ANALISIS AKUNTABILITAS LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDESA) OLEH PEMERINTAH DESA (Studi pada Desa Bogorejo Kecamatan Gedongtatan Kabupaten Pesawaran)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS AKUNTABILITAS LAPORAN

PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DESA (APBDESA) OLEH PEMERINTAH

DESA

(Studi pada Desa Bogorejo Kecamatan Gedongtatan Kabupaten Pesawaran)

Oleh

Anita Sari Setiawan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui APBDESA yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah desa dan BPD pada awal tahun anggaran sebagai rencana keuangan tahunan Pemerintah Desa Bogorejo untuk selanjutnya setelah satu tahun anggaran tersebut berakhir maka harus dilaksanakan pertanggungjawaban keterangan seluruh proses pelaksanaan Peraturan-peraturan Desa termasuk APBDESA. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data terdiri dari data primer yaitu berupa wawancara mendalam dan data sekunder berupa buku-buku, makalah-makalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 dan Peraturan-peraturan Desa yang terkait.


(2)

pemerintahan desa yang masih kurang dan masih sangat terbatas. Selain di atas, faktor kemampuan Pemerintah Desa dalam menggali potensi yang dimiliki perlu ditingkatkan. Hal ini dalam kaitannya untuk mencapai tujuan pembangunan Desa Bogorejo secara efisien dan efektif yang memerlukan dukungan-dukungan potensi yang dimiliki oleh Desa Bogorejo. Agar penggunaannya dapat berjalan secara terarah dan terencana serta sumber penghasilan Desa Bogorejo benar-benar bisa merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam mencapai tujuan pembangunan desa.


(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ACCOUNTABILITY ACCOUNTABILITY

CONSOLIDATED BUDGET REVENUES AND

EXPENDITURES VILLAGE (APBDESA) VILLAGE BY THE

GOVERNMENT

(Studies in the Village District Bogorejo Gedongtatan Pesawaran District) By

Anita Sari Setiawan

The purpose of this study to determine APBDESA discussed and approved by the village government and the BPD at the beginning of the fiscal year as the annual financial plan for the next Bogorejo Village Government after one year ending the budget should be implemented throughout the implementation process of accountability information regulations including APBDESA Village.

This type of research used in this study was a descriptive qualitative approach. The data sources consisted of primary data that is in the form of in-depth interviews and secondary data from books, the papers of the Regional Government Law No. 32 year 2004, Government Regulation No. 72 year 2005 and the Regulations relating Village.

Results showed that basically the main constraint in the preparation of the Village Budget Bogorejo and its management is the ability of village government officials


(4)

This is in relation to village development goals in an efficient and effective Bogorejo who need support-support potential of the Village Bogorejo. So that its use can be carried out and planned and directed the Village Bogorejo source of income could actually is one of the factors that determine the development goals in the village.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otonomi Daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip, demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sedangkan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai konsekuensi dari perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 22


(6)

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, desa dituntut untuk mandiri dalam mengatur dan mengurus masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Adapun yang dimaksud kemandirian Desa dalam era Otonomi Daerah ini yaitu desa yang mampu menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia. Pembangunan desa dalam era Otonomi Daerah saat ini merupakan suatu jawaban yang mengarahkan pembangunan desa untuk mengadakan penyesuaian akibat perubahan yang cepat yang ditandai dengan perkembangan tekhnologi yang cepat dan mempengaruhi kehidupan manusia.

Desa dalam era Otonomi Daerah yang tidak lepas dari pengaruh globalisasi atau dunia luar, atau dapat diartikan bahwa keberadaan desa saat ini adalah adanya pola saling ketergantungan yang sangat luas yang telah menjadi suatu kenyataan bagi desa dimanapun desa itu berada. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 200 ayat I menyatakan bahwa dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Sebagaimana diketahui pengertian desa adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di


(7)

Kabupaten/Kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (UU No.32 Tahun 2004).

Berdasarkan kewenangan tersebut pemerintah desa berhak memberdayakan desanya untuk mensukseskan otonomi daerah melalui menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan. Desa sebagimana diketahui adalah wilayah terkecil dari pemerintahan, di mana dalam mengemban jalannya roda pemerintahan, desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa yang pada umumnya diangkat dan dipilih berdasarkan pemilihan Kepala Desa untuk menentukan seorang Kepala Desa yang akan membawa perkembangan desa pada suatu perkembangan yang di dukung oleh masyarakat dan kelembagaan desa.

Berdasarkan hasil pemilihan desa yang melahirkan kepemimpinan desa, maka selanjutnya Kepala Desa dengan segala tugas-tugasnya dibantu oleh seorang Skretaris Desa dan beberapa Kepala Urusan yang akan membantu Kepala Desa dalam menjalankan roda pemerintahan. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, desa sudah tentu mempunyai program kerja desa baik dalam bentuk fisik maupun nonfisik yang semuanya di gali dan dikaji berdasarkan potensi desa, baik yang berhubungan dengan daya dukung maupun yang berhubungan dengan tingkat kelemahan yang ada serta kemungkinan kesempatan pengembangan desa.


(8)

Untuk membangun tata Pemerintahan Desa yang lebih demokratis dan menciptakan jalannya roda pembangunan desa yang baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Selain mengharapkan dukungan dari masyarakat, juga sangat memerlukan dukungan dari suatu kelembagaan desa. Mengenai hal ini adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang berperan membangun mekanisme cheks and balances serta sebagai ruang partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam kebijakan tentang desa.

Menurut Ari Dwipayana (2003:80), secara normatif Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dikonsepkan sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa yang memiliki fungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Idealnya kehadiran Badan Permusyawaratan Desa akan membawa perubahan dalam dinamika sosial dan politik desa yang selama ini bergerak secara sentralistis tanpa ada mekanisme check and balances serta adanya pemandulan partisipasi masyarakat.

Setiap tahun desa melaksanakan penyusunan APBDESA yang selanjutnya disebut dengan siklus APBDESA. Di mulai dari perencanaan, pembahasan, pengesahan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBDESA. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDESA) merupakan rencana operasional tahunan dari program umum pemerintah yang perlu ditetapkan dalam bentuk peraturan desa. Dimana di dalam APBDESA terdapat sumber-sumber pendapatan asli desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan BPD sebelum ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes). Pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha desa, hasil


(9)

kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDESA adalah rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan badan permusyawartan desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.

Asas Pengelolaan Keuangan Desa menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37 tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan desa Bab III adalah sebagai berikut:

1. Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertip dan disiplin anggaran;

2. Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, dikelola dalam masa 1 ( satu ) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 desember.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 5 tahun 2006 tentang tugas dan fungsi Kepala Desa, disebutkan bahwa Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelengggaraan pemerintahan desa kepada Bupati melalui Camat, memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Permusyawaratan Desa serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.


