Tahiti
Nino 1.2
Nino 3.4
SO1
Nino 3
Nino 4

GCV

-'

22974.787
11031.345
10940.074
10628.406
10253.615
10135.920
9808.483
9615.1 11

Secara m u m , peubah prediktor ENS0 yang relatif pentin$ terhadap model
curah hujan adalah tekanan Darwin (Tabel 4). Tercatat 6 stasiun (tuban, Ampenan,
Sand.akan, Pontianak, Pekanbaru, dan Ambon) peubah ini memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap model curah hujan. Hal ini ditunjukkan

la korelasi yang

tinggi antara curah hujan dan tekanan Darwin (Tabel 5) bila

dingkan dengan

indikator ENS0 lainnya. Di samping itu hasil tersebut dapat terdeteksi dari matrik
plot (Gambar 4), yang menunjukkan pola hubungan antara peubah r#spon dan peubah
predi ktor tekanan Darwin lebih narnpak daripada peubah prediktor ldinnya.
Bila ditinjau dari nilai korelasinya, tekanan Darwin sebag/an besar bernilai
negatif terutama di dareah tipe hujan monsoon. Hal ini berarti bahha curah hujan di

Indonesia akan menurun di bawah normal (terjadi EL-Nino) dengan semakin
meningkatnya tekanan Darwin. Secara klimatologi, fenomena ini tdrjadi karena pada
saat tekanan permukaan laut di Darwin meningkat dengan membawa uap air yang
sedikit (karena melalui daratan benua) akan bergerak ke wilayah Inflonesia, sehingga
mengakibatkan curah hujan berkurang.

Tabel 4. Tiga peubah prediktor yang relatif penting menurut stasiub

r

Stasiun
Pertama
Darwin
Darwin
Darwin
Darwin
Nino 1.2
Darwin
Darwin

F a n
Amlpenan
San~iakan
I~ontianak

Peringkat
Kedua
IOJD
Nino3.4
Ninl.2
IOrn
Darwin
IOJD
SO1
--

-

I
I

Ketiga
~diti
Nino3
SO1
Nido3
~ii.03
Nino 12
Tahiti

I

I

.

I

Tabe 1 5. Korelasi antara indikator ENS0 dan curah hujan menurut sitasiun

I

I-

Stasiun
Tubiin

Indikator ENS0
IOJD
-0.120

SO1 Nino1.2 Nino3 Nino4 Nino3.4
0.154
0.279 -0.085 -0.354
-0.307

~ a h i t i Darwin
-0.457
-0.710

Tabel 5 menunjukkan bahwa selain peubah tekanan Da*n

mempunyai

korelasi yang kecil khususnya curah hujan moonson, sehingga pqngaruh indikator

ENS0 lainnya tidak begitu nampak. Bila dilakukan pernilahan gats antara tahun
norn-ial dan tahun ekstrim (baik La-Nina maupun El-Nino) didapdtkan peningkatan
nilai korelasi yang cukup mencolok, temtama pada tahun ekstrim kuat (Tabel 6).
Peniligkatan korelasi terjadi pada peubah IOJD,SOI, Nino 3, Nino 4, Nino 3.4 dan
tekar~an Darwin khususnya pada tipe hujan moonson. ~lasifikasi tahun-tahun
terjadinya iklim ekstrim selengkapnya disajikan pada Lampiran 8.

Tabel 6. Korelasi antara indikator ENS0 dan curah hujan pada tahup-tahun ekstrim
menurut stasiun

L
I

I

Ion,

SO1

Ninol.2

Nino3

Nino4

Nino3.4

Tahiti

Ekstrim (lemah, moderat, dan kuat)*)'

Ekstrim kuat*)

klasifikasi iklim menurut National Centers for Environmental PredictionIClimate
Prediction Center and at the United Kingdom Meteorological Office.

Darwin

I

I

I

Perbiandingan Metode
Hasil pendugaan model regresi dengan menggunakan metofle regresi splines
adaptif berganda lebih baik dari metode kuadrat terkecil. Hal ini rjampak pada nilai
R2, dan R2-terkoreksi dari metode metode regresi splines adaptif beqganda lebih besar
dari metode kuadrat terkecil. Di samping itu ragam sisaan dari metode kuadrat
terkecil lebih besar dari metode RSAB (Tabel 7). Hasil validasj model dengan
metode RSAB dapat dilihat pada Lampiran 4. Plot nilai dugaan dampak mengikuti
pola data aktual. Bila ditinjau dari nilai korelasi antara hasil ramalab dan data aktual,
nilai berkisar antara 30 % hingga lebih 70 %.

Tabel 7. Nilai R2, R~terkoreksi, dan MSE model