FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (STUDI EMPIRIS PADA WAJIB PAJAK DI KPP PRATAMA MAGELANG)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS

(Studi Empiris pada Wajib Pajak di KPP Pratama Magelang) FACTORS THAT AFFECT TAX COMPLIANCE OF INDIVIDUAL

TAXPAYER WHO PERFORM INDEPENDENT WORK (Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Magelang)

Oleh: RIFQI ALFIAN

20130420037

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

TAXPAYERS WHO PERFORM INDEPENDENT WORK (Empirical Study on Individual Taxpayers in KPP Pratama Magelang)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh: RIFQI ALFIAN

20130420037

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

PERNYATAAN Dengan ini saya,

Nama : Rifqi Alfian

Nomor mahasiswa : 20130420037

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS (Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 21 April 2017


(4)

bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu,...” (QS Ibrahim ayat 7)

“Semua orang memiliki kekuatan yang sama untuk menciptakan masa depan”

“Tidak ada kebahagiaan, ketika apa yang ada dalam hati berbeda dengan apa yang kita lakukan”


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Saya persembahkan untuk:

Orang Tua Tercinta, Ayah dan Ibu

Terima Kasih banyak atas nasihat dan pelajaran hidup

yang tekkan terlupakan, serta doa-doa yang selalu kalian

dipanjatkan untukku agar Saya menjadi pribadi yang lebih baik


(6)

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iv

PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Batasan Masalah ... 8

C.Rumusan Masalah ... 9

D.Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II ... 11

A.Landasan Teori ... 11

1. Theory of Planned Behavior ... 11

2. Social Learning Theory ... 13

3. Kepatuhan Wajib Pajak ... 14

4. Niat Kepatuhan Pajak ... 17

5. Kesadaran Membayar Pajak ... 18

6. Kualitas Pelayanan Fiskus ... 19

7. Sanksi Pajak ... 21


(7)

9. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas ... 23

B.Hasil Penelitian Terdahulu Dan Pengembangan Hipotesis ... 24

1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak . 24 2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Niat Kepatuhan Pajak .... 26

3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak ... 28

4. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 29

5. Pengaruh Niat Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak ... 30

6. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Niat Kepatuhan Pajak Sebagai Variabel Intervening. ... 32

C.Model Penelitian ... 33

BAB III ... 34

A.Objek atau Subjek Penelitian ... 34

B.Jenis Data ... 34

C.Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D.Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Definisi Operasional ... 35

F. Analisis Statistif Deskriptif ... 39

G.Uji Kualitas Data ... 40

1. Uji Validitas ... 40

2. Uji Reliabilitas ... 40

H.Uji Asumsi Klasik ... 40

1. Uji Normalitas Data ... 41

2. Uji Multikolinearitas ... 41

3. Uji Heterokedastisitas ... 42

I. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 42

1. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square) ... 42

2. Uji F ... 43

3. Uji t ... 43

4. Analisis Regresi Berganda ... 43


(8)

1. Uji Validitas ... 52

2. Uji Reliabilitas ... 53

D.Uji Asumsi Klasik ... 54

1. Uji Normalitas Data ... 54

2. Uji Multikolinearitas ... 54

3. Uji Heteroskedastisitas ... 55

E. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 56

1. Pengujian Hasil Regresi Berganda ... 56

2. Analisis Jalur ... 58

3. Uji Koefisien Determinasi ... 60

4. Hasil Uji Nilai F ... 61

5. Hasil Pengujian Hipotesis ... 61

6. Pembahasan ... 64

BAB V ... 72

A.Simpulan ... 72

B.Saran ... 72

C.Keterbatasan ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

4. 1. Analisis Pengambilan Sampel ... 45

4. 2. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

4. 3. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 46

4. 4. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ... 47

4. 5. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Bebas ... 48

4. 6. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 50

4. 7. Hasil Uji Validitas ... 52

4. 8. Hasil Uji Reliabilitas ... 53

4. 9. Hasil Uji Normalitas Data ... 54

4. 10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 55

4. 11. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 56

4. 12. Hasil Uji Regresi Berganda Tahap I ... 57

4. 13. Hasil Uji Regresi Berganda Tahap II ... 57

4. 14. Hasil Analisis Jalur Tahap I ... 58

4. 15. Hasil Analisis Jalur Tahap II ... 58


(10)

2.2. Model Penelitian ... 33 4.1. Diagram Path ... 59


(11)

(12)

(13)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebeas (studi empiris pada wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Magelang) berupa kesadaran, kualitas pelayanan, sanksi dan niat kepatuhan. Objek dalam penelitian ini adalah KPP Pratama Magelang dan subjek penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Penelitian ini memiliki sampel sebanyak 87 responden dengan pengambilan secara incidental. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 22.

Hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) kesadaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat kepatuhan, (2) kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan, (3) sanksi tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan, (4) sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (5) niat kepatuhan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. (6) sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan niat kepatuhan sebagai variabel intervening.

Kata kunci: kepatuhan Wajib Pajak, kesadaran, kualitas pelayanan, sanksi, niat kepatuhan, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.


(14)

sanctions, and the intention of sanctions compliance. The object of this research is the KPP Magelang and the subject of this research is the individual taxpayer who perform independent work. This research sample is 87 respondents which are taken using incidental sampling method. The analysis tool applied in this study is SPSS 22.

The results of this study are as follows: (1) consciousness positive and significant effect on the intention of compliance, (2) quality of service does not affect the intention of compliance, (3) sanctions do not affect the intention compliance; (4) sanctions do not affect on tax compliance; (5) the intention of compliance positive and significant impact on tax compliance (6) sanctions do not affect on tax compliance with the intention compliance as intevening variable. Keywords: tax compliance, consciousness, service quality, the sanctions, the intention of compliance, the individual taxpayer perform independent work.


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penerimaan perpajakan merupakan pilar utama penerimaan negara. Kontribusi penerimaan perpajakan sendiri jauh lebih besar dibandingkan dengan dua sumber penerimaan negara lainnya, yakni penerimaan bukan pajak dan penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan sendiri terbagi menjadi dua yaitu penerimaan pajak dan penerimaan dari bea dan cukai. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2015 penerimaan pajak berkontribusi sebesar 73,5% dari seluruh penerimaan negara. Saat ini potensi penerimaan pajak telah menggeser penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber utama penerimaan negara, hal ini dikarenakan pajak memiliki umur yang tidak terbatas, terlebih lagi jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak (Widayati dan Nurlis, 2010).

Sebagai pilar utama penerimaan negara, pajak mempunyai andil yang besar bagi berjalannya kegiatan pemerintahan, dengan pajak pemerintah mampu menjalankan amanat alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat tentang tujuan negara. Pajak menurut Pasal 1 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan


(16)

undang-undang, dengan tidak medapat timbal balik secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Dalam Al-Qur’an juga disinggung tentang pajak yaitu dalam Surat At-Taubah ayat 29 yang artinya “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar Jizyah (Pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. Selain itu terdapat satu dalil yang dijadikan dasar adanya pajak, yaitu Hadits Rasulullah, Beliau bersabda “Di dalam harta terdapat hak-hak yang lain di samping Zakat.” (HR Tirmidzi dari Fatimah binti Qais ra., Kitab Zakat, bab 27, hadits no. 659-660 dan Ibnu Majah, kitab Zakat, bab III, hadits no.1789). Berdasarkan dalil tersebut, Ulama memperbolehkan pajak namun harus tetap dibuat dan dilaksanakan sesuai dengan Syari’at Islam.