(10)

Menurut HAW. Widjaja (2005:155), pelaporan merupakan satu fase penting dalam siklus manajemen. Selain dapat dijadikan alat evaluasi dari hasil kinerja seseorang atau pemimpin lembaga atau organisasi terhadap pihak-pihak yang memberi mandat, juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi diri guna perbaikan dalam kinerja pada periode berikutnya. Dalam manajemen penerintahan desa, pelaporan juga mempunyai fungsi seperti dalam manajemen secara umum yaitu sebagai media akuntabilitas atau pertanggungjawaban selama mengemban tugas atau mandat untuk melaksanakan tugas yang telah ditetapkan. Dengan pelaporan akan mendorong seseorang atau pemimpin lembaga atau organisasi untuk melaksanakan mandat dengan sebaik-baiknya, memadai, tertib dan teratur.

Terkait dengan pertanggungjawaban, pemerintah desa dalam hal ini Pemerintah Desa Bogorejo harus benar-benar bisa memahami setiap tugas dan kewajibannya sehingga pelaksanaan dari hal tersebut semua merupakan representasi dari aspirasi masyarakat. Disini pemerintah desa dan perangkatnya serta badan legislatif desa yaitu badan permusyawaratan desa diharapkan mampu berkoordinasi dengan baik antara satu sama lainnya dan melaksanakan tugas dan kewajibannya secara baik dan benar pula, khususnya mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBDESA.

Desa Bogorejo yang merupakan salah satu desa yang yang maju dalam tugas pelayanan keadministrasian desa di Kabupaten Pesawaran serta perangkat desanya yg diisi oleh orang-orang yg secara pendidikan baik. Namun demikian Aparatur pemerintah desanya tetap dituntut bekerja secara profesional dalam artian mampu


(11)

melayani masyarakat dengan baik serta menampung dan melaksanakan aspirasi masyarakat.

Begitu pula dengan pelaksanaan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDESA), dari Pemerintah Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa. Kepala Desa Bogorejo beserta perangkatnya dan BPD sebagai lembaga legislatif desa harus mampu mengimplementasikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDESA yang dilaksanakan setiap akhir tahun anggaran.

APBDESA yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah desa dan BPD pada awal tahun anggaran sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah desa untuk selanjutnya setelah satu tahun anggaran tersebut berakhir maka harus dilaksanakan pertanggungjawaban keterangan seluruh proses pelaksanaan peraturan-peraturan desa termasuk APBDESA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana Akuntabilitas Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APBDESA ) Bogorejo oleh Pemerintah Desa. C. Tujuaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APBDESA ) Bogorejo Kecamatan Gedongtatan Kabupaten Pesawaran oleh Pemerintah Desa.


(12)

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan wacana pemikiran bagi studi ilmu pemerintahan khususnya Implementasi dan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA Pemerintah Desa.

2. Secara Praktis

Memberikan sumbangan pemikiran dan masukan-masukan bagi Pemerintah Desa Bogorejo, khususnya Akuntabilitas Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Akuntabilitas

Membangun good governance desa adalah dengan mengubah cara kerja desa dan membuat pemerintah desa accountable. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja pemerintah desa. Harus diingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance desa juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance desa adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada.

UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya.

Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi


(14)

yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan.

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 (empat) pilar yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4) participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu (1) Akuntabilitas, (2) Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.

Ketiga prinsip tersebut di atas tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik. Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut.


(15)

Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat Guy Peter menyebutkan adanya 3 (tiga) tipe akuntabilitas yaitu : (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas administratif, dan (3) akuntabilitas kebijakan publik. Paparan ini tidak bermaksud untuk membahas tentang akuntabilitas keuangan, sehingga berbagai ukuran dan indikator yang digunakan berhubungan dengan akuntabilitas dalam bidang pelayanan publik maupun administrasi publik.

Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan.

Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien.


(16)

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat.

Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.

Pada konteks penelitian ini definisi implementasi diarahkan pada tindakan atau proses penerapan (pelaksanaan) Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Bogorejo oleh Pemerintah Desa.

Menurut Suskasmanto ( 2004:73), dalam proses implementasi Anggaran desa dipenggaruhi oleh bebeeapa faktor yaitu:

1. Transparansi menyangkut keterbukaan pemerintah desa kepada masyarakat mengenai berbagai kebijkan atau program yang ditetapkan dalam rangka pembangunan desa


(17)

2. Akuntabilitas menyangkut kemampuan pemerintah desa mampertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan, dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan desa. Pertanggungjawaban yang dimaksud terutama menyangkut masalah financial atau keuangan.

3. Partisipasi masyarakat, menyangkut kemampuan pemerintah desa untuk membuka peluang seluruh komponen masyarakat untuk terlibat dan berperan serta dalam proses pembangunan desa. Hal ini sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat. 4. Penyelengaraan pemerintahan yang efektif dimana penyusunan

APBDESA didasarkan pada partisipasi masyrakat.

5. Pemerintah tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Yaitu menyangkut kepekaan pemerintah desa terhadap permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan apa yang menjadi kebutuhan serta keinginan masyarakat.

6. Profesional, yaitu keahlian yang harus dimiliki oleh seorang aparatur sesuai dengan jabatannya.

B. Tinjauan Tentang Laporan Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas, hal ini mengacu pada pengertian akuntabilitas menurut Dadang Solihin (2007). Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan


(18)

kinerja dan tindakan seseorang/ pemimpin organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan.

Menurut Joko Widodo dalam Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2001:148) mengartikan akuntabilitas sebagai ”required or expected to give on explanation for one action”. Akuntabilitas diperlukan atau atas diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/ badan hukum/ pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Sementara itu, HAW. Widjaja (2005:155) mengartikan laporan pertanggungjawaban sebagai suatu bentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas yang telah ditentukan. Adapun bentuk laporan, mekanisme dan waktu pelaporan diatur berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya HAW. Widjaja (2005:155) menyatakan fungsi dari pelaporan yaitu sebagai media akuntabilitas atau pertanggungjawaban selama mengemban tugas atau mandat untuk melaksanakan tugas yang telah ditetapkan. Dengan pelaporan akan mendorong seseorang atau pemimpin lembaga atau organisasi untuk melaksanakan mandat dengan sebaik-baiknya, memadai, tertib dan teratur.

Berdasarkan pengertian maupun pendapat-pendapat yang dikemukakan diatas dapat ditarik suatu satuan pengertian mengenai Akuntabilitas/ pertanggungjawaban dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari


(19)

individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikan secara transparan kepada masyarakat.

C. Model-Model Pertanggungjawaban/ Akuntabilitas Menurut Lalolo (2003), indikator akuntabilitas , yaitu:

1) Proses pembuatan keputusan tertulis memenuhi standar etika dan berlaku sesuai prinsip administrasi yang benar.

2) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program.

3) Kejelasan sasaran kebijakan yang telah diambil dan dikomunikasikan kelayakan tersebut.

4) Penyebarluasan informasi suatu keputusan melalui media masa.

5) Pembukaan akses public pada informasi keputusan dan mekanisme pengaduan.

6) Sistem informasi manajemen dan monitoring hasil.

Berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah: 1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk

menjamin akuntabilitas publik adalah:

a) Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan.

b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakekolders.

c) Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi.

d) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tesebut. 2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah:


(20)

a) Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal.

b) Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program.

c) Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat.

d) Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.

Sedangkan menurut Dadang Solihin (2007) indikator minimum akuntabilitas yaitu:

1) Adanya kesesuain antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan;

2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan.

