INDEKS ENSO DAN MOVING AVERAGE (1)

MK Klimatologi Tropika laporan 5
Oktober 2015
KELOMPOK 9
1. Wulan Handareni
G24130020
2. Mochamad Faruq A G24130025
3. Lathif Faham Fauzi G24130037
4. Meidiana Maharani G24130058
5. Karina Indah Solihah G24130059
6. Suci Wulandari
G24130075

Jum’at, 16

INDEKS ENSO BULANAN DAN MOVING AVERAGE
ENSO (El Nino-Southern Oscillation merupakan salah bentuk
penyimpangan iklim di wilayah Samudera Pasifik yang ditandai dengan
perubahan suhu permukaan laut (Fadholi 2013). El nino merupakan fase hangat
dari ENSO, yang kemunculannnya ditandai dengan terjadinya kenaikan suhu
permukaan laut di bagian tengah dan timur Samudera Pasifik tropic selama 6
bulan berturut-turut yang menyebabkan kenaikan penerimaan curah hujan pada

wilayah Peru, Chili dan Ekuador (Estiningtyas dkk 2007). Sedangkan pada
wilayah seperti Indonesia, Papua Nugini dan Filipina terjadi penurunan
penerimaan curah hujan dengan suhu permukaan laut yang turun dari kondisi
normalnya. Index Oceanic merupakan indeks yang menunujukkan pembagian
daerah dalam pengukuran maupun pengamatan nilai suhu permukaan laut (SPL)
di daerah Samudera Pasifik yang pada zaman dahulu dilakukan dengan pelayaran
kapal. Pelayaran tersebut dibagi menjadi empat jalur pelayaran, sehingga dibagi
menjadi Nino 1+2, Nino 3, Nino 3.4 dan Nino 4, pada setiap pelayaran dilakukan
pengukuran SPL dari laut yang dilewati.
Secara historis ilmuwan mengklasifikasikan El Nino berdasarkan anomali
SST yang melebihi ambang batas yang dipilih di daerah tertentu. Umumnya
wilayah yang digunakan merupakan wilayah NINO 3.4 , batas umum yang
digunakan biasanya adalah lebih dari 0.5. kriteria yang digunakan utuk
mengklasifikasikan kejadian EL NINO adalah terdapat 3-5 bulan secara berturutturut SST yang melewati nilai ambang batas. NINO indeks sendiri terbagi
kedalam beberapa wilayah seperti pada gambar 1 dan 2 .Menurut Rizaldi et al
(2014) terdapat pengaruh SST dengan CH berdasarkan NINO-12, NINO-3,
NINO-34, dan NINO-4. Seluruh wilayah Indonesia kecuali daerah Sumatera
memiliki pengaruh yang negatif dengan peningkatan SST, setiap terjadi
peningkatan SST 1 derajat akan menurunkun curah hujan antara 0 sampai dengan
50 mm/⁰C. Daerah yang terkena dampak paling kuat adalah Kalimantan,

Sulawesi, Jawa, dan Papua.

Gambar 1 Wilayah NINO di ekuator pasifik

Gambar 2 Lintang dari masing-masing NINO

Gambar 3 Indeks Bulanan Nino1.2

Gambar 4 Indeks moving average Nino 1.2
Berdasarkan indeks bulanan Nino 1.2 dapat diketahui bahwa setiap tahun
telah terjadi El Nino, karena anomalinya telah melebihi 0,5. Begitu pula La Nina
yang terjadi sepanjang tahun karena adanya beberapa faktor. Indeks tertinggi
antara tahun 1995 sampai 2000 dengan indeks antara 5 sampai 6 dan indeks
terendah terjadi antara tahun 2005 sampai 2010 dengan indeks -4 sampai -5.
Moving average atau moving mean merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menfilter atau menyaring data untuk melihat suatu
fenomena. Hal ini disebabkan ada beberapa kejadian (data) yang tidak terlihat jika

tidak dilkukan metode running average. Selain itu, dengan dilakukannya metode
running average indeks yang dihasilkan akan lebih halus.

Berdasarkan indeks MV Nino 1.2 dapat diketahui bahwa setiap tahun telah
terjadi El Nino, karena anomalinya telah melebihi 0,5. Begitupula La Nina yang
terjadi sepanjang tahun karena adanya beberapa faktor. Indeks tertinggi antara
tahun 1995 sampai 2000 dengan indeks antara 5 sampai 6 dan indeks terendah
terjadi antara tahun 2005 sampai 2010 dengan indeks -3 sampai -4.

Gambar 5 Indeks Bulanan Nino3

Gambar 6 Indeks moving average Nino3

Berdasarkan indeks bulanan Nino3 (ENSO) tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada tahun 1985-2015 telah mengalami peristiwa El Nino. Karena indeks
menunjukkan kurva anomali selalu berada diatas 0,5 yang artinya telah terjadi
peristiwa El nino. Pada tahun 2003, 2007, dan 2009 terdapat 3 peristiwa yang
dinyatakan tidak mengalami La Nina karena anomalinya masih dibawah 0,5.

