Analisis Pemetaan Validasi Prediksi Curah Hujan Dengan Model Jaringan Syaraf Tiruan Dan Wavelet Menggunakan Arc View 3.3

(1)

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN

DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

WAVELET MENGGUNAKAN ARC VIEW 3.3

TESIS

Oleh

MULKAN ISKANDAR NASUTION

087026003/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN

DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF

TIRUAN DAN WAVELET MENGGUNAKAN

ARC VIEW 3.3

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Magister (S2) Ilmu Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MULKAN ISKANDAR NASUTION

087026003/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH

HUJAN DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF

TIRUAN DAN WAVELET MENGGUNAKAN

ARC VIEW 3.3

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2010

Mulkan Iskandar Nasution NIM. 08 70 26 003


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Mulkan Iskandar Nasution NIM : 087026003

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Excelusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF

TIRUAN DAN WAVELET MENGGUNAKAN ARC VIEW 3.3

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2010

Mulkan Iskandar Nasution NIM. 08 70 26 003


(5)

Telah diujikan pada Tanggal : 20 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc

2. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc 3. Prof. Muhammad Syukur, MS


(6)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Mulkan Iskandar Nasution, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Asahan, 04 April 1976

Alamat Rumah : Jln. Aman II No. 51 B Medan Instansi Tempat Bekerja : FKIP UISU Medan

Alamat Kantor : Jln. SM. Raja Teladan Medan Telepon/Faks : 081396421810

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN 060820 Medan Tamat : 1990 SMP : SMPN 3 Medan Tamat : 1993 SMA : SMAN 9 Medan Tamat : 1996 Strata-1 : FMIPA USU Medan Tamat : 2001 Strata-2 : Program Studi Magister Ilmu Fisika Tamat : 2010 FMIPA USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan karena berkat keyakinan, kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan-Nya membuat tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Drs. Nasir Saleh, M. Eng,Sc, Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng, Sc, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami serta Kepala dan Staf Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi


(8)

Klas I Sampali Medan atas bimbingan dan arahannya sehingga penelitian ini dapat selesai.

Kepada Ayahanda Jauhari Nasution, Ibunda Sarniah, Istriku Nurjannah Harahap, SE, anakku Muhammad Naufal Alif Nasution, abangda, kakanda, adinda serta seluruh keluargaku tersayang yang memberikan semangat dan dorongan bagi kami dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih saya ucapkan atas bantuan dan dukungannya kepada Ibu Dekan

FKIP UISU, Dra. Sahara Lubis, M.Sc dan Ketua Program Studi Matematika/Fisika Dr. Marwan, M.Si serta semua rekan-rekan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UISU Medan.

Kawan-kawan Program Studi Ilmu Fisika Univesitas Sumatera Utara angkatan 2008 khususnya Yeni Megalina, S.Pd, Ika Darsila Warni Situmorang, S.Pd, Fazli Mirwan, S.Pd, Hendri Irwandi, Zainuddin, S.Si yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami, Pegawai Administrasi Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara khususnya Bang Mulkan, Bang Dodi dan Bang Zul yang telah memperlancar administrasi selama penulis menempuh pendidikan, dan berbagai pihak yang banyak membantu kami yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


(9)

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih mempunyai kekurang, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Mei 2010


(10)

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN

DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

WAVELET MENGGUNAKAN ARC VIEW 3.3

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di pulau Sumatera yang kondisi cuaca dan iklimnya sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi daerah tersebut. Wilayah Sumatera Utara dibagi atas 6 (enam) wilayah hujan yang mana masing-masing wilayah hujan tersebut akan dilakukan pengujian untuk mendapatkan model prediksi yang paling baik digunakan pada masing-masing wilayah tersebut. Dalam pengujian ini menggunakan 2 model prediksi antara lain: Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana hasil validasi pengujian masing-masing wilayah hujan mempunyai keakuratan yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Dari hasil validasi model prediksi curah hujan menunjukkan model Jaringan Syaraf Tiruan cocok digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayah hujan 3, model Wavelet cocok digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayahan 2, sedangkan secara keseluruhan untuk wilayah Sumatera Utara, Wavelet lebih baik digunakan untuk memprediksi dibandingkan dengan model Jaringan Syaraf Tiruan. Kata Kunci: Curah hujan, Jaringan Syaraf Tiruan, Wavelet.


(11)

MAPPING ANALYSIS VALIDATION OF RAINFALL PREDICTION

WITH NEURAL NETWORKS AND MODELS

WAVELET USING ARC VIEW 3.3

ABSTRACT

North Sumatra is one of the provinces in the island of Sumatra that weather conditions and the climate is strongly influenced by topographical conditions of the area. North Sumatra is divided into 6 (six) regions where rainfall is the respective regions will be conducted rain testing to obtain the predictive models are best used in

each region. In this test the model prediction using the 2 others: Neural Network and Wavelet in

which the results of the validation test each area of rain has a different accuracy for each region. From the results of the validation of rainfall prediction models showed Neural Network model suitable for predicting rainfall in the rainy region 3, Wavelet models suitable for predicting rainfall in area 2, whereas for the whole region of North Sumatra, Wavelet better used to predict than with Neural Network model. Key words : Rainfall, Neural Network, Wavelet


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ..i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT………iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 . Pengertian Hujan...5

2.1.1. Tipe Hujan... 6

2.1.2. Distribusi Hujan ... 8

2.1.3. Alat Pengukur Curah Hujan ... 9

2.2 . Faktor yang mempengaruhi Curah Hujan ... 10

2.3. Model Jaringan Syaraf Tiruan... 14

2.4. Model Wavelet ... 21

2.5. Sistem Informasi Geografis dengan Arc View 3.3 ... 21

2.6. Validasi Prakiraan ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 28

3.1. Pelaksanaan dan Waktu Penelitian... 28

3.2. Bahan-bahan... 28

3.3. Rancangan Umum Penelitian... 28

3.4. Variabel yang diamati... ... 29

3.4.1. Data Curah Hujan... 29

3.4.2. Data Anomali SML dan SOI... 30

3.4.3. Data Validasi... 30

3.5. Normalisasi Data... 30

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...31

4.1. Prediksi Jaringa Syaraf Tiruan ... 31


(13)

