Abraham Geige ham Geiger: Antara Wissensc senschaft des Judentum ntum dan Kajian al-Qur’a Qur’an

Abraham Geige ham Geiger: Antara Wissensc senschaft des Judentum ntum dan Kajian al-Qur’a Qur’an

Saifus Subhan Assuyuthi

“ Orang-orang Yahudi dan Nasra Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agam i agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya p nya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya j nya jika kamu mengikuti kemauan mereka setel setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjad enjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah (2): 120)

Thomas Right, penulis , penulis buku Early Christanity in Arabia, mense mensenyalir bahwa perseteruan Islam dan Kristen t Kristen terjadi sejak bala tentara Kristen pimpinan pimpinan Raja Abrahah menyerang Ka’bah dua bulan se a bulan sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan. ilahirkan. Di situ tentara Abrahah kalah telak dan bahk dan bahkan tewas. Kalau saja tentara itu tidak k tu tidak kalah mungkin seluruh jazirah Arab berada di berada di tangan kristen, dan tanda salib sudah t ib sudah terpampang di

Ka’bah. Muhammad pun mung un mungkin mati sebagai pendeta. 31 Jika Right be Right benar, maka itu berarti benih-benih permusuha ermusuhan Agama Kristen terhadap millah Nabi Nabi Ibrahim telah dimulai sejak berabad-abad lam abad lamanya. Memang, mereka belum memusuh memusuhi ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muham bi Muhammad. Akan tetapi, Nabi Muhamamad saw amad saw sendiri telah menegaskan bahwa ajaran agam jaran agama yang dibawanya adalah agama yang m a yang mengiuti millah

Nabi Ibrahim as. 32 Sehingga, t ehingga, tidak mengherankan jika ia dicari-cari u cari untuk dibunuh sebelum ia dewasa seperti yang perti yang diramalkan oleh pendeta dari Bukhara. ukhara.

Bukan suatu kebetulan ebetulan jika motif keagamaan memegang peran ng peran penting dalam mewarnai sejarah perkembang rkembangan gerakan Orientalisme masa-masa aw masa awal. Salah satu metode yang dipakai guna m i guna mendukung tujuan keagamaan tersebut a ersebut adalah melalui metodologi kritik historis. istoris. Adapun salah satu tokoh berpengaruh rpengaruh, yang turut menyerukan pentingnya penera ya penerapan metodologi Kritis-Historis terhadap terhadap al-Qur’ân pada awal abad ke-21 adalah Alpho lah Alphonse Mingana, seorang pendeta Kristen a Kristen asal Irak dan mantan guru besar di Unive di Universitas Bringmingham, Inggris. Pada ada tahun 1927 ia mengumumkan bahwa “The tim he time has surely come to subject the text of the t of the Kur’an to the same criticism as that to which which we subject the Hebrew and Aramaic of t c of the Jewish Bible,

and the Greek of the Cristian scr an scriptures”. 33

Menelusuri kemunculan emunculan pemakaian metode kritik historis historis dalam kajian orientalisme masa awal terhada al terhadap al-Qur’an, maka kali ini kita akan menc akan mencoba mengulas pemikiran Abraham Geiger (18 Geiger (1810-1874). Ia merupakan pelopor kajian or kajian Historis-Kritis terhadap al-Qur’an yang cuku yang cukup berpengaruh dan menjadi sumbe sumber aspirasi bagi

31 Zarkasy, Mengkritisi Kajian Islam Orientalis, alis, (ISLAMIA vol. II, no. 3, Desember 2003), 5. 32 Pendapat ini di tegaskan oleh al-Qur’ân seb sebagai wahyu yang diterima nya: QS. Al-An’am (6): 161, QS. Al-Baq Baqarâh (2): 135, Al-imron (3):

95, QS. An-nisa (4): 125, QS. An-Nahl (16): 125 125. 33 Alphonse Mingana, Bulletin of the Jhon Ryla Rylands Library, (Manchester, 1927) XI: 77, diikutip dari Syamsuddin A in Arif, Orientalis & Diabolisme

Pemikiran, (Jakarta: Gema Insani Press, 2008). 08). Hal. 3.

Orientalisme setelahnya, seperti Siegmund Fraenkel, Hartwig Hirschfeld, Theodor Nӧldeke, Charles Cutley Torrey, J. Wansbrough, dan sebagainya.