3) Adanya output dan outcome yang terukur. Perangkat Indikator Akuntabilitas, yaitu sebagai berikut:

a) Adanya Standard Operating Procedure (SOP) dalam b) penyelenggaraan urusan pemerintahan atau dalam c) penyelenggaraan kewenangan/pelaksanaan kebijakan; d) Mekanisme pertanggungjawaban;

e) Laporan tahunan;

f) Laporan pertanggungjawaban;

g) Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara; h) Sistem pengawasan;

i) Mekanisme reward and punishment.

Menurut Teguh Kurniawan bahwa akuntabilitas sebagai pengaturan institusi terdiri dari empat elemen antara lain:

1. Adanya akses publik terhadap laporan yang diberikan.

2. Penjelasan dan Pembenaran terhadap tindakan yang dilakukan 3. Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum yang spesifik 4. Aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir.

Berdasarkan indikator-indikator di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang indikator proses pertanggungjawaban/akuntabilitas yaitu sebagai berikut:

1. Mekanisme pertanggungjawaban 2 Laporan Pertanggungjawaban

3. Adanya akses Publik taerhadap laporan yang diberikan

4. Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum yang spesifik 5. Aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir


(21)

D. Tinjauan Tentang Pemerintahan

Secara etimologis pemerintahan berasal dari kata perintah, sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah yang menurut S. Pamudji (1992:23), berarti :

a. perintah adalah perkataan yang dimaksudkan menyuruh untuk melakukan sesuatu

b. pemerintah adalah kekuasaan memerintah suatu Negara atau daerah Negara atau badan, orang yang memerintah.

c. pemerintahan menunjukan perbuatan, cara atau urusan memerintah.

Dalam kajian lebih lanjut tentang Pemerintahan, S. Pamudji (1992:26) menyatakan bahwa :

"Pemerintahan dalam anti luas adalah perbuatan-perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh organ atau badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam mencapai tujuan pemerintahan Negara (tujuan nasional), sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif saja dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan Pemerintahan Negara atau tujuan nasional".

Taliziduhu Ndraha (1997 : 6) mengemukakan definisinya tentang pemerintahan, yaitu :

”Suatu gejala sosial, artinya terjadi didalam hubungan antara anggota

masyarakat, baik individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun antara individu dengan kelompok. Gejala ini terdapat pada suatu saat dalam sebuah masyarakat, dimana seseorang atau sekelompok orang dalam proses interaksi sosial tersebut terlihat lebih dominan dibandingkan orang atau sekelompok orang lainnya yang ada didalam

masyarakat.”

Pemerintahan merupakan fenomena kemasyarakatan dalam komunitas negara yang menonjolkan aktifitas dominan dari pemerintah sebagai akibat dari tugas dan fungsi yang dimiliki.


(22)

yaitu perbuatan memerintah yang dilakukan oleh eksekutif terutama segenap jajarannya (aparat atau alat pemerintah) yang berada pada tingkat lokal yaitu desa.

E. Tinjauan Tentang Desa.

”Desa” di Indonesia pertama kali ditemukan oleh Mr. Herman Warner Muntinghe, seorang Belanda anggota Raad van Indie pada masa penjajahan kolonial Inggris, yang merupakan pembantu Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 di Indonesia. Dalam sebuah laporannya tanggal 14 Juli 1817 kepada pemerintahnya disebutkan tentang adanya desa-desa di daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa. Dan di kemudian hari ditemukan juga desa-desa di kepulauan luar Jawa yang kurang lebih sama dengan desa yang ada di Jawa (Soetardjo, dalam Sadu Wasistiono, 2006:7)

Kata desa sendiri berasal dari bahasa India yakni ”Swadesi” yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma , serta memiliki batas yang jelas (Sadu Wasistiono, 2006:7).

Desa berdasarkan Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 tahun 2004 adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(23)

Desa yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 32 tahun 2004, dalam penjelasannya, yaitu antara lain Nagari di Sumatera Barat, Gampong di Provinsi NAD, Lembang di Sulawesi Selatan, Kampung di Kalimantan Selatan dan Papua, serta Negeri di Maluku.

Bintarto (dalam Wasistiono, 2006:8) memandang desa dari segi geografi, mendefenisikan desa sebagai:

“Suatu hasil dari pewujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial ekonomis, politis dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungannya

dengan daerah lain.”

Desa dapat juga dilihat dari pergaulan hidup, seperti yang dikemukakan oleh Bouman (dalam Wasistiono, 2006:8) yang mendefinisikan desa :

“Sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial.”

Desa adalah kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Sedangkan persyaratan terbentuk nyadesa terdiri dari lima syarat : (Widjaja, 2001:46)

1. Jumlah penduduk minimal 1500 atau 33 kepala keluarga (KK), 2. Luas wilayah,

3. Sosial budaya, 4. Potensi desa/marga, 5. sarana dan prasarana.


(24)

Desa didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa, menyebutkan yang dimaksud dengan desa atau nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa istilah desa dapat diartikan sebagai tanah tumpah darah atau tanah kelahiran, desa dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi wilayah hukum yang memiliki wilayah, masyarakat, dan kekuasaan atau wewenang untuk mengatur pemerintahannya sendiri dengan ciri khas atau adat istiadat yang dimiliki tiap-tiap wilayah.

1. Pemerintahan Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan.


(25)

Kewenangan desa adalah:

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak

asal usul desa

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

d. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.

Menurut HAW. Widjaja (2001:44) Pemerintahan desa/ marga adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa/ Marga dan Badan Perwakilan Desa/ Marga.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang desa, memberikan definisi Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati d alam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan penyelenggaraan pemerintahan desa dapat dirumuskan dari berbagai segi, yaitu:

a. dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan


(26)

Undang-Undang Dasar 1945, yang dikonstruksikan dalam sistem pemerintahan yang memberi peluang turut sertanya rakyat dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, b. dari segi formal dan konstitusional, yang bertujuan untuk

melaksanakan ketentuan dan amanat Undang -Undang Dasar 1945 dan perundangan yang mengatur mengenai desa,

c. dari segi operasional, yang bertujuan untuk meningkatka n daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di desa, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat,

d. dari segi administrasi pemerintah, yang bertujuan untuk lebih memperlancar dan mentertibkan tata pemerintahan agar dapat terselenggara secara efektif, efisien, dan produktif dengan menerapkan prinsip-prinsip rule of taw dan demokrasi.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:

1. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal -usul desa,

2. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa,

3. tugas membantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota,

4. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang -undangan diserahkan kepada desa.


(27)

Definisi pemerintahan desa dalam penelitian skripsi ini merujuk pada kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu kegiatan dalam proses Implementasi Laporan Pertanggungjawaban APBDESA.

2. Organisasi Pemerintahan Desa

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Organisasi Pemerintahan Desa adalah organisasi institusionil maupun organisasi administratif. Adapun susunan organisasi

Pemerintahan Desa terdiri dari :

1. Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, 2. Perangkat Desa.

