Edward W. Said dan Kritik terhadap Kesarjanaan Barat dalam Orientalism

Edward W. Said dan Kritik terhadap Kesarjanaan Barat dalam Orientalism

Abdul Muis

Runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmani serta koalisi bersama Jerman di Perang Dunia justru semakin memperparah keadaan, sehingga praktik kolonialisasi Barat terhadap Timur semakin merajalela. Saudi Arabia yang berusaha membebaskan diri justru dipatahkan oleh Turki. Libanon dan Palestina dirampas Inggris. Tahun 1789 Napoleon datang ke Mesir, lalu Belanda mendarat di Malaka tahun 1602. Inggris dan Perancis pun berebutan tanah kekuasaan di Afrika. Hingga pada tahun 1914, wilayah Timur menjadi lahan subur adikuasa Barat. Pada Abad ke-18 Eropa mulai masuk menembus perekonomian dan politik. Sejalan dengan itu pula, negara-negara Eropa seperti Inggris, Belanda dan Perancis saling berebut tanah kekuasaan di negara-negara yang berpenduduk Islam, seperti India, dan sebelah tenggara Asia, termasuk Indonesia. 423

Abad ke-19, adalah abad di mana orientalis mencapai puncaknya dalam membentuk kebudayaan Barat. Orientalis mengkaji hampir semua disiplin ilmu seperti eksotika, ekonomi, historis, dan teks politik. Secara umum, orientalisme telah berhasil menjadi bagian signifikan dari kemajuan budaya dan peradaban Barat. Kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah fakta sejarah sekian puluh tahun lalu yang tak bisa dibantah. Kolonialisme pada mulanya adalah penguasaan rempah rempah dan hasil bumi untuk memperkaya negeri penjajah dalam meluaskan kekuasaannya. Inggris, Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis adalah sebagian dari negeri penjajah itu. Mereka menjarah dan menguasai. Tak salah jika tujuan penguasaan Barat atas timur disimbolkan pertama dengan gold, selain gospel dan glory.

Kebijakan politik etis: edukasi, irigasi, dan transmigrasi, sebetulnya adalah sebentuk hegemoni yang diluncurkan pemerintah kolonial Belanda untuk meredam bangsa pribumi. Politik etis dirancang agar tingkah laku inlander sesuai dengan apa yang dikehendaki. Selanjutnya, kolonialisme berganti menjadi orientalisme. Tepatnya, orientalisme adalah bentuk halus dari penguasaan gaya baru di jaman yang lebih maju. Edward W. Said dalam magnus opus-nya, Orientalism, menjelaskan tentang bagaimana Barat mengatur kehidupan timur dengan melacak akar historis, etnografis, antropologis, bahasa, adat istiadat dan lain-lain, kemudian memberi stereotype terhadapnya. 424 Buku ini secara nyata menunjukkan bahwa Timur yang dikaji adalah hasil dari imajinasi geografis yang dilakukan Barat sebagai objek pengkaji. Said menyebutnya sebagai

423 424 http://khoirulfuadi.blogspot.com/2010/10/pemikiran-edward-said-kolonilaisasi.html Said, Edward. 1979. Orientalism. New York : Vintage Books dalamwww.edelmensch.blogspot.com

“orientalisme”, dalam konteks keindonesiaan kita menyebutnya sebagai “kajian ketimuran”.

Biografi Edward Said

Nama Lengkap Edward Said ialah Edward William Said. Edward Said Lahir 1 November 1935 di Yerusalem. Ia seorang Kristen Palestina. Ayahnya bernama Wadie Said, seorang warga negara Amerika Serikat kelahiran Yerusalem. Ayahnya, seorang pengusaha Arab yang makmur dan pernah bertugas dalam Perang Dunia I di bawah pimpinan Jenderal Pershing. Ibunya bernama Hilda, lahir di Nazaret- Lebanon dan juga seorang Protestan. 425