Sistem perpajakan di Indonesia menerapakan Self Assessment

System, yaitu sebuah sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, antara lain mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung, membayar, dan

melaporkan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pengertian Self

Assessment System diatas berarti sistem ini memiliki sifat edukatif karena Wajib Pajak dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang perhitungan, penyetoran dan pelaporan besarnya pajak yang terutang. Kondisi ini


(17)

3

memungkinkan masyarakat memiliki kecenderungan untuk tidak membayar pajak karena mungkin disebabkan sistem dan perhitungan pajak yang terlalu sulit dipahami (Tahar dan Sandy, 2012).

Berbagai upaya dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya, kemudahan dalam mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak

melalui e-Registration, kemudahan dalam menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunan melalui e-Filing, dan kemudahan dalam

membayar pajak melalui e-Billing. Besarnya jumlah peningkatan dan

penerimaan negara dari pajak tidak terlepas dari peran aktif Wajib Pajak dalam melaksanakan sistem perpajakan di Indonesia (Utami dkk, 2012). Peran aktif Wajib Pajak terefleksi lewat tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Kondisi kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia dapat dilihat dari persentase realisasi penerimaan pajak dengan target penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Realisasi penerimaan pajak ini tidak pernah mencapai atau melebihi target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2015, realisasi penerimaan pajak per tanggal 31 desember 2015 mencapai Rp1.061,3 triliun atau 82% dari target yang telah ditetapkan tahun 2015 sebesar Rp1.294,3 triliun. Pencapaian penerimaan pajak tahun 2015 justru lebih rendah dari tahun 2014 yang mampu mencapai 91,86%. Salah satu penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak adalah rendahnya kepatuhan Wajib Pajak.


(18)

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam beberapa tahun terakhir penerimaan pajak di Indonesia tergolong masih sangat rendah. Penerimaan pajak pemerintah dalam beberapa tahun terakhir selalu berada di bawah target, selain itu kepatuhan Wajib Pajak untuk melaporkan hartanya masih rendah sehingga rasio pajak indonesia menjadi kecil sehingga penerimaan negara menjadi tidak optimal. (http:/bisnis.tempo.co) Kepatuhan Wajib Pajak sangat bergantung pada Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Orang Pribadi sendiri terbagi menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan. Contoh Wajib Pajak Non Karyawan antara lain adalah Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha, selain itu terdapat pula Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan Pekerjaan Bebas.

Berdasarkan pasal 1 Angka 24 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas cenderung lebih rentan untuk tidak menjalankan kewajiban perpajakannya dibanding Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan pekerjaan bebas. Hal ini disebabkan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas membuat pencatatan


(19)

5

sendiri atas penghasilan yang mereka dapatkan, sehingga timbul kemungkinan mereka melakukan kesalahan atau tidak jujur dalam mengungkapkan penghasilan mereka (Handayani dkk, 2012). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, antara lain kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan niat kepatuhan pajak.

Kesadaran membayar pajak merupakan sebuah sikap dari dalam diri seseorang secara sukarela untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak untuk mengisi dan melaporkan SPT tepat waktu dapat disebabkan oleh pandangan negatif terhadap pajak dan kurangnya sosialisasi mengenai pajak itu sendiri (Khasanah, 2014). Diperlukan kesadaran yang berasal dari dalam diri Wajib Pajak itu sendiri akan arti dan manfaat dari pemungutan pajak tersebut, Wajib Pajak harus sadar bahwa kewajiban membayar pajak bukan untuk kepentingan satu pihak saja, tetapi demi terciptanya roda pemerintahan yang baik yang mengurusi segala kepentingan rakyat. Penelitian yang dilakukan Muliari dan Setiawan (2010) menemukan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi. Penelitian yang dilakukan Khasanah (2014) juga menemukan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.


(20)

Kirchler dkk (2008) menyatakan bahwa Pengetahuan yang lebih tinggi tentang pajak menyebabkan tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dan kurangnya pengetahuan tentang pajak akan berdampak pada ketidakpatuhan pajak yang lebih tinggi. Undang-undang pajak sering dikritik karena terlalu rumit untuk dipahami sepenuhnya, meningkatkan literasi pembayar pajak dengan penyederhanaan hukum pajak, pelatihan dan pendidikan, dan dengan peningkatan layanan Wajib Pajak akan meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap otoritas pajak dan hal itu akan menyebabkan peningkatan kepatuhan pajak sukarela.

Sapriadi (2013) menyatakan bahwa pelayanan pada Wajib Pajak bertujuan untuk menjaga kepuasan Wajib Pajak yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika pelayanan terhadap Wajib Pajak baik maka akan

berdampak kepada penerimaan pajak untuk tahun–tahun berikutnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sapriadi (2013) menemukan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Sanksi pajak telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sanksi pajak ditujukan untuk membuat jera Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga peraturan perpajakan dapat dipatuhi oleh para Wajib Pajak (Arum, 2012). Pelanggaran peraturan perpajakan akan dapat diminimalisir apabila terdapat sanksi perpajakan yang mengaturnya. Adanya sanksi itu sendiri akan membuat Wajib Pajak mengetahui akibat


(21)

7

apabila tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Wajib Pajak baik secara sengaja atau tidak sengaja.

Sanksi perpajakan dibagi menjadi dua jenis yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Perbedaan dari kedua sanksi tersebut adalah sanksi administrasi biasanya berupa denda seperti yang tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang biasa disebut sebagai bunga, denda atau kenaikan, sedangkan sanksi pidana berakibat pada hukuman fisik seperti penjara atau kurungan, pengenaan sanksi pidana dikenakan terhadap Wajib Pajak manapun yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Sanksi akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku patuh. Hal ini disebabkan Wajib Pajak memiliki perasaan takut diberikan sanksi oleh pemerintah (Benk dkk, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2010) menemukan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak.

Niat kepatuhan pajak merupakan suatu bentuk sikap yang mendasari munculnya perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Purnomosidhi (2012) menemukan bahwa niat berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak.

Berdasarkan latar belakang diatas, peniliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG


(22)

Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang)”.

Penelitian ini merupakan kompilasi dari penelitian Muliari dan Setiawan (2010), Ernawati dan Purnomosidhi (2011), dan Arum (2012). Perbedaan dengan penelitian Muliari dan Setiawan (2010) adalah penambahan satu variabel independen kualitas pelayanan fiskus dan satu variabel intervening niat kepatuhan pajak. Perbedaan dengan penelitian Ernawati dan Purnomosidhi adalah tidak menggunakan analisis data dengan

pendekatan Partial Least Square (PLS). Sedangkan perbedaan dengan

penelitian Arum (2012) adalah penambahan satu variabel intervening niat

kepatuhan pajak dan tidak menggunakan subjek penelitian Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha.

B. Batasan Masalah

Batasan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian ini terbatas pada kesadaran membayar pajak, kualitas

pelayanan fiskus, sanksi pajak, niat kepatuhan pajak, serta kepatuhan Wajib Pajak.

2. Wajib Pajak dalam penelitian ini terbatas pada Wajib Pajak Orang

Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.

3. Penelitian ini hanya meneliti Wajib Pajak yang berada di Kota


(23)

9

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap niat

kepatuhan pajak?

2. Apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap niat

kepatuhan pajak?

3. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak?

4. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib

Pajak?

5. Apakah niat kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan

Wajib Pajak?

6. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak

dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening? D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji apakah kesadaran membayar pajak berpengaruh positif

terhadap niat kepatuhan pajak.

2. Untuk menguji apakah kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif

terhadap niat kepatuhan pajak.

3. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak.