Perangkat Desa terdiri dari :

1.Unsur Sekretariat Desa yang terdiri : a. Sekretaris Desa,

b. Kepala-kepala urusan, c. unsur kewilayahan. a. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi


(28)

untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:

1. Bertakwa kepada Tuhan YME

2. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah

3. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat 4. Berusia paling rendah 25 tahun

5. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa 6. Penduduk desa setempat

7. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun

8. Tidak dicabut hak pilihnya

9. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan

10.Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota

Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.

Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.

b. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD


(29)

terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. 3. Tugas dan Fungsi Pemerintah Desa dan Perangkat Desa

a. Kepala Desa

Berdasarkan Peraturan Bupati Lampung Selatan No. 29 Tahun 2007 pasal 6 Kepala Desa berkedudukan sebagai alat Pemerintah, alat Pemerintah daerah dan alat Pemerintah Desa yang memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa.

Kepala Desa mempunyai tugas:

1. Menjalankan urusan rumah tangganya sendiri.

2. Menjalankan urusan Pemerintahan, pembangunan baik dari Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaran Pemerintah Desa termasuk pembinaan. Ketentraman dan ketertiban diwilayah desanya.

3. Menumbuhkan serta mengembangkan semangat gotong-royong masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Desa.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Kepala Desa mempunyai fungsi:


(30)

1. Melaksanakan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangga desanya sendiri.

2. Menggerakkan partisipasi masyarakat dalam wilayah Desanya. 3. Melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Desa.

4. Melaksanakan tugas dalam rangka pembinaan, ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa.

5. Melaksanakan koordinasi jalannya pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Desa.

6. Melaksanakan urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas suatu instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Desanya sendiri.

Dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, Kepala Desa:

a) Mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintah Desa kepada Bupati melalui camat, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.

b) Laporan penyelenggaraan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan selambat-lambatnya satu kali dalam satu tahun. c) Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana yang

dimaksud huruf a disampaikan satu kali dalam satu tahun dalam musyawarah BPD.

d) Menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara


(31)

lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat desa, radio Komunitas atau Media lainnya.

e) Laporan sebagaimana dimaksud huruf b digunakan oleh bupati sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut.

f) Laporan akhir masa jabatan Kepala Desa disampaikan kepada bupati melalui camat dan BPD.

Pertanggungjawaban Kepala Desa

1) Mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban Kepala Desa terbagi 2 (dua) yaitu: a. Pertanggungjawaban Kepala Desa dalam melaksanakan APBDESA yang

dilakukan pada setiap akhir tahun anggaran.

b. Pertanggungjawaban Kepala Desa pada masa akhir jabatan sebagai Kepala Desa.

Dalam hal keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada BPD. BPD dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan atas laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa, tetapi tidak dalam kapasitas menolak atau menerima. Laporan tahunan penyelenggaraan Pemerintahan Desa akan digunakan Bupati sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Laporan keterangan pertanggungjawaban tahunan Kepala Desa disampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa dalam musyawarah BPD selambat-lambatnya pada minggu kedua bulan November, BPD mengirimkan surat kepada Kepala Desa agar dapat mempersiapkan materi laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat melalui BPD. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa laporan


(32)

pertanggungjawaban tersebut disampaikan dan dibacakan pada minggu ketiga bulan Desember dalam siding paripurna BPD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota BPD. Dalam siding paripurna tersebut dibuat berita acara yang memuat laporan pertanggungjawaban Kepala Desa, setelah melalui rapat interen Badan Permusyawaratan Desa.

b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa yang terdiri atas wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. BPD berfungsi mengayomi adat-istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan pembentukan Badan Permusyawaratan Desa adalah untuk memperkuat Pemerintah Desa serta mewadahi perwujudan pelaksanaan demokrasi berdasarkan Pancasila. Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.


(33)

BPD mempunyai wewenang:

a. membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa,

b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa,

c. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, d. membentuk panitia pemilihan kepala desa,

e. menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan

f. menyusun tata tertib BPD. BPD mempunyai hak :

a. meminta keterangan kepada Pemerintah Desa, b. menyatakan pendapat.

Anggota BPD mempunyai hak :

a. mengajukan rancangan peraturan desa, b. mengajukan pertanyaan,

c. menyampaikan usul dan pendapat, d. memilih dan dipilih, dan

e. memperoleh tunjangan.

Anggota BPD mempunyai kewajiban :

a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan,


(34)

b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,

c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat,

e. memproses pemilihan kepala desa,

f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan,

g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat, dan

h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

d. Sekretaris Desa

Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur staf pembantu kepala desa dan memimpin sekretariat desa. Sekretaris Desa mempunyai tugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa serta memberikan pelayanan administratif kepada kepala desa.

Sekretaris Desa diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu:

a. berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat, b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan, c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran,


(35)

d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan,

e. memahami sosial budaya masyarakat setempat, dan f. bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.

Untuk melaksanakan tugasnya Sekretaris Desa mempunyai fungsi : a. Melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan dan laporan, b. Melaksanakan urusan keuangan,

c. Melaksanakan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan,

d. Melaksanakan tugas dan fungsi Kepala Desa apabila Kepala Desa berhalangan melakukan tugasnya.

Sekretaris desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten/ kota atas nama Bupati/ Walikota. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sekretaris desa bertanggung jawab kepada kepala desa.

c. Perangkat Desa

Perangkat Desa bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada kepala desa.

F. Tinjauan Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDESA) Pada dasarnya baik organisasi, sektor swasta atau sektor publik, pasti akan melakukan penganggaran termasuk pemerintah tingkat desa yang pada dasarnya merupakan cetak biru bagi penampakan visi dan misinya.


(36)

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, memberikan definisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Selanjutnya disingkat APBDESA adalah rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan Desa.

Struktur APBDESA:

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDESA) terdiri dari: a. Pendapatan Desa;

b. Belanja Desa; dan c. Pembiayaan Desa.

2. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatas, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.

3. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, terdiri dari: a. Pendapatan Asli Desa ( PADesa);

b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/kota; c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota d. Alokasi Dana Desa (ADD);

e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;

f. Hibah;

g. Sumbangan Pihak Ketiga.

4. Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu)


(37)

tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. 5. Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari:

a. Belanja langsung, dan b. Belanja tidak langsung

6. Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b, terdiri: a. Belanja Pegawai;

b. Belanja Barang dan Jasa c. Belanja Modal;

7. Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b, terdiri dari: a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;

b. Belanja Subsidi;

c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah); d. Belanja Bantuan Social;

e. Belanja Bantuan Keuangan; f. Belanja Tak terduga;

8. Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c di atas, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

9. Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas, terdiri dari: a. Penerimaan Pembiayaan; dan

b. Pengeluaran Pembiayaan.

10. Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:


(38)

a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya. b.Pencairan Dana Cadangan.

c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. d.Penerimaan Pinjaman

11. Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:

a. Pembentukan Dana Cadangan. b.Penyertaan Modal Desa. c. Pembayaran Utang.

G. Tata Cara Implementasi Laporan Pertanggungjawaban APBDESA

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Bagian Pertama, Pasal 16.

Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA:

1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang

2. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA dan Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban Kepala Desa. 3. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas,

menyampaikan

4. Kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD;

5. Berdasarkan persetujuan Kepala Desa dengan BPD sebagaimana dimaksud

6. pada ayat (2) di atas, maka Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA dapat ditetapkan menjadi Peraturan Desa;

7. Jangka waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas,


(39)

8. dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Bagian Kedua, Pasal 17.

Penyampain Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA:

(1). Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA dan Keputusan Kepala Desa tentang Keterangan Petanggungjawaban Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal (16) ayat (3) diatas, disampaikan kepada Bupati/ Walikota melalui Camat;

(2) Waktu Penyampain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Peraturan Desa ditetapkan.

H. Model Kerangka Pikir

Model merupakan representatif dari realitas yang memberikan tujuan pengaturan dan penyederhanaan pandangan kita tentang realitas. Model berguna untuk menerjemahkan variabel ke dalam gambar sehingga tampak hubungan antar variabel yang dijelaskan dalam kerangka teori. (Ulber Silalahi, 2009:106).

Proses penyampaian laporan pertanggungjawaban APBDes dilakukan oleh Kepala Desa kepada BPD dengan indikator laporan pertanggungjawaban mekanisme Pertanggungjawaban, laporan pertanggungjawaban, adanya akses publik terhadap laporan yang diberikan, penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum yang spesifik, aktor harus memiliki kewajiban untuk hadir dimana setelah indikator ini menjadi acuan dala menganalisis akuntabilitas laporan Pertanggungjawaban APBDes Bogorejo.


(40)

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Implementasi Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa.

Masyarakat Desa Kepala

Desa

Badan

Permusyawaratan Desa

Indikator Implementasi Laporan Pertanggungjawaban: 1.Mekanisme Pertanggungjawaban

2.Laporan Pertanggungjawaban

3. Adanya akses publik terhadap laporan yang diberikan. 4. Penjelasan harus dilakukan dalam sebuah forum yang spesifik.


(41)

III. METODE PENELITIIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Moh. Nazir (1988:63) mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau tulisan secara sistematis, factual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Menurut masri Singarimbun (1987:4) penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena sosial tertentu. Metode analisis deskriptif kualitatif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya secara utuh. M. Hadari dan martmi Hadari (1992:60) menyatakan bahwa analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimatsebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini sering dikenal dengan istilah penelitian kualitatif, sebab data-data yang yang akan dikumpulkan di lapangan nantinya adalah data-data yang bersifat kualitatif yang berbentuk kata dan prilaku, kalimat, skema, dan gambar. Bertitik tolak dari hal itu maka penelitian kualitatif berusaha melihat, mengetahui, serta mengambarkan apa adanya, sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Pendekatan kualitatif nantinya diharapkan dapat mengungkapkan


(42)

peristiwa riil dilapangan dan metode kualitatif menempatkan peneliti sebagai instrument kunci dalam penelitian ini (Lincon dan Guba 1985:198).

Menurut Moleong (2004:3) metode kualitatif yang didefinisikan oleh Bogdan adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.

Suripan Hadi Hutomo (dalam Burhan Bungin, 2001: 56-57) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif diantaranya adalah:

1) Sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus berusaha memahami fenomena sosial secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat; 2) Peneliti sendiri merupakan instrument penelitian yang paling penting didalam

pengumpulan data dan penginterpretasian data;

3) Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya mencatat secara teliti segala fenomena yang dilihat dan didengar serta dibacanya ( via wawancara atau bukan, catatan lapangan, foto, video, tape recorder, dokumen pribadi, catatan atau memo, dokumen resmi atau bukan, dan lain-lain), dan peneliti harus membanding-bandingkan, mengombinasikan, mengabstraksikan, dan menarik kesimpulan;

4) Penelitian harus digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu (shaping), atau kasus (studi kasus);

5) Analisis bersifat induktif;

6) Dilapangan, peneliti harus berperilsku seperti masyarakat yang ditelitinya; 7) Data dan informan harus berasal dari tangan pertama;


(43)

8) Kebenaran data harus dicek dengan data lain, misalnya dokumen, wawancara, observasi mendalam, dan lain-lain ( data lisan dicek dengan data tulis);

9) Orang (atau sesuatu) yang dijadikan subjek penelitian tersebut, partisipan ( buku dapat dianggap sebagai partisipan), dan konsultan, teman juga dapat dijadikan partisipan;

10)Titik berat perhatian harus pada pandangan emik, artinya peneliti harus menaruh perhatian pada “masalah penting yang diteliti dari orang yang

diteliti”, dan bukan dari etik (dari kacamata peneliti);

11)Dalam pengumpulan data menggunakan ‘purposive sampling’ (sample yang secara sengaja dipilih sendiri oleh peneliti dengan alasan-alasan tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan ), dan bukan probabilitas statistik;

12)Dapat mengunakan data kualitatif maupun data kuantitatif.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini, adalah: 1) Menentukan masalah yang dijadikan pokok-pokok pembahasan. 2) Menentukan ruang lingkup penelitian

3) Mengumpulkan data yang digunakan guna menjawab permasalahan penelitian.

4) Menarik kesimpulan dari data-data yang berhasil dikumpulkan dan diolah. 5) Menyusun hasil penelitian secara tertulis.

Pokok bahasan dalam penelitian adalah proses implementasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBDESA Bogorejo oleh kepala desa kepada Badan Permusyawaratan Desa.


(44)

Dalam penelitian ini, data yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan diteliti dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada informan yang berkompeten dan berkaitan dalam masalah ini. Setelah data dikumpulkan akan diperiksa sehingga dapat ditarik kesimpulan.

B. Fokus Penelitian

Masalah dalam penelitian kualitatif dinamakan fokus. Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi studi dan mengarahkan pelaksanaan suatu pengamatan. Fokus dalam penelitian kualitatif sifatnya abstrak, artinya dapat berubah sesuai dengan latar belakang penelitian. Menurut Lexy J. Moleong (2000:237), fokus penelitian ditentukan dengan tujuan: 1) Membatasi studi, berarti bahwa dengan adanya fokus penentuan tempat,

penelitian menjadi layak.

2) Secara efektif untuk menyaring informasi yang mengalir masuk, jika data tidak relevan maka data tersebut dapat dihiraukan.

Untuk membatasi analisis dalam penelitian ini, yang menjadi inti perumusan masalah dan tujuan penelitian, penulis memfokuskan penelitian ini pada proses Implementasi laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA) Oleh Kepala Desa kepada BPD ( Studi Desa Bogorejo Kecamatan Gedongtatan Kabupaten Pesawaran ).


