31
paling kongkret karena berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto Koentjaraningrat, 1990: 187-189.
Koentjaraningrat juga berpendapa bahwa kebudayaan yang dimiliki manusia mempunyai tujuh unsur universal, yaitu bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, kesenian.
5. Golongan Sosial Keagamaan Masyarakat Jawa
Menurut Geertz 1989 mengklasikikasikan mengkasifikasikan masyarakat Jawa berdasarkan ke dalam tiga varian keagamaan yaitu abangan, santri,
priyayi.
a. Abangan
Varian abangan secara luas diasosiasikan dengan desa atau kaum tani. Tradisi agama abangan, pada intinya terdiri dari pesta ritual yang
dinamakan slametan, yaitu satu kompleks kepercayaan yang luas dan rumit tentang roh-roh, dan seperangkat teori dan praktek penyembuhan, ilmu
tenung dan ilmu ghaib. Dalam varian ini slametan, atau kadang disebut juga kenduren, merupakan upacara keagamaan yang paling umum. Dalam
slametan senantiasa ada hidangan khas yang berbeda-beda menurut maksud slametan itu, dupa, pembacaan do’a Islam dan pidato tuan rumah.
Faktor yang mendasari penentuan waktu slametan adalah petungan hitungan atau sistem numerologi orang Jawa. Sistem yang cukup
berbelit-belit ini terletak konsep metafisis orang Jawa yang fundamental : cocog sesuaicocok.
32
Tujuan diselenggarakan slametan bagi orang-orang abangan adalah untuk menjaga diri dari roh-roh halus agar tidak diganggu. Bagi orang jawa
kepercayaan makhluk halus merupakan bagian dari kehidupan, bahkan dalam slametan makhluk halus itu juga ikut berkumpul dan makan
bersama, namun makanan mereka adalah dupa yang disediakan dalam slametan. Selain slametan dan kepercayaan kepada makhluk halus orang
abangan juga mengakui adanya pengobatan, sihir dan magi yang berpusat di sektar peranan seorang dukun.
b. Santri
Santri diidentifikasi dalam pelaksanaan yang cermat dan teratur, ritual- ritual pokok agama Islam, seperti shalat lima kali sehari, shalat jum’at,
berpuasa selam Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, juga dimanifestasikan dalam kompleks organisasi-organisasi sosial, amal dan
politik seperti Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama. Pada umumnya diasosiasikan dengan unsur pedagang dan juga dengan unsur-unsur
tertentu kaum tani.
c. Priyayi
Priyayi adalah kaum elit yang sah memanifestasikan satu tradisi agama yang khas yang disebut sebagai varian agama priyayi dari sistem
keagamaan pada umumnya di Jawa. Priyayi tadinya hanya mengacu kepada golongan bangsawan yang turun-temurun, yang oleh Belanda
dilepaskan dari ikatan mereka dengan raja-raja kerajaan yang telah ditaklukkan dan kemudian menjadi pegawai negeri yang diangkat dan
33
digaji. pegawai ini terus mempertahankan dan memelihara tata krama keraton yang sangat halus, kesenian yang sangat kompleks serta mistik
Hindu-Budha. Namun priyayi dibedakan dari rakyat biasa karena memiliki gelar kehormatan yang terdiri dari pelbagai tingkat menurut hirarki hak
dan kewajiban. Gelar-gelar itu berfungsi sebagai identifikasidan diasosiasikan dengan unsur birokras.
Secara tradisional seorang priyayi dianggap mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kesusasteraan dan filsafat priyayi yang tradisional terdiri
dari tulisan-tulisan Jawa kuno dan modern serta epik-epik Hindu yang terkenal. Oleh karenanya kaum priyayi cenderung untuk mengungkapkan
kepercayaan agama mereka dengan istilah-istilah Hindu.
B. LANDASAN TEORI