(24)

4. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

5. Untuk menguji apakah niat kepatuhan pajak berpengaruh positif

terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

6. Untuk menguji apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

Wajib Pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening. E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat secara teoritis

a. Penelitian ini dihapakan mampu memberikan sumbangsih terhadap

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.

b. Dapat menjadi masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam

pengembangkan sistem perpajakan di Indonesia.

2. Manfaat secara praktis

a. Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya untuk

mengembangkan penelitian terkait kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.

b. Dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak khususnya Wajib

Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.


(25)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior menyatakan individu dalam menampilkan sebuah perilaku didasarkan niat dalam diri yang menghasilkan keputusan apakah niat tersebut akan diimplementasikan atau tidak dalam bentuk perilaku. Niat merupakan sebuah sikap atau tindakan terencana dalam diri seseorang yang mendasari timbulnya perilaku, sehingga untuk mengetahui apa yang akan dilakukan seorang individu dapat diketahui dari niatnya (Kusuma dan Rizkiana, 2012).

Menurut Ajzen (1991) untuk mengetahui niat berperilaku seorang individu, maka harus diketahui terlebih dahulu 3 faktor berikut:

a. Attitudes Towards The Behaviour

Sikap terhadap perilaku merupakan keyakinan akan hasil dari suatu perilaku (behavioral belief) dan evaluasi atas hasil yang akan didapat dari suatu perilaku, baik bernilai positif atau negatif (outcome evaluation). Sebelum individu melakukan sebuah tindakan, individu tersebut akan menaruh perhatian pada hasil yang akan didapat dari perilakunya. Kemudian individu tersebut akan memutuskan apakah akan mengimplementasikan perilakunya atau tidak.


(26)

Kecenderungan individu melakukan suatu perilaku didasarkan pada pandangan individu yang yakin bahwa suatu perilaku dapat memberikan hasil yang positif, maka individu tersebut akan menunjukkan sikap yang positif terhadap perilaku tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila individu memiliki pandangan yang negatif terhadap hasil yang akan didapatnya, maka individu tersebut akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap perilaku tersebut.

b. Subjective Norms

Norma Subjektif merupakan keyakinan individu tentang

harapan normatif dari orang lain yang dianggap penting untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (normative belief) dan motivasi untuk memenuhi harapan dari orang lain (motivation to comply).

c. Perceived Behavioral Control

Kontrol perilaku yang dipersepsikan merupakan keyakinan akan hal-hal yang bisa mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control belief) dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Ajzen (1991) menjelaskan bahwa semakin besar individu merasakan faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka lebih besar kontrol yang


(27)

13

mereka rasakan atas perilaku tersebut dan sebaliknya, jika semakin sedikit individu merasakan faktor pendukung dan banyak faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu cenderung mempersepsikan diri sulit untuk melakukan perilaku tersebut.

Setelah diketahui ketiga faktor tersebut, maka tahap selanjutnya adalah niat untuk berperilaku (behavioral intention). Tahapan niat untuk berperilaku merupakan kondisi dimana individu memiliki niat untuk

melakukan perilaku. Tahap terakhir adalah berperilaku (behavior),

adalah tahap seseorang melakukan perilaku (Mustikasari, 2007).

Sumber : Ajzen (1991)

Gambar 2.1

Theory of Planned Behavior 2. Social Learning Theory

Penelitian Robbins (1996) mengatakan bahwa teori

pembelajaran sosial yaitu seseorang dapat belajar dari pengamatan dan pemahaman langsung. Teori ini merupakan teori yang mengandaikan

Attitude Toward the Behavior

(Subjective Norms)

(Perceived Behavioral Control)

(Behavioral Intention)


(28)

perilaku sebagai fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori pembelajaran sosial terdiri dari empat proses yang meliputi:

a. Proses perhatian (attentional) yaitu orang hanya akan belajar dari sesesorang yang mampu menarik perhatian orang lain, sehingga orang tersebut akan menaruh perhatian atas perilaku dan tindakan dari orang lain tersebut.

b. Proses penahanan (retention) adalah proses mengingat suatu

tindakan seseorang setelah orang tersebut tidak lagi mudah tersedia.

c. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan

menjadi perbuatan. Jadi, seseorang akan mengamati tingkah laku orang lain dan menerapkannya dalam diri sendiri.

d. Proses penguatan (reinforcement) adalah proses yang mana

individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan orang lain yang ditirunya.

Teori pembelajaran sosial yang dijelaskan oleh Robbins (1996) sangat relevan untuk menjelaskan perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya perpajakannya. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsung hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya.

3. Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak adalah seberapa jauh tingkat Wajib Pajak mengikuti undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku


(29)

15

dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Kepatuhan Wajib Pajak juga dapat diartikan sebagai seberapa jauh tingkat Wajib Pajak mencatat semua penghasilan kena pajaknya berdasarkan undang-undang yang berlaku (Tahar dan Sandy, 2012).

Kepatuhan berarti tunduk, taat atau patuh pada suatu aturan. Jadi kepatuhan Wajib Pajak dapat diartikan sebagai tunduk, taat dan patuhnya Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku (Rahayu, 2010: 138 dalam Khasanah 2014). Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang membayar pajaknya dalam jumlah besar, karena tidak ada keterkaitan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan Wajib Pajak pada kas negara. Dengan demikian, pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, karena meskipun Wajib Pajak memberikan kontribusi besar pada negara jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak patuh (Basri dkk, 2012).

Kepatuhan yang dikatakan oleh Norman D. Nowak merupakan “suatu iklim” kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam situasi (Devano, 2006 dalam Supadmi, 2009) sebagai berikut.


(30)

a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Kriteria Wajib Pajak disebut patuh dalam melakasanakan kewajiban perpajakannya menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT dengan rincian :

1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan selama tiga

tahun pajak terakhir.

2) Penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari tiga

masa pajak untuk semua jenis pajak dan tidak berturut-turut 3) SPT Masa yang terlambat telah disampaikan tidak lewat dari

batas waktu penyampaian SPT Masa pajak berikutnya

4) Seluruh SPT Masa dalam tahun terakhir telah disampaikan

sebelum tahun penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau Wajib Pajak patuh

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.


(31)

17

c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga

pengawasan keuangan pemerintah dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga tahun berturut-turut.

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan pelanggaran di bidang

perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 4. Niat Kepatuhan Pajak

Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Timbulnya niat individu untuk berperilaku ditentukan oleh sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Ketiga faktor ini membentuk dan menjadi indikator bagi niat yang selanjutnya akan menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak (Ernawati dan Purnomosidhi, 2011).

Faktor utama dari perilaku individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat individu (behavioral intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh variabel sikap (attitude), norma subjektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Teori ini dilandasi pada asumsi yang menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari informasi atau keyakinan/kepercayaan yang menonjol mengenai perilaku tersebut. Orang bisa saja memiliki bermacam-macam keyakinan terhadap suatu perilaku, namun ketika dihadapkan pada suatu


(32)

kejadian tertentu, hanya sedikit dari keyakinan tersebut yang timbul untuk mempengaruhi perilaku. Sedikit keyakinan inilah yang menonjol dalam mempengaruhi perilaku individu (Ajzen, 1991 dalam Hidayat dan Nugroho, 2012).

5. Kesadaran Membayar Pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti. Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan berbagai bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, antara lain:

a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam

menunjang pembangunan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan.

b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan

beban pajak sangat merugikan negara. Wajib Pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada berkurangnya anggaran, yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan


(33)

19

pajak memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban setiap warga negara.