(45)

Adapun yang menjadi indikator fokus penelitian ini adalah: 1. Mekanisme pertanggungjawaban

Yaitu bagaimana proses penyusunan sampai pada proses pengesesahan laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA)

2 Laporan Pertanggungjawaban

Penyusunan Laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA)

3. Adanya akses Publik taerhadap laporan yang diberikan

Terkait transparansi laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA)

4. Musyawarah hasil laporan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA)

5. Aktor yang berperan dan berkewajiban terhadap Laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDESA)

C. Jenis Data

Jenis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Data primer, dalam penelitian ini didapatkan melalui proses wawancara mendalam secara langsung berdasarkan panduan melalui daftar pertanyaan dengan informan dalam hal ini Perangkat Pemerintah Desa Bogorejo

2. Data sekunder, yaitu data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta yang sebenarnya. Data sekunder dalam penelitian ini didapat secara tidak


(46)

langsung yang diperlukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari data primer. Adapun yang menjadi data sekunder berupa buku-buku, makalah-makalah Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 dan peraturan-peraturan desa yang terkait.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Wawancara

Wawancara merupakan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan juga jumlah respondennya yang cukup sedikit/ kecil (Sugiyono, 2009: 137) Wawancara dilakukan dengan para informan untuk mendapatkan data primer sebagaimana terurai pada sub bab sebelumnya yang berkaitan dengan proses implementasi laporan pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APBDESA ) Bogorejo oleh Pemerintah desa Bogorejo. Pada penelitian ini teknik pemilihan informan dilakukan secara purposive. Alasan pemakaian teknik purposive disebabkan oleh bentuk dan ciri penelitian ini sendiri, adalah untuk mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan penelitian ini.


(47)

Berdasarkan hal tersebut, maka akan dipilih beberapa orang yang akan dijadikan informan penelitian. Yaitu sebagai berikut:

1. Adang Nurdani Kepala Desa Bogorejo 2. Ngatemin selaku Sekertasis Desa Bogorejo

3. Khalimi selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa

4. Nyoman Purnomo selaku Bendahara Badan Permusyawaratan Desa 5. Parno selaku Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa

6. Junaidi selaku Anggota Badan Permusyawaratan Desa 7. Samin selaku Anggota Badan Permusyawaratan Desa 8. Perangkat Desa Bogorejo

2). Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dimaksudkan sebagai cara pengumpulan data dengan melakukan pencatatan terhadap dokumen-dokumen yang ada pada objek penelitian, seperti arsip-arsip, peraturan-peraturan, dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan dengan permasalahan yang diteliti. Berfungsi untuk menjelaskan objek yang diteliti dan sebagai komparasi data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (Tatang M. Amirin 1999: 94).

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 dan data pendukung lainya yang berkaitan.


(48)

E. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data menurut Efendi, Tukiran, dan Sucipto (dalam Singarimbun, 1995: 240) terdiri dari:

1). Editing

yaitu cara yang digunakan untuk meneliti kambali data yang telah diperoleh dilapangan baik yang diperoleh melalui wawancara maupun dokumentasi guna menghindari kekeliruan dan kesalahan. Teknik editing data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyalin ulang hasil dari wawancara dengan informan yang berupa data mentah yang berkaitan dengan proses Pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa Bogorejo oleh Kepala Desa kepada BPD ke dalam bentuk tulisan dan berupa lampiran dalam skripsi ini.

2). Interpretasi

yaitu memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lain. Adapun proses interpretasi atas hasil penelitian dalam skripsi ini berupa menghubungkan hasil dari wawancara terhadap informan dengan tinjauan pustaka yang ada pada bab 2 dalam skripsi ini.

F. Teknik Analisis Data

Patton (dalam J. Moleong, 2000:103) mendefinisikan analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, katagori, dan satuan urutan dasar. Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2000:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara


(49)

formal untuk menentukan tema dan rumusan hipotesis (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk menganalisis data dengan cara memaparkan, mengelola, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan kata-kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Adapun analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan hasil wawancara, mengelola data ke dalam bentuk lampiran, menggambarkan proses penelitian dan hasil wawancara ke dalam pembahasan dalam skripsi ini dan terakhir adalah menafsirkan hasil penelitian ini dengan menghubungkan teori-teori dan data yang ada dengan hasil wawancara dengan informan pada Pemerintah Desa Bogorejo.

Proses analisis data kualitatif menurut Matthew B. Mills dan A. Michael Huberman (1992) akan melalui proses sebagai berikut:

1) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diversifikasi. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi ketat, ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke dalam suatu pola yang lebih luas, dan sebagainya.


(50)

2) Penyajian data (display) dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih baik adalah merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Untuk melihat gambaran keseluruhan dari penelitian, maka akan diusahakan membuat berbagai matrik naratif saja. Dalam display data ini sangat membutuhkan kemampuan intepretatif yang baik pada si peneliti, sehingga dapat menyajikan data dengan baik.

3) Verifikasi (menarik kesimpulan), yaitu peneliti berusaha mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data yang diuji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitasnya, sehingga akan diperoleh kesimpulan yang jelas kebenaran dan kegunaannya.


(51)

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Desa Bogorejo adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran. Luas wilayah Desa Bogorejo adalah 80 Ha Pemukiman Umum, 0,16 Ha Perkantoran, 3,6 Ha Sekolah, 0,3 Ha Tempat Peribadatan, 2,5 Ha Makam, 6 Ha Jalan, dan l32 Ha lain-lain.

Desa Bogorejo memiliki batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Sukaraja

2. Sebelah Selatan : Padang Cermin 3. Sebelah Barat : Sukadadi 4. Sebelah Timur : Sukaraja

Jarak desa bogorejo ke Ibukota Kecamatan 2,5 km sedangkan jarak ke Ibkota Kabupaten Pesawaran 2,5 km dan jarak Desa Bogorejo ke Ibukota Propinsi 25 km dimana ini diukur dengan menggunakan alat transport yang digunakan masyarakat umum di Desa/Kelurahan bersngkutan. Sedangkan waktu tempuh ke Ibukota Kecamatan ¾ jam, ¾ jam waktu tempuh ke Ibukota Kabupaten dan ½ jam ke Ibukota Propinsi.

B. Sejarah Singkat Desa Bogorejo

Bogorejo pada mulanya adalah merupakan sebuah Dusun dari beberapa Dusun yang trmasuk Wilyah Desa Gedongtatan. Kemudian pada tahun 1985 seluruh warga Dusun


(52)

Bogorejo menyatakan keinginanya untuk memisahkan diri menjadi sebuah desa. Selanjutnya keinginan masyarakat tersebut ditampung dan dibahas oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam suatu rapat dusun yang dipimpin oleh Kepala Dusun. Kemudian setelah semua sepakat menjadi suatu tekad, hal tersebut disamapaikan pada saat rapat desa di Gedongtatan. Setelah disetujui oleh LMD Desa Gedongtatan, kemudian diteruskan ke Kabupaten melalui Camat Gedongtatan.

Hasil pada tanggal 26 maret 1987, dusun Bogorejo disetujui untuk menjadi Desa Persiapan dengan dasar Surat Keputusan Gubernur Nomor : G/082/B.III/HK/1987, dan sebagai Pjs. Kepala Desa adalah M.Suradi yang sebelumnya menjabat Kepala Desa Gedongtatan. Akhirnya dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung Nomor : G/272/B.III/HK/1991 tanggal : 12 Juli 1991 Desa Persiapan Bogorejo disahkan menjadi Desa Definitif dengan Pjs Kepala Desa bapak M. Suradi.