Mengenal Abraham Geiger

Abraham Geiger, lahir pada tanggal 24 Mei 1810 di Frankfurt dan meninggal pada tanggal 23 Oktober 1874 di Berlin. 34 Ia adalah putra Rabi Michael Lazarus Geiger (m. 1823) dan Roeschen Wallau (m. 1856). Pada usia belia, ia telah mempelajari Hebrew

Bible, Mishnah, dan Talmud dari ayahnya. 35

Geiger mengikuti kompetisi masuk ke Universitas Bonn tahun 1832 dengan menulis sebuah essai dengan Bahasa Latin yang diseleksi oleh Professor Georg B.T Freytag dari Fakultas Oiental Studies, Universitas Bonn. Kemudian, mendapat hadiah dari tulisannya. Essai tersebut dipublikasikan pada tahun 1833 dalam Bahasa Jerman dengan judul “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” (Apa yang telah

Muhammad Pinjam dari Yahudi?). 36 Dari essai tersebut, ia mendapatkan gelar Doktor

dari Universitas Marbrug. 37

Semasa remaja ia telah mempelajari sejarah klasik dan melahirkan keraguan atas paham tradisional Yudaisme. Ia menemukan pertentangan antara sejarah klasik dan Bible mengenai otoritas ilahi (divine authority). 38 Dilatarbelakangi oleh keraguannya, serta analisis-kritisnya terhadap tradisi Yahudi, ia mengidentifikasikan dirinya sebagai tokoh sekaligus pendiri Yahudi Liberal di Jerman yang cukup berpengaruh.

Abraham Geiger’s Wissenschaft des Judentums

Geiger memiliki peran sentral diantara pemikir Yahudi-Jerman dalam melawan resistensi kolonial. Wissenchaft des Judentums 39 telah memberi peran besar di dalam mengembangkan dan memperluas ide-idenya serta membentuk suatu pandangan dunia (weltanschauung) di dalam dirinya. Dan pada akhirnya, weltanschauung inilah yang menggiringnya kepada formulasi metodologi dalam mengkaji teks-teks agama. Termasuk idenya mengenai reformasi (liberalisasi) agama Yahudi.

Mengenai ritual ‘pengorbanan’ di dalam ritual keagamaan ia menyatakan bahwa pengorbanan tersebut harus dihapus dari kitab doa karena tidak dibutuhkan, dinilai berlebihan bahkan itu merupakan penyimpangan. 40 Serangan Geiger tehadap ritual Yahudi sangat keras sehingga ia mendapat cercaan dari kaum Zionis. Geiger menulis:

34 http://en.wikipedia.org/wiki/Abraham_Geiger 35 http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Abraham_Geiger 36 Adnin Armas, Metodologi Bible dalam Studi al-Qur’ân, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005). Hal. 132

38 http://en.wikipedia.orgs/wiki/Abraham_Geiger http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Abraham_Geiger 39 Wissenchaft des Judentums merupakan sebuah gerakan intelektual pada abad ke-19 yang mengkaji secara kritis agama, sastra dan

budaya Yahudi. 40 Abraham Geiger, Der Ham-burger Tempelstreit, eine Zeitfr-age, (NachgelasseneS chriften I) . hal. 170. Dikutip dari; Ken Koultun-Fromm,

Historical Memory in Abraham Geiger’s Account of Modern Jewish Identity, (Indiana University Press: Jewish Social Studies, Vol 7, No.1, 2000). Hal. 119.

Sacrificial worship "was not merely unnecessary, but rather superfluous, and not merely superfluous, but a mistaken view." Perhaps the most powerful memory of human and animal sacrifice in Jewish liturgy, the Akedah, recalled Abraham's trial

with his son Isaac. 41

Bukunya yang telah diterjemahkan dengan judul “Judaism and Islam” merupakan suatu karya monumental dengan menggunakan prespektif dan pendekatan baru yang ia kembangkan dari gagasannya mengenai Reformasi Yahudi. Di dalam essainya “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” ia berkesimpulan bahwa hukum Fiqh Islam merupakan hasil derivasi dari Agama Yahudi (the Muhammadan law, which were

derived from Judaism). 42 Lebih jauh lagi ia berkesimpulan bahwa Islam dan Kristen merupakan penjelmaan dari agama Yahudi tanpa menegasikan dirinya menjadi agama baru (Christianity and Islam possess the manifestation of Judaism... without establishing a

new religion). 43 Dari sini dapat kita saksikan pengaruh yang sangat besar dari Wissenschaft des Judentums Abraham Geiger terhadap kesimpulan-kesimpulan akhir yang dihasilkan ketika ia mengkaji teks-teks keagamaan. Dan dari sini juga dapat kita saksikan secara jelas motivasi keagamaan Yahudi yang muncul dari kepercayaan Geiger ketika mengkaji Islam, dan menegaskan pengaruh dominan Semitik terhadap agama yang datang sesudahnya.