6. Kualitas Pelayanan Fiskus

Pelayanan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kepuasan kepada pelanggan. Suatu layanan dapat dikatakan baik apabila usaha yang dijalankan sesuai dengan apa yang seharusnya harapkan. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan serta harus dilakukan secara berkelanjutan (Supadmi, 2009).

Untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang dilakukan oleh fiskus kepada Wajib Pajak, diperlukan juga pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Dalam UU Perpajakan diatur hak-hak yang dimiliki fiskus, antara lain:

a. Hak Fiskus untuk menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan.

b. Hak Fiskus untuk menerbitkan surat ketetapan pajak.

c. Hak Fiskus untuk menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan.

d. Hak Fiskus untuk melakukan pemeriksaan dan penyegelan.

e. Hak Fiskus untuk menghapuskan atau mengurangi sanksi

administrasi.

f. Hak Fiskus untuk melakukan penyidikan.


(34)

h. Hak Fiskus untuk melakukan penyanderaan.

Selain memiliki hak, fiskus juga mempunyai kewajiban yang diatur dalam undang-undang perpajakan, antara lain:

a. Kewajiban Fiskus untuk membina Wajib Pajak.

b. Kewajiban Fiskus untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih

Bayar.

c. Kewajiban Fiskus untuk merahasiakan data Wajib Pajak.

d. Kewajiban Fiskus untuk melaksanakan putusan.

Pentingnya kualitas pelayanan pada Wajib Pajak merupakan suatu faktor penting bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak agar penerimaan negara melalui sektor pajak dapat lebih optimal. Palayanan yang baik yang diberikan kepada Wajib Pajak, akan membuat Wajib Pajak dengan senang hati memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari peran penting yang dijalankan oleh setiap fiskus. Fiskus dituntut untuk mampu melayani setiap Wajib Pajak dengan baik, sopan santun, cepat tanggap, memiliki rasa hormat kepada Wajib Pajak sebagai pelanggan, serta memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang pajak yang akan menunjang kualitas pelayanan dari fiskus kepada Wajib Pajak. Selain itu, sarana dan prasarana yang dimilik oleh kantor pajak tentunya juga diperlukan untuk menunjang kegiatan penerimaan pajak.

Pelayanan yang diberikan oleh fiskus selama proses perpajakan berkaitan dengan sikap Wajib Pajak. Proses perpajakan melibatkan


(35)

21

fiskus dan Wajib Pajak membuat pelayanan yang diberikan oleh fiskus turut membentuk sikap Wajib Pajak dalam mengikuti proses perpajakan. Semakin baik pelayanan fiskus maka Wajib Pajak akan memiliki sikap yang positif terhadap proses perpajakan, sebaliknya pelayanan fiskus yang tidak baik akan membuat Wajib Pajak enggan untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

7. Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa peraturan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar peraturan perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Muliari dan Setiawan, 2010).

Selama ini ada anggapan bahwa sanksi perpajakan hanya akan dikenakan apabila tidak membayar pajak. Kenyataannya banyak hal yang membuat Wajib Pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi pidana. Saat ini Direktorat Jenderal Pajak hanya berfokus pada pemberian sanksi dalam menuntut Wajib Pajak agar patuh terhadap


(36)

peraturan perpajakan, tetapi belum memberi perhatian khusus terhadap pemberian imbalan apabila Wajib Pajak patuh dan telah menyampaikan SPT tepat pada waktunya.

Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Semakin berat sanksi yang diterapkan, maka akan semakin merugikan Wajib Pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan cenderung akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

8. Pajak

Pajak menurut Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah “kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak medapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut Mardiasmo (2009), pajak dibagi 2 jenis:

a. Pajak Langsung

Pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.


(37)

23

b. Pajak Tak Langsung

Pajak yang pembebannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Biasanya ini berlaku pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepada konsumen.

Lembaga pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009),

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pajak Pusat

Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

b. Pajak daerah

Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri dari pajak propinsi pajak kabupaten/kota.

9. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas menurut Handayani dkk (2012) adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terkait oleh suatu ikatan kerja. Pekerjaan bebas umumnya terkait dengan keahlian atau profesi yang dijalankan sendiri oleh tenaga ahli yang bersangkutan antara lain: pengacara, akuntan, konsultan, notaris, atau dokter. Orang Pribadi yang


(38)

melakukan pekerjaan bebas tersebut membuka praktek sendiri dengan nama sendiri. Jika yang Wajib Pajak bekerja atau berstatus karyawan, misalnya seorang akuntan bekerja di Kantor Akuntan Publik, maka yang bersangkutan tidak termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan pekerjaan bebas (Arum, 2012).

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan yang memadai untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak yang akan digunakan sebagai perhitungan jumlah pajak yang terhutang berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan. Bagi Wajib Pajak yang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan pembukuan, Wajib Pajak diperbolehkan untuk membuat pembukuan sederhana yang memuat keterangan yang dapat digunakan untuk melakukan penghitungan pajak yang terhutang bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

B. Hasil Penelitian Terdahulu Dan Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak

Kesadaran membayar pajak merupakan bagian dari sikap terhadap perilaku. Sikap terhadap perilaku merupakan hasil evaluasi positif maupun negatif dari fakta perilaku dan kepercayaan tentang akibat perilaku. Jika seorang Wajib Pajak mempunyai penilaian positif maka akan menimbulkan kesadaran membayar pajak bagi Wajib Pajak,


(39)

25

karena seorang Wajib Pajak mempunyai kepercayaan bahwa pajak yang disetornya akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Sebaliknya jika Wajib Pajak mempunyai penilaian negatif maka kemungkinannya sangat kecil untuk mempunyai kesadaran membayar pajak, karena seorang Wajib Pajak tidak mempunyai kepercayaan bahwa pajak yang disetornya akan dimanfaatkan untuk kepentingan publik (Kusuma dan Rizakiana, 2012). Wajib Pajak yang memiliki kesadaran membayar pajak yang tinggi akan memiliki niat kepatuhan pajak yang tinggi juga. Sikap terhadap kepatuhan pajak dibentuk oleh keyakinan Wajib Pajak tentang kepatuhan pajak yang meliputi semua hal yang diketahui, diyakini dan dialami Wajib Pajak mengenai pelaksanaan peraturan perpajakan. Keyakinan Wajib Pajak tentang perilaku kepatuhan pajak ini akan menghasilkan sikap terhadap kepatuhan pajak positif atau negatif, yang selanjutnya akan membentuk niat Wajib Pajak untuk patuh atau tidak patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Kesadaran Wajib Pajak adalah suatu kondisi di mana Wajib Pajak mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati peraturan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban pajaknya (Muliari dan Setiawan, 2010).

Penelitian yang dilakukan Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan bahwa sikap berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2014) menunjukkan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib


(40)

Pajak di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013. Penelitian yang dilakukan Muliari dan Setiawan (2010) menunjukkan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Sedangkan hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian Utami dan Kardinal (2013) bahwa kesadaran Wajib Pajak tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palembang Seberang Ulu. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

: Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap niat

kepatuhan pajak.

2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Fiskus Terhadap Niat Kepatuhan Pajak

Ada beberapa indikator bahwa pelayanan fiskus yang berkualitas dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Pertama, fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman dalam hal perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Kedua, fiskus harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik. Ketiga, KPP diharapkan memperluas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). TPT dapat memudahkan pengawasan terhadap proses proses pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak (Widayanti dan Nurlis, 2010).


