RUMUSAN MASALAH HIPOTESIS TUJUAN PENELITIAN MANFAAT PENELITIAN ENDOMETRIOSIS 1. DEFINISI

3 Cheng Ya-Min dkk 2002 menyatakan kadar serum CA 125 meningkat secara bermakna pada stadium lanjut p .001, F test. Lebih lanjut, kadar CA 125 secara bermakna meningkat pada adhesi yang lebih luas pada peritoneum, omentum, ovarium, tuba fallopii, kolon dan kavum douglas atau endometrioma yang pecah. 1 Salehpour Saghar dkk 2009 mendapati rata-rata serum kadar CA 125 preoperatif lebih tinggi signifikan pada wanita endometriosis daripada kontrol. 2 Kondo W, dkk 2010 meneliti komplikasi operasi mayor yang terjadi pada endometriosis pelvis yang berinfiltrasi dalam, dimana komplikasi yang sering terjadi bila dijumpai perlengketan pada rektum. 15 Dengan diketahuinya hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis, diharapkan dapat dilakukan persiapan operasi yang maksimal pada kasus dugaan endometriosis.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan pernyataan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis dan bagaimanakah hubungan antara kadar CA 125 preoperatif tersebut dengan stadium endometriosis menurut American Society of Reproductive Medicine ASRM.

1.3. HIPOTESIS

Ada hubungan yang signifikan antara kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis. Universitas Sumatera Utara 4

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada setiap stadium endometriosis. 2. Untuk mengetahui hubungan kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis. 3. Untuk mengetahui hubungan keluhan-keluhan endometriosis dalam hal ini dismenore, dispareni, nyeri pelvik kronis dan infertilitas dengan stadium endometriosis.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui ada tidaknya hubungan antara kadar CA 125 preoperatif dengan stadium endometriosis. 2. Dengan hasil penelitian ini maka dapat diketahui kadar rata-rata CA 125 preoperatif pada penderita endometriosis. 3. Dengan dapat diprediksinya stadium endometriosis dengan menggunakan CA 125, dapat dilakukan persiapan operasi yang lebih maksimal preparasi usus dan pemberian hormonal sebelum operasi. 4. Dari hasil penelitian ini dapat dilanjutkan penelitian hubungan respon efek pengobatan endometriosis dengan menggunakan CA 125 sebagai marker- nya. Universitas Sumatera Utara 5

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. ENDOMETRIOSIS 2.1.1. DEFINISI Endometriosis adalah implan jaringan sel-sel kelenjar dan stroma abnormal mirip endometrium endometrium like tissue yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan menahun. 3,4,6,8,12,16

2.1.2. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI

Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari seluruh etnis dan kelompok masyarakat, 2,4 walaupun tidak tertutup kemungkinan ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause. Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 dari wanita usia reproduksi. 7 Di Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.

2.1.3. ETIOPATOGENESIS

Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti 6 dan sangat kompleks, 7 berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui: • Regurgitasi haid 6-8,16 • Gangguan imunitas 6,16 • Luteinized unruptured follicle LUF 16 • Spektrum disfungsi ovarium 16 Universitas Sumatera Utara 6 Gambar 1. Patofosiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan endometriosis 8 Mekanisme Perkembangan Endometriosis : • Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik Sampson 7,12,16,17 • Metaplasia epitel selomik Meyer-iwanoff 7,12,16 • Penyebaran limfatik Halban-Javert dan Vaskuler Navatril 7,16 • Sisa sel epitel Muller embrionik von recklinghausen-Russel 16 Universitas Sumatera Utara 7 • Perubahan sel genitoblas De-Snoo 16 • Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik Dewhurst 16 • Imunodefisiensi lokal 9,16,17 • Cacat enzim aromatase 6,16 Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum. 8,9,16 kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya. 9,17 Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak. 3,4 Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan terdapat protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis. Molekul perekat haid seperti cell-adhesion molecules, CAMs hanya ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis. 16 Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima untuk endometriosis peritoneal. 7,12,16,17 Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita dengan tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga peritoneum semasa haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis minimal sampai ringan ketika dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan Universitas Sumatera Utara 8 dengan tuba falopi paten dan siklus haid normal. 16 Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde menstruasi akan menderita endometriosis. 8 Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi jaringan endometrium. 6 Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis. Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum. 16 Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan hebat sel-sel mesotel, kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis. 16 Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen 8 akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase. Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. 6 Pada sel granulosa 17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat estradiol menjadi estrogen lemah estron. 10 Universitas Sumatera Utara 9 Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP. 16 17beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat estradiol menjadi estrogen lemah estron yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis. 10 Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran tertentu terhadap kerja progesteron. 7 Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin. 7,16 Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas atau sebaliknya. 16 Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. 16 Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya perekatan sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa limfosit B,T, dan Natural Killer NK. 6,9 Kemudian terjadi pengaktifan makrofag 9 namun tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktitas sel Universitas Sumatera Utara 10 NK menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler. 16 2.1.4. DIAGNOSIS 2.1.4.1. DIAGNOSIS KLINIS Anamnesis Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. 12 Nyeri pelvik kronis yang disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis. 18 Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. 12,16 Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan. 8 Kerabat jenjang pertama berisiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal serupa. 7 Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis. 7,16 Tanda dan Gejala Gejala dan tanda pada endometriosis tidak spesifik. 12 Gejala pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik, 4 akibat dari: • melimpahnya darah dari endometrium sehingga merangsang peritoneum. 7,8,16 • kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar prostaglandin PGF2alpha dan PGE yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri. 4,16 Universitas Sumatera Utara 11 Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa nyeri. 4 Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat stadium endometriosis pada diagnosis awal. 16 Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang tidak khas. Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daeran invasi jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius dan gastrointestinal. 4,9,16 Pada penderita endometriosis juga sering dijumpai infertilitas. 5 Gangguan haid berupa bercak prahaid atau hipermenore. 4,9,16 Pada pemeriksaan fisik umum Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom. 16 Pada pemeriksaan fisik ginekologik Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4 pada pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1 penderita. Ada keterkaitan Universitas Sumatera Utara 12 antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal. 16 Hasil pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium. 16 Jika tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis endometriosis, gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan. 12,16 Tabel 1. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala 16 Kelompok Gabungan gejala Kemungkinan endometriosis 1. • nyeri haid • tumor 2x2 atau nodul • infertilitas 89,09 2. • nyeri haid • tumor 2x2 atau nodul 65,45 3. • nyeri haid • infertilitas 60,00 4. • tumor 2x2 atau nodul • infertilitas 52,73