4.1.2. Predikasi JST Pewilayahan 2 ... 32

4.1.3. Predikasi JST Pewilayahan 3 ... 32

4.1.4. Predikasi JST Pewilayahan 4 ... 33

4.1.5. Predikasi JST Pewilayahan 5 ... 34

4.1.6. Predikasi JST Pewilayahan 6 ... 34

4.2. Prediksi Wavelet ... 35

4.2.1. Predikasi Wavelet Pewilayahan 1 ... 35

4.2.2. Predikasi Wavelet Pewilayahan 2 ... 36

4.2.3. Predikasi Wavelet Pewilayahan 3 ... 36

4.2.4. Predikasi Wavelet Pewilayahan 4 ... 37

4.2.5. Predikasi Wavelet Pewilayahan 5 ... 38

4.2.6. Predikasi Wavelet Pewilayahan 6 ... 38

4.3. Validasi Hasil Prediksi Jaringa Syaraf Tiruan ... 39

4.3.1. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 1 ... 39

4.3.2. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 2 ... 40

4.3.3. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 3 ... 40

4.3.4. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 4 ... 41

4.3.5. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 5 ... 42

4.3.6. Validasi Hasil Predikasi JST Pewilayahan 6 ... 42

4.4. Validasi Hasil Prediksi Jaringa Wavelet ... 43

4.4.1. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 1 ... 43

4.4.2. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 2 ... 44

4.4.3. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 3 ... 44

4.4.4. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 4 ... 45

4.4.5. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 5 ... 46

4.4.6. Validasi Hasil Predikasi Wavelet Pewilayahan 6 ... 46

4.5. Analisis Validasi JST dan Wavelet ... 47

4.5.1. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Januari... 47

4.5.2. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Pebruari... 47

4.5.3. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Maret... 47

4.5.4. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan April ... 48

4.5.5. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Mei ... 48

4.5.6. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Juni... 48

4.5.7. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Juli... 48

4.5.8. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Agustus ... 49

4.5.9. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan September ... 49

4.5.10. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Oktober ... 49

4.5.11. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Nopember... 50


(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Indikator Kekuatan Berdasarkan Anomali ... 13 Tabel 2.2 Indikator Kekuatan Berdasarkan SOI ...13


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Pembagian Wilayah Indonesia Menurut Pola Hujan ... 9

Gambar 2.2 Alat Pengukur Curah Hujan Otomatis ... 10

Gambar 2.3 Konsep Pemodelan JST ... 14

Gambar 4.1 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 1... 31

Gambar 4.2 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 2... 32

Gambar 4.3 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 3... 33

Gambar 4.4 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 4... 33

Gambar 4.5 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 5... 34

Gambar 4.6 Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 6... 35

Gambar 4.7 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 1... 35

Gambar 4.8 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 2... 36

Gambar 4.9 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 3... 37

Gambar 4.10 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 4... 37

Gambar 4.11 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 5... 38

Gambar 4.12 Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 6... 39

Gambar 4.13 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 1 ... 40

Gambar 4.14 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 2 ... 40

Gambar 4.15 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 3 ... 41

Gambar 4.16 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 4 ... 41

Gambar 4.17 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 5 ... 42

Gambar 4.18 Validasi Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 6 ... 43

Gambar 4.19 Validasi Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 1 ... 44

Gambar 4.20 Validasi Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 2 ... 44

Gambar 4.21 Validasi Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 3 ... 45

Gambar 4.22 Validasi Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 4 ... 45

Gambar 4.23 Validasi Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 5 ... 46


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A Tabel Normalisasi Data Input dan Data Uji ... 55

Lampiran B Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 1 ... 56

Lampiran C Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 2 ... 57

Lampiran D Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 3 ... 58

Lampiran E Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 4 ... 59

Lampiran F Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 5 ... 60

Lampiran G Tabel Normalisasi Data Target Pewilayahan Hujan 6 ... 61

Lampiran H Peta Validasi JST Bulan Januari Di Sumatera Utara ... 62

Lampiran I Peta Validasi JST Bulan Pebruari Di Sumatera Utara ... 63

Lampiran J Peta Validasi JST Bulan Maret Di Sumatera Utara ... 64

Lampiran K Peta Validasi JST Bulan April Di Sumatera Utara ... 65

Lampiran L Peta Validasi JST Bulan Mei Di Sumatera Utara ... 66

Lampiran M Peta Validasi JST Bulan Juni Di Sumatera Utara ... 67

Lampiran N Peta Validasi JST Bulan Juli Di Sumatera Utara ... 68

Lampiran O Peta Validasi JST Bulan Agustus Di Sumatera Utara... 69

Lampiran P Peta Validasi JST Bulan September Di Sumatera Utara... 70

Lampiran Q Peta Validasi JST Bulan Oktober Di Sumatera Utara... 71

Lampiran R Peta Validasi JST Bulan Nopember Di Sumatera Utara... 72

Lampiran S Peta Validasi JST Bulan Desember Di Sumatera Utara... 73

Lampiran T Peta Validasi Wavelet Bulan Januari Di Sumatera Utara ... 74

Lampiran U Peta Validasi Wavelet Bulan Pebruari Di Sumatera Utara ... 75

Lampiran V Peta Validasi Wavelet Bulan Maret Di Sumatera Utara ... 76

Lampiran W Peta Validasi Wavelet Bulan April Di Sumatera Utara ... 77

Lampiran X Peta Validasi Wavelet Bulan Mei Di Sumatera Utara ... 78

Lampiran Y Peta Validasi Wavelet Bulan Juni Di Sumatera Utara ... 79

Lampiran Z Peta Validasi Wavelet Bulan Juli Di Sumatera Utara... 80

Lampiran AA Peta Validasi Wavelet Bulan Agustus Di Sumatera Utara... 81

Lampiran AB Peta Validasi Wavelet Bulan September Di Sumatera Utara... 82

Lampiran AC Peta Validasi Wavelet Bulan Oktober Di Sumatera Utara... 83

Lampiran AD Peta Validasi Wavelet Bulan Nopember Di Sumatera Utara... 84


(18)

ANALISIS PEMETAAN VALIDASI PREDIKSI CURAH HUJAN

DENGAN MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN

WAVELET MENGGUNAKAN ARC VIEW 3.3

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di pulau Sumatera yang kondisi cuaca dan iklimnya sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi daerah tersebut. Wilayah Sumatera Utara dibagi atas 6 (enam) wilayah hujan yang mana masing-masing wilayah hujan tersebut akan dilakukan pengujian untuk mendapatkan model prediksi yang paling baik digunakan pada masing-masing wilayah tersebut. Dalam pengujian ini menggunakan 2 model prediksi antara lain: Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana hasil validasi pengujian masing-masing wilayah hujan mempunyai keakuratan yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Dari hasil validasi model prediksi curah hujan menunjukkan model Jaringan Syaraf Tiruan cocok digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayah hujan 3, model Wavelet cocok digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayahan 2, sedangkan secara keseluruhan untuk wilayah Sumatera Utara, Wavelet lebih baik digunakan untuk memprediksi dibandingkan dengan model Jaringan Syaraf Tiruan. Kata Kunci: Curah hujan, Jaringan Syaraf Tiruan, Wavelet.


(19)

MAPPING ANALYSIS VALIDATION OF RAINFALL PREDICTION

WITH NEURAL NETWORKS AND MODELS

WAVELET USING ARC VIEW 3.3

ABSTRACT

North Sumatra is one of the provinces in the island of Sumatra that weather conditions and the climate is strongly influenced by topographical conditions of the area. North Sumatra is divided into 6 (six) regions where rainfall is the respective regions will be conducted rain testing to obtain the predictive models are best used in

each region. In this test the model prediction using the 2 others: Neural Network and Wavelet in

which the results of the validation test each area of rain has a different accuracy for each region. From the results of the validation of rainfall prediction models showed Neural Network model suitable for predicting rainfall in the rainy region 3, Wavelet models suitable for predicting rainfall in area 2, whereas for the whole region of North Sumatra, Wavelet better used to predict than with Neural Network model. Key words : Rainfall, Neural Network, Wavelet


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera yang mana posisi Sumatera Utara terletak pada garis 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Timur berbatasan dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan denga Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680 km2, Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara memiliki kondisi wilayah yang khas yang mana terbentang Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara hingga Selatan dan diapit oleh dua perairan yaitu Samudera Hindia dan Selat Malaka. Kondisi ini yang sangat mempengaruhi pola-pola cuaca dan iklim didaerah tersebut.