(41)

27

Teori pembelajaran sosial sangat relevan untuk menjelaskan hubungan antara persepsi Wajib Pajak terhadap pelayanan yang diberikan fiskus. Wajib Pajak akan taat membayar pajak, apabila Wajib Pajak mempunyai pengalaman langsung mendapat pelayanan yang baik dari fiskus dan hasil pungutan pajaknya dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan negara. Apabila Wajib Pajak puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh fiskus maka Wajib Pajak tersebut akan taat membayar pajak dan kepatuhan Wajib Pajak di suatu negara akan meningkat (Aryobimo, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan bahwa norma subjektif tidak berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Tiraanda (2013) juga menunjukkan bahwa Sikap Fiskus tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Pelayanan pajak tidak dipergunakan secara rutin oleh Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi tidak terlalu menganggap penting konsep pelayanan yang ada di kantor pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Utami dkk (2012) menunjukkan kualitas pelayanan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Apabila kualitas pelayanan semakin baik maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak cenderung meningkat. Ketika tingkat kualitas pelayanan meningkat, hal ini akan mendorong Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:


(42)

: Kualitas pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak.

3. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Niat Kepatuhan Pajak

Wajib Pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Semakin berat sanksi yang diterapkan, maka akan semakin merugikan Wajib Pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan cenderung akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak taat terhadap aturan pajak atau mau membayar pajak salah satunya dikarenakan ancaman hukum yang akan diterima. Jika persepsi Wajib Pajak terhadap sanksi yang akan dikenakan kepada dirinya semakin berat maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak.

Sanksi pajak akan menjadi faktor pendorong atau faktor penghambat yang akan mempengaruhi niat Wajib Pajak untuk berperilaku patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Apabila sanksi pajak diterapkan dengan baik di Indonesia, maka Wajib Pajak akan memiliki anggapan bahwa mereka akan terkena konsekuensi berupa sanksi pajak apabila tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya. Artinya sanksi pajak telah menjadi faktor pendorong Wajib Pajak untuk memiliki niat berperilaku patuh. Begitu juga sebaliknya apabila sanksi pajak tidak dilaksanakan dengan baik, akan membuat Wajib Pajak menjadi tidak patuh dalam memenuhi kewajiban


(43)

29

perpajakannya. Artinya sanksi pajak telah menjadi faktor penghambat Wajib Pajak untuk memiliki niat berperilaku patuh.

Penelitian Basri dkk (2011) menunjukkan bahwa sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap niat. Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan hasil berbeda bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

: Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap niat kepatuhan pajak. 4. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pajak bersifat memaksa bagi Wajib Pajak, karena pajak diatur dalam undang-undang. Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya akan mendapat sanksi, berupa sanksi pidana ataupun sanksi administratif. Definisi pajak UU Nomor 28 Tahun 2007 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak medapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara tidak perlu meminta kesediaan Wajib Pajak agar memiliki niat untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Negara akan menganggap Wajib Pajak telak berperilaku patuh, apabila Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya terlepas dari ada atau tidaknya niat untuk berperilaku patuh.


(44)

Penelitian Muliari dan Setiawan (2010) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepatuhan pelaporan Wajib Pajak. Penelitian Arum (2012) menunjukkan hasil yang sama bahwa sanksi pajak berpengaruh porsitif dan signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

: Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak 5. Pengaruh Niat Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak

Ajzen (1991) menjelaskan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku. Timbulnya niat berperilaku ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi indikator bagi niat yang akan menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak. Niat dalam penelitian ini merupakan variabel intervening, yaitu variabel yang memengaruhi hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung. Kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka Wajib Pajak akan memiliki niat kepatuhan pajak dan kemudian mengimplementasikan niat tersebut dalam bentuk


(45)

31

perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Semakin tinggi niat untuk berperilaku patuh maka semakin tinggi juga kepatuhan wajib pajak.

Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan bahwa niat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak. Demikian juga dengan penelitian Pangestu dan Rusmana (2012) menunjukkan niat Wajib Pajak untuk patuh berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak yang mempunyai niat untuk patuh yang tinggi maka tingkat kepatuhan pajaknya pun akan tinggi juga. Penelitian yang dilakukan Bobek & Hatfield (2003) menyatakan bahwa niat berpengaruh terhadap kepatuhan pajak dengan menggunakan indikator kecenderungan dan keputusan. Kecenderungan adalah kecondongan untuk patuh atau tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan, sedangkan keputusah adalah tindakan untuk patuh atau tidak patuh terhadap ketentuan peraturan perpajakan (Mustikasari, 2007). Sedangkan penelitian Hidayat dan Nugroho (2011) yang menunjukkan Niat untuk tidak patuh berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

: Niat kepatuhan pajak berpengaruh positif terhadap perilaku


(46)

6. Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Niat Kepatuhan Pajak Sebagai Variabel Intervening.

Sanksi pajak dapat berpengaruh secara langsung maupun secara

tidak langsung terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Theory of Planned

Behavior menjelaskan bahwa perilaku seorang individu dapat dilihat dari niatnya dan niat untuk berperilaku dibentuk oleh tiga komponen yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Wajib Pajak memiliki kehendak untuk menilai dan memutuskan perilaku apa yang akan ditampilkan. Seorang Wajib Pajak memiliki penilaian bahwa sanksi pajak diterpakan untuk mendorong Wajib Pajak agar memenuhi kewajiban perpajakannya. Kehendak Wajib Pajak itulah yang disebut niat kepatuhan pajak. Semakin baik penilaian Wajib Pajak atas sanksi pajak di Indonesia, semakin tinggi juga niat kepatuhan pajaknya, yang kemudian akan di implementasikan dalam bentuk perilaku kepatuhan Wajib Pajak.

Penelitian Ernawati dan Purnomosidhi (2011) menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat kepatuhan pajak. Hasil berbeda ditunjukkan oleh Bobek dan Hatfield (2003) bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap perilaku secara langsung. Berdasarkan teori dan hasil penelitian di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

: Sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening.


(47)

33

C. Model Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap niat kepatuhan pajak. Penelitian ini juga menguji Pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening. Model Penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model Penelitian Kesadaran

membayar pajak

Kualitas Pelayanan Fiskus

Sanksi Pajak

H1(+)

H3(+)

H2(+) H4(+)

Kepatuhan Wajib Pajak Niat Kepatuhan

Pajak


(48)

34 A. Objek atau Subjek Penelitian

Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Magelang. Sampel penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, dimana berupa angka yang tertera didalam skala kuisioner yang kemudian diolah menggunakan software SPSS varsi 22. Data diperoleh dari hasil kuesioner dalam bentuk pertanyaan yang dibagikan pada responden. Sumber data penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas di KPP Pratama Magelang.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di

KPP Pratama Magelang yang dipilih dengan teknik incidental sampling.

Teknik incidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, apabila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.


(49)

35

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner. Sejumlah pertanyaan diajukan kepada responden dan kemudian responden diminta menjawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk mengukur pendapat responden digunakan skala Likert lima angka yaitu mulai angka 1 untuk pendapat Sangat Tidak Setuju (STS) dan angka 5 untuk Sangat Setuju (SS).

E. Definisi Operasional 1. Variabel Independen

a. Kesadaran Membayar Pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Menurut Nugroho (2012), kesadaran membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu bentuk sikap moral yang memberikan sebuah kontribusi kepada negara untuk menunjang pembangunan negara dan berusaha untuk mentaati semua peraturan yang telah ditetapkan oleh negara serta dapat dipaksakan kepada Wajib Pajak.

