13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Panjang Penyaluran
Agar tulangan pada beton bertulang dapat memberikan kekuatan penuh pada daerah dekat ujung maka daerah tersebut harus memiliki panjang penyaluran yaitu panjang dari titik yang
ditinjau keujung tulangan paling sedikit harus sama dengan λ
d
. SNI 03-2847-2002 memberikan rumus untuk menghitung
λ
d
, salah satunya, untuk tulangan horizontal berulir dia ≤ 19 mm, dengan jarak antara tulangan ≥ d, selimut beton ≥ d dan memiliki tulangan
sengkang sepanjang penyaluran dengan jarak tidak melebihi jarak minimum yaitu: λ
d
=
0,5 �
�
�
′
………………………………..2.1 Rumus yang hampir sama diberikan oleh peraturan Canada, CSA Satandard A23.3-94,yaitu:
λ
d
=
0,468 �
�
�
′
………………………………..2.2 Untuk tulangan yang memiliki kait dengan kuat leleh 400 MPa, SNI dan CSA standard
memberikan rumus yang sama yaitu: λ
d
=100 �
′
………………………………..2.3 Dengan menggunakan formula SNI maka untuk tulangan dengan
f
y
= 360 MPa dan beton dengan
f’
c
= 20 MPa didapat besar panjang penyaluran λ
d
sebesar 40d
b
untuk tulangan tanpa kait dan 20d
b
untuk tulangan dengan kait standar.
2.2 Panjang Lewatan
Pada balok dengan tulangan yang disambung dengan cara lewatan overlapping, peraturan SNI maupun CSA Standard menyarankan hal yang sama yaitu panjang lewatan sambungan
sebesar 1,3λ
d
untuk kondisi umum atau dapat dipakai sebesar 1,0 λ
d
jika tulangan yang dipakai ≥ 2 kali yang dibutuhkan pada daerah sambungan dan sambungan tidak dilakukan
pada satu tempat.Jadi untuk mendapatkan kondisi kekuatan penuh pada sambungan lewatan maka diperlukan panjang lewatan sebesar 52d
b
untuk tulangan tanpa kait dan 26d
b
untuk tulangan dengan kait.Kedua peraturan diatas tidak memberikan penjelasan tentang berapa
panjang penyaluran dan berapa panjang lewatan untuk tulangan polos.
14
2.3 Kuat Rekatan
Untuk dapat mengetahui panjang penyaluran yang diperlukan suatu tulangan maka perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana perilaku rekatan tulangan tersebut dalam beton dan
berapa besar kuat rekatannya. Ada dua definisi tentang kuat rekatan yaitu; Pertama, tegangan rekatan rata-rata maximum pada permukaan tulangan, yaitu pada saat
beban mencapai maximum. Untuk mencapai ini diperlukan slip yang cukup besar dan kondisi ini tidak mungkin diberikan oleh elemen beton bertulang karena panjang slip tidak lain adalah
lebar retak dari baloknya. Kedua adalah tegangan rekatan kritis, yaitu tegangan rekatan rata-rata pada saat slip mencapai
slip maximum yang diijinkan pada saat struktur dinyatakan sudah hendak runtuh. Beberapa peneliti menyarankan menggunakan nilai slip maximum yang diijinkan sebesar 0,25mm [1].
S.Pul [2010] meneliti hubungan antara kuat rekatan tulangan pada beton untuk beberapa diameter tulangan polos dan tulangan berulir. Tulangan di tanam dalam kubus beton 15x25
cm dengan panjang 30 x diameter tulangan dan selanjutnya dilakukan uji tarik pada tulangan.Beton yang dipakai memiliki kuat tekan cylinder karakteristik sebesar 35,6 MPa.
Hubungan antara tegangan rekatan dan slip yang terjadi di tampilkan dalam bentuk grafik, salah satunya adalah seperti grafik pada gambar 2.1 dibawah ini. Selanjutnya nilai tegangan
rekatan maksimum dan tegangan rekatan pada slip 0,25mm untuk berbagai jenis tulangan disimpulkan dalam bentuk tabel 2.1 berikut
Gambar 2.1 Gambar 2.2
Gambar 2.3
15 Diameter
Jenis F
s
slip 0,25mm MPa
F
s
max MPa
τ
b
slip 0,25mm MPa
τ
b
max MPa
8 mm Polos
310 318
2,58 2,65
Ulir 345
375 4,31
4,69 10 mm
Polos 296
306 2,47
2,55 Ulir
500 515
6,25 6,44
12 mm Polos
270 270
2,20 2,20
Ulir 494
519 6,17
6,49 14 mm
Polos 208
210 1,73
1,75 Ulir
537 570
6,71 7,13
2.4 Kegagalan Tulangan