Sebagaimana Provinsi lainya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai dua musim yaitu: Musim Hujan periode Juli-Desember dan Musim Kemarau periode Januari-Juni. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat signifikan yang menunjang berbagai aspek seperti sektor pertanian, perkebunan, kesehatan dan lain-lain. Untuk memprediksi curah hujan ada beberapa metode yang telah dikembangkan antara lain : ARIMA, Regresi, ANFIS, Wavelet, Jaringan Syaraf Tiruan dan TISEAN


(21)

yang mana dari beberapa metode diatas akan divalidasi keakuratannya dan dipetakan secara spasial.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan suatu prediksi dengan mengetahui validasi tiap-tiap wilayah di Sumatera Utara dapat mempermudah untuk menentukan model apa yang akan digunakan untuk melakukan prediksi disuatu wilayah.

1.2 Perumusan Masalah

Sumatera Utara memiliki karakteristik pola hujan yang sangat khas karena wilayahnya dipengerahui oleh kondisi topografinya serta kondisi wilayahnya yang terdiri dari pegunungan dan dikelilingi oleh perairan yaitu: Samudra Hindia dan Selat Malaka, oleh karena itu untuk masing-masing wilayah yang mengalami perbedaan yang signifikan dan telah ditentukan pengelompokan curah hujannya serta masing-masing daerah tersebut telah diambil titik sampel untuk mewakili daerah tersebut maka titik-titik sampel yang menjadi sampel tersebut akan divalidasi berdasarkan model yang ada sehingga diketahui model mana yang paling akurat dalam memprediksi daerah tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penulisan ini mencakup antara lain:

1. Wilayah penelitian merupakan daerah hasil pengelompokan yang curah hujannya terjadi perbedaan yang sangat signifikan.


(22)

2. Wilayah penelitian adalah seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.

3. Model prediksi menggunakan Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Tranformasi Wavelet.

4. Untuk mengetahui keakuratan hasil prediksi dari model yang divalidasi dengan cara menghitung nilai korelasi.

1.4 Tujuan Penelitian

Tulisan ini mempunyai tujuan :

1. Melakukan pengujian Model Prediksi Curah Hujan Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet di beberapa lokasi pengamatan di Sumatera Utara,

2. Melakukan pemetaan spasial hasil validasi model prediksi berdasarkan pengelompokan wilayah hujan dengan menggunakan titik pengamatan sebagai data yang mewakili daerah tersebut.

3. Menentukan model prakiraan yang dianggap bagus untuk melakukan prediksi pada bulan-bulan tertentu di beberapa wilayah di Sumatera Utara.

1.5 Manfaat Penelitian

Tulisan ini mempunyai manfaat antara lain :

1. Mengetahui hasil validasi metode prediksi curah hujan di Sumatera Utara. 2. Dapat memetakan penyebaran hasil validasi model yang telah di evaluasi


(23)

3. Dapat dijadikan bahan acuan dalam melakukan prediksi di suatu wilayah kususnya di Sumatera Utara.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.

Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat


(25)

berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

2.1.1 Tipe Hujan

Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan factor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut :

a. Hujan Orografi

Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.


(26)

b. Hujan Konvektif

Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan.

c. Hujan Frontal

Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front. d. Hujan Siklon Tropis

Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.


(27)

2.1.2. Distribusi Hujan

Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1938), yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.

Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.

Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson (Gambar 2.1).


(28)

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tipe Lokal Tipe Equatorial Tipe Monsoon 0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0

100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

0 100 200 300 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Tipe Lokal

Tipe Equatorial

Tipe Monsoon

Gambar 2.1. Pembagian wilayah Indonesia menurut pola (Modified from DPI-Australia, 2002)

Curah hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran curah hujan dilakukan melalui alat yang disebut penakar curah hujan dan diukur setiap jam 07 pagi waktu setempat.

2.1.3. Alat Pengukur Curah Hujan

Presipitasi/hujan adalah suatu endapan dalam bentuk padat/cair hasil dari proses kondensasi uap air di udara yang jatuh kepermukaan bumi

Satuan ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau kg/m2 (mass/area) untuk precipitation bentuk cair. 1 mm hujan artinya adalah ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, apabila air hujan tersebut tidak mengalir, meresap atau menguap. Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin dibaca/dilaporkan dalam skala ukur 0.2 mm (apabila memungkinkan menggunakan resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain : pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT, pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam dengan merekam jejak


(29)

hujan menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebutdan dilakukan penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT, sedangkan pengukuran curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim kemonitor komputer berupa data sinyal yang telah diubah kedalam bentuk satuan curah hujan.

Gambar 2.2. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis

2.2. Faktor yang mempengaruhi curah hujan

Sebagai salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan


(30)

(Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local (McBride, 2002 dalam Hermawan, E.2007).

Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic dari variabilitas monsun (Ferranti 1997 dalam Aldrian 2003). Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003), sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia.

Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya. Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL) di Samudera Hindia tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika). Pada saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami


(31)

penurunan curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan dengan kondisi ini dikenal sebagai DM (-) (Ashok et al., 2001 Hermawan, E.2007). Hasil kajian yang dilakukan Saji. et al (2001 Hermawan, E.2007) menunjukkan adanya hubungan antara fenomena DM dengan curah hujan yang terjadi di atas Sumatera bagian Selatan sebesar -0,81. Selain itu, Banu (2003 Hermawan, E.2007) juga telah mengkaji adanya pengaruh DM terhadap curah hujan di BMI (Benua Maritim Indonesia) dan Gusmira (2005 Hermawan, E.2007) yang mengkaji dampak DM terhadap angin zonal dan curah hujan di Sumatera Barat. Seperti halnya di Sumatera Barat, analisis keterkaitan kejadian DM terhadap perilaku curah hujan yang tersebar di beberapa stasiun penakar curah hujan yang ada di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Dengan menggunakan lebih banyak data stasiun untuk kedua kawasan tersebut, diharapkan dapat dianalisis keadaan curah hujan di kawasan tersebut yang mewakili curah hujan sebenarnya terutama yang terjadi pada saat kejadian DM.

Untuk memprediksi kecenderungan yang akan terjadi pada periode mendatang adalah melihat tiga kemungkinan kejadian yaitu kondisi normal, ada El Nino atau kah muncul La Nina. Ada dua cara yang dapat dilakukan, pertama melihat prediksi anomali suhu muka laut (Sea Surface Temperatur Anomaly (SSTA)) Kriteria pada tabel 2.1 dan melihat Indeks Osilasi Selatan (Southern Ocilation Indeks (SOI)) dengan Tabel 2.2 yakni melihat nilai beda tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin.