C. Monografi Desa Bogorejo 1. Geografi :

1. Tanah Pekarangan : 120 Ha 2. Tanah Sawah : 60 Ha 3. Tanah Tegalan : 810 Ha 4. Tanah Perkebunan PTP : 360 Ha 5. Hutan Negara/Lindung : 1.500 Ha 6. Lain-lain seluas : 16 Ha Dengan batas-batasnya sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sukaraja

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukaraj dan PTP X

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kawasan/Hutan Lindung

 Sebelah Barat berbatasn dengan Desa Sukadadi dan Gedongtataan Kabupaten Pesawaran.


(53)

2. Demografi

Jumlah Penduduk sampai dengan Desember 2008 : 4.895

No Dusun Laki-laki Perempuan Keterangan

1 Bogorejo 571 569 1.140

2 Sidorejo 382 384 766

3 Tirtorejo 453 455 908

4 Margirejo 220 218 438

5 Wonorejo 225 450 675

6 Tj. Gunung 219 220 439

7 Banyumas 265 264 529

JUMLAH 2.335 2.560 4.895

Sumber: Mnografi Desa Bogorejo 2009 3. Kondisi Sosial

1. Agama

Islam : 4.888 Orang

Kristen : 7 Orang

Hindu : -

Budha : -

2. Tempat Peribadatan

Masjid : 7 Buah

Mushola : 8 Buah

Gereja : -

Wihara : -

Pura : -

3. Sosial Ekonomi

Jumlah Petani : 733 Orang Jumlah Pedagang : 88 Orang

Jasa : 37 Orang

Pegawai Negeri : 10 Orang Jumlah Anggota ABRI : 1 Orang Purnawirawan ABRI : 4 Orang 4. Sosial Budaya

Mawalan : 3 Group


(54)

D. Kelembagaan Yang Ada

 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

 PKK

E. Kondisi Pembangunan Tahun 2000 s/d 2008

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Balai Desa 1 Buah Swadaya

Tahun 2000 s/d 2008

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Rehab Bendungan 3 Buah Bandes

2 Gorong-gorong 4 Buah Swadaya

3 Rehab Mushola 2 Buah Swadaya

4 Rehab Masjid 1 Buah Swadaya

5 Pelebaran jalan 6,5 km Swadaya

Tahun 1997 s/d 1998

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Pembuatan Jalan 2 Km Bandes

2 Gorong-gorong 3 Buah Swadaya

3 Pengerasan jalan 4,5 Km P3DT


(55)

Tahun 1998 s/d 1999

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Jembatan 1 Buah Bandes

2 Rehab Masjid 1 Buah Swadaya

3 Pembuatan Perpustakaan 1 Unit Bantuan

4 Gorong-gorong 2 buah Swadaya

Tahun 1999 s/d 2000

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Rehab Balai Desa 1 Buah Bandes

2 Rehab balai Karya 1 Buah Bandes

3 Membangun Rumah Guru 2 Unit 2 Unit

4 Rehab Masjid 2 Buah 2 buah

Tahun 2000 s/d 2008

No Jenis Kegiatan Banyaknya Sumber Biaya

1 Rehab Jembatan 1 Buah Bandes

2 Talut Jalan 1 Km Bandes

3 Rehab Jembatan 1 Buah Swadaya

4 Rehab Bendungan 1 Buah Bantuan Dinas Pertanian

5 Pembuatan Tugu Batas jalan 1 Unit Bantuan Tk II Lam-Sel

6 Pengaspalan Jalan 4.000 Km Bantuan Tk I

Tahun 2008 s/d 2014

1 Pengerasan Jalan Sepanjang 1,5 Km

2 Pembuatab Pagar Balai Desa

3 Pembuatan Sekretariat BPD


(56)

Program Kerja yang Sedang Diselesaikan 1 Pembuatan Pagar Balai Desa 2 Rehab Mushola Nurul Falaq F. Inventaris Desa Bogorejo

a. Bangunan

1. Balai Desa : 1 Buah 2. Puskesdes : 1 Unit

3. Masjid : 7 Buah

4. Mushola : 8 Buah

5. Perpustakaan : 1 Unit

6. Gardu : 9 Buah

7. Gorong-gorong : 22 Buah

8. Jembatan : 6 Buah

9. Tugu PKK : 1 Buah

10.Tugu Batas Desa : 1 Buah 11.Sepeda Motor Smash : 1 Buah 12.SD Inpres : 3 unit b. Alat-alat kantor Desa

1. Mesin Tik 2. Papan Data 3. Meja Kantor 4. Kursi Plastik 5. Podium

6. Bendera Merah Putih 7. Gambar Pejabat 8. Stempel Kepal Desa 9. Stempel Sekdes 10.Stempel LPM 11.Jam Dinding 12.Dispenser 13.Warles

c. Buku-Buku Inventaris Desa 1. Buku Administrasi Umum 2. Buku Administrasi Penduduk 3. Buku Administrasi Keuangan d. Pajak

1. Jumlah Wajib Pajak

2. Jumalh Wajib Pajak Yang Lunas 3. Target/Vanasi Desa Bogorejo


(57)

No Tahun Target Tanggal Pelunasan

1 2004 4.850.743 1 Oktober 2004

2 2005 4.873.275 19 Agustus 2005

3 2006 4.873.700 11 Agustus 2006

4 2007 5.358.275 14 Juni 2007

5 2008 6.647.105 12 September 2008

Dibayar Rp. 3.500.000 Sumber: Mnografi Desa Bogorejo 2009

G. Kekayaan Desa Bogorejo 1. Tanah Kuburan

2. tanah Lokasi SD Inpres 3. Tanah balai Desa 4. Tanah Masjid/Mushola 5. Tanah Jalan Desa H. Personil

1. Kepal desa 2. Sekertaris Desa 3. Rukun Tetangga 4. Kepala Urusan 5. Pembantu PPN 6. Juru Kunci 7. Poldes 8. Hansip

I. Gambaran mengenai Pemerintah Desa Bogorejo 1. Bentuk dan Susunan Pemerintah Desa

Struktur organisasi Pemerintah Desa Bogorejo berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan No. 25 Tahun 2000 tentang susuana organisasi desa, terdiri atas Kepala Desa tau disebut dengan nama lain dan Perangkat Desa serta Badan Permusyawaratan Desa. Adapun Bentuk dari susunan Pemerintahan Desa Bogorejo dapat dilihat pada gambar berikut :


(58)

Gambar 3. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Bogorejo (Perda 25 tahun 2000)

2. Pemerintah Desa Bogorejo a. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat

Kasi Keamanan Pamong Tani

Kepala Dusun

 Nama Kaur Pemerintahan Desa = Andi Phatoni

 Nama Kur Pembangunan = Ernanto

 Nama Kaur Umum = Sukarmo

 Nama Kaur Kesra = Sutomo

 Nama Kaur Keuangan = Widodo

 Nama Kasi Keamanan = Joko Matono

SekDes Ngatemin

BPD Kepala Desa


(59)

persetujuan bersama BPD. Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk Desa Bogorejo dengan syarat-syarat yang sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005.

b. Perangkat Desa 1. Sekertaris Desa

Sekertaris Desa berkedudukan sebagai unsur staf pembantu kepala desa dan memimpin sekretariat desa. Sekretaris Desa mempunyai tugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa serta memberikan pelayanan administratif kepada kepala desa. Sekertaris Desa Bogorejo bernama Bapak Ngatemin.