Variabel kesadaran membayar pajak diukur dengan menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh


(50)

Handayani dkk (2012) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara lain:

a) Pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar.

b) Pajak yang akan saya bayarkan dapat digunakan untuk

menunjang pembangunan negara.

c) Penundaan pembayaran pajak dapat merugikan negara.

d) Membayar pajak tidak sesuai dengan jumlah yang

seharusnya dibayarkan sangat merugikan negara.

e) Membayar pajak tepat waktu dan sesuai dengan jumlah

yang seharusnya menjadi kewajiban Wajib Pajak. b. Kualitas Pelayanan Fiskus

Kualitas pelayanan fiskus adalah segala bentuk kegiatan atau proses bantuan yang diberikan oleh fiskus yang berada di KPP Pratama Magelang kepada Wajib Pajak. Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalambatas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus (Supadmi, 2009)

Variabel kualitas pelayanan fiskus diukur dengan menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Fikriningrum (2012) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara lain:


(51)

37

b) Fiskus senantiasa memberikan informasi dan penjelasan

dengan jelas dan mudah dipahami Wajib Pajak.

c) Fiskus cepat tanggap dan selalu membantu kesulitan Wajib

Pajak.

d) Fiskus memiliki skill dan kompetensi yang baik.

e) Fiskus senantiasa menjaga kerapian dalam berpenampilan.

c. Sanksi Pajak

Sanksi pajak merupakan salah satu cara agar Wajib Pajak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi pajak

merupakan jaminan bahwa peraturan perpajakan akan

dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar peraturan perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Muliari dan Setiawan, 2010).

Variabel sanksi pajak dapat diukur dengan menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Muliari dan Setiawan (2010) yang terdiri dari 5 butir pertanyaan antara lain:

a) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak

cukup berat.

b) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan.

c) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu


(52)

d) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.

e) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat

dinegosiasikan. 2. Variabel Dependen

a. Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan Wajib Pajak adalah seberapa jauh tingkat Wajib Pajak mengikuti undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku dalam melaporkan kewajiban pajaknya. Kepatuhan Wajib Pajak juga dapat diartikan sebagai seberapa jauh tingkat Wajib Pajak mencatat semua penghasilan kena pajaknya berdasarkan undang-undang yang berlaku (Tahar dan Sandy, 2012).

Variabel kepatuhan Wajib Pajak diukur dengan

menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Muliari dan Setiawan (2010) yang terdiri dair 5 butir pertanyaan antara lain:

a) Wajib Pajak mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan

jelas.

b) Wajib Pajak melakukan perhitungan pajak dengan benar

c) Wajib Pajak melakukan pembayaran tepat waktu.

d) Wajib Pajak melakukan pelaporan tepat waktu.


(53)

39

3. Variabel Intervening 1. Niat Kepatuhan Pajak

Niat merupakan sebuah sikap atau tindakan terencana dalam diri seseorang yang mendasari timbulnya perilaku, sehingga untuk mengetahui apa yang akan dilakukan seorang individu dapat diketahui dari niatnya (Kusuma dan Rizkiana, 2012). Variabel niat kepatuhan pajak diukur dengan menggunakan instrumen pertanyaan yang dikembangkan oleh Basri, dkk (2011) yang terdiri dari 2 butir pertanyaan antara lain:

a) Wajib Pajak memiliki kecenderungan melakukan kepatuhan

pajak pada tahun pajak terakhir.

b) Wajib Pajak memiliki keputusan untuk melakukan kepatuhan

pajak pada tahun pajak terakhir. F. Analisis Statistif Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Dalam penelitian ini analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai minimum, maximum, mean dan standar deviasi.


(54)

G. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk menguji akurat tidaknya suatu kuesioner. Menut Ghozali (2009) suatu kuesioner dikatakan akurat jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Penelitian ini menggunakan uji korelasi Bivariate Pearson, yaitu menganalisis dengan cara mengkorelasi masing-masing skor item dengan skor total. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi di atas 0,5 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya (Ghozali, 2009)

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi data yang dikumpulkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode

uji statistik Cronbach’s Alpha yaitu koefisien reliabilitas yang

menunjukkan seberapa baik item suatu instrumen berkorelasi positif

dengan item lainnya. Semakin tinggi Cronbach’s Alpha berarti semakin

baik pengukuran suatu instrumen. Variabel dikatakan andal (reliable) jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2009) H. Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi Klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas,dan Uji Heterokedastisitas.


(55)

41

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan untuk melihat apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal. Menurut Ghozali (2009) salah satu cara untuk mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal regresi memenuhi asumsi normalitas.

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov (uji K-S), jika nilai uji K-S lebih besar dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05, maka hal ini mengindikasikan model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2009) uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar satu atau semua variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadi multikolinearitas.

Pendeteksian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil regresi. Jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terdapat gejala multikolinearitas yang tinggi,


(56)

dan sebaliknya jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka model pengujian bebas dari gejala multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model

regresi yang baik adalah regresi yang tidak mengalami

heterokedastisitas.

Untuk menguji ada atau tidaknya heterokedastisitas maka digunakan uji glejser yaitu dengan meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen dengan persamaan regresi. Apabila hasil regresi mempunyai nilai signifikansi pada setiap variabel independen > 0,05 maka tidak terdapat heterokedastisitas, begitu juga sebaliknya. I. Uji Hipotesis dan Analisis Data

1. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah pengujian untuk menjelaskan proporsi variasi dalam variabel terikat (dependen) yang dijelaskan oleh beberapa variabel bebas (independen) secara bersama-sama. Besarnya koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati nol besarnya koefisien determinasi maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel


(57)

43

dependen. Sebaliknya, semakin mendekati angka satu besarnya koefisien determinasi semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

2. Uji F

Uji nilai F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Uji nilai F dilakukan dengan melihat nilai signifikansi. Jika nilai sig < α (0,05) maka terdapat pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen.

3. Uji t

Uji t pada dasarnya menunjukkan sebera jauh pengaruh suatu variabel independen secara individu terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009). Kriteria hipotesis diterima adalah jika nilai sig < α

(0,05) dan koefisien regresi pada kolom understandarized coefficients

beta searah dengan hipotesis.

4. Analisis Regresi Berganda

Model pengujian pada penelitian inimenggunakan analisis regresi linear berganda (multiple regression). Alat analisis ini digunakan karena menguji pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu variabel intervening dan satu variabel dependen. Persamaan dapat


(58)

dirumuskan berdasarkan hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

� = + �� + �� + � + � (1) � = + � + � + � (2) Keterangan :

N : Niat K�patuhan Pajak K : K�patuhan Wajib Pajak

: Konstanta

: ko��isi�n r�gr�si variab�l k�sadaran m�mbayar pajak : ko��isi�n r�gr�si variab�l kualitas p�layanan �iskus : ko��isi�n r�gr�si variab�l sanksi pajak

: ko��isi�n r�gr�si variab�l niat k�patuhan pajak KS : k�sadaran m�mbayar pajak

KP : kualitas p�layanan �iskus S : sanksi pajak


(59)

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas di KPP Pratama Magelang. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 13 Maret 2017 s/d 20 Maret 2017. Jumlah kuesioner yang berhasil disebarkan sebanyak 90 kuesioner kepada Wajib Pajak, namun hanya 87 kuesioner yang dapat dimasukkan dalam pengolahan data.