Said memulai pendidikan formalnya di GPS (Gezira Preparatory School) di Lebanon. Sedangkan pendidikan rohaninya ia dapatkan di Gereja All Saints’ Cathedral, pada masa kecil dan remajanya. Pada tahun 1937, Said dikirim oleh orang tuanya ke Kairo untuk belajar di Victoria College, sebuah sekolah elite di Timur Tengah. 426 Hampir semua guru- guru di sana orang Inggris, sehingga Said dalam waktu yang tidak lama mampu menguasai bahasa Inggris dan dengan pendidikan yang benar-benar bergaya Inggris. Said juga dapat mengerti tentang kebudayaan-kebudayaan Inggris. Setelah menekuni pembelajaran di Kairo, Said melanjutkan studinya di Sekolah Gunung Hermon, sebuah sekolah persiapan Perguruan Tinggi Swasta di Massachusetts pada tahun 1951. Said belajar tentang bahasa dan teori-teori sastra. Said bukan hanya fasih dalam bahasa Inggris, melainkan juga fasih berbahasa Perancis dan Arab. Pada tahun 1957, Said mendapat gelar Bachelor of Arts di Princeton University. Gelar Master of Arts di dapat pada tahun 1960, sedangkan gelar Ph.D. didapat pada tahun 1964 dalam Sastra Inggris dari Universitas Harvard.

Di Tahun 1963, Said bergabung di Universitas Coloumbia pada bagian Departemen dan Perbandingan Sastra Inggris. Pada Tahun 1977, Said menjadi Profesor Parr bahasa Inggris dan Sastra Perbandingan di Columbia, kemudian menjadi Old Dominion, sebuah Yayasan Profesor dalam bidang Humaniora. Selain menjadi Profesor di Universitasnya, ia juga menjadi profesor tamu di Universitas Yale. Pada tahun 1992, ia mencapai pangkat Profesor Universitas, posisi akademik tertinggi di Columbia. 427 Dia tinggal di dekat kampus Colosseum di Riverside Drive. Said juga menjabat sebagai Presiden dari Modern Language Association , editor Jurnal triwulanan Arab Study, dan merupakan anggota dari American Academy of Arts and Knowledge, Dewan eksekutif PEN dalam di Royal Society of Literature, 428 dan American Philosophical Society. 429

Said adalah penulis yang produktif. Ia dikenal sebagai ahli sastra perbandingan (comparative literature) di Colombia University. Sebagian besar buku-bukunya

425 http://nusantaracentre.wordpress.com/2009/02/11/peran-intelektual-bedah-pemikiran-edward-said/ 426 http://menyempal.wordpress.com/kajian-pemikiran/edward-said-menafsir-ulang-hubungan-barat-dan-timur/ 427 Edward Said, “Antara Dunia” , London Review of Books, 7 Mei 1998. 428 Oleg Grabar, Edward Said, Bernard Lewis, "Orientalisme: Sebuah Bursa" , New York Review of Books, Vol. 29, No 13, tanggal 12 Agustus 1982.

429 Amritjit Singh, Wawancara Dengan Edward W. Said (Oxford: 2004), 19 & 219.

berkaitan dengan masalah Timur Tengah, semisal Orientalism (1978), The Question of Palestine (1979), Covering Islam: How the Media and the Experts Determine How We See the Rest of the World (1981), The Politics of Dispossession (1994), dan Peace and Its Discontents: Essays on Palestine in the Middle East Peace Process (1995). Sedang buku- buku Said lainnya adalah The World, the Text, and the Critic (1983), Nationalism, Colonialism, and Literature: Yeats and Decolonization (1988), Musical Elaborations (1991), dan Culture and Imperialism (1993), dan memoar pribadinya yaitu Out of Place (1999).