2. Kepala Urusan

Kepala Urusan (Kaur) berkedudukan sebagai unsur pembantu Sekertaris Desa dalam bidang tugasnya.

 Nama Kaur Pemerintahan Desa = Andi Phatoni

 Nama Kur Pembangunan = Ernanto

 Nama Kaur Umum = Sukarmo

 Nama Kaur Kesra = Sutomo

 Nama Kaur Keuangan = Widodo

 Nama Kasi Keamanan = Joko Matono

3. Kepala Dusun

Kepala Dusun merupakan wakil dari tiap-tiap dusun yang ada di Desa Bogorejo. Mereka bertugas sebagai perpanjangan dari Kepala Desa dari setiap kebijakan yang dibuat oleh Kepala Desa untuk disamapaikan kepada masyarakat di dusun


(60)

masing-masing atau dengan kata lain menjalankan pemerintahan dan pembanguanan yang ada didusunnya.

 Nama Kepala Dsusun I = Purwanto

 Nama Kepala Dsusun II = Ahmat Wiluyo

 Nama Kepala Dsusun III = Yanto

 Nama Kepala Dsusun IV = Sutiyo

 Nama Kepala Dsusun V = Sugono

 Nama Kepala Dsusun VI = Maryono

 Nama Kepala Dsusun VII = Edi Mulyo

4. Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa yang terdiri atas wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya

5. Potensi Kelembagaan Desa Bogorejo

Desa Bogorejo mempunyai organisasi kemasyarakatan, orgaisasi kepemudaan dan organisasi politik. Oraganisasi kemasyarakatan seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), PKK dan Kader Posyandu sedangkan organisasi kepemudaan seperti Karang Tarunan, Risma Masjid dan unutk organisasi politik di Desa Bogorejo terdapat beberapa anak cabang partai poilitik yang berkedudukan diwilayah desa.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. PT. Raja Gravindo Persada. Jakarta

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta. PT. Raja Grafindo.

Dwipayana, Ari. 2003. Membangun Good Governance di Desa. IRE Press. Yogyakarta.

Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Miles, Matthew B. dan Hubernan, Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. University Indonesia Press.

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Metodelogi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta. Surabaya.

Nazir, Moh. PH. 1988. ”Metode Penelitian”. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia Nawawi, Hadari. 1992. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta

……….. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Pamudji. 1992. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta. Sukasmanto dkk, 2004, Promosi Otonomi Desa. Yogyakarta: IRE Press.

Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1987. Metode Penelitian Survey. Jakarta. LP3ES.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial, Bandung, PT, Refika Aditama. Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.


(2)

Surakhmad, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Tarsito. Bandung.

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara. Jakarta. PT. Bumi Aksara. ... 2001. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta . PT. Bumi

Aksara.

... 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Rineka Cipta. Jakarta.

Widodo, Joko. Good Governance Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. 2001. Insan Cendikia. Surabaya.

Wasistiono, Sadu. 2006. Prospek Pengembangan Desa. CV. Fokusmedia. Bandung.

Widjaja, H. A.W. 2001. Pemerintahan Desa/Marga Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. PT.

RajaGarafindo Persada. Jakarta.

...2005. Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Makalah

Kurniawan, Teguh. Akuntabilitas, Transparansi dan Pengawasan.

Lalolo, Loina, 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi.

Solihin, Dadang. 2007. Penerapan Good Governance di Sektor Publik untuk Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Lembaga Publik.

Peraturan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.


(3)

Hasil Wawancara

ANALISIS AKUNTABILITAS LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA DESA (APBDESA) OLEH PEMERINTAH DESA

(

Studi pada Desa Bogorejo Kecamatan Gedongtatan Kabupaten Pesawaran)

No. Topik/Fokus Penelitian Pertanyaan

Kesimpulan

Jawaban

Sumber

1. Mekanisme Pertanggungjawaban

Pelaksanaan APBDES

1. Bagaimana Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

2. Siapa saja yang terlibat yang

berwenang dalam Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

3. Apa tugas dan kewajiban masing-masing yang terlibat/ yang berwenang dalam Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

4. Bagaimana Proses Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan

Kewajiban Kepala Desa untuk menetapkan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDES) setiap tahunnya sebagian program kerja desa APBDES pada dasarnya yang diwujudkan adalah merupakan program kerja pemerintah desa yang diwujudkan dalam bentuk angka. Dengan

mempelajari dan membaca angka-angka tersebut secara mudah akan dapat diketahui program-program yang akan

Wawancara dengan informan


(4)

APBDESA

5. Berapa lama Jangka waktu

Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

6. Siapa saja yang terlibat dalam Penyampaian Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

7. Apa tugas dan kewajiban masing-masing yang terlibat/ yang berwenang dalam Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

dilaksanakan oleh pemerintahan desa yang bersangkutan. Pada kenyataannya bahwa program kerja yang telah disusun di dalam

pelaksanaannya belum mencapai hasil yang cukup memadai sesuai yang diharapkan

2. Akses Informasi

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDES

1. Bagaimana proses Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA kepada masyarakat

2. Media Informasi apa yang digunakan untuk Penyampaian laporan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

Laporan

Pertanggungjawaban tahunan Kepala Desa disampaikan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam musyawarah BPD

selambat-lambatnya pada minggu kedua bulan November Desa Bogorejo

Wawancara dengan informan


(5)

3. Bagaimana masyarakat mengaskses informasi terkait Laporan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

4. Bagaimana mekanisme penyampaian tanggapan dari masyarakat terkait Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA

5. Bagaiman proses tindak lanjut dari Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDESA jika ada tanggapan dari masyarakat

hanya formalitas

sedangkan Sekertaris Desa mempersiapkan materi Laporan

Pertanggungjawaban kemudian meminta persetujuan. Dalam musyawarah tersebut dibuat berita acara yang memuat Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa.

3. Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDES

1. Bagaimana Proses Musyawarah Laporan Pertanggungjawaban APBDESA

2. Proses Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban APBDesa

dilakukan oleh Kepala Desa dan BPD 3. Siapa saja yang terlibat dalam

Penyampaian Laporan

Laporan

pertanggungjawaban dengan mengadakan musyawarah yang dikonsultasikan pertama kali ke BPD. Sedangkan dana-dana yang selama ini dipakai kegiatan

pemerintah desa bogorejo

Wawancara dengan informan


(6)

Pertanggungjawaban APBDesa

dilakukan oleh Kepala Desa dan BPD 4. Apakah tugas dan wewenang aktor

yang terlibat dalam Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban APBDesa dilakukan oleh Kepala Desa dan BPD

dibukukan sebagai laporan dalam musyawarah

nantinya untuk disampaikan

penggunaannya kepada masyarakat. Selain itu juga kepala desa Bogorejo benar-benar nyata menyampaikan laporan pertanggungjawabannya. Sedangkan penyampaian laporan

pertanggungjawabannya kepada Bupati Pesawaran melalui Camat dengan menyerahkan hasil laporan yang telah

dimusyawarahkan dan disepakati.