(32)

Tabel 2.1. Indikator Kekuatan Berdasarkan Anomali Suhu Muka Laut

(Diolah dari Quinn, 1978)

Anomali Suhu Muka Laut (o C)

Kondisi ≥ 3 2 – 3 1 - 2 0 - 1.0 -1- -2 -2 - - 3 ≤ - 3 El Nino kuat Sedang lemah normal - - - La Nina - - - normal lemah sedang Kuat

Tabel 2.2. Indikator Kekuatan Berdasarkan SOI (Sumber : MMS (Malaysian Meteorological Service, 2001)) NILAI SOI (P TAHITI-P

DARWIN)

FENOMENA YANG AKAN TERJADI

Di bawah - 10 selama 6 bulan El Nino kuat

- 5 s/d - 10 selama 6 bulan El Nino lemah-sedang - 5 s/d + 5 selama 6 bulan Normal

+ 5 s/d + 10 selama 6 bulan La Nina lemah-sedang Di atas + 10 selama 6 bulan La Nina kuat

Osilasi Selatan pada dasarnya adalah peristiwa atmosfer berskala besar yang didefenisikan sebagai fluktuasi tekanan udara di atas Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Bila tekanan udara di Samudera Pasifik tinggi maka tekanan udara di daerah Samudera Hindia dari Afrika sampai Australia akan rendah dan begitu pula sebaliknya.

Keadaan ini berhubungan dengan suhu yang rendah di kedua daerah tersebut. Gejala ini diamati oleh Walker (1904) melalui pengamatan terhadap perilaku parameter atmosfer dan menemukan suatu gelombang tekanan berperiode panjang diantara India dan Australia dengan kawasan Amerika Selatan. Karena mempunyai gerak yang berosilasi maka Walker (1904) menyebutnya dengan Osilasi Selatan.

Peristiwa Osilasi Selatan ini terjadi karena adanya pertukaran massa udara antara belahan bumi utara dan selatan di daerah tropik dan subtropik.


(33)

2.3. Model Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah model sistem komputasi yang bekerja seperti sistem syaraf biologis pada saat berhubungan dengan 'dunia luar', nama jaringan syaraf tiruan merupakan terjemahan dari "Artificial Neural Network". Terjemahan yang diambil bukan jaringan syaraf buatan seperti dalam menterjemahkan Artificial Inteligent (AI). Penggunaan kata buatan dapat memberikan konotasi, bahwa manusia berusaha membuat jaringan syaraf aslinya. Padahal maksud dari JST adalah membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologis (Jong Jek Siang, 2005).

Menurut (Sri Kusumadewi,2003) Model JST yang digunakan dalam penelitian ini adalah arsitektur feedforward (umpan maju). Sedangkan konsep belajar yaitu algoritma belajar backpropagation momentum yang merupakan perkembangan dari algoritma belajar backpropagation standar.

Prinsip kerja dari JST adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang cara kerjanya memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan syaraf biologis. Sebagai ilustrasi, sistem JST dapat dijelaskan dengan Gambar 2.2.

Σ

Sum Fungsi Aktivasi (f) w j,i=1 w j,i=2

w j,i=3

w j,i= Np

x i=1

x i=2

x i=3

x i=Np

y j,k=1

y j,k=2

y j,k=3


(34)

Proses arus informasi dalam sistem JST di atas dimulai dari node-node input. Untuk mencerminkan tingkat kekuatan hubungan ini, digunakan faktor pembobot (weight), sehingga yang diterima oleh node-node di lapisan tersembunyi adalah signal terbobot (weigthed signal ) yaitu xiWj,i dimana Wj,i merupakan besaran bobot hubungan dari

node input i menuju node tersembunyi ke-j. Tiap neuron menerima signal output dari berbagai neuron lainnya dan mengeluarkan output nya dengan menghitung tingkat

(level) aktivitas yang masuk adalah :

== =i Np

i

i j i

j xW

I 1

, ... (2.1)

Jika input bersih cukup kuat untuk mengaktifkan node j, maka output dari node tersebut adalah :

( )

j j f I

y = ...(2.2) Dengan :

Np = jumlah node yang masuk dari lapisan sebelumnya ke node yang dituju

xi = signal input dari node input ke i=1, 2, ... , Np. Wj,i = besarnya bobot node ke i ke node j.

Ij = total signal bobot bersih yang masuk ke node j f = fungsi aktivasi

yj = signal output node j

Neuron-neuron dikelompokkan dalam lapisan-lapisan dimana neuron yang terletak pada lapisan yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Jaringan dengan banyak


(35)

lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi), Umumnya, ada lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan.

Arsitektur jaringan yang sederhana adalah jaringan layar tunggal yang menghubungkan langsung neuron-neuron pada layar input dengan neuron-neuron

pada layar output. Sedangkan arsitektur jaringan yang lebih kompleks terdiri dari layar input, beberapa layar tersembunyi dan layar output. Arsitektur seperti ini disebut juga jaringan layar jamak (Rumelhart, et al. 1986). Jaringan layar jamak lebih sering digunakan karena dapat menyelesaikan masalah yang lebih kompleks

dibandingkan jaringan layar tunggal, meskipun proses pelatihannya lebih komplek dan lebih lama (Haykin, 1999).

Pada Algoritma Quickpropagation dilakukan pendekatan dengan asumsi bahwa masing-masing bobot penghubung tidak terpengaruh oleh bobot yang lain. Perubahan

algoritma quickpropagation dirumuskan sebagai berikut: Wjibaru = Wjilama + C ( tjp – xjp ) ai

Dengan :

C = kecepatan belajar

tjp = nilai keluaran yang diinginkan unit j setelah diberikan pola p pada lapisan

masukan.

xjp = nilai keluaran yang dihasilkan unit j setelah diberikan pola p pada lapisan

masukan.


(36)

Hingga saat ini jaringan saraf tiruan telah memiliki beberapa aplikasi yang banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Aplikasi yang sering digunakan antara lain: a. Pengenalan

Jaringan saraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali beberapa pola seperti huruf, angka, suara, bahkan tanda tangan. Hal ini sangat mirip dengan otak manusia yang mampu mengenali seseorang, tentu saja yang pernah berkenalan dengan kita.

b. Pengolahan

sinyal Jaringan saraf tiruan (terutama model ADALINE (adaptive linear newton)) dapat digunakan untuk menekan derau (noise) dalam saluran telepon. c. Peramalan

Jaringan saraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang terjadi di masa depan berdasarkan pola yang terbentuk di masa lampau. Hal ini dapat dilakukan karena kemampuan jaringan saraf tiruan untuk mengingat dan membuat generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya.

Selain aplikasi-aplikasi yang telah disebutkan, jaringan saraf tiruan juga memiliki banyak aplikasi yang menjanjikan seperti dalam bidang kontrol, kedokteran, dan lain-lain. Akan tetapi hal yang perlu diingat adalah jaringan saraf tiruan juga memiliki beberapa keterbatasan. Pertama adalah ketidakakuratan hasil yang diperolah karena jaringan saraf tiruan bekerja berdasarkan pola yang terbentuk pada input yang diberikan. Jadi pada dasarnya jaringan saraf tiruan merupakan ilmu komputasi yang disebut soft computing dengan menggunakan otak manusia sebagai analoginya.


(37)

Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain :

a. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1.

Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai :

e x

x f

y σ

+ = = 1 1 ) (

Dengan : f'(x)=σf(x)[1− f(x)] b. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1

Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai :

x x e e x f y − + − = = 1 1 ) (

Dengan :

[

1 ( )

][

1 ( ) 2

) (

' x f x f x

f =σ + −

]

Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai :


(38)

x x x x e e e e x f y − + − = = ( ) Atau : x x e e x f y 2 2 1 1 ) ( − + − = =

Dengan : f'(x)=

[

1+ f(x)

][

1− f(x)

]

Jaringan neuron atau neural network (JST) menggambarkan sistem kerja jaringan syaraf, dimana terdapat beberapa lapis neuron, yang terdiri dari lapis masukan atau input lapis proses atau tengah (hidden layer) dan lapis keluaran atau output.

Tiap lapis neuron terdiri dari satu atau beberapa node. Dimana dalam masing masing node dilakukan pemrosesan atau pengolahan dari input yang akan keluar berupa output.

Algoritma backpropagation :

a. Masing-masing unit masukan (Xi, i = 1,….n) menerima sinyal masukan Xi dan

sinyal tersebut disebarkan ke unit-unit bagian berikutnya (unit-unit lapisan tersembunyi)

b. Masing-masing unit dilapisan tersembunyi dikalikan dengan faktor penimbang dan dijumlahkan serta ditambah dengan biasanya.

= − = + n i n oj

i V X v

in Z

1

1 (2.1)

Kemudian menghitung sesuai dengan fungsi aktifasi yang digunakan:


(39)

c. Masing-masing unit keluaran (yk., k = 1, 2, 3 …..m) dikalikan dengan faktor

penimbang dan dijumlahkan:

= − = + p p n oj

i W Z W

in Z

11

1 (2.3)

Menghitung kembali sesuai dengan fungsi aktifasi

yk = f (y_in1) (2.4) Back Propagasi dan Galatnya

d. Masing-masing unit keluaran (Yk, k =1,……m) menerima pola target sesuai

dengan pola masukan saat pelatihan / training dan dihitung galatnya:

δk = ( fk – yk) f (y_ink) (2.5)

Karena f’ (y_ink) = yk menggunakan fungsi sigmoid, maka:

F (y_ink) = f (y_ink) ( 1 – f (y_ink) (2.6)

Menghitung perbaikan faktor penimbang (kemudian untuk memperbaiki wjk).

Δ Wkj = α.δk. Z1 (2.7)

Menghitung perbaikan koreksi:

Δ Wok = α.δk (2.8)

Dan menggunakan nilai δk pada semua unit lapisan sebelumnya.

e. Masing-masing penimbang yang menghubungkan unit-unit lapisan keluaran dengan unit-unit pada lapisan tersembunyi (Zj, j = 1…,p) dikalikan delta dan

dijumlahkah sebagaimana masukan ke unit-unit lapisan berikutnya.

= ∂ = ∂ n k jk kW in 1 1


(40)

Selanjutnya dikalikan dengan turunan dari fungsi aktifasinya untuk menghitung galat. δ1 = δ_ in1f (y_in1) (2.10)

Kemudian menghitung perbaikan penimbang (digunakan untuk memperbaiki Vij). Δ Vy = αδ1 X1 (2.11)

Kemudian menghitung perbaikan bias (untuk memperbaiki Voj)

Δ Voj = αδ1 (2.12)

Memperbaiki penimbang dan bias

f. Masing-masing keluaran unit (yk, k = 1,…………m) diperbaiki bias dan

penimbangnya (j = 0, ……P).

Wjk (baru) = Vjk (lama) + Δ Vjk (2.13)

Masing-masing unit tersembunyi (Zj, j : 1,…….p) diperbaiki bias dan penimbangnya

( j=0,…..n).

Vjk (baru) Vjk (lama) + Δ Vjk (2.14)

g. Uji kondisi pemberhentian akhir iterasi.

2.4. Model Transformasi Wavelet

Transformasi wavelet merupakan alat yang ideal untuk mendeteksi fluktuasi-fluktuasi periodik yang bersifat transien dan juga parameter-parameternya, karena mampu memusatkan perhatian pada suatu rentang waktu terbatas dari data yang ada dan dapat mengambarkan proses dinamik nonlinear komplek yang diperlihatkan oleh interaksi gangguan dalam skala ruang dan waktu.


(41)

Transformasi wavelet dikembangkan sebagai pendekatan alternatif dari Short Term Fourier Transform untuk mengatasi masalah resolusi tersebut. Analisa Wavelet dilakukan dengan cara yang sama dengan analisa STFT, dalam pengertian bahwa sinyal (deret waktu) dikalikan dengan suatu fungsi, {\wavelet}, mirip dengan fungsi jendela STFT, dan transformasi dihitung secara terpisah untuk segmen-segmen yang berbeda dari sinyal domain waktu (Modul Desiminasi hasil-hasil LITBANG, 2007 dalam Wiryajaya.et.al, 2009).

2.5. Sistem Informasi Geografis dengan Arc View 3.3

Perangkat lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai dipasaran. Masing-masing perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang analisis informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah ArcView. ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Infrmasi geografi yang di keluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Intitute). ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya dengan bantuan extensions seperti spasial analyst dan image analyst


(42)

ArcView dalam operasinya menggunakan, membaca dan mengolah data dalam format Shapefile, selain itu ArcView jaga dapat memanggil data-data dengan format BSQ, BIL, BIP, JPEG, TIFF, BMP, GeoTIFF atau data grid yang berasal dari ARC/INFO serta banyak lagi data-data lainnya. Setiap data spasial yang dipanggil akan tampak sebagai sebuah Theme dan gabungan dari theme-theme ini akan tampil dalam sebuah view. ArcView mengorganisasikan komponen-komponen programnya (view, theme, table, chart, layout dan script) dalam sebuah project. Project

merupakan suatu unit organisasi tertinggi di dalam ArcView.

Salah satu kelebihan dari ArcView adalah kemampaunnya berhubungan dan berkerja dengan bantuan extensions. Extensions (dalam konteks perangkat lunak SIG ArcView) merupakan suatu perangkat lunak yang bersifat “plug-in” dan dapat diaktifkan ketika penggunanya memerlukan kemampuan fungsionalitas tambahan (Prahasta). Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat lunak yang dapat dibuat sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-instal) ke dalam perangkat lunak ArcView untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions ini seperti Spasial Analyst, Edit Tools v3.1, Geoprocessing, JPGE (JFIF) Image Support, Legend Tool, Projection Utility Wizard, Register and Transform Tool dan XTools Extensions ( 2010a).

Sistem Informasi Geografis (GIS) merupakan suatu bidang kajian ilmu yang relatif baru yang dapat digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu sehingga berkembang


(43)

dengan sangat cepat. Secara umum, satu fungsi dari GIS yang sangat penting adalah kemampuan untuk menganalisis data, terutama data spasial yang kemudian menyajikannya dalam bentuk suatu informasi spasial berikut data atributnya (Imantho. 2004).

Berbagai macam fungsi analisis dapat dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3, termasuk diantaranya spasial analisis, 3D analisis, network analisis dan sebagainya. Dalam studi kajian ini proses dan modeling dilakukan dengan pendekatan rasterisasi (grid) dalam pemodelan spasial analisis. Spasial analisis mempunyai fungsi untuk menghitung suatu kerapatan dengan membuat grid bersifat kontinyu dimana setiap selnya mengandung informasi jumlah per satuan luas.

