yang lebih tipis dengan pemasangan rongga yaitu dipasang tidak menempel langsung pada bidang batas Mediastika, 2009.
2.4 Tumbuhan Rotan
Tumbuhan rotan adalah sejenis palem memanjat berduri yang terdapat di daerah tropis dan subtropis. Rotan merupakan hasil hutan terpenting setelah kayu di
sebagian besar Asia Tenggara. Tumbuhan ini memiliki nilai sosial yang besar sebagai sumber penghasilan bagi beberapa komunitas. Kebanyakan rotan batang
yang memasuki perdagangan dunia dikumpulkan dari tanaman yang tumbuh liar. Hasil paling penting dari rotan adalah rotan batangan, yaitu batang rotan yang
pelepah daunnya telah dihilangkan; rotan batang kadang dikelirukan dengan bambu dan bila diproses menjadi bilah-bilah sulit untuk dibedakan. Akan tetapi
ada perbedaan yang sangat mencolok antara rotan dan bambu. Bambu hampir selalu berongga dan bahkan dalam beberapa sepesies yang tak berongga, sukar
dibengkokkan. Sementara rotan selalu padat dan biasanya dapat dengan mudah dibengkokkan tanpa deformasi yang nyata Prosea, 1996.
Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih 306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan
jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis yang sudah diketahui manfaatnya dan laku di pasaran. Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan terdapat
di Asia Tenggara, yang berasal dari 8 genera, yaitu untuk genus Calamus 333 jenis, Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis,
Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia1 jenis dan Ceratolobus 6 jenis Jasni, 1999.
2.4.1 Rotan Semambu
Rotan semambu Calamus scipionum Loureiro merupakan salah satu jenis rotan yang tersebar luas di seluruh Birma, Vietnam, Thailand, Sumatera, Borneo, dan
Palawan. Nama rotan semambu merupakan nama yang umum di seluruh kawasan dan dalam perdagangan. Rotan semambu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batang tanaman tumbuh membentuk rumpun memanjat sampai tinggi
sekali, dengan diameter batangnya 25– 35 mm.
2. Batang memilki panjang ruas antara 20 – 30 cm.
3. Warna coklat kemerahan kalau kering.
4. Panjang batang sampai dengan 20 m.
5. Memiliki karakter sifat bahan kasar dan ulet.
6. Daun majemuk menyirip dengan panjang hingga 2 m, anak daun terdapat
sulur panjat, pelepah dan tangkai daun berduri, duduk daun berhadapan, warna hijau tua.
7. Bunga ada 2 macam, bunga subur dan bunga mandul, bunga subur
berbentuk cemeti dan berduri malai panjang. 8.
Buah lonjong ukuran panjang 1,5 cm, warna coklat kemerahan, berbiji tunggal Prosea, 1996.
2.4.2 Kandungan Kimia Tumbuhan Rotan
Kandungan kimia dalam rotan sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan keawetan rotan. Secara umum, komposisi kimia rotan terdiri dari holoselulosa
71-76, selulosa 39-58, lignin 18-27 dan silika 0,54-8. Hasil penelitian terhadap kandungan kimia beberapa jenis rotan dapat dilihat pada tabel
di bawah ini. Tabel 2.2 Kandungan Kimia Beberapa Jenis Rotan
No Jenis rotan
Holo- selulosa
Selulosa Lignin
Tanin Pati
Nama daerah
Nama latin 1
Sampang K.junghuni
Miq. 71,49
42,89 24,41
8,14 19,62
2 Bubuay
P. elongata Becc.
73,84 40,89
16,85 8,88
23,57 3
Seuti C. ornathus
Bl. 72,69
39,19 13,35
8,56 21,82
4 Semambu
Calamus scipionum L
70,07 37,36
22,19 -
21,35 5
Tretes D. heteroides
Bl. 72,49
41,72 21,99
- 21,15
Sumber : Jasni 1999
2.4.3Manfaat Tumbuhan Rotan
Karena kekuatan, kelenturan, dan keseragamannya, batang polos rotan sering dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan. Di daerah
pedesaan, banyak spesies rotan telah digunakan selama berabad-abad untuk berbagai tujuan seperti tali temali, konstruksi, keranjang, atap, dan tikar. Rotan
juga dapat digunakan untuk menghasilkan tangkai sapu, pemukul tilam, mebel, tongkat, perangkap ikan, tirai, kurungan burung, dan hampir untuk semua tujuan
lain yang menuntut kekuatan dan kelenturan yang digabung dengan keringanan. Pinak-pinak daun rotan tua dianyam untuk atap, pinak daun muda digunakan
sebagai kertas rokok, tunas muda atau kobis dapat dimakan sebagai lalapan. Buah rotan dapat digunakan sebagai obat. Selain itu, beberapa spesies rotan juga
menghasilkan zat warna dari kulit buahnya yang dimanfaatkan sebagai pewarna, pernis, dan bahan campuran jamu lokal Prosea, 1996.
2.5 Densitas