Motivasi

Sebagai seorang intelektual Barat keturunan Arab, Edward W. Said tidak luput dalam memberikan perhatiannya kepada permasalahan pencaplokan tanah leluhurnya oleh Israel. Konflik antara Israel dan Palestina yang sudah berlangsung lama membuat Said menjadi intelektual yang diakui sebagai seorang yang mendukung penentangan terhadap perampasan tersebut. Said dianggap oleh kaum zionis sebagai ‘profesor teroris’ lantaran dukungannya kepada warga Palestina. Said melalui karyanya berujudul Orientalism (1978) menegaskan bahwa kaum intelektual Barat cenderung melihat Islam sebagai agama yang keras, fundamental, ekstrim dan anti dialog. Padahal kaum intelektual tersebut tidak mengetahui apa-apa tentang Islam. Said mengkritik para pemikir orientalis lainnya seperti Judith Miller, Samuel P. Huntington, Martin Kramer, Daniel Pipes dan Barry Rubin yang menurutnya selalu menjadi propagandis di Barat bahwa Islam merupakan ancaman bagi peradabannya.

Edward W. Said merupakan intelektual yang berasal dari Palestina merupakan pengamat dunia Islam dan dunia Arab yang sangat cekatan. Berbeda dengan kaum orientalis lainnya yang cenderung menjelaskan soal Arab dan Islam secara reduksionis dan main gampangan karena para orientalis tersebut memiliki kepentingan tertentu, Said sebagai seorang intelektual selalu berusaha untuk selalu bersikap komperhensif dan proporsional. Di sinilah konsistensi pemikiran Said sebagai seorang intelektual ditunjukkan. Walaupun Said yang seorang Kristen, namun dia menyadari bahwa kebenaran berada di atas segalanya dibandingkan dengan adanya berbagai pembatasan seperti agama, ras, warna kulit dan sebagainya.

Pemikiran

Orientalime merupakan suatu karya akademis yang ditulis oleh Edward Said ke dalam suatu bentuk buku. Dalam buku tersebut, Edward Said dengan sangat keras sekali mengkritik paradigma “Islam vs the West“--- “Islam melawan Barat”. Dalam karyanya tersebut dia tidak hanya mengkritik Barat atau Islam saja, namun mengkritik kedua belah pihak. Kritik Edward Said yang ditujukan kepada dunia Barat dalam karyanya tersebut berkenaan dengan khususnya sikap kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, serta intervensi negara-negara Barat yang mengakibatkan perang di Irak yang dilakukan oleh Amerika. Dalam pandangannya tersebut Edward Said tidak menguraikan pemikirannya secara dogmatis dalam mengkritisi Islam-Arab dan Barat, namun dia menguraikan pemikirannya tersebut seperti sebuah karya sastra. Dia juga mengekspos Orientalime merupakan suatu karya akademis yang ditulis oleh Edward Said ke dalam suatu bentuk buku. Dalam buku tersebut, Edward Said dengan sangat keras sekali mengkritik paradigma “Islam vs the West“--- “Islam melawan Barat”. Dalam karyanya tersebut dia tidak hanya mengkritik Barat atau Islam saja, namun mengkritik kedua belah pihak. Kritik Edward Said yang ditujukan kepada dunia Barat dalam karyanya tersebut berkenaan dengan khususnya sikap kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, serta intervensi negara-negara Barat yang mengakibatkan perang di Irak yang dilakukan oleh Amerika. Dalam pandangannya tersebut Edward Said tidak menguraikan pemikirannya secara dogmatis dalam mengkritisi Islam-Arab dan Barat, namun dia menguraikan pemikirannya tersebut seperti sebuah karya sastra. Dia juga mengekspos