Komponen utama dalam analisis spasial adalah theme grid dimana layer geografis yang ditampilkan kenampakan objek dalam bentuk segi empat (sel) pada view. Setiap sel (piksel) menyimpan nilai numerik yang mengekspresikan informasi geografis yang diwakili. Theme grid yang menyimpan nilai integer tersebut dapat dihubungkan dengan tabel. Sel yang mempunyai nilai sama akan memiliki nilai atribut yang sama. Untuk membuat theme grid kontinyu dari data titik shapefile terdapat fasilitas interpolasi grid. Proses interpolasi adalah mengisi kekosongan data dengan menggunakan metoda tertentu dari satu kumpulan data untuk menghasilkan sebaran yang kontinyu. Sebuah interpolasi data hujan di masing-masing stasiun digunakan untuk memperoleh grid kontinyu data curah hujan yang selanjutnya dapat dibuat peta isohyet, dan sebagainya (Nuarsa, 2005).


(44)

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (As-Syakur , 2008).

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.

Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti


(45)

2.6. Validasi Prakiraan

Validasi dapat diterapkan pada berbagai model prakiraan karena pada dasarnya data yang dipakai dalam proses validasi adalah sama, yaitu observasi (data real) dan hasil prakiraan.

Validasi dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut :

Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien (dinotasikan dengan r) yang menunjukkan hubungan (linear) relatif antara dua variabel. Dalam validasi hasil prakiraan, dua variabel yang dimaksud adalah observasi atau data real (dinotasikan dengan Y) dan hasil prediksi (dinotasikan dengan Yˆ).

Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan :

= = = − − − − = n i i n i i n i i i Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y r 1 2 1 2 1 ˆ ) ˆ ˆ ( ) ( ) ˆ ˆ )( (

... ...(2.15)

dengan Y

Y

r ˆ = koefisien korelasi antara observasi (data real) dengan hasil prakiraan

i

Y = observasi (data real) pada periode ke– dengan i i=1,2,L,n Y = nilai rata–rata observasi (data real)

i

Yˆ = hasil prakiraan pada pada periode ke–i dengan i=1,2,L,n

Yˆ = nilai rata–rata hasil prakiraan


(46)

Nilai korelasi berkisar antara -1 sampai dengan +1.

Secara umum interpretasi nilai korelasi dijelaskan sebagai berikut :

1 __________ 5 . 0 __________ 0 __________ 5 . 0 __________

1 − + +

144424443 1424 434 1424 434 144424443 kuat positif korelasi lemah positif korelasi lemah negatif korelasi kuat negatif korelasi

Untuk validasi hasil prakiraan dengan menggunakan koefisien korelasi, semakin kuat korelasi maka semakin bagus hasil validasi (semakin tinggi tingkat akurasi prakiraan).(Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007).

2.7. Normalisasi Data

Fungsi yang digunakan adalah fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai :

x x x x e e e e x f y − + − =

= ( ) (2.16)

sehingga data harus di normalisasi pada rentangan [-1 1]. Poses normalisasi data ditentukan dengan persamaan: 1 min) max ( min) ( 2 − − − = X X X Xn y (2.17)

Dimana y merupakan data hasil normalisasi, Xn merupaka data asli, Xmax dan Xmin


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan dan Waktu Penelitian

Untuk mendapatkan data dukung beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Klas I Medan.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain: 1. Komputer/Laptop untuk membantu dalam mengolah data. 2. Software Sistem Informasi Geografis (SIG) Arc View 3.3.

3. Data curah hujan bulanan 6 stasiun hujan yang tersebar diwilayah Sumatera Utara.

4. Pengolahan Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan dengan Matlab R2007a.

5. Sedangkan pengolahan Transformasi Wevelet menggunakan aplikasi Hy BMG 2.0.

3.3 Rancangan Umum Penelitian

Rancangan umum penelitian yang akan dilakukan antara lain:

1. Melakukan pengumpulan data sebagai data dukung dalam melakukan pengolahan.


(48)

2. Melakukan validasi model prediksi jaringan syaraf tiruan dan wavelet di beberapa titik pengamatan yang diambil,

3. Melakukan spasialisasi hasil validasi metode.

3.4. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah curah hujan bulanan 6 stasiun/pos pengamat curah hujan serta beberapa nilai indeks fenomena global yang sengat berpengaruh terhadap pola dinamika cuaca di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.

3.4.1. Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data curah hujan yang mewakili dari hasil pewilayahan hujan yang ada di Sumatera Utara dimana antara lain: pewilayahan hujan 1 di wakili oleh Stasiun Meteorologi Pinangsori, pewilayahan hujan 2 di wakili oleh Pos Hujan Pangururan, pewilayahan hujan 3 di wakili oleh Stasiun Klimatologi Sampali, pewilayahan hujan 4 di wakili oleh Stasiun Nias, pewilayahan hujan 5 di wakili oleh pos hujan Sidamanik dan pewilayahn hujan 6 di wakili oleh pos hujan Gabehutaraja.

Data-data curah hujan bulanan stasiun dan pos hujan yang digunakan antara lain dari tahun 1986 hingga 2003 yang mana data tersebut digunakan sebagai data target dalam melakukan analisis prediksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran B, C, D, E, F dan G.


(49)

3.4.2. Data Anomali Suhu Muka Laut dan Indek Osilasi Selatan

Data Indeks Osilasi selatan dan Anomali Suhu Muka Laut daerah Nino.3.4 merupakan data yang digunakan sebagai data input dan data uji dalam melakukan analisis prediksi. Data input menggunakan data dari tahun 1986-2003 sedangkan data uji menggunakan data 2004-2009. Untuk lebih jelasnya hasil normalisasi data input dan data uji dapat dilihat pada Lampiran A. Sumber data yang yang digunakan adalah

dari hasil unduhan website: http://www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml untuk data time series Indeks Osilasi Selatan (IOS) dan hasil unduhan website

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/nino34.mth.ascii.txt untuk data time series anomali suhu muka laut daerah Nino 3.4.

3.4.3. Data Validasi

Data validasi adalah data hasil prediksi model Jaringan Syaraf Tiruan dan Transformasi Wavelet serta dikorelasikan dengan data actual yang ada sehingga diketahui keakuratan metode yang sedang diujikan. Validasi model yang diujikan selama 6 tahun kebelakang yaitu tahun 2004 hingg 2009.


(50)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Prediksi Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan merupakan salah satu model yang digunakan dalam penelitian ini. Model tersebut digunakan untuk memprediksi curah hujan dibeberapa pewilayahan hujan yang ada di Sumatera Utara, hasil prediksi masing-masing pewilayahan hujan tersebut antara lain:

4.1.1. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 1

Pewilayahan hujan 1 di wakili oleh Stasiun Pinangsori yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juli dengan potensi curah hujan hingga 2000 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 500 – 1000 mm perbulannya. Lihat gambar 4.1.


(51)

4.1.2. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 2

Pewilayahan hujan 2 di wakili oleh Pos Hujan Pangururan yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 800 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 300 – 700 mm perbulannya. Lihat gambar 4.2.

Gambar 4.2. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 2

4.1.3. Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 3

Pewilayahan hujan 3 di wakili oleh Stasiun Sampali yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 3 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober dan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 700 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 100 – 550 mm perbulannya. Lihat gambar 4.3.