Tabel 4.1

Analisis Pengembalian Kuesioner

Keterangan Jumlah Presentase

Kuesioner yang disebar 90 100%

Kuesioner yang tidak diisi dengan lengkap

3 3,3%

Total kuesioner yang dapat diolah 87 96,7%

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari 4 karakteristik, antara lain:

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu responden yang berjenis kelamin laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:


(60)

Tabel 4.2

Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Persentase

Laki-Laki 51 58,6%

Perempuan 36 41,4%

Total 87 100%

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 51 responden atau 58,6%. Sedangkan jumlah responden berjenis kelamin perempuan yang berpartisipasi dalam pengisian kuesioner sebanyak 36 responden atau 41,4%.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dibedakan menjadi 4 kategori, antara lain responden yang berusia < 25 tahun, 26-40 tahun, 41-55 tahun, dan > 55 tahun. Deskripsi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3

Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

Jumlah Persentase

< 25 Tahun 7 8,04%

26-40 Tahun 40 45,97%

41-55 Tahun 32 36,78%

> 55 Tahun 10 11,49%

Total 87 100%


(61)

47

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah responden dengan usia 26-40 tahun sebanyak 40 responden atau 45,97%. Jumlah responden dengan usia < 25 tahun yang ikut berpartisapasi dalam pengisian kuesioner sebanyak 7 responden atau 8,04%, sedangkan jumlah responden dengan usia 41-55 tahun sebanyak 32 responden atau 36,78%. Terakhir jumlah responden dengan usia > 55 tahun sebanyak 10 responden atau 11,49%

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dibedakan menjadi 4 kategori, antara lain SMA, Diploma, Sarjana, dan Pascasarjana. Deskripsi responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Jumlah Persentase

SMA 6 6,89%

Diploma 8 9,19%

Sarjana 65 74,71%

Pascasarjana 8 9,19%

Total 87 100%

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah responden dengan tingkat pendidikan terakhir Sarjana sebanyak 65


(62)

responden atau 74,71%. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMA adalah sebanyak 6 responden atau 6,89%. Jumlah responden dengan tingkat pendidikan terakhir Diploma sebanyak 8 atau 9,19% dan responden dengan tingkat pendidikan terakhir Pascasarjana sebanyak 8 responden atau 9,19%.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dibedakan menjadi 7 katergori, antara lain akuntan, dokter, arsitek, pengacara, notaris, konsultan, dan lainnya. Deskripsi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5

Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Jumlah Persentase

Akuntan 4 4,59%

Dokter 26 29,88%

Arsitek 9 10,34%

Pengacara 8 9,19%

Notaris 18 20,68%

Konsultan 13 14,94%

Lainnya 9 10,34%

Total 87 100%

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah responden yang paling banyak berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah responden dengan jenis pekerjaan Dokter sebanyak 26 responden atau 29,88%. Jumlah responden dengan pekerjaan Akuntan adalah sebanyak 4 responden atau 4,59%. Jumlah responden dengan pekerjaan Arsitek dan lainnya masing-masing 9 responden atau 10,34%. Responden


(63)

49

dengan pekerjaan lainnya semuanya adalah Agen asuransi. Jumlah responden dengan pekerjaan Pengacara adalah sebanyak 8 responden atau 9,19%. Jumlah responden dengan pekerjaan Notaris sebanyak 18 responden atau 20,68%. Terakhir jumlah responden dengan pekerjaan Konsultan sebanyak 13 responden atau 14,94%.

B. Analisis Statistif Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini memberikan gambaran terhadap variabel kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel dependen,

variabel niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening, variabel

kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak sebagai variabel independen. Statistik deskriptif pada penelitian ini menyajikan perbandingan antara kisaran teoritis dan kisaran empiris. Kisaran teoritis merupakan perkiraan nilai minimum dan maksimum total skor jawaban dari setiap variabel, sedangkan kisaran empiris merupakan nilai minimum dan maksimum nilai rata-rata (mean), dan simpangan baku (standar deviation) dari total skor jawaban aktual yang diperoleh setelah dilakukan analisis statistik deskriptif. Hasil statistik deskriptif ditunjukkan dalam tabel 4.6


(64)

Tabel 4.6

Hasil Uji Statistik Deskriptif

Variabel N Kisaran

Teoritis

Kisaran Empiris

Mean Median Std. Deviation KEPATUHAN NIAT KESADARAN KUALITAS_PELAYANAN SANKSI

Valid N (Listwise)

87 87 87 87 87 87 5-25 2-10 5-25 5-25 5-25 14-25 6-10 12-25 17-25 15-23 20,45 7,97 19,78 21,25 18,71 15 6 15 15 15 2,261 0,982 2,572 2,431 2,023 Sumber: data primer yang diolah, 2017

Tabel 4.6 menunjukkan hasil uji statistik deskriptif variabel-variabel penelitian. Jumlah sampel yang didapatkan dalam penelitian ini sebanyak 87 sampel dan semuanya valid untuk digunakan sebagai sampel penelitian. Berdasarkan tabel 4.6 menjelaskan hasil statistik deskriptif sebagai berikut:

1. Variabel kepatuhan Wajib Pajak (KEPATUHAN) memiliki nilai

kisaran teoritis 5-25 dan kisaran empiris 14-25, rata-rata (mean) 20,45 dan simpangan baku (standar deviation) 2,261. Variabel kepatuhan Wajib Pajak (KEPATUHAN) memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dari nilai mediannya yaitu 20,45 > 15. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden dalam penelitian ini memiliki tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi.

2. Variabel niat kepatuhan pajak (NIAT) memiliki nilai kisaran teoritis

2-10 dan kisaran empiris 6-10, rata-rata (mean) 7,97 dan simpangan baku (standar deviation) 0,982. Variabel niat kepatuhan pajak (NIAT) memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dari nilai mediannya yaitu 7,97 > 6. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata


(65)

51

responden dalam penelitian ini memiliki tinkat niat kepatuhan pajak yang tinggi.

3. Variabel kesadaran membayar pajak (KESADARAN) memiliki

nilai kisaran teoritis 5-25 dan kisaran empiris 12-25, rata-rata (mean) 19,78 dan simpangan baku (standar deviation) 2,572. Variabel kesadaran membayar pajak (KESADARAN) memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dari nilai mediannya yaitu 19,78 > 15. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden dalam penelitian ini memiliki tingkat kesadaran membayar pajak yang tinggi.

4. Variabel kualitas pelayanan fiskus (KUALITAS_PELAYANAN)

memiliki nilai kisaran teoritis 5-25 dan kisaran empiris 17-25, rata-rata (mean) 21,25 dan simpangan baku (standar deviation) 2,431. Variabel kualitas pelayanan fiskus (KUALITAS_PELAYANAN) memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dari nilai mediannya yaitu 21,25 > 15. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden dalam penelitian ini memiliki persepsi kualitas pelayanan fiskus yang tinggi.

5. Variabel sanksi pajak (SANKSI) memiliki nilai kisaran teoritis 5-25

dan kisaran empiris 15-25, rata-rata (mean) 18,71 dan simpangan baku (standar deviation) 2,023. Variabel sanksi pajak (SANKSI) memiliki nilai rata-rata (mean) lebih tinggi dari nilai mediannya yaitu 18,71 > 15. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata responden dalam penelitian ini memiliki persepsi atas sanksi pajak yang tinggi.


(66)

C. Uji Kualitas Data 1. Uji Validitas

Uji Validitas pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Bivariate Pearson, yaitu menganalisis dengan cara mengkorelasi masing-masing skor item dengan skor total. Jika korelasi antara skor masing-masing butir pertanyaan dengan total skor mempunyai tingkat signifikansi diatas 0,05 maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid.

Tabel 4.7 menunjukkan nilai korelasi pearson yang diperoleh pada

masing-masing item pertanyaan untuk variabel kepatuhan Wajib Pajak, niat kepatuhan pajak, kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak lebih dari 0,5 (sig > 0,5). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh item pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah valid.