2.1.4.2. DIAGNOSIS PENCITRAAN

Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama bila dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti endometrioma. 2,9,16 Ultrasonografi pelvis secara transabdomnial USG-TA, transvaginal USG-TV atau secara transrektal TR, CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara nir-invasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini tidak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih Universitas Sumatera Utara 13 penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan. 16

2.1.4.3. DIAGNOSIS LAPAROSKOPI

Merupakan baku emas yag harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis. 2,4,7,16 Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan usus. 2,4,7,16 Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. 4,7,16 Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih. 7,16 Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik. 2,4,7,16 Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36, ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18 dari pemeriksaan histopatologi. 16 Universitas Sumatera Utara 14 Tabel 2. Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya. 16 Warna lesi Aktivitas biologis Makna klinis Merah Sangat tervaskularisasi dan proliferatif; aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi hitam. Stadium dini endometriosis Putih Sedikit sekali tervaskularisasi, metabolik tak aktif, jaringan fibrosa. Lesi yang sembuh atau laten kurang nyeri dibandingkan lesi hitam atau merah Hitam Aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi merah. Stadium lanjut endometriosis 76- 93 terpastikan secara histopatologis Gambar 2. Lesi endometriosis dan Endometrioma 8 Universitas Sumatera Utara 15 Endometriosis superfisialis dan endometriosis ovarium merupakan marker adanya penyakit yang luas. Dengan pemetaan pelvik secara terkomputerisasi ternyata penderita endometriosis dengan keterlibatan ovarium memiliki lebih banyak daerah pelvik dan intestinal dari pada tanpa keterlibatan pelvik. 16 Endometriosis ovarium atau endometrioma tampak sebagai kista coklat berdinding lembut, gelap dan terkait erat dengan perlekatan, jika disayat akan keluar cairan coklat peka. 16,19 Endometriosis noduler biasanya terletak retroperitoneal dengan atau tanpa keterlibatan peritoneum permukaan, yaitu pada septum rektovaginal dan uterovesikal di susunan fibromuskuler pelvik. Keadaan ini berhubungan dengan adanya nyeri dan infertilitas. 16,19 Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari 5mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam. 16,19 Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi: • Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan sangat membantu menemukan abnormalitas yang tidak terlihat hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga keberadaan endometrioma ovarium sering luput. 4,16,19 • Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara memutar ovarium, agar fossa ovarika dan bagian yang tersembunyi terlihat. 16,19 Universitas Sumatera Utara 16

2.1.4.4. BIOPSI

Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu lesi idealnya tetap dilakukan. 4,8 Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77 bahan biopsi endometriosis. 16 Secara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma. 4,16

2.1.5. STADIUM ENDOMETRIOSIS

Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. 19 Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri 7,8 , keluhan pasien 6,18 maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. 9 Hal ini dapat dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik. 6 Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan. 6,8,10 Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot weighted point system. Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang. Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran dan letak susukan endometriosis, bongkah plak, endometrioma, dan atau perlekatan. Pada Universitas Sumatera Utara 17 stadium I minimal, bobot : 1 – 5 ; stadium II ringan, bobot : 6 – 15 ; stadium III sedang, bobot : 16 – 40 ; stadium IV berat, bobot : 40. 16,19 Susukan endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana tampilan lesi dapat sebagai warna merah merah, merah-muda, merah- menyala, gelembung darah, gelembung bening, warna putih opasifikasikeruh, cacat pertitoneum, coklat-kekuningan, atau hitam hitam, tumpukan hemosiderin, biru. Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika menyebuk lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan kedalaman nodul sukar dinilai dengan pemeriksaan laparoskopi; tetapi palpasi cermat dengan perabaan dapat mengenali lesi-lesi tersebut. 16,19

2.2. CA 125