(52)

Gambar 4.3. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 3 4.1.4. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 4

Pewilayahan hujan 4 di wakili oleh Stasiun Nias yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 4 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan April dan Oktober dengan potensi curah hujan hingga 720 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 150 – 550 mm perbulannya. Lihat gambar 4.4.


(53)

4.1.5. Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 5

Pewilayahan hujan 5 di wakili oleh Pos Hujan Sidamanik yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 5 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober dengan potensi curah hujan hingga 1100 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 200 – 800 mm perbulannya. Lihat gambar 4.5.

Gambar 4.5. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 5 4.1.6. Prediksi JST pada Pewilayahan Hujan 6

Pewilayahan hujan 6 di wakili oleh Pos Hujan Gabehutaraja yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 6 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September dengan potensi curah hujan hingga 1150 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 200 – 800 mm perbulannya. Lihat gambar 4.6.


(54)

Gambar 4.6. Prediksi JST pada pewilayahan hujan 6 4.2. Prediksi Wavelet

4.2.1. Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan

Pewilayahan hujan 1 di wakili oleh Stasiun Pinangsori yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 1 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 680 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 100–600 mm perbulannya. Lihat gambar 4.7.


(55)

4.2.2. Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 2

Pewilayahan hujan 2 di wakili oleh Pos Hujan Pangururan yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 2 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 440 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 50–390 mm perbulannya. Lihat gambar 4.8.

Gambar 4.8. Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 2 4.2.3. Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 3

Pewilayahan hujan 3 di wakili oleh Stasiun Sampali yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 3 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September dengan potensi curah hujan hingga 340 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 60–300 mm perbulannya. Lihat gambar 4.9.


(56)

Gambar 4.9. Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 3 4.2.4. Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 4

Pewilayahan hujan 4 di wakili oleh Stasiun Nias yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 4 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Nopember dengan potensi curah hujan hingga 440 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 120–400 mm perbulannya. Lihat gambar 4.10.


(57)

4.2.5. Prediksi Wavelet pada Pewilayahan Hujan 5

Pewilayahan hujan 5 di wakili oleh Pos Hujan Sidamanik yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 5 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober dengan potensi curah hujan hingga 350 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 100–320 mm perbulannya. Lihat gambar 4.11.

Gambar 4.11. Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 5 4.2.6. Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 6

Pewilayahan hujan 6 di wakili oleh Pos Hujan Gabehutaraja yang mana terlihat dari hasil prediksi curah hujan menggunakan model Wavelet ini menunjukkan bahwa pada daerah pewilayahan hujan 6 potensi curah hujan maksimum terjadi pada bulan September, Nopember dan Desember dengan potensi curah hujan hingga 330 mm, sedangkan pada bulan-bulan yang lain potensi currah hujan masih berkisar 50– 300 mm perbulannya. Lihat gambar 4.12.


(58)

Gambar 4.12. Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 6

4.3. Validasi Hasil Prediksi Jaringan Syaraf Tiruan

Prediksi model Jaringan Syaraf Tiruan dari tahun 2004 hingga 2009 untuk masing-masing pewilayahan hujan di Sumatera Utara akan divalidasi dengan membandingkan prediksi dengan data aktual, sehingga diketahui nilai korelasi atau hubungan hasil prediksi dengan data yang aktual.

4.3.1. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 1

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 1 menunjukkan bahwa nilai korelasi baik terdapat pada bulan Januari dan Maret dengan nilai korelasi -0,79 dan 0.79. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.13.


(59)

Gambar 4.13. Validasi JST pada pewilayahan hujan 1 4.3.2. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 2

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 2 menunjukkan bahwa nilai korelasi baik terdapat pada bulan Januari, Mei, Juli, September, dan Nopember dengan nilai korelasi -0.66, -0.73, 0.69, 0.84 dan 0.57. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.14. Validasi JST pada pewilayahan hujan 2 4.3.3. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 3

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 3 menunjukkan bahwa nilai korelasi baik terdapat pada bulan


(60)

Pebruari, Maret, Mei, September, Oktober dan Nopember dengan nilai korelasi -0.51, 0.85, -0.72, 0.54, -0.63 dan -0.94. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.15. Validasi JST pada pewilayahan hujan 3 4.3.4. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 4

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 4 menunjukkan bahwa nilai korelasi baik terdapat pada bulan Agustus dan September dengan nilai korelasi -0.59 dan 0.76. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.


(61)

4.3.5. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 5

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 5 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Mei, September dan Oktober dengan nilai korelasi 0.63, 0.71 dan 0.61. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4.17. Validasi JST pada pewilayahan hujan 5 4.3.6. Validasi Hasil Prediksi JST pada pewilayahan hujan 6

Hasil validasi prediksi Jaringa Syaraf Tiruan dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 6 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Januari, April dan September dengan nilai korelasi 0.63, -0.76 dan 0.51. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.


(62)

Gambar 4.18. Validasi JST pada pewilayahan hujan 6 4.4. Validasi Hasil Prediksi Wavelet

Prediksi model Wavelet dari tahun 2004 hingga 2009 untuk masing-masing pewilayahan hujan di Sumatera Utara akan divalidasi dengan membandingkan prediksi dengan data aktual, sehingga diketahui nilai korelasi atau hubungan hasil prediksi dengan data yang aktual.

4.4.1. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 1

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 1 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Maret, Mei, Juli dan Nopember dengan nilai korelasi -0.54, 0.70, -0.52 dan -0.58 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.


(63)

Gambar 4.19. Validasi Wavelet pada pewilayahan hujan 1 4.4.2. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 2

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 2 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Januari, April, Juli, September, Oktober dan Desember dengan nilai korelasi -0.91, 0.54, 0.79, 0.62, 0.67, 0.94 dan 0.67. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.20.

Gambar 4.20. Validasi Wavelet pada pewilayahan hujan 2 4.4.3. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 3

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 3 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Pebruari,


(64)

April dan September dengan nilai korelasi -0.56, -0.69 dan -0.65. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.21.

Gambar 4.21. Validasi Wavelet pada pewilayahan hujan 3 4.4.4. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 4

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 4 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Maret, Juli dan Oktober dengan nilai korelasi -0.57, -0.95 dan -0.59. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.


(65)

4.4.5. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 5

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 5 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Mei, Juni, Oktober dan Nopember dengan nilai korelasi 0.69, 0.75, -0.60 dan -0.60. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.23.

Gambar 4.23. Validasi Wavelet pada pewilayahan hujan 5 4.4.6. Validasi Hasil Prediksi Wavelet pada pewilayahan hujan 6

Hasil validasi prediksi Wavelet dengan data aktual untuk daerah pewilayahan hujan 6 menunjukkan bahwa nilai korelasi tertinggi terdapat pada bulan Januari, Pebruari, April dan Desember dengan nilai korelasi -0.86, 0.77, 0.53, -0.82. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.24.


(66)

Gambar 4.24. Validasi Wavelet pada pewilayahan hujan 6

4.5. Analisis Validasi JST dan Wavelet

4.5.1. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Januari

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Januari nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 1, pewilayahan hujan 2 dan pewilayahan hujan 6 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayah hujan 2 dan pewilayahan hujan 6 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran H dan Lampiran T.