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas

Variabel Item R Sig. Keterangan

Kepatuhan (K) K1 K2 K3 K4 K5 0,715 0,639 0,838 0,826 0,592 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Valid Valid Valid Valid Valid

Niat (N) N1

N2 0,827 0,875 0,000 0,000 Valid Valid Kesaradan (KS) KS1 KS2 KS3 KS4 KS5 0,544 0,772 0,775 0,682 0,709 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Valid Valid Valid Valid Valid Kualitas Pelayanan (KP) KP1 KP2 KP3 KP4 KP5 0,763 0,714 0,747 0,772 0,740 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Valid Valid Valid Valid Valid


(67)

53

Lanjutan Tabel 4.7 Sanksi (S) S1 S2 S3 S4 S5 0,518 0,667 0,589 0,650 0,705 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Valid Valid Valid Valid Valid Sumber: data primer yang diolah, 2017

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode uji

statistik Cronbach’s Alpha yaitu koefisien reliabilitas yang

menunjukkan seberapa baik item suatu instrumen berkorelasi positif

dengan item lainnya. Semakin tinggi Alpha berarti semakin baik

pengukuran suatu instrumen. Variabel dikatakan andal (reliable) jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha pada setiap variabel > 0,60, hal ini menunjukkan bahwa seluruh instrumen dapat dikatakan reliabel.

Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan

Kepatuhan (K) 0,777 Reliabel

Niat (N) 0,618 Reliabel

Kesadaran (KS) 0,740 Reliabel

Kualitas Pelayanan (KP) 0,799 Reliabel

Sanksi Pajak (S) 0,616 Reliabel


(68)

D. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov (uji K-S) jika nilai uji K-S lebih besar dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05, maka hal ini mengindikasikan model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Tabel 4.9

Hasil Uji Normalitas Data One Sample Kolmogorov-Smirnov Tahap

Regresi

Variabel Z Sig. Keterangan

1. Kesadaran Membayar Pajak

Kualitas Pelayanan Fiskus Sanksi Pajak

0,085 0,175 Data berdistribusi normal

2. Niat Kepatuhan pajak

Sanksi Pajak

0,091 0,075 Data berdistribusi normal

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed) regresi

tahap 1 yaitu sebesar 0,175 > α (0,05), karena nilai sig lebih besar dari alpha (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Selanjutnya pada regresi tahap 2 nilai Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,075 > α (0,05), karena nilai sig lebih besar dari alpha (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil regresi. Jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terdapat gejala multikolinearitas yang


(69)

55

tinggi, dan sebaliknya jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka model pengujian bebas dari gejala multikolinearitas.

Tabel 4.10

Hasil Uji Multikolinearitas Tahap

Regresi

Variabel Tolerance VIF Keterangan

1. Kesadaran Membayar Pajak

Kualitas Pelayanan Fiskus Sanksi Pajak 0,587 0,609 0,611 1,702 1,643 1,636

Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas

2. Niat Kepatuhan pajak

Sanksi Pajak

0,642 0,642

1,557 1,557

Tidak ada Multikolinearitas Tidak ada Multikolinearitas Sumber: data primer yang diolah, 2017

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel independen yang memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 dan nilai VIF lebih besar dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam

penelitian ini maka digunakan uji glejser yaitu dengan meregresi nilai

absolut residual terhadap variabel independen dengan persamaan regresi. Apabila hasil regresi mempunyai nilai signifikansi pada setiap variabel independen > 0,05 maka tidak terdapat heteroskedastisitas, begitu juga sebaliknya.


(70)

Tabel 4.11

Hasil Uji Heteroskesdastisitas Tahap

Regresi

Variabel Sig. Keterangan

1. Kesadaran Membayar Pajak

Kualitas Pelayanan Fiskus Sanksi Pajak

0,795 0,583 0,531

Bebas heteroskedastisitas Bebas heteroskedastisitas Bebas heteroskedastisitas

2. Niat Kepatuhan pajak

Sanksi Pajak

0,973 0,306

Bebas heteroskedastisitas Bebas heteroskedastisitas Sumber: data primer yang diolah, 2017

Dari Tabel 4.11 menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang secara signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat abs_res. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya yang memiliki nilai diatas tingkat kesalahan 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak menunjukkan adanya heteroskedastisitas.

E. Uji Hipotesis dan Analisis Data 1. Pengujian Hasil Regresi Berganda

Regresi berganda dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama digunakan untuk menjelaskan variabel kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap niat kepatuhan pajak. Sedangkan tahap kedua digunakan untuk menjelaskan variabel sanksi pajak dan niat kepatuhan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan analisis data diperoleh data yang dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini.


(71)

57

Tabel 4.12

Hasil Uji Regresi Berganda Tahap I Variabel Coefficien

ts B

Beta t-Value p-Value Keterangan Konstanta Kesadaran (KS)

Kualitas Pelayanan (KP) Sanksi (S) 0,344 0,267 0,053 0,065 0,700 0,130 0,134 0,616 9,819 1,857 1,922 0,540 0,000 0,067 0,058 Signifikan Tidak signifikan Tidak signifikan Adj R-Square F Statistics P-Value (F-stat) 0,743 84,015 0,000 Sumber: data primer yang diolah, 2017

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.12 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

N = 0,344 + 0,267 KS + 0,053 KP + 0,065 S + e Tabel 4.13

Hasil Uji Regresi Berganda Tahap II Variabel Coefficients

B

Beta t-Value p-Value Keterangan Konstanta Sanksi (S) Niat (N) 15,335 - 0,012 0,671 - 0,011 0,291 6,587 - 0,083 2,232 0,000 0,934 0,028 Tidak signifikan Signifikan Adj R-Square F Statistics P-Value (F-stat) 0,059 3,709 0,029

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.13 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:


(72)

2. Analisis Jalur

Analisis jalur dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dengan niat kepatuhan pajak sebagai variabel intervening. Nilai koefisien jalur dalam penelitian ini dapat lihat dari nilai koefisien standardized beta dari hasil uji regresi berganda tahap I dan hasil uji regresi berganda tahap II. Berdasarkan analisis data diperoleh data yang dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.14

Hasil Analisis Jalur Tahap I Variabel Standardized

Coefficients

Sig. Keterangan Beta

Sanksi (S) 0,134 0,058 Tidak Signifikan

Sumber: data primer yang diolah, 2017

Tabel 4.15

Hasil Analisis jalur Tahap II Variabel Standardized

Coefficients

Sig. Keterangan Beta Sanksi (S) Niat (N) - 0,011 0,291 0,934 0,028 Tidak Signifikan Signifikan Sumber: data primer yang diolah, 2017

Nilai koefisien standardized beta sanksi pajak yang diperoleh dari

tabel 4.14 memiliki arah positif sebesar 0,134, dengan nilai sig sebesar 0,058 yang menunjukkan nilai tidak signifikan. Nilai koefisien standardized beta sanksi pajak merupakan nilai jalur path p1. Sedangkan nilai koefisien standardized beta sanksi pajak dan niat kepatuhan pajak yang diperoleh dari


(1)

HASIL REGRESI BERGANDA TAHAP I


(2)

HASIL REGRESI BERGANDA TAHAP II


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan

1 14 20

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus Pada KPP Pratama Boyola

0 2 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus Pada KPP Pratama Boyola

0 1 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Yang Terdaftar Pada KPP Pratama Salatiga.

0 3 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Yang Terdaftar Pada KPP Pratama Salatiga.

0 4 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus pada KPP Pratama Surakarta).

0 3 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus pada KPP Pratama Surakarta).

0 5 17

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN UNTUK MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas ( Studi Kasus Pada Kpp Pratama Kar

0 2 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS DI KPP PRATAMA YOGYAKARTA.

0 1 179

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas

0 1 20