Ada suatu hal yang menarik dari Edward Said yaitu ketika dia mengkritik Barat, tetapi tidak mengecam gerakan radikal Islam al-Qaeda. 431 Hal itu dapat dimengerti karena menurutnya tak ada sesuatu yang “terisolasi” di arena “globalisasi”. Pengaruh- mempengaruhi, hegemoni pengaruh Islam versus Barat, maupun pengaruh Liberal Demokratis Barat (occident) kepada negara-negara lemah (orient). Sebenarnya pandangan dasar orientalisme yang ditulis Edward Said merupakan suatu ilmu dengan kepentingan untuk “menguasai” bangsa-bangsa di luar Barat. Hal ini bisa kita lihat secara nyata dalam hegemoni dunia Barat di Timur, khususnya dalam penguasaan ekonomi serta menguras sumber daya alam Timur, namun tetap memberi stereotip kepada Timur sebagai negara-negara primitif. Pena orientalis seolah sama kedudukannya dengan serdadu, pedagang, dan pegawai pemerintah kolonial. Mereka datang untuk menyerbu dan menjarah bangsa lain, yaitu bangsa-bangsa di Timur maupun negara-negara berkembang. Dalam karya orientalismenya tersebut, Edwar Said ingin menyatakan kepada dunia bahwa ada alternatif lain (di antara dua kubu yang berseteru: Islam vs Barat, ed.), sebuah pihak ketiga, yaitu peradaban manusia non- kekerasan, toleran, demokratik tertib sipil dari dunia ketiga.

Metodologi

Said menolak tradisi pemahaman liberal tentang humanities sebagai keseluruhan organisasi yang murni atau pengetahuan “disinterested”. Ide, budaya, dan sejarah tidak dapat dengan serius dipelajari tanpa kekuatan. Argumentasi Said mengambarkan dua prinsisp sumber metodologi, yaitu Foucault dan Gramsci. 432

Ada beberapa prinsip-prinsip Foucault yang dipakai oleh Said: Pertama, power dan bagaimana cara kerjanya. Ada dua cara berprinsip yaitu konsepsi pada power dan bagaimana cara berjalannya. Seperti yang kita ketahui selama ini, Foucault menolak konsepsi power sebagai sebuah kekuatan yang didasarkan pada represi sederhana. Menurutnya instrumen kunci dari power adalah ”pengetahuan”. Foucault mengembangkan sebuah argument yang berhubungan dengan segala bentuk ”pengetahuan”. Kedua, discourse. Said mengadopsi pendapat Foucault tentang ”Discourse”—sebagai medium yang merupakan kekuatan dan melalui tersebut dilaksanakan— “construct” objek pengetahuan. Dalam Said, power/kekuasaan dalam orientalism mengubah “kenyataan” Timur ke dalam diskursif “Orient”, atau lebih tepatnya menggantikan satu dengan yang lain.

Nyoman Kutha Ratna. 2008. Post-Kolonialisme Indonesia, Relevansi Sastra. Yogyakarta :Pustaka Pelajar,. Hal. 27 dalam www.carabaca.blogspot.com “Sastra Poskolonial, Sastra Pembebasan”

431 http://weberseventy.blogspot.com/2009/02/resume-pemikiran-edward-said-dalam_25.html 432 http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/edward-said-orientalism-and-beyond.html

Terdapat perbedaan penting, antara Foucault dengan Said: pertama, Said membuka karakteristik dengan membaca metodologi Barat yang sumbernya dibedakan oleh bermacam-macam turunan teori poskolonial; lalu dominasi Barat terhadap non- Barat dianggap bukan sebagai fenomena arbitrer, tapi sebuah kesadaran dan sebuah proses bertujuan dengan keinginan dan perhatian individu. Di sini, Said mempertahankan konsepsi kemampuan individu untuk menghindari kendala dominasi kekuatan dan normative “arsip” sebagai representasi budaya. Said juga berusaha mensintesiskan aspek pemikiran Fouclaut dan Gramsci tentang bagaimana melihat “reproduksi kultural”.

Kedua, bagi Foucault kekuasan adalah sebuah bentuk jaringan relasi tanpa nama di mana strateginya hanya sejauh maksimal yang dilihat oleh banyak orang. Contohnya, Pemerintah = agen, bukan individu = agen. Dia percaya bahwa determinasi jejak rekam penulis individu merupakan bentuk lain atas tubuh kolektif teks menjadi sebuah formasi diskursif seperti Orientalism.

Dalam pandangan Said, Orientalism merupakan bentuk hegemoni Barat, Barat = Other, Barat = superior civilazation. Berarti ada prinsip pembedaan identitas dan esensi identitas Timur dan Barat melalui dikhotomi sistem representasi pada steriotip dengan tujuan yang kaku pada pembedaan antara Eropa dan Asia sebagai bagian dunia. Konsekuensinya Timur dibentuk secara diskursus sebagai voiceless, sensual, terbelakang , irrasional, dan sebagainya.