4.5.2. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Pebruari

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Pebruari nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 3 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 6 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran I dan Lampiran U.


(67)

4.5.3. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Maret

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Maret nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 1 dan pewilayah hujan 3 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 4 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran J dan Lampiran V.

4.5.4. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan April

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan April nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 6 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 2, pewilayahan hujan 3 dan pewilayahan hujan 6 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran K dan Lampiran W.

4.5.5. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Mei

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Mei nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 2, pewilayahan hujan 3 dan pewilayahan hujan 5 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 1 dan pewilayahan hujan 5 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran L dan Lampiran X.

4.5.6. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Juni

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Juni nilai validasi untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan tidak ada dalam kategori baik dan untuk Model Wavelet nilai validasi terbaik pada pewilayahan hujan 5. Peta dapat dilihat pada Lampiran M dan Lampiran Y.


(68)

4.5.7. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Juli

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Juli nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 2 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 1, pewilayahan hujan 2 dan pewilayahan hujan 4 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran N dan Lampiran Z.

4.5.8. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Agustus

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Agustus nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 4 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 4 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran O dan Lampiran AA.

4.5.9. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan September

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan September nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 2, pewilayahan hujan 3, pewilayahan hujan 4, pewilayahan hujan 5 dan pewilayahan hujan 6 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahn hujan 2, pewilayahan hujan 3 dan pewilayahan hujan 5 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran P dan Lampiran AB.

4.5.10. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Oktober

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Oktober nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 3 dan


(69)

pewilayahan hujan 5 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 4 dan pewilayahan hujan 5 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran Q dan Lampiran AC.

4.5.11. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Nopember

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Nopember nilai validasi terbaik terjadi pada pewilayahan hujan 3 untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan dan pewilayahan hujan 1 dan pewilayahan hujan 5 untuk Model Wavelet. Peta dapat dilihat pada Lampiran R dan Lampiran AD.

4.5.12. Analisis Validasi JST dan Wavelet Bulan Desember

Dari hasil validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dimana pada bulan Desember nilai validasi untuk Model Jaringan Syaraf Tiruan tidak ada dalam kategori baik dan untuk Model Wavelet nilai validasi terbaik pada pewilayahan hujan 1, pewilayahan hujan 2, pewilayahan hujan 5 dan pewilayahan hujan 6. Peta dapat dilihat pada Lampiran S dan Lampiran AE.


(70)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Validasi model-model prediksi curah hujan memiliki keakuratan yang berbeda-beda untuk masing-masing pewilayahan hujan di Sumatera Utara. 2. Berdasarkan hasil validasi, Model Jaringan Syaraf Tiruan dan Wavelet dapat

digunakan untuk memprediksi curah hujan di Sumatera Utara.

3. Dari hasil validasi, model Jaringan Syaraf Tiruan sangat baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayahan hujan 3, sedangakan model Wavelet sangat baik digunakan untuk memprediksi curah hujan pada pewilayahan hujan 2.

4. Secara umum dari hasil validasi model-model yang ada menunjukkan bahwa untuk wilayah Sumatera Utara untuk masing-masing pewilayahan hujan Model Wavelet lebih baik dibandingkan Model Jaringan Syaraf Tiruan.

5.2. SARAN

1. Sebaiknya penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan validasi beberapa model prediksi sehingga tidak hanya membandingkan 2 (dua) model saja.


(71)

2. Sebaiknya penelitian ini dikembangkan lagi dengan melakukan penambahan data validasi prediksi untuk masing-masing model.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membahas hasil validasi terhadap pewilayahan hujan yang ada dan apa pengaruhnya terhadap kondisi geografi, vegetasi, tataguna lahan dan tutupan lahan untuk masing-masing pewilayahan hujan tersebut.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

As-Syakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem

Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan.

Proseding PIT XVII MAPIN. pp 1-11

Barus B., dan U.S. Wiradisastra, 2000, Sistem Informasi Geografi, Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Bayong,Tj.H.K. 2004. Klimatatologi. ITB. Bandung.

Boerema, J. 1938. Rainfall Types in Nederlands Indie. Verhandelingen No. 18. DPI-Australia, 2002. The effects of the Southern Oscillation and El Nino on Australia, Information series 2002. Depatment of Primary Industries, Queensland Government

Fu L, 1994. Neural Network In Computer Intelligence. Mc Grawl Hill. New York. San Fransisco. Auckland. Bogota. Caracas. Lisbon. London. Mexico City. Milan. Montreal. New Delhi. San Juan. Singapore. Sydney. Toronto, 1994. Handoko. 1995. Klasifikasi Iklim. Di dalam : Handoko, editor. Edisi Kedua. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haykin, S. 1999. Neural Network, a Comprehensive Foundation. Prentice Hall. New

Jersey. 

Hermawan, E. 2007. Pengaruh Kejadian Dipole Mode Terhadap Variabilitas Curah Hujan di Sumatera Barat dan Selatan. Makalah di seminarkan pada acara joint CEOP/IGWCO Planning Meeting 12-17 Maret 2007 di Natonal Academy of Science, Wasingthon, DC, USA

Imantho, H. 2004. Materi Diklat dalam Pelatihan Dosen Tentang Teknologi Informasi Untuk Manajemen Sumber Daya Alam. Bogor, 9-21 Agustus 2004. Jang J. S R, Sun C T, dan Mitzutani E. Neuro-Fuzzy and Soft Computing.

Acomputational Approach to Learning and Mchine Intelligence. Matlab Currículo Series. Prentice-Hall Internacional Inc, 1997.


(73)

Jong Jek Siang, Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemogramannya Menggunakan Matlab, Andi Offset,Yogyakarta, 2005.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta.

Modul, 2007. Desiminasi Hasil LITBANG BMG. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Nuarsa, I.W. 2005. Menganalisis Data Spasial dengan ArcView GIS 3.3 Untuk Pemula. Gramedia. Jakarta.

Rumelhart, D.E, G.E. Hinton dan J.L. Mc Cleland. Parallel Distributed Processing. The MIT Press, 1988. 

Sri Kusumadewi, “Artificial Intelengence (Teknik dan Aplikasinya) ”, Edisi Pertama, Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu, 2003.

Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007. Modul Akurasi Prakiraa Musim. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Sutamto, 2007. Modul Diklat Klimatologi dan Kualitas Udara. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Suyanto., 2008. Soft Computing Membangun Mesin Ber-IQ Tinggi. Penerbit Informatika. Bnadung.

Wiryajaya,I.N, Purbawa I.G.A, Putra.M.D.J. Validasi Spasial Model ARIMA, Wavelat dan TISEAN Untuk Prakiraan Hujan Di Bali. Buletin Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Vol 5 No. 4 Desembaer 2009 Hal. 353-368.

( 2010a). http://www.bom.gov.au/climate/current/soihtm1.shtml untuk data Indeks Osilasi Selatan

( 2010b).http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/nino34.mth.ascii.txt untuk data anomaly suhu muka laut.

( 2010c). Arc View. http://mbojo.wordpress.com/2007/04/11/arcview-gis/. Diakses Tanggal 12 Mei 2010. Jam 1.40 PM.


(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(93)

(94)

(95)

(96)

(97)

(98)

(99)

(100)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)