Metode Historis-Kritis terhadap al-Qur’ân

Di dalam essainya yang berjudul: “Was hat Mohammed aus dem Judentume aufgenomen?” ia menyimpulkan bahwa kosa kata seperti: Tâbût, Taurât, Jannatu ‘Adn, Jahannam, Ahbâr, darsa, Rabanî, Sabt, Ṭâghût, Furqân, Ma’ûn, Mathânî, Malakût berasal dari bahasa Ibrani. Selain itu, Geiger juga berpendapat al-Qur’an juga terpengaruh dengan Agama Yahudi ketika mengemukakan: (a) hal yang menyangkut keimanan dan doktrin agama, (b) peraturan-peraturan hukum dan moral, (c) pandangan tentang kehidupan. Selain itu, Geiger juga berpendapat cerita-cerita di dalam al-Qur’ân pun tidak

lepas dari pengaruh Agama Yahudi. 44

Adapun mengenai ayat-ayat al-Qur’ân yang mengecam Yahudi, Geiger berpendapat kecaman itu disebabkan Muhammad saw telah menyimpang dan salah mengerti terhadap doktrin-doktrin Agama Yahudi. 45 Geiger mendapatkan kesimpulan di atas setelah ia melakukan kajian Historis-Kritis terhadap al-Qur’ân dengan analisis- komparatif antara Yahudi dan Islam. Dalam analisisnya ini, Geiger memposisikan Yahudi sebagai otoritas yang lebih tinggi untuk menilai Islam, sehingga tidak mengherankan jika setiap doktrin Islam mengenai Yahudi dianggap sebagai

41 Ibid. 42 A. Geiger, Judaism and Islam, trans. F. M. Young, repr. with prolegomenon by M. Pearlman (New York: KTAV Publishing House, 1970,

18981), p. xxix.dikutip dari: Andrew Rippin, Western Scholarship and The Qur’ân, The Cambridge Companion to Qur’an, ed: Jane Demmen McAuliffe. (Cambridge University Press, 2007), hal. 239.

43 Susannah Heschel, Revolt of the Colonized: Abraham Geiger 's Wissenschaft des Judentums as a Challenge to Christian Hegemony in the Academy, (Duke University Press: New German Critique, No. 77. Summer, 1999). Hal. 71.

44 Abraham Geiger, “What did Muhammad Borrow from Judaism?” dalam The Origins of The Koran, editor Ibn Warraq (New York: Prometheus Books, 1998). Hal. 165-126. Dikutip dari: Adnin, Metodologi Bible dalam Studi al-Qur’ân, 132.

45 Ibid.

‘penyimpangan’ dikarenakan salah paham Nabi Muhammad saw terhadap doktrin Agama Yahudi.

Penutup dan Sikap

Walaupun masih tampak bias, dan menuai kritikan dari berbagai pihak, pendekatan yang digagas oleh Abraham Geiger memiliki dampak dan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan metode Historis-Kritis pada masa-masa berikutnya. Oleh karenanya, penulis sangat meragukan jika pendekatan tersebut dinilai sebagai pendekatan yang bersifat objective dan ilmiyah.

Motif keagamaan -seperti yang telah kita diskusikan di atas- yang begitu kental menggiring Geiger kepada suatu rumusan metodologi Historis-Kritis ketika mengkaji Kristen maupun Islam. Memang, sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa di dalam ajaran agama-agama Semitik terdapat ajaran-ajaran yang sama karena mereka diturunkan dari Tuhan yang esa. Akan tetapi, bukan berarti persamaan-persamaan itu dapat menghilangkan jurang perbedaan yang sangat mendasar pada tiap-tiap agama dan mustahil untuk di persatukan. terutama ketika agama tersebut telah mengalami perubahan dari bentuk asli yang sarat kepentingan.

Oleh karena itu, kita harus kritis dalam mengkaji pemikiran-pemikiran orientalis yang tidak lepas dari kepentingan-kepentingan para penulisnya terutama ketika mengkaji Timur (orient) sebagai the other yang mereka anggap lebih rendah dari mereka sendiri (Barat/occident). Dengan begitu, kita dapat memilah-milah dari sekian banyak kajian orientalisme untuk dapat mengambil manfaat dan menyingkirkan mafsadât dari metodologi yang mereka kembangkan.