Menurut Said, Orientalism menggambarkan biner antara Timur dan Barat. Ini adalah kunci dalam teori postkolonial. Said berargumen bahwa Barat tidak bisa ada tanpa Timur, dan begitu sebaliknya. Dengan kata lain, mereka saling konstitutif. Terutama, konsep 'Timur' yaitu Timur, diciptakan oleh 'Barat', menekan kemampuan 'Orient' untuk mengekspresikan diri. Penggambaran Barat tentang 'Timur' membangun dunia yang lebih rendah, tempat keterbelakangan, irasionalitas, dan keliaran. Hal ini memungkinkan 'Barat' untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai lawan dari karakteristik ini; sebagai dunia yang unggul progresif, rasional, dan sipil. Analisa Said dalam Orientalism ini adalah pada hal ”pengetahuan” dan ”represntasi” 433 . Hal ini berati scope of text-nya adalah menguji pada literatus, traktat politik/teks jurnalis, kajian- kajian agama. Lebih jauh lagi Said menekankan pada pemisahan hubungan kekuasaan dan pengetahuan, termasuk didalamnya struktur material dan proses (militer, politik dan ekonomi).

Selain itu, Said, mengikuti Foucalt, menyatakan bahwa kekuasaan dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Klaim 'Barat' tentang pengetahuan Timur memberikan kekuatan pada 'Barat' nama dan kekuatan untuk mengendalikan. Konsep ini penting untuk memahami kolonialisme. Power didasarkan pada pengetahuan dan memanfaatkan pengetahuan; di sisi lain, daya mereproduksi pengetahuan dengan membentuknya sesuai dengan niat anonim. Power menciptakan kembali bidang latihan sendiri melalui pengetahuan. Teori Foucault yang tak terelakkan ini saling menggabungkan sifatnya dalam kekuasaan neologisme pengetahuan, bagian terpenting di antaranya adalah tanda hubung yang menghubungkan dua aspek dari konsep terpadu

433 Said, Edward. 1979. Orientalism. New York : Vintage Books dalam www.edelmensch.blogspot.com 433 Said, Edward. 1979. Orientalism. New York : Vintage Books dalam www.edelmensch.blogspot.com

Pandangan Penulis

Edward Said merupakan Orientalis yang memiliki keilmuan yang pandai. Dalam sikapnya tentang intelektualitas dan pengetahuannya lebih unggul daripada orientalis lainnya. Tidak hanya dalam bidang keagamaan, akan tetapi dari segi sosial, kesusteraan, kebudayaan, kekuasaan maupun politik, semuanya dia mampu dalami. Said tidak memihak kepada siapapun, dia melihat dari kebenaran yang ada yang dia pernah pelajari dan teliti. Tulisan-tulisannya di media masa, jurnal, dan buku-buku dapat memukau setiap pembacanya. Karya- karya tentang kehidupan politik maupun kekuasaan dan yang lainnya menjadi inspirasi setiap orang. Bahkan karya yang terakhir dia tulis tentang Orientalisme menjadi karya yang terpopuler yang sampai sekarang masih sangat di perbincangkan dikalangan intelektual maupun orientalis zaman sekarang.

Said menunjukkan bahwa kaum Orientalis ketika pada zamannya, selalu menyudutkan Timur dan ingin menjatuhkan Timur. Dalam hal ini Said turut menentang sikap Orientalis Barat tersebut walau dia juga termasuk Orientalis yang bermukim di Barat. Menurutnya, Orientalis Barat menyudutkan Timur dikarenakan adanya faktor yang memicu terjadinya ketidaksenangan Barat atas Timur, adanya politik-politik salah satu pemicunya. Disinilah, ketidaksenangan Said terhadap Orientalis Barat yang ingin menguasai Timur dengan cara- cara yang kotor ataupun kasar.