Gambar 7 Indeks bulanan Nino3.4

Gambar 8 Indeks moving average Nino3.4
Perubahan suhu permukaan laut baik secara temporal maupun spasial

memiliki hubungan yang erat dengan variabiltas curah hujan di sutau wilayah.
Menurut Hendon (2003) menyatakan bahwa variabilitas SPL yang terjadi pada
Nino 3.4 mempunyai pengaruh hingga 50% terhadap penerimaan curah hujan di
Indonesia. Selain itu menurut Boer et al (1999) menyatakan bahwa anomali suhu

permukaan laut yang terjadi di wilayah Nino 3.4 (170°-120° BB, 5°LU-5°LS)
memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap anomali curah hujan bulanan
dibandingkan dengan anomali suhu permukaan laut yang terjadi pada wilayah
lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan suhu permukaan laut (SPL)
pada zona Nino 3.4 mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap variasi
penerimaan curah hujan untuk Indonesia. Berdasarkan data indeks bulanan Nino
3.4 pada gambar 8, menunjukkan bahwa frekuensi suhu permukaan lebih hangat
dari kondisi normal atau rata-ratanya lebih sering muncul setelah tahun 2000.
Indeks menunjukkan pada wilayah ini El Nino dan La Nina yang terjadi
hampir seimbang atau memiliki frekuensi yang hampir sama. ENSO dikatakan
terjadi apabila anomali yang terjadi +- 0.5. Pengukuran indeks dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan indeks bulanan dan dengan indeks rata-rata 3 bulanan. Pada
indeks rata-rata 3 bulanan dapat dilihat dari keseluruhan anomali diatas rata-rata
terdapat 3 kali kejadian yang tidak mencapai nilai 0.5, hal ini menunjukkan terjadi
anomali namun tidak mencapai kejadian El Nino. Begitu pula pada kejadian

anomali dibawah rata-rata, terdapat 3 kejadian yang tidak mencapai -0.5 sehingga
La Nina dikatakan tidak terjadi.
Indeks bulanan memiliki pola yang sama dengan indeks rata-rata 3
bulanan, hanya saja anomalinya cenderung lebih tinggi dengan periode yang lebih
cepat. Terdapat enam anomali diatas rata-rata yang kurang dari 0.5 namun
anomali tersebut tidak semuanya merupakan anomali yang sama yang terlihat
pada indeks rata-rata 3 bulanan karena pada indeks bulanan muncul empat
anomali yang tidak terdapat pada indeks rata-rata 3 bulanan. Anomali indeks
bulanan dibawah rata-rata juga menunjukkan peningkatan frekuensi dibanding
indeks rata-rata 3 bulanan yaitu terdapat 4 kali anomali kurang dari 0.5.

Gambar 9 Indeks bulanan Nino4

Gambar 10 Indeks moving average Nino4
Nino 4 merupakan indeks ENSO yang diukur pada 5 S – 5 N dan 160 E –
150 W. Dapat dilihat baik pada indeks rata-rata 3 bulanan maupun pada indeks
bulanan bahwa kejadian anomali dibawah rata-rata lebih besar dibanding diatas
rata-rata. Anomali dibawah rata-rata tertinggi pada indeks rata-rata 3 bulanan dan
indeks bulanan mencapai -2 sementara anomali diatas rata-rata tertinggi pada
indeks 3 bulanan hanya mencapai -1.2 dan pada indeks bulanan mencapai -1.3.

Namun periode La Nina lebih kecil dibandingkan periode kejadian El Nino.
Sama seperti indeks Nino 3.4, indeks Nino 4 juga memiliki pola yang
sama antara indeks rata-rata 3 bulanan dan indeks bulanan namun anomali
kejadian pada indeks bulanan lebih tinggi baik untuk El Nino maupun La Nina
dibandingkan indeks rata-rata 3 bulanan. Hal ini dikarenakanpada indeks rata-rata
3 bulanan yang digunakan adalah nilai rata-rata sehingga nilainya akan lebih
rendah dibanding nilai satuan.
Daftar Pustaka
Boer R, Faqih A, Ariani R. 2014. Relationship between Pacific and Indian Ocean
Sea Surface Temperature Variability and Rice Production, Harvesting Area
and Yield in Indonesia. Departememen Geofisika dan Meteorologi. Institut
Pertanian Bogor.
Boer R, Notodipuro KA dan Las I . 1999. Prediction of daily rainfall characteristic
from monthly climate indicate, Paper at second International conference on
science and technology for the Assesment of Global Climate Change and Its
impact on Indonesian Maritime Continent, 29 November-1 December 1999.
Estiningtyas W, Ramadhani F dan Aldrian E. 2007. Analisis Korelasi Curah Hujan
dan Suhu Permukaan Laut Wilayah Indonesia, serta Implikasinya untuk

Prakiraan Curah Hujan (Studi Kasus Kabupaten Cilacap). Jurnal Agromet

Indonesia. 21(2): 46-60.
Fadholi A. 2013. Studi Dampak El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap
Curah Hujan di Pangkalpinang. Jurnal Ilmu Lingkungan. 11(1): 43-50.
Hendon HH. 2003. Indonesian Rainfall Variability :Impacts of Enso and Local
Air-Sea Interaction. American Meteorology Society.
Ren Hong-Li, Jin Fei-Fei. 2010. Nino Indices for Two Types of ENSO.
Geophysical Research Letters. 38 (L04704): 1-5